Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 101

Page 1

EDISI

101

XX/MARET 2015

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO

Kemelut

di Ujung Jabatan Rektor

POBUD (Bukan) bendera batak

RAGAM hasil kerja setengah jalan pema usu


2 suara kita

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

lepas Drama MWA dan Pemilihan Rektor Redaksi

M

WA periode 20092014 diperpanjang hingga setahun ke depan tepat dua hari sebelum masa jabatannya berakhir. Setelahnya Kementrian Riset dan Teknologi Tinggi (Kemenristek Dikti) menolak hasil rapat Senat Akademik (SA) tertanggal 29 September silam, berisi nama anggota MWA periode selanjutnya. September lalu babak pertama, sekarang babak ke-dua. Laiknya drama, permasalahan ini terus menumbuhkan babak demi babak. Sekarang, tak ada MWA periode baru. SA harus membentuk kembali MWA. Sadar waktu tak banyak lagi, Kemenristek menunjuk MWA periode 2009-2015 mem-

suara redaksi Salam Jurnalistik!

S

elamat datang 2015! Setelah jeda cukup lama, di pertengahan Maret SUARA USU hadirkan tabloid perdana tahun ini. Seperti komitmen kami, edisi ini kami hadirkan dengan segala penyempurnaan di segala sisi untuk Anda. Majelis Wali Amanat (MWA) Periode 2009-2014 diberi perpanjangan masa jabatan hingga maksimal setahun oleh Menteri Koordinator Riset, Teknologi, (Menristek) dan Pendidikan Tinggi (Dikti) pada tengah Desember lalu. Kemudian, hasil rapat Senat Akademik (SA) September silam mengenai hasil nama anggota MWA periode baru ditolak Kemenristek.Padahal, Rektor Prof Syahril Pasaribu akan menyele-

suara pembaca Rektor Baru USU

bentuk panitia pemilihan rektor. Prof Syahril Pasaribu jelas sudah akan lengser akhir Maret nanti dan MWA belum memutuskan akan bagaimana nasib ‘kursi’ rektor selanjutnya. Rektor definitif sudah harus dicoret cepat-cepat dari daftar mengingat waktu yang ada tak cukup untuk melakukannya. Kekosongan rektor tentu juga harus dicoret. Tentu ini akan membuat kehidupan USU ‘lumpuh’ seketika. Satu-satunya kemungkinan yang rasional adalah pelaksana tugas (PLT). Namun, ini juga miliki dampak. Rektor PLT jelas tak punya wewenang sebanyak rektor yang sebenarnya. Ia tak bisa mengambil keputusan dan kebijakan. Namun, untuk masalah administrasi masih boleh. Ini yang dikatakan oleh Kasman Siburian, Ahli Hukum Tata Negara.

Prof Syahril sudah harus melakukan presentasi masa akhir jabatan di hadapan MWA yang hingga sekarang, Prof Syahril bilang belum mengabari kapan akan dilakukan. Padahal—lagi-lagi— kita sudah tak punya waktu lagi. Babak lain adalah pemilihan kembali MWA. Terlepaslah akan bagaimana nasib kursi rektor, para petinggi kampus harus memikirkan bagaimana caranya agar pemilihan kembali MWA tidak menghadirkan masalah yang sama. Penafsiran yang diterima oleh semua pemikiran sudah harus segera dirumuskan. Sudah saatnya yang dipikirkan adalah kepentingan bersama sivitas akademika USU bukan kepentingan masing-masing kelompok. Semoga babak penutup drama ini baik adanya.

saikan jabatannya di akhir Maret. Simak rubrik Laporan Utama. Kami rangkai cerita relawan di Medan menjadi tulisan pada Laporan Khusus. Para relawan dan lembaganya hidup secara mandiri dan tak digaji. Tak hanya di bidang pendidikan, ada juga lingkungan, kesehatan hingga bencana alam. USU kembali adakan kuliah kerja nyata (KKN). Alasannya USU jauh tertinggal dibanding universitas lain. Setelah terpilih menjadi Presiden Mahasiswa USU, Brilian Amial Rasyid membentuk Kabinet Sinergis dan Kontributif. Sudah tiga perempat perjalanan, belum banyak ternyata program kerja (progja) yang dicentang. Jangan lewatkan rubrik Ragam! Singgah sebentar di Potret Budaya untuk tahu cerita di balik bendera Batak. Sebagian besar masyarakat Batak meyakini keberadaan bendera Batak. Bendera putih, merah dan hitam

atau bendera Sisingamangarajakah yang merupakan bendera Batak? Sebelum menuju akhir, ada Podjok Sumut yang membahas perihal Desa Budaya Lingga di Karo. Namanya saja desa budaya, rumah adat Karo yang dibangga-banggakan sudah hampir punah. Ada ketakutan kelak, semua rumah adat Karo di sana akan benar-benar habis. Di halaman akhir, kami perkenalkan P Anthonius Sitepu, dosen Departemen Ilmu Politik FISIP USU. Ia menjalani hidup dengan disiplin dan kesederhanaan, hal yang mendasari kinerjanya menjadi dosen tiga puluh tahun terakhir. Sekian kata pengantar dari Redaksi SUARA USU. Semoga informasi yang kami berikan dapat bermanfaat dan membawa perubahan bagi diri sendiri dan kampus USU. Sampai ketemu di tabloid selanjutnya dan selamat membaca! (Redaksi)

Selesaikan dulu masalah di Majelis Wali Amanat (MWA) secepatnya. Kalau rektor lanjut, tak sesuai dengan Statuta USU. Jangan sampai rektor kita pelaksana tugas (PLT), nanti tak bisa menandatangani ijazah. Kasihan alumni USU yang akan wisuda. Reza Muttaqien Siregar Fakultas Pertanian 2013

KKN Jadi Kuliah Wajib Tidak setuju kalau kuliah kerja nyata (KKN) dijadikan mata kuliah wajib, jangan sampai ganggu kuliah lain. Tapi hal ini baik. KKN bisa menambah pengalaman mahasiswa dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi ke-tiga, pengabadian kepada masyarakat. Sarianna Fakultas Keperawatan 2011

suara sumbang KPK dan Polri. Bah, dua lembaga hukum negara ini ribut. Macam anak kecil ya, Lae!

Ralat Keterangan foto tulisan pada rubrik Ragam edisi 100 seharusnya tahun 2015 bukan tahun 2014. Byline Halaman Persembahan edisi 100 adalah Gio Ovanny Pratama dan Santi Herlina.

konten

WAWANCARA MAGANG | Suasana wawancara yang diadakan di sekretariat SUARA USU, Minggu (28/2). Setiap tahunnya SUARA USU mengadakan dua kali penerimaan calon anggota magang untuk mencari regenerasi organisasi. ANANDA FAKHREZA LUBIS | SUARA USU

suara kita laporan utama opini dialog ragam galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya riset resensi iklan momentum profil

2-3 4-7 8 9 10-11 12 13 14-15 16-17 18 19 20 21-22 23 24


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

suara kita 3

kata kita

Kata Mahasiswa Tentang Kuliah Kerja Nyata

DESAIN SAMPUL: ANGGUN DWI NURSITHA ILUSTRASI: YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Lazuardi Pratama Sekretaris Umum: Shella Rafiqah Ully Bendahara Umum: Rati Handayani Pemimpin Redaksi: Sri Wahyuni Fatmawati P Sekretaris Redaksi: Yanti Nuraya Situmorang Redaktur Pelaksana: Erista Marito Oktavia Siregar Koordinator Online: Tantry Ika Adriati Redaktur Cetak: Febri Rahmania Arman Maulana Manurung Redaktur Foto Cetak: Wenty Tambunan Redaktur Artistik: Anggun Dwi Nursitha Redaktur Online: Yulien Lovenny Ester Gultom Reporter: Dewi Annisa Putri, Nurhanifah Fotografer: Ananda Fakhreza Lubis Desainer Grafis: Yanti Nuraya Situmorang Ilustrator: Yulien Lovenny Ester Gultom, Arman Maulana Manurung Pemimpin Perusahaan: Ika Putri Agustini Saragih Manajer Iklan dan Promosi: Amelia Ramadhani Manajer Produksi dan Sirkulasi: Indra P Nasution Kepala Litbang: Fredick Broven Ekayanta Ginting Sekretaris Litbang: Mutia Aisa Rahmi Koordinator Pengembang足an SDM: Amanda Hidayat Koordinator Kepustakaan: Sofiah Koordinator Riset: Santi Herlina

Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Liston Aqurat Damanik, Eka Dalanta, Firdha Yuni Gustia, Richka Hapriyani, Bania Cahya Dewi

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: www.suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlanggan足an, Hubungi: 085762303896, 085763407464 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email suarausutabloid@ymail.com

Tahun ini program kuliah kerja nyata (KKN) kembali digagas USU, padahal program ini sempat mandek di 2007. Pada dasarnya KKN bertujuan sebagai pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Selain itu masih ada program yang sama, yaitu praktik kerja lapangan (PKL) yang menjurus pada konsentrasi mahasiswa. Sedangkan PKL belum ada kabar akan dihapuskan atau tidak. Ada satu yang pasti, tahun depan KKN menjadi mata kuliah wajib, dengan prasyarat mahasiswa sudah menyelesaikan minimal seratus sistem kredit semester (SKS). Lalu, bagaimana tanggapan mahasiswa USU mengenai program KKN? Apakah ini menjadi solusi salah satu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi? Teks dan foto: Dewi annisa PUTRI

Muhammad Faizul Hisham FakultasTeknik 2013

Saya setuju dengan adanya KKN karena kita kan sarjana, kalau tidak turun langsung ke masyarakat, tidak akan ditemukan arti dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan kalau PKL hanya pengaplikasian ilmu ke perusahaan. Asalkan tidak dilakukan secara bersamaan dan dilakukan di semester berbeda, saya setuju saja.

Intan Kusuma Dewi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2013

Menurut saya KKN itu bagus. Tapi, adanya KKN juga menambah biaya saat praktiknya.Selain itu, bisa menambah kerjaan karena harus membuat laporan. KKN juga ribet karena dari berbagai jurusan jadi pemikirannya berbeda-beda dan butuh kerja sama lebih. Kalau sama teman kan gampang. Menurut saya PKL saja sudah cukup.

Beatri Handayani Maisuri Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012 Sebenarnya saya setuju. Tapi perlu dikaji lagi untuk jurusan yang praktik belajar lapangan (PBL) juga ke masyarakat. Contohnya FKM, saat PBL turun ke masyarakat selama berbulan-bulan dan ada latihan kuliah peminatan (LKP) selama satu bulan sesuai jurusan masing- masing. Jika ditambah KKN akan memberatkan, jadi double. Pun, tidak semua jurusan bisa diaplikasikan langsung ke masyarakat.

Gabriel Sinaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2010

Menurut saya KKN lebih bagus daripada PKL. Konsep KKN yang lama di lapangan untuk masyarakat bisa bermanfaat mengubah mental mahasiswa. Asalkan tidak hanya bermain-main di lapangan. Sebaiknya KKN diawasi oleh dosen pembimbing, jangan sampai mahasiswa hanya ditebar di lapangan tanpa pengawasan dari pihak kampus. Hal ini agar tidak ada manipulasi data di dalamnya.

Eka Putra Fakultas Ilmu Budaya 2013

Andai disuruh pilih PKL dan KKN, saya pilih KKN. Menurut saya PKL hanya untuk diri sendiri saja, sedangkan KKN kita mengabdi kepada masyarakat dan negara. Tapi kalau ditambahkan KKN lagi, itu mempersulit. Menambah beban mahasiswa. Kebijakanini merepotkan bagi mahasiswa. Kalau misalnya ada KKN, ya KKN saja. PKL ya PKL saja.

ILUSTRASI : YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU


Kemelut di Ujung Jabatan Rektor

4 laporan utama

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

MWA USU:

Perpanjang yang Lama, Tunggu yang Baru Koordinator Liputan: Arman Maulana Manurung Reporter: Rati Handayani, Nurhanifah, dan Arman Maulana Manurung

FOTO ILUSTRASI : YANTI NURAYA SITUMORANG | SUARA USU

Arman Maulana Manurung Beda tafsiran itu karena kepentingan kelompok saja, karena mau pemilihan rektor Prof Subhilhar, Anggota MWA USU periode 20092014.

P

intu otomatis di Gedung Biro Rektor sore itu tak berfungsi. Penjagaan di luar gedung juga dilakukan oleh beberapa petugas satuan pengamanan (satpam). “Ada perintah dari atasan tadi bahwa tidak boleh masuk,� ucap Iskandar, salah seorang

satpam, Minggu, 15 Maret. Perintah penjagaan dilakukan karena sedang berlangsung rapat Anggota Majelis Wali Amanat (MWA). Turut pula hadir pelaksana tugas (PLT) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Gubernur Sumatera Utara. Rapat yang berlangsung sejak pukul 16.30 WIB itu memiliki agenda pembahasan pergantian rektor dan pembentukan Panitia Penjaringan, Penyaringan dan Pemilihan Calon Rektor (P4CR). Di dalam rapat juga disisipkan pembahasan surat dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) bertanggal 12 Februari 2014. Digelarnya rapat ini merupakan buntut dari

kemelut dalam rapat pemilihan anggota MWA periode 2014-2019 oleh Senat Akademik (SA) pada Senin, 29 September 2014 lalu. Dalam rapat tersebut terdapat perbedaan tafsiran Pasal 8 Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014 di antara anggota SA. Intinya mengenai tata cara penggunaan hak suara dalam pemilihan anggota MWA. Perbedaan tafsir pasal 8 dalam rapat itu menimbulkan efek domino. Mulai dari perpanjangan masa jabatan MWA periode 2009-2014 hingga mundurnyanya pemilihan rektor baru untuk masyarakat USU. Akhir Desember, Prof Subhilhar menerima surat yang diantar seorang petugas sekretariat MWA USU. Surat itu

ialah keputusan KemenristekDikti tentang Perpanjangan Anggota MWA USU periode tahun 2009-2014. Surat bertanggal 15 Desember 2014 itu menyebut anggota MWA USU periode 2009-2014 diperpanjang masa jabatannya paling lama satu tahun. Meski baru menerima surat keputusan dari kementerian, sebelumnya Prof Subhilhar mengaku telah mendengar kabar ihwal perpanjangan masa jabatan ini. Sebelumnya, masa jabatan MWA periode 2009-2014 habis pada 17 Desember tahun lalu. Prof Subhilhar menilai surat tersebut dikeluarkan menteri sebab MWA USU yang baru, MWA periode 20142019, belum terbentuk. Walau sebelumnya MWA

periode 2009-2014 tidak pernahmemintaperpanjangan masa jabatan, Prof Subhilhar menilai keputusan ini tepat guna menghindari kekosongan lembaga tertinggi universitas. Sebab jika hal itu terjadi kebijakan-kebijakan di USU tidak dapat disahkan dan dapat menghambat kerja eksekutif. Selang sebulan, Prof Subhilhar dan semua anggota MWA periode 2009-2014 lainnya diundang menteri untuk melakukan pertemuan di Kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Jakarta. Dalam pertemuan pada awal tahun itu, menteri meminta MWA segera menyelesaikan persoalan beda tafsiran atas pasal 8 tersebut. Menteri memberi MWA waktu


