“Never attempt to eliminate trade unions. Labours never get anything for free. But Labour movements should not force the employer. They must corporate with them.� (Lech Walesa)
2
LABORA, juni 2010
Diterbitkan Berdasarkan UU Pers No 40/1999 Penanggung Jawab: Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Pemimpin Umum: Agus Barlianto wakil Pemimpin Umum: Dardo Pratistyo Pemimpin redaksi: Andito Suwignyo Redaktur Pelaksana: Karnali Faisal Redaksi: Safari Sidakaton, Ibnu Syafaat, Irsan Husain, Winarko, Dina Nuriyati Sirkulasi: Abdul Jalal Desain Grafis: B Jagat Setiawan Sekretaris Redaksi/Iklan: Ria Irawan Alamat Redaksi/Sirkulasi: Gedung SPSI. Lt. 4 Jl Raya Pasar Minggu KM. 17 No. 9 JAKARTA 12740 Telp/faks. 021-79190776
Redaksi menerima tulisan, artikel, gambar, foto yang belum pernah dipublikasikan dalam media apapun, redaksi berhak mengubah tulisan/artikel tersebut tanpa mengurangi substansi dari isi tulisan. Dalam melaksanakan tugasnya, Wartawan LABORA selalu dilengkapi kartu pengenal dan tidak diperkenankan menerima imbalan dalam bentuk apapun.
TAJUK
Jurnal Pekerja Indonesia
Respek Pekerja
H
ubungan industrial idealnya dibangun dalam konsep simbiosis mutualisma. Kedua pihak sama-sama membutuhkan dan menguntungkan. Pengusaha membayar upah dan hak-hak pekerja lainnya sesuai ketentuan. Begitu pun dengan pekerja yang menjalankan kewajbannya bukan sebagai beban, namun konsekuensi dari simbiosis mutualisma. Simbiosis komensalisma yang hanya memandang salah satu pihak diuntungkan saja, sedang pihak lain tidak mendapatkan apa-apa tentu bukan hubungan yang dikehendaki. Apalagi jika dipandang dari perspektif parasitisma yang menganggap sebagai beban. Dalam konteks sejarah perburuhan, simbiosis yang ideal belum sepenuhnya dilakukan. Konflik ketenagakerjaan yang diwarnai aksi demo, mogok kerja, slow down dan lain-lain menunjukkan belum semua pihak memahami dan menjalankan simbiosis yang ideal tersebut. Pada gilirannya, pemahaman akan pentingnya menjadikan konsep simbiosis mutualisma tersebut harus dilakukan secara bersama-sama. Pihak manajemen perusahaan diharapkan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap berbagai hal yang sudah disepakati dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku pada semua tingkatan. Mulai dari undang-undang ketenagakerjaan hingga perjanjian kerja bersama. Di sisi lain, serikat pekerja yang memiliki fungsi perwakilan dalam menegosiasikan hak-hak pekerja juga harus mampu melakukan penyadaran kepada para pekerja tentang konsep hubungan yang dimaksud tersebut. Karena itulah, dalam membangun hubungan tersebut dibutuh kan sikap respek (respect) yang pada gilirannya melahirkan pe mahaman yang lebih baik tentang hubungan ketenagakerjaan. Kita berharap demikian.
(Foto Sampul: KF)
LABORA, juni 2010
3
daftar isi
fokus................................. 5 > Dilema Ideologisasi Serikat Pekerja
celoteh............................ 8 > Demo Pekerja Bikin Susah?
tokoh............................... 10 > Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993): Bukan Pahlawan Biasa > Lech Walesa: “Kelas Pekerja Itu Seperti Bakteri”
konsultasi................... 12 > Hak Mogok
manajemen.................. 16 > Topi Monyet
liputan........................... 17 > Asa untuk Perubahan: May Day dan Pemilu di Philipina
wawancara................. 20 > Hazris Malsyah: ”Serikat Pekerja Harus Kuat dan Efektif”
politik. ........................... 22 > Serikat Melawan Modal: Kisah Aerolineas Argentinas
advertorial............... 24 > Manifesto Trans Union Federation Indonesia
esai................................... 26 > Respect
4
LABORA, juni 2010
fokus
Dilema Ideologisasi Serikat Pekerja “Workers have the right to form and join unions of their choosing, bargain collectively and go on strike.” (Paul Kersey)
D
alam sebuah hubungan industrial, kesejajaran an tara korporasi dan pekerja men entukan kualitas kerjasama dan komunikasi di antara kedua belah pihak. Pekerja yang bermodal lemah (dari sisi konsep, skill, dana, jaringan dan massa) berposisi tawar lemah dan cenderung dilemahkan. Kesadaran untuk lebih dima nus iawikan dan dihargai secara profesional oleh manajemen mem beranikan pekerja berhimpun da lam suatu serikat pekerja (SP). Mereka sadar, gerakan individual hanya berdampak pada perbaikan inividual, belum tentu berefek pada sistem secara keseluruhan. Dalam suatu kondisi, mereka bisa sebagai korban dari kebijakan manajemen. Korporasi yang peka menyadari peran vital pekerjanya. Demi meng hindari citra buruk dan pen u runan transaksi bisnis, ia berke nan memberikan reward dan punishment yang baik sesuai de ngan klausul-klausul yang tercan tum di dalam PKB. Diyakini, pe ningkatan kesejahteraan pekerja akan turut meningkatkan kinerja, produktivitas, dan keharmonisan di dalam korporasi. (Manajemen yang
bertindak represif dalam mengelola psikologi ketakutan terhadap buruh berupah rendah akan dibahas pada tulisan tersendiri.)
Dilema Borjuis Kecil
Dalam situasi yang mapan dan harmonis, pekerja kembali asik dengan dirinya sendiri. Mereka tidak menganggap SP sebagai sebuah wa dah vital komunitas pekerja. SP tak ubahnya pemadam kebakaran yang bergerak hanya ketika ada gejolak di internal korporasi, misalnya besaran bonus. Artinya, gerakan protes SP bukan karena masalah prinsip, apalagi ideologis, melainkan karena kenyamanannya terusik. Namun militansi mereka hanya bergema di areal korporat. Bila ter jadi suatu gejolak di korporat lain,
belum tentu SP mapan tersebut ped uli, apalagi mempunyai daya tekan sebagaimana yang mereka la kukan terhadap manajemen mereka sendiri. Dalam sistem global, gejolak bisa muncul bukan dari kebijakan manajemen melainkan efek domino dari transaksi global dan sistem moneter internasional. Manajemen yang jeli segera menyikapi SP mapan dengan segera menyesuaikan gaji se hingga tidak sempat menimbulkan riak. Inilah praktik kapitalisme ersatz. Akhirnya, SP bukan sekadar dituding ‘yellow union’, melainkan kumpulan pekerja elite yang me nyimpan kartu truf kebobrokan ma najemen dan juga tahu bagaimana memanfaatkan rekan-rekannya yang levelnya lebih rendah. Taktiknya, SP
LABORA, juni 2010
5
fokus
Bila solidaritas buruh (labour) dibentuk oleh rasa ketertin dasan dan keta kutan komunal. Maka solidaritas pekerja (em ployee) diben tuk oleh rasa kesetiakawanan karena menjaga privelese dan kemapanan bersama.
memainkan bahasa diplomasi konseptual kepada manajemen sambil memberikan te kanan bahwa mereka menguasai jaringan pek erja di level operation yang sudah terbiasa memakai otot. Ketidakmampuan manajemen menja mah karyawan di tingkat operation me mudahkan elite SP untuk mengikat ketaa tan atas dasar kesetiakawanan, tidak butuh teori nasionalisme, sosialisme, bahkan teksteks keagamaan. Bila solidaritas buruh (labour) dibentuk oleh rasa ketertindasan dan ketakutan komunal. Maka solidaritas pekerja (employee) dibentuk oleh rasa ke setiakawanan karena menjaga privelese dan kemapanan bersama. Muncullah kelas borjuis kecil (little/petty/petite bourgeoisie), sebuah lapisan semu di dalam korporat
6
LABORA, juni 2010
antara manajemen dan buruh (level rendah).
