Edisi 93 fix utk ol

Page 1

EDISI

93

XVIII/MEI 2013

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO PODJOK SUMATERA UTARA SEJARAH SI TEMPAT SINGGAH STASIUN KERETA API BINJAI POTRET BUDAYA NGALENG TENDI SENI PENGEMBALIAN ROH


2 suara kita lepas

Mawapres Proyek Ekspres USU

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

suara redaksi

Redaksi

A

da yang berbeda dengan pemilihan mahasiswa berprestasi (mawapres) USU kali ini. Surat bernomor 0385/E3.4/2013 dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) membuat aturan baru yang memperbolehkan mahasiswa program DIII untuk mengikuti ajang bergengsi kalangan mahasiswa itu. Mungkin Dirjen Dikti baru sadar mahasiswa DIII juga memiliki kompetensi yang bisa bersaing dengan mahasiswa S-1. Hanya sekilas kebijakan baru dari Dirjen Dikti pada mawapres kali ini. Pelaksanaan prosedural maupun teknis di USU masih sama sejak 2004 lalu. Rektorat seakan tak mau tahu dengan segala persiapan yang dilimpahkan di tiap fakultas. Jangankan perbaikan, evaluasi saja mungkin tak pernah dilakukan. Acara tahunan. Begitu yang sering terlontar untuk kegiatan ini. Padahal ada tiga tujuan Dirjen Dikti yang bisa kita kaji. Pertama, memilih dan memberikan penghargaan kepada mahasiswa yang meraih prestasi tinggi. Kedua, memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melaksanakan kegiatan kurikuler, intrakurikuler dan ekstrakuriku­ ler sebagai wahana menyinergikan hardskill dan softskill mahasiswa. Ketiga, mendorong perguruan tinggi untuk mengembangkan iklim kehidupan kampus yang dapat menfasilitasi mahasiswa mencapai prestasi yang membanggakan secara berkesinambungan. Harapannya tentu tidak hanya menjadi iklim semusim saja. Tiga fakultas yakni Fakultas Ilmu Sosi­ al dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Kepe­ rawatan (FKep) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) tercatat tidak mengirimkan wakil dari program DIII. Lebih parah, FIB tidak mengi­ rimkan wakil dari program S-1. Alasannya, tidak ada mahasiswa yang berminat. Sangat disayangkan, untuk ajang nasional segengsi ini mahasiswa yang menjadi objek utama malah menutup mata. Kembali pada garis esensial mawapres. Kunci utama yang seharusnya bisa digunakan para pihak penyelenggara di USU. Simbolisasi sebuah gelar prestasi mahasiswa yang selanjutnya dikirim ke kancah nasional hendaknya lebih matang dipersiapkan. Mungkin dengan evalusi data dari tahun 2004 USU belum pernah ada yang menjuarai ajang ini di Jakarta. Peran utama sebenarnya di tingkat fakultas yang menjadi gerbang utama menentukan mawapres agar lebih selektif di segala sisi mahasiswa. Taruhlah tidak menggunakan seleksi, tapi penyeleksian data indeks prestasi, data kegiatan ekstra dan yang lainnya harus rapi dan menjadi perhatian fakultas. Di bawah fakultas, ada departemen yang menanggungjawabi seluruh mahasiswanya. Dari sini peninjauan mahasiswa yang dapat melaju di mawapres matang digodok. Bukan lagi ada alasan minat dan niat, bisa atau tidak bisa. Tapi seharusnya bagian pengajar dan mahasiswa bersatu padu untuk menampilkan prestasi yang tidak sekadar untuk ajang dan gelar saja. Maka, sosialisasi dan transparasi menjadi pekerjaan rumah rektorat yang harus dirampungkan segera. Agar penantian kita akan mawapres nasional wakil dari USU tidak ha­ nya mimpi belaka.

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

RAPAT KERJA

Rapat kerja (Raker) caturwulan (cawu) II Pers Mahasiswa SUARA USU Minggu, (27/4) dini hari. Raker cawu II membahas laporan pertanggungjawaban cawu I dan merancang program kerja empat bulan ke depan.

Salam Pers Mahasiswa!

