KPK POS Edisis 151

Page 3

KPK POS

3

E D I S I 151 30 MEI - 5 JUNI 2011

KORUPSI

KPK Tetapkan Istri Mantan Wakapolri Jadi Tersangka JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka kasus suap pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Penetapan status tersangka pemilik PT. Wahana Esa Sejati, juga istri mantan Kapolri Adang Daradjatun, berdasarkan hasil rapat bersama tim KPK. "Ada satu nama yang secara resmi KPK putuskan dalam rapat bersama-sama, satgas internal KPK, deputi dan direktur terkait. Kami menetapkan ibu Nunun Nurbaeti jadi tersangka," kata Ketua KPK, Busyro Muqoddas saat RDP KPK dengan Komisi III DPR RI di gedung DPR Jakarta, Senin (23/5). Nunun Nurabeti merupakan saksi kunci dalam kasus suap ini. Saat itu, Nunun diduga berperan sebagai pembagi cek pelawat yang digelontorkan untuk suksesi Miranda S Goeltom ini. Nunun kabarnya menggunakan salah satu anak buahnya, untuk menghantarkan travel cek yang mengalir ke Komisi Keuangan (IX) DPR RI periode 1999-2004 ini. Busyro mengatakan akan mencoba beberapa alternatif memulangkan Nunun Nurbaeti ke Indonesia. Jika cara ekstradisi tak bisa dilakukan, KPK akan menggunakan jalur lain. Mengingat, posisi Nunun saat ini dperkirakan ada di Singapura. Namun, sering melakukan perjalanan bolak-balik SingapuraThailand. Proses membawa Nunun pulang, menurutnya sudah dilakukan. Kalau ada perjanjian ekstradisi tidak sulit, tapi dengan Singapura akan dicari alternatif lain, sambungnya. Pendekatan diplomatis juga akan dilakukan. KPK akan bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri. Tapi KPK tidak bisa memastikan kapan atau berapa lama bisa membawa Nunun kembali ke Indonesia. Ia hanya memastikan komisi terus mengamati pergerakan Nunun di luar negeri. Komisi juga melakukan koordinasi dengan keluarga Nunun, meski secara informal. Ia mengatakan masih me-

nunggu tanggapan dari keluarga dan mengharapkan ada niat baik dari mereka. "Tanggapan keluarga masih kami tunggu, kali memang beritikad baik KPK dengan senang hati akan menerima supaya jadi keteladanan," kata Busyro. Busyro enggan mengatakan pertimbangan apa yang menyebabkan KPK meningkatkan status Nunun menjadi tersangka. Tapi ia menegaskan memiliki dasar menjadikan Nunun tersangka. "Soal bukti tidak bisa ngomong tapi ini berkaitan dengan alat-alat bukti," kata Busyro. Juru Bicara KPK Johan Budi menambahkan Nunun dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terkait pasal itu, Nunun diganjar hukuman pidana paling singkat selama satu tahun dan paling lama lima tahun. Wakil Ketua DPR-RI yang juga politisi PDIP, Pramono Anung menilai selama ini pihaknya sudah menanti progress report dari KPK untuk mengungkap pihak, yang memberika travel cek terhadap para anggota DPR-RI yang kebetulan didominasi PDIP. "Penetapan itu kewenangan KPK, tapi saya sebagai bagian dari masyarakat sudah menunggu lama untuk ini. Meski keputusan KPK dalam menetapkan status tersangka kasus ini sangat lambat, saya tetap apresiasi atas hasil penyelidikan KPK," tegas Pramono. Sebab, sambung dia, beberapa politisi yang diduga menerima cek tersebut sudah lama diproses secara hukum. "Sudah banyak anggota DPR yang diproses hukum soal kasus cek itu, tapi pemberi belum. Memang dari mana cek itu," tegas politisi PDIP itu.(ENDY)

Tommy Soeharto Menang Gugatan Lawan Garuda Indonesia JAKARTA - Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto memenangkan gugatan perdata melawan PT Garuda Indonesia Tbk. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan perusahaan penerbangan plat merah itu membayar sebesar Rp12,51 miliar, karena terbukti melakukan pencemaran baik terhadap anak bungsu mantan Presiden Soeharto. "Tergugat harus membayar Rp 12,51 miliar dengan rincian kerugian material Rp13,7 juta dan kerugian immateriil Rp12,5 miliar," ungkap ketua majelis hakim Tahsin dalam amar putusan gugat-

an perdata, di Jakarta, Selasa (24/5). Selain itu, lanjut hakim, menghukum dan memerintahkan tergugat untuk meminta maaf dengan memuatnya di majalah Garuda selama tiga bulan berturut-turut dalam ukuran minimal satu halaman ukuran penuh sejak hukuman itu berlaku tetap Majelis hakim menilai, tindakan Majalah PT GI mencantumkan catatan kaki (note) yang diperkarakan Tommy tidak relevan berdasarkan judul dan isi artikel. "Note tersebut tidak relevan dari segi judul dan isi artikel. Catatan tersebut tidak jelas maksud dan

