Wongkentir magazine vol 4

Page 32

Takjub, sebuah ungkapan yang menjelaskan bagaimana cantiknya pemandangan yang singgah di sepasang mata saya pagi itu. Sebuah panorama deretan perbukitan batu berwarna kecokelatan yang berdiri di sebuah lahan yang terlihat tandus dan gersang. Bukit batu ini merupakan maha karya sang pencipta alam semesta melalui peristiwa erupsi gunung Erciyes, Gunung Hasan dan pegunungan Gullu pada 60 juta tahun yang lalu. Selain itu, terbentuknya perbukitan batu adalah akibat dari hujan angin yang mengikis permukaan tanah yang pada akhirnya membuat membuat struktur bebatuan terlihat unik dan mudah untuk dikikis dan digali. Saya pun berteriak dalam hati, selamat datang di Cappadocia, atau orang Turki biasa menyebutnya Kapadokya. Bus yang saya tumpangi kemudian berhenti di depan sebuah area yang sudah dikelola sebagai area wisata, yaitu Goreme open air

32 | Wongkentir Magazine

museum. Sebelum bisa menjelajahi seluruh bagian dari museum terbuka ini, kita harus membeli tiket dulu seharga 30 turki lira. Satu hal yang selalu menarik buat saya adalah penggunaan paving blok di seluruh wilayah kota tua di Turki, termasuk Asklepion, Ephesus maupun di Kapadokya ini. Begitu memasuki pintu masuk, saya disambut sebuah bukit batu yang menjulang tinggi. Menurut info dari pemandu wisata, bukit batu ini difungsikan sebagai rumah ibadah, tepatnya gereja. Bukit batu ini dibagi dalam tiga tingkat, lantai dasar, lantai 2 dan lantai 3. Di setiap lantai terdapat cerukancerukan yang dimanfaatkan sebagai ruangan. Sayangnya, saya tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan-ruangan itu karena pihak pengelola museum khawatir, jika terlalu banyak pengunjung, bukit batunya bisa hancur. Saya pun menjelajahi museum dan


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.