Radar Tasikmalaya Edisi 5 Mei 2012 ok

Page 12

12

SABTU, 5 MEI 2012 / 13 JUMADIL TSANI 1433 H

Wajib Dapat Rekom Psikolog Siswa ABK Calon Peserta UN SD SURABAYA – Tak semua siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa mengikuti ujian nasional (UN) SD. Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memberikan ramburambu kepada sekolah maupun wali murid agar tidak memaksakan siswa inklusi ikut UN. Siswa yang bisa ikut UN hanya mereka yang telah mendapat rekomendasi dari psikolog. Rekomendasi itu berisi pernyataan bahwa siswa tersebut mampu secara mental dan akademik menjadi peserta UN.

Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dispendik Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan, jumlah siswa ABK di SDLB yang ikut UN sebanyak 116 anak. Mereka berasal dari 26 sekolah. Sedangkan siswa inklusi (ABK yang masuk sekolah reguler) berjumlah 80 anak yang tersebar di 16 sekolah. Eko mengungkapkan, guru pendamping ABK harus komunikatif. Guru, kata dia, harus jujur kepada orang tua (ortu) dalam menyampaikan nilai dan kemampuan siswa. ”Sampaikan kemampuan mereka apa adanya. Jangan hanya menuruti keinginan ortu, lalu anak dipaksa ikut UN. Padahal, secara psikis sebenarnya

tidak siap,” jelas Eko. Pengalaman tahun sebelumnya, banyak siswa yang terkesan dipaksakan ikut UN, padahal kemampuan mereka sejatinya di bawah standar minimal pendidikan. Tak urung, saat ujian berlangsung, guru pendamping kebingungan lantaran banyak siswa yang tak mampu menjawab soal. ”Tugas guru memahamkan ortu terhadap kemampuan anaknya,” ujarnya. Eko mengatakan, kemampuan tiap anak berbeda. Gurulah yang paling tahu kemampuan mereka. Karena itu, tak semua ABK bisa ikut UN. Kemampuan mereka tak bisa disamaratakan meski soal ujian dibuat guru

inklusi sendiri. Dia menegaskan, ABK yang terdaftar ikut UN harus dipastikan sudah mendapat rekomendasi dari psikolog. ”Psikolog yang menentukan siswa ikut UN atau tidak. Jika ada kesimpulan dari psikolog bahwa anak diperbolehkan, baru dia bisa ikut ujian,” ungkapnya. Memang, lanjut Eko, ABK yang tidak ikut UN tak bisa melanjutkan ke seko-

lah reguler. Sebab, siswa tak punya ijazah lulus UN sehingga saat kelas IX SMP nanti tidak bisa didaftarkan ikut UN SMP. Karena itu, mereka hanya bisa melanjutkan di sekolah inklusi. Toh, menurut Eko, sekolah inklusi sejatinya sama dengan sekolah reguler, hanya ditambah ABK yang belajar di situ. Yang pasti, guru tak boleh asal

mengikuti keinginan ortu. Beban wali kelas VI memang berat karena dituntut ini dan itu. Tetapi, demi anak, ortu jangan memaksakan diri agar putraputrinya bisa ikut ujian, padahal kemampuannya tidak nututi. Hal itu malah berdampak terhadap psikologis anak. Toh, kata Eko, ABK tetap bisa melanjutkan ke sekolah luar biasa atau inklusi. (kit/c7/oni)

Cantik Tak Harus Putih CANTIK memang tak harus identik dengan kulit yang terlihat putih. Setidaknya, itulah pendapat Kunthi Tyas Puruhita berdasar pengalamannya selama dua tahun ini mendalami make-up artist. Mahasiswi Fakultas Ilmu Hukum Universitas Narotama itu menjelaskan, bila warna dasar kulit cokelat, tak perlu dipaksakan untuk diputihkan dengan bedak. ”Yang ada malah jadi belang belang kayak pakai topeng,” ujar mahasiswi asal Blitar ini. Namun, terkadang masih saja ada kliennya yang memaksa ingin terlihat putih. Untuk kasus seperti itu, dia menjelaskan apa adanya kepada si konsumen. ”Ya akhirnya mau mengerti. Dengan warna kulit cokelat, kita bisa terlihat eksotis,” imbuhnya. Tyas, begitu mahasiswi angkatan 2010 itu biasa disapa, mengungkapkan, banyak tantangan menjadi make-up artist. Misalnya, merias anak kecil yang masih rewel dan susah diatur. ”Butuh waktu lama, terutama untuk merias bagian mata,” ungkapnya. Dia mengaku suka merias wajah saat masih bersekolah di SMAN 1 Blitar. Hobi itu berjalan bersamaan dengan kegiatan modeling yang juga ditekuni dara kelahiran 1992 tersebut. Namun, kini dia lebih memilih makeup artist dan konsen kuliah. (jun/c5/oni)

