Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 103

Page 1

EDISI

103

XX/JUNI 2015

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO

IRONI

LABORATORIUM USU LAPSUS SUNGAI DELI, KINI DAN NANTI

RAGAM MASIH MENUNGGU PEMIRA USU 2015


2 suara kita

lepas Redaksi

S

etahun sudah kepemimpinan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) USU 2015 dipimpin oleh Hadi Mansyur Juhri Parangin-angin. Sebagai lembaga yang mengawasi kinerja Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU, keduanya harusnya adalah pihak yang paling dekat. Nyatanya, baik MPMU maupun Pema USU sama-sama menunggu untuk saling ‘menyapa’. Internal MPMU juga diwarnai tak pernah memiliki anggota lengkap. Padahal, surat pengiriman delegasi sudah dikirim ke masing-masing KAM. Idealnya, MPMU memiliki 49 orang anggota, tapi “setiap rapat yang ada tak lebih dari 20 orang,” papar Hadi. Hal ini menyebabkan pengaplikasian fungsi MPMU sebagai pe-

suara redaksi Salam Jurnalistik!

Pertengahan tahun ini SUARA USU kembali menghadirkan tabloid edisi 103. Kali ini kami kembali dengan banyak penyempurnaan di berbagai sisi. Ini sebagai bentuk komitmen kami kepada pembaca setia untuk terus menyajikan informasi yang terpercaya. Semoga para pembaca setia tak bosan untuk terus membaca tabloid kami. Sajian utama kami kali ini membahas secara mendalam tentang laboratorium se-USU. Fasilitas �ital bagi mahasiswa ini nyatanya belum menjadi perhatian serius bagi pihak pengembang. Bagaimana sebenarnya pengelolaan laboratorium yang ada dan apa pula solusi untuk permasalahan ini? Lalu kami sajikan juga perbandingannya dengan pengelolaan di

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Apa Kabar MPMU USU?

ngawas tak bisa dengan maksimal. Kalau saja sejak awal permintaan anggota masing-masing KAM didesak dengan benar-benar dan masingmasing KAM meletakkan kepedulian, mungkin saat ini MPMU bisa menjalankan fungsi secara maksimal dengan jumlah anggota yang ada. Mungkin saat ini MPMU sedang bersama Pema USU mempersiapakan Pemira 2016 dan Kongres TLO. Ini sudah terjadi. Kondisi MPMU memprihatinkan. Pun begitu, rasa-rasanya tak semua orang sadar akan kondisi ini. Mulai dari Pema USU, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF), pema fakultas, KAM, hingga mahasiswa. Sadar mungkin, tapi bingung alih-alih tak peduli, karena internal MPMU pun sepertinya pasrah saja. Meskipun pesimis, Hadi selaku Ketua Umum MPMU USU 2015, harus segera mencari solusi, masanya tak lama lagi.

suara pembaca Fasilitas Laboratorium

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan Hadi dan kawan-kawan yang terlibat. Tarik dan kumpulkan anggota MPMU yang tersisa, jalankan dan bagi tugas masing-masing sesuai pembagian divisi yang ada agar setidaknya MPMU bisa menjalankan fungsinya, minimal pengawas pema dan penyampai aspirasi mahasiswa. Atau layangkan dan tegaskan kembali pada KAM-KAM yang mengisi kursi MPMU untuk mengirimkan sejumlah delegasi yang dibutuhkan. Yang ini, Hadi harus benar-benar tegas, tak bisa hanya sekadar mengirim surat dan biarkan semuanya berjalan layaknya air. Pasrah. Kini MPMU harus fokus terhadap pengawasan laporan pertanggungjawaban Brilian di akhir masa jabatan sebagai Presiden Mahasiswa 2014-2015. Juga, pelaksanaan Kongres TLO.

Fakultas Pertanian (FP) sebagai fakultas eksakta yang mayoritas melakukan penelitian, layaknya dilengkapi dengan sarana prasarana laboratorium (lab). Selama ini mahasiswa kurang alat paraktikum bahkan beberapa lab untuk mahasiswa tingkat atas tidak memiliki ruang.

Gito Marnakkok Pardede Fakultas Pertanian 2011

Dana Kegiatan Ada baiknya fakultas menyediakan dana anggaran rutin yang jelas untuk pemerintahan mahasiswa (pema) di fakultas, juga untuk organisasi intra lain. Untuk memudahkan pelaksanaan program kerja, susah kalau harus pengajuan proposal terlebih dahulu.

Agung Handy Fakultas Hukum 2011

suara sumbang universitas lain. Kisahnya kami bagi menjadi dua Main Story yang menarik. Baca laporan lengkap reporter SUARA USU di rubrik Laporan Utama. Di tahun 80-an, pemerintahan orde baru sempat menggalakkan usaha tambak udang windu di kawasan Kampung Nipah guna meningkatkan perekonomian desa. Sebagai gantinya hutan bakau di sekitaran kawasan Kampung Nipah terpaksa dibuka untuk tambak. Akibatnya, abrasi di kawasan pantai tak terelakan. Lantas, bagaimana kesadaran dan usaha masyarakat Kampung Nipah yang perlahan kembali melestarikan keberadaan hutan bakau? Kami sajikan mendalam di rubrik Podjok Sumut. Jangan lewatkan juga informasi tentang Songket Deli. Songket de-ngan corak asli Kerajaan Deli ini mulai kehilangan gaungnya di kalangan masyarakatnya sendiri. Eksistensinya

hanya sebatas pelengkap di acara perkawinan dan syukuran adat Melayu Deli. Lalu bagaimana warisan budaya ini melewati kemajuan zaman yang terus mengikis budaya luhur. Baca cerita lengkapnya di rubrik Potret Budaya. Ulasan alegori politik atas pemerintahan totaliter Uni Soviet dalam buku karangan George Orwell pun kami sajikan dalam rubrik Resensi. Animal Farm. Buku yang kembali dirilis dalam terjemahan Indonesian di tahun 2015 ini menyajikan kisah revolusi yang diperankan oleh hewan-hewan di sebuah peternakan. Jangan lewatkan! Sekian pengantar dari Redaksi SUARA USU. Semoga informasi yang kami berikan dapat bermanfaat dan membawa perubahan. Sampai ketemu di tabloid selanjutnya. Selamat membaca! (Redaksi)

Pema USU lagi persiapan menuju Pemira 2015 Semoga lancar ya, konkawan! BEM SI adakan RAKERNAS di Padang Ini bukan sekadar ajang kumpulkumpul cari perhatian kan, ya?

Ralat Di tulisan Pejabat Rektor ‘Selingan’ Menjelang Pemilihan Rektor dalam rubrik Ragam edisi 102 tertulis Peraturan MWA Tahun 2014 Nomor 03 Pasal 8, seharusnya Nomor 02.

konten

FOTO BERSAMA | Anggota Pers Mahasiswa SUARA USU berfoto bersama dua karyawan TVRI (tengah), Kamis (30/4). Setiap tahunnya SUARA USU mengadakan kunjungan media di sekitar Kota Medan untuk guna memantapkan sistem kerja media. SRI WAHYUNI FATMAWATI P | SUARA USU

suara kita laporan utama opini dialog ragam galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya riset resensi iklan momentum profil

2-3 4-7 8 9 10-11 12 13 14-15 16-17 18 19 20 21-22 23 24


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

suara kita 3

kata kita

Sudah Efektifkah Penggunaan Buku di Perpustakaan USU?

DESAIN SAMPUL: YANTI NURAYA SITUMORANG FOTO SAMPUL: Vanisof Kristin Manalu

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Lazuardi Pratama Sekretaris Umum: Shella Ra�iqah Ully Bendahara Umum: Rati Handayani Pemimpin Redaksi: Sri Wahyuni Fatmawati P Sekretaris Redaksi: Yanti Nuraya Situmorang Redaktur Pelaksana: Erista Marito Oktavia Siregar Koordinator Online: Tantry Ika Adriati Redaktur Cetak: Febri Rahmania Arman Maulana Manurung Redaktur Foto: Wenty Tambunan Redaktur Artistik: Anggun Dwi Nursitha Redaktur Online: Yulien Lovenny Ester Gultom Reporter: Dewi Annisa Putri, Nurhanifah, Lita Adelia Matondang, Siska Armiati Fotografer: Vanisof Kristin Manalu, Yuliana Rahma Solin Desainer Gra�is: Yanti Nuraya Situmorang Alfat Putra Ibrahim Ilustrator: Yulien Lovenny Ester Gultom, Arman Maulana Manurung, Alfat Putra Ibrahim Pemimpin Perusahaan: Ika Putri Agustini Saragih Manajer Iklan dan Promosi: Amelia Ramadhani Desainer Gra�is Perusahaan: Andreas Hutagalung Staf Perusahaan: Deli Listyani Kepala Litbang: Fredick Broven Ekayanta Ginting Sekretaris Litbang: Mutia Aisa Rahmi Koordinator Pengembang an SDM: Amanda Hidayat Koordinator Riset: Santi Herlina Staf Pengembangan SDM: Elda Elvianti Staf Kepustakaan: Eka Wahyu Sundari Staf Riset: Dewi Iriyani

Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Liston Aqurat Damanik, Eka Dalanta, Firdha Yuni Gustia, Richka Hapriyani, Bania Cahya Dewi

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: www.suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Gra�ika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Pro�il (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlanggan an, Hubungi: 085762303896, 085763407464 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email suarausutabloid@ymail.com

P

erpustakaan sebuah universitas seyogyanya menyediakan kebutuhan mahasiswa akan ilmu pengetahuan. Sebab, perpustakaan ialah sumber ilmu yang wajib menyokong keberlangsungan akademik mahasiswa. Tak bisa dipungkiri, meskipun saat ini perkembangan teknologi tak lagi bisa dibendung, penggunaan buku masih jelas eksistensinya. Dari segi kuantitas, koleksi buku di Perpustakaan USU terbilang besar, namun pertanyaannya, sudah efektifkah penggunaan buku-buku yang ada oleh mahasiswa? Sejauh mana buku-buku yang ada cukup membantu kefektifan mahasiswa? Ini komentar mahasiswa USU! TEKS DAN FOTO: NURHANIFAH

Fitri R Silaan - Fakultas Psikologi 2011 Efektif sih, waktu saya semester awal buku untuk tugas ada di Perpustakaan USU. Tapi, perlu ditambah buku terbitan terbaru biar mahasiswa tahu perkembangannya. Jadi ilmunya terus berkembang karena buku ada yang untuk di-baca. Terus, kalau bisa perpustakaan bikin kartu slip peminjaman, kalau kertas bukti peminjaman kayak sekarang kurang efektif. Habis kertasnya kecil dan gampang robek.

Muhammad Irsan - Fakultas Ilmu Budaya 2013 Kurang efektif. Buku–bukunya lebih banyak mengenai negara Inggris, bukan mengenai sastra Inggrisnya. Padahal yang dibutuhkan mengenai sastranya. Jadi, kalau bisa perpustakaan bisa menambah buku tentang sastra Inggris buat menunjang prestasi mahasiswa. Terus juga, susunan buku harusnya sesuai nomor yang di rak, supaya gampang mencarinya.

Asbi Syahreza Putra - Fakultas Kesehatan Masyarakat 2014 Sudah efektif sih, kan buku–buku ada di perpustakaan fakultas juga di perpustakaan pusat. Tapi jumlah nya terbatas. Jadi kita mesti cepat meminjamnya sebelum yang lain. Kan pasti sama-sama pakai karena tugasnya sama. Jadi mestinya perpustakaan bisa menambahkan buku dengan judul sama, biar semuanya bisa pinjam buku.

Vandi Hutagaol - Fakultas Hukum 2012 Efektif. Soalnya buku–buku yang dibutuhkan mahasiswa tersedia. Sayangnya, penjaga perpustakaan kurang memperhatikan buku–buku yang belum dikembalikan mahasiswa. Kayak kemarin pas saya mau pinjam buku, enggak bisa karena bukunya belum dikembalikan. Saya tanya kenapa masih di maha-siswa jawabannya karena belum ditagih oleh penjaga perpustakaan. Ya, kalau begitu terus, lama–lama koleksi buku perpustakaan akan berkurang dan tak lengkap.

Charissa Ardhina - Fakultas Kedokteran Gigi 2008

Menurut aku kurang efektif. Contohnya, waktu aku lagi menyusun skripsi, jadi perlu jurnal-jurnal terbaru. Tapi waktu dicari banyak yang enggak ada. Lagian untuk Ilmu Kedokteran Gigi, buat menyusun skripsi itu kan harus dari buku– buku maupun jurnal. Sempat mengakses jurnal USU, tapi enggak bisa diakses. Soalnya saya enggak ngerti, terlalu banyak persyaratannya. Baiknya pihak perpustakaan menyosialisasikan cara mengakses e-journal tersebut biar bisa digunakan mahasiswa.

ILUSTRASI : ALFAT PUTRA IBRAHIM | SUARA USU


4 laporan utama

Ironi Laboratorium USU SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Laboratorium di USU Jauh Panggang dari Api

USAI PRAKTEK|Asisten laboratorium menilai hasil praktikum pada Mahasiswa Biologi, Jumat (5/6). Ruangan yang digunakan masih sangat perlu dibenahi karena tak sesuai dengan standar laboratorium. FOTO : VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

Koordinator Liputan: Febri Rahmania Reporter: Lazuardi Pratama, Sri Wahyuni Fatmawati P, Dewi Annisa Putri dan Febri Rahmania. Febri Rahmania Nyatanya, fasilitas vital bagi penelitian dan pendidikan mahasiswa USU ini masih belum ditangani serius. Kekurangan di sana sini. Jauh dari ekspektasi. Ya, ini cerita laboratorium (lab).

B

egitu masuk r u a n g a n laboratorium beton di Fakultas Teknik (FT), tampak beberapa karung semen disusun di atas meja dari tegel putih. Di antara peralatanperalatan pengujian beton, menyatu dengan dinding paling kanan agak ke belakang ada sebuah bak persegi berisi puluhan beton silinder dan kubus yang direndam dalam air. Tujuannya menjaga suhu benda uji, supaya proses hidrasi semen sempurna. Rahmi Carolina, Kepala Lab Beton menceritakan kondisi lab yang diampunya itu. Peralatannya cukup memadai. Bahkan untuk uji komersil, pelaku proyek besar pembangunan yang ada di Medan pun percayakan pengujiannya pada Lab Beton USU.

