Tabloid Mahasiswa SUARA USU #96

Page 1

EDISI

96

XIX/MARET 2014

LAPORAN KHUSUS PELURU TERAKHIR JAMIN GINTINGS

POTRET BUDAYA REDUPNYA EKSISTENSI KESULTANAN DELI

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO


2 suara kita lepas

vv

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

suara redaksi

MWA Kini:

Gerak Lamban Menambah Beban Redaksi

K

abar Majelis Wali Amanat (MWA) memang masih senyapsenyap saja. Padahal ini tahun terakhirnya bertugas dalam periode 2009-2014. Mereka, 21 orang yang namanya tercantum sebagai anggota organ tertinggi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) ini, katanya tengah fokus bahas statuta USU. Statuta USU memang genting kini. Menurut Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU PT), mantan universitas BHMN seperti USU harusnya sudah menyandang statuta baru sebagai Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH). Baru Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung dan Institut Pertanian Bogor yang melangkah lebih maju, karena resmi dapat teken presiden. Sementara USU, masih tersandung banyak hal. Sehingga untuk urusan akademik kita masih bergantung pada sistem lama, PT BHMN. Tapi untuk urusan non-akademik USU sudah terapkan sistem Badan Layanan Umum (BLU). Tapi USU tak boleh berlama-lama jadi amfibi begini. Harus ada gerakan taktis dan cepat dari MWA untuk memperjelas statuta kita. Pasalnya, memang MWA-lah salah satu organ yang bertanggung jawab atas kejelasan statuta ini. Atau lupakah mereka? Tak bisa dipungkiri, salah satu sebab ketidakjelasan ini ialah gerak lamban MWA. Pangkalnya, lagi-lagi adalah kesibukan anggota MWA. Prinsip rapat sesekali saja masih dipertahankan. Rapat wajib hanya dua tahun sekali. Rapat sesekali tadi pun diakui anggotanya sendiri sebagai hal yang biasa. Rapat terakhir MWA pun di Rabu (14/3) pekan lalu jadi tertunda karena ketuanya Joefly Joesoef Bahroeny sedang ke Negeri Kanguru, mengurus hal lain selain USU. Padahal, tak hanya gentingnya statuta, tapi ada hasil audit Laporan Keuangan USU 2013 yang menanti dibahas. Harusnya perkara statuta sudah bisa dibahas sejak lama. Tak perlu menumpuk di akhir-akhir bersama agenda lain seperti ini. Toh, perkara statuta ini sudah diributkan sejak UU PT masih berbentuk rancangan undang-undang 2011 lalu. Tapi, belum kelar jua hingga kini. Harusnya MWA juga sadar kalau waktu mereka tidak banyak lagi untuk membenahi ketertinggalan. Dalam Anggaran Dasar USU, MWA punya tugas penting. Ibarat negara, MWA adalah MPR bagi USU ini. Tak hanya statuta dan laporan keuangan yang harus dipantau, tapi ada pula perkara penting terkait masa depan USU yang juga harus dipantau MWA sejak sekarang: bursa calon Rektor USU periode depan. Sekali lagi, tahun ini akan segera berakhir, bersamaan dengan berakhirnya masa mengabdi organ penting bernama MWA ini. Jika memang serius dengan sumpahnya kala dilantik, benar-benar banyak yang harus segera ditindaklanjuti demi masa depan USU yang lebih benderang. Saran saja, mulailah dengan serius mengadakan rapat!

AUDIENSI

Pengurus baru SUARA USU 2014 dan pengurus demisioner SUARA USU 2013 berada di ruang kerjaPembantu Rektor III Raja Bongsu Hutagalung. Pertemuan ini membicarakanperihal pergantian kepengurusan SUARA USU, Selasa (21/3). AULIA ADAM | SUARA USU

Salam Jurnalistik! Tahun ini Tabloid SUARA USU memasuki edisi 96. Kami tak henti-hentinya menyajikan tabloid dengan isu-isu seputar kampus, kota Medan dan sekitarnya yang hangat dan menarik. Dengan komitmen dan kebanggaan tersendiri bagi kami, berharap kiranya para pembaca tidak bosan untuk membaca berita yang kami sajikan. SUARA USU edisi kali ini, kembali mengangkat perihal kepengurusan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU yang kerap menjadi sorotan bagi kalangan mahasiswa di USU, karena tidak berjalan selayaknya pema yang ideal. Hilangnya tujuh menteri di tengah kepengurusan Presiden Mahasiswa Muhammad Mitra Nasution semakin menyurutkan kinerja pema. Hari ini Sekretariat Pema menjadi Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Akankah pembentukan KPU oleh Pema USU mampu wujudkan pe-

milihan umum raya? Untuk lebih lengkapnya, silakan baca di rubrik Laporan Utama. Simak pula cerita Letnan Jenderal dari Tanah Karo yang berjasa menumpas pemberontakan di Sumut. Namun, status kepahlawanannya sampai saat ini masih diproses. Sejauh mana usaha dari keluarga, yayasan, dan pemerintah daerah untuk memanfaatkan kesempatan terakhir bagi Jamin Gintings? Buka rubrik Laporan Khusus. Wisata alam Kolam Abadi yang terletak di Desa Rumah Galuh Kabupaten Langkat, sudah ada sejak zaman dahulu akhirnya dibuka untuk umum tahun 2011. Mitosnya, airnya dipercaya dapat mengabulkan permohonan. Selain mitos, air yang jernih dan suasana alam yang masih alami melengkapkan alasan kolam ini cocok menjadi destinasi liburan. Bila penasaran, sila buka di Podjok Sumut! SUARA USU mengangkat masalah eksistensi Kesultanan Deli.

suara sumbang Jokowi nyapres Bah jadi juga, ya bang. Udah beresnya Jakarta kita itu?

Ralat:

Stambuk Indah Simanjuntak pada rubrik Kata Kita edisi 95 seharusnya 2011. Nama penulis cerpen pada rubrik Mozaik edisi 95 seharusnya Raden Ayu Khairunnisa, Fakultas Pertanian Stambuk 2012. Keterangan foto pada rubrik Apresiasi majalah edisi IV seharusnya mencuci tengkorak dengan alkohol. Agus Mulyadi pada rubrik Laporan Utama Main Story II majalah edisi IV seharusnya Agus Tumulyadi.

Bagaimana mereka mempertahankan eksistensi saat masyarakat Medan tidak memberikan perhatian lebih. Masalah kehadiran sultan yang tidak menetap juga menjadi sorotan. Baca lanjutannya di rubrik Podjok Budaya. Ada pula statuta USU yang belum ditandatangangi Presiden Republik Indonesia sehingga memengaruhi kinerja Majelis Wali Amanat. Simak cerita lain dan selengkapnya di rubrik Ragam. Penutup, pada rubrik Profil kami hadirkan sosok Ari Pareme Simanullang yang menderita bronkitis namun sembuh berkat olahraga badminton. Membuat ia dan tim Bulutangkis USU beregu putri berhasil merebut medali perak dalam ajang Indonesia Malaysia Thailand – Growth Triangle (IMT-GT) di Malaysia dan Thailand tahun 2012 dan 2013. Semoga berbagai informasi yang kami sajikan dapat bermanfaat dan menambah inspirasi untuk Anda. Selamat membaca! (Redaksi)

suara pembaca Toilet FISIP Toilet Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik yang di sebelah kantin tampak tidak terurus. Dari lima toilet cuma dua yang bisa dipakai, airnya juga tidak lancar. Jadi kalau mau buang air di toilet gedung lain. Sri Taqwa Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik 2012

Listrik di Gedung O FIB Sebetulnya miris dengan kondisi Gedung O di Fakultas Ilmu Budaya. Soalnya, listriknya tidak pernah menyala. Kegiatan belajar jadi tidak kondusif karena agak gelap. Karina B Sembiring Fakultas Ilmu Budaya 2013


SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

suara kita 3

kata kita

Menilai Kiprah Setahun Bus Kampus

M

emasuki tahun pertamanya tepat 9 Maret lalu, Bus Lintas USU sebagai penyedia kebutuhan transportasi mahasiswa cukup banyak melakukan penambahan fasilitas mulai dari penambahan bus, pembangunan halte sampai penyedia tiang gantungan dibuat demi kenyamanan mahasiswa. Lantas, apakah hal ini cukup memuaskan mahasiswa dan seperti apa komentar mahasiswa mengenai kiprah setahun bus kampus? TEKS DAN FOTO: IKA PUTRI AGUSTINI SARAGIH

DESAIN SAMPUL: AUDIRA AININDYA

Armada bus masih kurang, sih. Selalu saja penuh, jadi kurang nyaman karena banyak orang yang berdesakkan. Sebaiknya perbandingan jumlah bus disesuaikan dengan jumlah mahasiswa. Mungkin bisa ditambah enam bus lagi. Begitu juga dengan para petugas yang cerewet. Tapi dengan adanya bus ini memang sangat membantu mahasiswa.

Fatriani Fakultas Ilmu Budaya 2013

Terkadang bus jalan tanpa memerhatikan kendaraan di sekitarnya. Itu kan berbahaya. Sopirnya jadi seperti sopir angkot. Agar lebih nyaman baiknya menggunakan bus pariwisata. Petugas pun sebaiknya memakai pakaian seragam agar rapi. Ini sudah satu tahun operasinya, semoga ke depannya lebih baik.

Muhammad Irwansyah Putra Fakultas Ekonomi 2012

Sudah mulai bagus busnya. Membantu di akomodasi, jadi tidak capek sekarang jalan ke mana-mana. Kalau pelayanan ya seperti halnya naik bus umum. Agak berdesak-desakkan, saya maklum saja. Selain itu busnya cukup nyaman karena sudah ber-AC. Haltenya juga telah disediakan.

Rahel M S Fakultas Psikologi 2011

Menurut saya, pembagian zona wanita dan laki-laki kurang adil. Seharusnya zona wanita lebih banyak, karena kenyataannya penumpang wanita lebih banyak daripada penumpang lelaki. Akibatnya, banyak penumpang wanita yang berdiri. Hal ini jadi membuat kurang nyaman.

Deasy Handayani Purba Fakultas kedokteran 2011

Selamat buat bus USU yang sudah setahun beroperasi. Sejauh ini keberadaan bus kampus sangat bermanfaat sekali bagi mahasiswa. Masalahnya terkadang mahasiswa melanggar peraturan seperti makan di dalam bus. Perkembangan bagusnya saya lihat sekarang kondekturnya sudah ada jadi lebih aman.

Evi Rizki Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2009

konten suara kita laporan utama opini dialog ragam

2-3 4 8 9 10

galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya

12 13 14 16 18

riset resensi iklan momentum profil

19 20 21 23 24

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Pembantu Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Gio Ovanny Pratama Sekretaris Umum: Guster CP Sihombing Bendahara Umum: Mezbah Simanjuntak Pemimpin Redaksi: Aulia Adam Sekretaris Redaksi: Erista Marito Oktavia Siregar Redaktur Pelaksana: Apriani Novitasari Koordinator Online: Lazuardi Pratama Redaktur: Ridho Nopriansyah, Sri Wahyuni Fatmawati P Redaktur Foto Cetak: Wenty Tambunan Redaktur Artistik: Audira Ainindya Redaktur Online: Rati Handayani Redaktur Foto Online: Andika Syahputra Reporter: Febri Rahmania, Tantry Ika Adriati Fotografer: Yulien Lovenny Ester G Desainer Grafis: Yanti Nuraya Situmorang, Zikri Fadhilah, Arpin Ajasaputra Hasibuan Ilustrator: Yulien Lovenny Ester G Pemimpin Perusahaan: Ferdiansyah Sekretaris Perusahaan: Maya Anggraini S Manajer Iklan dan Promosi: Hasnatul Dina Manajer Produksi dan Sirkulasi: Yayu Yohana Staf Perusahaan: Lamtiur Saputri Pasaribu Desainer Grafis Perusahaan: Ika Putri Agustini Saragih Kepala Litbang: Renti Rosmalis Sekretaris Litbang: Riska Aulia Sibuea Koordinator Pengembang足an SDM: Shella Rafiqah Ully Koordinator Kepustakaan: Mutia Aisa Rahmi Koordinator Riset: Fredick BE Ginting Staf PSDM: Hardiansyah Staf Kepustakaan: Santi Herlina Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Liston Aqurat Damanik, Shahnaz A Yusuf, Bania Cahya Dewi

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: www.suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlanggan足an, Hubungi: 089617868091, 085264857912 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email suarausutabloid@ymail.com


Habis Mitra Terbit Pemira

4 laporan utama

Akhir Cerita Pema Rezim Mitra Koordinator Liputan: Audira Ainindya Reporter: Fredick BE Ginting, Wenty Tambunan, Yulien Lovenny Ester G, dan Audira Ainindya

SUARA USU, EDISI 96, maret 2014

Audira Ainindya

Jalan kepengurusan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU memang tak mulus. Berbagai kendala kerap menghadang. Misalnya anggota hengkang hingga berujung pada periode lebih dua tahun yang dijatahkan dalam Tata Laksana Ormawa (TLO) Pema USU.

O

ki Ferianda, Bendahara Umum (Bendum) tengah gundah. Sedang ada pergolakan batin antara ia dengan Presiden Mahasiswa (Presma) USU Muhammad Mitra Nasution. Ia bilang pada Mitra bahwa ia akan sidang skripsi pada September 2013. Namun, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) 2008 itu khawatir terkesan meninggalkan Sang Presiden sendirian. Mitra pun, disampaikan Oki, ternyata tak menahannya untuk segera mengakhiri status kemahasiswaannya. Lampu hijau yang diberikan Mitra meyakinkan Oki untuk melangkahkan kaki pada upacara wisuda di Auditorium USU. Oki pun dikukuhkan menjadi seorang sarjana ekonomi 25 Februari silam. Ia merasa sudah cukup menunda menyelesaikan dua semester akhir demi regenerasi Pema USU. Mitra harus rela kehilangan satu-satunya rekan Pema USU yang tersisa. Trio Pema USU yang bertahan kini tinggal Mitra. Sedangkan, Sekretaris Jenderal Ahmad Rivai Naibaho sudah melaksanakan wisuda sejak tahun lalu. Ditemui sehari sebelumwisuda, Oki berjanji akan terus bertanggung jawab menyelesaikan akhir kepengurusan Pema USU periode 2011/2012. Tak ada niat meninggalkan Sang Presiden sendirian. “Meninggalkannya hanya dalam konteks wisuda,” ujarnya. Sebagai bentuk akhir dari pertanggungjawaban yang

harus dilakukan Pema USU adalah menyukseskan jalannya pemilihan umum raya (pemira). Oki tak memasukkan agenda laporan pertanggungjawaban (LPJ) dalam daftar tanggung jawab akhir Pema USU. Tak ada koordinasi yang diberikan presma kepadanya terkait LPJ. Menurutnya, LPJ tak bisa dilaksanakan sebab informasi yang akan diberikan pada Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) tidak akan

Kongres sudah enggak layak lagi karena Pema USU sudah kedaluwarsa.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Ganda Wijaya Koordinator Pema Sekawasan memenuhi syarat. Misalnya, Pema USU hanya simpan bukti transaksi keuangan periode 2012 atau anggota yang sudah hengkang tak mungkin meny-

DOKUMENTASI | SUARA USU

erahkan LPJ. “Lalu, apa yang mau dipertanggungjawabkan?” kata Oki. Lain halnya dengan Ketua MPMU M Ibnu Sina Lubis. Ia bilang tetap akan meminta Pema USU untuk melaksanakan LPJ meski belum mengomunikasikannya. Ia kesulitan menghubungi Mitra. “Belum ada target tanggal LPJ, yang pasti secepatnya,” ujar Ibnu. Ibnu menyatakan LPJ tak akan mengganggu jalannya pemira ataupun kinerja KPU USU. “Untuk pelaksanaan pemira itu fokusnya KPU, MPMU tak akan intervensi hanya controlling saja,” tuturnya. Menanggapi banyaknya anggota Pema USU yang sudah wisuda, Ibnu bilang yang penting adalah menyerahkan draf LPJ. MPMU optimis Pema USU segera melaksanakan LPJ.