Kunthi Tyas Puruhita

IRONI HARDIKNAS Para pelajar SD Sindang Asih 1 Kecamatan Sindangjaya Kabupaten Tangerang, tetap belajar, meski atap kelasnya rusak dan berlantai tanah,Rabu (2/5/12). Saat Hardiknas beberapa hari lalu, sejumlah sekolah masih menjalankan KBM dengan kondisi memprihatinkan.

EKY FAJRIN / SATELIT NEWS

Jangan Menyontek dan Katrol Nilai JAKARTA – Pemerintah meminta, dalam ujian nasional (UN) SD yang akan digelar Senin pekan depan (7/ 5), pihak sekolah tidak melakukan kecurangan-kecurangan, seperti dengan cara sontek masal atau mengatrol nilai siswa. Himbauan ini disampaikan Plt Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Suyanto di Jakarta, kemarin (4/5). Mantan Rektor UNY itu mengatakan, UN SD/sederajat ini diikuti sekitar 4

juta siswa se-Indonesia. Suyanto mengingatkan, seluruh pihak sekolah agar melatih dan memberikan contoh kejujuran kepada siswanya. Dia tidak ingin, kasus sontek masal seperti yang terjadi di Surabaya dan Jakarta tahun lalu, terulang kembali tahun ini. Apalagi, dua kasus sontek masal itu diduga dikomando kepala sekolah bersama jajaran guru. Himbauan berikutnya adalah, sekolah tidak diperkenankan untuk mengatrol nilai rapor siswa.

”Terutama juga mengatrol nilai UN,” kata dia. Biasanya jelas dia, sekolah beramai-ramai mengatrol nilai supaya seluruh anak didiknya lulus UN. Cara ini, kata Suyanto, justru bisa menjebak siswanya sendiri. Karena, siswa yang sejatinya belum menguasai materi pendidikan di tingkat SD, terpaksa diluluskan sehingga berhak masuk jenjang SMP. Jika ini terjadi, siswa yang bersangkutan tentu akan berat mengikuti pendidikan di

tingkat SMP. ”Saya rasa, jika persiapan benar-benar matang, tanpa dikatrolpun bisa lulus UN,” tuturnya. Suyanto berharap UN SD bisa dijalankan serentak di seluruh Indonesia. Selain memberikan rambu-rambu larangan kepada sekolah, dia juga memberikan support kepada seluruh siswa SD yang akan mengikuti UN. Katanya, para siswa boleh merasa cemas ketika akan menghadapi ujian. ”Cemas itu wajar,” kata dia. Namun, dia meminta, ke-