Namun, beberapa peralatan di lab memang masih manual. Contohnya, alat uji kokoh tekan bahan beton. Di universitas lain, kebanyakan sudah memakai alat uji digital. Ke depannya, ia berencana mengganti dial alat ini, dari dial pembacaan jarum jadi dial digital. Selain pengadaan peralatan, pemeliharaannya juga jadi masalah krusial. M Arif Aff andy, mahasiswa FT 2013 bilang bila mesin mixer rusak, ia dan asisten lab perbaiki sendiri dengan dana pribadi. “Pakai kas pribadilah,” tuturnya. Hal ini lebih baik menurut Arif, daripada menunggu teknisi dari dekanat. Mengenai pemeliharaan peralatan yang ada, dijelaskan Rahmi, saat ini Lab Beton punya dua mesin mixer untuk mengaduk campuran bahan pembuat beton. Karena sudah cukup lama dipakai, mixer beberapa kali rusak. “Waktu zaman kami kuliah dulu pun masih itu yang dipakai,” ujar Rahmi. Semester ganjil 2014 lalu, ia pernah ajukan penambahan mesin mixer. Hasilnya, didapat tambahan mixer dari dekanat, namun ukurannya lebih kecil. Diungkapkan Rahmi,

biasanya fakultas lebih sering mengabulkan bahan habis pakai saja, misalnya semen. Sedangkan untuk permintaan peralatan lab tak selalu dikabulkan. Kata Rahmi, semen datang sekali dalam satu semester, begitu pun kerikil dan pasir. Untuk semester genap ini ada dua puluh karung semen. Seringnya, semen dari fakultas tersebut kadang membeku karena lama tersimpan sebelum dipakai. Jadi bila kemudian kekurangan semen, mahasiswa harus rogoh kocek pribadi. Kata Arif, dengan kondisi peralatan lab yang ada saat ini, memang tak menyebabkan kendala berarti untuk proses trial and error kegiatan praktikum sehari-hari maupun saat ada perlombaan. Namun Arif membandingkan dengan lab di universitas lain yang peralatannya sudah lebih maju teknologinya. Ia mencontohkan peralatan uji kuat tekan beton yang dial pembacaannya masih manual, “di Jawa enggak dipakai lagi peralatan kayak gitu.” Ia juga pertanyakan soal kesesuaian lab yang ada dengan nama lab di kartu rencana studi. Pada mata kuliah Lab Rekayasa Bahan Konstruksi, idealnya lab harus punya alat pengujian tak hanya beton tapi juga kayu dan

baja. Misalnya alat uji tarik baja dan pengujian kadar air kayu. Namun kenyataannya hanya lab beton yang ada. “Bahan rekayasa kan enggak cuma beton,” tegas Arif Mengenai alokasi anggaran dana untuk lab di FT, Wakil Dekan II FT Hamidah Harahap saat ditemui SUARA USU menolak berkomentar. “Belum bisa sekarang,” katanya. Nasib kurang berutung diterima mahasiswa prodi Teknik Lingkungan. Abdul Ha�idz Nainggolan. Ia berkisah, sejak semester lima dan kini ia semester enam, ada dua praktikum yang ditunda. Di kartu rencana studinya tercantum Praktikum lab Lingkungan I di semester lima dan Praktikum Lab Lingkungan II di semester enam yang sedang ia jalani saat ini. Penyebabnya, belum ada lab lingkungan di USU. “Gedung �isiknya saja enggak ada, apalagi peralatannya,” kata Ha�idz. Ha�idz mengatakan untuk sementara mata kuliah Lab Lingkungan ditunda. Saat ini Ha�idz bilang dosen Lab Lingkungan sedang mengupayakan kerja sama dengan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Provinsi Sumatera

Utara. Kondisi serupa dialami Baja Hendriko Silaban, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012 yang mengambil kelas peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Di semester enam ini ia ikuti praktikum K3. Sebanyak delapan kali pertemuan setelah ujian tengah semester. Namun karena di FKM belum ada lab khusus peminatan K3, ia dan 65 orang kawannya mesti bergiliran praktikum ke Lab K3 yang beralamat di Jalan Yos Sudarso Kilometer 11, 5. Praktikum dibagi jadi dua gelombang, 33 orang di hari Rabu dan sisanya harus ke Balai K3 pada hari Kamis. Peralatan di sana cukup lengkap, tenaga pengajar dan teknisinya cukup profesional. Mahasiswa tak dipungut biaya lagi karena FKM sudah bekerja sama dengan Lab K3. Namun yang menjadi kendala adalah jarak tempuh yang jauh. “Jadinya kurang efektif,” kata Baja. Kendala lain yang sering ia hadapi adalah saat waktu kegiatan praktikum tak sejalan dengan waktu kuliah ganti. “Tiba-tiba ada kuliah ganti, ya susahlah,” ujarnya. Sebab jarak yang jauh tak memungkinkan untuk mengejar waktu agar cepat kembali ke kampus.


Ironi Laboratorium USU SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Saran Baja, kampus harusnya sudah bisa sediakan peralatan untuk kegiatan praktikum kelas peminatan. Meskipun praktikum K3 hanya satu semester saja, ia harap stambuk selanjutnya yang akan mengambil kelas peminatan tak perlu jauh-jauh ke lab di luar kampus. Mengenai masalah menumpang ke lab di luar USU, Prof Zulki�li Nasution Wakil Rektor (WR) I berkomentar kalau ini merupakan hal yang wajar. Terutama bagi program studi yang baru dibuka. Menurut Prof Zulki�li, dalam beberapa praktikum, terutama yang lebih spesi�ik disiplin ilmunya, masalah kekurangan lab ini sering jadi kendala. Sebab peralatannya tergolong sangat mahal sementara penggunaannya tak rutin. “Makanya disiplin ilmu yang berkaitan bisa menumpang lab ke fakultas atau prodi lain,” ujarnya. Ia memberi contoh, lab bahan rekayasa di Teknik Sipil yang tak punya peralatan uji kayu, bisa menumpang ke lab milik Fakultas Kehutanan. Sebab penggunaan di sana tentu lebih rutin. Ha�idz tak habis pikir, ia berpendapat, prodi yang baru dibuka tak jadi pemakluman segalanya kekurangan. “Masa USU sekadar mengadakan prodi baru saja, tapi tak mempersiapkan gedungnya?” Yang paling krusial, lab pendukung wajib proses belajar pun tak ada. Ia pikir, jauh sebelum membuka prodi USU harusnya sudah punya master plan, harus sudah memikirkan sejak jauh hari. Prof Zulki�li mengakui bahwa minimnya kualitas dan kuantitas lab sebagai prasarana wajib kegiatan akademik akan

berdampak pada akreditasi program studi bersangkutan. Ia bilang universitas terus mengupayakan lab di USU lengkap dari segi peralatan maupun jenis labnya. Namun kesulitan dana selalu menjadi alasan. Bicara mengenai perbaikan mutu lab. Devin Defriza Harisdani, Staf Ahli Perencanaan WR IV mengatakan sebenarnya USU sudah mulai melangkah dengan merilis panduan Rencana Strategis USU 20152019. Dalam buku setebal 85 halaman ini dimuat target USU di 2015 yakni punya tiga lab yang terakreditasi persentase program. Namun dengan belum dicairkannya Badan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) tahun ini oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) belum ada pengembangan yang bisa dilakukan. “Tapi kan waktunya masih ada sampai 2019,” ungkap Devin. Belum cairnya dana tersebut, Saat ini kata Devin sisa dana BOPTN sebelumnyalah yang dimanfaatkan. Mengenai masalah kesulitan dana, Ikhwansyah Isranuri Direktur Unit Manajemen Mutu (UMM) USU berpendapat, bukan tak mungkin USU bisa dapatkan dana negara untuk pengembangan lab. “Kalau kita pandai memperjuangkannya, kita bisa dapatkan itu,” ujarnya. Misalnya, saat ini UMM sedang dalam proses rekapitulasi data pemetaan lab di USU seluruhnya. “Outputnya, mengetahui gambaran kondisi lab di setiap prodi di USU,” terang Ikhwansyah. Dijelaskan Ikhwansyah, cita-cita UMM salah

satunya ialah supaya, dengan data-data yang akurat mengenai kondisi lab di USU saat ini, USU mudah mendapatkan dana dari negara, misalnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Prof Marlon Sihombing, Ketua prodi Administrasi Bisnis (AB) berujar, prodinya dan prodi-prodi lain di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tidak punya lab �isik yang rumit seperti prodi-prodi eksakta. Pengakuannya, untuk AB sendiri tidak punya lab khusus. Padahal, kriteria lab AB sangat sederhana. Menurut Marlon, kriteria itu tidak seperti lab-lab eksakta yang perlu banyak alat dan bahan. AB ‘hanya’ butuh sebuah ruangan multifungsi. Di dalam ruangan itu bisa dilakukan berbagai kegiatan bisnis seperti jualan oleh mahasiswa. Kemudian ada praktisi bisnis yang bisa mengajar mahasiswa sambil praktik langsung dan fasilitas pendukung seperti buku dan komputer. “Jadi semacam bisnis semu,” ujarnya, “Itu sangat kita butuhkan.” Namun kondisi FISIP yang sulit untuk menambah ruangan baru menjadi halangan selama ini. Usulan lab ini pernah diusulkan, namun tak kunjung terealisasi. Untuk mengakali hal itu, AB membuat kerja sama dengan lembaga atau pengusaha luar seperti dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kerja sama itu berupa pelatihan mahasiswa untuk menjadi pebisnis-pebisnis muda. Selain itu juga ada company visit ke perusahan-perusahaan. “Ini semacam lab-nya lah,” katanya. Di ujung pembicaraannya, Marlon menyesalkan tidak sesuainya fasilitas yang disediakan universitas dengan

laporan utama 5

LABORATORIUM KOMPUTER | Puluhan komputer digunakan saat pelajaran praktek Mahasiswa Statistika, Jumat (5/6).Laboratorium di USU secara kulaitas dan kuantitas belum memadai dikarenakan peralatan yang sangat mahal. FOTO : VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

kebutuhan mahasiswa. Ia mengambil contoh pembangunan kanopi di trotoar-trotoar. Bila dibandingkan, menurutnya anggaran untuk membangun fasilitas-fasilitas semacam itu bisa digunakan untuk membangun satu ruangan yang dibutuhkan AB. Lab komputer milik Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) sedikit lebih beruntung, karena mendapat tambahan fasilitas. Di bawah pimpinan Elisabet Siahaan, kini keadaan lab ini lebih baik daripada tiga tahun lalu. Bila sebelumnya lebih banyak bangkai komputer menumpuk di lab dari pada komputer yang layak pakai, kini ada 75 komputer layak pakai. Dulunya masih bermonitor tabung, sekarang sudah layar LCD. Elisabet cukup senang

WASTAFEL BERKARAT | Wastafel yang biasa digunakan saat praktek biologi tampak berkarat, Jumat (5/6). Hal ini menyebabkan mahasiswa yang melaksanakan praktik menjadi tidak efektiftanaman. Taman ini merupakan salah satu rancangan dari program Medan Berhias. FOTO : VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

melihat perkembangan labnya, walaupun masih ada rasa kurang puas. Itu disebabkan masih ada beberapa fasilitas lagi yang perlu dilengkapi agar kondisinya layak, seperti penambahan asisten lab, pemasangan komputer dan proyektor tambaha serta WiFi. Terakhir Elisabet mengungkapkan kalau pihaknya berulang kali mengajukan permintaan fasilitas dari rektorat melalui Dekan FEB. Itu pun dari seratus komputer diminta yang diberikan hanya enam puluh komputer. “Itu pun setelah diminta-minta,” ujarnya. Kepala Biro Aset dan Perlengkapan Yedi Suhaedi benarkan kalau-kalau fakultas yang menginginkan penambahan atau perbaikan fasilitas lab harus mengajukan proposal dulu ke universitas saat penyusunan Rancangan Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT). Karena fakultaslah yang paling tahu kebutuhan mereka. Setelah dipertimbangkan di bagian Perencanaan dan disetujui, bagian Perlengkapan yang akan melakukan pengadaannya. “Itupun sesuai anggaran yang ada,” sahutnya. Kerap kali saat universitas atau negara tak memiliki anggaran pengadaan fasilitas lab, departemen atau fakultas diharapkan mencari pemasukan anggaran dari pihak swasta. “Hibah,” tuturnya. Untuk tahun ini, Yedi masih belum tahu apakah akan ada permintaan pemeliharaan atau pengadaan fasilitas lab karena RKAT masing-masing fakultas masih di Perencanaan. Kalau tahun lalu, “tidak ada penambahan fasilitas atau pemeliharaan yang dilakukan universitas,” ujarnya.


6 laporan utama

Ironi Laboratorium USU

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Laboratorium USU,

Evolusi Menuju Standardisasi Layak Amelia Ramadhani

Jika sudah punya nama, kualitas takkan diragukan lagi. Nama itulah yang balai tak Keselamatan Kesehatan BALAI K3 | Kantor di Jalan Bagan Deli Kilometer 11,5, dimilikiKerja USU (K-3) hingga akhirnya Minggu (7/6). dipertanyakan. WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Koordinator Liputan: Ika Putri Agustini Saragih Reporter: Erista Marito Oktavia Siregar, Mutia Aisa Rahmi, Santi herlina, dan Ika Putri Agustini Saragih Ika

Putri Agustini Saragih Persoalan laboratorium (lab) masalah menahun. Solusi coba dicari. Sistem harus direvisi.

N

ur Atika Putri Siregar sedang ikut praktik listening di Lab Bahasa Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Namun lagi, mahasiswa Departemen Sastra Jepang 2013 ini sulit berkonsentrasi karena suara di luar ruangan terlalu bising. Pengeras suara yang hanya berjumlah sepasang dan suara dari sebuah tape yang ada di ruangan lab tak mampu melawan kebisingan itu. Hal senada dirasakan Ira Elpriana Girsang, mahasiswa D-III Bah¬asa Inggris yang mengaku pernah batal nge-lab sebab listrik padam. “Jadinya dosen cuma jelaskan seperti belajar biasa,” ungkapnya. Ira bilang keadaan lab tak berubah sejak pertama kali ia menempuh semester pertama. Padahal ia merasa kebutuhan lab untuk praktik listening sangat penting guna menyukseskan

kegiatan akademik. Semua fasilitas yang biasa dimiliki sebuah bangku lab seperti earphone, tape recorder dan alat otomatis yang menyambungkan mahasiswa dan dosen untuk bertanya jawab (student call) tak lagi ada. Jadilah bangku lab itu hanya seperti bangku biasa. Keadaan ini membuat mereka tak merasa tengah berada di dalam lab bahasa. Saat dikonfirmasi ke Kepala Perlengkapan FIB Kali Amri Hutasuhut bilang tak tahu persis seperti apa gambaran pasti mengenai kondisi lab bahasa. Selama ini, pihaknya tak menentukan waktu tetap untuk pengumpulan laporan kondisi lab yang dibuat oleh kepala lab. Namun ia tak menampik bahwa kondisi lab bahasa FIB saat ini membutuhkan banyak pemulihan. Meliputi perbaikan dan perawatan alat-alat lab. Alhasil, penambahan ataupun pemeliharaan baru dilakukan apabila kepala lab mengajukan permohonan untuk perbaikan. Saran Prof Zulkifli Nasution Wakil Rektor I, kepala lab harus awas dan kreatif pada lab yang

dikepalainya. Sebab kepala lab yang paling mengerti tentang kebutuhan lab dan mahasiswanya. “Jadi sifat pengajuannya, bottom to up,” terangnya. Seperti yang dilakukan Elisabet Siahaan, Kepala Lab Komputer Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Tahun ini adalah tahun keduanya menjabat sebagai kepala lab. Maka Elisabet langsung ajukan permohonan penambahan jumlah komputer setelah meninjau kondisi lab dan menyusun perencanaan peremajaan lab, Idealnya, menurut Elisabet setelah studi banding ke Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia, laboratoriumnya kurang satu ruangan lagi. Selain itu laboratorium komputer mestinya dapat memfasilitasi mahasiswa untuk kegiatan yang berhubungan dengan komputer. Seperti mahasiswa mestinya dapat menggunakan komputer gratis dan bebas kapan saja untuk mengetik atau mencetak tugas. “Waktu itu langsung saya ajukan permohonan ke dekan dan dekan langsung bernegosiasi dengan

rektorat,” ungkapnya. Menurutnya, kepala lab memang menjadi ujung tombak perbaikan dan peningkatan standar lab. Pihak yang paling tahu dan paham mengenai kondisi lab adalah kepala lab. Keaktifan kepala lab dalam memantau, merencanakan hingga memelihara lab menjadi kunci perbaikan sebuah lab. Tak banyak cara khusus yang dilakukan Elisabet untuk meningkatkan mutu laboratoriumnya. “Sebenarnya ini tergantung pengelolanya, kalau dia serius dan getol pasti terealisasi,” katanya. Ini dikatakannya sebab berulang kali ia mengajukan permintaan fasilitas dari rektorat melalui Dekan FEB. “Ya, walaupun kita minta 100 komputer yang dikasih 60, enggak apa-apalah,” tandasnya. Ada hal lain lagi yang bisa dijadikan solusi untuk pengadaan lab. Seperti yang juga dilakukan lab Administrasi Bisnis yang bekerja sama dengan Kamar Dagang Industri (Kadin) untuk pengadaan lab yang berbasis kegiatan bisnis yang disebut Business Corner. Prof

Marlon Sihombing, Ketua Departemen Administrasi Bisnis bilang mahasiswa akan mengaplikasikan ilmunya di lapangan di bawah bimbingan orang-orang yang sudah berpengalaman. Misalnya saja oleh anggota Kadin. Memang tak ada standar yang mengatur secara kurikulum, namun laboratorium di lapangan mendapat nilai tersendiri. Devin Defriza Harisdani Staf Ahli Perencanaan USU katakan, salah satu hal yang bisa dilakukan untuk membentuk lab yang mumpuni yakni dengan membentuk lab manajemen terpusat. Tahun ini juga jadi momentum. Unit Manajemen Mutu (UMM) USU sedang melakukan pemetaan seluruh lab di USU. Masing-masing Gugus Jaminan Mutu (GJM) Fakultas dan Gugus Kendali Mutu (GKM) program studi (prodi) diharuskan mengisi form berisi parameter penilaian per kegiatan praktikum. Saat ini sedang dalam proses rekapitulasi data borang pemetaan laboratorium di masing- masing program studi (prodi) S-1.