Kemelut di Ujung Jabatan Rektor SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

hingga akhir Januari. Jika problem serius tersebut tak terselesaikan, kementerian bakal langsung ambil alih untuk membuat keputusan. Oleh karena itu, MWA segera menggelar rapat pada Senin, 26 Januari lalu dengan pembahasan tunggal: penafsiran atas Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014 Pasal 8. Sebab, Prof Subhilhar menyebut MWA periode 2009-2014 sebagai pembuat peraturan harus punya tafsiran atas peraturan yang sudah dibuat. Adapun pasal 8 ayat 1 peraturan itu berisi tata cara pemilihan anggota MWA wakil masyarakat. Dalam ayat pertama itu disebutkan setiap anggota SA memiliki sembilan suara. Lalu, setiap anggota SA yang hadir dalam rapat pemilihan anggota MWA dapat memilih maksimal sembilan nama calon wakil masyarakat. Namun jika anggota SA memilih lebih dari sembilan nama, maka suaranya dinyatakan batal. Sedangkan pasal 8 ayat 2 yang mengatur pemilihan anggota MWA wakil SA menyebutkan tiap anggota SA memiliki delapan suara. Lalu, anggota SA yang hadir dapat memilih maksimal delapan nama calon anggota MWA wakil SA. Namun jika anggota SA memilih lebih dari delapan nama calon, maka suara dinyatakan batal. Dari dua puluh anggota MWA yang hadir saat itu, termasukSekretarisDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang mewakili menteri dan Gubernur Sumatera Utara, ada tiga jenis jawaban atas pembahasan tafsiran itu. Pertama—sebagian besar anggota MWA sepakat—hak suara yang dimiliki setiap anggota SA harus diberikan kepada masing-masing nama calon MWA yang berbeda. Sembilan suara wakil masyarakat dan delapan untuk wakil SA. Syaratnya, tak boleh memilih lebih dari jumlah. Kedua—sebagian lain mengatakan bahwa hak suara yang dimiliki tiap anggota SA dapat digunakan secara bebas untuk diberikan kepada satu atau membagikannya kepada sejumlah calon. Namun, tetap tak melebihi delapan nama calon anggota MWA wakil SA atau sembilan nama calon anggota MWA wakil masyarakat. Selain kedua penafsiran itu, ada pula anggota MWA yang memilih abstain. Di antaranya yang diingat Prof Subhilhar ialah Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Gubernur Sumatera Utara. Walhasil, dalam rapat

laporan utama 5

| Prof Subhilhar, anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Periode 2014-2015 baru saja selesai mengikuti rapat MWA di Biro Rektor, Minggu, 15 Maret 2015. Prof Subhilhar bilang MWA sedang mencari solusi perihal panitia pemilihan rektor dan kejelasan status rektor setelah 31 Maret nanti. PULANG RAPAT

ANANDA FAKHREZA | SUARA USU

beragenda tunggal itu pun tetap diisi beda pendapat yang berujung dengan gagal melahirkan tafsiran bulat sesuai permintaan menteri. Maka, sesuai Pasal 27 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU, menteri akan mengambil alih masalah ini guna mencari penyelesaiannya. Kementerian pun akhirnya mengirim surat keputusan ihwal kejelasan tafsiran pasal 8 bertanggal 12 Februari. Prof Subhilhar mengatakan surat keputusan itu baru diserahkan fotokopiannya kepada MWA setelah rapat Minggu ini. Saat ditanya apa hasil tafsirannya, Prof Subhilhar enggan menjelaskan. “Saya pelajari dulu,” ujarnya. Saat dikonfirmasi kepada Prof Alvi Syahrin, Sekretaris MWA Periode 2009-2015, ia bilang hal serupa. “Tanya Ketua MWA saja ya,” katanya. Ketua MWA Periode 2009-2015 Joefly Bahroeni membenarkan sudah adanya surat keputusan tersebut. Namun saat ditanya lebih lanjut tentang isi keputusan itu, Joefly beranjak masuk ke dalam gedung Biro Rektor dan tak menjawab pertanyaan itu lebih lanjut. “Nanti saja ya, saya salat dulu.” Menyikapi hal tersebut, Prof Subhilhar bilang harusnya MWA kembali kepada kesepakatan tafsirannya saat merumuskan peraturan. Menurut Subhilhar,

tafsiran yang disepakati di rapat MWA saat perumusan peraturan ini ialah tafsiran pertama. “Sudah jelas sekali tafsirannya, karena kita juga voting saat itu,” tuturnya. Lagi pula katanya, “Kita sudah dua kali menggunkaan mekanisme penggunaan hak suara seperti tafsiran pertama itu. Pertama saat pemilihan Pak CPL (Prof Chairuddin Panusunan Lubisred) dan kemarin saat Pak Syahril,” jelasnya lagi. Tentang keputusan menteri ini, Prof Subhilhar mendapat kabar angin bahwa menteri telah mengirimkan surat berisi keputusannya tentang tafsirannya tentang pasal 8 peraturan MWA itu. Namun ia sendiri hingga saat ini belum mendapat fotokopian surat tersebut, sebab sebagai anggota MWA ia harus mengetahui surat tersebut. Pun saat Prof Alvi dikonfirmasi mengenai apa isi surat keputusan menteri itu pada Senin, 2 Maret ia mengatakan dirinya belum tahu. Seperti Prof Subhilhar, ia pun baru mendengar kabar bahwa surat itu telah dilayangkan menteri kepada Ketua MWA. Saat ditanya kembali setelah Prof Alvi bertemu Ketua MWA pada Selasa, 3 Maret malam, ia masih memberikan jawaban serupa. Prof Alvi mengatakan pasal 8 pada akhirnya memang multitafsir. Namun saat ditanya apa tafsiran MWA saat

membuat peraturan tersebut, ia menjelaskan bahwa dalam konteks hukum tidak ada tafsiran yang bulat. Sebab pada hakikatnya norma harus ditafsirkansetelahdirumuskan dan tafsiran itu berlaku untuk umum. Atau dengan kata lain tidak mengakomodasi satu golongan. Ahli Hukum Tata Negara Universitas HKBP Nommensen, Kasiman Siburian bilang setiap pasalpasal dalam sebuah peraturan memang bisa ditafsirkan berbada-beda. Namun, saat hal tersebut terjadi, diperlukan penjelasan pasti dari pembuat peraturan. “Si MWA itulah berarti,” sahutnya. Kasiman berpendapat kalau perbedaan tafsiran terjadi karena setiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang sesuatu. “Kalau ada tiga peraturan, dan duduk beberapa ahli hukum membahasnya. Bisa lahir lima pendapat berbeda dari situ,” tutur Kasiman memberikan contoh. Prof Alvi pun bilang bahwa bahasan tafsiran tersebut di MWA pada awalnya ialah one man one vote. Namun kembali ia tekankan, ternyata pada akhirnya peraturan tersebut menimbulkan perbedaan tafsiran. Menurutnya, secara hukum, tafsiran yang benar adalah yang kedua. Sebab bunyi pasal 8 sama sekali tidak menggunakan kata ‘berbeda’. Lagi pula, menurut Prof Alvi tafsiran kedua tetap

dapat mengakomodasi tafsiran pertama. Hal tersebut dikarenakan tafsiran kedua tetap memungkinkan setiap anggota SA untuk menggunakan hak suaranya untuk memilih nama-nama calon anggota MWA. Sembilan untuk nama calon anggota MWA wakil masyarakat dan delapan untuk nama calon anggota MWA wakil SA yang masing-masing berbeda. Perihal nama-nama yang terpilih saat rapat pemilihan Anggota MWA periode 20142019 pada 29 September tahun lalu, Prof Urip Harahap yang juga terpilih saat itu enggan berkomentar banyak. Ia bilang dirinya tak ada sangkut pautnya lagi dengan MWA. “Itu bukan ranah saya untuk menjawab, kalau Menteri saja menolak ya tidak bisa berbuat apa-apa,” tandasnya. Ia mengatakan kalau seluruh keputusan adalah hak menteri, tak bisa diganggu gugat. Di lain sisi, Ketua SA, Prof Chairul Yoel bilang saat ini mereka masih menunggu surat balasan dari kementerian mengenai kejelasan tafsiran pasal 8 maupun keputusan mengenai MWA untuk periode 20142019. Pun Prof Yoel sudah menanyakan surat tersebut kepada Prof Alvi. Prof Alvi bilang pihaknya belum bisa melakukan pemilihan MWA periode 2014-2019 karena masih menunggu instruksi dari kementerian.


6 laporan utama

Kemelut di Ujung Jabatan Rektor SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

Penantian Nasib USU

Setelah Akhir Maret

ILUSTRASI : YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU

Koordinator Liputan : Anggun Dwi Nursitha Reporter : Ika Putri A Saragih, Santi Herlina, Sri Wahyuni Fatmawati P, dan Anggun Dwi Nursitha Anggun Dwi Nursitha Masa jabatan Prof Syahril akan segera berakhir. Namun, belum ada nama untuk menggantikannya. Padahal harusnya majelis wali amanat (MWA) sudah membentuk panitia pemilihan rektor.

T

epat 10 Februari silam, Rektor Prof Syahril Pasaribu tepat berusia 65 tahun. Dua minggu sebelumnya ia mengirim surat untuk menanyakan kejelasan nasib pada MWA. Ini bersangkutan dengan jabatannya sebagai rektor. Dalam Statuta USU yang

baru, dijelaskan bahwa batas umur yang diperbolehkan menjabat sebagai rektor hanya sampai usia 65 tahun. “Ia secara sadar menyadari bahwa sudah harus pensiun dan mengikuti peraturan, jadi dipertanyakan statusnya,� sahut Iskandar Zulkarnain, Staf Ahli Rektor. Kemudian sehari sebelum ia berulang tahun, MWA mengadakan rapat untuk membahas surat yang dikirim Prof Syahril. Akhirnya didapat hasil kalau Prof Syahril tetap menjabat hingga masa tugas selesai yaitu 31 Maret 2015 sesuai yang ada di Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Prof Syahril sebagai rektor. Hasil keputusan tersebut juga didapat dengan memerhatikan poin Peralihan Pasal 79 Bab VIII

dalam Statuta USU. Isinya anggota MWA, anggota SA, dan rektor tetap menjabat pada saat peraturan pemerintahan ini mulai berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai berakhir masa jabatannya. Prof Bismar Nasution anggota MWA periode 2009-2015 memaparkan hal yang serupa. Ia juga menambahkan kalau peraturan perihal usia akan berlaku pada Rektor periode berikutnya. Kini, Prof Syahril tetap jalankan tugas hingga masa jabatannya berakhir di akhir maret nanti. Idealnya, saat ini USU sedang dalam masa pemilihan rektor lima tahun mendatang untuk menggantikan Prof Syahril. Namun, itu tak terjadi dikarenakan namanama yang diajukan Senat

Akademik (SA) untuk MWA ditolak Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Meskipun begitu, MWA Periode 2009-2014 yang diperpanjang kementrian hingga maksimal satu tahun diharapkan dapat menyelesaikan persoalan pemilihan rektor ini, lalu membentuk Panitia Penyelenggara Penjaringan dan Penyaringan Calon Rektor (P4CR). Awalnya, MWA menjadwalkan rapat pada 15 Maret dengan agenda pembahasan Pengesahan Komite Audit, pengesahan pendanaan, P4CR, dan kelanjutan masa jabatan Rektor Prof Syahril. Namun, tak semua agenda rapat selesai dibahas. Dua di antaranya yang belum selesai dibahas adalah P4CR dan kelanjutan masa jabatan

Rektor. Untuk itu, rapat kembali dijadwalkan minggu depan. Prof Bismar Nasution, anggota MWA periode 2009-2015 menyampaikan bahwa kondisi saat ini sudah tak sehat. Sehatnya satu periode jabatan MWA adalah memantau satu periode jabatan rektor. Pun, dalam SK sudah ditentukan bahwa MWA periode 2009-2014 hanya memiliki waktu satu periode ditambah masa perpanjangan maksimal satu tahun. Namun, P4CR tetap dibentuk oleh MWA periode lama. Prof Alvi Syahrin, Sekretaris MWA Periode 2009-2015 sampaikan tak ada perbedaan dalam tata cara pemilihan rektor, baik yang sekarang dengan lima tahun lalu. Tak bisa dipungkiri, 31


Kemelut di Ujung Jabatan Rektor SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

Maret tinggal menghitung hari. Namun tanda-tanda rektor baru masih belum terlihat. Menanggapi itu, Prof Bismar mengambil jeda yang cukup panjang untuk menjawab bagaimana dampaknya. ‘’Ya artinya tidak bisa melaksanakan peraturan, gitu saja sudah,’’ sambungnya. Setelah 31 Maret pastinya pemilihan rektor tidak secara definitif. Karena waktu yang dibutuhkan tindakan cukup. “Tak mungkin, tahapannya kan banyak,” sahutnya. Prof Bismar sampaikan, kasus seperti ini belum ditetapkan peraturannya. Beda halnya bila rektor berhalangan dan dapat digantikan oleh wakil rektor. Biasanya disebut pelaksanaan tugas harian. Salah satu jalan keluar masalah ini ialah dengan mengadakan pelaksana tugas (PLT). Prof Syahril sendiri bilang ada beberapa kemungkinan, rektor definitif atau PLT rektor. Namun, masalah baru muncul apabila PLT Rektor yang diangkat, ijazah wisudawan periode mendatang tentu tak bisa ditandatangani, pun urusan administrasi lain. “Kasihan kalian nanti, mahasiswa ini,” jelasnya. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2012 Betti Naibaho terkejut akan hal ini. “Februari ini saya sudah tunda wisuda, kalau Mei nanti masih ditunda enggak tahu lagi saya,” keluhnya. Prof Alvi mengatakan tidak perlu khawatir. Pastinya MWA akan lakukan yang terbaik mengenai masalah ini. Memang tak bisa menggunakan PLT. “MWA akan laksanakan rapat, hasilnya bisa dilihat nanti, tunggu saja,” ucapnya. Ahli Hukum Tata Negara Universitas HKBP Nommensen, Kasiman Siburian menerangkan

bahwa jika dilakukan PLT, maka akan lama prosesnya untuk mengambil keputusan. Berbeda dengan Pejabat Sementara yang memang melaksanakan kinerja rektor yang seharusnya. Siapa yang akan ditunjuk untuk menempatkan posisi tersebut belum bisa dipastikan karena menteri yang akan melakukannya. Prof Runtung Sitepu, Dekan Fakultas Hukum sampaikan bahwa MWA punya peranan yang penting. Pun ia sarankan agar jangan terjadi kevakuman sebab belum ada pengganti rektor. Ia berharap pemilihan rektor dapat terselenggara secepatnya dan mulai memikirkan langkah selanjutnya. Akhir Masa Jabatan Rektor Masa Prof Syahril tak lama lagi. Tepat akhir bulan, ia sudah bukan Rektor USU lagi. Ada satu hal lagi yang akan dilakukannya terkait jabatannya. Pembacaan draf laporan akhir masa jabatan rektor di depan MWA. Saat ini, Prof Syahril sendiri sedang menunggu pemberitahuan dari MWA kapan ia akan melakukan presentasinya. Laporan akhir masa jabatan rektor berisi semua hal yang sudah dicapai USU selama lima tahun terakhir. Semua yang sudah dilakukan, yang belum sempat dilakukan, kendala yang ada dan apa yang harus dilakukan ke depannya. “Saya buat laporannya rinci sekali, dari semua aspek. Semua saya jabarkan, biar rektor ke depannya tahu USU ini butuhnya apa. Segini tebalnya,” sahutnya sambil menunjukkan seberapa tebal laporan yang ia buat dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari yang didekatkan. Saat ini semua laporan itu sudah selesai dibuat dan dijilid. Tinggal membuat slide power point. Ia berpikir sudah tidak akan menjabat

REKTOR USU | Masa jabatan Rektor Prof Syahril Pasaribu akan berakhir Maret ini. Prof Syahril sedang menyusun draf masa akhir jabatan untuk dibacakan di depan MWA.