Tiga Siswi SMKN 6 Surabaya Borong Juara Rias Wajah

Jesty Unggul berkat Kebaya ala Kartini Modern SMKN 6 Surabaya layak merasa bangga. Dalam lomba merias wajah yang dihelat pada 24 April lalu, tiga siswinya berhasil memborong juara. Mereka mampu mengalahkan para perias profesional dari salon-salon ternama. TIGA siswa SMKN 6 itu berhasil meraih juara I serta juara harapan I dan III. Mereka TITIK ANDRIYANI adalah Jesty AnSurabaya gela Hart o y o (jurusan kecantikan rambut), Kunti Rosadewi (kecantikan kulit), dan Marisa Setyowati (kecantikan rambut). Lomba itu tak hanya diikuti siswa kejuruan, tapi juga perias dari salon-salon kecantikan ternama. Jesty mengungkapkan, berhasil meraih juara I dalam bidang merias wajah bukanlah prestasi pertama yang dia raih. Sebelumnya, dia juga menggondol juara I dalam kontes make-up remaja cosmetiques yang diselenggarakan salah satu perusahaan produk kecantikan. Anak pasangan Gatot Hartojo dan Elizabeth Sri Rejeki Tan Giok Mei itu menyatakan bangga karena bisa mewakili sekolahnya untuk meraih berbagai kejuaraan tersebut. ”Apalagi, lomba merias wajah ini diikuti banyak peserta dari salon kecantikan yang orang-orangnya sudah mahir dan berpengalaman,” ujarnya. Keberhasilan Jesty me-make-up diri sendiri dengan pakaian tradisional (kebaya) yang dipilihnya dinilai para juri paling pas di antara 70 peserta lain. ”Saya pilih ke baya ala Kartini modern. Saya sesuaikan dengan riasannya,” jelas siswa kelahiran 11 Agustus 1995 itu. Apalagi, kata dia, peserta hanya diberi waktu 30 menit untuk merias. Idealnya, tata rias wajah membutuhkan waktu 45 menit. ”Itulah serunya. Harus cekatan tapi riasannya tetap bagus dan sesuai,” ucap gadis berkulit putih tersebut. Kesesuaian antara tata rias dan busana yang dipilih memang menjadi kriteria penting penilaian para juri. Termasuk, teknik penggunaan alat-alat kosmetik. Juri dengan teliti mencermati satu per satu riasan peserta. ”Sapuan kuas wajah

GUSLAN GUMILANG / JAWA POS

SAPUT WAJAH. Kunti Rosadewi (kiri), Marisa Setyowati (duduk), dan Jesty Angela Hartoyo di D’Six Salon SMKN 6

yang sedikit berlepotan akan mengurangi nilai,” ungkap Jesty. Beruntung, kata dia, SMKN 6 memiliki unit usaha salon. Tak sekadar memiliki lab untuk praktikum kecantikan. Salon yang dikomersialkan itu juga menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan talenta. Di situ, Jesty dkk diberi pelatihan teknik memotong rambut,

mewarnai, rebonding, maupun sanggul tradisional hingga modern. Semua dia kuasai. Kunti Rosadewi menyatakan, di jurusan kecantikan kulit, dirinya diajari facial, manicure-pedicure, rias wajah, body painting, serta rias karakter. ”Yang sulit adalah rias karakter. Sebab, harus bisa merias wajah tua menjadi muda atau sebaliknya,” jelasnya.

Namun, berkat keuletannya, Kunti berhasil menguasai semua keahlian yang diajarkan di jurusannya. Semua itu, kata dia, juga berkat pengalamannya menjadi asisten perias pengantin yang sering diikuti. Kunti memang sering mendapat order merias pengantin. Pengalaman tersebut setidaknya amat membantu dirinya ketika lomba. ”Jadi, nggak grogi dan lebih percaya diri,” ucapnya. Dia menjelaskan, ada urutan untuk make-up wajah. Yaitu, dimulai dengan membersihkan kulit wajah (cleansing), memberikan pelembap dan alas bedak (foundation), bedak tabur, bedak padat, melukis alis, eyes shadow, eye liner atas dan bawah, memberikan bulu mata, blush-on, menyapu bibir dengan lipstik, dan diakhiri dengan finishing. ”Yaitu, mengoreksi bagian mana yang kurang atau belum sempurna dari polesan make-up,” ungkapnya. Sementara itu, Marisa kelak ingin menjadi perias profesional. Dia merasa memiliki skill di bidang tersebut. Karena itu, dia akan terus mengasah bakatnya. Apalagi, dia hobi merias wajah. Menurut dia, bisa mengubah seseorang menjadi cantik merupakan sebuah kepuasan. (c5/oni)

cemasan itu tidak berlebihan. Sebaliknya, kecemasan itu diharapkan menjadi pembakar semangat untuk lebih giat belajar. Suyanto, lantas menjelaskan kurva tentang hubungan kecemasan dengan prestasi. Semakin tinggi kecemasan jelas dia, akan berpengaruh pada tingginya prestasi. ”Jadi prestasi ini memang didahului dengan kecemasan. Tetapi kecemasan ini harus mendorong pada upaya belajar,” urainya. (wan)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.