Ironi Laboratorium di USU SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

BORANG LABORATORIUM | Lembaran borang pemetaan laboratorium yang akan diisi, Minggu (7/6). Isi borang memuat standar penilaian dengan range 1-4. WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Termasuk dalam parameter penilaian itu, kapasitas ruangan banding mahasiswa, kondisi peralatan pendukung, jumlah personalia pelaksana (dosen dan teknisi/laboran), kecukupan barang habis pakai, jumlah jam/semester yang terlaksana. Tujuannya, supaya diketahui kondisi lab di USU secara keseluruhannya. Setelah data dari laboratorium masingmasing prodi terkumpul, kemudian diverifikasi. “Supaya tahu kondisinya, kalau misalnya sakit, sudah stadium berapa,” ujarnya. Yang menarik, kata Ikhwansyah Isranur, Direktur UMM. Konsep pemetaan yang dibuat berbasis kegiatan praktikum. “Misalnya, di satu lab ada dua belas praktikum, dua praktikum angkanya empat sedangkan sisanya bernilai dua atau tiga, berarti nilai keberadaan praktikumnya masih C,” jelas Ikhwansyah. Maret lalu, sebagai langkah awal UMM mengundang anggota GJM dan GKM sebagai peserta dalam sebuah pelatihan pemetaan labdalam dua gelombang. Selain diperkenalkan pada penjelasan mengenai definisi, standar dan kerangka pemetaaan lab, pelatihan diharapkan bermuara pada pemahaman peserta dalam mengisi borang pemetaan lab. Karena setelah workshop berakhir para peserta akan diserahi tanggung jawab untuk mengisi borang pemetaan lab. Isi borang ini memuat beberapa standar penilaian. Salah satunya skor penilaian dengan range

1-4. “Semakin baik suatu praktikum, maka nilainya makin tinggi,” jelas Ikhwansyah. Dari parameter penilaian yang ada menurut Ikhwansyah, rata-rata nilai yang dimiliki lab di USU baru memenuhi standar minimum. “Kalau buat universitas setua USU sedihlah, harusnya kita bisa mencapai nilai tiga setengah sampai empat,” ujarnya. Artinya, lab masih bisa menyelenggarakan praktikum. Namun dengan capaian nilai demikian ratarata lab hanya memenuhi standar minimum. Pemetaan yang dilakukan sejak Maret tahun ini sudah hampir rampung. Tinggal

melakukan rekapitulasi dan cek & ricek pada isian borang dengan keadaan lab fakultas yang sesungguhnya. Setelah rampung, rencananya akan diadakan pelatihan manajemen lab demi meningkatkan kualitas lab. Pelatihan manajemen nantinya akan diisi dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi atau mentoring. Ia lalu membandingkan dengan Institut Teknologi Bandung yang berusia tujuh tahun lebih muda dari USU namun sudah punya lab uji yang cukup mahsyur, LETMI ITB. Bahkan kini lab tersebut sudah berubah dari yayasan menjadi perusahaan komersial bernama PT LETMI ITB. Kata

RISET LAPORAN UTAMA

laporan utama 7 Ikhwan, lab ini digunakan jasanya bagi beberapa perusahaan untuk menguji produknya. Profit yang didapatkan dari pengujian ini masuk ke kas universitas dan digunakan kembali untuk pengembangan laboratorium. “Harusnya USU sudah seperti itu,” tandasnya.. Mengenai target USU yang tahun ini punya tiga lab yang terakreditasi, Ikhwan UMM sudah ajukan hal tersebut sejak lima tahun lalu kala Prof Syahril Pasaribu masih menjabat. Namun, waktu itu katanya barangkali belum dianggap lebih penting ketimbang perbaikan fasilitas di USU. “Mungkin waktu itu belum dinggap urgent,” katanya. Lagipula UMM kapasitasnya hanya sebagai pemberi data-data sebagai bahan pertimbangan bagi rektorat. Namun dengan lambannya penanganan lab, dampaknya memang cukup terasa dalam kurun waktu tiga tahun ini. Hal tersebut secara tidak langsung memengaruhi posisi USU yang kini bergeser dari lima besar universitas terbaik di Indonesia menjadi urutan kedua belas. Pun kelak hasil dari pengembangan lab baru akan diperoleh dalam waktu yang lama. “Hasilnya baru akan kita nikmati dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun,” terangnya. Karena memang pengembangan lab adalah jenis program jangka panjang yang membutuhkan waktu

tidak sebentar, kata Ikhwan, program tersebut harus dilakukan secara kontinu dan butuh komitmen. Lalu sebenarnya siapa yang bertanggung jawab pada lab yang ada di prodi? Ikhwan katakan ini juga salah satu yang perlu dievaluasi. Sebab di USU pengelolaannya selama ini berganti-ganti. Dari fakultas langsung ke jurusan dan kini diambil alih oleh universitas. “Sayangnya cukup banyak fakultas yang mengeluh,” kata Ikhwan. Dengan sistem yang sekarang, ia bilang kuncinya ada pada pengawasan dan evaluasi. Di USU sendiri ada seratus dua puluh enam prodi yang artinya butuh banyak tenaga guna mengawas. Ikhwan bilang kalau di luar negeri, kebanyakan labnya sudah bersistem otonomi. Keunggulan sistem ini lab di prodi bisa memenuhi sendiri kebutuhannya namun perlu ditambah pengawasannya. “Namun kita belum bisa ke sana,” jelasnya. Penyebabnya, kualitas sumber daya manusia dan masih terikat pada budaya birokrat. Menurut Ikhwan, Kita bisa mencontoh sistem lain yang lebih bagus, namun, sebelum mengadopsinya, mesti disesuaikan juga dengan kondisi dan budaya di lingkungan USU. Karena semua sistem ada plus minusnya. “Intinya, kita harus berubah,” tutupnya.

Parameter Penilaian Laboratorium (S-1 dan DIII) USU


8 opini

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

KIP, Hak Kita!! Piki Darma Christian Pardede Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2013

A

manat yang terkandung dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah sangat jelas yaitu; pendidikan merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Perguruan tinggi memperoleh otonomi untuk mengelola sendiri penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdiannya kepada masyarakat. Perguruan tinggi diharapkan mampu mengelola keuangannya sehingga dapat menciptakan kepercayaan publik di bidang pendidikan. Kepercayaan publik itu berkaitan dengan menciptakan proses dan manajemen yang menjamin sumber daya publik digunakan sebagaimana mestinya (good governance). Dengan good governance diharapkan pendidikan dapat menghasilkan generasi terpelajar dan bermutu. Terjaminnya good governance lembaga-lembaga pendidikan salah satunya yaitu dengan cara membuka akses informasi yang luas ke publik, terutama mahasiswa. Transparansi dari lembaga-lembaga pedidikan ini di antaranya wajib memberikan, menyediakan dan menerbitkan informasi publik yang menjadi kewenangannya kepada pemohon informasi, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Hal ini jelas tertera pada Pasal 1 UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Bentuk keterbukaan ini terkait salinan laporan keuangan dan anggaran sektor akademik di universitas, jalinan kerja

sama dengan pihak luar, dokumen tender pembangunan infrastruktur kampus dan perjalanan dinas pegawai ataupun rektorat. Dalam mengelola keuangan agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif diperlukan rencana anggaran yang disusun sesuai ketentuan yang ditetapkan. Penyusunan anggaran yang baik harusnya melibatkan peran serta dan partisipasi beberapa pihak universitas yang terkait, baik pihak rektorat maupun mahasiswanya. Dengan partisipasi semua pihak yang berwenaang di universitas, akan meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan. Partisipan merasa aspirasinya

ILUSTRASI : ALFAT PUTRA

IBRAHIM | SUARA USU

SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No 32B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara suarausutabloid@ymail.com suarausuonline@ymail.com Pers Mahasiswa SUARA USU

@suarausu

087867237360 @SUARAUSU

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksimal 3500-7000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

di hargai, bertanggung jawab dan konsekuen melaksanakan program kegiatan yang telah disusunnya. Selain akuntabilitas dan partisipasi, sektor publik diharuskan memenuhi asas keterbukaan. Asas keterbukaan dikuatkan dengan adanya UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP yang menekankan perguruan tinggi negeri untuk memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Perguruan tinggi negeri wajib membuka dan menyediakan informasi mengenai anggaran, kebijakan dan program wajib di media cetak maupun media online. Peraturan perundang- undangan dibuat pemerintah untuk dilaksanakan oleh setiap instansi dan bertujuan meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan perguruan tinggi negeri. Namun kenyataan di lapangan, peraturan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan terkait pengelolaan keuangan perguruan tinggi negeri, menunjukkan penyimpangan atau ketidaksesuaian pelaksanaan anggaran dalam pengelolaan keuangannya. Ini menjadi sebuah ironi ketika pihak universitas melayani hak mahasiswanya untuk mengetahui informasi dan mengkritisi kebijakan baik terhadap transparansi keuangan universitas ataupun informasi yang berkaitan terhadap keberlangsungan universitas lainnya. Di sinilah seharusnya letak fungsi mahasiswa untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bersih dan akuntabel. Hadirnya UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP merupakan tonggak penting bagi perkembangan demokrasi di Indonesia terutama di bidang pendidikan. Sebagai sebuah bentuk freedom of information act, undang-undang ini mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait dengan kepentingan

FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI

publik. Kehadiran UU KIP sekaligus memberikan penegasan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja merupakan bagian dari hak asasi manusia secara universal, namun juga merupakan constitutional rights sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F perubahan kedua UUD 1945. Banyak pihak berharap, hadirnya UU KIP mampu mendorong iklim keterbukaan yang luas di berbagai tingkatan. Keterbukaan informasi publik diyakini dapat menjadi sarana penting untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara maupun aktivitas badan publik lainnya yang mengurusi kepentingan publik. Salah seorang perumus Undang-Undang Dasar Amerika, James Madison, pernah menyebutkan bahwa keterbukaan informasi merupakan syarat mutlak untuk demokrasi yang berarti pula perwujudan kekuasaan yang terbatas dan berada dalam kontrol publik. Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi ini sekaligus dapat mendorong terciptanya clean and good governance karena pemerintah dan badan-badan publik dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan akuntabel. Sudah saatnya kita, mahasiswa, menyerukan hak kita keras-keras. Hak keterbukaan informasi publik atas semua kebijakan yang diselenggarakan oleh kampus tercinta ini.


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

dialog 9

Tentang Rancangan Hunian Masa Depan

D ANGGUN DWI NURSITHA | SUARA USU

Biodata Nama: Robert Simbolon

Tempat Tanggal Lahir: 4 Februari 1993

Alamat: Perumahan Puri Anom Blok AD No 52 Pendidikan: -SD Negeri 005 Balikpapan (1999-2005) -SMP Negeri 3 Balikpapan (2005-2008) -SMA Yayasan Perguruan Bandung (2008-2011) -Teknik Arsitektur USU (2011-sekarang)

Prestasi: -50th Finalist, Sayembara Rumah Tropis Propan

-10th Finalis, Sayembara “Kampung Kota� WEX UGM 2013

-Juara 2, sayembara LOSHAC 2013 -Karya Terbaik Sayembara Alun-Alun Malang

-Top 5th, Nippon Paint Young DesignerAward 2013 -Top 10th, Sayembara Ruang Belajar Autis -Gold Winner Nippon paint young designer award 2014 -Top 4 Winner Nippon International Japan Programme -Mawapres USU 2015

ari tangannya, tercipta sebuah rancangan bangunan berkonsep rumah pintar. Namanya Deli River Smart Housing. Tak sekadar desain

rumah biasa, tapi juga memproyeksikan masalah sosial masyarakat yang bermukim di pinggir sungai. Desain ini pernah diperlombakan di Jepang dan meraih juara pertama. Bagaimana de-

sain ini sebenarnya? Simak wawancara reporter SUARA USU Anggun Dwi Nursitha dengan Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) USU 2015 perancang Deli River Smart Housing, Robert Simbolon.

Apa itu Deli River Smart Deli River Smart Housing adalah sebuah konsep hunian rumah pintar. Diciptakan untuk masyarakat yang bermukim dipinggiran Sungai Deli. Sebuah pemukiman layak huni yang diHousing? rancang untuk menghadapi kehidupan di tahun 2030 nanti. Di mana pada tahun 2030 manusia memiliki kebutuhan yang mendesak seperti air, listrik, gas, dan pangan. Di dalam rumah pintar ini masyarakat bisa hidup produktif. Pemukiman Aur yang terletak di pinggir Sungai Deli dipilih jadi contoh hunian Deli River Smart Housing. Kenapa Sungai Deli yang Karena Sungai Deli memiliki permasalahan yang cukup kompleks. Masyarakat membuang sampah, mandi, cuci, dan kakus di sungai. Sehingga pemukiman menjadi kumuh. Bangunan dipilih? di sana tidak teratur, sirkulasi udara maupun cahaya matahari pun minim. Juga, tak ada area produktif bagi masyarakat setempat. Apa Kelebihan Hunian Deli Konsep Deli River Smart Housing menjadi jawaban atas permasalahan masyarakat sekitar sungai. Masyarakat bisa hidup mandiri dengan dengan memaksimalkan produktivitas di River Smart Housing? dalam rumah masing-masing. Misalnya, masyarakat bisa bercocok tanam ataupun memelihara ikan dalam rumah. Deli River Smart Housing dibangun menggunakan bahan-bahan bekas seperti baja dan kontainer bekas. Bisa diperoleh dari daerah Belawan. Penggunaan bahan tersebut dapat mengurangi sampah industri di Belawan. Bahan yang mudah diperoleh juga membuat waktu pembuatan lebih efisien.