Menghindari Kemapanan Semu
Kemudahan material yang didapat oleh pekerja hakikatnya menyimpan bom waktu. Pseudo kemapanan membuat mer eka laksana pemilik korporat. Cu kup duduk santai saja maka uang akan mengalir tiap saat. Tidak heran, pengurus elite SP kerap menolak disebut sebagai buruh. “Kami bukan buruh, tapi pekerja.” Kesadaran semu semacam ini membuat lagaknya pun semakin borjuis, sesuatu yang kontras dengan status resmi mereka. Borjuis mengacu pada kapasitas individu mengakumulasi usaha mandiri dan men desain passive income. Sedangkan buruh/
fokus
investasinya tidak sebesar pengeluaran mereka. Gerakan pekerja kelas menengah ber implikasi lebih luas daripada buruh mar jinal, yang masyarakat awam pun menilai mereka paria. Bukan sekadar perubahan sistem sosial, namun juga struktur politik negara dan bahkan ideologi bangsa. Apa yang kelas pekerja menengah nikmati saat ini sesungguhnya tidak seberapa besar dan penting dibandingkan dengan hasil yang akan mereka nikmati apabila mereka berkesadaran ideologis.
Bukan Sekadar Pertemanan
pekerja mengacu pada kapasitas individu upahan yang mendesain massive income. Situasi mapan sungguh meninabobokan namun berbahaya. Ketersediaan segala sesuatu membuat pekerja malas/tidak mau menggali dan meluaskan potensi diri, terutama pada kapasitas ideologi. Sebagai komunitas, pekerja seyogyanya mendalami teori dan aplikasi sosialisme. Setidaknya mengetahui konsekuensi praktis pekerja upahan. Dalam istilahnya, kondisi pekerja mapan seperti tidur. Mereka baru terjaga setelah menua. Ketika dana pesangon dan pensiun yang mereka terima mulai tidak mampu mencukupi segala kebutuhan apa lagi keinginan dan gaya hidup mereka. Ketika mereka tidak mampu berbisnis/ wiraswasta. Ketika nilai deposito atau hasil
”The first step in the evolution of ethics is a sense of solidarity with other human beings.” (Albert Schweitzer) Kesadaran bersatu adalah kemestian. Sebab pekerja hanya bernilai bila di antara menciptakan sinergi kekuatan, akumulasi massa di hadapan pengusaha. Tapi sinergi kekuatan juga mentransfer keinginan un tuk hidup setara, bukan untuk saling me niadakan. Itulah yang membuat gerakan protes pekerja ‘Solidarnosc’ di Polandia mendulang dukungan hingga 25% rakyat Polandia. Mereka sadar sebagai kekuatan riil, tapi mereka juga tidak berpretensi menjadi kanker pengusaha. Mereka hanya mengimpikan terciptanya hubungan indus trial yang didasarkan pada mutual respect, untuk sebuah ‘win-win solution’. Solidaritas di antara pekerja menengah mesti disokong penuh. Namun gerakan tidak boleh berhenti di sana. Karena nilainilai perkawanan, sebaik apa pun ia, tidak akan membawa perubahan sistemik yang lebih luas, apalagi melintas batas-batas kelas sosial. Mungkin di antara mereka tidak menganggap penting sebuah serikat pekerja ideologis. Akan tetapi, apalah arti nya hidup bila tidak menggaet pada nilainilai universal dan transendental, ketika hidup lebih punya makna (life meaningful). Dan itu hanya tercapai dengan membuat sistem industrial yang berkeadilan, menyebarkan kesejahteraan yang mereka miliki untuk memberdayakan knowledge, skill, attitude, dan belief lingkungan mereka. [andito]
Apa yang kelas pekerja menengah nikmati saat ini sesungguhnya tidak seberapa besar dan penting dibandingkan dengan hasil yang akan mereka nikmati apabila mereka berkesadaran ideologis. LABORA, juni 2010
7
celoteh
Demo Pekerja Bikin Âť Yulistia Ningsih (35 tahun)
Pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kotamadya Banjarmasin:
D
ulu banyak pabrik/perusahaan plywood disini. Perusahaan kayu di sini memang banyak yang nakal. Sekarang banyak yang gulung tikar. PHK dimanamana. Pekerja kayu demo hingga menginap di kantor DPRD. Untungnya demonstran disini masih kalah banyak dengan aparat yang menjaga gedung. Menurut saya, sahsah saja bila orang menuntut hak-haknya. Tapi kalau sampai bikin macet, kita semua susah. Pernah ada demo yang bikin macet, demo supir angkot atau truk batubara. Mereka semua membawa angkot/truknya.
8
LABORA, juni 2010
Saya sendiri tidak punya ide bagaimana cara agar masyarakat bisa paham demo pekerja itu.
Âť Zainal Arifin (42 tahun)
Pedagang asongan di sekitar Monumen Nasional, Jakarta:
B
anyak demo, banyak rezeki. Sebab banyak pendemo yang haus. Saya juga senang mendengar orasi mereka. Sedikit-sedikit bisa belajar politik gratis. Lokasi jualan saya tidak tetap. Saya suka ikuti pawai jalanan pendemo. Biasanya dari Bundaran HI sampai Istana Negara. Kadang-kadang saya suka cari info kapan ada demo lagi. Yang repot kalau bertemu
celoteh
bisa dipetakan ulang, dinegosiasikan, dikompromikan. Ranah perjuangan zaman sekarang sudah berbeda. Kita sebaiknya menyadari bahwa demo-demo pekerja itu tidak seseksi demo mahasiswa. Susah dijualnya. Tidak akan efektif mengubah keadaan bila aktivis pekerja hanya bemain di isu-isu lokal atau intenal perusahaan mereka saja.
» Robert Siahaan (29 tahun)
Karyawan outsourcing di daerah Kuningan, Jakarta, saat demo May Day di Istana Negara:
A
Susah? rombongan penonton sepakbola atau per tunjukan musik waktu masih jualan di Senayan. Main ambil aja. Gak lihat kita pedagang kecil. Saya Cuma berharap hasil demo itu membuat nasib orang kecil seperti saya terangkat.