Terkendala Sejak Awal Di sebuah klinik gigi di daerah Kampung Madras, Mitra bersedia mengisahkan perjalanan panjangnya bersama Pema USU, Selasa (24/2). Ia cerita sejak awal kepengurusan. Setelah dua kali Pemira USU 2011 tak terlaksana, pema di zamannya adalah kali pertama. Membalikkan kepercayaan mahasiswa terhadap Pema USU adalah hal pertama yang harus dibenahi oleh presma terpilih kala itu. “Pamor presma kalah dibandingkan ketua UKM dan gubernur fakultas,” ujarnya. Dinyatakan menang pada 4 Mei 2011, Mitra mengaku tak menyangka. Hal ini yang membuatnya kesulitan memulai kepengurusan Pema USU. “Bingung mulai dari mana,” ujarnya. Kesulitan itu berdampak

pada banyaknya anggota yang meninggalkan masa jabatan. Ditambah lagi, utusan yang dikirim tiap Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) untuk memasuki kepengurusan Pema USU adalah para mahasiswa stambuk akhir di fakultasnya. Mitra tak punya pilihan selain menerima. Di tengah perjalanan, ia kehilangan wakil dan tujuh menterinya karena wisuda. Ketujuh menteri tersebut adalah menteri pendidikan, menteri pengabdian masyarakat, menteri hukum dan HAM, menteri keperempuanan, menteri kesehatan, menteri kewirausahaan dan kreativitas, serta menteri pertahanan dan keamanan. Jabatan wakil presiden (wapres) kosong hingga sekarang sedangkan tujuh menteri di-reshuffle pada Januari 2013. Fajar Soefany kini berada


Habis Mitra Terbit Pemira

laporan utama 5

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

di Jakarta. Dihubungi via telepon, Sang Wapres menjelaskan alasannya meninggalkan Pema USU. Ia mengaku secara konstitusional masih menjabat sebagai wapres. “Tapi secara etika dan moral tidak,” ungkapnya. Mahasiswa lulusan Fakultas Hukum (FH) itu menyelesaikan sidang skripsi pada 5 Januari 2012. Ia bilang orang tuanya menuntut untuk segera wisuda. Perihal tanggung jawab pada Pema USU, ia mengaku tak ada konflik internal. “Kita (Anggota Pema USU –red) nyambung kok, di internal baik-baik saja tapi di luar kayak perang kepentingan saya tak tahu,” ujar Fajar. Mitra bilang kosongnya jabatan wapres cukup berdampak pada struktur kepengurusan. Namun ia tak bisa berbuat banyak. “Tak ada perjanjian untuk enggak wisuda dulu sampai selesai masa jabatan, hanya untuk presiden saja,” sesal Mitra. Dari 58 orang anggota Pema USU yang tercantum pada surat keputusan, hanya tiga yang bertahan. Mitra, Oki dan Ahmad Rivai. Pema USU pun mulai tak aktif sejak akhir 2012 setelah ditinggal beberapa anggota. Beberapa mahasiswa hilang keper-

Tak ada perjanjian untuk enggak wisuda dulu sampai selesai masa jabatan, hanya untuk presiden saja.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Muhammad Mitra Nasution Presiden Mahasiswa cayaan pada Pema USU karena kinerja yang tak terlihat. Pada penerimaan mahasiswa baru (PMB) 2013, Pema USU tak diajak mengonsep acara bersama gubernur fakultas dan ketua panitia PMB. “Momen penurunan kami di sana, kami sadarnya di akhir,” ungkap Mitra. Alhasil Pema USU tak pernah adakan raker, sebab tak pernah kuorum. Tak ada program kerja (progja) jelas selama menjabat. Namun, Pema USU tetap laksanakan beberapa kegiatan walau tanpa anggota yang lengkap seperti PMB dengan gubernur fakultas, pembahasan jaket almamater, diskusi dan seminar, serta pertemuan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Medan. Kegiatan hanya banyak

dilakukan pada 2012. Pertengahan 2013 muncul desakan dari perkumpulan pema fakultas bernama Pema Sekawasan. Tujuannya menyatakan sikap menurunkan kepengurusan Mitra dan membentuk KPU. Lalu, KPU berhasil dibentuk pada 3 Oktober 2013. Gubernur Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Ganda Wijaya adalah koordinatornya. Kemudian, Pema Sekawasan, Pema USU, dan Pembantu Rektor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung sepakat untuk segera pemira tanpa kongres di bulan yang sama. “Kongres sudah enggak layak lagi karena Pema USU sudah kedaluwarsa,” tegas Ganda. Ia lebih setuju kongres diadakan jika presma baru terpilih agar tetap bisa mengubah TLO Pema USU. Mantan Koordinator Pema Sekawasan sekaligus Gubernur FH, Muhammad Akbar Siregar mengatakan Pema Sekawasan sekarang sudah berubah fungsi. Menurutnya, Pema Sekawasan harusnya tempat berbagi informasi dan tak berhak mendesak, mengintervensi dan mengambil alih Pema USU. “Kita (gubernur fakultas –red) hanya mengingatkan. Kita punya amanah di fakultas bukan hanya mengurusi Pema USU,” ujar Akbar. Ia memilih Pema Sekawasan segera berakhir seiring terbentuknya KPU. Mitra setuju jika Pema Sekawasan dihapuskan. Namun, ia mengakui Pema Sekawasan terbentuk akibat kesalahan Pema USU yang tak bisa jangkau fakultas. Masalah kongres, ia sepakat dengan Ganda untuk terlaksana saat presma baru terpilih. Mitra bilang TLO harus disempurnakan saat kongres nanti terutama di bagian koordinasi dengan pema fakultas. “Perlu penguatan koordinatif dengan gubernur fakultas,” ujar Mitra. Menanggapi pernyataan Mitra, Ganda menolak membubarkan Pema Sekawasan. Sebab fungsinya dibutuhkan untuk mengawasi kinerja KPU hingga nantinya pemira. TLO tak menunjukkan bentuk intervensi dan instruksi dari presiden ke gubernur. Oleh sebab itu, fungsi Pema USU dianggap tak jelas keberadaannya oleh Abdul Jalil Amri Arma, Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Maka Jalil

Sedikit Tentang

Dana Operasional Audira Ainindya Selama kepengurusan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU, tak ada anggaran operasional dari rektorat. Biasanya, dana hanya didapat setiap melakukan kegiatan. “Kapan kami minta, baru dananya ada,” ungkap mantan Bendahara Umum Pema USU Oki Ferianda. Pembantu Rektor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung akui rektorat tak ada anggaran khusus untuk Pema USU. “Soal dana kami tak mencampuri, tugas kami hanya memfasilitasi setiap kegiatan,” ujar Bongsu. Rektorat hanya mengeluarkan maksimal lima juta per satu proposal kegiatan. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) juga miliki sistem pemberian dana rektorat setiap adanya kegiatan. Namun, BEM UI ternyata miliki dana operasional sebesar Rp 1 juta per bulan. “Itu dana rutin untuk operasional dan peralatan,” ujar Ketua BEM UI Mohamad Ivan Riansa. Menanggapi hal itu, Oki berharap ada dana operasional yang didapat. “Harusnya rutin, kita aja yang aneh,” kata Oki. Apalagi, dana yang diajukan setiap kegiatan Pema USU diakui Oki kerap kali tak sesuai dengan proposal. Pema USU sulit melaksanakan kegiatan. Ivan juga merasakan hal yang sama. Ia menyampaikan tak bisa berharap sepenuhnya pada proposal yang diajukan ke rektorat. “Enggak semuanya dibantu penuh, tergantung berapa yang dapat,” papar Ivan. Misalnya, di pertengahan 2013. Pema USU mendapatkan dana sebesar Rp 5 juta untuk kongres. Oki bilang jumlah tersebut tak cukup dan hanya bisa menutupi biaya transportasi. “Lima juta cuma bisa untuk apa?” pungkas Oki. Oki pun tak mengambil dana tersebut dari rektorat karena kongres pada akhirnya batal terlaksana. Ia berinisiatif untuk memberikan dana tersebut ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) USU. Presiden Mahasiswa USU pertama Syafrizal Helmi mengatakan sistem pendanaan oleh rektorat sudah tepat. Perihal dana kegiatan dari proposal, harusnya majelis permusyawaratan mahasiswa universitas (MPMU) menagih program kerja yang jelas sejak awal. Sehingga rektorat dapat menganggarkan dana kegiatan sesuai waktu. Sementara itu, Ketua MPMU M Ibnu Sina Lubis tak tahu tentang kondisi kas Pema USU. Ibnu bilang tak pernah tahu berapa anggaran yang dibutuhkan Pema USU selama kepengurusan karena belum pernah menerima draf raker untuk anggaran progja. “Apa yang mau dikontrol soal budgeting?” ujar Ibnu. mempertimbangkan untuk adakan pema di FKM. “Kalau mau buat pema tak apa, asal tak mengganggu konstitusi,” ujar Jalil. Ia lebih sepakat Pema FKM terbentuk setelah Pema USU yang baru ada. Presma pertama USU Syafrizal Helmi menyatakan, lewatnya masa jabatan Pema USU akibat dari MPMU yang tak menjalankan k e w a j i b a n nya dengan benar. Ia menambahkan

seharusnya ada gugatan pada MPMU karena tak mampu atur Pema USU. “Kalau MPMU dirasa tak berfungsi, enggak fair dong minta pertanggungjawaban dari pema,” ujar Syafrizal. Ganda juga punya pandangan, harusnya ada sanksi tegas terhadap Pema USU di kepengurusan Mitra. Namun, jika fungsi kontrol dari MPMU dimaksimalkan sedari awal, menurut Ganda, karut-marut Pema USU saat ini bisa dihindari dan tak berlalu begitu saja. Menanggapi pernyataan MPMU

yang tak berfungsi, Ibnu langsung membantah. Menurutnya MPMU sudah melaksanakan kewajiban dengan ingatkan LPJ sejak 2013. “Udah mahasiswa masak mau diatur kayak anak dua tahun,” ujar Ibnu. MPMU sendiri disampaikan Ibnu memang tak pernah mengevaluasi kinerja Pema USU. “Draf raker enggak pernah ada, apa yang mau dievaluasi?” tegas Ibnu. Pema USU disampaikan Mitra mengaku siap untuk melaksanakan LPJ dalam waktu dekat. “Kami siap!” tegas Mitra.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU


6 laporan utama

Habis Mitra Terbit Pemira SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

Menanti Lahir Pemira USU

Ibarat Pungguk Merindukan Bulan ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

DISKUSI DANA

Pantulan cermin PR III Raja Bongsu Hutagalung (kiri) sedang berdiskusi dengan Komisioner KPU USU di ruangannya lantai 3 Birek, Sabtu (1/3). Pertemuan ini membahas persoalan dana operasional KPU untuk pemira. Koordinator Liputan: Erista Marito Oktavia Siregar Reporter: Apriani Novitasari, Andika Syahputra,Tantry Ika Adriati, dan Erista Marito Oktavia Siregar

Erista Marito Oktavia Siregar

KPU dua kali bentuk kepengurusan. Dana pemira belum ada. Tanggal pemira masih belum pasti. Masih satu KAM yang punya nama calon presiden mahasiswa (capresma). Akankah pemira segera terlaksana?

D

esember 2013 lalu, Muhammad Sajali mengikuti rapat pemilihan struktural Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain delegasi tiap fakultas, rapat juga dihadiri perwakilan Pema Sekawasan. Rapat berjalan hingga akhirnya Sajalilah yang terpilih sebagai Ketua KPU USU. Padahal, jabatan itu tak pernah sedikit pun terpikir olehnya. Sayangnya, Surat Keputusan (SK) baru diberikan pertengahan Januari karena Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU tak sepakat SK KPU dikeluarkan oleh Pema USU dan Pema Sekawasan. Menurut Presiden Mahasiswa (Presma) USU Muhammad Mitra Nasution harusnya SK

KPU dikeluarkan oleh Pema USU, “Tak mungkin SK dikeluarkan oleh dua lembaga,” ujarnya. Setelah melakukan mediasi antara Pema USU dan Pema Sekawasan, maka disepakatilah bahwa SK tersebut dikeluarkan oleh Pema USU. Lagipula, pembentukan struktur dan pemilihan ketua kali ini bukan yang pertama dilakukan di periode ini. Sebulan sebelumnya, November 2013 sempat dibentuk kepengurusan KPU. Semuanya jelas, strukturnya pun lengkap. Anggotanya delegasi delapan fakultas. Ketuanya delegasi Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Namun, jalan KPU ini tidak semulus pembentukannya. Pertengahan November lalu, Pema Sekawasan mengatakan tak mengakui keberadaan KPU, begitu juga Mitra. Menurutnya, anggota KPU harus berasal dari empat belas fakultas. Setelah selesai masalah KPU pertama, dilanjutkan pembentukan kepengurusan baru dengan Sajali sebagai ketua. Kata Sajali, KPU pertama sempat mengadakan rapat walau semua hasilnya ditiada-

kan karena struktur baru telah terbentuk. Seharusnya, pemira sudah dilaksanakan 2012 lalu bertepatan dengan habisnya periode pemerintahan Presma Mitra. Namun masalah internal Pema USU hingga desakan dari Pema Sekawasan, serta masalah kepengurusan KPU menyebabkan tanggal pemira belum ditentukan. Dilansir dari suarausu.co, penentuan tanggal pemira ditunda dua kali rapat hingga akhirnya terpilih di rapat kedua. Kata Sajali, KPU telah mengantongi tanggal pemira. Sebuah tanggal di akhir-akhir bulan ini. Tapi, tanggal pemira belum boleh dipublikasi karena menunggu penyusunan jadwal kerja pemira. Ini dilakukan agar proposal ke rektorat bisa terealisasi. Sebelumnya, tepat 25 Februari lalu, KPU mengajukan proposal dana pemira ke rektorat. Lalu, 1 Maret KPU USU kembali mendatangi rektorat menanyakan kepastian proposal. Sajali berharap KPU sudah mendapat kejelasan, sehingga 3 Maret nanti dana

sudah cair dan mereka dapat segera sosialisasi tanggal pemira. Jadwal pemira sudah disusun dan proposal pun sudah diajukan ke rektorat. Tapi, tanggal pemira tetap tak kunjung disosialisasikan. Kendalanya tak ada dana. Bongsu membenarkan hal tersebut. Katanya, total dana yang diminta KPU sebesar Rp 63 juta. Tapi, ia tak bisa pastikan dana tersebut akan cair sepenuhnya. Karena ia bilang itu tak mengerti teknisnya. Ia harus pelajari dulu pemakaian anggaran mahasiswa. Apabila dirincikan, dana sebesar Rp 63 juta diperlukan untuk peralatan termasuk kotak surat suara sebesar Rp 45 juta, untuk publikasi dan dokumentasi sebesar Rp 13 juta dan sisanya untuk biaya pendukung lain. Akhirnya, sosialisasi KPU terpaksa ditunda karena dana untuk pengadaan publikasi belum ada. Bukan hanya berimbas pada batalnya sosialisasi. Sajali bilang kemungkinan besar tanggal pemira juga akan tertunda karena dana

yang diharapkan dari rektorat belum cair. Saat rapat harian 1 Maret lalu, KPU menyepakati pemira akan ditunda bila sampai 3 Maret nanti dana dari rektorat tak kunjung cair. Ini karena jadwal pemira yang sudah disusun terganggu. Di tanggal yang sama pula harusnya dilakukan sosialisasi, diikuti pendaftaran Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) dan capresma, uji kelayakan hingga pemira di akhir Maret. Dana yang ditunggu pun masih belum cair. Menurut Sajali, rektorat terkesan lambat menanggapi permintaan dana KPU. “Saya juga enggak ngerti masalahnya di mana, kok dana untuk pemira sulit cairnya padahal kan jelas alirannya ke mana aja,” kata Sajali. Anggota KPU USU bertemu dengan Kepala Biro (Kabiro) Kemahasiswaan Hindun Pasaribu untuk mempertanyakan kejelasan proposal. Sajali bilang Hindun tidak dapat mencairkan dana sepenuhnya. “Kami diminta ganti proposal dengan mengajukan empat belas proposal yang ber-


