
4 minute read
Pernah Menderita Kanker Usus, Kini Jadi Sekjen Ilmuwan Internasional
luaran ilmuwan diaspora di berbagai belahan dunia. I-4 memiliki tujuh wilayah, diantaranya yakni Amerika Serikat, Eropa & Inggris Raya, Timur Tengah dan Afrika, Asia Timur, Asia Tenggara, Indonesia, dan Australia. Adapun visi dari I-4 adalah mensinergikan seluruh potensi dari ilmuwan-ilmuwan Indonesia di seluruh dunia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selain menjadi dosen, Anda turut aktif menjadi peneliti dan bahkan banyak melahirkan karya dan inovasi. Apa yang menjadi motivasi Anda?
Advertisement
“Dosen Farmasi UMP, terpilih jadi Sekjen Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional”. Begitu kiranya judul berita online yang kerap dijumpai tepat pada akhir Januari lalu. Informasi yang bertebaran tersebut memuat salah satu dosen berprestasi dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA), Apt Susanti MPhil PhD, salah satu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Sebenarnya, Susanti bukanlah pemain baru yang memperoleh gelar sebagai dosen berprestasi. Pada tahun 2021 lalu, ia juga pernah membawa pulang piagam penghargaan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah akibat kiprahnya dalam penanganan pandemi Covid-19 di Inggris. Tak tanggung-tanggung, Santi juga pernah diajak bergabung menjadi anggota Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 di bawah Kementerian Riset dan Teknologi. Lulusan S-2 dari John Curtin School of Medical Research, Australian National University (ANU) ini juga kerap menghasilkan berbagai inovasi. Tak heran, ia berhasil mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan pendidikan S-2nya hingga S-3. Alhasil, ia dinyatakan lulus menyelesaikan S-3 dan menjadi postdoctoral research fellow di School of Medicine, University of Nottingham (UoN) UK. Kelulusan ini juga diikuti dengan penghargaan yang ia terima dalam ajang tahunan UoN Tri-Campus Awards for Postgraduate and Postdoctoral Research 2021, untuk kategori “Postdoctoral Research Award for Outstanding Contribution to the Research Community”. Kategori ini diberikan untuk staf peneliti muda di UoN yang dinilai memberikan kontribusi luar biasa pada komunitas riset baik di dalam maupun di luar lingkungan UoN. Siapa sangka, perjalannya sebagai peneliti hingga menjadi ilmuwan diawali dengan perjuangan dan juga tantangan. Bersama Warta PTM, Santi turut membagikan ceritanya*.
Anda baru saja mendapatkan Amanah sebagai Sekjen I-4, apa yang dimaksud I-4 tersebut?
I-4 merupakan singkatan dari Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional yakni organisasi ilmuwan terbesar yang menjembatani kolaborasi internasional di Indonesia melalui pemberdayaan ke-
Sejak kecil saya telah dididik untuk bekerja keras dan tidak bergantung pada kenyamanan yang sudah tersedia. Sifat-sifat inilah yang mungkin menjadikan saya pribadi yang bertekad kuat untuk menggapai tujuan, hingga kadang kala diterjemahkan sebagai sikap yang ambisius. Namun, secara umum, saya berprinsip pada konsep ikhtiar dan tawakal. Tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha sebaik-baiknya mencari ridho Allah, dimulai dengan meluruskan niat.
Bagaimana respons dan dukungan keluarga terhadap aktivitas anda sebagai akademisi?
Alhamdulillah, saya mendapatkan pendamping yang terus mendorong saya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan akademis saya. Dia sangat memahami kecintaan saya pada dunia penelitian. Sehingga saya mendapatkan ridho dan dukungan penuh darinya untuk terus mengenyam pendidikan hingga jenjang doktoral. Tidak hanya itu, anak saya juga begitu memahami dan mendukung saya untuk semangat dalam bekerja. Walaupun seperti Ibu pada umumnya, saya turut merasa bersalah karena kurang menghabiskan waktu bersama anak. Namun anak saya justru mengingatkan saya kembali bahwa saya telah dikaruniai talenta oleh Allah sehingga harus menggunakannya untuk kepentingan orang banyak. Jawaban ini praktis memompa semangat saya untuk terus maju.
Bagaimana awal mula Anda tertarik menjadi seorang peneliti penyakit kanker?