SRI WAHYUNI FATMAWATI P | SUARA USU

lagi setelah tanggal 10 Februari, jadi ia siapkan laporannya jauh sebelum tanggal itu. Mendengar itu Prof Alvi tidak tahu kapan akan dilaksanakan rapat untuk membahasnya. “Laporannya belum diberikan,” tandasnya. Mengenai pencapaiannya selama menjadi rektor, Prof Syahril bilang lima tahun ini ia memang fokus terhadap perbaikan infrastruktur di USU. Mulai pembangunan gedung baru, laboratorium, jalan, bus kampus, sepeda kampus dan lainnya. Untuk ke depannya USU sudah harus fokus terhadap akademik, akreditasi universitas. Meningkatkan prestasi mahasiswa dalam bidang ilmiah serta riset dan penelitian mahasiswa. Tak lupa juga yang harus ditingkatkan dalam bidang akademik untuk mempertahankan status USU sebagai perguruan tinggi negeribadan hukum (PTN-BH). “Itu yang harus kita jaga baik-baik. Jangan berkelahi, ini bukan untuk kepentingan pribadi.” Sama seperti harapan orang-orang pada umumnya. Prof Syahril berharap USU menjadi lebih baik dibandingkan sekarang, menjadi institusi pendidikan kebanggaan Sumatera, dan orang-orang di dalamnya memang memikirkan untuk USU secara keseluruhan. Meskipun ia merasa senang selama menjadi Rektor, Prof Syahril bilang masih ada dua hal yang menjadi penyesalan terbesarnya. Pertama, Kampus II Kwala Bekala dan kedua, Rumah Sakit (RS) USU. “Saya sedih kalau memikirkan saya tak bisa menyelesaikan keduanya meskipun saya punya waktu lima tahun,” sahutnya. Prof Syahril bercerita bahwa ia sudah punya segudang rencana dalam daftar kegiatan setelah masanya sebagai rektor berakhir. Selain tetap menjadi dokter anak spesialis, ia juga tetap mengajar hingga pensiun nanti. Selain itu beberapa kegiatan sosial yang memang sejak sebelum menjadi rektor sudah dilakukannya. Apakah kira-kira punya nama untuk calon rektor? Prof Syahril tertawa. “Siapapun bisa jadi rektor. Tapi tidak semua orang bisa mematuhi peraturan. Itu yang penting,” sahutnya. Saat ditanya, kalau saja peraturan ’65 tahun’ tak ada akankah ia kembali mengajukan diri sebagai calon rektor periode selanjutnya? Jawabnya, tidak. “Kita harus tahu kapan kita datang, dan kapan kita harus pergi. Terkadang orang tahu kapan ia datang, tapi lupa untuk pergi,” pungkasnya.

laporan utama 7 Tata Cara Pemilihan Rektor Pendaftaran bakal calon rektor oleh panitia.

Bakal calon rektor lulus penjaringan panitia berdasarkan seleksi administrasi

Tahap penyaringan. Senat Akademik memberi nilai kepada calon rektor.

Calon rektor mengikuti audisi oleh Senat Akademik berupa penyampaian program kerja dan visi misi ke depan.

Dua calon rektor terpilih oleh Senat Akademik diajukan ke Majelis Wali Amanat (MWA)

MWA mengadakan diskusi panel terhadap calon rektor yang diajukan Senat Akademik

MWA memberikan hak suara kepada calon rektor. Menteri memiliki 35 persen hak suara, sisanya milik anggota MWA yang hadir rapat.

Calon Rektor dengan nilai tertinggi. Menang.

Sumber: Peraturan MWA USU No 03 Tentang Tata Cara Pemilihan Rektor


8 opini

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

Cabut Statuta USU!

ANANDA FAKHREZA LUBIS | SUARA USU

Janter Ronaldo Purba Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012

P

endidikan adalah alat meningkatkan taraf berpikir dan kebudayaan manusia. Perkembangan ekonomi dan politik pun dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan juga yang telah menegakkan salah satu tonggak penting pergerakan kemerdekaan

kehidupan bangsa. Pun, pada Pasal 31 Ayat 1 hingga 5 UUD 1945 bahwa tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. M a k a

USU berubah menjadi perguruan tinggi negeri-badan hukum (PTNBH) Statuta USU juga turut berubah. Statuta ialah landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di USU. Ternyata, isinya sarat dengan kebijakan komersialisasi dan liberalisasi yang seolah beriringan dengan semangat pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya dalam hal pendidikan. Mari kita telaah satu-satu. Pasal 22 Statuta USU tentang kerja sama, USU diperbolehkan jalin kerja sama dengan pihak luar baik yang dalam pun luar negeri. Sebut contohnya, kerja sama antara program studi (prodi) Teknik Mesin dengan PT Astra. Sudah tentu kurikulumnya akan disesuaikan dengan kebutuhan PT Astra, bukan pengembangan pendidikan seperti seharusnya. Ada lagi pada pasal 23. Dinyatakan bahwa USU memiliki kewenangan

dan menetapkan kebijakan umum di USU sama sekali tidak melibatkan peran mahasiswa yang merupakan golongan mayoritas. Mahasiswa tidak dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan demi keberlangsungan USU. Artinya mahasiswa hanya dijadikan objek dari semua kebijakan universitas. Justru yang terjadi komposisi MWA perwakilan masyarakat sebagian besar diisi pengusahapengusaha dengan ragam kepentingan dan berasal dari ragam perusahaan. Padahal, apa pentingnya mereka dalam penyusunan dan penetapan kebijakan di USU?. Hanya karena mereka sering memberi sumbangankah? Mungkin beberapa hal yang tercantum di statuta tetap salah di pelaksanaan orang-orangnya. Namun, tetap saja, mereka di’fasilitasi’ statuta. Semoga kita tak salah dan tak semakin ‘tertidur’. Cabut Statuta USU!

S

ILUSTRASI : ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU

SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No 32B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara

Pers Mahasiswa SUARA USU

U n ive r s i t a s Sumatera Utara ternyata tak cukup relevan. Tahun lalu, saat

otonom dalam menjalin kerja sama meliputi bidang akademik maupun non-akademik. USU dipersilakan menentukan sendiri bagaimana pelaksanaan rencana yang telah ada untuk dikembangkan. Misal, USU bebas untuk membuka, menyelenggarakan, mengubah atau menutup prodi. Maka, boleh jadi prodi yang tidak lagi memberi keuntungan bagi USU akan ditutup. Sementara itu, Pasal 52 dan 53 dalam Statuta USU melegalkan USU mendirikan Badan Usaha untuk membantu pendanaannya. Tetapi dengan berbagai badan usaha yang dimiliki oleh USU, biaya kuliah yang mesti dibayar mahasiswa masih saja mahal. Fasilitas kampus pun masih sangat jauh dari kata layak. Tentu ada yang tak benar di sini. Bagaimanapun, isi Statuta USU jauh dari kata demokratis. Sebut saja masalah keanggotaan Majelis Wali Amanat (MWA). MWA sebagai organ USU yang menyusun

t, i u D a y n u P “Saya ” ? k a P h a i l u aya Boleh K

Indonesia, y a k n i Kongres Pemuda 1928. Muhammad Yamin, Soekarno , dan Muhammad Hatta juga pemuda-pemuda yang besar karena pendidikannya. Itulah mengapa pendidikan harus bisa dijangkau seluruh lapisan. Seperti termaktub termaktub dalam Preambule Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu mencerdaskan

suarausutabloid@ymail.com suarausuonline@ymail.com

sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pendidikan mesti relevan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Namun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2014 Tentang S t a t u t a

@suarausu

087867237360 @SUARAUSU

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksimal 3500-7000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

P

ada 16 hingga 19 Oktober 2014 lalu, Tim ASATAMA Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU mewakili USU dalam kompetisi Indonesia Enezrgy Marathon Challenge (IEMC) di Sirkuit Kenjeran Park, Surabaya. Kompetisi ini merupakan kompetisi mobil hemat bensin tingkat nasional. Diikuti oleh seluruh mahasiswa dari universitas/institut/

politeknik di Indonesia. Mobil prototipe listrik yang telah dibuat oleh Tim ASATAMA diberi nama “EVET USU�. Ada dua kategori dalam perlombaan ini yaitu kategori prototipe dan kategori konsep urban dengan masing-masing kelas bahan bakar yaitu bensin, diesel, etanol, dan listrik. Setiap kategori diperbolehkan memilih satu. Tim ASATAMA memilih kategori prototipe dan kelas listrik. Akhirnya,

dialog 9

Tim ASATAMA menduduki urutan kelima terbaik dalam kategori prototipe kelas listrik dengan capaian jarak tempuh 154,05 km/kWh. Lalu apa itu mobil listrik dan bagaimana proses pembuatannya? Bagaimana Tim ASATAMA membuatnya? Simak wawancara reporter SUARA USU Santi Herlina dengan Riswan Dinzi selaku dosen pembimbing Tim ASATAMA.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Apa itu EVET USU?

Biodata: Nama: Riswan Dinzi

Bagaimana proses pembuatannya dan berapa lama?

Tempat dan Tanggal Lahir: Takengon, 04 April 1961

Riwayat Pendidikan: -SD Negeri 5 Takengon (19671972) -SMP Negeri 1 Takengon (1973-1975) -SMA Negeri 1 Medan (1976-1979) -S1 Teknik Elektro USU (19791985) -S2 Teknik Elektro ITB (1993-1997) Jabatan: Dosen Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

(1988-sekarang)

Apa kendala yang dihadapi saat proses pebuatan mobil listrik ini?

EVET USU adalah mobil listrik yang daya penggeraknya menggunakan listrik atau baterai yang diisi terlebih dahulu (charger), tanpa emisi gas buang dan juga tanpa polusi karena mobil ini tanpa bahan bakar. Lama pembuatan sekitar empat hingga lima bulan. Ada beberapa tahap yang dilakukan. Tahap pertama adalah mendesain bodi dan rangka. Tahap yang kedua yaitu merancang sistem penggerak, komponen-komponen mobil dan peletakannya. Kemudian tahap selanjutnya yaitu mensimulasikan hasil desain seperti simulasi kekuatan rangka dan simulasi aerodinamika dari bodi mobil yang sekaligus menganalisis hasil simulasi tersebut. Setelah disimulasikan, maka selanjutnya diterapkan apa yang telah dirancang dan didesain. Setelah itu, dilakukan instalasi bagian kelistrikan. Setelah selesai, tahap akhir yaitu pengujian untuk melihat apakah semua sudah sesuai dengan yang diinginkan. Jika masih ada kekurangan, maka akan dilakukan perbaikan. Kendalanya terkadang terjadi ketidaksesuaian yang diharapkan dengan yang dihasilkan dan terpaksa harus diganti dan diperbaiki hingga sesuai. Misalnya, ketidaksesuaian kabel atau komponen.

Bagaimana cara kerjanya?

Mobil listrik ini dapat berjalan karena ada motor listrik. Baterai memberi daya ke controller, lalu controller mengatur arus dan tegangan yang disalurkan ke motor listrik. Motor listrik adalah komponen yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi mekanis. Oleh sebab itu, mobil listrik dapat berjalan karena energi mekanis yang dihasilkan dari motor listrik tersebut. Pengaturan kecepatan dari mobil listrik ini dilakukan melalui pedal gas yang terhubung ke controller.

Apa saja komponen dari mobil listrik ini?

Mobil listrik ini dilengkapi komponen utama yakni baterai yang berfungsi sebagai sumber daya untuk menggerakkan motor, motor listrik sebagai penggerak mobil dan controller berfungsi mengatur arus dan tegangan dari baterai ke motor .

Apa keunggulan kekurangannya?

dan

Bagaimana pendanaan membuat mobil listrik ini? Apa rencana ke depannya?

Keunggualan mobil listrik ini yaitu cukup hemat energi dan ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi gas buang, selain itu bodinya cukup unik. Kekurangannya mobil listrik ini masih menggunakan komponen-komponen komersil dan bobot mobil listrik ini masih cukup berat jika dibandingkan dengan mobil prototipe lain di mana beratnya mencapai enam puluh kilogram. Sebab berat juga mempengaruhi efisiensi.

Sumber dana untuk pembuatan mobil listrik yaitu dari alumni, fakultas, universitas, perusahaan, donatur per-orangan, dan ada juga dana pribadi anggota tim. Tim ASATAMA berencana mengikuti kembali IEMC di tahun ini dan berusaha membuat mobil listrik yang lebih hemat energi.