Berapa rumah yang dibuat Deli River Smart Housing bisa membangun delapan perumahan. Setiap perumahan terdapat dalam rancangan Deli Riv- 56 Kontainer yang bisa dihuni 56 kepala keluarga. Total kontainer yang bisa dibangun adalah 432 kontainer. Dalam satu rumah terdapat satu kontainer dan sebuah lahan kosong. Di dalam er Smart Housing? kontainer ada tiga kamar tidur, satu ruang keluarga, ruang makan, kamar mandi dan balkon. Ada juga sarana lain berupa taman tengah, koridor usaha, dan ruang bersama. Bagaimana tahap membuat Melakukan pengerukan sungai hingga dalam. Tanah hasil pengerukan digunakan untuk meninggikan tanah di pinggir sungai. Lalu dibuat terasering bantaran sungai dengan aktivitas Deli River Smart Housing? urban farming dan fish pond. Setelah itu dilanjutkan dengan menyediakan kontainer dan membangun struktur kontainer menjadi pemukiman. Bila benar-benar terealisa- Belum diketahui. Karena ini masih mentah, baru sebatas konsep. Perlu dikaji lagi secara teksi, berapa dana yang dibu- nis. Konsep ini hanya sebagai wadah teknologi. tuhkan untuk membangun perumahan ini? Apa yang membuat rancangan ini berbeda dengan rancangan lain dan bernilai Internasional?

Karena pada rancangan pemukiman rumah pintar ini terdapat isu sosial. Tak hanya membuat bangunan yang modern untuk tahun 2030 atau mengubah pemukiman kumuh menjadi layak huni. Tapi juga dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makanan, listrik, dan air. Rancangan ini juga membantu masyarakat menjadi lebih mandiri dan produktif. Pun Sungai Deli yang menjadi sumber kehidupan terutama bagi masyarakat pinggiran Sungai Deli dapat menjadi bersih.

IKLAN


10 ragam

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Masih Menunggu Pemira USU 2015 Rati Handayani

Sebelum kepengurusannya berakhir di Juli nanti, Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU sudah mengantongi namanama calon komisioner KPU. Tujuannya, agar pergantian pemerintahan Pema USU tepat waktu. Berharap segera pemira, namun KPU belum jua ada.

P

ada Rabu, 29 April, Menteri Dalam Negeri Pema USU Achmad Fadhlan Yazid berbagi status di akun Facebook pribadinya. Ia perkenalkan perangkat lunak aplikasi electronic vote (e-vote) yang digunakan dalam pemilihan umum (pemilu) di tempat pemungutan suara (TPS) salah satu fakultas di Universitas Riau. Lengkap dengan foto suasana di TPS saat proses evote. Dalam postingannya tersebut, Fadhlan juga jelaskan teknis penggunaan aplikasi e-vote dalam pemilu. Pemilu akan berjalan seperti biasa. Namun kertas suara yang selama ini dicetak, akan digantikan aplikasi e-vote yang sudah terinstal di komputer. E-vote digunakan pemilih dengan log in terlebih dahulu. Lalu klik calon presiden dan wakil presiden yang hendak dipilih. Dengan proses yang demikian, Fadhlan nilai pemilu akan berjalan efektif dari segi dana, waktu juga keakuratan penghitungan suara. Sehingga, Pema USU khususnya Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin Fadhlan berwacana akan menggunakan e-vote dalam Pemilihan Umum Raya USU 2015. Uji coba pun dilakukan dengan aplikasi e-vote yang didapat dari mahasiswa ITB. Sayangnya, uji coba itu tak berhasil. Meski begitu kata Fadhlan, pemira akan tetap berjalan meski tanpa sistem e-vote. Pun nama-nama calon komisioner KPU USU dari fakultas sudah dipersiapkan sejak medio April. Ada 26 nama. Rencananya, akhir April, proses strukturisasi KPU USU sudah rampung. Sehingga persiapan Pemira USU dapat dilakukan selama Mei hingga pertengahan Juni. Lalu Pemira USU dapat digelar pada pertengahan Juni. “Agar sebelum masa jabatan Pema USU berakhir, presiden yang baru sudah terpilih,” kata Fadhlan, akhir April lalu. Untuk merealisasikan rencananya, Fadhlan telah menjadwalkan pertemuan Pema USU dengan calon komisioner KPU pada Rabu, 22 April. Pertemuan itu untuk pembentukan KPU USU dan pemilihan ketuanya. Namun urung dilakukan sebab agenda yang direncanakan akan dibuka Presiden Mahasiswa Brilian Amial Rasyid itu

tak bisa dihadiri Brilian. Brilian tengah di Jakarta, memenuhi undangan Dewan Pertimbangan Presiden. Agenda pertemuan itu pun diundur hingga minggu pertama Mei. Hal itu disampaikan Brilian pada Selasa, 28 April saat berkunjung ke gedung sekretariat SUARA USU untuk diskusi. Namun pertemuan itu tetap tak terjadi. Pun hingga sekarang. Fadhlan mengatakan belum dibentuknya KPU USU hingga kini disebabkan belum adanya instruksi dari Brilian. Namun kepada Brilian, Fadhlan telah mengomunikasikan targetnya KPU USU dibentuk awal Juni dan rencananya Pemira USU akan digelar sebelum semester ini berakhir pada awal Juli nanti. Saat dikonfirmasi via telepon pada Rabu, 3 Juni kemarin, Brilian tengah di Padang mengikuti Rapat Kerja Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, katanya KPU USU belum terbentuk hingga kini karena padatnya agenda Pema USU pada Mei lalu. “Banyak agenda regional dan nasional. Tiap minggu ada agenda,” jelasnya. Agenda yang dimaksud Brilian misal Gerakan USU Mengajar dari awal hingga akhir Mei, Beasiswa Expo 2015, Pekan Kewirausahaan USU, beberapa agenda di Kementrian Informasi dan Komunikasi hingga Aksi Unjuk Rasa Damai yang digelar Pema USU dengan membawa tiga tuntutan mahasiswa pada Kamis, 21 Mei lalu. “Fokus Pema USU takutnya terpecah,” katanya. Selain itu, kata Brilian, April hingga Mei Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab membentuk KPU USU juga sibuk mempersiapkan pembentukan kembali Pema FKM, Pema FMIPA, dan Pema FIB. Melihat belum dibentuknya KPU USU hingga kini, sedangkan masa jabatan Pema USU akan berakhir, Presiden Mahasiswa USU Pertama Syafrizal Helmi berkomentar, “ini salahnya Pema USU, harusnya enggak boleh bilang alasan padat agenda.” Ia hanya bisa sarankan Pema USU serius persiapkan pelaksanaan agenda penting mahasiswa ini. Pun menurut Syafrizal, harusnya Pema USU telah persiapkan timeline agendanya sejak awal sehingga agenda tak padat di akhir kepengurusan. Lagi pula, katanya, tiap kementerian Pema USU punya tugas berbeda. Misal, pembentukan KPU USU adalah agenda Kemendagri bukan semua kementerian. Sehingga menurutnya, lagi-lagi, bukan alasan jika agenda Pema USU padat di akhir kepengurusan. “Yang iya lalai. Ini kan tentang manajerial,” katanya lagi.

PEMA USU | Sekretariat Pemerintahan Mahasiswa USU di sebelah Gelanggang Mahasiswa Jalan Universitas, Kamis (28/5). Targetnya KPU USU dibentuk pada awal Juni dan rencananya Pemira USU akan digelar sebelum semester ini berakhir pada awal Juli. WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Brilian berencana fokus kembali membahas pembentukan KPU USU pada minggu kedua Juni. Sebab agenda nasional Pema USU dalam bulan Juni tak banyak lagi. “Habis Rakernas BEM SI ini program sudah lebih renggang. Paling tinggal dua atau tiga program,” jelasnya. Namun, menurut Syafrizal, jika Pema USU akan fokus bahas pembentukan KPU dalam minggu kedua Juni ini, target akan dilaksanakan Pemira USU sebelum libur semester mustahil terlaksana. “Minggu ketiga Juni puasa dan ujian semester, setelahnya libur hingga Agustus, September baru masuk kuliah lagi. Mana ada mahasiswa fokus dengan kepanitiaan kalau ujian,” jelasnya. Oleh karena itu, Syafrizal pikir Pemira USU baru akan bisa digelar September mendatang. Ia berkaca dari persiapan Pemira USU tahun lalu. “Persiapannya tak mudah. Belum menentukan timeline pelaksanaan pemira, belum bicara dana dan bagaimana jika ada konflik internal,” katanya. Syafrizal pun mewanti-wanti agar keadaan ini tak memancing kerusuhan. “Kalau habis masa jabatan, takutnya enggak diakui lagi. Jangan sampai ada yang bikin asosiasi dari pema fakultas dan ada PJ presiden atau koordinator pema sekawasan seperti yang pernah terjadi sebelumnya,” tutup Syafrizal. KAM Belum Sepenuhnya Siap Sambut Pemira USU

Selain KPU USU yang belum terbentuk, KAM di USU pun belum semuanya siap sambut Pemira USU. Misalnya KAM Madani USU. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) Taufik Nurariansyah mengatakan pihaknya belum membahas persiapan menyambut Pemira USU. Anggota KAM Madani masih sibuk dengan kuliah dan mengurus komisariat

di fakultas. Lagi pula, menurut Taufik, “belum ada tanda-tanda pemira, harusnya sekarang sudah sosialisasi, tapi ternyata KPU USU belum terbentuk. Jadi enggak tahu kondisi lapangan.” Taufik berujar pihaknya belajar dari proses Pemira USU tahun lalu. “Lumayan lama juga terselenggaranya Pemira USU dari waktu terbentuk KPU USU,” katanya. Lain halnya dengan KAM Rabbani. Wakil Ketua DPP Rabbani USU Syaiful Bahri bilang saat ini pihaknya tengah fokus persiapkan diri menyambut pemira di Fakultas Farmasi, Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang digelar Juni ini. Rabbani sudah mulai bahas persiapan Pemira USU dalam rapat presidium DPP Rabbani USU, tepatnya di agenda pembahasan hal-hal berkembang. KAM Rabbani USU, kata Syaiful, menargetkan akhir Juni telah mempublikasikan calon presidennya. “Lebih cepat agar ada waktu untuk lebih dikenal publik,” katanya. Namun tahap demi tahap persiapan untuk mendapatkan nama calon presiden itu masih akan dibahas lebih lanjut dalam rapat di DPP KAM Rabbani. Melihat kesiapan KAM, menurut Syafrizal harusnya KAM sudah siap sambut Pemira USU. “Jangan jadi masalah baru,” katanya. Syafrizal akui ia pun pernah punya tanggung jawab besar dalam jalannya organisasi mahasiswa di USU. Yang perlu diperhatikan, jika calon yang diusungnya mendapatkan kursi eksekutif, visi misi calon presidennya harus jelas. Kedua, jika KAM mendapat kursi di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas, KAM harus mempersiapkan orang yang bertanggung jawab dan selalu mengevaluasi anggotanya selama di MPMU.


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Amelia Ramadhani

ragam 11

Cari Solusi Untuk MPMU USU

Bak jalan buntu, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) USU masih berkutat dengan masalah internal. Buntutnya, tugas pokok terabaikan. Lantas, mata siapa yang memelototi eksekutif kampus? MASA kepengurusan MPMU USU periode 2014-2015 akan segera berakhir di tahun ini. Namun masih belum tampak tanda-tanda adanya strukturisasi. Permasalahan dari awal terbentuk hingga sekarang masih sama, anggota MPMU tak kunjung ada. MPMU harusnya beranggotakan sebanyak 49 orang; satu orang ketua umum, empat orang wakil ketua, dilengkapi dengan 4 komisi yang setiap komisi beranggotakan 11 orang yaitu komisi penelitian, pengembangan, pendidikan dan penalaran; komisi minat, bakat dan rohani; komisi kesejahteraan mahasiswa, advokasi dan partisipasi pada masyarakat serta komisi keuangan dan kesekretariatan. Setelah pemilihan umum raya (pemira) berlangsung, masing-masing Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) mengantongi nama-nama yang akan dikirimkan untuk menjadi anggota MPMU. Nama-nama itu diajukan kepada KPU, kemudian dibentuklah sebuah rapat formasi. Sejak pertemuan awal, jumlah anggota MPMU yang hadir tak pernah lebih dari setengah jumlah anggota. Akibatnya stuktur kepengurusan tak bisa dibentuk. “Paling hadir 20 orang saja,” ujar Hadi Mansyur Juhri Perangin-angin, Ketua Umum MPMU USU.

Beberapa bulan menjelang berakhirnya masa jabatan, Hadi pesimis bisa membentuk struktur kepengurusan. Komunikasi kurang baik antar anggota MPMU dan beberapa anggota yang sudah wisuda membuat jumlah anggota semakin berkurang. Tidak adanya struktur yang jelas, membuat fungsi MPMU tak bisa dilakukan. Seperti fungsi pembuatan anggaran pendapatan dan belanja organisasi bersama dengan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU tak terlaksana. Pembahasan anggaran organisasi bersama Pema USU yang seharusnya dilaksanakan di awal kepengurusan tak terlaksana. Akhirnya anggaran pendadapatan dan belanja organisasi dibuat sendiri oleh Pema USU. Fungsi pengawasan terhadap jalannya pema pun turut tak terlaksana. Hadi bilang hanya fungsi legislasi yang dapat terlaksana namun kurang efektif. Fungsi ini dilaksanakan dengan cara melakukan beberapa diskusi bersama dengan pema. Syaiful Bahri, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (DPP) KAM Rabbani coba memberikan solusi. MPMU harusnya dapat memberdayakan jumlah anggota yang masih bertahan sampai saat ini. Pun walau jumlahnya tidak sesuai

dengan yang tertera di tata laksana ormawa (TLO) setidaknya MPMU bisa bergerak dengan orang-orang yang tersisa. Syaiful bilang hingga saat ini sembilan belas nama yang berasal dari KAM Rabbani masih jelas keberadaannya di MPMU. Ditambah dengan lima orang dari KAM Madani dan berapa orang dari KAM lainnya. “Itullah yang dimanfaatkan,” ujarnya. Sama halnya dengan KAM Madani. Mereka menyatakan siap untuk membicarakan tentang permasalahan anggota yang dialami oleh MPMU. “Kalau selamanya macam ini, enggak jalan-jalanlah MPMU,” ujar Ketua DPP KAM Madani, Tau�ik Nuariansyah. Hadi sendiri mengakui buruknya koordinasi sesama anggota MPMU. Hal ini menyebabkan beberapa informasi tidak sampai kepada seluruh anggota MPMU. Koordinasi yang dilakukan Hadi dengan sesama anggota MPMU sekadar melalui media sosial dan pesan singkat. “Itupun kadang tak banyak yang merespon,” ujarnya. Tau�ik sangat menyayangkan dengan keadaan internal MPMU yang masih bermasalah. Terlebih masalah internal ini mengakibatkan beberapa kerja pokok MPMU sama sekali tak dapat dilaksanakan. Seyogyanya setiap masalah internal di MPMU tak

membuat fungsinya sebagai badan pengawas harus terlalaikan. “Bagaimanapun mereka harus lakukan fungsinya lah,” tutupnya. Lain lagi dengan Brilian Amial Rasyid, Presiden Mahasiswa USU periode 2014-2015 berpendapat kalau permasalahan di MPMU bisa diselesaikan dengan cara melaksanakan kongres TLO. Tak hanya itu, Brilian merasa kongres TLO penting dilakukan. Tujuannya untuk mengkoordinir seluruh organisasi mahasiswa (ormawa) di USU agar berada di bawah komando Pema USU. Sehingga tak ada permasalahan koordinasi selama ini bisa diperbaiki. Ia dan pihaknya dengan senang hati untuk melakukan kongres TLO jika diminta oleh MPMU. “Kita siap membantu,” ujarnya. Namun menurut Hadi Kongres TLO belum terlalu dibutuhkan saat ini. Menjadikan ormawa berada di bawah komando Pema USU juga kurang tepat. Pasalnya, jika suatu saat Pema USU vakum, seluruh ormawa yang berada di USU juga tak bisa berjalan. Hadi juga sangsi ormawa yang ada di USU sepakat dengan keputusan yang seperti itu. “Belum terlalu penting untuk dilakukan di periode ini,” tutupnya.