» Adi Gunawan (37 tahun)
Karyawan swasta di daerah Jalan Sudirman, Jakarta:
D
ulu aku aktivis mahasiswa, suka de mo pemerintah yang tidak pro rakyat. Setelah bekerja aku menemukan bahwa realitas itu tidak hitam putih. Pasti ada gradasinya, grey area. Repot kalau hidup itu dibuat hitam putih. Banyak hal yang
ku ikut demo May Day ini karena sadar ternyata tidak ada yang memperhatikan nasib kami dengan serius. Percuma kita bicara baik-baik dengan manajemen. Mereka malah memberikan kami sanksi. Kami pernah mencoba mengadu ke anggota dewan, tapi sekadar ditampung saja. Mengadu ke instansi malah dipingpong kesana-kesini. Mungkin karena kami bodoh, tidak tahu bagaimana cara membuat surat yang baik. Kalau sekarang kami turun ke jalan, itu untuk menarik perhatian. Supaya pers dan orangorang gede itu tahu bahwa kami tidak cukup sabar menahan derita ini.
» Sarjono (32 tahun) Penyapu jalan, karyawan dari rekanan Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta:
M
ereka mengaku memperjuangkan nasib orang-orang kecil. Tapi kenya taannya pekerjaan saya jadi bertambah. Saya harus membereskan bekas botol plastik minuman dan bungkus makanan mer eka, padahal tempat sampah telah tersedia. Sebaiknya pendemo diwajibkan membawa kresek masing-masing sebagai tempat sampah pribadi mereka. Gaji saya hanya 700 ribu, sudah termasuk makan dan transport. Teman saya yang lain hanya 22 ribu/hari. Kami maklum bila mereka tidak bisa menaikkan gaji kami. Namun setidaknya jangan buang sampah sembara ngan. Meskipun itu sudah kewajiban kami. LABORA, juni 2010
9
tokoh
Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993):
Bukan Pahlawan Biasa Pahlawan formal dibakukan dan dipublikasikan dalam seremoni akbar; dikenang dalam instruksi birokrasi; digebyar sebagai pen dukung kekuasaan; dan kemudian dilupakan. Karena kepahlawanannya memang karbitan.
M
arsinah bukan pahlawan biasa. Ia hadir natural dal am benak setiap pe kerja yang memperjuangkan hakhak normatifnya. Ia tidak butuh seremoni, formalitas, dan sokongan kuasa. Ingat, dia bukan pengurus serikat kondang. Ia hanya ber gerak mengikuti panggilan kema nusiaannya. Marsinah hanya pekerja pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Po rong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia membaca surat edaran Gubernur KDH TK I Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang menghimbau pengusaha agar menaikkan gaji sebesar 20% dari gaji pokok sebagai efek inflasi saat itu. Bagi lulusan SMA Muhamma diyah Nganjuk ini, surat edaran adalah ‘good news’ di tengah beban hid up yang menghimpit. Namun bagi pengusaha, itu ‘bad news’ yang
10
LABORA, juni 2010
mengurangi profitnya. Karena tidak ada sinyal positif dari perusahaan, karyawan PT. CPS berunjuk rasa pada 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250. Pasca demo, Marsinah menghilang. Jenazahnya ditemukan setelah 3 hari diculik. Berkat perjuangannya, tata ketenagakerjaan di Indonesia me ngalami perubahan. Slamet Ra hardjo Djarot mengapresiasi per juangannya dalam film ‘Marsinah: Cry Justice’ (2001). Tidak heran bila Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mendukung penuh usul an agar Marsinah ditetapkan sebagai pah lawan buruh nasional. “Tujuh belas tahun lalu cuma ada satu serikat pekerja, sekarang sud ah ban yak dan beragam,” kata Muhaimin. Marsinah bukan pahlawan pe kerja biasa. Semangat perlawanan
Marsinah bukan pahlawan pekerja biasa. Semangat perlawanan menentang kezaliman akan selalu hadir di pabrik-pabrik, di tengah deru mesin dan putaran roda. Secara natural, tanpa formalitas. menentang kezaliman akan selalu hadir di pabrik-pabrik, di tengah deru mesin dan putaran roda. Secara natural, tanpa formalitas. Kata Slamet Rahardjo Djarot, “Marsinah bukan lagi nama gadis desa atau pejuang pekerja tetapi telah menjadi idiom permasalahan kita semua. Ke besaran nama Marsinah tidak perlu diungkapkan oleh dirinya sendiri tapi bisa lewat orang lain.” [andito]
tokoh
Lech Walesa:
“Kelas Pekerja Itu Seperti Bakteri” “Never attempt to eliminate daritas di antara para pekerja untuk trade unions. Labours never memperjuangkan hak-haknya.” kata get anything for free. But Walesa. Labour movements should not Menjalin Hubungan force the employer, they must dengan Pengusaha corporate with them.” Menurut Walesa, kelompok pe
P
ada Mei 2010 ini, Lech Walesa berkunjung ke Indonesia. Lech Walesa (29 September 1943) adalah mantan presiden Republik Polandia (1990-1995), mengg an tikan Alexander Kwaniewski. Sebe lumnya ia adalah pemimpin “Soli darnosc” (solidaritas), serikat pekerja independen pertama di Blok Soviet (1980-1990). Ia meraih Nobel Prize of Peace pada 1993 dan mendapatkan 30 gelar Doktor Honoris Causa dari universitas-universitas yang bahkan masuk dalam golongan Ivy League, seperti Harvard. Lech Walesa pernah bekerja di galangan kapal Gdansk, di tepi Laut Baltik. Saat itu rezim komunis men indak keras gerakan protes kenaikan harga bahan pangan di Gdansk, Gdynia dan Szczecin. Sedi kitnya 39 pekerja meninggal dan ratusan luka-luka akibat pemogokan dan unjuk rasa yang meluas. Akibat peristiwa tersebut, ang gota Solidarnosc meningkat tajam menjadi 10 juta orang dari sekitar 40 juta penduduk Polandia. “Kunci dari keberhasilan perjuangan kaum pekerja di Polandia adalah soli
kerja harus bekerja sama dengan para majikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang saling me nguntungkan. Ia menyebut kon sepnya itu ‘Segitiga Walesa’: 1. Sudut NGO dan serikat pekerja; 2. Sudut pekerja; 3. Administrator. Ketika ketiga sudut tersebut bersinergi, akan terbentuklah persetujuan se suai dengan kesepakatan umum. Bagaimana mencapainya? Tidak bisa tidak, kalangan pe kerja untuk berani menekan pe milik modal, tanpa harus “meng
hancurkan” pemilik modal. Kelas pekerja dan pemilik modal harus bekerja sama dan fokus pada pe ngembangan bisnis, tetapi pekerja harus waspada, mengontrol, dan menekan pemberi kerja. Kelas pekerja itu seperti bak teri di dalam tubuh. Bakteri bisa hidup di dalam tubuh, tetapi tidak mematikan tubuh. Mereka harus bekerja sama, fokus pada pengem bangan bisnis. Tetapi pekerja harus waspada, mengontrol, dan menekan pemilik modal.”Kelas pekerja ti dak pernah mendapatkan segala sesuatunya secara gratis. Mereka harus menekan pengusaha sebisa mungkin. Tetapi di saat yang sama, pekerja harus menjadi bakteri yang tidak merugikan,” kata Walesa. [dit/dari berbagai sumber]
LABORA, juni 2010
11
konsultasi
Hak Mogok TANYA Kami ingin tahu tentang apa dan ba gaim ana mogok kerja. Kami khawatir salah langkah. Perbincangan kami dan perusahaan soal Perjanjian Kerja Bersama selalu buntu. Manajemen bersikap arogan, intimidatif dan tidak pernah mau men dengar aspirasi pekerja. Terima kasih atas jawabannya. MN, Bandung JAWAB Bung MN yang baik, Mogok adalah alternatif perjuangan yang terakhir dari Serikat Pekerja guna
12
LABORA, juni 2010
mendapatkan hak-haknya setelah perun dingan mengalami deadlock. Dalam Pasal 137 UU No.13 Tahun 2003 disebutkan: “Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/ buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.” Karena mogok berdampak pada banyak aspek, harap Saudara memperhatikan se cara saksama tata laksana mogok kerja tersebut. Segeralah serikat anda memberi tahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat minimal 7 (tujuh) hari kerja. Di surat pemberita_
konsultasi
kepada para pekerja dengan mengatakan bahwa mogok tidak sah, melawan hukum, akan diberi sanksi, dll. Perlu diketahui, siapapun dilarang untuk menghalanghalangi pekerja melakukan mogok, ini diatur dalam Pasal 143: (1) Siapapun tidak dapat menghalang-ha langi pekerja/buruh dan serikat pe kerja/serikat buruh untuk mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. (2) Siapapun dilarang melakukan penang kapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perun dang-undangan yang berlaku.