IKLAN


10 ragam

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

KKN-PPM

Cerita Baru Tri Dharma Perguruan Tinggi ke-Tiga Shella Rafiqkah Ully Dulu ada, dihapus, dan kini kembali ada. ‘Pengabdian pada masyarakat’ menjadi poinnya. Siap-siap, akan jadi mata kuliah utama.

A

khir Februari silam, Ruang Peradilan Semu Fakultas Hukum tengah ramai oleh ratusan mahasiswa dari beberapa fakultas. Mereka terdiri dari mahasiswa yang telah lulus seratus sistem kredit semester (SKS) mata kuliah. Saat itu sedang diadakan sosialisasi kuliah kerja nyata (KKN). Meski tahun ini masih menjadi mata kuliah pilihan, di tahun depan menjadi mata kuliah wajib. Tim Pengelola dari Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) USU menyosialisasikan mengenai Kuliah Kerja NyataPembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM). Prof Edison Purba, Ketua Tim Pengelola KKN-PPM yang juga Ketua LPPM menjelaskan tata cara pendaftaran hingga teknis pelaksanaan KKN-PPM. Rencananya, KKN-PPM akan dilaksanakan pada 6 Juli hingga 22 Agustus di empat desa Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun. Edison bilang KKN yang kembali digagas USU punya konsep pelaksanaan yang beda dari tahuntahun terakhir kali KKN diadakan. Dulu, mahasiswa KKN hanya dilepas dan dibiarkan begitu saja tanpa punya target program yang ingin dikerjakan di desa tujuan tempat KKN. Pun penilaian lazimnya hanya diperoleh dari kepala desa yang bersangkutan. Sekarang, LPPM telah lakukan revisi sistem untuk menghindari hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari teknis pelaksanaan, masing-masing fakultas akan mengumpulkan sejumlah mahasiswa peserta KKN-PPM. Daftarnya akan diserahkan ke LPPM untuk kemudian dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok terdiri dari dua puluh orang yang berasal dari lima belas fakultas yang ada di USU dan masing-masing kelompok akan disediakan satu dosen pembimbing lapangan (DPL). Setiap mahasiswa wajib mengikuti pembekalan serta turun lapangan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi masalah yang ada di desa tujuan. “Ada riset dan penelitian sehingga muncul teknologi tepat guna yang bermanfaat di desa itu,” jelas Edison. Pembenahan dari segi teknis

PORTAL | Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) menjadi mata kuliah pilihan sejak semester genap Tahun Ajaran 2014/2015. Dipastikan tahun depan KKN-PPM sudah akan menjadi mata kuliah wajib untuk mahasiswa angkatan 2013. SRI WAHYUNI FATMAWATI P | SUARA USU

pelaksanaan ini dilakukan agar mahasiswa tak lagi kebingungan apa yang hendak mereka lakukan selama masa KKN. “Bukan pas sampai di sana baru dipikirin mau ngapain, tapi dari sekarang dibuat proposalnya,” kata Edison. Mahasiswa akan dibantu oleh DPL dalam pembuatan proposal dan laporan kegiatan. Meski begitu, Vici Indah Yana, Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 2012 putuskan tak mencentang kotak tawaran mata kuliah KKN-PPM saat masa perbaikan kartu rencana studi (PKRS). Vici pilih tak ikut KKN-PPM semester ini. “Enggak dululah,” ujarnya saat ditanyakan alasannya. Pertimbangan Vici, waktu pelaksanaannya berbenturan dengan jadwal praktik kerja lapangan (PKL). Menurut Vici, KKN-PPM yang kembali digagas USU tahun ini terkesan terburu-buru. “Sosialisasinya malah seminggu pas masa PKRS,” keluhnya. Selain waktu pelaksanaan dan sosialisasi yang memberatkan, Vici juga dibingungkan dengan jenis kegiatan apa yang akan dilakukannya seandainya ia mengikuti KKN-PPM. Vici terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komputer, tak terbayangkan olehnya akan membuat program pengabdian masyarakat yang seperti apa. “Kalau anak pertanian sama teknik cocok, sudah jelas mau ngapain,” sahutnya.

Mata Kuliah Wajib Program KKN-PPM dengan bobot tiga SKS dipastikan akan menjadi mata kuliah wajib di tahun mendatang. Tahun ini, KKN-PPM masih menjadi mata kuliah pilihan. Budi Utomo, Wakil Sekretaris Pengelola KKN-PPM katakan pelaksanaan ini dilakukan secara bertahap sebab baru pertama kali diadakan kembali. Setelah itu akan dilakukan peninjauan kembali dalam rangka evaluasi untuk pelaksanaan selanjutnya. Belum ada konsekuensi maupun sanksi apabila mahasiswa angkatan 2012 tak ikut ambil mata kuliah KKNPPM di tahun ini karna masih menjadi mata kuliah pilihan. “Tahun depan akan jadi wajib untuk mahasiswa angkatan 2013,” jelas Budi. Zakaria, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu SosialdanIlmuPolitik(FISIP)mengatakan USU telah jauh tertinggal lama dibandingkan universitas-universitas lainnya di Indonesia dalam pelaksanaan program KKN-PPM. Sebab itulah tahun ini USU mulai melaksanakannya dan wajar saja menjadikannya mata kuliah pilihan di tahun pertamanya. “Kalau enggak dimulai sekarang mau kapan lagi,” jelasnya. Budi katakan akan ada pengeluaran untuk kelengkapan administrasi sejumlah Rp 400 ribu yang akan digunakan sebagai biaya pengganti untuk baju, atribut, buku saku, asuransi mahasiswa dan DPL, transportasi, serta honor DPL. Di luar biaya administrasi, biaya kehidupan sehari-hari saat KKN-PPM ditanggung pribadi oleh

mahasiswa. “Di universitas lain juga semua kegiatan KKN di dukung sendiri oleh mahasiswa,” terangnya. Serly Pratiwi, Mahasiswa FISIP 2013 mengatakan tak sepakat apabila KKN jadi mata kuliah wajib di tahun mendatang. Bagimanapun, menurutnya ini merupakan bentuk pengabdian pada masyarakat, jadi biarkan mahasiswa memilih untuk ikut atau tidak terlebih dengan pertimbangan biaya dan waktu. Pun perlu ada pertimbangan kembali perihal biaya administrasi serta biaya hidup yang menjadi tanggungan sendiri “Enggak semua mahasiswa itu orang mampu,” sahutnya. Meskipun begitu Serly tak menampik kalau KKN-PPM ini program yang baik adanya. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmunya langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Tahun ini selain KKN reguler yang akan dilakukan di Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, USU juga membuka kesempatan mahasiswa untuk mengikuti dua KKN lainnya di luar pulau Sumatera. Adalah KKN Kebangsaan/KKN Bersama dan KKN Pulau-pulau terluar. Akan ada lima belas orang yang lulus seleksi KKN Kebangsaan yang mewakili USU dan bergabung dengan mahasiswa peserta KKN lain dari seluruh Indonesia. Lalu, lima puluh orang lagi akan bergabung dengan mahasiswa Universitas Syiah Kuala untuk KKN di Pulau Simeulue.


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

ragam 11

(Masih) Menunggu Laporan Keuangan USU Tantry Ika Adriati

Kantor akuntan publiknya masih sama. Hasil laporan keuangannya semoga sama. Transparansi laporan keuangannya, masih tetap tak bisa jadi hak bersama.

P

ukul 11.00 WIB Wakil Rektor II (WR II) Prof Armansyah Ginting datang ke Biro Rektorat. Saat disinggung ihwal publikasi laporan keuangan yang sempat dijanjikan rektor Desember tahun lalu, Prof Armansyah tetap bilang laporan keuangan USU 2014 tak bisa dipublikasikan pada mahasiswa. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 tentang Statuta USU Pasal 78 disebutkan bahwa laporan keuangan universitas merupakan informasi publik. Prof Subhilhar, anggota Majelis Wali Amanat (MWA) USU 2009-2015 membenarkan hal tersebut. Sehubungan dengan hal itu, Prof Armansyah menjelaskan kalau USU hanya bertanggung jawab memberikan laporan keuangan pada MWA USU. Setelah itu, MWA memberikannya ke menteri, menteri lalu melanjutkannya ke presiden, dan presiden membahasnya bersama Dewan Perwakilan Rakyat. “Bentuk transparansi kita hanya seperti itu,” terang Prof Armansyah. Lagi, Prof Armansyah berdalih Statuta USU tersebut baru berlaku untuk laporan keuangan USU tahun 2015. ”Untuk tahun 2014 kita masih mengikuti ART (Anggaran Rumah Tangga –red),” ujarnya. Berbeda dengan Prof Armansyah, Prof Subhilhar beranggapan

sebenarnya berdasarkan ART atau Statuta USU itu sama saja, laporan keuangan tetap harus dipublikasikan. Namun, mau dipublikasikan dalam bentuk apa, hal itu terserah universitas. Ia tekankan memang sivitas akademik punya hak untuk mengetahui informasi itu. Prof Subhilhar ceritakan, tahun 2005 hingga 2010 lalu saat ia masih menjabat sebagai WR II, USU selalu mempublikasikan laporan keuangannya. Publikasi ini dalam bentuk iklan-iklan di halaman surat kabar, misalnya mengenai anggaran USU, realisasi anggaran di bidang pendidikan, beasiswa untuk mahasiswa, serta pemasukan dan pengeluaran. Ia beranggapan mungkin USU tak punya dana untuk mengisi iklan di media-media tersebut. “Setidaknya laporan keuangannya diperlihatkan pada MWA,” sahut Prof Subhilhar. Terakhir, Prof Armansyah bilang selama ini pihaknya menunggu instruksi dari MWA perihal publikasi laporan keuangan. Sementara itu, untuk laporan keuangan tahun ini, ia berharap USU benar-benar dapat mempublikasikannya ke publik. “Semoga saja laporan keuangan 2015 bisa menjadi informasi publik seperti yang kita harapkan,” jelasnya. ****

Seminggu yang lalu di awal Februari, Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. J. Tanzil dan Rekan datang ke USU untuk menjalankan proses audit. Selama di USU, mereka memeriksa pencatatan laporan keuangan mengenai realisasi anggaran, laporan arus kas, neraca, dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CATL). Semua itu merupakan indikator yang digunakan KAP untuk membuat opini atas audit laporan keuangan. Setelah seminggu mengaudit, 18 Februari KAP berkumpul bersama Unit Audit Internal (UAI), rektor, dan wakil rektor untuk memberikan laporan atas audit yang dilakukan. Ada beberapa temuan yang disampaikan KAP. Laporan itu terkait aset, akutansi, dan keuangan USU. Mengenai keuangan, KAP mempertanyakan utang Malaysia kepada USU terkait kerja sama dengan Allianze College of Medical Sciences (ACMS). Kata Prof Arman, Malaysia sudah membuat komitmen akan membayar, hanya saja belum ada waktu yang tepat untuk bertemu rektor. Lalu, mengenai pencatatan piutang USU, Prof Arman bilang pencatatan piutang Standar Akutansi Keuangan (SAK) harus dicatat dengan sistem accrual basis. Sistem accrual basis merupakan pencatatan yang melibatkan arus kas masuk dan arus kas keluar . Selama ini USU untuk laporan keuangan SAK mengikuti format laporan keuangan

Standar Akutansi Pemerintah, yakni menggunakan sistem cash basis. Mengenai perencanaan, KAP juga minta data kerja sama USU dengan pihak di luar USU. ”Kemarin ada salah komunikasi,” terangnya. Laporan kerja sama yang seharusnya diperiksa dahulu oleh UAI, langsung diberikan pada KAP. Oleh karena itu, KAP mengembalikan laporan tersebut dan memintanya lagi pada USU. Sementara itu, KAP masih mempertanyakan mengenai bahan persediaan pada aset tambunan. Seperti dijelaskan Yusuf Husni, Wakil Rektor V bahwa KAP saat itu minta kwitansi pembayaran buah sawit di Tambunan. “Kwitansinya ada di laporan keuangan BPK,–red” ujarnya. Untuk aset menurutnya tak banyak yang disoroti KAP, sebab ia rasa pemanfaatan aset tahun lalu sudah maksimal. Setelah itu, USU tinggal memberikan tanggapan terhadap temuan KAP tersebut dalam bentuk jurnal.Tanggapan USU tersebut akan berpengaruh pada hasil opini laporan keuangan USU nantinya. KAP tinggal menerimanya dan memasuki tahap finishing audit laporan keuangan. Maret ini seharusnya opininya sudah keluar. Prof Armansyah berharap hasil audit laporan keuangan USU tetap sama dengan tahun lalu, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) yang menggalakkan pengaktifan seluruh pema fakultas. Ini upaya pema untuk menghadirkan seluruh perwakilan pema fakultas di kongres pema. Hal tersebut dilakukan agar hasil kongres tersosialisasikan ke seluruh fakultas. Dimulai dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Namun, permasalahan muncul. KPU FKM yang dibentuk Juli tahun lalu masih menjabat hingga sekarang, sedangkan KPU FKM Periode 2015 bentukan Pema USU juga aktif. Kata Aldy Saputra, Menteri Koordinator Polhukam, sebelum membentuk KPU, Pema USU telah mengajukan surat pemberitahuan kepada Wakil Dekan (WD) III FKM perihal hal ini. Hal ini terjadi karena tak ada koordinasi antara KPU FKM periode 2014 maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) yang berkedudukan sebagai pengganti pema di FKM dengan Pema USU. Harun Ridwan Nasution, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) UKM Kesmas, akhir Februari lalu mengungkapkan, pihaknya dan KPU FKM Periode 2014 seharusnya dilibatkan karena masih

aktif hingga 29 April mendatang. Aldy mengatakan akan melakukan koordinasi lebih lanjut untuk menemukan titik tengah permasalahan. Sementara itu internal UKM Kesmas bersama KPU FKM Periode 2014 akan mengadakan pembahasan mengenai kebijakan pembentukan KPU FKM oleh Pema USU. Februari lalu, Pema USU bersama pema fakultas yang ada mengadakan pertemuan dan hasilnya sepakat untuk mengadakan kongres. Agendanya tetap, pembahasan dan perbaikan maupun penambahan poin-poin tata laksana ormawa (TLO). Selanjutnya presiden mahasiswa akan mengajukan permohonan pelaksanaan kongres kepada Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) sebagai lembaga legislatif. Namun, hingga saat ini persiapan masih belum tampak. Perjalanan Pema USU juga diwarnai pertukaran kementerian, disebabkan karena telah wisudanya salah seorang menteri. Namun, hingga saat ini Presma USU belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai hal ini. “Belum ada pertemuan untuk membahas masalah itu,” ujarnya, Senin (2/3).