Dicari: Keamanan dan Personilnya untuk USU

Dewi Annisa Putri

Satuan pengamanan (satpam) ingin tambah jumlah personil, harapannya supaya USU aman keseluruhan. Siang itu, beberapa sepeda motor parkir di halaman gedung utama Fakultas Kehutanan (Fahuta), persis di bawah Pohon Jambu. “Ginilah jadinya, enggak ada yang jaga,” ujar San’ul Ikhsan, mahasiswa Fakultas Kehutanan 2012. Terletak di bagian paling belakang kampus USU, Ikhsan menganggap fahuta belum terjaga keamanannya. Satu pos satpam berdiri tegak menghadap jalan Tri Darma. Namun tak pernah terlihat satpam menungguinya. Kata Wahyudi, Kepala Keamanan USU, minimnya jumlah satpam jadi salah satu penyebab beberapa pos satpam tak berpenunggu. Termasuk di Fahuta. Lagi pula, ia mengatakan tidak mendapat informasi mengenai fakultas baru ini. Pun ia belum ada menempatkan satpam untuk berjaga di wilayah Fahuta. Saat ini, Keamanan USU miliki 176 personil satpam. Menurut Wahyudi,

jumlah ini masih kurang. Sebab, dibutuhkan lebih banyak satpam agar pembagian shift penjagaan merata ke seluruh USU. April lalu, Wakil Rektor (WR) III Raja Bongsu Hutagalung akui telah menerima permintaan penambahan satpam dan perlengkapan dari Wahyudi. Namun prosesnya tidaklah mudah. Permintaan itu harus diajukan ke bagian perencanaan dibawah WR IV untuk diseleksi dan disetujui. Lalu diteruskan ke bagian anggaran di bawah WR II untuk disetujui dan diberikan anggaran. Menurut Bongsu, proses yang rumit dan menunggu pengadaan anggaran inilah yang menyebabkan mandeknya permintaan itu. Wahyudi menjelaskan, pembagian pos satpam idealnya yaitu minimal dua personil tiap shift penjagaan di setiap fakultas dan di setiap pos yang ada. Untuk itu ia telah mengajukan permintaan penambahan satpam ke pihak rektorat sebanyak 49 orang. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Medan Baru Iptu Adi Purwanto berpendapat jumlah tersebut sebenannya sudah cukup apabila

personel yang ada bekerja secara maksimal. Ia katakan, bila personil yang ada benar-benar bertanggung jawab terhadap tugasnya, maka itu sudah cukup. “Tidak perlu kuantitas melainkan kualitaslah yang penting untuk mengamankan USU,” tegasnya. Menurutnya satpam harus optimal dalam tugasnya mengamankan dan mencegah terjadinya tindak pidana yang menyalahi aturan. Mengingat, USU termasuk wilayah rawan pencurian kendaraan bermotor alias curanmor. Berdasarkan data Polsek Kecmatan Medan Baru Sejak November 2014 hingga Mei 2015 tercatat ada 30 kasus curanmor di USU. Bahkan, sepanjang Januari 2014 hingga Oktober, Angkanya lumayan fantastis, laporan curanmor mencapai 118 kasus. Untuk itu, Adi sarankan Kepala Keamanan USU seyogyanya turut melakukan pengecekan terhadap kinerja satpam, supaya proses penjagaan keamanan di USU berjalan optimal. Juga, baiknya ada beberapa supervisor yang dapat membantunya mengawasi kinerja satpam. Ditambahkannya, satpam yang tidak

melaksanakan tugasnya dengan baik patut diberi teguran dan sanksi. “Kalau ada reward dan punishment pasti kerja maksimal,” komentarnya. Adi mengatakan, untuk mengantisipasi curanmor, ini bukan hanya jadi tanggung jawab utama pihak keamanan setempat maupun kepolisian, Ia menghimbau kepada pemilik sepeda motor agar menggunakan kunci ganda bahkan alat pelacak pada kendaraan bermotor. Selain itu, sistem keamanan USU juga harus diperketat seperti penertiban lahan parkir agar pengendara tidak parkir sembarangan. USU juga harus sediakan mengalokasikan tempat parkir dan menjaga lahan parkir dengan menerapkan sistem kartu parkir ataupun penunjukan STNK. Selain itu, CCTV juga diperlukan di titik-titik yang sepi dan rawan terjadi tindak kriminal. Kemudian pintu-pintu tidak resmi seperti jalur menuju Kampung Susuk sebaiknya ditertibkan. Untuk CCTV, Wahyudi bilang masih sangat jauh harapannya untuk bisa terwujudkan.


12 galeri foto

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Ini Kreasi Sampah TEKS DAN FOTO: WENTY TAMBUNAN

Zainab Yusuf (43) meluangkan waktu kosongnya untuk mencerca kantungan plastik yang sudah dipilah. Tujuannya untuk merangkai sesuatu menjadi karya berharga. Olahan kerajinannya tak lepas dari hasil binaan Bank Sampah. Ibu rumah tangga yang hobi kerajinan tangan, perlahan tapi pasti dia mengembangkan kreasinya dalam berbagai bentuk hingga mendapatkan penghargaan dari Unilever. Dan sekarang beliau memiliki 14 binaan murid yang aktif.

Sobeki kertas yang tidak terpakai.

1

2

Saring kertas yang sudah menjadi bubur.

Rekatkan dengan lem kertas.

Menyerupai bebatuan untuk dicat.

Gelang ala Ibu Zainab.

3

4

5

Siap pamerkan dan jual hasil kerajinan tangan.

6


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

podjok sumut 13

Pesona Ekowisata Kampung Nipah DERET | Pasir ini terbentuk setelah tanaman bakau yang ditanami penduduk Desa Sei Nagalawan Dusun III tumbuh. Saat ini Desa Sei Nagalawan Dusun IIItelah menjadi kawasan ekowisata yang dikelola secara penuh oleh penduduk setempat, Jumat (22/5).

Teks dan Foto: Fredick Broven Ekayanta Ginting

Kreativitas kadang datang di saat terdesak. Kampung Nipah pernah merasakan sulitnya tanpa mangrove sehingga kemudian muncul GERBANG | Gerbang ini merupkan pintu masuk menuju Pantai Mangrove di Desa kesadaran melestarikannya. Kini, penduduk menikmati hasilnya. Sei Nagalawan Dusun III, Kab Serdang Bedagai. Objek wisata ini selalu ramai didatangi pengunjung setiap akhir pekan.

S

ekitar tahun 80-an silam, pemerintah Orde Baru menggalakkan program pertambakan besar untuk menghasilkan udang windu secara nasional. Alhasil terpaksa dibuka lahan besar di pinggiran pantai. Termasuk di sepanjang pesisir pantai timur Sumatera Utara. Salah satu lokasi yang dirombak jadi tambak adalah hutan bakau di Desa Sei Nagalawan Dusun III. Ahmad Yani kala itu masih anak-anak. Ia ingat sekali, dulu bakau masih banyak tumbuh di desa tempat tinggalnya ini, “tapi dibabat habis, selain untuk udang juga dibuka untuk permukiman,” kenangnya. Tahun 1990-an, Ian dan penduduk lain mulai merasakan dampak kehilangan hutan bakau. Abrasi parah terjadi hingga ratusan meter. Pada 1993, tanaman bakau mulai ditanam secara swadaya oleh penduduk. Penduduk harus mengeluarkan uang seadanya dan tenaga sendiri saat itu. Sayangnya, “pemerintah belum peduli,” sesal Ian. Pemerintah baru sibuk memikirkan lingkungan pasca 2004 ketika bencana Tsunami melanda Aceh, mulai maraknya isu pemanasan global, dan banjir bandang yang melanda Bahorok. Pada 2009 pertama kali penduduk Desa Sei Nagalawan dusun III mendapat perhatian dari pemerintah. Saat itu Badan Penyuluh Hutan Mangrove (BPHM) II yang berkedudukan di Medan membantu menanam bakau. Setahun setelahnya diterima

lima puluh ribu bibit bakau dari program Kebun Bibit Rakyat (KBR) Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Hasilnya saat ini kawasan Desa Sei Nagalawan Dusun III memiliki sekitar 5 hektar areal yang dipenuhi mangrove. Terdiri dari tanaman bakau jenis Jeruju, Api-api, Nyirih, Ketapang, hingga Nipah. Yang unik, Desa Sei Nagalawan Dusun III banyak ditumbuhi bakau jenis nipah (Nypa Fruticans). Nipah adalah jenis mangrove yang tumbuh agak di belakang mangrove lainnya. Nipah hanya tumbuh jika ia disentuh air asin dan air tawar. “Dulu kawasan Desa Sei Nagawalawan Dusun III banyak tumbuh bakau jenis Nipah, jadi orang menyebutnya Kampung Nipah,” ujar Ian. Sejak 2012 lalu, Kampung Nipah terbuka untuk umum dan kini telah menjadi objek wisata yang berbasis pendidikan dan lingkungan. Sebagai tempat wisata, penduduk telah menyulap Kampung Nipah dengan mendirikan beberapa fasilitas. Kini, bila berkunjung ke Kampung Nipah, sudah ada pondok, homestay, perahu wisata, kafe, kedai penjual hasil budidaya mangrove, hingga musala. Ada juga jalan setapak dari bambu yang melintasi rawa dan bakau. Semua diciptakan untuk membuat pengunjung nyaman. Ian mengatakan Kampung Nipah juga menawarkan paket edukasi mangrove kepada para pengunjung. Pengunjung bisa mengikuti kelas mangrove, keliling hutan mangrove

hingga menanam langsung mangrove di kawasan Kampung Nipah. Melalui edukasi, ia harap pengunjung menyadari bahwa keberadaan mangrove sangat penting bagi keberlangsungan lingkungan dan alam. Mangrove memiliki banyak manfaat yaitu sebagai tempat berkembang biak burung dan satwa, tempat tinggal alami untuk beragam jenis biota darat dan laut, sebagai pelindung pantai dari abrasi, sebagai penahan sedimen, hingga sebagai penyerap karbondioksida dan proses daur ulang oksigen. Oleh penduduk, mangrove diolah jadi penganan unik. Ada keripik dari jeruju, kolak dari nipah, dodol dari api-api, cendol dari daun jeruju hingga sirup dari buah perekat/ pidadah.

beranggotakan sekitar 60-an nelayan di Kampung Nipah. Ian merupakan wakil ketua koperasi tersebut. Ian cerita inisiatif pembentukan koperasi ini berasal dari Sutrisno. “Pak Ketua (Sutrisno –red) bilang habis tenaga kita (nelayan –red) habis riwayat kita,” cerita Ian pada awal mula pendirian koperasi tersebut. Para nelayan sepakat dan terbentuklah pada 2009 lalu.Harapannya dengan adanya koperasi, mindset para nelayan berubah menjadi mandiri dan bebas dari tengkulak. “Nelayan identik dengan kemiskinan, kebodohan,” tambahnya. Melalui koperasi nelayan ditujukan untuk berkembang dan lebih sejahtera. Penanaman bakau dan pengembangan Kampung Nipah menjadi objek wisata merupakan Berawal dari Kelompok hasil dari pengembangan Nelayan koperasi ini. Selain itu, penduduk Kata Kepala Seksi Promosi membudidayakan mangrove Pariwisata Dinas Pariwisata, menjadi produk lain yang Budaya, Pemuda dan Olahraga mampu memberi nilai tambah Kabupaten Serdang Bedagai dan menjadi sumber pemasukan Hadi Sumantri, usulan Kampung ekonomi lain bagi penduduk. Nipah menjadi tempat wisata Andy Boy, lulusan datang dari masyarakat Universitas Negeri Medan Kampung Nipah sendiri. “Mereka yang berkunjung ke Kampung yang mengembangkan, mereka Nipah mengapresiasi penduduk pula yang lihat potensinya,” yang mampu dengan kreatif ujarnya. menciptakan kawasan ekowisata. Ian merupakan salah seorang “Ini kan masih jarang ada,” dari kelompok masyarakat ujarnya. Namun ia menilai yang melestarikan bakau dan Kampung Nipah masih perlu mengembangkan objek wisata banyak pembenahan jika Kampung Nipah. Kelompok ingin menarik lebih banyak tersebut berbentuk Koperasi pengunjung. “Kebersihannya Serba Usaha (KSU) bernama masih kurang, perlu ditingkatkan Muara Baimbai. Koperasi tersebut perawatan,” lanjutnya.


14 laporan khusus

Sungai Deli, Kini dan Nanti SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Sungai Deli, Kini dan Nanti Seorang warga membuang sampah ke Sungai Deli, Sabtu (16/6). Sampah merupakan sumber pencemaran Sungai Deli. YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU

Koordinator Liputan: Yulien Lovenny Ester Gultom Reporter: Shella Rafiqah Ully, Amelia Rahmadani, Nurhanifah, dan Yulien Lovenny Ester Gultom

Sungai Deli sumber kehidupan dan sumber pencemaran. Sungai Deli, dibersihkan harus, kesadaran masyarakat perlu dan peran serta pemerintah dibutuhkan.

