6 minute read

Pengelolaan Polusi Udara What is Lidar?

What is Lidar? Pernahkah mendengar istilah lidar? Secara teknis, lidar mirip sekali dengan radar. Kepanjangan dari lidar adalah Light Detection and Ranging, sedangkan radar adalah Radio Detection and Ranging.

Pada mulanya, prinsip dasar radar dibangun oleh seorang ahli fisika Inggris bernama James Clerk Maxwell pada tahun 1865, yang dikenal dengan teori Maxwell. Setahun kemudian, seorang ahli fisika asal Jerman bernama Heinrich Rudolf Hertz berhasil membuktikan teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik dengan menemukan gelombang elektromagnetik itu sendiri. Istilah radar baru dipopulerkan sejak tahun 1941, meskipun teknologi radar sudah dikembangkan selama beberapa tahun sebelum Perang Dunia II. Apakah tujuan pengembangan radar? Tidak lain adalah untuk menentukan jarak antara dua tempat yang berbeda tanpa mengukur secara langsung. Prinsip pengukuran radar sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan gelombang radio yang diarahkan ke suatu target, kemudian target memantulkan gelombang radio tersebut sehingga kembali ke asalnya. Waktu tempuh pantulan gelombang radio tersebut dapat dihitung, sehingga jarak antara sumber gelombang dengan target dapat diperoleh, yaitu setengah waktu tempuh.

Advertisement

Teknologi lidar Gelombang cahaya (light) yang digunakan dalam teknologi lidar merupakan gelombang elektromagnet, yang memiliki komponen elektrik dan komponen magnetik. Gelombang ini kurang lebih sama dengan gelombang radio, namun berbeda dalam panjang gelombang. Gelombang radio secara umum memiliki rentang frekuensi kurang dari 3000 Hz, atau memiliki panjang gelombang berkisar 0,1 mm hingga 100.000 km, sedangkan gelombang cahaya yang digunakan dalam teknologi lidar umumnya memiliki panjang gelombang 532 nm, 355 nm dan 1064 nm, serta beberapa panjang gelombang tunggal lainnya di dalam rentang cahaya tampak. Kecepatan rambat antara gelombang radio dan gelombang cahaya adalah sama. Lidar dapat berupa instrumen yang dioperasikan pada ground based station, misalnya lidar untuk mengukur jumlah aerosol dan ozon di udara secara vertikal. Selain itu, lidar dapat ditempatkan pada satelit yang fungsinya untuk melakukan pemetaan beberapa komponen penyusun atmosfer, juga dapat ditempatkan pada pesawat udara (air borne lidar) yang umumnya digunakan untuk pemetaan topografi permukaan bumi.

Pemanfaatan lidar untuk pemetaan Aplikasi lidar yang paling dikenal oleh masyarakat secara luas adalah untuk pemetaan geologi, yaitu dengan cara menerbangkan peralatan lidar menggunakan pesawat terbang (UAV) ataupun drone. Lidar jenis ini dapat membuat citra tiga dimensi (3D) lebih cepat dan lebih baik, serta memiliki akurasi jarak yang lebih tepat dibandingkan dengan kamera RGB biasa. Dengan menggabungkan teknik fotogrametri UAV dan pemetaan lidar maka dapat dilakukan survei model permukaan, gambar udara geofisika yang dikoreksi secara geospasial, model bangunan 3D, peta kontur, survei volumetrik, dan lain-lain. Banyak manfaat yang bisa diambil dengan keberhasilan pemetaan lidar, misalnya dalam pengelolaan dan pemetaan kehutanan, pemodelan banjir dan polusi, kartografi, arkeologi, dan perencanaan jaringan seluler.

pemetaan kemudian diolah secara post processing menggunakan perangkat lunak GPS post processing. Tentunya, metode ini bukanlah metode yang sempurna karena ketelitian yang dihasilkan oleh lidar sangat variatif, bergantung pada kondisi permukaan.

Gambar 1. Freya, radar deteksi dini Jerman zaman Perang Dunia II. Radar Freya mulai digunakan tahun 1939 sejumlah lebih dari 1000 buah. Jarak jangkauan radar adalah 200 km dan azimuth 360 derajat. Radar Freya berhasil mendeteksi pesawat musuh dari jauh sehingga membantu pertahanan Jerman dalam PD-II. Namun demikian, Inggris berhasil memanipulasi (dengan membuat sejenis jammer) sehingga radar Freya seolah-olah mendeteksi pesawat dalam jumlah besar padahal sesungguhnya hanya sedikit pesawat saja (sumber: Wikipedia).

Sistem lidar yang digunakan untuk pemetaan adalah lidar yang dapat melakukan scanning dalam satu sumbu horizontal. Sistem ini ditempatkan pada pesawat terbang atau UAV yang dilengkapi dengan Global Positioning System (GPS) dan Inertial Navigation System (INS). INS adalah sistem navigasi yang mampu mendeteksi perubahan geografis, perubahan kecepatan, serta perubahan orientasi dari suatu benda. Sistem GPS diperlukan untuk penentuan posisi wahana terbang secara 3D terhadap sistem referensi tertentu. Semua informasi yang diperoleh selama

Gambar 2. Prinsip kerja lidar. Sinar laser dihasilkan oleh pembangkit laser atau transmitter dan diarahkan menuju obyek, kemudian dipantulbalikkan dan diterima kembali oleh teleskop receiver. Pantulan ini kemudian mengalami pengolahan secara digital menjadi sinyal yang dapat diterjemahkan. Gambar 3. Prinsip dasar lidar untuk pemetaan.