Habis Mitra Terbit Pemira SUARA USU, EDISI 96, MARET 2013

asal dari empat belas fakultas,” kata Sajali. Proposal itu berisi permintaan dana pemira tiap fakultas. Sajali menyayangkan kebijakan rektorat menanggapi proposal ini. Pasalnya, menurut rektorat dana pencairan untuk satu proposal adalah Rp 5 juta. Jadi, kalau proposal KPU hanya bisa cair maksimal Rp 5 juta, sedangkan proposal fakultas kemungkinan bisa dicairkan Rp 2 juta per proposal. Padahal menurutnya itu semua sia-sia, “Untuk apa buat proposal sampai empat belas, toh KPU berisi delegasi tiap fakultas,” lanjut Sajali. Saat ditanya perihal pencairan dana, Hindun bilang, seperti ditirukan Sajali, “Kita (mahasiswa dan rektorat —red) harus tetap ikuti prosedur, karena wewenang bukan di saya.” Saat dikonfirmasi, Hindun enggan informasinya dipublikasikan. Terlepas masalah dana, penetapan tanggal pemira bukan tidak dengan pertimbangan. Sajali mengaku pemira yang harus segera dilaksanakan menjadi alasan terbesar. Pemira harus diadakan sebelum pemilihan legislatif karena USU akan meminjam kotak suara KPU Provinsi Sumatera Utara. KPU telah berkomunikasi dengan PR III untuk peminjamannya. Sebagian Besar KAM Belum Punya Capresma KAM adalah komponen yang tidak bisa lepas dari pemira. Jika pema ibarat miniatur negara, maka KAM adalah partai politiknya. Sampai saat ini terdapat sekitar enam KAM di USU yaitu KAM Perubahan, KAM Rabbani, KAM Madani, KAM Independen KAM Bhineka, dan KAM Kelompok Aspirasi Kampus Belakang. Meskipun tanggal pemira sudah dekat, konvensi KAM belum jelas. Bahkan, masih KAM Perubahan yang sudah punya nama capresma. Terkait Konvensi, Ketua KAM Bhineka Leonard Varera

Saya juga enggak ngerti masalahnya di mana, kok dana untuk pemira sulit cairnya padahal kan jelas alirannya ke mana aja. Muhammad Sajali Ketua KPU USU

Tampubolon mengatakan KAM Bhineka tidak akan melakukan konvensi karena fokus persiapan untuk lulus verifikasi. “Sayang kan udah lakukan konvensi nggak lulus verifikasi, capek-capekin,” tuturnya. Karena tak ada konvensi, capresma yang diusung KAM Bhineka diseleksi oleh Dewan Pembina KAM dengan pengadaan tes. KAM Bhineka juga membuka peluang untuk capresma dari luar KAM. Persiapan KAM Bhineka pun masih sebatas persiapan administrasi, seperti mempunyai dua sepertiga atau separuh komisariat serta membentuk kepengurusan hampir di semua fakultas. Hal itu terjadi sebab KPU tak jelas menyosialisasikan persyaratan untuk KAM dalam pemira nanti. Apakah sama atau ada tambahan syarat formal. Sebenarnya Leo mengaku tak begitu tahu kabar terbaru perihal pemira. Ia sempat mendengar KPU akan mengadakan rapat. Terdengar juga tentang pemira, namun tak ada selebaran maupun pemberitahuan. “Jangan-jangan selentingan,” tambahnya. Kata Leo, Siapa yang menjadi capresma dari KAM Bhineka akan keluarkan dana kampanye lebih banyak dan sisanya dari sumbangan anggota KAM, hal itu karena KAM Bhineka gunakan sistem kolektif, dipungut dari ang-

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

gota KAM. Lagi pula, menurutnya kampanye tak harus menghabiskan uang banyak, “Mana tahu ada anggota yang mau sumbang kertas dan bantu print,” katanya. Ia tak mau terima dana dari rektorat ataupun dekanat, karena masih ada swadaya sendiri. “Kalau ada swadaya sendiri, ngapain minta rektorat yang ngasih peer (tugas –red) kalau terpilih,” ungkapnya. Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) KAM Madani Taufik Nuariansyah punya alasan beda. Pasalnya, KAM Madani belum punya nama untuk menjadi calon disebabkan pengurus DPP KAM Madani yang belum terbentuk. Taufik mengatakan ada kemungkinan mereka akan mengadakan konvensi─walaupun namanya tidak konvensi─tapi dengan sistem yang sama. Sejauh ini KAM Madani terus melakukan konsolidasi dan rapat untuk menghadapi Pemira USU. KAM Madani akan menyiapkan tim di setiap fakultas untuk memenangkan pemira kali ini. Hal berbeda datang dari KAM Perubahan yang sedang melakukan persiapan menjelang pemira. Menguatkan konsolidasi di tiap fakultas dan pematangan sosok yang diusung. Indra Lesmana Julianto Mungkur, Ketua KAM Perubahan optimis mereka memenangkan pemira nanti, pasalnya mereka sudah memiliki suara di beberapa fakultas. Strategi KAM Perubahan kali ini adalah mengutus anggota KAM di tiap fakultas untuk pemberdayaan mahasiswa yang tak mau tahu tentang pemira, caranya dengan pendekatan. Menurutnya, konvensi ini dilakukan melihat banyak mahasiswa apatis sehingga KAM Perubahan berusaha untuk mempromosikan calonnya. Setelah mengadakan konvensi 16 Februari lalu, KAM Perubahan akhirnya memilih Valentino Panjaitan sebagai wakil KAM Perubahan capresma pada Pemira USU nanti. Capresma ini dilakukan secara internal berdasarkan hasil musyawarah. Untuk wakil presiden sendiri rencananya Valentino berusaha mencari dari luar KAM Perubahan karena ia ingin tambah koneksi. Perihal pendaftaran ke KPU, Valentino masih belum tahu pasti karena belum ada kejelasan mengenai pemira. Namun, ia optimis untuk pemira nanti. Bagaimana dengan capresma lainnya? Adakah yang semangat meneruskan roda Pema USU?

laporan utama 7 Riset Laporan Utama Beberapa waktu lalu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) USU Muhammad Sajali sempat merencanakan pemilihan umum raya (pemira) untuk memilih presiden dilaksanakan akhir Maret ini sebelum akhirnya kembali ditunda. Pemira memang saat ini mendesak untuk dilaksanakan sebab sudah hampir dua tahun jabatan presiden harusnya telah berpindah tangan dari Muhammad Mitra Nasution. Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 446 mahasiswa USU. Sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error 5 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat mahasiswa USU. (Litbang)

1. Apakah Anda mengetahui atau tidak Pemilihan Raya (Pemira) USU akan diadakan untuk memilih Presiden Mahasiswa USU akhir Maret mendatang?

Ya 30,20 %

Tidak 69,80 %

2. Apakah Anda optimis atau tidak pemira akan digelar pada tanggal tersebut?

Tidak tahu 56,50 %

Ya 23,50 %

Tidak 20,00 %

3. Apakah Anda akan ikut atau tidak ikut memilih calon presiden mahasiswa jika pemira digelar?

Belum tahu 46,10 %

Ikut 38,90 %

Tidak ikut 15 %

4. Bagaimana menurut Anda kinerja pemerintah mahasiswa (pema) di fakultas Anda saat ini? (Responden di FISIP dan FKM tidak menjawab karena tidak punya pemerintah mahasiswa)

Sangat kurang 13,60 %

Kurang 38,80 %

Sangat baik 5,20 %

Baik 42,40 %


8 opini

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

Pendekatan Teknik Atasi Krisis Listrik Sumut WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

D

Abi Awwabin Mahasiswa FakultasTeknik 2010

alam beberapa bulan terakhir, Sumatera Utara (Sumut) seperti kembali ke zaman purbakala. Setidaknya itu yang sangat dirasakan oleh masyarakat kota Medan dan sekitarnya. Misalnya saja masyarakat yang biasa menggunakan gadget harus mengurungkan niatnya karena tidak bisa mengisi daya gadget-nya yang telah habis. Atau rumah yang tadinya terang menjadi gelap karena tidak ada pasokan listrik, seolah-olah hidup saat listrik belum ditemukan. Ada juga fenomena ekstrem yang terjadi karena pemadaman listrik ini, misalnya kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan Tanjung Gusta. Kalangan industri juga tak luput terkena dampak. Akumulasi nilai kerugian yang harus ditanggung pengusaha. Misalnya, sejak Juli 2013 hingga pekan kedua Januari 2014 mencapai Rp 136 miliar (medanbisnisdaily.com). Kerugian ini disebabkan karena industri harus menggunakan mesin captive power milik mereka untuk memenuhi kebutuhan listrik yang menyebabkan kerugian hingga 45-50 persen. Saya tidak ingin menyoroti fenomena-fenomena yang terjadi dikarenakan adanya pemadaman listrik bergilir tadi. Tapi saya ingin menyoroti kenapa hal ini bisa terjadi dan bagaimana solusi terbaik agar hal ini tidak terjadi lagi. Desember 2013 lalu, saya berke-

sempatan untuk mengunjungi salah satu pembangkit yang dimiliki Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumut yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Paya Pasir. Di sana saya dan beberapa mahasiswa dari Departemen Teknik Mesin USU mendapatkan penjelasan mengenai kondisi terkini PLN Sumut dan kondisi pembangkit yang menjadi tumpuan utama PLN dalam memberi-

sional, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Leung Bata di Banda Aceh dengan kapasitas 49.824 megawatt (MW), PLTD Titi Kuning Medan (24.846 MW), PLTG Paya Pasir Medan (90.500 MW) dan PLTG Glugur Medan (32.600 MW). Untuk PLTG Paya Pasir sendiri, dari enam unit pembangkit yang ada, hanya ada satu unit pembangkit yang berope-

AUDIRA AININDYA | SUARA USU

kan pasokan aliran listrik ke setiap daerah yang ada di Sumut. Kondisi yang dipaparkan oleh pihak PLN sungguh mengenaskan. Sedikitnya empat pembangkit listrik sudah melewati batas waktu opera-

SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara suarausutabloid@ymail.com

087868869549

Pers Mahasiswa SUARA USU

@SUARAUSU

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

rasi. Lima lainnya mengalami gangguan dan sudah berumur kurang lebih tiga puluh tahun. PLN belum melakukan peremajaan terhadap pembangkit yang ada secara signifikan sehingga sering kali terjadi gangguan yang sebabkan unit pembangkit tidak dapat beroperasi. Saya coba kesampingkan indikasi adanya ‘permainan’ dalam masalah ini. Saya akan coba soroti kelemahan PLN dalam melakukan perawatan terhadap setiap unit pembangkit yang ada. Saya juga akan menawarkan beberapa solusi untuk mengatasinya. Dalam mechanical engineering dikenal istilah maintenance atau perawatan yang membahas tentang bagaimana mempertahankan kinerja mesin. Pendekatan ini dapat menjadi solusi bagi permasalahan PLN saat ini. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu breakdown maintenance, preventive maintenance, dan predictive maintenance. Saat ini, PLN masih sering kali menggunakan breakdown maintenance di mana perbaikan dilakukan hanya saat terjadi break-

down atau gangguan. Di sinilah letak permasalahannya. Kekurangannya bila menggunakan breakdown maintenance adalah mesin yang rusak harus berhenti beroperasi sehingga daya yang dihasilkan berkurang. Ketika daya yang dihasilkan berkurang maka pemadaman harus dilakukan agar tidak terjadi kerusakan pada peralatan rumah tangga dikarenakan daya listrik yang tidak seimbang. Jika PLN bisa menghindari kemungkinan gangguan maka kemungkinan pemadaman dapat ditekan dengan signifikan. Gunakan dua pendekatan selanjutnya yaitu preventive dan predictive. Preventive maintenance artinya kita melakukan pemeliharaan terhadap mesin sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh pembuat mesin tersebut. Mudahnya preventive maintenance adalah pemeliharaan berkala. Sehingga kondisi mesin prima dalam waktu yang relatif lama. Selanjutnya PLN juga terapkan predictive maintenance yaitu pemeliharaan yang sifatnya memprediksi kondisi mesin sehingga suku cadang dapat diperbaiki sebelum mengaus. Untuk predictive maintenance memang dibutuhkan modal yang cukup besar dan tenaga ahli yang masih terhitung sedikit di Sumut. Tapi hal ini harus dilakukan untuk capai kinerja mesin yang maksimal. Menghindari breakdown yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Solusi terakhir yang dapat saya tawarkan adalah PLN menerapkan apa yang telah saya lihat sendiri diterapkan oleh PT Pertamina EP Field Rantau yaitu menyediakan mesin operasi yang stand by. Jadi ketika terjadi breakdown, mesin operasi yang rusak bisa digantikan oleh mesin yang stand by untuk kemudian dilakukan breakdown maintenance pada mesin yang rusak. Jadi sebenarnya jika semua perawatan di atas diterapkan dengan baik, PLN tidak akan mengalami breakdown seperti sekarang sehingga harus terjadi pemadaman bergilir yang sebabkan banyak sekali kerugian. Belum lagi ketika PLN harus membayar mahal kepada swasta untuk membeli daya karena mendapat desakan untuk memenuhi daya yang dibutuhkan. Hal seperti ini sungguh merugikan.


SUARA USU, EDISI 96, maret 2014

dialog 9

Berkenalan dengan

Laporan Keuangan Universitas

A

udit dilakukan untuk melihat kewajaran laporan keuangan suatu instansi, termasuk universitas. Dilaksanakan oleh auditor independen. Dalam proses audit, auditor akan melihat seluruh aspek laporan keuangan menggunakan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Seperti apa proses audit tersebut? Apa saja tolok ukur penilaiannya? Melalui surel, Project Manager Harshya Aditya dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs J Tanzil & Rekan yang biasa mengaudit laporan keuangan universitas, menjawab beberapa perta-nyaan yang reporter SUARA USU Mutia Aisa Rahmi ajukan.

DOKUMENTASI PRIBADI

Biodata

Nama: Harshya Aditya, SE

Tempat dan Tanggal Lahir: Ponorogo, 20 Oktober 1980 Instansi: KAP Drs J Tanzil & Rekan

Sebenarnya, mengapa harus dilakukan audit laporan keuangan di universitas?

Bagaimana proses audit tersebut?

Jabatan: Project Manager

Persyaratan apa yang harus disiapkan oleh pihak universitas sebelum diaudit?

Pendidikan: S1 Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang

Apa tolok ukur penilaian dalam audit tersebut?

Pengalaman Audit Universitas: Universitas Sumatera Utara (2012-2013) Universitas Gadjah Mada (2012)

Universitas Mulawarman (2009-2010)

Faktor-faktor apa yang memengaruhi hasil audit? Apa kategori hasil dari audit laporan keuangan tersebut?

Berapa lama proses audit berlangsung? Saat ini sudah ada Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), apa yang berubah dalam proses audit dengan adanya badan tersebut?