Ada lagi yang lain, Pema USU belum ajukan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan ke rektor. Achmad Fadhlan Yazid, Menteri Komunikasi dan Informasi mengatakan hal ini dikarenakan akan ada pergantian struktur kepungurusan. Di sisa masa kepengurusan yang hanya tiga bulan, banyak program kerja yang setengah jalan maupun belum terealisasi. Ketika ditanya, presma enggan berikan komentar. Wakil Rektor (WR) III Raja Bongsu Hutagalung punya pandangan sendiri. Ia mengkritik jalannya pema periode ini. Menurutnya pema kurang berkembang, masih berkutat dengan masalah internal, “Bersinergilah, cari kegiatan yang positif untuk mahasiswa,” sarannya. Pun, banyak kegiatan yang hanya berakhir di tahap perencanaan. Ia contohkan rencana pembuatan paguyuban unit kegiatan mahasiswa (UKM). “Kita enggak butuh hanya perencanaan, kita mau lihat pergerakan,” ujarnya. Bongsu juga menyayangkan lamanya pengajuan SK karena rektorat telah mengimbau sejak awal berjalannya kepengurusan. “Jangan sombong, mentangmentang presiden mahasiswa jadi merasa nggak butuh,” tutupnya.

“Termasuklah mahasiswa.”

Hasil Kerja Setengah Jalan Pema USU Mutia Aisa Rahmi

Lama telah terpilih. Dilantik juga sudah. Lalu, sudah sampai di mana kinerjanya? TUJUH bulan sudah Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU kepemimpinan Brilian Amial Rasyid berjalan, dan mulai mengeksekusi program kerja yang dibuat di awal. Kementerian Penelitian dan Pengembangan misalnya, telah menggelar seminar tingkat universitas hingga lomba karya tulis tingkat nasional Februari lalu. Kementerian Sosial dan Masyarakat (Sosma) telah merencanakan pembuatan sekolah rakyat sebagai kontribusi dan pengabdian kepada masyarakat. Targetnya adalah anak-anak dari keluarga prasejahtera di daerah Pringgan, sekitar kampus USU dan Starban, ucap Kahfi Aulia, Menteri Sosma Pema USU, Desember lalu. Setelah tiga bulan pembahasan, selesai sudah rangkuman rencana kegiatannya di Desember tahun lalu. Namun, hingga detik ini belum ada wujud nyatanya. “Doain saja, bulan ini terlaksana,” ujar Kahfi. Tak ketinggalan Kementerian


12 galeri foto Potret Kampung Madras,

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

di Kuil Shri Mariamman

Arcenei, Bentuk Rasa Syukurku YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU

Subil, seorang pemuka agama di Kuil Shri Mariaman membantu seorang jemaat wanita untuk beribadah. Wanita itu menyodorkan Arcenei (sesajen) sebagai ucapan syukur pada Tuhan. Inilah cara warga Kampung Madras mengucapkan syukur kepada Tuhan. Kuil Shri Mariaman merupakan kuil Hindu tertua di Medan. Usianya kini sudah 134 tahun. Letaknya di Kampung Madras, tempat bermukimnya sebagian besar warga India yang berdomisili di Medan. Sebagian besar warga negara India yang berdomisili di Medan. Sebagian besar masyarakat suku Tamil ini menganut agama Hindu (Redaksi)

Memuliakan Sang Dewa WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Bathi, Penetral Dunia

YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU

Arca Dewa-dewi

Menyembah Tuhan Dalam Kediamannya WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

YULIEN LOVENNY ESTER GULTOM | SUARA USU


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

podjok sumut 13

Desa Budaya Lingga

Lestari Segan Punah Jangan Sampai

RUMAH MBELIN | Rumah Adat Mbelin merupakan rumah adat Karo yang hingga kini masih ditempati oleh banyak keluarga. Rumah ini ditempati oleh delapan keluarga. WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Tantry Ika Adriati

Kalau tak ada perawatan, mungkin sepuluh tahun lagi rumah adatnya punah-Serpice Ginting (Kepala Desa Lingga).

S

erpice masih merasakan kala Lingga masih didominasi oleh rumahrumah adat Karo. Waktu itu tahun 1980, Serpice masih anak-anak. Tiap hari ia selalu berkumpul dengan keluarga satu marga Tarigan. Setiap musim panen tiba, keluarga Serpice selalu mengundang keluarga Tarigan lainnya untuk memanen padi bersama. Masih ada lesung kala itu. Lesung dipakai masyarakat Karo untuk menumbuk padi. “Terasa betul kebersamaannya,” ujarnya. Saat malam tiba, Serpice dan saudara lelakinya akan bermalam di jambur (sebutan pendopo di Karo). Di situlah biasanya para pemuda Karo menghabiskan waktunya. Dulu, sebelum tahun 1980an, rumah-rumah di Desa Lingga semuanya merupakan rumah adat Karo. Satu rumah diisi oleh delapan hingga sepuluh keluarga. Itulah alasan mengapa orang menyebutnya Siwaluh Jabu. Waluh

artinya delapan, jabu berarti rumah atau ruang utama. Nama-nama rumah adatnya pun dinamakan sesuai bentuknya, atau sesuai dengan marga keluarganya. Rumah adat Tarigan, misalnya. Rumah Tarigan dihuni oleh delapan keluarga bermarga Tarigan. Lalu, ada namanya Rumah Gerga. Diberi nama Gerga, karena posisinya yang terletak paling belakang. Serpice cerita kalau di Karo dulunya ada tiga desa budaya, yaitu Desa Peceren, Desa Dokan, dan Desa Lingga. Namun, setelah rumah-rumah adat di Desa Peceren hancur, tinggal dua desa budaya yang bertahan. Ialah Lingga dan Dokan. Serpice tak memungkiri mulai punahnya satu demi satu rumah adat di Desa Budaya Lingga. Desa yang dihuni sekitar seribu kepala keluarga itu kini sudah terlihat seperti desa biasa. Satu rumah diisi satu keluarga. Dari sekian banyak rumah adat Karo ini, hanya empat rumah adat yang tersisa. Keempat rumah tersebut ialah Rumah Tarigan, Rumah Gerga, Rumah Mbelin, dan Rumah Belang Ayo. Penyebabnya tak lain adalah kurangnya perawatan untuk rumah adat Karo. Hanya Rumah Gerga dan Rumah Belang Ayo yang kondisinya masih

serupa seperti rumah adat Karo dulu. Kayunya masih kuat, atapnya tetap utuh, dan masih ada para (tempat menaruh kayu bakar). Rumah ini hanya dihuni oleh satu keluarga yang berinisiatif tinggal di sana. Sementara Rumah Mbelin dan Rumah Tarigan tak sebagus dua rumah adat itu, kayunya sudah melapuk karena tak dapat perawatan. Serpice bilang bantuan dari pemerintah hanya diberikan lima tahun sekali, terakhir 2010 silam. Pernah juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari Amerika memberi bantuan sebesar enam ratus juta untuk perbaikan rumah adat. Namun tetap saja, rumah adat Karo butuh perawatan tiap tahunnya. Padahal merawat rumah adat tak murah. Sekali merenovasi membutuhkan dana sebesar lima ratus juta tiap rumah. Sebab, perlu kayu yang kuat dan ijuk yang bagus. Proses perbaikannya juga sulit karena tidak menggunakan paku, tetapi menggunakan pasak— paku dari kayu. Dinasti Sitepu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo mengakui kurangnya dana untuk perawatan rumah adat di Desa Lingga. Ia tak bisa berbuat banyak, lantaran pemerintah kabupaten tak punya

anggaran khusus. “Pemerintah tak sanggup,” katanya. Paling, hanya perawatan yang ringan-ringan saja, seperti perawatan jalan yang rusak. Kalau pun ada, dananya berasal dari pusat. Pun harus pemerintah daerah dulu yang memintanya. “Kemarin itu kita minta satu milyar, tapi cuma dikasih delapan ratus juta,” cerita Dinasti. Makanya hanya satu rumah yang bisa mendapat perawatan. Delapan ratus juta itu habis untuk membeli kayu yang diambil khusus untuk rumah adat Karo, ijuk yang berkualitas, dan membayar upah pekerja renovasi rumah adat. “Di sini susah dapat ijuk yang bagus,” tambahnya. Ijuk harus dibeli ke tempat lain agar mendapatkan kualitas yang bagus. Satu rumah adat butuh ijuk dalam jumlah yang banyak, apalagi untuk satu atap membutuhkan ijuk setebal satu meter. Sebenarnya, di tahun 1970 Dinas Pariwisata Indonesia pernah meminta seluruh warga Desa Lingga untuk pindah ke Desa Lingga Baru. Tujuannya untuk melestarikan rumah adat Karo. Namun, hanya tiga perempat warga yang bersedia pindah. Pemerintah sendiri yang menyediakan tanah dan kayu agar masyarakat bisa membangun rumah baru. Sisanya, tetap tinggal di Desa Lingga. Alasannya karena keberatan dengan tanah dan kayu yang dibagikan. Kayu yang diberikan untuk membangun rumah tidak mencukupi. Lantas wargalah yang harus membeli kekurangan pemberian kayu tersebut. Semenjak itu, usaha pemerintah seperti tak ada lagi. Hanya sebatas imbauan agar warga mau merawat rumah adat agar tak roboh. Alamta Manik, salah seorang warga yang masih menempati rumah adat Tarigan tak pungkiri hal tersebut. Ia menyayangkan mulai punahnya satu demi satu rumah adat Karo di Desa Budaya Lingga. Tapi tetap saja, ia tak bisa berbuat banyak. Bukannya ia tak ingin merawat, tapi butuh biaya besar untuk memperbaiki rumah tersebut. Sebatas bantuan fisik yang bisa ia berikan. “Kalau pemerintah menyediakan dana, saya siap membantu,” ujar pria berusia 48 tahun itu. Terakhir, terkait bantuan dana Dinasti berucap, “Kalau ada dana pasti akan kita bantu.”


14 laporan khusus

Menolong Tanpa Pamrih, di Situ Relawan Merasa Senang SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

Menolong Tanpa Pamrih

di Situ Relawan Merasa Senang Koordinator Liputan: Erista Marito Oktavia Siregar Reporter: Amanda Hidayat, Tantry Ika Adriati, Yulien Lovenny Ester G, Erista Marito Oktavia Siregar

| Minon (47) salah seorang anggota Relawan Peduli Lingkungan (RPL) sedang menyiram tanaman. Taman ini merupakan salah satu rancangan dari program Medan Berhias. MENYIRAM TAMAN

ERISTA MARITO OKTAVIA SIREGAR | SUARA USU

Erista Marito Oktavia Siregar

Kalau ditanya, mereka hadir tak sekadar eksistensi, bahkan gaji. Demi revolusi mental untuk cita-cita tinggi. Cuma nurani yang tergerak spontan, menolong tanpa pamrih. Di situ relawan merasa senang.

L

ima tahun lalu, saat Gunung Sinabung mengalami erupsi, Erdianta S tengah masa libur sekolah. Saat itu, ia yang baru pulang ke kampung halamannya di Tanah Karo, menerima ajakan dari temannya untuk menjadi relawan. Spontan nurani Erdianta tergerak untuk membantu. Tak seperti anak sekolah lainnya, hari-hari libur Erdianta dihabiskan untuk

menjadi relawan. Kala itu, ia belum mahfum ihwal esensi relawan. Bermodalkan niat, ia menyelesaikan kegiatannya. Ia hanya mengikuti kata hati, melakukan kegiatan sosial, membantu banyak orang, begitu menurutnya. Tak putus sampai di bangku sekolah, Erdianta terus menekuni aktivitas sebagai relawan saat memasuki perkuliahan. Ia diajak teman sejawatnya bergabung di organisasi keagamaan. Walau organisasi keagamaan, kegiatannya tak hanya keagamaan. Mereka punya kegiatan rutin di bidang sosial. Lagi, kegiatan relawan. Pernah ada satu cerita yang menarik. Saat itu ia melakukan penyuluhan ke Desa Palipi, Samosir. “Menantang,” tegasnya. Ia sampai mempelajari bahasa

Batak Toba agar dapat berkomunikasi dengan masyarakat di sana. Ia bilang, pesan penyuluh akan sampai dengan menggunakan bahasa daerah. Jadilah ia belajar, hingga hasil akhirnya benar memuaskan baginya. Sampai akhirnya di Mei 2012. Ia dan temannya tengah berbincang sembari tidur Tetiba muncullah ide untuk membuat kegiatan besar relawan. Passion of Public Health (PPH). Itulah kegiatan yang mereka rancang. Salah satu kegiatan pengabdian masyarakat di FKM USU. Menyuluh tentang bahaya rokok di 24 sekolah di Kota Medan. Ini kali pertama, ia yang dulu diajak, menjadi si pengajak. “Sejak merancang PPH, pertama kali saya sebut diri saya relawan,” tandas Erdianta.

Cerita sedikit berbeda datang dari Rizky Herman, relawan Kelas Inspirasi Medan. “Awalnya karena memang ada niat,” ujarnya untuk memulai bercerita. Ia adalah mahasiswa pascasarjana di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah USU. Selain menjadi mahasiswa, ia merupakan pegawai di Kantor Bupati Deli Serdang. Aktivitasnya cukup padat, namun Rizky masih merasa bosan dengan rutinitasnya. Ia lalu mencari tahu informasi tentang kegiatan relawan. Pucuk dicinta ulam tiba, tak lama, ia temukan Kelas Inspirasi Medan yang saat itu sedang mencari relawan baru. Tanpa pikir panjang, Rizky mendaftar menjadi relawan. Ia terpilih. Bersama 99 relawan lainnya ia mendapat pembekalan.