Lidar di LAPAN Sebagai lembaga penelitian keantariksaan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) khususnya Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) juga mengoperasikan lidar di Bandung. Lidar ini dikhususkan untuk mengeksplorasi kandungan uap air secara vertikal hingga ketinggian tropopause. Dalam pengoperasiannya, lidar menghasilkan berkas laser pada panjang gelombang 532 nm (cahaya hijau) sehingga ketika dioperasikan pada malam hari dan cuaca cerah masyarakat di sekitar dapat melihat berkas cahaya hijau yang mengarah tegak lurus ke atas. Lidar yang dioperasikan saat ini sebenarnya merupakan generasi kedua dari lidar yang dimiliki PSTA. Sebelumnya, PSTA juga pernah memiliki lidar dengan kekuatan (power) yang lebih besar, serta field of view yang lebih lebar, sehingga cahayanya menjadi lebih terang. Sayangnya, lidar generasi pertama ini sudah tidak dapat beroperasi karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Selain itu, sistem lidar ini juga sangatlah rumit. Lidar ini merupakan hibah dari kerjasama LAPAN dengan beberapa lembaga penelitian negara Jepang. Seperti apa bentuk sinyal keluaran lidar? Jangan membandingkan Raman lidar dengan lidar untuk pemetaan topografi, karena lidar ini sifatnya statis dan hanya mengamati di satu lokasi pengamatan. Sinyal keluaran dari lidar hanyalah berupa backscattering ratio dan depolarization ratio. Backscattering ratio dihubungkan dengan jumlah komponen atmosfer yang memantulbalikkan sinyal

laser, sedangkan depolarization ratio Sassy berhubungan dengan ketidakbulatan komponen pemantul tersebut. Partikel-partikel yang berbentuk bulat akan menghasilkan pemantulan sempurna sehingga tidak terjadi depolarisasi (atau nilai rasio depolarisasinya adalah nol). Contoh partikel pemantul yang berbentuk bulat adalah tetes air, sedangkan yang berbentuk tidak beraturan misalnya kristal es pada suhu di bawah nol derajat celcius. Dalam perkembangan tingkat lanjut, lidar juga diaplikasikan untuk mengukur distribusi vertikal suhu atmosfer menggunakan prinsip pergeseran panjang gelombang, atau Raman Shifting yang berasal dari molekul-molekul nitrogen di lapisan-lapisan atmosfer. Selain itu, lidar juga diaplikasikan untuk mengukur konsentrasi ozon yang dikaitkan dengan fenomena penipisan lapisan ozon stratosfer. Teen Magazine

Gambar 4. Prinsip kerja Raman Lidar yang dioperasikan oleh PSTA. Pembangkit laser akan menghasilkan sinar laser dengan panjang gelombang 532 nm, yang umumnya disebut sebagai second harmonic generation (SHG). Sinar laser ini akan dibelokkan tegak lurus ke atas menggunakan cermin pemantul, dan akan berinteraksi dengan komponen-komponen penyusun atmosfer (misalnya uap air dan aerosol) melalui proses-proses fisika, yaitu penyerapan, pemantulan, serta pembiasan, dan mengikuti hukum pemantulan Raman. Selanjutnya, sinar laser yang telah mengalami hamburan balik akan diterima kembali oleh sebuah teleskop dan kemudian diarahkan menuju tabung penguat atau photomultiplier tube agar menghasilkan sinyal listrik. Sinyal ini kemudian diperkuat kembali menggunakan preamplifier dan dihitung menggunakan photon counter.

Gambar 3. Lidar di LAPAN, dikhususkan untuk memantau lapisan uap air hingga ketinggian tropopause. Lidar ini merupakan hibah dari Universitas Nagoya dan sebelumnya telah digunakan pada penelitian umur udara (air age) di Biak. Selain uap air, lapisan aerosol troposfer bawah dan planetary boundary layer pun dapat diamati menggunakan lidar.

Dalam skala internasional, penggunaan lidar dalam mengeksplorasi atmosfer telah dilakukan lebih dari 20 tahun yang lalu. Salah satu keberhasilan fenomenal lidar adalah memantau debu vulkanis letusan Gunung Pinatubo tahun 1991 yang dilakukan oleh negara Jepang. Di Mauna Loa, debu vulkanis teramati menggunakan lidar hingga 4 tahun sejak letusannya. Hingga saat ini, negaranegara maju seperti Jepang, Inggris, Amerika Serikat serta Eropa telah menggunakan lidar dalam jumlah yang sangat banyak, namun Indonesia baru mengoperasikan hanya satu buah lidar saja, yang merupakan hibah dari negara Jepang. Akankah lidar di PSTA mampu beroperasi hingga bertahuntahun yang akan datang?

(Penulis: Saipul Hamdi)

This article is from: