22 WACANA 2 okt

Page 1

22

SELASA, 2 OKTOBER 2012 / 16 DZULQAIDAH 1433 H

JATI DIRI Kesaktian Pancasila TERLEPAS dari latar belakang pemilihan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila, yang jelas pada tanggal inilah, kemarin, kita merasa sah untuk merindukan lagi keampuhan, kualitas nilai dan kesaktian Pancasila. Secara idealitas, Pancasila luar biasa. Itulah paham demokrasi yang tidak saja mengamanatkan kesejahteraan, namun juga mensyaratkan keadilan. Bukan saja kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi sekaligus kemanusiaan yang beriman. Sayang, secara realitas, nilai-nilai itu terasa begitu jauh. Lihatlah bagaimana kita bisa berbicara tentang Ketuhanan Yang Maha Esa ketika dalam berketuhanan terdapat fakta adanya sebagian warga yang dari waktu ke waktu semakin berani memaksakan kemauan sendiri atas nama Tuhan tanpa ada halangan berarti. Bagaimana kita bicara tentang Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ketika begitu banyak fakta warga dan aparat yang hanya karena sebab-sebab sepele sangat mudah mengamuk, menghancurkan harta benda, dan berperilaku yang sama sekali tidak mencerminkan perilaku kemanusiaan. Bagaimana pula kita sanggup berbicara tentang Persatuan Indonesia ketika tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, hingga antarwarga kampung semakin sering terjadi. Pengamalan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan juga semakin sulit dijumpai. Sebab, semakin banyak aparat, politisi, bahkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang gagal menunjukkan sikap hikmat dan bijaksana. Begitu pula bagaimana bisa kita berbicara tentang Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sementara ada kenyataan 20 persen kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi menguasai hampir setengah pendapatan nasional tahun lalu. Dengan realitas yang serba kontradiktif itu, pembicaraan tentang ”kesaktian” Pancasila seolah tidak bermakna. Namun, kita semua harus sadar, hingga saat ini Pancasila sebagai dasar negara memberikan bukti bisa menjadi media pemersatu. Karena itu, tidak ada pula alternatif lain bagi segenap warga bangsa, kecuali ”memulihkan” kesaktian Pancasila. (*)

MK dan Putusan Kredit Macet D

I antara kita mungkin masih ingat nama Steve Hanke, ekonom kontroversial yang sempat hadir saat saat genting dalam sejarah perekonomian nasional pada 1997-1998. Pada momen itu Hanke mengusulkan penggunaan sistem nilai tukar tetap (fixed ex change rate) untuk mengatasi krisis ekonomi Indonesia. Pada puncak krisis itu nilai tukar rupiah sempat menembus Rp 20.000 per US dolar. Hanke menyarankan pemerintah mematok Rp 5.000 per US dolar agar ekonomi berhenti mengalami pendarahan. Namun, gagasan Hanke itu segera dikeroyok para teknokrat karena dianggap lelucon di tengah situasi cadangan devisa yang amat terbatas. Tapi, ada satu pikiran Hanke lain yang layak dikutip. Dia mengatakan (2008): ”Sejarah militer ditulis oleh sang pemenang. Sejarah ekonomi ditulis, sebagian besar, oleh para bankir, para bankir bank sentral. Dalam kedua peristiwa tersebut Anda harus membaca catatan resminya tanpa memercayainya mentah mentah.” MORALITAS DAN RASIONALITAS Mahkamah Konstitusi (MK) pekan lalu mengambil keputusan ekonomi yang penting, yaitu menyangkut operasi usaha milik negara/BUMN. MK mengeluarkan putusan terkait uji materi pasal 4, 8, dan 12 ayat (1) UU No 49/1960 tentang PUPN (Panitia Urusan

Oleh: Piutang Negara). KeputusRüstow (1961), harus dian itu substansinya menyatempatkan sebagai pelaAHMAD ERANI YUSTIKA takan bahwa PUPN tidak yan atas ”nilai-nilai yang lagi berwenang menagih melampaui ekonomi” (valpiutang badan usaha milik negara (BUMN). ues beyond the economy), yaitu sesuatu yang MK berpendapat BUMN merupakan baspiritnya melayani kehormatan manusia dan usaha yang memiliki kekayaan terpisah (human dignity). Inilah yang sejatinya dari keuangan negara, sehingga kewenangmenjadi tujuan hakiki ekonomi (Ulrich, an pengurusan kekayaan, usaha, termasuk 2008). Pemikiran Rüstow ini sejalan dengan penyelesaian utang-piutang BUMN, tunduk gagasan Walter Eucken, Franz Böhm, dan kepada UU No 40/2007 tentang Perseroan Wilhelm Röpke, yang kemudian menjadi Terbatas (PT). Dalam konteks bank BUMN, dasar lahirnya Ordoliberal di Jerman (seputusan MK secara otomatis memberikan bagai rahim yang dari ekonomi pasar sosial). hak kepada bank untuk menghapusbukuSebaliknya, rasionalitas ekonomi meletakkan (write-off) piutang yang tak mungkin kan kalkulasi efisiensi, fleksibilitas, dan (sulit) ditagih. kepraktisan ekonomi sebagai sumber peDi sinilah pernyataan Hanke di atas ada ngambilan keputusan dan aktivitas ekobenarnya, bahwa sejarah ekonomi sebagian nomi. besar ditulis oleh para bankir, termasuk POLITICAL MORAL HAZARD bankir bank sentral. Betul bahwa putusan itu Putusan MK itu tak bisa dikatakan sediambil oleh institusi hukum (MK), namun penuhnya salah karena dalam beberapa hal upaya tersebut diinisiasi oleh para bankir berangkat dari pikiran bahwa (bank) BUMN yang merasa bank BUMN diberi perlakuan harus berkembang dan menjadi lokomotif berbeda daripada bank swasta. Jika piutang ekonomi nasional. Agar dapat memenuhi tak dapat ditagih dan membebani neraca ekspektasi itu, tentu BUMN perlu diberi bank, manuver bank untuk mengembangruang gerak, termasuk keleluasaan mengkan usaha menjadi terbatas. hapus kredit macet jika itu dipandang seKasus itu sebetulnya miniatur dari debat bagai upaya mengembangkan diri. Namun, abadi dalam teori ilmu ekonomi, yakni putusan MK itu patut juga dicatat dari dua pertarungan antara moralitas dan rasiosisi. Pertama, dalam rangkaian kisah bernalitas ekonomi. Moralitas ekonomi melihat dirinya BUMN tak bisa dipisahkan dari kekebijakan dan kegiatan ekonomi, menurut beradaan negara sebagai pemilik yang ber-

tanggung jawab atas hidup dan mati perusahaan. Kedua, sejarah kredit macet (bank) BUMN perlu direkap pula: apakah sebagian besar murni oleh faktor teknis risiko usaha (seperti di sektor swasta) ataukah karena perilaku menyimpang berbalut kolusi, korupsi, atau nepotisme (penyakit yang sering diidap BUMN)? Dalam soal yang pertama, tak bisa sepenuhnya permintaan perlakuan yang sama dengan sektor swasta diberlakukan. Sebab, hidup dan mati sektor swasta ”tak ada urusannya” dengan kepentingan publik. Sementara itu, soal yang kedua berinduk kepada level yang lebih teknis. Seandainya argumen moral tak cukup sahih untuk melawan putusan MK, piutang yang dihapusbukukan pun perlu dibedakan. Jika debitor tak bisa membayar utang akibat alam atau kecelakaan hebat sehingga membuatnya cacat, hapus buku bisa diterima. Tapi, jika kredit macet yang bersumber dari ”political moral hazard” dihapusbukukan (meski hak tagih masih dijalankan), tentu akal sehat dan moralitas tidak bisa menerimanya. Saya tak sepenuhnya paham, sejarah ekonomi seperti apa yang hendak ditulis di negeri ini! (*) Guru besar FEB Universitas Brawijaya dan direktur eksekutif Indef

Tanggung Jawab Negara dalam Konteks Kemiskinan M

ENGAWALI tulisan ini dari sebuah kisah klasik yang sangat inspiratif dari seorang Khalifah bernama Umar bin Khattab. Suatu hari, Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Khattab berjalanjalan tanpa pengawal untuk menyusuri lorong jalan perkampungan penduduk. Saat berada di sebuah gang (tempat perumahan yang kecil), beliau mendengar tangisan anak-anak kecil di dekat seorang Ibu. Beliau langsung berhenti dan mengamati apa yang terjadi di rumah tersebut. Belum lama kemudian dengan penuh empati, Khalifah Umar masuk rumah tersebut dan berbincang-bincang dengan sang ibu. ’’Apa yang terjadi Ibu,’’ tanya sang Khalifah. ’’Kami sekeluarga belum makan dalam beberapa hari terakhir. Setiap kali anak-anak merasa lapar, kurebuslah batu-batu itu agar mereka tenang. Toh, kalau sudah merasa capek menangis, mereka akan berhenti sendiri,’’ jawab sang ibu dengan terharu. ’’Memangnya kenapa, ibu?’’ Khalifah Umar kembali bertanya. ’’Kami tidak punya sesuatu apa pun untuk dimakan. Sementara sang khalifah (presiden) tidak peduli dengan kami. Sang khalifah dan para pejabat negara malah sibuk memikirkan kepentingan mereka. Dan kami, orang kecil, sering kali diabaikan alias tidak diperhatikan,’’ begitu keluh kesah sang ibu kepada lelaki yang tidak dia ketahui. Padahal, lelaki itu adalah Khalifah Umar yang dia maki-maki tadi. Sekejab mendengar jawaban itu, Khalifah Umar langsung terhentak. Umar merasa gagal dalam hal menyejahterakan rakyat setelah mendengar keluh kesah sang ibu tersebut. Kemudian Khalifah Umar bergegas untuk mengambil sebongkok makanan yang akan langsung dia pikul sendiri untuk diberikan kepada rakyatnya yang sedang menjerit. Sesampai di baitul mal (gudang harta negara), beliau langsung memikul sebongkok makanan itu sendiri. Walau sahabat (petugas) telah melarang beliau untuk memikulnya, tetap Khalifah Umar tak bergeming dan tidak mau. Khalifah langsung membawanya di hadapan sang ibu yang sedang menjerit kelaparan tersebut. Merasa kaget dengan lelaki misterius itu,

Oleh: depankan kemaslahatan Sang ibu berterima kasih rakyat. Dalam kemiskinan, dan lalu bertanya, ’’SebeNANANG QOSIM aspek kemaslahatan rakyat narnya kamu itu siapa, kok harus menjadi target dan baik sekali dengan kami orstrategi utama dalam setiap kebijakan yang ang miskin?’’. ’’Saya Umar bin Khattab, ibu,’’ diambil. Khalifah Umar bin Khattab menjadi jawab sang khalifah. Mendengar jawaban teladan bahwa ketika rakyatnya sedang itu, sang ibu terharu dan menangis tersedu kelaparan, maka kebijakan taktis yang didi hadapan sang khalifah. Tak menyangka, ambil untuk kemaslahatan warganya adalah bahwa orang dia maki-maki itu ternyata dengan langsung turun mengambil keadalah sang khalifah. Sang ibu merasa berbijakan, sekaligus menjadi pengagas utama salah, sekaligus juga berterima kasih dan langsung terjun kepada rakyat. terharu dengan yang dilakukan Khalifah Kondisi kemiskinan warga Indonesia jelas Umar kepadanya. masih sangat memprihatinkan. Hal ini di Kisah di atas merupakan sebuah sekelumit dukung atas berbagai survei yang masih kisah ihwal seorang penguasa negara yang menunjukkan bahwa di tanah air kemisbegitu peduli dengan nasib warganya yang kinan masih merajalela. Ditambah dengan telantar: warga yang terus dihimpit krisis tak berbagai bencana alam yang terus mendera berkesudahan. Oleh karena itu, kisah di atas seluruh wilayah Indonesia. menunjukkan bukti bahwa tanggung jawab Dari berabagai ragam bencana alam yang negara dalam mengawal kesejahteraan warterus menyeruak dalam benak hidup bangsa. ga haruslah total. Bukan sekedar membuat Disamping itu, masyarakat di Indonesia kini kebijakan. Apalagi membuat undangsedang mengidap depresi mulai dari tingkat udang, peraturan, dan aturan teknis lainnya ringan hingga berat. Tentu depresi itu akan yang tidak penting jika tidak diimplemenberakibat pada penyakit psikologis yang tasikan. sangat fatal: bisa bunuh diri, frustasi, putus Maka dari sinilah, kita (rakyat) begitu orientasi dan ragam bencana psikologis merindukan ketegasan dan keteladanan serius lainnya. Inilah kemiskinan mentalitas dari para penguasa negara untuk turun langsung di wilayah akar rumput (grass yang menambah beban kemiskinan materi. Kerap kali miskinnya kemiskinan psikoroot). Dengan turun langsung ke bawah, logis (yang dalam hal ini depresi) justru penguasa akan tahu secara konkret bahwa nasib warganya ternyata belum tersentuh menjadi bencana yang lebih serius. Karena miskin kemiskinan psikologis seringkali secara maksimal. Di samping itu, warga juga mengarah krisis keimanan. Dan kalau keakan mendapatkan motivasi yang tinggi melihat pemimpinnya begitu peduli dengan imanan sudah krisis, maka seseorang akan kehilangan kendali hidupnya. Yang terjadi warga kecil. Kalau ini dilakukan, tentu terjadi kemudian adalah krisis kemanusiaan yang sinergitas yang kukuh dalam mewujudkan terciptanya bangsa yang makmur, sejahtera, luar biasa. Kalau itu terus terjadi, maka kasus korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai adil, dan sentosa. Atau good governance kejahatan kemanusiaan akan terus hadir di atau baldatun thoyyibatun warabbun ghafur. tengah krisis kebangsaan. Dalam konteks ini, krisis yang bertumpuk-tumpuk akan menDemikian juga dalam konteks kisah terjadi krisis besar yang justru menjadi bencana sebut, perlu kiranya merancang gagasan kritis dan strategis bagaimana tanggungserius bagi masa depan bangsa. Kalau kita berefleksi, apa yang terjadi dalam jawab Negara terhadap kondisi kemiskinan krisis kemiskinan sebenarnya cermin kemasyarakat? Dalam kaidah fiqh dikenal kaidah menarik yakni ’’tashorrufu al-imam retakan diri kita sendiri. Kalau kembali kepada Alquran, apa yang terjadi sebenarnya ala al-raiyyah manuthun bi al-maslahah’’. karena ulah manusia. Allah telah menjelasBahwa kebijakan Imam (penguasa/pemerintah) terhadap rakyat harus selalu mengekan bahwa ’’telah nampak kerusakan baik di

darat maupun di laut karena ulah manusia sendiri….’’. Jadi, berbagai krisis kemiskinan dan krisis lingkungan janganlah menyalahkan alam, apalagi Tuhan. Semuanya karena ulah manusia sendiri. ’’Hasibu anfusakum qobla an tuhasabu’’, introspeksi dulu diri kita sebelum diintrospeksi orang lain. Tetapi dalam hal ini, negara yang pertama kali melakukan introspeksi serius untuk menata kembali kemiskinan fisik dan psikologis serta kemiskinan iman. Jangan sampai lalai, apalagi terjerumus dalam kerusakan (daru al-bawar). ’’Kullukum ra’in. wakullukum mas’ulun ‘an raiyyatihi’’. Bahwa setiap diri kalian semua pemimpin. Dan setiap kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Hadis ini menandaskan bahwa tanggung jawab negara terhadap krisis kemiskinan harus dipenuhi secara serius. Langkah-langkah yang dapat dijalankan adalah dengan mengambil kebijakan-kebijakan strategis yang memenuhi kebutuhan kemiskinan publik. Berbagai instansi dan lembaga birokratis harus diberdayakan dengan serius. Di samping itu, perlu upaya menggandeng berbagai eksponen bangsa untuk mengampanyekan hidup bersih dan sehat. Bisa bekerja sama dengan para agamawan agar terus mengkhotbahkan kepada jamaahnya ihwal urgensi sehat. Demikian juga lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sendiri. Itulah catatan-catatan reflektif yang dapat dijadikan bahan renungan berbangsa dan bernegara. Bagaimanapun, tanggung jawab problem kebangsaan adalah tanggung jawab bersama. Sementara pemerintah dan para tokoh terkemuka menjadi motivator dan mobilisator dalam menggerakkan rakyat dalam menyukseskan budaya hidup bersih dan sehat. Di sinilah cita-cita Islam akan terlaksana. Bahwa akal yang sehat ada pada fisik yang sehat (al-aqlu al-salim fi aljismi al-salim). (*) Analis Pendidikan Society Research and Islamic Studies Institute, Analis pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang

Pendiri: H Mahtum Mastoem (Alm). General Manager: Dadan Alisundana. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Ruslan Caxra. Redaktur Pelaksana: Usep Saeffulloh. Asisten Redaktur Pelaksana Pracetak: Midi Tawang. Koordinator Liputan: M Ruslan Hakim. Redaktur: Tina Agustina, Nancy AQ Mangkoe. Asisten Redaktur: Candra Nugraha, Asep Sufian Sya’roni, Irwan Nugraha, Ujang Yusuf Maulana. Penanggung Jawab Web: Husni Mubarok. Reporter: Dede Mulyadi, Permana, Lisna Wati, Lisan Kyrana. Singaparna: Sandy Abdul Wahab. Ciamis: Iman S Rahman, Yana Taryana. Pangandaran: Nana Suryana. Banjar: Kukun Abdul Syakur (Kepala Biro), Deni Fauzi Ramdani. Wartawan Luar Negeri Melalui Jawa Pos News Network (JPNN): Dany Suyanto (Hongkong). Sekretaris Redaksi: Lilis Lismayati. Pracetak: Achmad Faisal (Koordinator), Sona Sonjaya, Husni Mubarok, H Yunis Nugraha. IT: Harry Hidayat. Iklan: Agustiana (Manager), Nunung, Devi Fitri Rahmawati, Jamal Afandy. Iklan Perwakilan Jakarta: Yudi Haryono, Azwir, Eko Supriyanto, Mukmin Rolle, Arief BK, Asih . Pemasaran dan Pengembangan Koran: Dede Supriyadi (Manager), Asep H Gondrong, Yadi Haryadi, Toni, Dani Wardani. Promosi dan Event: M. Fahrur, Sarabunis Mubarok. Keuangan: Nina Herlina (Manager), Novi Nirmalasari (Accounting), Rina Kurniasih (Inkaso), Tatang, Dian Herdiansyah (Kolektor). Diterbitkan: PT. Wahana Semesta Tasikmalaya. Percetakan: PT Wahana Semesta Java Intermedia. Komisaris Utama: H. M. Alwi Hamu, Komisaris: Lukman Setiawan, Dwi Nurmawan. Direktur Utama: H. Suparno Wonokromo. Direktur: Yanto S Utomo. Alamat Redaksi/Pemasaran/Iklan/Tata Usaha/Percetakan: Jl. SL Tobing No. 99 Tasikmalaya 46126, Telp. 0265-348356-57, Fax. 0265- 322022, email: radar.tasikmalaya@gmail.com. Perwakilan Cirebon: Jl. Perjuangan No. 9 Cirebon Tlp: (0231) 483531, 483532, 483533. Perwakilan Bandung: Jl. Margahayu Raya Barat Blok SII No.106 Bandung Telp. 022-7564848, 08182398875 (Sofyan). Perwakilan Jakarta: Komplek Widuri Indah Blok A-3, Jl. Palmerah Barat No. 353, Jakarta 12210, Telp. 021-5330976, HP: 081320279893. Tarif Iklan: hitam putih (BW) Rp 28.000/mm kolom, warna (FC) Rp 38.000/mm kolom, iklan baris Rp 15.000, iklan halaman 1 (FC) Rp 76.000/mm, iklan halaman 1 (BW) Rp 56.000/mm , No. Rekening: 0520110944 - BANK SYARIAH MANDIRI Cabang Tasikmalaya, 0007245361001 - BANK JABAR BANTEN Cabang Tasikmalaya, an. PT Wahana Semesta Tasikmalaya. Referensi Semua Generasi

Isi diluar tanggung jawab percetakan

SEMUA WARTAWAN RADAR TASIKMALAYA SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL ATAU SURAT TUGAS, DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APAPUN DARI NARASUMBER.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.