M

asa ujian tengah semester baru saja berlalu. Di saat bersamaan, awak SUARA USU mempersiapkan tabloid edisi 93 seba­ gai santapan civitas akademika USU untuk tengah tahun ini. Laporan Utama kali ini akan memaparkan salah satu program kerja Rektor Syahril Pasa­ ribu­ yakni USU ASRI. Akronim dari Akademik, Sinambung, Rele­ van dan Integral. Program kerja ini sendiri telah kita rasakan dan saksikan eksistensinya. Bagaimana sebenarnya sejarah tercetusnya USU ASRI? Apa yang ingin dituju program ini? Serta akan pula dipaparkan transpa­ransi dana dari proyek besar satu ini. Semuanya akan dikupas di halaman 4-7. Ada pula kisah diskriminasi

ralat

para tuduhan tahanan politik (tapol) akibat tragedi Gerakan 30 September (G30S) pada rubrik Laporan Khusus kali ini. Akan dibahas pula kisah diskriminasi tahunan yang dialami oleh para keluarga. Semuanya terangkum di halaman 14-15. Sementara dalam rubrik Ragam, akan ditelisik mengenai kendala-kendala yang terjadi dalam pagelaran tahunan lomba mahasiswa berprestasi (Mawapres). Apa sebenarnya esensi diadakannya pertarungan tersebut? Akan ditelusuri pula bagaimana seleksi yang telah diterapkan di USU? Masih di halaman yang sama, kami juga akan membahas jalur masuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Bagaimana persiapan USU dalam menerima calon mahasiswa baru. Apa saja jalur masuk resmi yang dibuka USU? Berapa daya tampung setiap fakultas?

Nama narasumber pada rubrik dialog edisi 92 seharusnya Muhammad Fikri Ridho

suara sumbang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat akun twitter Sekali-kali balas mention awak lah Pak! Dekan FE resmi dilantik Ciee udah bisa dapat ijazah lah ya

Ada juga dengan cerita tentang Rumah Sakit Pendidikan (RSP) yang sudah melakukan perekrutan pegawai pada 2010, 2011, dan 2012. Semua itu akan dibahas di halaman 8-9 pada rubrik ragam. Jenuh dengan yang berat, ada rubrik Potret Budaya yang membahas Ngaleng Tendi, sebuah ritual mengembalikan roh seseorang yang diculik makhluk halus. Ritual ini adalah penyembuhan tradisional dari suku Karo yang saat ini dilestarikan jadi sebi tari. Di rubrik Podjok Sumatera utara, akan mengangkat salah satu tempat bersejarah di Binjai, Stasiun Kereta Api Binjai. Ada pula sosok dosen Fakultas Pertanian Terip Karo-Karo yang menjadi seorang inovator tepat guna di rubrik Profil. Akhir kata, selamat membaca! (Redaksi)

suara pembaca

Perbaikan Drainase USU USU sering banjir kalau hujan turun. Kadang kalau hujannya deras sekali, mobil-mobil yang kecil terendam dan mogok. Drainase perlu perbaikan. Tiffany Fakultas Kedokteran 2012

Perbaikan Jalan Sumber Jalan di Sumber sangat dibutuhkan oleh banyak pihak dalam beraktivitas. Sangat baik sudah ada inisiatif untuk memperbaikinya. Hadi Fakultas Hukum 2011


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

kata kita

suara kita 3 ­

Fenomena Gadget Freak

Dari Kecanduan hingga Konsumerisme

P

esatnya perkembangan gadget diiringi dengan beragam aplikasi­ nya yang menggiurkan, tak pelak membuat banyak orang turut terbuai dengan kecanggihannya, termasuk mahasiswa. Konsumen tak segan-

segan gonta ganti gadget dengan yang paling baru, dan mulai kecanduan menggunakannya hingga tak bisa lepas dari gadget tersebut. Bagaimana mahasiswa USU memberikan tanggapannya me­ngenai fenomena ini? (Sri Wahyuni Fatmawati P).

Katriin Elysabet Sihombing Fakultas Psikologi 2009

Perkembangan gadget sekarang kan udah maju, semakin canggih, aplikasinya juga udah banyak, jadi makin banyak juga yang berniat mau beli. Apalagi kalau dia udah kecanduan, mayoritas mereka beli bukan karena kebutuhan, tapi memang karena pengen terlihat modern aja. Padahal dia juga enggak butuh-butuh banget. Kalau udah kecanduan susah tuh kayaknya.

Tri Julifan Fakultas Ekonomi 2010

Mereka yang seperti itu ya bagus, jadi bisa mengikuti perkembangan zaman. Apalagi kan teknologi sekarang sudah mengglobal. Itu ber­ arti mereka satu langkah lebih maju dari orang-orang yang kurang mengikuti teknologi. Namun semua tergantung penggunannya, kalau digunakan untuk bisnis, promosi, ya bagus. Tapi kalau hanya untuk main games, pemakaian internet untuk media sosial, apalagi gengsigengsian, itu yang enggak bagus.