Karena laporan keuangan yang disusun universitas harus mendapatkan jaminan dari pihak independen, apakah telah disajikan secara wajar sesuai prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Membuktikan akuntabilitas dan kredibilitas kinerja universitas, serta memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), bahwa laporan keuangan universitas harus diaudit oleh auditor independen. Diawali dengan pemeriksaan laporan keuangan, sederhananya mencari, mengumpulkan, mengevaluasi bukti-bukti terkait laporan keuangan yang tahapannya mencakup: pemahaman bisnis universitas, perencanaan audit, penaksiran risiko atas laporan keuangan, pelaksanaan audit, pelaporan dan yang terakhir adalah proses completing. Tentu saja mempersiapkan laporan keuangan yang akan diaudit. Harus lengkap dengan data-data pendukungnya, seperti catatan-catatan akuntansi, bukti-bukti transaksi, dokumen-dokumen keuangan dan dokumen-dokumen pendukung lainnya. Tolok ukurnya adalah standar akuntansi keuangan baik Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Indonesia maupun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Standar tersebut ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, yakni peraturan tentang perlakuan, pencatatan, penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang disusun berdasar pada kondisi yang sedang berlangsung dan telah disepakati serta telah disahkan oleh lembaga atau institut resmi, dalam hal ini oleh universitas. Laporan keuangannya sesuai atau tidak dengan PSAK dan SAP, unsur-unsur laporan keuangan bebas dari salah saji, serta tidak ada pembatasan dari pihak universitas, sehingga auditor mampu memeroleh bukti audit yang cukup dan tepat. Ada lima, yakni Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, dikeluarkan oleh auditor jika laporan keuangan yang diaudit disajikan dengan wajar dalam semua hal. Wajar Tanpa Pengecualian, diberikan dengan tambahan penjelasan dalam laporan audit, namun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dikeluarkan. Wajar Dengan Pengecualian, dikeluarkan dengan catatan pengecualian untuk beberapa aspek dalam laporan keuangan. Tidak Wajar, dikeluarkan jika laporan secara keseluruhan disajikan tidak sesuai dengan standar PSAK dan SAP. Terakhir, Tidak Menyatakan Pendapat dikeluarkan jika kondisi laporan keuangan yang diaudit tidak bisa dianalisis kewajarannya, opini ini harus disertai dengan alasan substansial yang mendukung pernyataan tersebut. Jangka waktunya relatif, tergantung dari kompleksitas laporan keuangan dan besar kecilnya universitas. Misalnya di USU, auditnya dilakukan sejak Januari hingga pertengahan Maret.

Saat ini acuannya menjadi Peraturan Menteri Keuangan No 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Badan Layanan Umum. Jika sebelum ada BLU, penerimaan dari uang kuliah harus disetorkan ke negara, sekarang tidak perlu lagi, cukup dilaporkan saja dan dapat digunakan secara langsung oleh universitas tanpa harus disahkan terlebih dahulu. IKLAN


10 ragam

SUARA USU, EDISI 96,MARET 2014

MWA USU, di Ujung Penantian Teken Presiden Ridho

Nopriansyah,

Wenty

Tambunan, dan Hasnatul Dina

Apa kabar Majelis Wali Amanat (MWA) kini? Di akhir periode jabatannya, ia masih punya tugas besar untuk mengawal pergantian status USU. Kendalanya teken presiden.

R

uang rapat MWA kosong, Rabu, 14 Maret lalu. Padahal, di papan pengumuman tertulis hari itu MWA akan menggelar rapat. “Bapak (Ketua MWA —red) sedang berada di Melbourne,” tegas pegawai di kantor MWA. Alhasil, rapat kemudian ditunda dan akan digelar pada 21 Maret mendatang. Penundaan ini belum diketahui Panusunan, salah satu anggota MWA. Waktu itu, ia tengah berada di Rantau Parapat. “Belum ada yang menghubungi untuk rapat,” katanya. Biasanya undangan akan diterima seminggu sebelum hari rapat ia memperkirakan rapat akan dilaksanakan awal April mendatang. Menurutnya, pembatalan rapat seperti ini adalah hal biasa, mengingat anggota MWA yang sibuk di kegitannya masing-masing terutama di luar tugasnya selaku anggota majelis. “Tapi kami tetap rapat kok,” tegas Panusunan. Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris MWA Prof Alvi Syahrin. Ia mengaku hal tersebut tidak mengganggu kinerja MWA. “Kami (MWA —red) tetap bekerja melaksanakan tugas fundamental,” tegasnya. Agenda rapat tersebut, menurut Panusunan, membahas rancangan statuta USU dan hasil audit Laporan Keuangan USU tahun 2013. Sementara itu, Anggota Senat (SA) Prof Subhilhar mengatakan MWA harus segera mengambil sikap terkait status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) USU yang belum diteken presiden. Apalagi tahun ini adalah habisnya periode kepengurusan

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

KOSONG

Ruang rapat kerja anggota Majelis Wali Amanat (MWA) saat tidak ada agenda di kantor Biro Rektorat lantai 3, Rabu (12/3). Rencananya, tanggal 21 Maret mendatang rapat kerja akan diadakan

organ yang berdasar pada Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN). Mulai dari SA, MWA, dan rektor. “Harus jelas dulu kita pakai landasan apa,” tegas Prof Subhilhar. Menurut Panusunan, MWA telah menghubungi kementerian pendidikan dan kebudayaan untuk mendesak presiden menandatangani pengesahan statuta USU. Ia menegaskan, sekarang USU gunakan PT-BHMN untuk urusan akademik dan Badan Layanan Umum (BLU) untuk non-akademik. Seperti dilansir dari berita.upi.edu, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) memang memberi kewenangan bagi USU untuk gunakan PP 56 tahun 2003 tentang penetapan USU sebagai PT-BHMN dan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Buktinya, MWA tetap bisa mengganti nama Fakultas Ekonomi menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

*** Januari lalu, Prof Subhilhar dihubungi Ketua MWA Joefly Joesoef Bahroeny. Ia ditawarkan untuk menjabat sebagai anggota MWA yang baru setelah ada anggota yang keluar dari kepengurusan. Prof Subhilhar menyanggupinya. Tapi, ia tidak sendiri. Ada juga Prof Chairul Yoel dan Prof Budiman Ginting yang sama-sama menyanggupi. Prof Subhilhar menerima jabatan tersebut untuk memaksimalkan fungsi MWA di masa transisi ini. “Itu pe-er (tugas — red) besar MWA,” tegas Prof Subhilhar. Namun, ketiganya belum mendapat surat keputusan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. “Jadinya saya enggak bisa ikut rapat,” tambah Prof Subhilhar. Selain akan memaksimalkan fungsi MWA, kelak setelah menjabat, Prof Subhilhar akan coba susun butir-butir

statuta universitas. “Seharusnya statuta USU sudah siap,” ujarnya. Menanggapi hal tersebut, akhir tahun lalu MWA telah membentuk tim satuan tugas (satgas) bekerja sama dengan badan eksekutif, dalam hal ini rektor. Satgas ini bertugas untuk membuat butir statuta, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga di PT-BHMN, yang segera disesuaikan dengan Perguruan Tinggi NegeriBadan Hukum (PTN-BH) ketika kelak berlaku. “Pada akhirnya PTN-BH ini tetap akan jadi produknya MWA,” ujar Panusunan. Panusunan mengatakan, hasil penyusunan statuta ini telah ditunjukkan ke Ditjen Dikti untuk mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhono mengesahkan USU sebagai PTN-BH. “Inilah skenario yang sedang dibuat. Tinggal tanda tangan presiden saja,” tegas Panusunan.

Ketika Jadi Fakultas Dianggap Solusi Sri Wahyuni Fatmawati P

Rumpun ilmu berbeda jadi alasan. Berdiri sendiri menjadi pilihan. Sebenarnya, apa urgensi perubahan bentuk menjadi fakultas ini? Kepala Jurusan Arsitektur Vinky Rahman menceritakan proposal permohonan menjadi fakultas telah diajukan Jurusan Arsitektur sejak awal 2010. Rencananya, Departemen Arsitektur berubah jadi Fakultas Arsitektur dan Perencanaan. Di tahun yang sama, proposal permintaan Arsitektur dikembalikan.

Pihak rektorat minta proposal diberikan ke Dewan Pertimbangan Fakultas (DPF) Teknik dulu, baru kembali diajukan ke rektor. “Karena itu memang prosedurnya,” ujar Vinky. Masih tahun 2010, permohonan Arsitektur sempat ditunda, alasannya karena Arsitektur sedang proses membuka S-3 Ilmu Arsitektur dan Perkotaan. “Jadi di-pending sebentar, baru mikir itu lagi.” Kini sudah dua tahun lebih S-3 Arsitektur berdiri, namun perkembangan proposal masih tak terlihat. Hingga kini belum ada kabar baik dari DPF Teknik. Padahal, sejak 2010 lalu, Jurusan Arsitektur terus membenahi diri. Mulai dari pembukaan

S-3 Arsitektur, penambahan fasilitas, penambahan jumlah tenaga pengajar, hingga akreditasi. Tak sampai di situ, Vinky bilang dengan jumlah tenaga pengajar, fasilitas dan jurusannya─Interior, Lansekap, Arsitektur, Perencanaan Kota, Arsitektur sudah mampu mandiri. Vinky mengaku bingung mengapa proposal itu begitu lama berada di DPF Teknik. “Padahal kan enggak ada ruginya kalau Arsitektur jadi fakultas,” tambahnya. Menjadi fakultas bukannya tanpa alasan. Vinky bilang Arsitektur berbeda dengan teknik, rumpun ilmunya berlainan. “Karena memang dasarnya arsitektur lebih ke seni,” jelasnya.

Setelah memeriksa hasil rapat DPF Teknik sejak April 2010, Sekretaris DPF Teknik Irvan mengaku tak ada agenda rapat yang membahas proposal pengajuan Arsitektur. Namun, proposal pengajuan dari Arsitektur serta surat yang menyatakan bahwa proposal Arsitektur sudah diterima DPF Teknik. Keduanya tertanggal April 2011. Terkait proposal, Irvan bilang sejak 2011 lalu Arsitektur tidak pernah mengajukan proposal lagi. Program Studi (Prodi) Kehutanan mungkin lebih beruntung. Tahun 2011 usulan menjadi fakultas dibahas internal Kehutanan. Lalu diajukan dan dibahas DPF Pertanian


ragam 11

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014 di awal 2013 hingga 21 November, Kehutanan mengantongi izin Senat Akademik untuk jadi fakultas. Kehutanan dititipkan di FP sejak 2001. Saat dibuka 1999, prodi ini bernama Program Ilmu Kehutanan, di bawah asuhan PR I kala itu. “Sejak dibuka, memang dipersiapkan untuk jadi fakultas,” tegasnya. Luthfi Hakim, Sekretaris Prodi Kehutanan menjelaskan, mereka sedang memproses pengadaan peralatan dan gedung kuliah, juga berencana menambah tenaga pengajar walau sudah memiliki 32 tenaga pengajar tetap dan seorang honorer.

Kehutanan memiliki tiga peminatan yang akan dijadikan prodi bila menjadi fakultas yaitu Peminatan Manajemen Hutan, Peminatan Teknologi Hasil Hutan, Peminatan Budidaya Hasil Hutan dan satu prodi yang ditambahkan, Konservasi Sumber Daya Hutan. Luthfi bilang Kehutanan optimis jadi fakultas. “Kehutanan siap untuk mandiri,” sahutnya. Dilantik Juni 2012, Prof Muhammad Zarlis resmi menjadi Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi (Fasilkom-TI) pertama. Sejak September 2011 Prof

Zarlis sudah bekerja dan menaungi tiga program studi (prodi), S-1 Ilmu Komputer, S-1 Teknologi Informasi dan S-2 Teknik Informatika. S-1 Ilmu Komputer dibuka tahun 2002, menumpang di Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA), disusul Teknologi Informasi 2007 lalu. Keduanya bergabung dengan FMIPA karena USU belum miliki fakultas yang sama dengan rumpun ilmu keduanya. “Paling dekat ya FMIPA, sekalipun tidak ada kaitan sama sekali,” tutur Prof Zarlis. Tahun 2010, Ilmu Komputer

dan Teknologi Informasi dirasa memenuhi syarat yang dibutuhkan, juga mampu berdiri secara mandiri. Buktinya, saat diajukan ke rektor 2010 lalu, September 2011 berdirilah fakultas dengan nama gabungan kedua prodinya. Pembantu Rektor I Prof Zulkifli Nasution menjelaskan untuk jadi fakultas ada syarat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) yang harus dipenuhi. Minimal memiliki enam tenaga pengajar tetap, tiga konsentrasi yang sudah menghasilkan lulusan, dan fasilitas memadai.

Realitas Vakumnya

Pema Fakultas Rati Handayani dan Shella Rafiqah Ully

Kini pemerintahan mahasiswa (pema) di tiga fakultas jalan di tempat. Masalahnya beragam, dari mandek regenerasi hingga perpecahan antarmahasiswa. Di balik keterbatasannya, dekanat punya solusi tapi tak ingin dianggap intervensi.

S

enin keempat Desember 2013, Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Edward memanggil semua perwakilan himpunan mahasiswa departemen (HMD) untuk kali kedua. Tiga hari sebelumnya, sempat diadakan pertemuan namun batal karena perwakilan kepengurusan HMD Administrasi Bisnis dan Niaga serta Kesejahteraan Sosial belum dilantik. Tujuannya untuk membahas pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) FISIP. FISIP pernah adakan pemira awal Maret 2013. Namun, kisruh saat penghitungan suara. Edward menilai terbaginya mahasiswa dalam banyak kelompok sebagai pemicu. Sehingga KPU dinilai tak independen. “Suasana politik di FISIP berbeda

Jika boleh bermimpi, bentuk BEM lebih baik. Daniel Hugo Yadi

Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Politik dengan fakultas lain,” ujar Edward. Akibat lambannya proses di FISIP, KPU USU adakan rekrutmen terbuka untuk bentuk KPU FISIP. Terpilihlah Sayed Muhammad Dauli sebagai ketua. Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Politik Daniel Hugo Yadi tak setuju pembentukan KPU FISIP yang baru. Hugo tawarkan solusi untuk adakan mediasi antar-HMD lebih dulu agar tak kisruh lagi. Kamis, 13 Maret 2014 KPU FISIP terpilih sebarkan undangan sosialisasi untuk perkenalkan diri dan menjelaskan rencana mengadakan pemilihan umum raya (pemira) FISIP. Lagi, dari sembilan HMD hanya empat yang hadir. Keempat HMD yang hadir tetap pertanyakan

keabsahan KPU FISIP. Mereka bilang tak menemukan tanda tangan PD III dalam undangan yang diberikan KPU. Sementara itu, Edward bilang sudah ketahui dan menyerahkan sepenuhnya kepada mahasiswa, tapi ia minta tetap dilaporkan hasilnya. Pema Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) vakum sejak 2013. Padahal KPU FKM sempat terbentuk tahun lalu. Tapi diisi anggota dari organisasi yang sama. PD III FKM Abdul Jalil Amri Arma katakan pihak yang tak diikutkan protes. Menghadapi kondisi ini, Jalil membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesehatan Masyarakat (Kesmas). 10 Maret lalu, Daniel Tasmi terpilih sebagai ketua Panitia Pembentukan Pengurus Baru (P3B) yang tugasnya menjaring anggota UKM Kesmas. P3B pun akan diberikan surat keputusan oleh Dekan FKM dalam waktu dekat. “Kalau pedoman P3B sudah disetujui dekan, SK akan diberikan,” ujar Jalil. Regenerasi Pema Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) tak kunjung ada. Mei 2014 nanti, Pema FKG akan masuki tiga tahun masa jabatan. PD III FKG Zulkarnain bilang mahasiswanya tak pernah protes dengan keadaan ini. Menurutnya mahasiswa FKG sibuk dengan kuliah. Zulkarnain bilang tak berhak mengintervensi pema. “Hukuman yang telat pun enggak ada,” katanya. BEM Atau Pema Menurut Jalil, keadaan pema fakultas saat ini akibat sisi buruk pema merupakan miniatur pemerintahan. Munculnya kelompok aspirasi mahasiswa (KAM) sebagai ‘kendaraan’ politik diduga membawa kepentingan kelompok. Jalil coba beri saran. Konsep pema bisa diganti dengan badan eksekutif mahasiswa (BEM). Alasannya, dalam BEM tak ada KAM. Hugo pun sepakat. “Jika boleh bermimpi, bentuk BEM lebih baik,” katanya. Pada konsep BEM ada pendelegasian HMD lalu merembukkan pemilihan ketua sehingga memperkecil kemungkinan perpecahan.