huan itu harus dicantumkan sejelas-je lasnya kapan waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja, tempat mogok kerja, dan alasan/sebabsebab mengapa harus melakukan mogok kerja. Ketua dan/atau sekretaris serikat menandatangani sebagai penanggung jawab mogok kerja. Apakah anda juga mengajak elemen/ serikat/pekerja lain untuk mogok pula? Pastikan pemberitahuan juga ditandata ngani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja. (lihat UU No.13/2003 Pasal 140). Ketika anda menghadap instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberi tahuan mogok kerja, pastikan anda mene rima tanda terima (Pasal 141). Dalam banyak peristiwa pasca mogok, biasanya manajemen melakukan intimidasi
Pasal 144: (1) Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang: a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau b. memberikan sanksi atau tinda kan balasan dalam bentuk apa pun kep ad a pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melaku kan mogok kerja. Ini yang dapat kami sampaikan se suai ruang yang tersedia. Aturan dan strategi lainnya sangatlah banyak dan bera gam. Kami sangat berharap anda mem aksimalkan perundingan dengan cara-cara yang bermartabat. Cobalah berf ikir out of the box, menggunakan taktik lain yang tidak biasa. Yang pen ting tujuan perjuangan teman-teman berhasil tanpa ada pihak yang merasa dikorbankan. Jawaban-jawaban kami di sini bersifat umum karena kami tidak ta hu permasalahan yang sesungguhnya di tempat kerja anda. Kami tunggu jika ada hal-hal lain yang spesifik hendak dishare kepada kami. Terimakasih.[] LABORA, juni 2010
13
momen
KELAS PEKERJA Jumlah pekerja di Indonesia mencapai 116 juta orang. Sebanyak 74,60 juta orang (69,46 %) bekerja diatas 35 jam perminggu. Pekerja berpendidikan SD ke bawah sekitar 55,31 juta orang (51,50 %), pendidikan Diploma 2,89 juta orang (2,69 %) dan pendidikan Sarjana hanya 4,94 juta orang (4,60 %). (BPS, Februari 2010)
Prasyarat kesejahteraan kelas pekerja Indonesia adalah kesadaran kelas, pendidikan dan profesionalisme. Semua itu tidak akan tercapai tanpa persatuan kelas pekerja.
14
LABORA, juni 2010
momen LABORA, juni 2010
15
manajemen
Topi Monyet Dardo Pratistyo
S
uatu ketika ada seorang penjual topi yang melintasi hutan. Di tengah cuaca yang terik, ia rehat sejenak di bawah sebuah pohon besar. Ia le takkan topi-topi dagangannya di samp ingnya. Saat asik terlelap, tiba-tiba ia terbangun oleh suarasuara ribut dari atas pohon. Semua topi dagangannya telah hilang. Dilihatnya banyak monyet di atas pohon mengenakan topi-topinya. Penjual topi itu terduduk dan berpikir keras. Ia menggaruk-garuk kan kepalanya. Ternyata monyetmonyet itu menirukan tingkahnya. Ia melepas topinya dan mengipasngipaskan ke wajahnya. Monyetmonyet itu melakukan hal yang sama. Lalu ia membuang topinya ke tanah, dan monyet-monyet itu pun membuang topi-topi yang mereka pegang ke tanah. Segera saja si penjual itu mengumpulkan dan mendapatkan kembali semua topinya. Ia pun melanjutkan perja lanannya. Lima puluh tahun kemudian, cucu dari si penjual topi yang juga seorang penjual topi juga melinta si hutan yang sama. Udara yang sangat panas membuatnya ber istirahat di bawah pohon besar. Ia let akk an topi-topi dagangannya di sampingnya. Saat asik terlelap, tiba-tiba ia terbangun oleh suarasuara ribut dari atas pohon. Semua topi dagangannya telah hilang.
16
LABORA, juni 2010
Dilihatnya banyak monyet di atas pohon mengenakan topi-topinya. Tiba-tiba ia ingat kisah kakek nya. Ia menggaruk-garukkan ke pal anya. Monyet-monyet itu me nir ukan tingkahnya. Ia melepas topinya dan mengipas-ngipaskan ke wajahnya. Monyet-monyet itu melakukan hal yang sama. Lalu ia membuang topinya ke tanah. Tapi monyet-monyet itu tidak ikut mem buang topi-topi yang mereka pegang ke tanah. Seekor monyet yang terbesar segera turun dari pohon dan me ngambil topi yang dilemparkan oleh cucu pedagang topi itu. Monyet itu menyeringai sambil berkata, “Me mangnya cuma kamu yang punya kakek?”
HIKMAH
Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Melalui sejarah kita mengetahui bahwa sangat sedikit pengusaha mau peduli dan berbagi keuntungan dan kesejahteraan dengan pekerjanya. Pengusaha ingin sistemnya lang geng. Pengusaha yang buruk selalu memperbarui sistemnya untuk me mastikan pekerjanya tidak berdaya dan bergantung secara permanen. Pekerja harus belajar dari sejarah agar rantai penindasan itu tidak lagi mereka alami. Dengan strategi dan taktik yang terus berkembang se suai dengan kondisi industrialnya.[]
Pekerja harus belajar dari sejarah agar rantai penindasan itu tidak lagi mereka alami. Dengan strategi dan taktik yang terus berkembang sesuai dengan kondisi industrialnya.
May Day dan Pemilu di Philipina
liputan
Asa untuk Perubahan:
Pekerja itu satu. Tapi ekspresi dan strategi dalam memenangkan kepentingan kaum pekerja bisa berbedabeda di berbagai tempat di dunia. Redaksi LABORA, Dina Nuriyati, berkesempatan me nyaksikan aksi May Day pekerja Philipina. Berikut laporannya.
1
Mei 2010 jam 00.55 WIB. Pesawat Philippines Airlines yang kutumpangi take off dari Bandara Sukarno Hatta menuju Manila, Philipina. Aku diundang mengikuti pelatihan advokasi dan kon sultasi strategi tingkat regional. Tujuannya mendukung dan mendorong adanya kon vensi internasional untuk perlindungan pekerja rumah tangga yang dijadwalkan dibahas pada konferensi Internasional (International Labour Conference, ILC) ILO di Jenewa Swiss, 1-18 Juni 2010. Pemilu May Day Jam 5.30 waktu Manila. Jalanan masih lengang ketika taxi yang kutumpangi meluncur ke penginapan di Pasig City. Aku bangun tidur jam 8:30. Sayup-sayup terdengar keriuhan pawai. Ternyata itu bukan pawai May Day, tetapi pawai kam panye pemilu presiden untuk pemilu di
Philipina pada 10 Mei 2010. Seluruh kota, termasuk JIPNY (angkot khas Philipina) hingga becak-becak kecil, dipenuhi poster dan umbul-umbul calon presiden. Aku ikuti serombongan perempuan berkaos sama warna putih dan topi merah yang membawa bendera-bendera kecil dan beberapa selebaran tentang tuntutan perbaikan upah pekerja. Dari jauh terlihat panggung dan sayup-sayup orasi yang diselingi musik yang gegap gempita. Umbul umbul bertulisan Tagalog berkibar disana sini. Termasuk bendera Alliance of Progressive Labor (APL) dan beberapa bendera serikat pekerja yang lain. Semakin didekati, ternyata banyak juga lambang Partai Akbayan, lengkap dengan poster kandidat. Awalnya aku berpikir ini bukan aksi May Day. Tapi Agnes Matienzo, perwakilan Asian Migrant Domestic Workers Alliance
LABORA, juni 2010
17
liputan
Dalam pernya taan resmi pada 1 Mei 2010, ketua KMU Elmer “Bong” Labog mengecam Gloria Arroyo yang telah meninggalkan situasi tenaga kerja terburuk dalam sejarah: upah yang beku dalam dua tahun, pengangguran tinggi, dan pelanggaran hak-hak pe kerja yang tak terhitung jumlahnya, termasuk aksi kekerasan ter hadap aktivisaktivis pekerja.
(ADWA) yang menerima telponku meng informasikan memang ini acara May Day. Banyak juga personal anggota jaringan dan panitia yang mengikuti aksi APLAkbayan sejak pagi. Lagu wajib pekerja se-dunia ‘Internationale’ berkumandang dengan bahasa Tagalong mengakhiri acara tersebut. Kata Agnes, APL memang ber afiliasi ke partai Akbayan karena partai tersebut getol membela hak-hak pekerja. Mereka juga menyokong penuh perlin dungan pekerja rumah tangga.
18
LABORA, juni 2010
Satu Pekerja Beda Partai
Tentu saja tidak semua serikat pe kerja Philipina memberikan suaranya ke Akbayan. Yanti Mala MD Siahaan, Sek retaris Jenderal Gabungan Serikat Pek erja Independen (GSBI) pada hari yang sama juga menghadiri undangan International Solidarity Affair yang ke26 dari Kilusang Mayo Uno/May First Labour Movement (KMU). Ia mengikuti longmarch KMU dan anggota afiliasinya yang panjangnya hingga 9 km dengan
massa 45.000 orang, melibatkan pek erja dan keluarganya. KMU memberikan suaranya ke Partai Anak Pawis. Dalam pernyataan resmi pada 1 Mei 2010, ketua KMU Elmer “Bong” Labog mengecam Gloria Arroyo yang telah meninggalkan situasi tenaga kerja terburuk dalam sejarah: upah yang beku dalam dua tahun, pengangguran tinggi, dan pelanggaran hak-hak pekerja yang
tak terhitung jumlahnya, termasuk aksi kekerasan terhadap aktivisaktivis pekerja. Paling tidak ada empat konfede rasi atau federasi besar di Philipina: 1. Trade Union Congress of the Phil ippines (TUCP), 2. Kilusang Mayo Uno/May First Labour Move ment (KMU), 3. Federation of Free Workers (FFW), 4. Alliance of Pro gressive Labor (APL) dan masing masingnya mendukung partai yang
liputan
Di Indonesia, kemampuan kontrol serikat pekerja terhadap partai politik masih perlu dipertanyakan. Serikat pekerja dijadikan mesin politik oleh partai po litik untuk mendulang suara dengan iming-iming mencalegkan pengurus serikat pekerja.
berbeda-beda. APL dan KMU tidak akan pernah membuat even bersama karena garis politik yang berbeda. APL lebih berhaluan sosdem atau kiri tengah sedangkan KMU berhaluan kiri. Berbeda dengan keduanya, FFW dan TUCP dianggap organ pekerja moderat dukungan pemerintah era Marcos. TUCP, lahir tahun 1975, adalah konfederasi terbesar di Phi lipina dengan anggota sekitar 1,2 juta orang. Ia mempunyai sayap partai pekerja yang didirikannya yaitu Trade Union Congress Party. Sementara FFW (19 Juni 1950) ada lah serikat pekerja nasional yang memberikan suaranya kepada Par tido ng Manggagawa/Labor Party. Cukup wajar peringatan May Day di Philipina dimanfaatkan betul dengan kampanye partai. Massa pekerja menabur harapan atas kerja partai. Syaratnya kelas pekerja memang mampu mengontrol kerjakerja partai tersebut. Di Indonesia, kemampuan kontrol serikat pekerja terhadap partai politik masih perlu dipertanyakan. Serikat pekerja dija dikan mesin politik oleh partai po litik untuk mendulang suara dengan iming-iming mencalegkan pengurus serikat pekerja.[] LABORA, juni 2010
19
wawancara
Hazris Malsyah:
”Serikat Pekerja Harus Kuat dan Efektif” Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SPJICT) boleh jadi merupakan sebuah serikat pekerja yang berhasil menjalankan hubungan industrial dengan baik. Proses pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) selalu tepat waktu. Kita tahu, dari PKB itulah berbagai aturan yang menyangkut hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan ditetapkan. PKB merupakan ruh bagi serikat pekerja dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
K
eberhasilan SPJICT mem bangun hubungan hubungan ind ustrial tersebut tentu tidak lepas dari sosok Ketua Umum ser ikat pekerja tersebut, Hazris Malsyah. Jiwa kepemimpinan Pria berdarah Melayu Betawi itu berhasil membawa SPJICT dalam hubungan industrial yang baik antara pekerja dan manajemen. Yang menarik, peran SPJICT di bawah kepemimpinan Hazril Mal syah tidak semata-mata berorientasi pada kepentingan memperjuangkan kesejahteraan pekerja semata. Le bih dari itu, menjadi pionir dalam meningkatkan persatuan di antara sesama serikat pekerja. Berbagai organisasi gabungan serikat pekerja di lingkungan pelabuhan seperti Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia (APPI), Koalisi Nasional Serikat Pekerja Pelabuhan (KNSPP). Ter akhir, dia dipercaya sebagai Pre siden Federasi Lintas Serikat Pe kerja Indonesia atau Trans Union Fed eration (TRUF). Di SPJICT sendiri, sosok yang biasa dipanggil dengan sebutan akrab HM tersebut menjalankan amanat sebagai ketua
20
LABORA, juni 2010
untuk masa bakti periode yang kedua. Berikut petikan wawancara LABORA dengan Ketua Umum SPJICT tersebut. LABORA : SPJICT berhasil membangun hubungan industrial yang baik. Bagaimana anda men jalankan tugas dan fungsi serikat pekerja tersebut? HAZRIS MALSYAH : Baik. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran serta anggota serikat pekerja JICT. Di samping itu, menjalankan visi dan misi secara konsisten. Pada periode kepengurusan yang per tama, kami sudah mencanangkan visi sebagai organisasi partisipatif, berpengaruh dan pembelajar. Visi ini menjadi bekal bagi SP dalam mengembangkan program-program kerjanya. Visi itu kemudian bisa dija lankan? Kenyataannya demikian. Ada sejumlah indikator. Salah satunya hubungan industrial selama sepuluh tahun terakhir bisa kita jalankan dengan baik. Bahwa ada sedikit
riak-riak yang dalam konteks hu bungan industrial, saya kira itu biasa. Sebagai sebuah proses ne gosiasi antara manajemen dan pekerja. Toh akhirnya semua bisa teratasi dengan baik. Setelah berhasil memperjuangkan berbagai program kesejahteraan¸ ke depan apa lagi yang akan dilakukan? Saya katakan tadi SPJICT me rup akan organisasi pembelajar yang terus-menerus mengikuti per kembangan baik secara internal maupun eksternal. Karena itu visi yang kita bangun menyentuh lang sung pada upaya bersama pekerja untuk keberlangsungan perusahaan. Tentu saja dengan mem astikan bahwa perusahaan menempatkan pekerja sebagai asset utama. Mengapa hal tersebut dijadikan visi SPJICT saat ini?
perusahaan harus menjadi fondasi bagi kesejahteraan pekerja. Ketiga, kesejahteraan pensiun. Idealnya, disparitas pendapatan upah pokok yang diperoleh pekerja yang sudah pensiun tidak boleh terlalu besar dibandingkan dengan pekerja yang masih aktif. Kami ingin memastikan bah wa kesejahteraan pekerja pensiunan harus sesuai dengan anuitas pensiun. Keempat, jaminan kesehatan. Kelima, pendidikan dan pela
tihan. Keenam. Safety. Kami ha rus memastikan bahwa kondisi lingkungan kerja sesuai dengan regulasi yang berlaku baik nasional maupun internasional. Regulasi dimaksud seperti ISPS Code, Zero Accident, dan lain-lain, Ketujuh, lingkungan kerja yang nyaman, demokratis dan beb as diskriminasi. Serikat pekerja ha rus bisa memastikan bahwa hakhak pekerja untuk mendapatkan lingkungan seperti tersebut dijamin perusahaan. Delapan, penyelenggaraan Good Corporate Governance tidak ha nya menjadi tanggung jawab pe rusahaan, namun menjadi ke waj iban serikat pekerja untuk mewujudkannya. Sembilan, serikat pekerja yang kuat dan efektif. Kami menyadari untuk mewujudkan semua harapan di atas dibutuhkan serikat pekerja yang kuat dan efektif. [Karnali Faisal]
LABORA, juni 2010
wawancara
Bagi kami, terdapat dua fakta yang menjadi acuan visi tersebut. Pertama, berakhirnya konsesi privatisasi tahun 2018 yang tidak boleh merugikan kepentingan pe kerja. Kedua, lahirnya UndangUndang Pelayaran No 17/2008 yang membawa dampak be sar terhadap industri pela buhan nasional. Tidak bisa dipungkiri, lahirnya un dang-undang tersebut akan memunculkan kompetitor serta efisiensi di sektor pe labuhan Artinya SPJICT akan bersinergi dengan per u sahaan dalam men ga n tisipasi dua hal tersebut? Ya betul. Bagaimanapun kami memang harus me nga ntisipasi berbagai per kemb angan-perkembangan tersebut. Karena itu, visi pe rus ahaan sebagai terminal pilihan bagi para pengguna jasa juga ditetapkan menjadi visi serikat pekerja. Visi ini sejalan dengan tekad kami men dukung berbagai upaya tetap ek sis di tengah persaingan industri pelabuhan dewasa ini. Untuk mewu judkan visi tersebut, maka SPJICT menginginkan keberadaan pekerja tidak boleh hanya sebagai faktor produksi melainkan juga sebagai asset perusahaan (human capital). Bisa dijelaskan secara singkat bagaimana visi tersebut diimple mentasikan dalam program yang nyata? Ok, ada sembilan prioritas. Pertama, job security. Ini sesuai dengan pernyataan umum ten tang Hak Asasi Manusia Pasal 23 ayat 1 dijelaskan bah wa setiap orang harus di lindungi atas pekerjaannya. Kedua, peningkatan pengha silan. PKB yang merupakan kesepakatan antara pekerja dan
21
politik
Serikat Melawan Modal:
Kisah Aerolineas Aerolineas adalah maskapai penerbangan Argentina yang diprivatisasi kepada Iberia, maskapai penerbangan Spanyol, akibat hutang menggunung pada tahun 1990. Rute penting penerbangan internasional, suku cadang dan peralatan segera dipindahkan ke Spanyol.
M
anajemen berdalih, hutang hanya bisa diatasi melalui pengurangan gaji pekerja dan kondisi kerja. Hal pertama yang dilakukan adal ah membekukan upah selama 10 tahun. Pada tahun 2001, ratusan pekerja berpengala man dipecat. Perusahaan bangkrut. Sem ua operasi internasional di hent ikan. Pem erintah Spanyol berusaha untuk men ga mbil alih Aer ol ineas secara lengkap dan menggabungkannya ke Iberia. Pad a tah un 2001 semua operasi internasional dihentikan, setelah sebagian besar anggota awak kabin tidak lagi dipekerjakan pada tahun 2000.
Konsolidasi
Pekerja menghadapi banyak persoalan: 1. Instabilitas pekerjaan dan ketidakstabilan perusahaan;
22
LABORA, juni 2010
2. Upah beku selama 10 tahun; 3. Ancaman pengurangan upah dan kondisi dan kehilangan pekerjaan; 4. Pengg ajian didasarkan pada produktivitas (jam terbang) yang berakibat penurunan gaji karena pen erb angan domestik menurun dan pen erbangan internasional dibatalkan. Serikat segera membentuk satgas. Mer eka membentuk kelompokkelomp ok kecil untuk menemui pekerja secara individu sebelum dan setelah mereka bekerja, setiap hari. Itu sebuah proses panjang dan mele lahkan. Tetapi komunikasi langsung orang-ke-orang telah meningkatkan kepercayaan ke banyak pekerja. Pada kondisi tertentu, pekerja diminta membawa keluarga untuk dem ons t ras i yang diumumkan melalui email pada men it-menit terakhir untuk memastikan ‘efek
kejut’ bagi pemerintah dan peru sahaan.
Analisa Kekuatan dan Kelemahan
Serikat mengalkulasi kekuatan dan kelemahan Iberia, mulai dari sinerginya dengan Viasa (maskapai Ven ez uela yang sah amnya juga dimiliki oleh Spanyol); Sunt ikan US$ 2 milyar dalam 10 tahun pa da Aerolineas; Rute baru Iberia ke Amer ika Selatan untuk menarik para investor; hingga rute-rute yang tidak menguntungkan karena salah urus manajemen. Selain itu, serikat juga mencer mati kekuatan dan kelemahan me reka sendiri, mulai dari keterlibatan masyarakat jel at a dalam setiap aks i pekerja hingga popul ar itas Sek retaris Jenderal AAA, Alicia Castro yang kebetulan juga ang
politik
Argentinas gota parlemen; komunikasi de ngan pekerja yang telah hilang pekerjaannya; Oposisi yang kuat dari kedua pemerintah Spanyol dan Argentina; Perbedaan strategi dan gaya di antara tujuh serikat pekerja yang mewakili Aerolineas; Mempertahankan motivasi dan energi pekerja dalam sengketa yang panjang.
Presiden De La Rua (sekutu utama pemerintah Spanyol); Cavallo (menteri keuangan Argentina yang bertanggung jawab atas negosiasi dengan pemerintah Spanyol); Mana jemen Aerolineas; Perus ahaanperusahaan Spanyol di Argentina (Telefonica, Repsol, BBVA, Zara); Duta besar Spanyol di Argentina.
parlemen; menyelenggarakan kamp protes di bandara; demonstrasi di depan Kedutaan Bes ar Spanyol; menekan lembaga yang berwenang tentang salah urus dan penyalah gunaan dana oleh manajer Aero lineas, dan bertemu dengan pejabat pemerintah dan manajer Iberia.
Tema Perjuangan
Taktik
Untuk mencapai kemenangan, ser ingk ali mereka menggunakan cara-cara yang ‘tidak lazim’. Mereka pergi ke sekolah anak-anak pekerja di seluruh Argentina dengan me mak ai seragam maskapai untuk menjelaskan alasan-alasan konflik dan meminta dukungan. Mer eka juga menyebarkan selebaran boikot pompa bensin Repsol, pakaian Zara, bank Spanyol; menemui anggota
Publikasi dan aksi yang tia da henti memb uahkan hasil ge milang. Pada September 2001, pe merintah Spanyol menyuntik US$ 700.000.000 untuk mengurangi utang. Penerbangan internasional kembali dia dak an dan regional perjalanan kembali meningkat. Para pekerja Aerolineas menjadi pahla wan di Argentina. [andito/agus prasetyo/www. memberconnect.com.au]
Pekerja Aerolineas menyadari bahwa perjuangan mereka tidak akan mendapat banyak sambutan bila tema perjuangan melulu bicara soal kesejahteraan dan int ern al perusahaan. Karena itu tema per juangan adalah soal identitas Ar gentina, kedaulatan Argentina dan aset Argentina sebag ai negara. Aerolineas adalah alat untuk me ngembangkan perekonomian nasio nal. Aerolineas telah terkenal di seluruh dunia sebagai milik Ar gentina. Jika kita kehilangan mas kapai ini, kita kehilangan bagian dari Argentina. Slogan sebelum 2001 kebangkrutan – “Mari kita Simpan Aerolineas”. Slogan setelah tahun 2001 pailit - “Kita semua Aerolineas” (dalam warna bendera nasional). Pekerja Aerolineas mencermati betul siapa yang bakal dijadikan target dan pihak mana yang bakal dirangkul. Mereka memasang tar get primer: Perdana Menteri Spa nyol, José Maria Aznar (sekutu utama Presiden De La Rua dalam mendapatkan pinjaman IMF). Sedangkan target tidak langsung:
Hasil
LABORA, juni 2010
23
advertorial 24
Manifesto Trans Union Sejarah panjang jatuh bangunnya gerakan pekerja di Indonesia memberikan goresan pengalaman yang sungguh berarti bagi munculnya sebuah gerakan pembelajar. Gerakan yang menempa para pekerja di Nusantara ini dalam satu jiwa, pikiran, dan tubuh. Gerakan yang berasal dari dialektika tanpa henti, yang bertujuan meraih harkat tertinggi pekerja Indonesia, rakyat Indonesia.
LABORA, juni 2010
P
ekerja itu satu. Dan persatuan adalah amanat nasional yang uta ma. Apapun golongan kita, apapun karya kita, tidak akan pernah keluar dari hati nurani rakyat Indonesia. Pekerja itu satu, berjuang bersama demi kebangkitan bangsa. Karena itu kelas pekerja harus me rumuskan nilai dan bentuk perjuangannya sendiri. Dalam sistem yang demokratis, untuk membentuk karakter seorang demo krat sejati. Agar tercipta kelas pekerja yang adil, sejahtera, dan bermartabat. Untuk dan atas nama sebuah cita-cita agung kita berdiri disini. Sebuah harapan menjalin persatuan di antara beragam perbedaan. Meluruhkan perdebatan tanpa arah yang melelahkan. Cita-cita memang bukan mistik. Atau sekadar niat baik. Tapi harus diwujudkan. Begitulah etika meme rintahkan kita. Sebuah tekad memang harus diaktua
lisasi. Melawan ocehan gombal kaum borjuis di koran dan televisi. Maka berhentilah sejenak untuk berdebat. Saatnya merapat. Tak perlu disoal, bersatu karena sebuah kepentingan. Atau kepentingan untuk bersatu. Karena penyatuan gerakan pe kerj a merupakan suatu keniscayaan. Selama kedaulatan pekerja masih belum mendapatkan tempat yang layak dalam kehidupan ekonomi, politik, dan budaya sebuah bangsa dan masyarakat, selama itu pula sejarah akan memberikan alatalat perlawanan untuk menegakkannya. L’union fait la force. Unity Makes Strength. Strength Through Unity. Sudah bukan saatnya lagi pekerja hanya berteriak “Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!” Tapi perjuangan adal ah pembuktian daripada kata-kata. Bahwa persatuan tak cukup hanya di mul ut. Ya, inilah acara kita. Deklarasi kita.
Awal mewujudkan cita-cita kita. Selu ruh komunitas pekerja. Dan kita –para pekerja: memilih di dermaga yang gundah. Memang demikian kenyataan. Ada banyak keresahan. Bukan semata kesejahteraan. Tapi juga kesetaraan. Dan juga kepastian. Ini hari, deklarasi dilakukan. Dengan nama yang sudah dipersiapkan. Serikat pekerja sama-sama meniatkan. Bergabung dalam TRUF Indonesia untuk sebuah tujuan. Federasi Lintas Serikat Pekerja Indonesia (FLSPI). Atau Trans Union Fede ration (TRUF) Indonesia. Sebuah nama, sarat makna, satu arti. Ini awal yang baik buat kita membuk tikan kepada Indonesia bahwa “Kami bisa bersatu, maka kami tak terkalahkan”. Tentu tidak akan cukup di sini. Kami akan menyambangi saudara-saudara kami di tempat lain di seluruh Nusantara. Para pekerja pabrik-pabrik, pekerja tradisional di pedesaan, pekerja di dermaga-dermaga, pekerja di perkantoran, rumah sakit, pela buhan-pelabuhan, garasi-garasi angkutan. Seluruh sektor jasa dan produksi. Kita, kelas pekerja, harus bersatu
dan kuat dan semakin kuat. Kita ba ngun dan sadarkan seluruh kelas pe kerja melalui pendidikan-pendidikan ideologi, ketrampilan dan kejuruan. Kita hadapi globalisasi pasar liberal dengan kepala tegak. Karena kita ber kualitas dan profesional. Bersama pe ngusaha, kita bangun kemandirian dan raih kesejahteraan bangsa. Kita tid ak memusuhi, menegasikan, apalagi meni hilkan siapa pun. Musuh bersama kita adal ah Ketidakadilan, eksploitasi dan penghisapan. Mari kita ciptakan hubungan industrial yang mutual respect dalam winwin solution. Maka oleh karena itu, kami yang berg abung di sini atas nama TRUF INDONESIA menyerukan kepada kawankawan Pekerja untuk bersatu, bergabung bersama kami untuk kehidupan yang lebih baik. TRUF INDONESIA adalah manifestasi dan jawaban untuk kebekuan dan kebuntuan hubungan industrial yang ada selama ini. Demi Tuhan, bangsa, dan pekerja Indonesia. Jakarta, 25 Mei 2010
Musuh bersama kita adalah Ketidakadilan, eksploitasi dan penghisapan. Mari kita ciptakan hubungan industrial yang mutual respect dalam win-win solution.