NASIONAL

tujuannya, serta dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika karena menyerang kehormatan martabat yang menurut hukum," ujarnya. Gugatan diajukan bos PT Humpuss atas artikel majalah internal Garuda berjudul 'A Destination to Enjoy Bali', yang dimuat bulan Desember 2009 di halaman 30. Tulisan itu menceritakan eksotisme kawasan wisata Pecatu, Bali. Pulau Pecatu memang sejak lama dimiliki oleh putra bungsu mantang presiden Soeharto. Hal itu juga dituliskan dalam artikel. Namun, pokok perkara berada pada akhir tulisan. Dalam tulisan itu terdapat sebuah catatan kecil "Tommy Soeharto adalah pemilik kawasan dan dia merupakan seorang pembunuh yang telah divonis oleh pengadilan. kutipan tersebut tidak relevan dengan judul artikel. Atas tindakan inilah Tommy yang merupakan komisaris PT Balipecatu Graha menggugat enam pihak yang dinilai melakukan tindakan

melawan hukum. Mereka adalah: PT Indo Multi Media, Pimpinan Redaksi Majah Garuda, Taufik Darusman, Redaktur Majalah Garuda Sari Widrati, PT Garuda Indonesia, Vice Presiden Corporate Communicaton PT Garuda Indonesia Pujobroto, Marketing and Promo PT Garuda Indonesia Prasetyo Budi. Tommy menggugat Garuda dengan menggunakan nama PT Bali Pecatu. Perusahaan ini melayangkan gugatan materiil sebesar Rp1,6 miliar dan gugatan immateril Rp25 miliar. Tommy menuntut permohonan maaf Garuda Indonesia yang dimuat di tiga media nasional yakni Majalah Tempo, Koran Kompas, dan Bisnis Indonesia. Terkait putusan itu, pengacara Garuda, Eri Hertiawan mengaku akan berkonsultasi dulu dengan manajemen Garuda atas putusan ini. Apakah akan mengajukan banding atau tidak belum bisa diputuskan sekarang. (ENDY)

Penyidikan Korupsi PT Tambang Bukit Asam Terganjal

TIMAS GINTING–Tersangka Kasus Korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Timas Ginting (tengah) dikawal oleh sejumlah petugas seusai di Periksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (27/5) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Timas Ginting sebagai tersangka kasus pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008.

JAKARTA - Penyidikan dugaan kasus Korupsi pengadaan proyek “Floating Crane” PT Tambang Batubara Bukit Asam, terganjal oleh audit BPKP. Akibatnya Kejaksaan Agung yang menangani kasus korupsi yang didugamerugikan negara sekitar Rp362 miliar, tak bisa berbuat banyak “Penuntasan perkara ini sementara terganjal audit BPKP dan kita berharap audit segera selesai, agar pemberkasan perkara itu dapat tuntas dan dapat diajukan ke pengadilan,” kata Kapuspenkum Noor Rachmad di Jakarta, Kamis (26/5). Kejakgung, sambung Noor, sangat komit menuntaskan kasus dugaan korupsi di perusahaan Batu Bara milik pemerintah ini. Bahkan Kejakgung menolak jika tidak serius dalam menuntaskan kasus korupsi ini, mengingat sang direksi perusahaan BUMN ini adalah orangnya partai berkuasa. “Penyidikan masih jalan terus. Memang dua direksi yang terjerat korupsi belum ditahan dan pena-

hanan itu kewenangan tim penyidik.” Ketua LSM MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman mengancam akan mempraperadilkan Kejagung, jika sampai dua bulan ke depan kasus itu tidak dilimpahkan ke pengadilan. “Ini sebagai bentuk kekecewaan kami, sebab perkara itu susah setahun ditangani,” katanya terpisah. Dalam kasus ini telah ditetapkan dua Direksi PT Bukit Asam sebagai tersangka yakni, Milawarman (Direktur Operasional PT Bukit Asam) dan Tindeas Mangeka (Direktur Niaga PT Bukit Asam). Mereka sementara berstatus dicekal.. Kasus ini terkait pengadaan proyek “floating crane” jasa bongkar muat batu bara di Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung, oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam pada 2009 sebesar Rp362 miliar. Namun dalam prakteknya sejumlah ketentuan dilanggar dan penuh dengan muatan KKN. (ENDY)

Kejakgung Usut Korupsi Merpati MA 60 JAKARTA - Insiden jatuhnya pesawat Merpati di Kaimana, Papua Barat 7 Mei 2011 yang merengut 29 nyawa melayang, berbuntut panjang. Tak hanya soal kecelakaan pesawat, namun muncul tanda tanya mengenai proses pembelian 15 unit pesawat MA-60 yang dilakukan PT Merpati Nusantara Airlines, dinilai ada ketidakberesan yakni berbau korupsi. DPR sudah memanggil manajemen Merpati untuk menjelaskan proses pembelian 15 unit pesawat MA-60. Namun, pihak manajemen Merpati beralasan pembelian pesawat itu merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Cina. Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung mulai penyelidikan dengan memeriksa Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Sardjono Jhony Tjitrokusumo. "Memang benar kami melakukan proaktif dengan melakukan suatu kegiatan penyelidikan terhadap kasus Merpati MA 60," papar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andi