AULIA ADAM | SUARA USU

Menurut Hugo, pema juga diciptakan sebagai contoh demokrasi. Namun, proses demokrasi tersebut membangun suasana kompetitif. “Untuk apa kompetisi di pemilihan setingkat gubernur fakultas,” papar Hugo. Wakil Ketua BEM Diploma (BEM-J) Institut Pertanian Bogor (IPB) 2014 Satria Siregar memberi perbandingan. Ketua BEM-J IPB berasal dari mahasiswa yang mengajukan diri dengan syarat didukung oleh sepuluh nama (tergantung universitas), bukan dari KAM. Presiden Pertama USU Syafrizal Helmi justru tak sependapat. Ia bilang, dibandingkan BEM, pema punya konsep yang lebih bagus. Pema tempat belajar jadi negarawan. Walaupun, kenyataannya mahasiswa terlalu berpolitik praktis sehingga lupa akan prinsip moral. Menurut Syafrizal, justru akan lebih kacau jika lembaga legislatif malah menjadi eksekutif. “Pada sistem presidensial wajar jika yang menang berkuasa,” jelasnya. Menurut Satria, baik sistem BEM maupun pema, punya kelebihan dan kekurangan. Ia bilang BEM lemah karena siapa pun bisa menjadi ketua sedangkan pema bisa saja memicu kecemburuan sosial pada KAM yang menang nantinya. “Sebenarnya penerapannya tergantung kebutuhan,” ujarnya.


12 galeri foto Menjelang Pesta Demokrasi

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

M

enjelang pesta demokrasi, masa kampanye pemilihan calon anggota legislatif baru dimulai sejak 16 Maret lalu. Namun, jauh sebelum masanya, segala bentuk sovenir serta artribut bertuliskan nama calon anggota legislatif telah membanjir di mana-mana. Tujuannya tentu untuk menarik simpati masyarakat. Akankah meriahnya pesta demokrasi ini menjamin cerahnya masa de- pan Indonesia? (Redaksi)

Ada Minuman Gratis, Silakan Ambil!

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Jangan Golput, Ayo Memilih! AULIA ADAM | SUARA USU

Pantaskah kau menjadi ‘calon’-ku?

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

DAPIL Kuburan

CALEG Papan Bunga


SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

KOLAM ABADI JATI DIRI

yang TERSEMBUNYI Apriani Novitasari

S

ekitar empat ratus meter dari rumah warga terbentang sungai yang panjangnya kurang lebih delapan ratus meter. Sekilas seperti sungai biasa. Namun, bila mendekat akan kelihatan dasar sungai dengan jelas dan air sebening kaca. Dasar sungai yang diisi batu-batuan pun terlihat jelas dari atas. Pinggirannya dikelilingi bebatuan besar. Mata air keluar dari setiap celah-celah kecilnya, juga satu celah yang besar. Seperti pancuran air. Namanya Kolam Abadi. Arus yang tenang membuat sungai ini lebih dikenal dengan sebutan kolam. Kolam abadi ini dikenal dengan keabadian airnya. Istilah abadi digunakan karena warna air tak berubah sekalipun sedang hujan, pun jika banyak pengunjung yang mandi. Kolam ini berlokasi di tengah hutan, dipenuhi dengan pohon-pohon tinggi yang rimbun. Tak ada sinyal handphone di sana, sebagai tanda tempat tersebut cukup terpelosok. Dulu, kolam ini bukan tempat wisata. Hanya kolam biasa tempat masyarakat Desa Rumah Galuh, Kabupaten Langkat (Kab Langkat), mandi dan mencuci. Hingga 2010 lalu dibentuklah kelompok pecinta alam yang diisi oleh pemuda setempat bernama Pemandu Alam Rumah Galuh (Pelaruga). Dengan tujuan awal mengurangi penggangguran mereka memutuskan membuka kolam menjadi tempat wisata umum bernama Kolam Abadi. Sebenarnya, Pelaruga juga telah membuka dua wisata alam lainnya yaitu Air Terjun Tongkat dan Air Terjun Tengah Rembulan. Hanya saja, dari kedua air terjun tersebut, jarak tempuh ke kolam abadi lebih dekat. Dari Medan menuju Desa Rumah Galuh menghabiskan paling lama tiga jam dengan sepeda motor. Tak jauh dari tugu kecil bertulis R Galuh terlihatlah spanduk Pelaruga. Lokasi ditempuh selama dua puluh menit dengan berjalan kaki, tak ada kendaraan yang bisa masuk karena kondisi jalan berupa tanah liat dan batu-batuan yang ditata. Jalannya menurun, curam dan licin. Itulah kenapa butuh pemandu untuk pengunjung yang bukan masyarakat lokal. “Nanti jatuh,” ujar Wanda Ginting, Hubungan Masyarakat (Humas) Pelaruga. Seorang pemandu ditugaskan untuk menemani lima orang pengunjung, jika lebih akan ditemani seorang pemandu lagi. Sejak resmi dibuka 2011 lalu, pengunjung Kolam Abadi ramai setiap sorenya. Padahal, kata Wanda dulu hanya Sabtu dan Minggu yang ramai pengunjung. Ramainya pengunjung bukan tanpa perjuang-

>>

podjok sumut 13

os kan air dan mit ni eu K . ng ju un nyak peng t ini menarik ba nyi lagi. pa m te lu la n perlu bersembu tahu k ta ga ti ar ka ag bu ri, di di ti Sejak ri-cari ja ya. Ia masih ca nn la da an di ja men

an. Pelaruga gencar mempromosikan Kolam Abadi melalui akun Facebook. Bantuan dari komunitas Jelajah, Bitcoin, dan Medan Petualang memperlancar promosi tempat ini. “Mereka promosiin juga di web mereka,” tambah Wanda. Selain air kolam yang bening, mitos yang beredar menjadi daya tarik lainnya. Menurut penduduk setempat, mata air yang mengalir di sela-sela batu kolam dapat mengabulkan permohonan. Hanya perlu berwudhu kemudian membaca Surat Al-Fatihah, dilanjutkan meminum airnya. Walaupun mitos, beberapa pengunjung tetap melakukannya. Air kolam ini rasanya tawar, mirip dengan air mineral, namun lebih segar. Wanda bilang saat baru dibuka tak banyak yang diperbaiki di tempat ini. Hanya membuat pegangan dari bambu, diikat dengan tali plastik untuk pengunjung turun ke kolam serta membuat tangga di sisi-sisi tebing sungai untuk pengunjung. Selain itu, Pelaruga juga menyiapkan sepuluh pelampung gratis. Tak ada toilet dan ruang ganti di sana, bila pengunjung sudah selesai mandi atau ingin buang air, harus naik lagi ke atas melewati lokasi saat datang. Wanda bilang hal ini untuk mempertahankan kealamiannya dan tempat untuk membangun ruang ganti tak ada. Walaupun begitu, ia mengaku ada beberapa pengunjung yang mengeluh tak ada ruang ganti. “Karena itu, dari awal pengunjung sudah diarahkan untuk siap basah-basahan menuju kamar ganti di atas,” ungkap Wanda. Untuk masuk ke Kolam Abadi, pengunjung cukup membayar Rp 20 ribu. Sepuluh persen dari penghasilan setiap harinya akan menjadi uang kas Pelaruga untuk pengadaan fasilitas kolam. Sisanya dibagi ke 24 anggota Pelaruga secara merata. Masih Ilegal Secara pribadi, Wanda tak menyangka kolam abadi akan semaju ini. Oleh sebab itu, ia ingin menjaga kealamiannya. Itu pula penyebab Wanda enggan menyerahkan Kolam Abadi ke tangan

Dinas Pariwisata Kab Langkat. Ia takut akan sama seperti wisata alam Dwi Warna yang saat ini tak terjaga kebersihannya sejak dikelola oleh Dinas Pariwisata Kab Langkat. Itu pula alasan kolam ini belum memiliki surat izin hingga sekarang. Alasan lainnya, wisata alam di desa ini bukan hanya satu, dan dikelola orang yang berbeda. “Memang masih ilegal, tapi ada dukungan dari kepala desa karena mengerjakan sesuatu yang halal,” ungkap Wanda. Waktu Sitepu, Kepala Desa Rumah Galuh membenarkan hal ini. Katanya, bisa saja diurus perihal surat izin, namun akan merugikan. Baik dari pihak masyarakat maupun pengunjung. Pasalnya akan ada pajak atau biaya retribusi dari Dinas Pariwisata Kab Langkat dan ada kemungkinan akan di kelola oleh Pemerintah Daerah Kab Langkat Walaupun diperbolehkan untuk dikelola Pelaruga lagi. Waktu Sitepu khawatir mereka tak sanggup dan tak mau membayar pajak karena sudah ada retribusinya yang pasti akan ditentukan oleh dinas pariwisata dan kemungkinan akan naik. Walaupun begitu, Waktu Sitepu mengaku cemas karena tak ada surat izin resmi, meskipun ia sudah berbicara dengan pihak kecamatan. Keduanya sepakat untuk menunda perizinan kolam abadi untuk sementara, sehingga tanggung jawab kolam berada di bawah kepala desa dan kecamatan. Namun, jika ada keributan seperti adanya kelompok-kelompok yang menyalahgunakan nama dan tempat ini karena sudah cukup dikenal, Waktu Sitepu bilang akan melapor ke Dinas Parawisata Kab Langkat sesuai kesepakatan dengan pihak kecamatan. “Namun kalau kepala desa masih dipercaya dapat menyelesaikannya, ya lanjutkan aja,” ujarnya. Pengunjung Kolam Abadi yang semakin ramai, mau tak mau membuat Waktu Sitepu terpaksa harus mengurus surat izinnya ke Dinas Parawisata. Namun tidak sekarang, melihat statistik pengunjung selama tiga sampai empat bulan ke depan. “Kalau udah banyak yang tahu ya, enggak mungkin disembunyikan lagi,” tuturnya.

MENGALIR Aliran arus Sungai Kolam Abadi di Desa Rumah Galuh, Jumat (7/3). TemDERAS pat wisata ini ramai dikunjungi warga umum pada Kamis sampai Minggu. ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU


14 laporan khusus

Peluru Terakhir Jamin Gintings SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

Peluru Terakhir Jamin Gintings Koordinator Liputan: Ridho Nopriansyah Reporter: Mezbah Simanjuntak, Lazuardi Pratama, Yanti Nuraya Situmorang, dan Ridho Nopriansyah

TUGU

Patung Letnan Jenderal (Letjend) Jamin Gintings berada di kawasan Kodam TT I/BB di Jalan Gatot Subroto, Jumat (28/2)

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Ridho Nopriansyah

Keluarga dan Yayasan Mahaputra Utama tengah memperjelas kembali jasa Jamin Gintings demi gelar pahlawan nasional. Sejumlah pakar sejarah kompak mendukung. Tim pengkaji daerah ditengarai tidak serius proses di usulan pertama.

M

alam itu 13 Februari lalu, Suprayitno menumpang mobil travel Jakarta-Bandung. Sepanjang perjalanan ia sangat gelisah. Pasalnya ia tak tahu surat permohonan izin untuk melakukan penelitian tentang Letnan Jenderal (Letjend) Jamin Gintings yang dikirim 6 Februari lalu sudah dijawab atau belum oleh pihak Museum Pusat TNI Angkatan Darat (AD) Dharma Wiratama Bandung. Sayangnya, izin tak langsung didapat. Ia terpaksa pulang ke Jakarta, menghimpun data sejenis di Perpustakaan

Nasional dan Museum Satria Mandala. Namun tak banyak yang ditemukan. Akhirnya, beberapa hari kemudian, Suprayitno mengantongi izin dan kembali ke Bandung. Dharma Wiratama adalah museum militer, tempat yang diklaim menyimpan banyak data ilmiah tentang sepak terjang Letjend Jamin Gintings selama berkarier di dunia militer. Pertengahan September tahun lalu keluarga Letjend Jamin Gintings dan Yayasan Mahaputra Utama menghubunginya untuk kembali terlibat dalam pengusulan gelar pahlawan nasional bagi Jamin Gintings. Pada pengusulan pertama 2012 lalu, sebagai sekretaris panitia ia tak punya kuasa untuk ambil keputusan. “Saat itu saya bukan decision maker. Sekarang bisa lebih leluasa,” ujar Suprayitno. Suprayitno bertugas mencari bukti-bukti ilmiah terkait riwayat Jamin Gintings, ia cukup kesulitan. Pasalnya di Kabupaten Karo‒tanah kelahiran Jamin Gintings mau-

pun Kota Medan, tak banyak literatur yang memuat Jamin Gintings. “Jadinya seperti terburu-buru, apalagi pengusulan gelar ini ada batas waktunya,” tambahnya. Selama dua minggu di Bandung, Suprayitno berhasil menenemukan literatur Jamin Gintings setebal satu meter lebih hingga menjadi lima ratus lembar folio. Pada 15 Januari 2013, Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia (RI) menerbitkan surat menyatakan pengusulan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Jamin Gintings masih kurang bukti. Ada tiga poin yang termaktub: usulan tidak bersifat ilmiah, perjuangan Jamin Gintings hanya sebatas kewajiban sebagai anggota militer dan tidak berskala nasional, lalu kontroversi peran Jamin Gintings dalam Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta). Riemenda Gintings, putri pertama Jamin Gintings merasa semua yang diminta oleh Kemensos RI sudah ter-

cantum dalam berkas usulan. Walaupun demikian, ia tetap membentuk Yayasan Mahaputra Utama setelah menerima surat penolakan. Yayasan ini mempertegas peran Jamin Gintings dan berkoordinasi dengan panitia pengusulan. Pembangunan Museum Jamin Gintings di Desa Suka, Kabupaten Karo, tanah kelahirannya adalah langkah nyata untuk lebih melejitkan Jamin Gintings. Namun, sebelum museum diresmikan pada Agustus 2013, Riemenda meninggal dunia. Yayasan Mahaputra kini dipimpin oleh Riahna Gintings, adiknya. Di tangan Riahna, komposisi panitia pengusul diperkaya. Jika panitia pengusulan pertama hanya melibatkan pakar sejarah dari USU dan Pusat Studi Sejarah dan IlmuIlmu Sosial (PUSSIS) Universitas Negeri Medan, kali ini hadir nama seperti Susanto Zuhdi, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia dan Payung Bangun, penulis buku Koloner Maludin Simbolon. Riahna bilang untuk lebih menggaungkan isu kepahlawanan Jamin Gintings, dilakukan seminar bertaraf nasional di Wisma Pariwisata USU, 22 Januari 2014. Seminar ini dinilai lebih besar dibandingkan seminar pertama 2011 lalu. Turut diundang juga pejabat Kemensos RI, Gubernur Sumatera Barat, TNI Angkatan Darat dan Pejabat Kementerian Hukum dan HAM. Pasca-keluarnya surat penolakan dari Kemensos RI, muncul indikasi ketidakseriusan Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) dalam menangani pengusulan ini. Kepala Divisi Gelar dan Tanda Kehormatan Hasanuddin Siregar, mengaku tidak menerima salinan surat dari Kemensos RI. Padahal surat bernomor 052/ DYS-PK/1/2013 itu ditembuskan ke Menteri Sosial RI, Bupati Kabupaten Karo dan Kepala Dinsosprovsu. Hasanuddin mengaku tak menyim-

pan arsip berkas pengusulan Jamin Gintings yang pertama. Alhasil, ia tak bisa menjelaskan bagaimana Badan Pembina Pahlawan Daerah‒saat ini sudah berganti nama menjadi Tim Peneliti Pengkaji Gelar (TP2G) Daerah‒membahas usulan pemberian gelar kepahlawanan ini. “Saya baru di sini,” tegasnya. Erwin Hasibuan, Kepala Bidang Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumut mengatakan pada usulan pertama kali dulu, tim pengkaji daerah telah melakukan sidang sebelum akhirnya meneruskan usulan ke Kemensos RI di Jakarta. “Intinya kita mendukung, orang kemarin kita kasih rekomendasi!” tegasnya. Peran TP2G Daerah kian dipertanyakan saat muncul Surat Keputusan gelar pahlawan nasional bagi Letnan Jenderal TB Simatupang yang turut berjuang melawan penjajah belanda. Padahal berkas dari pengusul sama sekali tidak pernah ‘mampir’ ke meja TP2G Daerah. “TP2G Daerah tidak pernah keluarkan rekomendasi ke gubernur,” tegas Hasanuddin. Riahna tidak memperma-

