Dramakala 7

Page 4

4

S

Edisi 6 - Desember 2011 KHASANAH

DramaK ala dan Teater yang Nirkala

eberapa jauhkah dinamika dan perkembangan pesat dunia kesenian bila tanpa diimbangi oleh kalangan akademisi, pengamat, penjabar, bahkan ilmuwan yang dapat menjembatani seni untuk masyarakat awam? Memang ada konsekwensi logis lain yang tak hanya berupa positif bagi para seniman (termasuk teater) bahwa teater akan terkesan dipilah, dikotak-kotakkan, dilogikakan, dirasionalkan. Namun inilah ruang irisan yang terjadi antara para seniman, sastrawan, teaterawan, seni rupawan, vis a vis, dengan pengamat, kuratorial, jurnalis, penikmat, pecinta, pemerhati. Masyarakat ada di tengah-tengah dua kubu ini. Dramakala, adalah media cetak, tabloid, yang seperti koran, majalah, atau situs internet, yang tak hanya menjembatani hubungan dialog antar teater dan masyarakat, namun juga memiliki konsekwensi lain berupa amatan, pandangan, penilaian, pemilahan, pemikiran, bahkan vonis terhadap suatu karya seni teater. Demikianlah, dari bentuk lenong, ketoprak, opera Batak, di tanah Nusantara, lalu teater yang diproklamirkan sebagai bentuk seni peran yang modern, kemudian menjadikan dunia seni peran tak hanya dinikmati secara estetis belaka, namun kemudian mengarah pada kepada tuntutan pendidikan, pengajaran, bahkan sebagaimana seni kontemporer lainnya mengharapkan kebaruan dan pembaruan, keunikan, misi dan visi, bahkan pandangan dunia - sebagaimana dilontarkan Lucien /

Goldman - bahwa seni termasuk teater bukan hanya menyumbangkan estetik, tematik, narasi tapi juga membaca visi dunia dan kemanusiaan, bahkan meski pun dia mengemasnya dalam bentuk suara lokal sekali pun. Bukan kelokalan Jawa di Bengkel Teaternya mendiang Rendra, suara Cirebon dan suara etnik Tionghoa yang sesekali diungkap oleh Teater Komanya Nano Riantiarno, atau teror dan kekhasan lokal Putu Wijaya saja yang diminta oleh “dunia”, “dunia” mengharapkan lebih dari keunikan itu, dunia butuh bahkan lebih dari keindahan seni tubuh, seni akting, lebih dari “tubuh yang berumah” namun juga tubuh baru yang menyuarakan dan menangkap nafas dunia, “tubuh lokal yang mendunia” sekaligus “tubuh mendunia yang tak melepaskan kelokalannya”. Segudang pertanyaan terhadap kekuatan pandangan itu, dari teater Indonesia yang terus bergerak, sebutlah Teater Kubur, Teater Kami, Teater Tetas, Teater Garasi, Teater Syahid, Teater Payung Hitam, Teater Bejana, untuk menyebutnya secara acak. Tabloid seperti Dramakala, seperti juga tanggung jawab media koran, situs, majalah di ruang-ruang budaya, para penulis esai, kolom, feature, bahkan berita dari para jurnalis, adalah menangkap fenomena dan dinamika itu tanpa kecuali. Tanpa kecuali! Terbuka dan lega lila, tak menengok apa nama teaternya, siapa pendiri teaternya, siapa sutradaranya. Kita butuh teater yang kuat, yang memiliki nuansa

Oleh :