Nirwanto di Jakarta, Rabu (25/5). Pemeriksaan terhadap Sardjono, sambung dia untuk mendapatkan keterangan guna pengumpulan data ada tidaknya indikasi perbuatan korupsi yang merugikan negara dari pembelian pesawat. Dan penyelidikan kasus ini, merupakan bentuk respontif Kejaksaan selaku penegak hukum terhadap masalah-masalah yang berkembang di masyarakat. Apalagi kasus pembelian pesawat Merpati itu hingga kini masih dipersolakn DPR RI. Mantan Sekretaris Jampidsus ini menyatakan belum dapat menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Ada atau tidaknya indikasi korupsi, tergantung pada hasil pengumpulan data dan keterangan yang didapat oleh tim penyelidik. Selain itu, Andhi mengatakan timnya akan bekerja sama dengan KPK yang sama-sama sedang menyelidiki kasus ini. Ketika ditemukan indikasi tindak pidana korupsi, tim juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Ke-

uangan dan Pembangunan (BPKP). Ketika ditanya apakah akan memeriksa pula Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, dan Adi Harsono (suami Mari) yang disebut-sebut sebagai broker dalam pembelian 15 unit pesawat itu, Andhi hanya menjawab, “Belum sampai ke sana. Nanti kita lihat.” Usai dimintai keterangan, Sardjono mengatakan dirinya ditanyai seputar pembelian 15 unit pesawat MA-60 dan diminta menyerahkan sejumlah dokumen terkait kewenangan dan hasil rapat PT Merpati Nusantara Airlines. Sardjono membantah tudingan korupsi dan mark up dalam pengadaan 15 unit pesawat MA-60. “Itu kan to the best of our knowledge. Itu harganya wajar. Kalau ada (mark up) pasti nggak dibeli,” ujarnya. Sardjono juga menjelaskan dirinya baru dilantik menjadi Presiden Direktur Merpati pada 27 Mei 2010. Sehingga, pada saat dirinya baru bergabung dalam manajemen Merpati, semua tahapan

prosedur dalam pengadaan 15 unit pesawat MA-60 sudah final. Mulai dari izin prinsip pengadaan pesawat, kontrak pembelian pesawat, type certification, proses financing, dan business plan untuk mengoperasikan MA-60, semuanya sudah ada dan sudah berjalan. “Jadi, kami tinggal melihat kelaikan pesawatnya, lalu kemudian kami jalankan dan operasikan,” tuturnya. Dirut Merpati membantah adanya tekanan mantan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa dan Meneg BUMN dalam pembelian itu. Ia menyatakan siap bertanggung jawab jika ada dugaan korupsi dalam kasus ini. Sardjono melanjutkan dirinya juga ditanyai seputar penolakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rencana pembelian 15 unit pesawat MA-60. Sebagaimana diketahui, Jusuf Kalla menolak rencana pembelian itu, karena jenis pesawat MA-60 buatan Cina tersebut tidak bersertifikat FAA. “Namun, dalam dokumen kami belum ada Pak Jusuf Kalla menolak. Itu

nggak ada. Saya kan tidak berkomunikasi langsung dengan Pak Kalla,” tukasnya. Seperti dimuat KPK Pos sebelumnya, LSM laporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Diduga pembelian pesawat sarat dengan perbuatan korupsi yang merugikan negara dan menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk manajemen PT Merpati. Apalagi, pembelian pesawat seharga 46 juta dolas AS itu dinilai memiliki kulaitas yang rendah. Pembelian pesawat MA-60 melalui proses kerja sama bilateral antara Pemerintah Indonesia dan China dengan pengadaan sejak tahun 2005 hingga 2010. Pemerintah China menawarkan pembelian pesawat kepada Indonesia, dengan cara konsep pinjaman sejak 29 Agustus 2005. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dengan Pemerintah Cina mengadakan Joint Commission Meeting Indonesia-Cina pada 29 Agustus 2005 di Beijing, Peme-

rintah Cina bersedia menyuntikkan conssesional loan untuk pembelian 15 pesawat MA-60. Dalam pelaksanaan kerjasama itu, melibatkan pula dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Negara BUMN ketika itu, Hatta Rajasa dan Sofyan Djalil. Namun, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyatakan penolakannya atas rencana pembelian pesawat MA-60 itu. Hal ini dikarenakan pesawat buatan Cina itu belum bersertifikasi FAA dan rekam jejaknya belum pernah teruji. Tapi, entah mengapa pembelian 15 unit pesawat itu tetap direalisasikan. Selain itu, entah mengapa pula pengucuran dana untuk pembelian 15 unit pesawat MA-60 membengkak. Dari harga per unit yang dibandrol AS$11,2 juta (sekitar Rp168,1 juta), tiba-tiba menggelembung menjadi AS$232 juta. Hal inilah yang menjadi pertanyaan Komisi XI DPR pada saat memanggil manajemen PT Merpati Nusantara Airlines beberapa waktu lalu. (ENDY)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.