Padahal semua orang tahu jasa Jamin Gintings besar. Buktinya terang-benderang

Riahna Gintings

Putri Kedua Jamin Gintings salahkan hal itu. Ia menilai panitia pengusulan gelar kali pertama belum melakukan riset mendalam hingga peran Jamin Gintings terkesan kabur. “Padahal semua orang tahu jasa Jamin Gintings besar. Buktinya terang-benderang,” tambahnya. Menurut Suprayitno, saat pengajuan usulan pertama,


Peluru Terakhir Jamin Gintings SUARA USU, EDISI 96, mARET 2014

riset yang dilakukan hanya sebatas mengumpulkan bukti literatur di Kota Medan dan Kabupaten Karo. Ia juga mengatakan pengawasan TP2G Daerah diperlukan untuk meminimalkan kesalahan prosedural, meme-riksa pemenuhan syarat, dan mengukur kualitas berkas usulan. Hal yang perlu disoroti terkait pengajuan gelar pahlawan nasional ini hanya dapat dilakukan sebanyak dua kali. Sesuai dengan Undang-Undang No 20 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 35 tahun 2010 berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI No 15 tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional. “Jadi ini adalah kesempatan terakhir,” ujar Suprayitno. Oleh karena itu, saat ini panitia Pengusulan Jamin Gintings Menjadi Pahlawan Nasional tengah menyusun berkas usulan yang diperkirakan akan rampung akhir Maret. Suprayitno bilang berkas sudah rampung delapan puluh persen. Pengusulan dimulai awal April melalui Bupati Kabupaten Karo. Kemensos memberikan batas waktu hingga 31 Mei 2014. Jika tidak, akan tertutup kesempatan bagi Jamin Gintings untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. “Saya berharap TP2G Daerah Sumut kali ini langsung mengoreksi kekurangan, jangan langsung diteruskan ke TP2G Pusat. Semoga prosesnya berjalan lancar,” ujar Riahna. Operasi Bukit Barisan Maret 1958, pemerintah pusat merencanakan pengembangan Pelabuhan Samudra dan Lapangan Terbang Pinang Sori di Sibolga, Tapanuli Tengah. Namun pembangunan ini dihalangi oleh Mayor Sinta Pohan yang mendapat dukungan dari Mayor Sahala Hutabarat selaku Komandan Resimen IV. Oleh Jamin Gintings, mereka di-skorsing tapi mereka malah keluar dan bergabung dengan Pemerintahan PRRI/ Permesta. Setelah Mayor Sahala, muncul pula Mayor Boyke Nainggolan, Wakil Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kodam) TT I/BB. Ia malah mengultimatum Panglima TT I/BB Jamin Gintings agar turut membelot. Aksi pertama Boyke terjadi pada Minggu, 16 Maret 1958. Mereka menyerang lapangan terbang Polonia pukul 03.00 pagi, dibantu Sinta dengan dukungan 12 truk pasukan. Mereka menahan

laporan khusus 15

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

SEMINAR

Kiri ke kanan: Kasdam I/BB Brigjen Andogo Wiradi, Kader Partai Golkar Cosmos Batubara, Moderator Edi Sumarno, Dosen Sejarah FIB UI Prof Susanto Zuhdi, dan Siti Asiyah dari Kemensos RI mengisi Seminar Nasional Perjuangan Jamin Gintings dalam Merebut, Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia di Wisma Pariwisata USU, Selasa 21 Januari.

Film, Hadiah Ulang Tahun untuk Likas Ridho Nopriansyah pejabat militer yang tak mau bergabung. Sehari sebelumnya, Presiden Syarifuddin Prawiranegara memberlakukan Operasi Pengamanan PRRI/ Permesta. Maka, Jamin Gintings melaksanakan Operasi Bukit Barisan untuk memburu Boyke yang semakin memperluas area pemberontakan ke arah Tapanuli untuk bergabung dengan PRRI/ Permesta di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Jamin Gintings mendatangkan bantuan dari luar teritorialnya, ada Yon Infantri Siliwangi, satu kompi Pasukan RPKAD dan satu kompi PGT/AURI. Selama dua minggu, Pasukan Jamin Gintings beserta Batalyon 137 bergerak dari Sidikalang, via Dolok Sanggul, Siborong-borong, Tarutung, hingga Sibolga. Sementara itu pasukan Batalyon 133 Siliwangi pimpinan Mayor Raja Sahnan bergerak dari Rantau Prapat, via Kota Pinang, Gunung Tua, Panyabungan hingga ke Bukit Tinggi di Sumatera Barat. Hingga 27 April 1958 akhirnya Boyke dan pasukannya menyerah kepada pasukan Batalyon 137. Semua wilayah yang sempat diduduki Boyke seperti Lapangan Udara Pinang Sori kembali dikuasai Kodam TT I/BB.

Dengan demikian rencana PRRI/Permesta untuk merebut Sumatera Timur dan Tapanuli berhasil digagalkan. Wartawan senior Muhammad Tuk Wan Harira‒akrab disapa Muhammad TWH‒ yang meliput untuk Harian Mimbar Umum kala itu menyimpan rapi beberapa artikel terkait Jamin Gintings. TWH berkomentar, pada dasarnya Jamin Gintings layak jadi pahlawan nasional. Pun dengan tokoh pahlawan nasional lain dari Sumut. Setiap tokoh punya latar belakang berbeda. “Tetapi tetap memperjuangkan dan mempertahankan harkat dan martabat bangsa,” ujar TWH. TWH menilai perjuangan menumpas gerakan separatis menjadi poin lebih dan paling menonjol dari Jamin Gintings. Setiap tokoh yang terlibat gerakan memadamkan aksi pemberontakan era tahun 1950-an di Indonesia layak jadi pahlawan nasional. Sebelum meninggal dunia di Kanada saat bertugas sebagai Duta Besar Indonesia, Jamin Gintings merupakan kader Partai Golongan Karya dan menjadi anggota parlemen era Presiden Soeharto. “Bagi saya, Jamin Gintings sudah pahlawan,” tegas TWH.

Awalnya, karena jarang melihat film dengan tema patriotisme kaum perempuan, akhirnya tahun lalu terbersit niatan Riahna Gintings untuk menjadi produser film biografi Likas Tarigan Jamin Gintings. Film ini akan disutradari Rako Prijanto, sutradara Sang Kyai. Likas Tarigan Jamin Gintings adalah istri Letnand Jenderal Jamin Gintings dan Ibu dari Riahna Gintings. Sejauh ini, sejumlah nama besar akan berperan dalam film ini. Menurut Riahna, Likas muda akan diperankan oleh Atikah Hasiholan atau Laura Basuki. Sedangkan Likas tua akan diperankan oleh Christine Hakim. “Beliau (Christine Hakim –red) sudah tanda tangan kontrak,” ujar Riahna. Sedangkan untuk tokoh Jamin Gintings, ada dua aktor yang sudah setuju untuk berperan, Ario Bayu dan Tora Sudiro. “Kita cuma pilih satu. Siapa dia, tunggu saja,” tambah Riahna. Proses syuting dilakukan sejak Maret hingga April 2014. Tanah Karo akan mendominasi latar tempat film yang naskahnya ditulis oleh Titien Wa-

timena, penulis skenario Hello Goodbye. Trailer film akan diluncurkan Juni, bertepatan dengan ulang tahun Likas yang ke-90. “Filmnya rilis Agustus,” tambah Riahna. Untuk judul film, Riahna merahasiakannya. Namun, sepertinya tidak mengambil judul Perempuan Tegar dari Sibolangit, seperti buku biografi yang memuat kisah hidup Likas. “Judulnya akan singkat, enggak pakai kata perempuan atau wanita,” tegas Riahna. Menurut Suprayitno, peneliti sejarah Lembaga Penelitian USU sosok Likas menggambarkan pribadi yang kuat. Ialah yang mendampingi Jamin Gintings menembus kemerdekaan, peristiwa agresi militer Belanda, hingga wafat saat menjadi Duta Besar. Likas pun dikenal sebagai pengusaha, mengolah perkebunan. Likas pernah jadi guru di 1941 hingga 1945. Kemudian menjadi anggota MPR-RI dari Partai Golongan Karya selama dua periode, tahun 1978-1983 dan 1983-1988. “Beruntung, Jamin Gintings juga punya istri yang inspiratif,” tambah Suprayitno.


16 mozaik

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

cerpen

M

alam mulai pekat, bulan mulai tinggi, dan para nokturnal menggeliat dinaungi rembulan. Ivan bersama para tikus, dan mahkluk malam lain menjelajahi malam, bulan adalah titik di tengah lingkaran bagi mereka. Tapi Ivan lebih tinggi derajatnya, dia memakai seragam! Dia penjaga malam di stasiun kereta yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Siang hari berbanding terbalik dengan malam. Hiruk pikuk dan kesepian. Tak ada abang penjual rokok, tak ada orang baru datang dari desa, tak ada siapa-siapa. Seperti biasa, dengan seragam hijau lumut dan senter tua andalan, Ivan menyusuri stasiun. Bangunan stasiun terlihat lebih megah saat malam, seperti roh para leluhur bangkit dan memulai kegiatan mereka. “Dasar bangunan tua!” Ivan mengisap rokoknya. “Seperti anak kecil saja, harus dijaga tiap malam.” Walau menggerutu, dia senang ada disini. Bisa belajar sejarah tanpa perlu guru. Seolah seluruh tembok bicara padanya, pilar-pilar tua mengajarinya, dan setiap gerbong kereta mengajaknya berpetualang ke masa lalu. Lelah berkeliling dan menggerutu, Ivan duduk di kursi panjang yang terletak berjejer di stasiun. Di sela istirahatnya Ivan menangkap sosok wanita. Duduk di ruang tunggu, menghadap rel. Siapa? Malam-malam seperti ini? “Kenapa berdiri di situ?” Suara Wanita. Deg. Napas Ivan tinggal satu-satu. Si Wanita berkata, “tenang, saya orang sini. Tiap malam di sini, kebetulan aja ngeliat saya baru sekarang.” Ivan tenang, raut wajahnya tidak lagi khawatir, namun tetap waspada. “Ibu ngapain di sini?” tanya Ivan. “Menunggu, boleh minta rokok?” balas Si Wanita. “Boleh.” “Makasih.” “Ibu nungguin apa?” tanya Ivan. Diam. Lama semuanya hening. “Anakku. Ini terjadi 55 tahun lalu,” suara Si Wanita terdengar samar, kalah oleh desir angin.

*** Tahun 1953. Kota ini masih baru, belum banyak gedung, jumlah mobil bisa dihitung dengan jari. Aku bagian dari peradaban kota ini, janda beranak satu. Suamiku sudah mati, kecelakaan saat ikut membangun stasiun. Tulang punggung keluarga, dan tiba-tiba mati. Aku bingung harus bagaimana, apalagi anakku masih kecil.

Kereta Terakhir Reyhan Alqadrie S Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik 2013

Akhirnya, aku memilih untuk jual rumah. Kami pindah ke rumah yang lebih kecil, tanpa kamar. Hanya ada dua ruang, ruang utama dan kamar mandi. Aku bekerja serabutan, jadi apa saja, asal kami makan. Sebelas tahun kami hidup seperti itu. Dari anakku kecil hingga beranjak dewasa. Tak sekalipun aku memberinya kesempatan untuk menerima pendidikan formal. Tak ada biaya. Aku yang mengajarinya di rumah. Semua ilmu yang aku tahu aku ajarkan. Pertengahan Desember, dekat tahun baru. Fra‒anakku‒ingin pergi merantau. Aku bilang padanya, ‘tidak usah, Nak. Bertahuntahun kita lewati bersama. Ibu tak ingin apa-apa, cukup tidak tinggalkan ibu.’ Dia bilang, ‘Bu, aku sudah cukup umur untuk bekerja! Setidaknya kita bisa hidup lebih layak.’ Aku hanya diam dan menangis, aku pikir apa sudah saatnya? Aku belum siap. Namun sekuat apapun aku bergelut dengan hati, waktunya tiba juga. Antara ingin dan tak ingin dia pergi. Aku tak ingin bersikap egois dengan menahannya mengejar kehidupan yang lebih layak. Tapi aku juga tak mau berbohong dengan mengatakan aku baik-baik saja. Akhirnya aku membiarkannya pergi. Aku mengantarnya ke stasiun. Aku berikan pesan-pesan padanya. Aku bilang, ‘Kirimi ibu surat jika kau sempat.’ Dia tersenyum, kemudian memelukku erat, ‘Aku janji, Bu. Aku akan perbaiki keadaan kita. Aku akan kembali ke rumah.’ Aku dan Fra berurai air mata. Aku ingat sekali. Suara peluit kereta saat dia pergi. Mengucapkan selamat jalan. *** “Mau minum kopi, Bu?” tanya Ivan sesaat setelah Si Wanita menyelesaikan ceritanya. “Tak usah,” sahut Si Wanita.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

“Lalu, apa yang terjadi?” “Lama aku menunggu surat darinya. Tak satu pun datang ke alamatku. Barangkali Fra lupa alamat rumah kami, jadi tak pernah memberi kabar. Aku akan menunggunya di sini, jadi dia tak perlu tersesat saat pulang nanti,” jelas Si Wanita. Binar-binar harap masih jelas di matanya. Ivan terdiam, tak tahu harus bersikap seperti apa. “Sampai kapan Ibu akan menunggunya?” tanya Ivan. “Entahlah,” sahut Si Wanita. Lalu, “Kau mau membantuku? Kalau kau melihat wajah ini, hubungi aku,” pinta Si Wanita. Selembar foto diangsurkan pada Ivan. Terlihat tua, sisi ujung foto pun dimakan usia. Ada sosok wanita muda di sana. Menggunakan baju berenda lengkap dengan topi lebarnya. Khas noni-noni Belanda, tapi yang ini terlihat sederhana.

*** Pagi ini matahari bersinar dengan kuat. Memaksa mataku membuka, meskipun sebenarnya enggan. Harum kopi tercium dari arah dapur, ah sepertinya istriku yang membuatnya. Perlahan kulangkahkan kaki menuju dapur. “Sudah baca koran hari ini? Ada sesuatu yang ditemukan di stasiun itu,” istriku menyapaku, bukan dengan ucapan selamat pagi. Dengan malas aku membaca koran lokal yang sudah ada di atas meja makan. Aku mencari-cari pemeberitaan yang berhubungan dengan stasiun. Tetap tak ku temukan. “Yang ini,” tunjuk istriku pada kolom kanan bawah koran. Ditemukan mayat wanita tak dikenal di hutan belakang stasiun. Wanita ini korban pemerkosaan, kemudian dibunuh. Ada fotonya di sana. Sepertinya aku mengenal wajah yang ada di sana. Lama aku terdiam kemudian tersentak. Aku yakin sekali ini orang yang sama, meskipun dengan wajah dan dandanan yang berbeda. Bergegas aku mengambil foto yang baru aku terima tadi malam. Kucocokkan dengan wajah yang ada di koran. Sama persis. Ku ambil telepon genggam lalu menghubungi nomor telepon yang juga baru aku dapat tadi malam. Tuutt tuutt tuut, tersambung. “Halo, dapat berbicara dengan Ibu Munawar?,” tanyaku. Napasku memburu. “Siapa ini,” tanya suara di seberang. “Kenalannya beliau, aku mau memberitahukan keberadaan Fra. Bisa aku berbicara dengannya?.” “Jangan bercanda. Munawar sudah meninggal sebulan yang lalu. Kami tetangganya.”


SUARA USU, EDISI 96, maret 2014

sorot

mozaik 17 puisi

Ritual Pangir Khas Karo Fredick BE Ginting

Pangir ada di setiap suku. Tujuannya pun sama. Tapi, pangir di Karo punya ritual unik. Salah satunya menginjak sebilah parang. Beberapa bulan lalu, saya menjalani ritual atau tradisi adat Karo, pangir yaitu mandi dengan campuran jeruk nipis, bunga rampai, dan air mawar. Iting‒Nenek‒saya bilang pangir dilakukan untuk melepas sial dan minta perlindungan leluhur karena beberapa hari sebelumnya saya mengalami kecelakaan sepeda motor dua kali. Pangir berasal dari kata langir artinya ramuan pencuci rambut. Namun, dalam budaya Karo ialah upacara religius yang dulu digunakan suku Karo beragama Pemena. Pangir dipercaya dapat menghilangkan atau menjauhkan roh jahat yang mengganggu ketenangan seseorang. Dalam pelaksanaannya, yang dapat mengobati adalah para orang tua yang dapat berkomunikasi dengan indra keenam dan setiap orang yang diobati akan dimandikan di sungai yang dipercaya memiliki kekuatan positif untuk mengembalikan keadaan seseorang ke semula. (Novrasilova dkk : 2010) Alasan dan tujuan masyarakat Karo melakukan pangir yaitu ungkapan terima kasih dan syukur pada Dibata (Tuhan) telah diberi rahmat, memohon kesembuhan dari penyakit yang tak kunjung sembuh, memohon pengabulan sebuah permintaan, terakhir buang sial. Biasa dilakukan setelah mendapat firasat buruk. Selain di Karo, pangir juga dikenal oleh suku Melayu, Mandailing, Minang, dan Aceh Singkil. Sebenarnya, tak ada yang berbeda, pangir yang

dilakukan oleh suku-suku tersebut juga untuk buang sial dan menolak bala, paling sering dilakukan menjelang Ramadan. Perbedaannya melalui ritual. Di Karo, saya harus menginjak sebilah parang, istilahnya “menginjak” kesialan yang menaungi saya. Sementara untuk sepeda motor, saya diperintahkan untuk melindas sebutir telur ayam kampung (telur diibaratkan sebagai nasib sial). Berbeda dengan suku lain yang cukup menjadikan pangir sebagai sampo saat mandi. Pelaksanaan pangir di Karo bisa dilakukan dengan cara lain. Misal, melibatkan penyembelihan ayam diiringi musik tradisional Karo. Dulu, pangir dilakukan tak sesederhana sekarang. Seorang guru harus memandu pelaksanaan pangir dengan membacakan mantra-mantra tertentu seolah berkomunikasi dengan roh jahat. Seperti budaya adat dan suku lain, perubahan tata cara ini berubah seiring berkembangnya zaman. Tradisional ke modern, berorientasi pada alam (nature-oriented) menuju orientasi teknologi (technology-oriented), serta kepercayaan terhadap mistis (gaib) menuju keyakinan pada rasionalitas akal pikiran. Seiring perkembangan zaman, generasi tua semakin sedikit menurunkan hal ini pada generasi di bawah. Selain keluarga saya, beberapa teman saya–keluarga suku Karo–juga masih melakukan tradisi ini, meskipun tidak banyak. Ibarat ular berganti kulit, isinya tidak berganti. Itulah kira-kira gambaran inti dari budaya. Tata cara atau `kulit ular` boleh berubah, tapi esensinya jangan. Dalam kasus saya, esensi yang hendak disampaikan Iting adalah agar tetap percaya leluhur, adat, dan Dibata.

Gedung Renta yang Semakin Menua Zakiyah Rizki Sihombing Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik 2012

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Gedung renta yang semakin menua Ia lusuh berbalut debu Warna yang mulai rapuh Dinding membisu berharap hancur Menyeka air mata yang tak berbanding Tuan mana yang harus diamuk Mengapa terlihat jelas perbedaan Antara gedung ini, gedung itu... Mereka bermegahan Kami kesusahan Mereka nyaman Kami kepanasan Gedung renta yang semakin menua Haruskah kami mengetam diri Lalu membusuk dengan senyap Lihatlah gedung renta yang tak seberapa Ada luapan rasa yang berbeda Ketika hak yang serupa Dijadikan terlalu berbeda Bahkan hampir tak menyerupa Semampunya hanya mematut doa, saja…

si poken MUSIM POLITIK!

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU


18 potret budaya

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

Redupnya Eksistensi

Kesultanan Deli Rati Handayani Setelah Indonesia merdeka, Kesultanan Deli tak lagi jalankan pemerintahan. Ia hidup bernegara dan hanya jalankan adat budaya. Tantangannya, bagaimana agar kesultanan tetap eksis saat zaman sudah mengglobal.

K

ISTANA KESULTANAN

Gedung Istana Maimun di Jalan Brigjen Katamso, Jumat (7/3). Bangunan ini dibangun sejak Tahun 1888 yang memiliki desain dengan paduan unsur budaya Melayu, Islam, Spanyol, Italia, dan India.

yang tahu ya mengangkat sembah. Kalau tidak, amis pagi, 5 Juli 2005 ada sebuah kabar duka dari Markas Tentara Nasional ya mungkin akan bertanya itu siapa,” jelasnya. Tengku Dicky merasa penurunan eksistensi Indonesia (TNI) Lhokseumawe. Sultan kesultanan ini sudah terjadi sejak Sultan Deli XI, Deli XIII Seripaduka Tuanku Sultan apalagi saat Kesultanan Deli bergabung dengan Otteman Mahmud Perkasa Alam telah Republik Indonesia. Tak ada lagi pemerintahan meninggal saat menjalankan tugas. Pesawat yang seperti biasanya. Sultan Deli bertindak sebagai ditumpanginya tergelincir di Pangkalan Udara kepala adat saja. Malikussaleh, Lhokseumawe. Menurut Tengku Dicky, revolusi sosial tahun Mendengar kabar itu, Tengku Arya 1946-1948 pun berpengaruh. Saat itu, pembeLamantjiji─putra sulungnya─segera terbang dari rontak menyebut Kesultanan Deli feodal. AkiMakassar menuju Medan, bersama ibu dan adiknya. Malamnya, datuk empat suku dan orang besar berge- batnya, Kesultanan Deli jadi kurang mendapat dukungan masyarakat. Itu pula alasan bergelar di Kesultanan Deli bermusyawarah menentukan sernya fungsi sultan menjadi mempertahankan sultan baru. Disepakatilah Tengku Arya Lamantjitji dan melestarikan budaya sejak Sultan Deli XI. menjadi Sultan Deli selanjutnya. Esok harinya, Tengku Arya Lamantjiji ditabalSultan Deli XIV Termasuk dalam jajaran sebagai tokoh masyarakat saat adat,berusia Sultan Deli hanya memberi masukan kan menjadi Sultan Deli XIV dengan gelar Sultan Tengku Arya Lamantjitji 7 tahun kepada pemerintah kota. Misal, Festival Budaya Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam di depan khaMelayu 2012 silam. layak ramai dan jenazah ayahnya. Lalu, Sultan Aji Saat ini, semuanya dituntut harus berpen─panggilannya─ memimpin prosesi pemakaman. didikan dan berprofesi. Sultan Deli XII adalah Begitulah adat Melayu Deli: raja mangkat raja anggota DPR-RI. Anaknya, Sultan Deli XIII ialah menanam. Jika sultan mangkat maka sebelum anggota TNI. Kini, Sultan Aji pun menempuh dikebumikan harus ditabalkan sultan baru untuk sekolah di Makassar. Akibatnya, Sultan Deli tak memimpin prosesi pemakaman. Meskipun menjadi orang paling tinggi di Kesul- banyak lagi ikut serta dalam acara kesultanan. Kesultanan Deli coba pertahankan eksistensi tanan Deli, Sultan Aji tak mengurus adat istiadat lewat Hari Keputraan. Pada hari itu diadakan karena masih di bawah umur dan secara agama pemberian gelar, bisa orang dalam maupun luar belum akil balig. Hal itu diserahkan pada Tengku kesultanan. Sebut saja Wakil Gubernur Sumatera Hamdi Osman Delikhan Al Haj, bergelar Tengku Raja Muda Deli. Namun, Sultan Aji tetap menerima Utara kala ia masih menjabat sebagai Bupati Serdang Bedagai, TB Silalahi, Bachtiar Jafar laporan setiap acara atau kejadian yang berdan masih banyak lagi. Diundang pula jajaran hubungan dengan kesultanan. peme r intah, media dan masyarakat untuk mengSultan Aji menetap di Makassar bersama ibu dan adiknya. Ia bersekolah dan dibesarkan di sana hadirinya. Agustus 2013 , Sultan Aji pulang ke Medan sebab ibunya asli Makassar, dan bekeja di sana. untuk menghadiri acara peringatan 125 tahun Istana Maimoon. Saat itu Kesultanan Deli coba Eksistensi yang Memudar kembali mengikutsertakan masyarakat lewat Tengku Muhammad Dicky, keluarga Kesulta n an Deli mengatakan Sultan Aji hanya datang di donor darah, sunat masal dan berbagi sembako. Tujuannya sama, memperkenalkan dan memacara penting jika berkesempatan. Akibatnya, tak beritahu Kesultanan Deli masih ada. semua mengenal Sultan Deli. “Kalau sultan lewat, Menurunnya eksistensi Kesultanan Deli pun terlihat saat acara rutin menjunjung duli yaitu bentuk sembah yang dilakukan pada seorang sultan yang biasa dilakukan pada Idul Fitri dan Idul Adha layaknya open house berkurang peminatnya dibandingkan dulu. “Biasanya sampai ke dalam istana penuh dengan masyarakat yang menjunjung duli, sekarang hanya balairung dalam istananya aja,” kata Tengku Dicky. Tengku Dicky coba membandingkan Kesultanan Deli dengan Kesultanan Yogyakarta. Menurutnya, Kesultanan Yogyakarta tetap berkuasa dan menjalankan pemerintahan sebab ialah yang memegang pemerintahan. “Gubernurnya, ya sultannya,” tuturnya. Berbeda dengan KesulREPRO DOKUMENTASI |AULIA ADAM | SUARA

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

tanan Deli yang tak punya peran di pemerintahan daerah, sekarang hanya berupa lembaga adat. Ini diamini Dosen Sastra Melayu USU Rozana Mulyani. Ia menilai Kesultanan Deli tak akan bisa memerintah seperti sedia kala karena kondisinya berbeda dengan daerah istimewa lain yang pemerintahannya dipegang sultan. Tugas Sultan Deli dengan kondisi sekarang hanyalah mempertahankan eksistensi agar dirasa tetap ada. Rozana tak menampik, arus globalisasi dan tuntutan zaman membuat Kesultanan Deli harus beradaptasi. IKLAN


SUARA USU, EDISI 96, maret 2014

riset 19

D

h a k i s g n u f r e B Dosen Penasehat Akademik?

alam Keputusan Rektor USU No 1023/J05/SK/PP/2005 tentang Peraturan Akademik Program Sarjana, Bab IV mencantumkan aturan tentang penasehat akademik. Bab tersebut menjadi legalitas bahwa setiap mahasiswa berhak mendapatkan seorang dosen penasehat akademik dengan masa tugas sama dengan masa studi mahasiswa yang dibimbing. Pasal 15 ayat 2 menerangkan bahwa penasehat akademik memiliki empat fungsi, yaitu sebagai fasilitator, perencana, motivator, dan evaluator. Sudahkah mahasiswa mendapatkan atau memanfaatkan haknya tersebut? Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 388 mahasiswa USU, di mana sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error lima persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (Litbang)

1. Apakah Anda pernah atau tidak pernah bertemu dosen penasehat akademik (PA) Anda?

95,6 %

a. Pernah 95,6 % (100% responden di Fasilkom-TI, FF, FKG, FMIPA, dan FPsi menjawab pernah) b. Tidak pernah 4,4 %

2. Untuk urusan apa saja Anda pernah bertemu Dosen PA Anda? a. Hanya tanda tangan kartu rencana studi (KRS) b. Jika pernah dalam kesempatan lain, sebutkan! - Bimbingan - Konsultasi judul - Konsultasi mata kuliah dan pengisian KRS - Proposal skripsi

75,4% 24,6% 42,4% 25,4% 24,6% 7,6%

75,4 %

3. Apakah dosen PA Anda pernah membantu dalam mengenali dan mengidentifikasi minat, bakat, dan kemampuan akademik Anda? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

45,2% 45,4% 9,4%

45,4 %

4. Apakah dosen PA Anda pernah membantu merumuskan rencana studi dalam menyusun mata kuliah yang akan diambil? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

53,5% 40,9% 5,6%

5. Apakah dosen PA Anda pernah memberi motivasi atas kendala akademik atau hasil studi yang Anda rasakan atau Anda raih? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

65,6% 27,7% 6,7%

65,6 %

6. Apakah dosen PA Anda pernah mengevaluasi hasil studi dan mengidentifikasi masalah-masalah akademik atau non-akademik Anda? a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

7. Seberapa penting menurut Anda keberadaan dosen PA dalam menunjang kegiatan-kegiatan akademik Anda? a. b. c. d.

Sangat penting Penting Kurang penting Tidak tahu

56,7 %

56,7 % 34,6 % 8,7 %

44,4% 41,5% 8,3% 5,8%

53,5 %

44,4 %

AUDIRA AININDYA | SUARA USU


20 resensi

SUARA USU, EDISI 96, mARET 2014

Lembaran Peringatan

Pelanggaran HAM Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Jumlah Halaman Harga

: Menolak Lupa! : Faidi A Luto : Palapa (Diva Press) : 2013 : 152 halaman : Rp 30.000,-

Buku ini hadir sebagai peringatan. Peringatan bagi siapa saja yang lupa atau pura-pura lupa. Lupa akan buruknya penegakan HAM di negeri ini. Ini bagian dari sejarah yang tak akan pernah terlupa.