S. Ramses Simatupang

lokal di tengah global, namun telah hadir dengan kebaruan wajah sekaligus pandangan dunianya. Teater ini tak selalu lahir dari nama-nama sutradara dan aktor yang kesohor, tak harus dari para teaterawan jebolan akademisi, tapi dari para insan teater yang kerap bertukar rupa, terbuka dan mau berdiskusi dengan insan seni lainnya, bahkan dalam genre seni yang berbeda sekali pun. Kenyataan sejarah menunjukan, sebuah teknik, madzab, bentuk, pemikiran baru dan segar tak selalu hadir hanya dari seni teater, sastra, seni rupa, filsafat tapi juga dari wilayah lainnya. Terimalah para pengamat, pecinta seni, penikmat seni, penulis esai, kurator, akademisi termasuk para jurnalis, termasuk penulis di tabloid Dramakala, karena dinamika tak hanya berlangsung di atas panggung, dalam pentas dan latihan, tapi juga di rasa, pemikiran dan tubuh. Teater yang terus berolah dan bergerak dan merumah di dalam tubuh manusia. Harapan kita, seperti juga media lainnya, Dramakala sebagaimana keberaniannya menyebut kata “kala”, sang waktu, harus berani bergerak dan tak bersender pada sejarah masa lalu dan perkembangan kekinian, tapi juga menangkap perkembangan teater ke masa depan, dari tiap daerah, tiap kota dan desa, semua sama prosesnya di hadapan dunia. Untuk itu, Dramakala sebaiknya tak hanya menbuat catatan dan fenomena atas pementasan, tapi juga

latihan, konsep pemikiran, membedah diskusi di balik panggung, eksperimentasi para pelaku teaternya, menyelami penjabaran para aktor dan sutradara atas perkembangan seni peran dunia yang terkemuka sekaligus membongkar, reinterpretasi seni lokal untuk digarap di panggung teater modern. Konsep yang nirkala, melampaui waktu, tak diukur waktu... Aktor dan komunitas teater semua sama, semua berhak bicara, semua patut dicatat, semua patut mendapatkan tempat! Semoga dramakala trengginas dan berhidung sekaligus bertelinga tajam, menyusuri perkembangan seni peran, dari teater dan monolog, dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud! Dari seluruh daerah itu, percayalah, mereka teaterawan di tiap daerah, di tiap generasi, terus berolah tubuh, berolah vokal, berolah meditasi, berolah panggung, untuk menyuarakan manusia, menyuarakan dunia! Bukan tak mungkin, teater masa depan justru ada di pundak mereka, karena para tokoh pun, yang begitu kita kenal dan akrab di telinga kita, bahkan pernah berlahiran dari setiap daerah, disana, karena mereka kini sedang menggoresi teater di atas wajah seni peran Indonesia. Menggores dengan pemikiran, dengan wacana, dengan jiwa: dengan tubuhnya sendiri! Salam teater!* (srm)

tang akting dengan seorang aktor sekaligus sutradara film dan teater senior di Indonesia. Beliau mengatakan, bahwa banyak permainan pemeranan dalam drama di film atau teater yang belum sampai pada akting. Peran hanya dibawa ke gaya dan tingkah laku kebiasaan dari pemerannya, atau peran hanya menjadi pura-pura. Kita bisa mencari tahu tentang bagaimana seorang aktris terbaik peraih piala citra pemeran Cut Nyak Dien, harus menyatu dengan masyarakat dan alam aceh selama lebih dari setahun untuk dapat menyatu dengan perannya. Juga peraih Academy Award yang tinggal di India untuk menyatu dengan masyarakat dan alamnya selama hampir dua tahun untuk memerankan Mahatma Ghandi. Ada sesuatu yang kompleks dipersiapkan dari pekerjaan yang dinamai ketrampilan, entertainment dan hiburan, menyangkut manusia dan tubuhnya. Bahwa suatu kepribadian sedang dibentuk untuk menciptakan dunianya. Bukan hanya untuk orang lain, tapi demi dirinya sendiri, yang bertanggung-jawab pada kehidupan yang lebih luas lagi. Ada apa didalam konsepsi Grotowsky yang memilah aktor atau aktris dalam kategori Courtesan Actor dan Holy Actor ? Secara umum, seluruh pertunjukan dalam Festival Teater ke-8 LSPR cukup memberikan kekaguman tertentu. Antusiasme peserta dan maraknya penyelenggaraan cukup mampu membakar gairah untuk terus mencipta dan merayakan kebersamaan menyusun potensi profesional yang dibutuhkan individu dan masyarakat

untuk membangun dirinya dan kebudayaan. “Teater adalah perpaduan seni peran, tari, musik dan juga suara. Namun tak banyak yang tahu bahwa teater juga tempat dimana karakter seseorang dibentuk melalui proses kebersamaan, yang tercipta bersamaan dengan proses latihan teater” (Prita Kemal Ghani, MBA, MCIPR, APR-Director and Founder STIKOM LSPR).