A

ir sungai s e p a n j a n g seratus meter ini sangat jernih. Perairan yang bersih menjadi tempat segala jenis ikan sungai hidup. Warga Kampung Aur biasa mandi, dan mencuci di sungai ini. “Kata mamak, dulu Sungai Deli nampak sampai ke dasar,” kenang Norma, ia tinggal di Kampung Aur. Hal serupa juga dikatakan Mauzatul Hanasah, warga Kampung Aur. “Bahkan yang sudah punya kamar mandi pun, mandinya di sungai,” ujarnya. Selain itu, dulu warga juga sering mengelola

air sungai untuk diminum. Awal Januari 2011, hujan lebat mulai turun kira-kira pukul 01.00 dini hari. Lalu, suara toa masjid berkumandang. “Banjir . . . banjir. Segera mengungsi, angkat barang”, ujar Mauzatul menirukan pemberitahuan yang didengarnya. Hujan lebat mengguyur wilayah Kampung Aur selama dua hari, aliran air sepanjang seratus meter meluap. Mauzatul bersama kedua orang tua dan sebelas saudaranya yang tinggal di rumah dengan sigap memindahkan barang ke atap rumah. Barang-barang elektronik seperti kulkas dan televisi diamankan ke atas atap. Mauzatul dan beberapa saudaranya segera mengungsi ke rumah sepupu, sedangkan sisanya berjaga di atap agar barang-barang tidak tenggelam akibat banjir. “Baru itulah saya mengungsi, karena banjirnya besar kali,” terang Mauzatul. Banjir yang menghadang

Kampung Aur tidak terjadi sekali atau dua kali. Setiap hujan lebat, Kampung Aur selalu banjir. Mauzatul mengatakan karena seringnya banjir, warga seolah kebal jika banjir menghadang, “Sekarang, kalau banjir sudah biasa saja, kami tetap bertahan di rumah, takut barang kami hilang,” ujarnya. Mauzatul bilang saat banjir, air akan naik setinggi kepala orang dewasa. Tapi, hampir semua warga di pinggiran Sungai Deli tetap memilih tinggal di rumah. “Bisa dikera (hitung) banjir itu, pagi-pagi sudah surut,” timbangnya. Desmiati Ceniago, warga Kampung Aur juga punya pengalaman serupa. Ia hidup di Kampung Aur sejak masih kecil. Ia bilang, dulu masyarakat lebih memilih menggunakan air Sungai Deli untuk dikonsumsi di banding harus membeli dari perusahaan air. Desmiati menceritakan kondisi sungai mulai tak

bersahabat saat pertengahan tahun 1982, air sungai sudah mulai tercemar dan banyak sampah di sungai. Dampaknya, banjir besar mulai dirasakan warga. Ia bilang rumahnya sempat tenggelam. “Nah sebagian itu hanyut rumahnya,” tunjuknya pada salah satu bangunan bertingkat tiga di sebelah Masjid Kampung Aur. “Waktu itu semuanya habis, dokumen banyak yang hanyut,” tambahnya. Desmiati bercerita tahun 2002 Kampung Aur kembali hadapi banjir kali ini ia telah siap mengantisipasi lebih awal. Caranya dengan melaminating dokumen penting agar tidak basah. Mauzatul dan Desmiati tahu penyebab seringnya banjir di Kampung Aur karena sampah. Tapi ia bilang, kesadaran masyarakatnya masih kurang. Desmiati juga katakan masyarakat tetap lakukan upaya pelestarian Sungai Deli, hanya saja usaha ini kurang efektif.

,

,

Yulien Lovenny Ester Gultom

Membangun kesadaran masyarakat butuh puluhan tahun.

YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU

Muhammad Darwis Nasution Pendiri Save Our River


Sungai Deli, Kini dan Nanti

laporan khusus 15

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015 “Sampahnya kan dari atas, jadi mau bagaimanapun akan terus mencemari,” keluhnya. Selain itu, Mauzatul bilang kendala lainnya adalah fasilitas. Fasilitas seperti tempat sampah sangat dibutuhkan. Mauzatul sempat ingat kalau kepala lingkungan pernah memberikan tempat sampah tapi karena banjir tempat sampah tersebut hanyut. Ia pun mengeluhkan karena tidak tahu di mana harusnya mereka membuang sampah, sungailah yang selama ini dijadikan tempat sampah. Menanggapi hal ini, Syafri Tanjung, Ketua Komunitas Peduli Anak, sekaligus pengawas Sungai Deli bilang saat ini, jumlah volume sampah yang dibuang masyarakat mulai berkurang. Sebab, tiap minggu mereka rutin melakukan kegiatan gotong-royong. Syafri tambahkan kalau mereka juga sudah menyediakan fasilitas bank sampah. Namun, tidak semua warga membuang sampah pada tempatnya. “Anak-anak di sini sekarang perlu diberi edukasi untuk tidak membuang sampah di sungai,” ujarnya. Banjir terus melanda Sungai Deli, untuk itu diperlukan perbaikan. Angin segar datang saat Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho mengeluarkan surat edaran 2014 silam untuk menjadikan Sungai Deli jadi tempat wisata. Hal ini dibenarkan oleh Siti Bayu Nasution, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Ia bilang Pemerintahan Provinsi Sumut punya program yang akan dilaksanakan selama rentang 12 tahun. Program ini bernama Gerakan Penyelamatan Sungai. Program jangka panjang ini punya target akhir: sungai bersih. Sehingga Sungai Deli memungkinkan untuk dijadikan kawasan ekowisata air. “Dimulai 2014 lalu, langkahnya kita bagi dalam tiga tahap,” ujar Zico F Silalahi, Staf Badan Lingkungan Hidup membuka penjelasan. Zico jelaskan dalam waktu 12 tahun, ada tiga tahap yang harus d i l a k u k a n . R e n t a n g e m p a t t a h u n

pertama, tergetnya sungai bebas sampah dan sempadan tertata. Empat tahun kedua, targetnya status sungai tidak tercemar dan air sungai menjadi layak konsumsi. Sedang empat tahun terakhir sungai dapat dilayari dan telah menjadi kawasan ekowisata Sungai Deli. Posma Samosir, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II mengatakan solusi untuk menjadikan Sungai Deli sebagai objek wisata adalah cara yang bagus. Hanya ia belum dapat surat edaran tersebut, tapi jika ingin menjadikan Sungai Deli tempat wisata hal pertama yang harus dilakukan yaitu dengan relokasi warga di pinggiran sungai. Tahun 2008, sosialisasi untuk memindahkan masyarakat sudah dilakukan, namun masyarakat menolak. Ada dua lokasi yang rencananya akan menjadi rumah susun untuk warga yaitu di sekitar kampung Aur dan Marelan. Norma, salah satu warga memang mendengar sosialisasi untuk pemindahan masyarakat. Tapi ia menolak untuk pindah. “Enakan di sini, mudah cari makan, mudah cari uang, sekolah untuk anak-anak dekat,” ujarnya. Norma bekerja sehariharinya sebagai tukang cuci, ia biasa mencuci di Sungai Deli. Ia bilang jika ia mencuci di kamar mandi, ia hanya bisa mencuci satu ember penuh. Sedangkan jika ia mencuci di pinggiran sungai, jumlah ember berisi kain untuk dicuci lebih banyak, dengan demikian pundi-pundi rupiah yang ia dapat lebih banyak. Menanggapi hal ini, Posma tidak bisa berkomentar banyak, ia bilang lokasi masyarakat yang sebenarnya salah dan kesadaran memiliki yang kurang. Ia jelaskan daerah Kampung Aur dan daerah di pinggiran Sungai Deli memiliki batas yang disebut sempadan sungai, l o k a s i

Norma ditemani putrinya mencuci kain di pinggir Sungai Deli, Sabtu (16/6). Norma memanfaatkan Sungai Deli jadi Mata Pencahariannya.

YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM

inilah yang dijadikan tempat bermukim warga. Padahal sempadan ini salah satu fungsinya adalah menahan banjir. Selama ini yang dikira warga sebagai banjir adalah debit air yang sedang meninggi di daerah sempadan saja, bukan banjir yang sebenarnya. Norma tetap bersikukuh menolak pindah, “Penghasilan kami paspasan, kalau pun kami pindah dari sini kayak mana kami bayar uang sewa rumah susun itu,” ujarnya. Oleh sebab itu, ia tetap bertahan walau air sungai meluap dan menggenangi rumah mereka. Posma mengatakan, BWSS II juga telah melakukan upaya untuk mengatasi banjir yaitu dengan pembangunan kanal di Marendal, Alasannya karena selain biaya yang lebih murah dari pada pelebaran sungai, pembangunan kanal lebih e�isien. “Saya lupa anggarannya, tahun 2012 dibangun,” ujarnya. Air dari kanal akan dialirkan ke Sungai Sei Percut dan rencananya tahun 2017 mendatang akan dilakukan pembangunan Waduk Sei Meimei untuk menampung debit air Sungai Deli. Saat ini prosesnya masih pada tahap

meminta izin menteri kehutanan karena wilayah Waduk Sei Meimei termasuk hutan produksi. Posma juga berkomentar, untuk menjadikan Sungai Deli sebagai objek wisata masih butuh waktu yang sangat lama. “Membangun masyarakat itu butuh waktu lama,” tuturnya. Muhammad Darwis Nasution, Pendiri Save Our Rivers sepakat dengan Posma. Ia bandingkan dengan sebuah sungai di Korea yang tahap pembersihannya hanya membutuhkan waktu 57 hari. Hal serupa juga bisa dilakukan pada Sungai Deli. Bedanya, jika di Korea pada hari ke 58 masyarakat tidak lagi membuang sampah di sungai, masyarakat di Sungai Deli tetap membuang sampah pada sungai, “Membangun kesadaran masyarakat butuh puluhan tahun,” ujarnya. Save Our Rivers adalah komunitas peduli lingkungan untuk melestarikan sungaisungai di Sumatera Utara dengan melakukan operasi pembersihan Sungai Deli. Darwis juga mengatakan selain masyarakat, peran aktif pemerintah juga diperlukan. Air Sungai Deli membatasi tiga wilayah Karo, Deli Serdang, Medan, oleh karena Darwis bilang pemerintah daerah harus saling bekerja sama. Save Our Rivers sudah mulai menjadikan Sungai Deli sebagai objek wisata sejak September 2014. P e m b a n g u n a n ini sebagai

pengembangan upaya untuk penyelamatan sungai. September 2014 lalu, ada kegiatan bersama Istri Gubernur Sumut untuk mengarungi Sungai Deli. Di sini, pengunjung yang mau berwisata di sepanjang sungai, bisa sekaligus melakukan upaya membersihan daerah pinggiran sungai. Posma sepakat kalau koordinasi sangat diperlukan untuk memperbaiki Sungai Deli, tak hanya kesadaran masyarakat, pemerintahan juga harus ikut berperan untuk memulihkan kondisi Sungai Deli dan menjadikan Sungai Deli objek wisata nantinya. “Bukan objek wisata air saja, pembangunan lapangan sepak bola dan ruangan terbuka hijau bisa dibuat,” ujarnya. BLH Provinsi Sumatera Utara bilang kesadaran yang harus berubah bukan hanya untuk masyarakat di pinggiran sungai tapi seluruh masyarakat Kota Medan dan dua kabupaten lainnya. Siti menjelaskan limbah yang paling banyak di Sungai Deli adalah limbah domestik—rumah tangga. Sedangkan untuk perusahaan ataupun instansi, Siti bilang kalau perusahaan harus punya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mengelola limbah sebelum dialirkan ke sungai, agar tak berdampak buruk ke sungai. Terakhir Siti tegaskan kalau tak hanya BLH Provinsi Sumut saja yang harus bekerja sama, pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Karo harus saling mendukung untuk mewujudkan program 12 tahun ke depan. Siti bilang peran serta pemerintah dan masyarakat yang terpenting. “Kita harus saling berkoordinasi,” tutupnya.


16 mozaik cerpen Raden Ayu Khairunnisa Fakultas Pertanian 2012

S

uara adzan memecah ketenangan pagi. Aku sibuk berkutat dengan mesin ketik, menyelesaikan tugas kuliah. Tak kuperdulikan panggilan salat, yang kutahu tugas harus siap! Aku memekik sendiri, ketikanku salah lagi. Aduh! Rasanya hidupku semakin sesak saja. Merutuk lagi. Pagi ini hujan. Jalan menuju Tembok Doraemon pasti banjir. Sial! Kuterjang saja hujan pagi itu. Katanya hujan itu berkah. Tapi, masa Tuhan nurunin berkah yang bikin hamba-Nya susah? Kuberi tahu ya, ada satu tembok penghalang yang membatasi antara lingkungan kampus dengan pemukiman penduduk di sebelahnya. Tembok Doraemon namanya. Langkah demi langkah kulalui sambil menggerutu tak jelas. Tak mensyukuri berkah pagi hari. Sampai di kampus, kuyup. Aku berjalan sambil melirik ke musala pagi itu, masih sepi. Hanya beberapa orang sedang sholat. Tak peduli, kupacu langkah menuju ruang kelas. *** Untuk kedua kalinya di hari ini, panggilan-Nya datang lagi. Sayangnya, aku memilih bandel lagi. Aku masih berkutat dengan jurnal-jurnal yang menyita seluruh hariku. Aku merasa sehari itu enggak cukup 24 jam. Sepertinya aku butuh tambahan banyak waktu untuk mengerjakan tugas. Lagi dan lagi, kelalaian ku semakin menjadi. Aku berdiri hendak mengambil wudhu, ingin sholat walaupun telat, yang penting sholat. Tak sengaja kubaca artikel yang ditempel di dinding musala. Isinya kira-kira seperti ini: Di saat jurusan-jurusan lain mengadakan berbagai kegiatan dan memfasilitasi mahasiswanya untuk kreatif dan memiliki softskill tinggi, jurusan saya malah masih sibuk dengan kuliah, lab, jurnal, lahan, dan segala tetek bengek kehidupan kampus yang menyita hampir 24 jam waktu saya! Semuanya bisa dibilang itu-itu saja! Ah, kuliah tak boleh menghambat prestasi, kuliah tak boleh menghalangi pengembangan diri ! Kita harus keluar. Dunia ini besar! Tersentak! Aku menghela napas, lirih. “Ngena banget lah isinya…. Cak kau

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Satu Hari yang Damai lihat dulu ini, Yu....” ujarku pada seorang teman. “ Iya, Ra, Benar sekali. Kita harus punya kesempatan untuk berprestasi. Dunia itu gak selebar daun kelor, kata pepatah sih begitu.” “ Iya, ya... lalu kapan aku bisa keluar dari kungkungan ini?” pertanyaan itu kuajukan pada diriku sendiri. *** Hampir gelap saat aku berjalan pulang. Sendirian. Melewati jalan yang sama yang kulewati tiap hari. Menendang kerikil. Pikiranku mengawang. Di pikiranku. Apa yang kucari sebenarnya? “Apa tujuan aku di sini? Mengapa aku tercipta? Kenapa hanya kuliah, tugas dan jurnal yang aku kerjakan? Kenapa waktuku hanya untuk hal-hal yang memuakkan? Tugas dan tugas lagi. Kenapa hidupku dan waktuku yang berharga hanya untuk hal-hal seperti itu? Apa gunanya semua ini?“ Aku berteriak! Menggeram! Bicara sendiri seolah gila. Kuseret langkah sepanjang jalan Menelusuri jalan yang kutempuh untuk pulang. Lelah mendera.. Kembali pikiranku berkecamuk. Tembok Doraemon semakin dekat. Aku mempercepat langkah. Menuju keperaduan yang tak seberapa. Aku bingung pada siapa akan berkeluh kesah. Seperti gersang, Seperti ada lubang di hati, tapi tidak tahu bagaiman menutupinya. Di balik Tembok Doraemon, aku masih mencari satu hari damai dalam hidupku. Mencari kenapa aku harus seperti ini? Merasa hidupku tak berarti. Merasa waktuku terbuang sia-sia. Mau cerita, teman-teman juga merasakan hal yang sama. Mau tidur, tak bisa. Tugas-tugas menghantui. Waktu salat Isya telah tiba. Aku dipanggil untuk kesekian kalinya berjumpa dengan Sang Pencipta. Entah kenapa setiap akan beribadah, rasanya seperti ada yang mengejarku. Tugas. Itu dia jawabannya. Tugas membuat aku selalu terburu-buru beribadah. Aku kembali bertanya, kenapa aku tak bisa menikmati hidup? Kenapa ibadahku selalu saja tergesa-gesa karena tugas.? Aku harus mencari jawaban ini semua, tapi pada siapa?