Ketertarikan saya terhadap kanker sudah muncul sejak studi S-2 di Australia. Penelitian saya kala itu mengenai angiogenesis, yaitu pertumbuhan pembuluh darah baru yang membantu penyebaran sel-sel kanker ke berbagai organ tubuh. Namun satu bulan sebelum berangkat, saya divonis mengidap penyakit kanker kolorektal (usus besar) stadium 3. Hal ini mengharuskannya menjalani 3 kali operasi dan 8 siklus kemoterapi dengan segala efek sampingnya. Setelah menjalani rangkaian proses dan terapi, saya baru menyadari, perjuangan melawan kanker tidak sama seperti konsep penjumlahan dan pengurangan yang sudah pasti hasilnya. Banyak hal yang ternyata tidak serupa dengan teori yang dipelajari selama ini. Banyak hal yang masih harus diungkap oleh para ilmuwan sehingga suatu saat nanti kanker tidak lagi menjadi penyakit menakutkan yang tidak dapat disembuhkan. Terlebih lagi di Indonesia dengan keterbatasan fasilitas, mahalnya pengobatan, dan jumlah penderita yang jauh lebih banyak dari negara maju. Pengalaman ini yang mendorong saya untuk berkeinginan mengembangkan riset dan transfer pengetahuan terkait pengobatan kanker di Indonesia, khususnya lewat pengembangan studi genetika.
Bagaimana awal mula Anda membentuk Nottingham-Indonesia Collaboration for Cancer Research and Training (NICCRAT)?
Saya turut membentuk Nottingham-Indonesia Collaboration for
Cancer Research and Training (NICCRAT). Ini merupakan inisiatif saya bersama supervisor saya yakni Professor Mohammad Ilyas dari University of Nottingham. NICCRAT sendiri dibentuk untuk mewadahi berbagai kegiatan sebagai betuk kerja sama University of Nottingham dengan berbagai institusi di Indonesia. Pada saat bersamaan, University of Nottingham juga sedang giat-giatnya mengembangkan kerja sama dengan Indonesia, khususnya dengan Kemenristekdikti. Melihat peluang yang ada saya memulai kegiatan pelatihan perdana melalui skema BIMTEK (Bimbingan Teknis) pada bulan Maret 2019 yang didanai oleh Kemenristekdikti dan University of Nottingham. Mengusung tema “Toward Implementation of Precision Medicine in Indonesia”, kegiatan ini berkerja sama dengan kolega di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM). Selang beberapa waktu, kegiatan serupa turut digencarkan. Melalui NICCRAT saya turut merencanakan beberapa proyek riset khususnya di bidang genetika kanker disertai pengembangan produk inovasi yang dapat ditranslasikan ke dalam pengunaan klinis. NICCRAT juga akan semakin menggiatkan kegiatan transfer pengetahuan melalui pelatihan dan pertukaran sumber daya manusia. NICCRAT membuka diri untuk mengajak insitusi-intitusi lain baik di Indonesia maupun di luar negeri untuk bergabung guna mencapai visi misi yang sama yaitu mengembangkan bidang genetik dan molekuler medik di Indonesia, khususnya untuk penyakit kanker.
Siapa saja yang bergabung dengan NICCRAT dan Kegiatan Apa saja yang dilakukan?
NICCRAT telah melaksanakan berbagai kegiatan pelatihan terutama di bidang genetika, diagnostik molekuler dan pathologi kanker lewat dukungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan UoN. Sudah ada lebih dari 250 dokter, peneliti, dan akademisi yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. Beberapa skema dana yang NICCRAT dapatkan diperoleh dari Newton Fund and Bowel Cancer Research UK untuk meneliti pasien muda penderita kanker kolorektal.
Inovasi apa yang telah Anda ciptakan sebagai peneliti penyakit kanker?
Salah satu produk yang saya dan tim hasilkan yakni BioColoMelt-Dx. Produk BioColoMelt-Dx merupakan salah satu produk hasil inovasi untuk mendiagnosa molekuler untuk mendeteksi kelainan genetik pasien kanker usus besar, dimana prinsip pemeriksaannya berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). Inovasi ini merupakan kolaborasi dengan BUMN, dan telah diluncurkan secara resmi oleh PT. Biofarma Persero, Kementerian BUMN, dan Kementerian Kesehatan RI. Selain untuk mendeteksi adanya gen mutan penyebab kanker kolon atau usus besar, BioColoMelt-DX juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah pasien tersebut mendapatkan kanker karena adanya kelainan genetik keturunan, sehingga dapat bermanfaat bagi keluarga pasien untuk dapat memonitor lebih dini kelainan genetik pada orang orang yang memiliki Riwayat keluarga penderita kanker usus besar. []APR
Catatan: Hasil wawancara merupakan parafrase wawancara dengan Warta PTM Edisi NovemberDesember 2019 dan penelusuran media ump.ac.id.