Oktober 2014, relawan bergerak ke sepuluh sekolah di Medan. Ia dan lima temannya ditempatkan di SDN 060837 Medan Barat. Uniknya, yang mereka lakukan bukan mengajar seperti yang dilakukan guru pada umumnya, namun bercerita tentang masingmasing profesi para relawan untuk mengispirasi anakanak sekolah. Rizky bercerita tentang profesinya sebagai pengusaha di Medan. “Mereka semua butuh orang-orang yang bisa memotivasi untuk belajar,” terang Rizky. Selama menjadi relawan banyak cerita mengejutkan yang ia dapat, salah satunya datang dari anak-anak SD yang memiliki cita-cita aneh. Ada yang bercita-cita menjadi maling. Saat ditanya mengapa, Rizky tertawa mendengar


Menolong Tanpa Pamrih, di Situ Relawan Merasa Senang SUARA USU, EDISI 101, maret 2015 jawabannya, “Aku mau cepatcepat kaya,” ujar Rizky sambil meniru ucapan anak itu. Banyak pembelajaran yang ia dapat. Namun tak dipungkiri, harus ada waktu kumpul bersama keluarga yang ia korbankan demi tujuan mulia itu. Senin hingga Kamis ia bekerja di Deli Serdang, Jumat dan Sabtu kuliah di USU. “Bagi saya, relawan ialah guru yang tidak resmi,” terang Rizky. Ada juga Ismail. Ia adalah aktivis lingkungan yang kemudian menjadi relawan pengajar. Sempat tak terpikir olehnyauntukmenjadirelawan pengajar, pendiri rumah baca, atau inspirator untuk anakanak SD yang tergabung dalam Kelas Inspirasi Medan. Namun sekarang, ia benar-benar sudah membenamkan diri di dalamnya. Sebagai aktivis lingkungan, ia prihatin dengan hutan bakau yang semakin berkurang di Desa Percut Kecamatan Sei Tuan. Ia ingin buat masyarakat peduli lingkungan. Akhirnya terpikir olehnya sebuah ide untuk menanamkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan melalui pendidikan. Sampai Juli 2012 lalu, barulah gagasan itu terwujud lewat rumah baca di Desa Percut, yang kemudian diberi nama Rumah Baca Bakau (RBB). Tiga bulan ia merancang ide. Dibantu pemuda setempat, akhirnya ia menemukan rumah yang bisa dijadikan tempat baca dan menyimpan buku. Dalam hal ini, anakanak adalah sasaran utama. Mengapa? Baginya, anak-anak bisa menyadarkan orang tua mereka agar peduli terhadap lingkungan. Terlebih lagi mudah untuk menanamkan

kepedulian lingkungan apabila diajarkan sejak usia dini. Niat tulusnya itu tak diimbangi dukungan masyarakat. Pasalnya tak banyak pengunjung RBB saat awal terbentuk. Ia bersama relawan RBB mencari solusi. Persuasi adalah cara terbaik. Jadilah lima puluh sampai enam puluh anak per hari datang, setelah sebelumnya hanya sepuluh sampai dua puluh saja. Tak puas sampai di situ, ia memaksimalkan pembekalan para relawan. Akhirnya, para relawan RBB dilatih oleh seorang berkewarganegaraan Singapura. Ia secara sporadis datang satu sampai dua kali sebulan untuk beri pembekalan. “Dia relawan juga, datang sendiri tanpa digaji,” ujar Ismail. Sejak itu, RBB banyak mengadopsi program pendidikan di Singapura, yang tidak kaku seperti pendidikan di Indonesia. Relawan pengajar di RBB berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, buruh, nelayan dan profesi lainnya. Tanpa imbalan. Mereka punya alasan sederhana. Ingin membantu memberi pendidikan pada masyarakat. Sebagai Direktur RBB, Ismail juga membuat program agar anak-anak tetap bisa bersekolah, serta mengajari anak-anak membaca sebelum akan masuk sekolah. Mengadvokasi orang tua untuk menyekolahkan anakanak mereka juga merupakan bentuk nyata programnya. Ada hal yang cukup mengejukan dan juga patut diapresiasi dari RBB gagasan Ismail ini. Pasalnya selama ini dirinya menggunakan dana pribadi untuk membangun

rumah baca, yang kemudian setelah berjalan cukup lama baru diikuti para donator yang ingin membantu. Meski perhatian pemerintah belum besar untuk ini, tapi melihat anakanak pesisir Percut yang mulai perhatian dengan pendidikannya menjadi kesenangan bagi Ismail yang takkan dapat dibeli dengan rupiah. Mengenai peran pemerintah dalam rumah bacanya, Ismail mengaku memang belum ada pendekatan khusus ke pemerintah. Selama ini pihaknya sudah cukup untuk menjaga keberlangsungan rumah baca. Tak puas dengan RBB. Ismail memutuskan bergabung dengan Kelas Inspirasi Indonesia sebagai inspirator untuk menyalurkan kegemarannya menjadi relawan. Menurutnya, begitu banyak anak-anak yang tak berani bercita-cita. Karenanya, ia bermaksud menjadi inspirator. “Kalau disebut revolusi mental, inilah baru revolusi mental, kalau kita bisa mengubah pikiran-pikiran pesimis itu,” tandas ismail. Macam lagi cerita dari Dewi Budiati Teruna Jasa Said, Koordinator Medan Berhias Kota Medan yang juga penggagas Relawan Peduli Lingkungan (RPL) Kota Medan. Sejak awal, Dewi lebih dikenal sebagai aktivis kemanusiaan. Namun, saat ini ia dikenal sebagai relawan lingkungan. Nama Dewi tidak lagi asing bagi masyarakat Kota Medan. Ketik saja namanya di mesin pencari, berbagai portal berita tentangnya langsung muncul. Bermula pada tujuh belas tahun lalu. Kala itu, Dewi hamil

MEMBERSIHKAN TAMAN | Setiap sore relawan peduli lingkungan membersihkan taman yang baru saja dimulai proses pengerjaannya di Aloha, Kecamatan Medan Labuhan. Taman ini melibatkan seluruh masyarakat disekitar lokasi. ERISTA MARITO OKTAVIA SIREGAR | SUARA USU

laporan khusus 15

BELAJAR BERSAMA | Suasana sore hari di Rumah Baca Bakau, Desa Percut, Deli Serdang, saat anak-anak belajar bersama dibimbing oleh relawan. Rumah Baca Bakau adalah kegiatan sosial yang bergerak di bidang lingkungan dan pendidikan. ANANDA FAKHREZA LUBIS | SUARA USU

tua. Ia hanya duduk, tak bisa berdiri. Matanya mengamati sampah dan botol-botol bekas di depannya. Terpikir olehnya untuk membuat kerajinan tangan dari barang bekas itu. Dibuatnya pot bunga dari botol bekas. Ia tambahkan cat. Jadilah sebuah pot bunga yang menarik dan bernilai jual. Haltersebutterusberlanjut, ia semakin sering mengolah sampah menjadi benda layak pakai. Ia buat tempat telepon genggam dan mainan kunci. Ia juga buat patung dari tanah liat. Karyanya ia pajang di rumah. Banyak yang tertarik. Ia sadar, karyanya bernilai jual. Ia semakin menikmati kegiatannya. Ia ingin menyalurkan ilmunya ke banyak orang. “Saya sering disebut ratu sampah,” katanya sambil tertawa. Kecintaannya terhadap lingkungan sudah sangat lama. Menanam pohon dan bunga adalah hobinya. Ia menggagas suatu kegiatan untuk memberdayakan orang banyak agar cinta lingkungan. Sasarannya adalah kaum perempuan dan anak muda. Mereka diajarkan untuk menanam bunga, pohon dan membuat pupuk kompos. Satu waktu, Dewi membentuk Asosiasi Perempuan Peduli Lingkungan (APPEL). Menyadari ia tidak bisa sendiri, ia mendekatkan diri pada pemerintah. Mengenalkan gagasan adalah modal awalnya. Program 3R (Reuse, Reduce, Recycle) yang mengawali Dewi untuk mempunyai akses terhadap pemerintah. “Kalau kita bergerak tanpa pemerintah pasti terlalu lama,” ujar Dewi. Tak hanya di situ, salah satu gagasan Dewi adalah Medan Berhias. Gagasan yang ia tawarkan menarik perhatian pemerintah dan menjadi salah satu program pemerintah. Masih ada juga

Gerakan Pemuda Peduli Lingkungan yang digagasnya untuk pemuda. Di awal, ditolak sering ia alami. Ia korbankan materi pribadi merancang kegiatan. Sisanya ia minta sumbangan dariteman.Begitulahberulangulang hingga komunitasnya semakin besar. Saat ini, Dewi memiliki lebih empat ribu relawan, tiap organisasi berbasis lingkungan. Ia juga membantu menggagas Bank Sampah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Ia bilang mahasiswa juga dapat menjadi relawan lingkungan. “Kalau sudah diniatin, apa sih yang enggak bisa,” ungkap Dewi. Terkait perhatian pemerintah terhadap aktivitas para relawan, Rizky mengatakan pihaknya cukup mendapat dukungan dari pemerintah. Misal dengan memberi perizinan untuk sekolah yang akan didatangi. Belum ada pendekatan yang khusus dari Rizky terhadap pemerintah. Menurutnya, yang sekarang dilakukan sudah cukup dan tak ada kendala berarti. M Tengku Dzulmi Eldin, Walikota Medan mengatakan mendukung penuh kegiatan masyarakat selama itu bermanfaat bagi orang banyak. Pemerintahan Kota Medan akan selalu mendukung kegiatan untuk kepentingan masyarakat. Hal yang familiar baginya mengenai relawan adalah medan berhias dan relawan peduli lingkungan. Ia mengatakan Medan Berhias yang sudah dirancang sejak tahun lalu menjadi jargonnya Medan. Rancangan medan berhias berasal dari masyarakat. Dirasa itu ide yang baik, jadilah jargonnya kota Medan saat ini. Ia ingin seluruh masyarakat sadar atas pentingnya memelihara lingkungan. “Kalau kegiatannya baik, pasti akan didukung,” tungkasnya.


16 mozaik

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

cerpen

Surat Terakhir Shelly Fransisca Purba Fakultas Kesehatan Masyarakat 2014

“Ayah! Lihat kakak! Mereka menggangguku terus,” Elysha berteriak dengan kencang. Ayah hanya tertawa, tak berbuat lebih lanjut untuk membuatku lebih baik. Aku kesal. Dasar Ayah! Kedua orang kakak laki-lakiku itu nakalnya ampun-ampunan. Tapi, bagaimanapun mereka adalah kakakku. Tiba-tiba semuanya berubah. Aku tak bisa melihat. Gelap, Yah! “Ayo! Ayo bawa ke dalam!” “Elysha! Elysha!” “Ya ampun! Kamu kenapa?!” Sayup-sayup suara-suara itu tak terdengar lagi. Lama-kelamaan suara tersebut terasa jaug sekali. Jauh sekali. Dan aku melayang pergi. Jauh. Jauh sekali. *** Aku pingsan. Satu-satunya ingatan terkahirku hanyalah tawa Ayah dan kedua kakakk. Sisanya, semua gelap. Lama aku berusaha memfokuskan pandangan dan pikiran. Ada apa? Kacau sekali. Samar-samar ku lihat ada yang duduk di sebelahku. Ayah! “Ayah, Elysha kenapa?” tanyaku lirih. Ayah hanya diam dan tersenyum. Aku lihat kakak-kakakku berdiri di belakang Ayah. Semuanya terlihat sedih, meskipun wajah mereka tersenyum. “Ayah, Elysha kenapa?” pertanyaanku menuntut. Ayah masih diam. Dan diam. Dan diam. Lama ia tak menjawab. “Kak, Elysha kenapa?” pertanyaan kulempar pada kakak-kakakku. Sama. Tak ada yang berusaha menjawab pertanyaanku. “Ayah! Kakak! Kenapa sih? Ini enggak ada yang mau jawab pertanyaan Elysha?” aku beringas. Kulihat Ayah menarik napas perlahan dan tersenyum. Sudut-sudut bibirnya tertarik kaku. Senyum terpaksa. “Kamu harus operasi sekarang juga, El,” jawab Ayah. Aku mengernyitkan dahi. “Kamu kena kanker jaringan lunak, El,

sudah stadium tiga ternyata,” sambung Ayah. Tak lama, kalimat terakhir Ayah disambung dengan tangis oleh kedua kakakku. Aku kembali tak fokus. Sayup-sayup Ayah menjelaskan apa yang terjadi. Aku tak mendengar. Tak mau mendengar. Namun, samar-samar ada juga yang tertangkap telingaku. Kanker jaringan lunak. Sudah lama. Tak ada yang sadar gejalagejalanya. Tahu-tahu sudah stadium tiga. Dan kini harus operasi. Untuk memutus segera rantai virusnya. Kalau berhasil akan terbebas dari penyakit ini, kalau tidak…. Aku menangis. Hingga menjelang operasi.

Setahun kemudian. “Dimas! Kevin! Segera! Nanti Elysha menunggu kita!” teriakan Ayah terdengar hingga dapur. Padahal saat itu ia ada di garasi depan. “Ya ya ya! Aku datang!” Itu Kevin. “Aku juga datang,” Dimas menyusul. Hari ini genap sudah setahun sejak kejadian Elysha pingsan pertama kalinya. Genap setahun sejak Elysha menjalani operasi pengangkatan kanker untuk pertama kalinya. Rasa-rasanya Ayah tak menyangka, waktu berlalu sedemikian cepat. Kini Elysha sudah sehat, sudah sembuh, sudah tak merasakan sakitnya lagi. Tak butuh waktu lama Ayah, Dimas dan Kevin tiba di rumah baru Elysha. Ini sudah bulan ke-enam Elysha tinggal di sini. Di Komplek Pemakaman Umum Tanjung Priok, Jakarta Selatan. “Halo Elysha, apa kabar?” Ayah yang mulai menyapa. Diiukuti dua anak sulungnya. *** Ayah, Kak Kevin, Kak Dimas, ini surat Elysha untuk kalian Elysha tak tahu kenapa tiba-tiba Elysha menulis surat ini. Tapi kemudian Elysha yakin, kali saja besok kiamat atau bencana besar melanda kota kita, dan Elysha belum

sempat menyampaikan ini. Elysha sayang kalian semua. Untuk Kak Kevin Walau kakak paling jail, Elysha tetap sayang kakak. Bagaimanapun kakak tetap yang paling baik hati. Kakak selalu mengantarkan Elysha ke sekolah, ke tempat les, ke toko buku; kemana pun Elysha ingin pergi. Untuk Kak Dimas Kak Dimas yang pintar selalu mengajarkan Elysha. Kak Dimas selalu datang ke kamar Elysha waktu mati listrik dan waktu petir, karena Kak Dimas tau Elysha takut gelap dan petir. Semoga semuanya berjalan lancar, biar bisa tertawa lagi. Elysha minta maaf atas salah Elysha selama ini. Seandainya tidak berjalan lancar, semoga Elysha tenang bersama Ibu di sana. Untuk Ayah, pahlawan Elysha Terima kasih sudah menyayangiku hingga sebesar ini Selalu sabar dan tak pernah mengeluh dengan tingkah nakalku Maaf telah menambah keriput ayah. Ah, surat ini lama kelamaan seperti surat wasiat saja. Padahal Elysha hanya iseng-iseng. Jangan sampai surat ini ditemukan oleh dua kakak jahat itu. Nanti Elysha bisa digodain seumur hidup. Sudahlah, surat ini hanya mau bilang, Elysha sayang Ayah dan kakak-kakak. Salam sayang Elysha


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

sorot

puisi

Menyirih,

Cara Orang Batak Buka Komunikasi Yulien Lovenny Ester Gultom

Gambir, pinang, dan kapur dibalut jadi satu. Lalu, disambut percakapan satu-satu. Ya, ini budaya menyirih.

T

angan Ompung Sinta Manurung menata gambir, pinang, dan kapur dalam selembar daun sirih. Campurannya dibungkus rapi lalu dikunyah laiknya sedang makan nasi. Sensasi pedas sedikit kecut, katanya, tapi ia nikmati. Tiba-tiba, Ompung Martha Manurung datang berkunjung. “Adong dodembanmu?—adanya sirihmu?,� tanya Ompung Sinta. Ompung Sinta pun menyodorkan tasnya yang berisi lembaran sirih lengkap, lalu mereka mardemban sembari bercerita tentang sawah, ternak danhal lainnya. Begitulah cara mereka memulai komunikasi, yakni dengan menyirih. Herlina Ginting, dosen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya USU menjelaskan, dalam adat Karo, sirih bersama gambir, pinang, kapur, tembakau akan dimasukkan ke dalam suatu tempat yang dianyam menyerupai kotak yang disebut kampil. Jika ada perkumpulan untuk membicarakan tentang pernikahan,atau pun acara adat lainnya, kedua keluarga akan duduk bersama dan biasanya kedua keluarga akan canggung untuk memulai percakapan. Di sinilah peran sirih. Kampil akan dikeluarkan dan disodorkan. Jika ditawarkan, maka ambilah. Begitu cara menghormati sekaligus membuka komunikasi. Dalam adat Karo, menyirih tak lengkap bila tanpa suntil alias tembakau. Tembakau dioles pada permukaan

si poken

mozaik 17

bibir untuk menambah kenikmatan menyirih. Lebih dalam lagi, Herlina bilang, jika wanita menyodorkan sekotak kampil dengan sirih dan komponennya untuk membuka komunikasi, pria akan menyodorkan rokok sebagai pembukanya, Ia serupa tapi tak sama. Di sanalah letak keunikannya. Jika pria menggunakan rokok maka wanita menyirih. Seperti syarat sebelum menjalin sebuah percakapan, menyirih adalah syarat pembukanya. Jika metode dan media yang digunakan sesuai dengan indera penerima, akan sangat menunjang keberhasilan komunikasi. Membuka komunikasi dengan memamah sirih sebenarnya agak melanggar norma kesopanan, sebab sama seperti memakan permen saat orang berbicara kepada kita, perhatian kita akan tertuju pada mulut yang sedang mengunyah daripada pesan yang disampaikan orang lain. Pun, air sirih tak dapat ditelan dan dibuang, coba bayangkan di sela-sela pembicaraan kita membuang air liur dalam sebuah kaleng khusus. Namun sampai sekarang, masih banyak wanita Batak yang biasa menyirih dan tetap membawa kampil—yang sekarang berbentuk tas bermacam model. Wanita Batak juga masih banyak yang menyirih sambil berkomunikasi. Sampai saat ini, budaya menyirih dalam masyarakat Batak masih lestari. Menyirih dianggap sebagai sebuah candu yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Meskipun hanya dilakukan untuk sekadar mengisi waktu luang. Barangkali bisa dicoba budaya orang Batak untuk menambah relasi. Tapi mungkin dengan cara yang lain. Coba bayangkan bila kita berkenalan dengan lawan jenis sambil mengunyah sirih, Sedap kali ah!

Apa Kabar? Ivan Gabe Mangihut Samosir Fakultas Teknik 2014

Halo Ibu, apa kabar? Baik-baik saja kan? Ibu, hatiku terluka oleh rindu ingin bertemu Halo Ibu, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Ibu, lidahku pahit Rindu masakan ibu Halo Ibu, apa kabar? Masihkah kau menungguku? Aku menangis, terdiam dalam sepi, mengingatmu Halo Ibu, apa kabar? Besok aku akan pulang, membawa yang aku janjikan Sebuah gelar bukti perjuangan Halo Ibu, apa kabar? Aku di sini, Bu, di pusaramu Maafkan aku tak sempat bersua saat kau pergi

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU


18 potret budaya

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

(Bukan) Bendera Batak

Tak ubahnya nama, bendera ialah identitas. Digunakan sebagai perlambang bangsa atau kelompok.Lalu, ada bendera yang dipastikan tak pernah ada; bendera Batak.

H

erlina masih mengenakan seragam merah putih khas sekolah dasar (SD) saat ia mengunjungi makam Raja Sidabutar di Tomok, Tobasa untuk pertama kalinya di sekitaran tahun 1970-an. Tak ada yang istimewa kala itu. Kunjungannya sama seperti kunjungan wisatawan lainnya. Memasuki tahun 2000-an Herlina kembali mengunjungi makam Raja Sidabutar. Ini bukan kali ke-duanya, tahun-tahun sebelumnya ia juga berkunjung ke sana. Ada yang berbeda saat itu, di atas makam Raja Sidabutar ada kain yang dihamparkan, kain berwarna putih, merah dan hitam. Herlina bertanya-tanya sejak kapan kain itu ada di sana. Dari penuturan masyarakat sekitar, kain itu merupakan bendera Batak. Herlina yang sudah menjadi dosen di Departemen Sastra Daerah USU diam tak membantah meskipun tak sepaham. Herlina bilang kain berwarna putih, merah dan hitam itu bukan bendera Batak. Tak ada pembuktian dalam literatur manapun kalau Suku Batak memiliki bendera. Namun, Herlina dapat menjelaskan kenapa

,

,

Sri Wahyuni Fatmawati P

Jangan kacaukan sistem kerajaan, karena Kerajaan Batak tak pernah ada.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Phil Ichwan Azhari Direktur Pusat Studi Ilmu Sejarah UNIMED masyarakat Batak kebanyakan menganggap kain tiga warna tersebut sebagai bendera Batak. Zaman dahulu orang Batak selalu menggunakan ketiga warna itu dalam kehidupan sehari-hari. Baik dari papan rumah yang dicat, warna motif perabotan hingga penggunaan ulos. Lama kelamaan orang Batak menyajikan ketiga warna tersebut di atas kain dan dipajang di depan rumah dengan tujuan agar tak melupakannya. Lalu, orang-orang mulai beranggapan kain itu adalah bendera Batak. Pun sesuai dengan asal mua-

REPRO DOKUMENTASI | ARMAN MAULANA MANURUNG | SUARA USU

sal kehidupan manusia menurut keyakinan orang Batak. Warna putih menyimbolkan banua ginjang (dunia atas) yang ditinggali Debata (Tuhan) dan penghuni surga. Merah menyimbolkan banua tonga (dunia tengah) sebagai tempat tinggal manusia dan hitam menyimbolkan banua toru (dunia bawah) yang ditinggali makhluk gaib lainnya. “Tapi kalau ditanya ke orang Batak di daerah-daerah Batak, mereka memang bilang itu bendera Batak,” terang Herlina. Cerita lain datang dari Darwin Tambunan. Ia bilang bendera Batak adalah bendera Kerajaan Sisingamangaraja. Bagaimanapun Sisingamangaraja I yang memimpin dan membangun kerajaan Batak di Tanah Batak. Serta ia juga yang menyebut adanya bangso Batak dan menjadi penguasa di Tanah Batak. Darwin katakan bendera Kerajaan Sisingamangaraja masih digunakan kalau ia dan teman-teman komunitas Batak mengadakan acara dan perayaan terkait Suku Batak. Herlina tak berkomentar banyak mengenai bendera Kerajaan Sisingamangaraja. Sisingamangaraja I sudah berada puluhan generasi di bawah Raja Batak dalam silsilah keluarga Batak. Itu sebabnya Sisingama-ngaraja I bukanlah Raja Batak, yang berarti bendera kerajaannya tidak dapat dikatakan bendera Batak. Phil Ichwan Azhari, Antropolog sekaligus Direktur Pusat Studi Ilmu Sejarah (Pussis) Unimed punya penjelasan rinci mengenai bendera

Kerajaan Sisingamangaraja. Ichwan bercerita, bendera Kerajaan Sisingamangaraja dibuat saat Sisingamangaraja XII menjadi raja pada 1876. Kalau ditelaah, bendera itu tak sedikitpun menunjukkan unsur Batak. Bendera Sisingamangaraja XII berwarna merah dan putih berlambang pedang kembar, bulan dan bintang. Ichwan bilang tidak ada satu negara pun di dunia yang menggunakan bulan sabit dan bintang sebagai simbol kecuali Turki—negara Islam dan pusat penyebaran Islam. Bedanya bulan di bendera Sisingamangaraja XII yang terletak di kanan pedang merupakan bulan penuh atau bulan purnama, bukan bulan sabit. Sedangkan bintang di kiri pedang memiliki delapan gerigi, bukan lima seperti dalam lambang tradisi Islam. Namun benda bergerigi delapan itu bisa diartikan sebagai matahari. Di majalah Rheinische Missionsgessellschaft tahun 1907 yang diterbitkan di Jerman menyatakan, bahwa Sisingamangaraja XII minta bantuan pasukan Aceh ketika Belanda menyerang Tanah Batak pada 1877. Sisingamangaraja XII lemah secara taktis dan hubungan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Hal ini dikuatkan dengan stempel Kerajaan Sisingamangaraja. Bagian luar stempel mempunyai dua belas gerigi menggunakan tarikh Hijriah dan huruf Arab. Huruf Arab itu menuliskan bahasa Batak yang berbunyi “Inilah cap Maharaja di Negeri Toba Kampung Bakkara Nama Kotanya, Hijrat Nabi 1304”. Sedangkan aksara Bataknya menuliskan Ahu Sahap ni Tuwan Singa Mangaraja mian Bakkara, artinya Aku Cap Tuan Singa Mangaraja Bertakhta di Bakkara. Ini cukup bukti kalau Sisingamangaraja XII tidak memasukkan simbol Batak dalam perangkat kerajaannya. Mengenai pemahaman bahwa bendera Kerajaan Sisingamangaraja sebagai bendera Batak, Ichwan bilang itu merupakan hasil konstruksi pemikiran, sesuatu yang dibuat-buat namun tidak jelas landasannya. “Yang saya sampaikan ini benar adanya. Saya dan kawan-kawan sudah meneliti dan membuktikannya,” jelasnya. Kalau masih ada yang memiliki keyakinan bendera Batak itu ada, Ichwan bilang bukan masalah karena keyakinan tiap orang bedabeda. Namun, “jangan kacaukan sistem kerajaan, karena Kerajaan Batak tak pernah ada,” tegasnya sekali lagi.


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

riset 19

Pengalokasian

DANA PPA/BBM Beberapa waktu lalu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengirim surat edaran ke perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia, berisi pemberitahuan pemberhentian beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik/Bantuan Belajar Mahasiswa (PPA/BBM) dengan alasan anggarannya dialokasikan untuk pembangunan Science and Technology Park. Kemudian, Wakil Rektor III PTN lakukan rapat koordinasi membahas penghapusan beasiswa PPA/BBM. Hasilnya, PPA/BBM batal dihapus. Lalu tahukah mahasiswa mengenai rencana penghapusan ini? Setujukah? Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 384 mahasiswa USU, di mana sampel sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Kuisioner disebar dalam rentang waktu 21 hingga 28 Februari 2015. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen dengan sampling error lima persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat mahasiswa. (Litbang)

1. Apakah Anda pernah dengar atau tidak pernah dengar tentang Beasiswa PPA/BBM? Tidak Pernah 21, 61% Pernah 78, 39

2. Apakah Anda tahu atau tidak tahu tentang pemberhentian Beasiswa PPA/BBM tahun ini? Tidak Tahu 58,33% Tahu 41,67%

2

1

3. Apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan pemberhentian Beasiswa PPA/ BBM? Tidak Setuju 86,98% Setuju 13,02%

4. Apakah Anda setuju atau tidak setuju jika anggaran beasiswa PPA/BBM dialokasikan untuk pembangunan Science & Technology Park (STP)?

3

Setuju 26,04% Tidak Setuju 73,96%

4 Jumlah penerima beasiswa tahun 2014 sebanyak 2200 orang

Anggaran per orang tiap tahun Rp4.200.000

Total anggaran seluruh penerima beasiswa per tahun sebesar Rp9.240.000.000

Beasiswa PPA/BMM diterima USU sejak 2006 hingga 2014

Penentuan jumlah kuota dilihat dari kondisi mahasiswa per fakultas


20 resensi

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

Kesaksian Martin Aleida,

Humanis Lewat Sastra

Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Jumlah Halaman Harga

: Mati Baik-Baik, Kawan : Martin Aleida : Ultimus : 2014 (cetakan ketiga) : 235 halaman + ix : Rp44.000

Lazuardi Pratama

Kumpulan cerita pendek mantan tahanan politik, wartawan, dan aktivis Lekra, Martin Aleida. Humanis dan sangat dekat dengan kematian.