*** Lagi dan lagi, aku melalui Tembok Doraemon. Ngampus. Hidupku terasa datar, sanking datarnya ekspresi pun akhir-akhir ini menjadi se flat setrikaan, tak senyum, tak bahagia, tak bisa ngapa-ngapain hanya karena tugas yang menumpuk. Merasa kayak di kerangkeng. Batinku ini meronta ingin selesai, ingin berakhir, tapi kenapa waktu terkesan berjalan begitu lambat? Aku lari ke musala, entah kenapa aku selalu seperti ini. Berharap mendapat ketenangan yang tak pernah kudapatkan. Di sana, kulihat banyak perempuan-perempuan berjilbab duduk melingkar. Samar-samar terdengar suara salah seorang dari mereka, “ Hidup ini jika ingin bahagia intinya bersyukur, bersyukur atas apa yang kita punya, bersyukur kepada Tuhan, Nikmat Tuhan yang manakah yang kita dustakan? Kita sering ngedumel gak jelas. Padahal kita gak sadar betapa Tuhan menyayangi setiap manusia,” Astaga…. aku semakin melihat diriku di depan mataku. Kata-kata itu seperti ditujukan untukku. Seperti roll film, terulang kembali saat aku menggerutu karena hujan di pagi hari, sering lalai beribadah, banyak tugas, banyak jurnal, sering tidak bersyukur bahwa aku masih bisa bernapas dengan gratis! Dadaku sesak. ingin menangis. Betapa hidupku tak berarti karena aku sendiri, betapa aku tak bahagia karena memang akulah yang membuatnya demikian! Aku yang selalu tergesa-gesa karena akulah yang selalu mendewakan tugas. Itu aku! Aku! Banyak sekali nikmat-Nya yang kusia-siakan.. *** Malam merajai bumi. Di balik Tembok Doraemon aku menelusuri hari. Bersyukur. Itulah yang aku tak punya. Itulah yang sering aku lupakan. Bersyukur. Di balik Tembok Doraemon aku bersyukur. Satu kata yang sebenarnya bisa membuat aku bahagia. Aku memutuskan untuk kembali mencari banyak jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mampu mengisi lubang di hati. Ku teruskan perjalanan panjang yang begitu melelahkan, dan kuyakin kau tak ingin aku berhenti.


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

sorot

Tutur ala Batak Erista Marito Oktavia Siregar Butet : Apa kabar, Amangboru? Amang : Bukan amangborumu aku, pak tuamunya aku, dodong. Ndang diboto Ho martutur.

M

asyarakat Batak sangat familiar dengan percakapan di atas. Setiap kali bertemu dengan orang sesama suku batak, masyarakat Batak harus mafhum akan ‘tutur’. Bila kita telaah arti kata tutur di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti perkataan yang diucapkan. Setiap kata yang diucapkan oleh seorang kepada yang lain bisa dibilang tutur. Tidak demikian dengan ‘tutur’ ala Batak. ‘Tutur’ dalam adat Batak dapat diartikan banyak. Tutur menuntut orang Batak harus mafhum ihwal garis keturunan. Tutur menuntut orang Batak tidak membedakan status sosial. Mengatur keseluruhan cara berperilaku dan berkomunikasi. Termasuk panggilan pada orang lain. Terkadang tutur juga disamakan dengan martarombo. Orang Batak, kalau martutur, bisa sampai berjam-jam. Salah martutur, habislah dia. Jika seorang tidak mampu bertutur, misalnya dalam pesta adat, ia akan dapat cemooh. Tutur juga meniadakan status sosial di sesama suku Batak. Seorang bupati harus meninggikan adik laki-laki isterinya, walau ia hanya seorang tukang kebun. Misalnya, dalam sebuah upacara adat seorang bupati harus ‘mangulosi’ (memberi selendang sebagai bentuk rasa hormat, menghargai atau memberkati) seorang tukang kebun dalam upacara pernikahan yang diadakan suatu kelompok marga. Struktur sosial ini tercermin dalam bentuk

si poken

tuturan dalam bahasa Batak, seperti pada contoh berikut Jalo hamuma ulos tondion (Terimalah selendang ini, sebagai penghangat dalam kehidupanmu) Tutur mencakup banyak hal termasuk solidaritas. Sebab dalam tutur, setiap orang Batak merupakan anggota dari suatu marga, oleh karena itu sekelompok masyarakat yang memiliki marga yang sama akan menjadi ‘dongan sabutuha’ (saudara dari keturunan marga yang sama). Bagi masyarakat Batak, menurut Sihombing (1986: 71-72), keseimbangan untuk kelangsungan hidup berasal dari falsafah Batak. Dalihan na tolu merupakan falsafah yang paling penting bagi masyarakat Batak. Falsafah ini sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Penerapan mekanisme ‘dalihan na tolu’ ‘Tiga’ yang dimaksud di sini adalah tiga buah batu yang digunakan sebagai tungku untuk menyanggah belanga penanak nasi. Belanga tempat menanak nasi ini harus selalu dalam keadaan seimbang, dan untuk itu batu penyangganya harus tiga buah batu. Letak ketiga penyangga tersebut harus disusun dengan baik, dengan jarak yang sama antara penyangga yang satu dengan penyangga lainnya agar kekuatan untuk menahan berat belanga dapat terjaga dengan baik. Di samping itu, ketiga penyangga juga harus berukuran sama, untuk menjaga keseimbangan letak belanga. Hal inilah yang menunjukkan asal mula persamaan derajat yang dianut oleh masyarakat Batak. Bagi masyarakat Batak derajat semua warga adalah sama, yang berbeda adalah tugas dan fungsi masing-masing warga dalam suatu keperluan.

mozaik 17 puisi

Tikus Raksasa (yang) Berdasi Indra Sinaga Fakultas Hukum 2014 Mereka hidup, tapi mati hati dan nuraninya Mereka ada, tapi hanya raga saja di sana Jiwa mereka melayang entah kemana Mereka peduli, tapi untuk sesama dan sedarah Untuk kita nomor sekian saja Mereka manusia, tapi tak ada manusia yang memangsa sesama Mereka adalah tikus raksasa, yang kehilangan naluriah Ketika dibungkus dalam satu arena, kemudian memangsa sesama Saling gigit saling gerogot, agar jadi satu yang tersisa Keluar dari kubangan kegelapan dan jadi penguasa Ya, memang kami pilih perpanjangan tangan kami Tapi kami tak dapat persenan Malah mereka nikmati tanpa dosa, kami kebagian ampas saja Oh Tuhan Setidaknya, koreklah kelam hatinya Ambil tamak dan serakahnya Agar tak ada yang menderita Baik kami si rakyat jelata pun mereka tikus raksasa

ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU


18 potret budaya

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Songket Melayu Deli

Lambang Kekayaan Deli Lahir Kembali KAIN SONGKET| Karyawati Yayasan Khasana Warisan Melayu Deli menggulung kain songket, Senin (25/5). Harga kain songket per 2 meter dijual Rp 600 ribu hingga Rp 2 juta. VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

Mutia Aisa Rahmi Keistimewaannya terdapat pada motifnya yang menggambarkan kekayaan Negeri Deli pun adatnya. Bertahun-tahun eksistensinya seolah hilang. Kini, keberadaannya perlahan mulai digaungkan.

A

wal April lalu, tepatnya Sabtu, 4 April, menjadi hari penting bagi Tuti Hariati. Ia akan memasuki satu langkah lebih maju dalam kehidupannya, hari ini ia akan menjalani proses pernikahan. Persiapan telah dilakukan jauh-jauh hari. Dan pagi itu adalah puncak penantian dari segala persiapan yang telah ia lakukan. Ia tengah dirias di depan kaca, melihat dirinya sendiri dipercantik untuk menghadapi hari spesialnya. Meja rias terlihat penuh, berjejer berbagai alat rias. Tak jauh dari tempat ia duduk, di atas kasur, tergelar sepasang baju kebaya beserta rok. Rok berwarna kuning emas itu merupakan hasil tenunan khas Melayu Deli, atau yang disebut Songket Melayu Deli. Songket Melayu Deli akan ia kenakan selama proses pernikahan nanti. Hari itu, ia dan calon suaminya beserta

KREASI SONGKET | Dompet dan tas merupakan hasil kreasi kain songket Melayu Deli, Senin (24/5). Sejak 2014 Yayasan Khasana Warisan Melayu Deli memodernisasikan songket Deli. VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

keluarga kompak menggunakan songket ini, “Karena kami orang melayu, jadi pakai songket Melayu Deli,” ujarnya. Songket yang ia pakai, ia beli di daerah Kampung Melayu. Harganya cukup mahal, dan ketika itu ia mengaku agak kesulitan memilih songket yang akan ia beli, karena tak banyak yang menjual Songket Melayu Deli, sehingga tak begitu banyak pilihan yang bisa ia pertimbangkan. “Enggak banyak yang jual waktu itu, mungkin karena adat yang juga mulai terkikis,” ungkapnya. Sebagai keluarga Melayu Deli, songket menjadi salah satu kekhasan budaya yang dimilikinya. Songket biasanya digunakan untuk acaraacara yang berhubungan dengan adat, seperti pernikahan dan acara syukuran lainnya. Beda halnya dengan zaman dahulu, ketika Tanah Deli masih berada di masa kerajaan. Keluarga-keluarga kerajaan menggunakan songket tak hanya untuk acara-acara penting kerajaan tetapi juga kegiatan sehari-hari kerajaan. Namun, bedanya ketika zaman kerajaan, kain songket hanya bisa dipakai oleh kalangan tertentu, “yang pakai songket dahulu hanya kalangan keluarga kerajaan saja,” jelas Rozanna Mulyani, dosen Sastra Melayu di Fakultas Ilmu Budaya USU. Songket Melayu Deli sudah ada sejak taun 1800-an, yang dahulunya hanya diproduksi dan diperuntukkan bagi keluarga kerajaan. Keistimewaannya sendiri terletak pada motif yang dituangkan ke dalam songket ini. Seperti motif Tembakau Deli yang menggambarkan Tanah Deli sebagai pemasok tembakau terbesar di zamannya. Atau motif Permata Deli, yang menggambarkan ciri khas hiasan dinding istana Maimun. “Motifnya merupakan corak kekayaan alam Tanah Deli, sebagai bentuk penghormatan kepada Yang Maha Esa,” jelas Rozanna. Selain itu, songket Melayu Deli juga melambangkan kemewahan, kemewahan ini terlihat dari susunan benang yang ditenun menjadi songket. Sebagian besar kain songket ditenun dangan selingan benang emas ataupun perak. “Selain corak, benang emas atau perak juga menggambarkan kemewahan kerajaan Deli,” ungkap Rozanna. Seiring berjalannya waktu, dan semakin

memudarnya eksistensi kerajaan Melayu Deli, Songket Melayu Deli kini tak lagi menjadi pakaian yang hanya digunakan oleh beberapa kalangan, penggunaannya semakin disesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun sayang, eksistensi songket Melayu Deli semakin surut, keberadaannya tak seeksis Songket Melayu Batubara. Menurut Rozanna, hal ini dikarenakan proses pembuatan songket yang membutuhkan waktu yang lama serta harga jual songket yang cukup mahal, menyebabkan ia tak begitu digemari. Terlebih, jumlah songket Melayu Deli yang kalah banyak dengan songket melayu lainnya, yang menyebabkan songket lain lebih dikenal. Ia sendiri menyayangkan terjadinya kemunduran ini. Hal ini dapat membahayakan keberadaan salah satu kekayaan budaya. Hal ini jugalah yang dirasakan Tengku Syarfina, pendiri yayasan Khasanah Warisan Melayu Deli. Yayasan non-profit ini bergerak di bidang pelestarian budaya Melayu, yang berfokus pada pelestarian songket Melayu Deli. Tepatnya April 2014, ia memutuskan untuk mendirikan yayasan ini. Setelah sebelumnya ia bertemu dengan berbagai jenis songket dari daerah lain, namun ia tak menemui songket dari daerahnya sendiri, yakni Tanah Deli. “saat itu saya bertanya-tanya, kenapa Deli tak punya songketnya sendiri,” ujarnya. Alhasil, ia menemukan fakta bahwa sebenarnya, masyarakat kerajaan Deli telah lama memiliki songket sendiri. Dengan corak khas yang menggambarkan kekayaan negerinya. Berbekal fakta itu, ia kemudian mengumpulkan foto-foto lama kerajaan dan kemudian mencari corak-corak khas yang dimiliki songket Melayu Deli. Kemudian, ia aplikasikan pada produk songketnya. Persiapan untuk pendirian yayasan ini memakan waktu sekitar sembilan bulan. Persiapan itu sendiri terdiri dari pelatihan yang diberikan kepada penenun hingga persiapan pemasaran hasil produksi. Hingga saat ini, rata-rata yayasan ini memproduksi sekitar tiga puluh kain setiap bulannya. Targetnya, eksistensi songket Melayu Deli semakin baik, semua masyarakat Deli tahu keberadaan songket ini dan menggunakannya.


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

riset 19

USU Jadi Kawasan Tanpa Rokok, Setujukah? Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, atau kegiatan memproduksi, menjual serta mempromosikan atau mengiklankan produk tembakau. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Dengan penetapan beberapa kawasan tanpa rokok seperti angkutan umum, rumah ibadah, rumah sakit, institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat bermain anak. Ada beberapa peraturan yang membahas mengenai KTR, di antaranya Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 03 Tahun 2014 dan Peraturaan Wali Kota Medan Nomor 03 Tahun 2014. Dengan acuan itu, sudah seharusnya USU menjadi KTR. Lalu, bagaimana mahasiswa USU memandang hal ini? Setujukah? Tidak setujukah? Semoga hasil jajak pendapat ini menghasilkan sesuatu yang positif untuk kebijakan di USU. Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 369 mahasiswa USU. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling dan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Kuisioner disebar dalam rentang waktu 13 Mei-1 Juni 2015. Dengan tingkat kepercayaan 94 persen serta sampling error enam persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (Litbang)

3. Setuju atau tidak setujukah Anda USU menjadi KTR?

Setuju

79,7% 20,03% Tidak Setuju

1. Apakah Anda seorang perokok atau tidak perokok?

18,48% Perokok

81,52%

Jika Anda perokok atau bukan perokok setuju atau tidak setujukah Anda USU menjadi KTR?

Tidak Perokok

12,33%

60,25%

39,75%

98,07%

1,93%

Laki-laki Tidak Perokok

Perempuan Tidak Perokok

Laki-laki Perokok

Perempuan Perokok

Bukan Perokok Setuju

6,25%

75,27%

Bukan Perokok Tidak Setuju

2. Apakah Anda tahu atau tidak tahu mengenai undang-undang (UU) yang mengatur kawasan tanpa rokok (KTR) yakni UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009?

Tahu

67,66%

Tidak Tahu

Perokok Tidak Setuju

4. Jika USU menjadi KTR apa masukan Anda?

33,9%

32,34%

6,25%

Perokok Setuju

32,2%

30,0%

3,3% Konsisten dan memberi sanksi bagi yang melanggar

Kebijakan Menyediakan Biar sehat, yang bagus kawasan mengurangi dengan rokok polusi dan mengurangi kecanduan


20 resensi

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

Sajian Alegori

Shella Ra�iqah Ully Judul : Animal Farm Penulis : George Orwell Tahun Terbit : 1945 Tahun Terbit : 2015 Penerbit : Bentang Halaman : 140 halaman Diterjemahkan kembali oleh Bakdi Soemanto

Apik Kritik Pemerintah

VANISOF KRISTIN MANALU| SUARA USU

Kali ini lewat kisah para binatang Orwell menyuarakan sindirannya pada sistem pemerintahan totaliterisme. Novel klasik fenomenal ini adalah satu di antara sekian suaranya yang bernada satire pada penguasa.