SESUDAH PERTUNJUKKAN

KREATIFITAS KOMUNIKASI DALAM DRAMA SATU JAM PERTUNJUKAN adalah mahasiswa strata satu Psenieserta tahun pertama jurusan ilmu komunikasi pertunjukan di LSPR-Jakarta. Dalam

penyelenggaraan ke-8, mereka dibagi menjadi dua belas kelompok dengan dua belas karya seni pertunjukan berbahasa Inggris, bukan karya Indonesia yang diterjemahkan. Kreatifitas berbasis teori dan ilmu komunikasi, serta memilih naskah drama dari dokumen kampus atau luar kampus untuk karya berdurasi maksimal satu jam pertunjukan. Satu hari dua pertunjukan selama enam hari pelaksanaan. Tampak usaha menyampaikan apa yang sudah mereka persiapkan selama 2-3 bulan latihan, untuk mendapat penilaian tidak sekadar pencapaian akademik, juga menjadi semacam refleksi budaya dari suatu almamater bercitra internasional dalam mengembangkan wawasan global untuk membangun individu dan masyarakat. Kegiatan terselenggara sejak 8 Pebruari 2012 sampai dengan 13 Pebruari 2012. Dewan Juri melibatkan unsur Budayawan Terkemuka (Arswendo Atmowiloto/Penulis), Editor Media Massa Harian Terkemuka (Putu Fajar Arcana/ Kompas), berdampingan dengan Immanuel Hutagalung, selaku Associate Dean of Business Department LSPR-Jakarta, dan Harris Priadie Bah,Teaterawan Komunitas dari Teater Kami dan Pimpinan Redaksi Dramakala. Dan pada 14 Pebruari 2012,

kesepakatan pencapaian kemampuan terbaiknya diumumkan. Sebagian pertunjukan mempunyai persoalan mengenai tubuh, ruang dan bahasa yang digunakan. Tubuh seperti dibekap oleh pakaian karena benturan budaya yang terjadi. Tubuh jadi kaku dan selalu ketinggalan, terseret pakaian, yang bergerak tanpa keikhlasan jiwa dari tubuhnya. Cahaya dimata para pemeran tidak mendukung tata rias wajah untuk menjadi ekspresi yang utuh. Bahasa ucapan dari mulut kehilangan sugesti dramatiknya, menjadi hanya rekayasa artificial tentang karakter, tingkah laku dan pengadeganan. Tampak bahasa yang digunakan belum maksimal menjadi budaya para pemeran, hingga cenderung menjadi sekadar hapalan. Dan pilihan karakter yang disimpulkan stereo- type, semisal penjahat dan pistol, maka memilih preman negro broklyn yang raper. Bisnis akting cenderung mengadaada, seperti kolonel yang melulu bertanya lalu menuliskan jawaban seperti wartawan, tapi terus menerus mem-push up ballpointnya. Cerita berdurasi panjang yang harus diedit menjadi satu jam pertunjukan dengan merangkum banyak babak, cenderung mencipta pengadeganan yang melemahkan sugesti dramatik yang sudah dibangun, seperti black out yang terlalu lama. Ada hasil wawancara penulis ten-

Keputusan Dewan Juri tentang pencapaian terbaik dalam Festival Teater ke-8 LSPR adalah * BEST SUPPORTING FEMALE ACTOR Sitti Shafura as Old Marie ( The Sin of A Mother) * BEST SUPPORTING MALE ACTOR Adryo Rachmat as Charlie (Sun Country) * BEST LEAD FEMALE ACTOR Brenda Pangemanan as Rose (The Sin of A Mother) * BEST LEAD MALE ACTOR Glenovian Armando Marcell as Earl (Madonna) * BEST COSTUME AND MAKE-UP He Who Get Slapped * BEST PRODUCTION DESIGN The Weirdest Honeymoon Ever * BEST DIRECTOR John Q * BEST PRODUCTION The Sin of A Mother Semoga dapat menjadi pemicu kreatifitas selanjutnya. Bravo, LSPR! Good Luck and Congratulation!* (ded)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.