Guster CP Sihombing

S

ekitar pukul 10.30 pagi, seluruh civitas akademika Universitas Trisakti melakukan aksi damai menuntut turunnya Soeharto sebagai presiden di pelataran parkir universitas. Sekitar enam ribu orang bergabung, tak terbayangkan padatnya saat itu. Aksi dimulai dengan penurunan bendera setengah tiang sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Lalu mereka mengheningkan cipta sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia. Kemudian beberapa peserta aksi berorasi serta unjuk rasa. Kegiatan berjalan rapi dan aman. Namun, keadaan memanas ketika aparat keamanan hadir di atas jembatan layang tepat di atas tempat aksi. Massa pun bergerak menuju gedung MPR/DPR untuk menyampaikan aspirasi. Di sana massa ditolak masuk melalui proses negoisasi perwakilan mahasiswa—saat itu disebut SMUT. Alasannya, menimbulkan kemacetan dan kerusakan. Setelah negosiasi panjang, akhirnya aparat dan massa aksi samasama mundur. Kericuhan terjadi saat oknum bernama Mashud yang mengaku alumni mengeluarkan katakata kasar pada aparat. Kericuhan kecil ini bisa diredam dan massa bergerak mundur. Namun, seorang aparat kembali mengeluarkan kata-kata kasar hingga mahasiswa marah dan berniat menyerang. Namun kali ini bisa diredam satuan petugas (satgas) universitas. Tapi, tiba-tiba aparat menyerang mahasiswa dengan tembakan dan gas air mata sehingga mahasiswa berlarian menuju universitas. Saat kepanikan, aparat melakukan penembakan membabi buta, pelemparan gas air mata di sisi jalan, pemukulan dengan pentung dan popor, penendangan dan penginjakan serta melempar mahasiswa ke sungai, lalu ditembak tanpa belas

kasihan sedikitpun serta pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Elang dan kawan-kawan meninggal dunia. Nyaris sama dengan Semanggi I dan II. November 1998, di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta Selatan terjadi pelanggaran HAM berat serupa. Sepertinya penguasa tak jera dengan Tragedi Trisakti. ‘Demi keamanan dan stabilitas politik’, maka enam orang mahasiswa, dua pelajar SMA, dua anggota Polisi Republik Indonesia, seorang satpam, empat orang anggota Pam Swakarsa, dan tiga warga sipil meninggal. Masih tak belajar, penguasa kembali ‘menghabisi’ dua belas orang mahasiswa serta 217 orang terluka pada peristiwa Semanggi II, September 1999. Ketiga tragedi ini adalah potret kekerasan, potret pembunuhan anak bangsa yang hingga kini tak benarbenar diproses hukum. Belum lagi kasus hilangnya Wiji Thukul dan terbunuhnya Munir. Kedua aktivis yang lantang menyuarakan perubahan. Mereka berdiri pada barisan terdepan untuk menuntut ketidakadilan. Ketidakadilan sama diterima masyarakat Aceh dan Papua. Dua daerah paling rawan terjadi pelanggaran HAM. Sebut saja banjir darah di Simpang KKA—simpang jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh—atau tragedi gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia Lhokseumawe. Serupa dengan peristiwa berdarah di Wamena, Wasior, Abepura, Bulukumba, Tembagapura, Aur Jaya dan Universitas Cendrawasih. Trisakti berlalu. Semanggi tinggal cerita. Poso, Ambon, Aceh, Papua hingga kasus pembunuhan aktivis Munir seolah lapuk. Pengusutan pelaku tak menemukan titik kejelasan. Belum lagi hilangnya Wiji Thukul. Tulisan Faidi berkisar pada kekecewaan kepada aparatur negara. Negara seolah diam dengan semua yang terjadi. Pelanggaran HAM yang ada diselesaikan dengan aksi diam atau aksi yang dibuat sekadar nama.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Tak ada hasil kerja maupun manfaatnya. Contohnya pembentukan Tim Kecil Penanganan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu pimpinan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011. Sampai sekarang belum ada hasil jelas. Mengenai aparat yang melakukan pelanggaran, UU No 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer bukan yuridiksi dari perkara pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM berat merupakan kejahatan luar biasa dan proses penyelesaian harus sesuai dengan UU No 20 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Artinya melalui proses pengadilan HAM, bukan Pengadilan Militer. Seolah, buku ini adalah perpanjangan tangan dari keluarga korban, aktivis yang sudah kehilangan akal, mahasiswa yang geram akan keadaan negeri ini, juga sebagai tindak lanjut dari Aksi Kamisan yang dilakukan keluarga korban setiap tanggal 12 Mei setiap tahunnya di depan Istana Negara sebagai menuntut tuntas kasus pelanggaran HAM tersebut.

Banyak buku yang menulis tentang kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Bedanya, dalam buku ini pemikiran Faidi berlandaskan pada pemberitaan media, buku, dan undang-undang. Sehingga, terkesan menghakimi penguasa di zamannya. Ada beberapa kutipan dan organisasi-organisasi kemanusiaan di buku ini. Seperti kontras.org, atjehcyber. net, bbc.co.uk, gatra.com. tempo.co, tribunnews.com, dan masih banyak lagi. Secara penulisan, Faidi mendeskripsikan jalannya tragedi. Meskipun menghakimi, Faidi tetap menjelaskan peran penguasa sebagai pelaku dan rakyat sebagai korban melalui analisis dan fakta di lapangan. Hanya saja, Faidi tak dalam menjelaskan sebuah kasus dengan lebih panjang dan analisis yang lebih mendalam. Alhasil, terbentuklah opini yang dikemas menjadi 22 cerita berbeda tentang pelanggaran HAM di Indonesia dan 152 halaman, padahal apabila Faidi fokus pada satu cerita dan mengupasnya tuntas, kasusnya, buku ini pasti lebih menarik. Namun, secara keseluruhan tujuan buku ini satu arah. Hanya satu, yaitu Menolak Lupa!

IKLAN


SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 96, maret 2014


SUARA USU, EDISI 96, maret 2014

momentum 23

suarausu.co

12 Februari 2014

22 Februari 2014

12 Februari 2014

Turunkan Mobil Etanol

USU Juara Satu SEM Asia 2014

Inflasi

Upah KAP Pengaudit Laporan Keuangan USU 2013 Naik

Tim Horas mendapatkan juara satu di kejuaraan Shell Ecomarathon (SEM) Asia 2014 di Manilia, Filipina 9 Februari lalu. Tim Horas yang turunkan mobil berbahan bakar etanol di kategori Urban Concept berhasil melaju hingga 101,4 kilometer per liter. “Satu-satunya yang sampai garis finish,” ujar Himsar Ambarita, Pembimbing Tim Horas USU. Hal ini jadi kejutan sebab Indonesia berhasil kalahkan dominasi Thailand yang lebih dulu turun di kategori ini. Saat balapan, terdapat kendala seperti lomba tidak dilaksanakan di sirkuit melainkan di jalan raya dan tingginya temperatur udara di Filipina, berakibat pada konsumsi bahan bakar yang semakin tinggi. (Ridho Nopriansyah)

Upah Kantor Akuntan Publik (KAP) pengaudit laporan keuangan USU 2013 naik karena kenaikan harga barang-barang tahun ini. Kenaikan harga barang-barang tersebut berupa ongkos pesawat dan biaya personel. Hal ini disampaikan oleh Harshya Aditya, Manajer KAP Drs J Tanzil & Rekan. Menanggapi hal itu, Pejabat Pembuat Komitmen Suhardi membenarkan USU membayar upah KAP sebesar Rp 313,8 juta naik tiga puluh juta lebih dari tahun lalu yang berjumlah Rp 280 juta. (Tantry Ika Adriati)

21 Februari 2014

26 Februari 2014

FH Bangun Pendopo

Operasional Gedung Baru FEB Juga Terkendala Mebel Gedung baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang selesai dibangun akhir tahun lalu masih belum dapat digunakan. Pasalnya gedung yang akan digunakan sebagai ruang kelas tersebut masih belum miliki mebel. Hal ini disampaikan Devin Devriza Harisdani, Ketua Tim Pelaksana USU ASRI, Jumat (7/3). Dana pengadaan mebel ini berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk pengadaan mebel, Devin mengaku belum tahu berapa dananya, sebab yang perkiraannya ada pada Pejabat Pembuat Komitmen. “Tapi masih di sekitaran di bawah angka Rp 200 juta lah,” sahutnya. (Sri Wahyuni Fatmawati P) . 28 Februari 2014

Yulien Lovenny Ester G | SUARA USU

Suasana pembangunan pendopo di Fakultas Hukum, Jumat (21/2). Bangunan yang ada di sebelah garden class ini ditargetkan selesai akhir Maret. Dana pembangunan kurang lebih sebesar Rp 100 juta ini berasal dari sumbangan alumni FH. (Yulien Lovenny Ester G)

USU Untuk Sinabung IKLAN

Andika Syahputra | SUARA USU

Sejumlah mahasiswa yang menjadi sukarelawan memasuki bus kampus untuk berangkat ke Sinabung, Jumat (28/2). Pemberangkatan keempat ini diikuti 43 mahasiswa dari berbagai fakultas. Mahasiswa yang diberangkatkan akan bantu pelajar SMA kelas XII dalam menghadapi ujian nasional.


24 profil

SUARA USU, EDISI 96, MARET 2014

Ari Pareme Simanullang Lawan Bronkitis dengan Bulutangkis Gio Ovanny Pratama

“Dengan media apa pun kita berkreasi, baik di bidang olahraga ataupun organisasi, jangan mau jadi yang biasa-biasa saja.” -Ari Pareme Simanullang-

D

orlan Panggabean saat itu tengah panik. Tahun 1993, anak pertamanya yang masih berumur satu tahun mengalami sesak napas. Namanya Ari Pareme Simanullang, suhu tubuhnya lebih dari 38 derajat celcius, ia juga batuk-batuk. Sesekali Ari mengalami kejang-kejang. Hampir lima belas menit ia susah bernapas. Dorlan cemas karena itu kali pertama Ari mengalami kejadian seperti itu. Ia dan suaminya bawa Ari ke dokter untuk diperiksa. Setelah diperiksa dokter, Ari divonis menderita bronkitis. Batuk dan sesak napas yang ia alami akibat peradangan pada bronkusnya. Namun, saat itu dokter hanya berikan obat batuk biasa pada Ari. Akibatnya, Dorlan sering bawa Ari keluar-masuk rumah sakit untuk berobat. Hal ini terus terjadi sampai Ari menginjak usia dua tahun. Dalam rentang usia satu hingga dua tahun tercatat ia mengalami empat kali opname. Ia memiliki satu pantangan: tak tahan udara dingin karena paru-parunya sensitif. Karenanya ia dilarang keluar rumah di kala pagi. “Apalagi Tarutung daerah dingin kan,” cerita Dorlan. Dorlan dan suaminya almarhum T Simanullang berpikir keras agar Ari bisa sembuh. Obat yang diberikan dokter tak bisa diandalkan, “Mereka hanya beri obat batuk biasa,” kenang Dorlan sambil tertawa. Hingga Ari berumur empat tahun, secara tak sengaja suaminya menonton sebuah acara di televisi yang memberitahu penyakit bronkitis dapat sembuh berkat menekuni olahraga renang. Lantas suaminya berpikir untuk coba lakukan hal yang sama pada Ari. “Waktu itu papa ajak aku olah raga,” ungkap Ari. Namun, saat itu tak ada kolam renang di dekat rumahnya. Oleh sebab itu, Ari diajari papanya untuk bermain bulutangkis saja. Menurut Ari, papanya bukanlah orang yang hebat dalam hal bulutangkis, ia juga bukan atlet. Papanya hanya sering bermain bulutangkis di Gelanggang Olahraga (GOR), Tarutung. Kendati begitu, papanya bisa mengajari Ari teknik-teknik bermain bulutangkis. Sejak itu Ari mulai bermain bulutangkis di depan rumahnya. Ia bermain terus hingga ia akhirnya suka dan terbiasa. Saat itu ia bermain hanya untuk kesenangan. Kemudian sejak itu pula penyakit bronkitisnya tak pernah lagi kambuh, buktinya ia tak lagi sesak napas. “Dan pada akhirnya, ya aku emang sembuh karena

olahraga,” ucap Ari sembari tersenyum. Dorlan pun membenarkan hal itu. Menurutnya, sejak Ari mulai olahraga, batuknya tak pernah lagi kambuh, sesak napasnya turut sembuh. “Palingan hanya demam biasa yang masih kambuh,” terang Dorlan. Teknik bulutangkis Ari mulai terasah sejak sering bermain di GOR dekat rumahnya di Tarutung. Tiap hari banyak bapak-bapak yang sering main di sana, maka tak heran Ari pun diajak untuk bermain. “Aku langsung main sama mereka yang tua-tua karena enggak ada teman sebaya yang bisa diajak bermain,” cerita Ari sambil tertawa. Hasilnya, kelas enam Sekolah Dasar Ari mulai ikut kejuaraan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di Sibolga. Walaupun kejuaraan yang ia ikuti pertama kali ini belum mampu menghasilkan gelar. Berikutnya selama SMP ia ikut dua kejuaraan tingkat Sumut dan beberapa kejuaraan tingkat Kabupaten Tapanuli Utara. “Kalau kejuaraan tingkat kabupaten itu aku lupa udah berapa kali ikut tapi sejauh itu aku sering menang,” ungkapnya. Saat SMA, Ari harus tinggal di asrama. Di sana tak ada wadah untuk mengembangkan bakatnya lagi. Jadilah Ari fokus belajar. Apalagi di tahun 2009, papanya meninggal dunia. Selama tiga tahun itu, Ari tak sekali pun ikut kejuaraan. Tahun 2011, Ari diterima di Fakultas Hukum USU. Hasrat dan keinginan untuk melanjutkan prestasi di bidang bulutangkis kembali muncul setelah vakum selama tiga tahun sewaktu SMA. Ia

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

mencari wadah yang bisa salurkan kemampuannya, ia temukan unit kegiatan mahasiswa (UKM) bulutangkis. Bertanding di IMT-GT Ari segera mendaftarkan dirin-

Biodata: Nama lengkap: Ari Pareme Simanullang

Tempat dan tanggal lahir: Tarutung, 13 Oktober 1992 Pendidikan: SD St Maria Tarutung (1999-2005) SMP St Maria Tarutung (2005-2008) SMAN 1 Matauli Pandan (2008-2011) Fakultas Hukum USU (2011-sekarang)

Prestasi: -Juara I Tunggal Putri Pemula 2004 Pekan olahraga kabupaten (Porkab) Tapanuli Utara -Juara I Tunggal Putri Taruna 2004-2007 Porkab Tapanuli Utara -Juara I Tunggal Putri Dewasa 2005-2007 Porkab Tapanuli Utara -Juara I Ganda Putri Taruna 2005-2007 Porkab Tapanuli Utara -Juara II Beregu Putri IMT-GT Karnival di Perlis, Malaysia 2012 -Juara II Beregu Putri IMT-GT Karnival di PSU, Thailand 2013

ya ke UKM bulutangkis di semester pertama. Setelah melewati serangkain seleksi, ia pun resmi bergabung. Kemampuannya kian terlihat ketika mengikuti seleksi untuk perwakilan USU di Indonesia, Malaysia, dan Thailand-Growth Triangle (IMT-GT) Perlis, Malaysia. Setelah Ari dinyatakan tergabung ke dalam Tim Beregu Putri USU, Ari punya cara sendiri untuk menang. Ia tetap berlatih dua kali seminggu di UKM Bulutangkis dan bersama tim barunya. Tambahannya, saat di Perlis, ia mempelajari cara dan pola permainan calon lawannya. Menurutnya strategi dalam permainan itu penting. Hasilnya, Tim Beregu Putri USU masuk ke final melawan Tim Beregu Putri dari Universiti Sains Malaysia. “Walau cuma dapat perak, saya bangga bawa nama USU, nama Indonesia,” ungkap Ari. Sekarang Ari lebih fokus kuliah untuk meraih cita-cita yang lain, katanya ia ingin jadi hakim. Pun begitu ia masih tetap ingin bawa tim Beregu Putri meraih prestasi di IMTGT 2014 di USU Agustus nanti. “Mudah-mudahan putrinya bisa dapat emas karena udah dua kali kita cuma dapat perak,” tutup Ari.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.