B

arangkali Martin memanglah segelintir dari pengarang Indonesia yang benar-benar konsen bahkan konsisten hingga sekarang menulis tentang peristiwa 1965. Hingga buku teranyarnya kini, Mati Baik-Baik, Kawan—2014, cetakan ketiga dengan tambahan empat cerpen terakhir dari cetakan pertama pada 2009—mengisahkan tentang kejadian-kejadian pasca 1965. Untuk alasan yang sulit dibantah, Martin memang menyaksikan dan menjadi korban kisruh politik itu. Martin lahir di Tanjung Balai tahun 1943. Ia bergabung ke dalam Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) pada waktu berseragam SMA hingga kemudian menjadi wartawan ZAMAN BARU. Perjalanannya sebagai wartawan berlanjut hingga ke Harian Rakyat dan Tempo. Karena Lekra, ia kemudian menjadi tahanan politik (tapol) rezim Orde Baru. Martin berkeinginan meluruskan sejarah dengan sastra. Sebab menurutnya sastra ditakdirkan untuk membela korban. Martin membela dirinya sendiri dan banyak korban stigma Orde Baru dari perspektifnya: kemanusiaan dan korban secara langsung. Pembelaan diri tersebut muncul karena propaganda Orde Baru yang menyebut komunis adalah jahat—dapat kita temukan pada buku-buku pelajaran sekolah dulu. Martin secara tersirat namun terang benderang mempertanyakan: apa jahatnya menjadi komunis? Seperti cerita Ode untuk Selembar KTP, digambarkan seorang ibu yang berjuang mati-matian sehingga membutakan kesempatan hidup lain selain menghapus tanda ET yang menandakan ia antek-antek komunis pada kartu tanda pen-

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

duduknya. Tapol dan juga kerabat tapol, sebagaimana telah diketahui banyak orang, namun belum secara umum adalah identitas hina, dinistakan umat, objek diskriminasi. Sebab pada waktu itu, siapa pun dapat tertuduh berkongsi dengan komunis dan kena tuduh antek komunis. Kalau pun tidak didiskriminasi, maka bisa jadi terusir. Begitu nasib Mangku dalam Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh. Mangku, anak petani yang bapaknya dihabisi karena peristiwa itu terpaksa berkelana ke Lampung bersama anjing dan kera sebagai teman. Pada akhir tujuan, mati pula si anjing dan kera. Martin dalam penggalan kutipan Mangku berkata, “Mati baik-baik, kawan. Diiringi doa.” Ironi yang menusuk, sebab Mangku mengiringi kematian si kera dengan doa, sementara bapaknya dan petani lain diiringi dengan tengkuk yang dihantam linggis dan, “Tanpa doa, konon pula airmata.” Di beberapa cerpen lain ternukil juga kisah-kisah pilu dengan sudut pandang korban yang perspektifnya sangat mungkin belum dikenal khalayak. Apalagi Martin, mantan wartawan majalah berita mingguan Tempo ini mengisahkannya dalam

narasi apik yang mengutamakan pe-rasaan, menimbulkan rasa humanisme. Kebanyakan cerpennya memang berangkat dari suatu suasana getir, lalu dihadapkannya pada kedamaian hidup, kebahagian diri pribadi dan kebahagiaan khalayak seandainya Peristiwa 1965 tak terjadi. Kamaluddin Armada dan Partini, dua sejoli yang hendak menikah, remuk sebelum sempat bahagia karena tuduhan komunis dan ustaz yang gemar melucu, padam gara-gara dituding menyumbang kopiah untuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal kisah ustaz itu bisa dibilang paling ‘menghibur’ di antara cerpen-cepen lain yang beraroma siksaan batin dan fisik. Seperti kehilangan pelawak yang kita cintai. Abdullah, dulunya adalah aktor figuran dunia persinemaan yang dulunya juga dituduh antek Lekra, punya kisah pilu dengan istrinya. Tertuduh, Abdullah menyembunyikan identitasnya itu selama puluhan tahun dari istrinya. Baru pada saat-saat terakhir hidup sang istri, Abdullah dengan berat hati menceritakan semuanya. Sebab, status itu ‘nista’ di mata masyarakat bahkan mantan induk semangnya sewaktu

indekos mendepaknya gara-gara takut menyimpan musuh negara. Setelah Soeharto tumbang dan reformasi berkembang, kita banyak menemukan bukti-bukti—lain dari Peristiwa 1965 itu. Bukti-bukti yang tak punya tempat berkembang saat Orde Baru karena ketatnya sensor— itu semakin membuka tabir akan adanya genosida terstruktur oleh rezim waktu itu pada yang tertuduh komunis. Propaganda menciptakan aksi PKI pada waktu itu adalah kudeta dan komunis harus diberangus, dengan mengabaikan fakta bahwa ratusan ribu—pada penelitian lain, jutaan—manusia telah dibunuh, dia-singkan, dan dijadikan tapol. Okelah bila benar PKI melancarkan makar dan membunuh jenderal. Martin tidak perlu mempertanyakan terang-terangan: perlukah komunis atau simpatisannya harus ‘dibersihkan’ atas nama makar sebuah partai? Namun pilunya nasib mereka yang jadi korban atas itu menceritakan semuanya. Katrin Bandel dalam ulasannya terhadap cerpen-cerpen Martin pada bagian akhir buku ini mewakili kesan saya: “Apa rupanya yang salah dengan komunisme?” sehingga harus terbit cela kemanusiaan.


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015


SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

momentum 23

SUARAUSU.CO 8 Januari 2015

Perdana, USU Jadi Tuan Rumah FRI 2015

USU untuk pertama kalinya ditunjuk sebagai tuan rumah Forum Rektor Indonesia (FRI) setelah sebelumnya disepakati dalam pertemuan di Universitas Negeri Solo 2014 lalu. Kegiatan ini berlangsung sejak 23 hingga 25 Januari. Menurut Elvi Sumanti, Sekretaris Panitia Pelaksana FRI pada Rabu (7/1) ada dua kegiatan, Konvensi Kampus XI dan Pertemuan Pemimpin XVII. Elvi sampaikan dalam konvensi juga akan dilakukan laporan pertanggungjawaban masa kerja FRI tahun lalu. Aysia Ramadhani, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2010 menanggapi positif hal ini, katanya dengan acara ini USU mulai diperhitungkan di kancah nasional karena diha-diri oleh akademisi dari perguruan tinggi se-Indonesia. (Febri Rahmania) 8 Februari 2015

Melihat Sepeda Kampus

Terima Bola

21 Februari 2015

MENTERI Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi serahkan bola kepada Rektor Prof Syahril Pasaribu sebagai simbolis kerjasama dengan USU, Jumat (20/2). Imam berharap mahasiswa dapat menjadi pelopor untuk perangi narkoba. (Nurhanifah) 25 Februari 2015

Pema USU Bentuk KPU FKM Baru

REKTOR USU Prof Syahril Pasaribu (paling kanan) dan Presiden Mahasiswa 2014-2015 Brilian Amial Rasyid (paling kiri) saat melihat-lihat sepeda kampus di halaman gedung Biro Rektorat setelah acara penandatanganan serah terima sepeda kampus, Jumat (6/2). Sepeda kampus akan ditambah seratus unit lagi apabila diminati mahasiswa dan berhasil dalam penyelenggaraannya. (Amanda Hidayat) 24 Februari 2015

Tim Pengelola KKN LPPM USU Adakan Sosialisasi TIM Pengelola kuliah kerja nyata (KKN) Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) USU adakan sosialisasi program KKN kepada mahasiswa 23 hingga 24 Februari. Prof Edison Purba, Ketua Pengelola KKN Pengabdian Pada Masayarakat (PPM), Sabtu (21/2), katakan rencananya KKN-PPM akan dilaksanakan 6 Juli hingga 22 Agustus di empat desa Kabupaten Karo dan Simalungun. KKN-PPM bisa diikuti oleh mahasiswa yang telah lulus mata kuliah seratus sistem kredit semester (sks). Faizah, Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 2012 menilai sosialisasi masih kurang. Banyak pertanyaan mahasiswa tak dapat dijawab oleh Tim Pengelola KKN-PPM, misalnya pertanyaan keharusan KKN meskipun sedang PKL (praktik kerja lapangan). Tim KKNPPM bilang akan dikembalikan ke bagian pendidikan fakultas. (Shella Rafiqah Ully)

PEMERINTAHAN Mahasiswa (Pema) USU bentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Periode 2015. Pembentukan ini bertujuan untuk aktifkan pema di semua fakultas agar dapat mengikuti Kongres Pema USU, disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Aldy Syahputra, Selasa (24/2). Sementara itu, Surat Keputusan (SK) KPU FKM Periode 2014 masih aktif hingga 29 April mendatang. Aldy bilang pembentukan KPU di FKM oleh eksekutif tidak menyalahi aturan, sebab tercantum dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) tata laksana ormawa (TLO) Bab II Pasal 4. Sementara itu, Ketua KPU FKM Periode 2014 Berkah Meidra Adika Nasution bilang perlunya koordinasi antara Pema USU dengan pihaknya atau pun Unit Kegiatan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat agar tak salah paham. (Lazuardi Pratama) 7 Maret 2015

SEM Asia 2015, Prestasi Tim Horas Menurun Prestasi Tim Horas dalam ajang Shell Eco-marathon Asia 2015 di Manila, Filipina, menurun. Muhammad Rizki Agustama, Manajer Tim Diesel Tim Horas bilang prestasi menurun untuk kedua kelas yang diikuti, yakni kelas etanol dan kelas diesel, Jumat (6/3). Tim Horas meraih peringkat ke-dua untuk kelas etanol dan peringkat ke-empat untuk kelas diesel. Cuaca dan jenis bahan bakar menjadi kendala. Namun, kemampuan jarak tempuh meningkat menjadi 135 km/jam untuk kelas etanol dan 79 km/jam untuk kelas diesel. Wakil Rektor III Raja Bongsu Hutagalung tetap mengapresiasi karena Tim Horas tetap kegiatan mahasiswa yang memberikan prestasi untuk USU. Bongsu berpesan, semoga Tim Horas dapat belajar dari kekurangan tahun ini agar tahun depan mendapat prestasi yang lebih baik lagi. (Sri Wahyuni Fatmawati P) IKLAN


24 profil

SUARA USU, EDISI 101, maret 2015

P Anthonius Sitepu,

Jalan dengan Prinsip Disiplin dan Kesederhanaan

Fredick Broven Ekayanta Ginting

Tahun 80-an lagu Oemar Bakri dipopulerkan oleh Iwan Fals dan melegenda menjadi latar lagu untuk sosok guru yang sederhana dan berdedikasi.

I

a baru saja keluar dari kelas di Gedung E Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Ia baru selesai mengisi jadwal kuliah. Lengkap dengan tas di tangan kanan dan dua buah buku di tangan kiri ia terlihat mantap melangkah. Ia menuju ruang dosen dan bertemu dua orang rekannya di sana. “Baru selesai (mengajar-red) Pak?” ujar salah satunya. “Mana asistennya?”lanjut yang lain. Dengan cepat ia menjawab, “kita enggak perlu asisten. Profesor dan guru besar yang punya.” Ialah P Anthonius Sitepu, dosen Departemen Ilmu Politik FISIP. Sejak 1985, ia mengabdikan diri sebagai akademisi dan dosen. Awalnya, ia ditempatkan di Departemen Administrasi Negara. Baru pada 2001 ia pindah ke Departemen Ilmu Politik bersamaan dengan dibukanya program studi tersebut. Sudah hampir tiga puluh tahun menjadi dosen, selama itu pula ia berpikir harus memenuhi kewajiban

mahasiswanya melakukan hal yang sama. Ia cerita saat kuliah dulu, ia berusaha mengikuti jadwal kuliah tanpa terlambat. Hal tersebut yang tetap dibawa hingga menjadi dosen. Vinsensius Sitepu, anak bungsu Anthonius, berkisah disiplin ayahnya juga terbentuk ketika tinggal bersama saudaranya selama di Bandung. Saudara tersebut punya anak yang bersuamikan tentara. Sebagai tentara ia bersikap cukup keras. Misalnya, Anthonius ‘muda’ bangun setiap hari pukul setengah enam. Kebiasaan tersebut yang akhirnya mempengaruhi dan membentuk Anthonius disiplin terhadap waktu. “Sampai sekarang Bapak bangun jam segitu,” ucap Vinsensius. Kebiasaan Anthonius yang disiplin terhadap waktu diakui oleh Daniel Hugo, mahasiswa FISIP 2011. Ia dan teman-teman satu stambuk punya pengalaman menarik. Ceri-

menghadiri kelas-kelas. Ia berkomitmen disiplin terhadap waktu. “Saya jalan dengan prinsip saya mulai dari menghargai waktu,” ceritanya. Ia bertindak demikian agar

tanya mata kuliah Anthonius sudah mulai, lalu ada mahasiswa yang minta diizinkan masuk. Anthonius biasanya tidak mengizinkannya, tapi saat itu ia izinkan. Itu

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

BIODATA Nama: Drs P Anthonius Sitepu Tempat, tanggal lahir: Kabanjahe, 1 Juli 1952 Alamat: Jl Parang I, Gang Kuwalasari No 4, Medan Pendidikan: • SD Negeri 3 Kabanjahe (1958-1964) • SMP Negeri 1 Kabanjahe (1964-1967) • SMA Negeri 1 Kabanjahe (1967-1970) • S1 Hubungan Internasional Universitas Parahyangan • S2 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (1991) Buku: • Studi Ilmu Politik • Militer dan Politik • Studi Hubungan Internasional • Teori-Teori Politik

kali pertama. “Dia enggak pernah telat, jadi dia mau mahasiswanya enggak telat.” jelas Hugo. Selain menganggap Anthonius adalah dosen yang total dan berdedikasi tinggi terhadap kewajiban sebagai akademisi, Hugo juga menganggap Anthonius sebagai dosen yang menunjukkan kesederhanaan. Anthonius selalu menggunakan transportasi umum menuju kampusnya dan jarang menggunakan asisten mengisi jam ajarnya. Lalu, tak pernah gunakan telepon genggam. Vinsensius mengatakan hidup dalam kesederhanaan pula yang ditanamkan bagi anak-anaknya, bahwa harta bukan tujuan hidup. Seberapa banyak pun harta jika tak sanggup kontrol kemauan, jiwa tidak akan tenang. Kesederhanaan tersebut mengingatkan Hugo pada sosok Oemar Bakri dalam lagu Iwan Fals. Guru yang loyal, mengabdi selama puluhan tahun dan sikap yang sederhana. Mirip Anthonius. Vinsensius sepakat jika ayahnya disebut punya sifat Oemar Bakri. “Sederhana, lurus, makan dari gaji,” ucapnya. Sebagai seorang dosen Anthonius dekat dengan buku. Ia kerap berkunjung ke toko buku saat pergi ke luar kota. “Kalau masuk ke rumah, langsung jumpa lemari penuh buku.”

Uniknya mayoritas buku tersebut adalah buku ilmu politik dan tentang agama Katolik “Baru minggu lalu dia beli Tetralogi Pram dari Bandung,” lanjut Vinsensius. Anthonius ingin mahasiswanya mendalami ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Vinsensius bercerita, jika seorang mahasiswanya minta perbaikan nilai, ayahnya akan meminta mahasiswa tersebut mencari dan membaca buku, lalu diberikan. “Dari ilmu pengetahuan, untuk ilmu pengetahuan. Nanti mahasiswanya pun pasti ingat buku itu.” Vinsensius menyebut ayahnya juga selalu ingat pada mahasiswa yang rajin dan menarik untuk diajak diskusi. Seperti sosok Oemar Bakri, keinginan tertinggi seorang guru adalah menghasilkan anak-anak didik yang terbaik. Anthonius ingin mahasiswanya kuliah karena “ingin mengetahui” bukan karena “ingin lulus” saja. “Yang dikejar harus karena ilmunya,” sebutnya. Ia mengatakan sebagai mahasiswa menepati waktu harusnya karena ingin mendapatkan materi kuliahnya. “Bukan karena didorong kewajiban lain,” sambungnya. Ia mengandaikan seperti ujian. Menurutnya, ujian harusnya tidak perlu pengawas dan tidak perlu diawasi. Namun karena mahasiswa belum sadar esensi dari ujian tersebut, pengawas harus tetap diadakan. IKLAN


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.