advertorial
Federation Indonesia
Arti Logo Truf Indonesia: 1. Trisula menunjukkan 3 dimensi/wilayah gerakan Truf, darat-laut-udara, di sektor produksi dan jasa. 2. Bola dunia dengan peta Indonesia menunjukkan Truf berskala nasional. 3. Bintang mata angin menunjukkan bahwa Truf adalah organisasi yg punya visi dan tujuan yang jelas. 4. Roda gigi berjumlah 5. Roda gigi melambangkan pekerja/buruh. 5. Tali yang melingkar melambangkan ikatan persaudaraan yang tak pernah putus. Victory for one, victory for all. Injury to one, injury to all. 6. Warna biru yang melingkar menunjukkan gerakan anti-kekerasan. 7. Warna merah melambangkan perjuangan pekerja (kaum proletar). 8. Warna hitam melambangkan keteguhan hati. 9. Jenis huruf TRUF melambangkan gerakan yang militan dan pantang mundur.
LABORA, juni 2010
25
esai
Respect Agus Barlianto
M
“We can really respect a man only if he doesn’t always look out for himself” (Johann Wolfgang von Goethe)
26
LABORA, juni 2010
engapa hubungan industrial Pancasila sulit ditegakkan di negara kita, justru di era keterbukaan ini? Pertanyaan ini layak dikemukakan karena protes, demonstrasi, melambatkan (slow down), hingga mogok kerja mas ih terjadi di banyak perusahaan. Mu tas i, skrosing, hingga pemecatan juga masih dialami banyak pekerja. Mengapa konflik hubungan industrial selalu membawa duka dan petaka bagi salah satu pihak? Tentu saja peru sahaan tidak mau merugi dan pekerja tidak mau hak-hak norm at ifnya dipermainkan. Semua ingin menang. Pada masa lalu, praktik “menangmenangan” adalah acuan utama untuk menyelesaikan sengketa di antara pekerja dan pengusaha. “Lawan” ti dak boleh dibiarkan hidup. Apalagi sistem hukum kita yang notabene warisan kolonial tidak memberikan celah bagi pekerja. Dalam mindset pengusaha, tidak beda pekerja dengan budak yang digaji. Hanya “pemilik modal”-lah manusia sesungguhnya. Praktis pengusaha tidak mempunyai sparring partner yang sepadan dalam berpraktik industrialnya. Namun kita tahu perspektif im pulsif seperti ini tidak membawa efek positif bagi perkembangan peru sahaan ke depan. Manajemen yang menjalankan perusahaan dengan tangan besi laksana memelihara api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak. Padahal terlalu jauh bila serikat pekerja disalahkan. Pada praktiknya posisi mereka lebih (di)
lemah(kan) daripada pengusaha. Persoalan utamanya adalah ke tiadaan respek di antara kedua belah pihak. Respek pengusaha itu artinya menghargai pekerja sebagai manusia, bukan mesin. Tanpa pekerja, mesin hanyalah sekumpulan besi tua; bis nis tidak akan beranjak dari catatan rapat shareholders. Tanpa resp ek pengusaha yang tulus, pekerja hanya dilihat sebagai gerombolan perong rong yang mencari celah untuk meng ambil alih perusahaan, merebut alat produksi. Respek pekerja artinya meng hargai pengusaha sebagai mitra yang tanpanya pekerja tidak akan memperoleh kesejahteraannya. Ar tinya tiada aksi pekerja yang bertu juan merugikan perusahaan; tiada aks i kecuali komunikasi persuasif demi kemajuan perusahaan dan pe ningkatan kesejahteraan pekerja. Tanp a respek pekerja yang tulus, pengusaha hanya dilihat sebagai ins titusi bisnis penghisap darah yang tidak pernah berhenti mengeksploitasi pekerja. Dengan respek, kedua pihak saling berkomitmen dan memberikan nilai tambah; membuat dunia bisnis yang lebih manusiawi, bermartabat dengan cara musyawarah dan prinsip “winwin solution”. Sungguh, kepentingan rakyat pekerja dan negara terlalu besar un tuk dikorbankan hanya karena sikap emosional dan ego jabatan. Maka, respeklah! []
Union Leadership Training
Membangun Serikat Pekerja yang Kuat dan Profesional ”Pekerja lebih dulu ada dan tidak tergantung pada kapital. Kapital hanya buah dari pekerja, dan tidak akan pernah bisa eksis jika pekerja tidak eksis lebih dahulu. Pekerja itu lebih utama dari kapital, dan pantas menerima perhatian lebih besar.” (Abraham Lincoln)
Training ini memberikan perspektif baru tentang hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan di era globalisasi ekonomi, serta pemahaman tentang posisi pekerja, serikat pekerja, perusahaan dan pemerintah dalam kerangka kerjasama tripartit yang konstruktif, moderat dan berkelanjutan berdasarkan prinsip ’mutual respect’. Training ini menjembatani teori dan praktik, menggunakan studi kasus-kasus nyata dan contoh-contoh praktis dari pengalaman serikat pekerja nasional dan internasional. Dengan menggunakan bentuk workshop, training ini mendorong terjadinya interaksi grup yang ekstensif. Setiap grup berisi 5 partisipan yang selama 30 menit per sesi akan berdiskusi studi-studi kasus yang menantang nalar partisipan. MATERI 1. Workers Under Pressure 2. Workers’ Rights are Human Rights 3. The Corporation
4. Unionism 5. The Winning Strategy Studi Kasus 1. NAFTA Labour-side Agreement 2. Menang di Disnaker, Kalah di PHI 3. Cost Benefit Analysis ala Ford Pinto 4. Ketika Serikat Buruh Memimpin Perusahaan 5. Prinsip ”Angsa Bertelur Emas” Serikat Pekerja PT. JICT 6. Privatisasi Aerolineas Argentinas Siapa yang perlu hadir? l Aktivis dan pimpinan serikat pekerja l Aktivis dan pengamat perburuhan l HRD Perusahaan Labour Education and Development Syndicate (LEADS) adalah lembaga pengembangan, pendidikan, dan advokasi pekerja. LEADS bekerja sama dengan kalangan dan jaringan pekerja profesional di tingkat nasional, regional dan internasional untuk mendidik, membela dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja
Informasi Lebih Lanjut Jl. Cempaka 9 Tanjung Priok JAKARTA, Telp/Faks. 021-43800085 Contact Person: 0818641626, 081210612414, Email: office@leadsyndicate.org
LABORA, juni 2010
27