D

alam kumpulan esainya yang berjudul The Prevention of Literature atau dalam terjemahan Indonesia berjudul Mereka yang Tertindas. Orwell memperlihatkan dengan jelas dirinya menaruh perhatian besar pada mereka yang terjajah. Orwell menuliskannya secara jujur dan kritis. Banyak hal yang melatarbelakangi perhatiannya, salah satunya sebab ia dan istrinya merasakan sendiri ‘tendangan penindasan’ saat kaum komunis memburu mereka. Orwell yang bernama asli Eric Arthur Blair hidup dengan mengabadikan dirinya pada menulis. Pada tahun 2008, Orwell mendapat peringkat 2 dari daftar 50 penulis Inggris terbesar sejak tahun 1945 versi The Times. Karya-karyanya sarat akan kritik pada ketidakadilan sosial. Pun dengan Animal Farm. Alegori politik yang ia tulis pada masa Perang Dunia II sebagai bentuk sindirannya atas totaliterisme Uni Soviet. Pada intinya, novel ini bercerita tentang sekelompok hewan di sebuah peternakan yang berhasil menggulingkan kekuasaan manusia, sang pemilik peternakan. Kisah novel ini bermula dari sebuah peternakan. Malam itu, setelah Pak Jones, pemilik peternakan meninggalkan peternakan. Semua binatang berkumpul di lumbung besar peternakan. Di bawah komando Si Tua Major, Babi Tua pemenang sayembara

ternak yang amat disegani di Peternakan Manor. Semua binatang rela mengorbankan waktu tidur mereka untuk mendengarkan perkataan Major. Major ceritakan mimpi aneh yang dialaminya. Si Babi Major menyadarkan, hidup seekor binatang penuh perbudakan, begitulah kenyataan sebenarnya. Binatang terus dipaksa hidup dalam kondisi sengsara, sedangkan hampir semua hasil produksi dari kerja para binatang dirampok oleh bangsa manusia. Si Tua Major menyimpulkan, semua masalah dirumuskan dalam satu kata: Manusia. Satu-satunya makhluk yang mengonsumsi tanpa menghasilkan. Tak menghasilkan namun menjadi penguasa atas semua kehidupan binatang. Akhirnya, cerita tentang mimpi aneh yang dialami Major adalah tentang dunia tanpa manusia. Angin-angin revolusi tengah berupaya dihembuskan Major kepada binatangbinatang lainnya. Malam itu, mereka patri satu cita-cita di benak masingmasing: kehidupan baru kala manusia di Bumi punah. Sayangnya tiga malam berselang Sang Major meninggal. Namun, pidato dalam pertemuan mereka malam itu tetap menyalakan bara perjuangan pada diri setiap binatang. Adalah dua babi cerdas, Snowball dan Napoleon. Keduanya punya tu-

gas khusus yaitu mengorganisasi dan mengajarkan binatang lainnya. Babi-babi cerdas tersebutlah yang mengelaborasi ajaran Major ke dalam suatu sistem pemikiran yang komplet, yang pada akhirnya mereka beri nama Binatangisme. Snowball dan Napoleon punya kepribadian berbeda. Masing-masing lihai dalam kelebihannya sendiri. Snawball cepat dalam berbicara dan menemukan hal baru tapi tak punya kedalaman karakter sedangkan Napoleon berpenampilan garang, tak banyak bicara tapi kerap kali memaksakan kehendaknya. Tiga bulan selanjutnya. Menjelang tengah musim, kala jerami hampir selesai dipotong. Pemberontakan terjadi begitu saja, tanpa rencana sebelumnya. Meski pasti bukan tanpa sebab, Mereka dilecut dengan cemeti oleh Pak Jones dan orang-orangnya. Semua binatang marah. Serempak menyerang. Memblokade semua sisi. Setelahnya, Pak Jones dan orang-orang di peternakan pun lari ketakutan. Setelah pemberontakan, oleh Snowball dan Napoleon dihadapan seluruh penghuni peternakan mengikrarkan Tujuh Perintah. Tujuh Perintah tersebut diprasastikan di dinding, menjadi undang-undang yang tak boleh diubah dan harus dipatuhi. Semula peternakan berjalan baik. Hasil panen baik, seluruh peter-

nakan dikendalikan dengan lancar. Disaat Snowball kembali pada tugasnya mengajar binatang-binatang lain, Napoleon memisahkan anak anjing dari orang tuanya dan diam-diam melatihnya. Ternyata hal tersebut digunakan Napoleon sebagai bagian dari misinya menjadi penguasa Peternakan Binatang. Di akhir, hubu-ngan keduanya berujung tak harmonis hingga Napoleon menghalalkan segala cara menjatuhkan Snowball. Sebagai penulis Orwell telah sukses menggunakan sastra menjadi medium perlawanan, tulisannya berbau satire atas totaliterisme Uni Soviet. Orwell ingin menyampaikan kalau negara tak harusnya punya kewenangan untuk mengatur tiap sisi kehidupan orang per orang. Amanat dalam novel ini tentu tak sesederhana jalan ceritanya. Kekuasaan yang diperoleh dengan tak baik, tentu akan tak baik pula hasilnya. Tak dapat dipungkiri, novel ini jelas bisa membuat revolusi tampak seperti sesuatu yang pesimistis. Tak terhindar dari pikiran bahwa setiap pemimpin akan otoriter dan semaunya. Namun, pilihan Orwell untuk menyajikannya dalam bentuk fabel ataupun alegori adalah hal yang patut diacungi jempol. Menilik kelebihannya, sajian novel dengan konten kritik politik dalam bentuk seperti ini akan mudah dijangkau semua kalangan, anak-anak sekalipun.


SUARA USU, EDISI 103, Juni 2015

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 103, juni 2015


SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

22 Mei 2015

Ada Penyusup,

Aksi Unjuk Rasa Berakhir Ricuh PASKO Damanik, peserta aksi perwakilan Forum Mahasiswa Nasional (FMN) Ranting USU mengatakan Aksi Unjuk Rasa Damai di depan Gedung Biro Rektor pada Kamis (21/5) berakhir ricuh sebab ada penyusup dalam barisan aksi. Pasko jelaskan saat aksi ada penyusup melempar botol berisi bensin. Padahal, peserta aksi sudah sepakat melakukan aksi damai. Wakil Rektor III bilang ada penyusup saat aksi adalah hal wajar sebab peserta aksi banyak. Ia bilang hal ini dapat dicegah dengan pengawasan dari Pema USU dan harusnya mahasiswa jangan mudah tersulut emosi. (Nurhanifah)

24 Mei 2015

Wisuda Periode III Diundur Dua Hari WISUDA Periode III USU Tahun Akademik 2014/2015 pada Sabtu, 23 Mei 2015 yang tertera pada kalender akademik diundur hingga Senin, 25 Mei 2015 selama tiga hari. Disampaikan oleh Samsul Bahri, anggota Panitia Wisuda USU, pengunduran disebabkan banyak mahasiswa yang mendaftar wisuda pada minggu terakhir sebelum pendaftaran ditutup. “Yang daftar hampir lima ratusan di minggu terakhir, jadi melonjak,” ucapnya, Jumat (22/5). Samsul menjelaskan total mahasiswa yang mendaftar wisuda mencapai 2951 mahasiswa. Untuk kemungkinan dipercepat, Samsul bilang tidak mungkin karena beberapa pejabat pimpinan sedang tidak di tempat termasuk pejabat rektor. Murni Dahlena Gultom, Mahasiswa Fakultas Hukum 2011 yang juga mengikuti wisuda pada 25 Mei mendatang mengaku telah mendengar perihal pengunduran wisuda seminggu yang lalu. (Anggun Dwi Nursitha) 5 JUNI 2015

Andri-Wendy Menangi Pemira FMIPA

momentum 23

23 MEI 2015

Seratus Wartawan Lakukan Unjuk Rasa di Biro Rektor

SERATUS wartawan lakukan unjuk rasa di depan Gedung Biro Rektor menuntut pertanggungjawaban atas penganiayaan dua wartawan harian Orbit oleh satuan pengamanan (satpam) USU Kamis lalu. Hal ini dikatakan oleh Amrizal, Jumat (22/5). Amrizal menjelaskan, aksi damai yang dilakukan wartawan dari berbagai media elektronik, cetak, dan online merupakan bentuk solidaritas wartawan. Wahyudi, Kepala Keamanan USU mengatakan saat itu beberapa satpam mengira dua wartawan tersebut adalah mahasiswa. Ini disebabkan keduanya tidak menunjukkan kartu identitasnya. (Dewi Annisa Putri) 24 Mei 2015

Galang Dana Peduli Rohingya, IPTR USU Kumpulkan 19 Juta

IKATAN Pelajar Pemuda Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR) USU kumpulkan dana Rp19 juta sebagai bentuk kepedulian pada pengungsi muslim Rohingya yang terdampar di Indonesia. Penggalangan dana dilakukan sejak Senin (18/5). Rony sampaikan penggalangan dana dilakukan dengan tiga cara, di antaranya membuka posko bantuan di Gedung Sekretariat IPTR USU, menerima bantuan dana melalui rekening, dan melakukan aksi dana langsung ke setiap fakultas di USU serta Merdeka Walk. Rony bilang nantinya dana yang terkumpul akan dibelikan barang, sesuai kebutuhan seperti pakaian, sajadah, sarung, dan sembako. (Shella Rafiqah Ully)

28 Mei 2015

Polresta Medan Tangkap Pendiri Universitas Sumatera

DEWI ANNISA PUTRI | SUARA USU LAZUARDI PRATAMA | SUARA USU

ALMIZAN Ridho, Panitia Pemungut Suara menunjukan surat suara kepada saksi pada Pemira FMIPA di lapangan parkir FMIPA, Kamis (4/6). Pasangan nomor urut 1 Andri M L Pandiangan-M Wendy Andika R memenangi Pemira FMIPA kali ini.

ALDI Subartono (kiri), Nico A�inta (tengah), dan Prof Dian Armanto (kanan) sedang menunjukan barang bukti kasus ilegal Universitas Sumatera. Bukti ditemukan di empat tempat kejadian perkara di mana tersangka menyimpan dan melakukan transaksi jual beli ijazah palsu. Hal ini dikatakan Nico A�inta, Kepala Polresta Medan, Rabu (27/5).


24 profil

SUARA USU, EDISI 103, JUNI 2015

BIODATA Nama lengkap : Yusrianto Nasution Tempat, tanggal lahir : Kisaran, 28 Sept 1965 Riwayat Pendidikan: - Sekolah Dasar Negeri 5 Kisaran (1971-1977) - Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kisaran (1977-1981) - Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kisaran (1981-1984) - Strata-1 Sastra Melayu USU (1986-1992) Prestasi: - Juara I Lomba Lawak PORSENI USU (Tahun 1990-an) - Juara I Lomba Sutradara (Tahun 1990-an)

Yusrianto Nasution:

Saya Main Teater Karena Saya Suka VANISOF KRISTIN MANALU | SUARA USU

Sri Wahyuni Fatmawati P

Inilah perjalanan singkat Yus—panggilan akrab—dalam karir teaternya. Mulai ajang coba-coba hingga kini tak bisa lepas.

P

ertengahan 1980-an, Yus sah menjadi mahasiswa Sastra Melayu USU. Di sanalah Yus pertama kali bermain teater. Ia diajak seniornya. Tak lama-lama, ia menerima ajakan tersebut. Niatnya, agar berani tampil di depan khalayak ramai. Lama kelamaan dirinya ketagihan. “Kok lama kelamaan enak, gitu,” sahutnya. Kecintaan pada dunia teater menjadikan Yus dan kawan-kawan mendirikan Teater ‘O’ di USU yang menjadi unit kegiatan mahasiswa (UKM) pada1991. Tujuannya, agar mereka punya wadah sendiri untuk berteater. Punya media pembelajaran untuk mementaskan sebuah pertunjukan teater secara komplet: naskah, panggung, kostum, pencahayaan, peralatan dan lainnya. Itu langkah awal Yus hingga

akhirnya benar-benar serius menekuni dunia teater. Yus tertawa saat bercerita alasannya memutuskan serius di teater. “Sama seperti orang kalau ditanya kenapa suka memancing, susah jawabnya,” tuturnya. Mungkin karena saya suka dan saya berbakat, itu jawabnya. Apalagi niatan dirinya di awal sekali adalah membangun keberanian diri mengingat dirinya bukan orang yang percaya diri dan tidak berani tampil. Berbekal semua niatan itulah Yus aktif berteater hingga kini. Yus percaya, teater mengajarkannya banyak pembelajaran hidup dan memberikannya banyak pengalaman. Yus tidak hanya belajar bermain peran. Ia juga belajar membuat kostum, mengurus peralatan yang dibutuhkan, mepublikasikan pementasan, menyusun setting pementasan hingga menulis naskah. “Buat teater itu susah, loh. Mulai dari naskah, panggung, kostum, lighting, publikasi, semua harus dipikirkan,” sahutnya. Ada beberapa masalah dalam teater yang doba dipecahkan Yus

dan kawan-kawan: krisis penulis naskah, minat penonton kurang, biaya produksi mahal dan lama. Salah satu solusi yang dijalankan Yus adalah dengan menjadi penulis naskah. Yus menulis naskah dengan cerita yang dekat dengan keseharian masyarakat dan dibalut dalam komedi. “Pernah waktu pementasan, di tengahtengah penonton pada pulang, mungkin karena bosan,” ujarnya sambil terkekeh. Yulhasni sudah mengenal Yus sejak kuliah. Bersama-sama mereka bermain teater, membentuk Teater ‘O’ dan tetap mengurusi pementasan teater hingga kini. “Kalau saya yang urus naskah dan semacamnya, Yulhasni urus hubungan ke luar. Publikasi, humas, media, seperti itu. Sejak dulu hingga kini tak berubah,” tuturnya. Yulhasni menilai Yus sebagai orang yang mengajarkan kesabaran. Yus kerap menanamkan nilai-nilai dan pemahaman mengenai dunia teater kepada adik-adik yang berkecimpung di dunia teater. “Dia enggak pernah marah,” ujar Yulhasni. Yulhasni katakan Yus tak berubah hingga sekarang. Masih

dengan minat akan teater yang tak berhenti, masih dengan sifat rendah hati dan sabar. Ada yang paling dikagumi dari Yus oleh Yulhasni. Saat menulis naskah Yus selalu memerhatikan orang per orang, dia membuat naskah yang cocok dengan karakter orang-orang, bukan menjadikan pemain yang cocok dengan naskah. “Jadi dia perhatikan karakter masing-masing orang. Si anu cocoknya dengan ini, si ini dengan ini, begitu,” sahutnya. Saat ditanya pelajaran terbesar dari seorang Yus, dengan yakin Yulhasni menjawab, “dia selalu menghargai semua orang dalam produksi teater. Semua orang punya peran, katanya,” papar Yulhasni. Ada yang dicita-citakan oleh Yus. “Berhasil meninggalkan pemahaman teater hingga esensinya kepada adik-adik yang main teater, terutama di Teater ‘O’,” sahutnya. Secara global, anak-anak muda yang memilih berkiprah di dunia teater harus mengerti kenapa memilih berteater dan semacamnya. Tidak hanya sekadar ikut-ikut. IKLAN


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.