Cindy Nyolanda Fakultas Ilmu Budaya 2012 Sebenarnya orang yang seperti ini tidak salah juga, tergantung me­ reka bagaimana penggunaannya. Apalagi sekarang sudah banyak perusahaan yang bahkan mewajibkan pegawainya untuk menggunakan gadget dengan aplikasi tercanggih untuk memudahkan kiner­ ja mereka. Lagian dengan begitu mereka juga jadi lebih mengetahui perkembangan teknologi zaman sekarang.

Zulhamdi Fakultas Keperawatan 2011 Tergantung orangnya bagaimana memanfaatkan gadget yang dia punya, seperti aplikasinya. Kalau digunakan dengan baik, hasilnya baik juga. Mereka yang kecanduan gadget seenggaknya jadi tahu informasi terbaru. Tapi mereka juga jadi boros, tampaknya hurahura sekali.

Menurut saya enggak ada manfaatnya menjadi gadget freak. Me­ reka yang gadget freak hidupnya seputaran gadget-nya saja. Enggak bisa bersosialisasi dengan orang lain, menjadi lebih egois. Sebenarnya enggak salah di kepemilikan gadget-nya, kalau mereka yang memang membutuhkan gadget sebagai media pendukung pekerjaannya bisa menjadi bermanfaat juga.

FOTO-FOTO: ANDIKA SYAHPUTRA DAN SRI WAHYUNI FATMAWATI P | SUARA USU

konten 2 4 8 9 10

galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya

12 13 14 16 18

riset resensi iklan momentum profil

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Pembantu Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Debora Blandina Sinambela Sekretaris Umum: Sri Handayani Tampubolon Bendahara Umum: Pebri Hardiansyah Pohan Pemimpin Redaksi: Ipak Ayu H Nurcaya Sekretaris Redaksi: Audira Ainindya Redaktur Pelaksana: Hadissa Primanda Koordinator Online: Aulia Adam Redaktur: Apriani Novitasari, Cristine Falentina Simamora, Mezbah Simanjuntak Redaktur Foto: Rida Helfrida Pasaribu, Sofiari Ananda Redaktur Artistik: Gio Ovanny Pratama Reporter: Elfiyanti Zega, Erista Marito O Siregar, Lazuardi Pratama, Rati Handayani, Ridho Nopriansyah, Riska Aulia Sibuea, Sri Wahyuni Fatmawati P Fotografer: Andika Syahputra, Wenty Tambunan Desainer Grafis: Audira Ainindya, Yanti Nuraya Situmorang Ilustrator: Yanti Nuraya Situmorang, Wenty Tambunan Pemimpin Perusahaan: Baina Dwi Bestari Manajer Iklan dan Promosi: Maya Anggraini S Manajer Produksi dan Sirkulasi: Ferdiansyah Desainer Grafis Perusahaan: Siti Alifa Sukmaradia Staf Perusahaan: Amalia Wiliani, Sonya Citra Brastica Kepala Litbang: Izzah Dienillah Saragih Sekretaris Litbang: Malinda Sari Sembiring Koordinator Riset: Fachruni Adlia Koordinator Kepustakaan: Renti Rosmalis Koordinator Pengembang­an SDM: Guster CP Sihombing Staf Riset: Fredick Broven Ekayanta Ginting Staf Kepustakaan: Hendro H Siboro Staf Ahli: Yulhasni, Agus Supratman, Tikwan Raya Siregar, Rosul Fauzi Sihotang, Yayuk Masitoh, Febry Ichwan Butsi, Rafika Aulia Hasibuan, Vinsensius Sitepu, Eka Dalanta Rehulina, Muliati Tambuse, Risnawati Sinulingga, Liston Aqurat Damanik, Mona Asriati, Fanny Yulia

Putri Eka Sari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2011

suara kita laporan utama opini dialog ragam

DESAIN SAMPUL: AUDIRA AININDYA

19 20 21 23 24

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No. 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Peristiwa (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlanggan­an, Hubungi: 085373932285, 085270772526 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email: suarausutabloid@ymail.com


4 laporan utama

Transparansi Si USU ASRI SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Kala USU ‘Bersolek’

Koordinator Liputan: Apriani Novitasari Reporter: Maya Anggraini S, Lazuardi Pratama, Sri Wahyuni Fatmawati P dan Apriani Novitasari

GEDUNG BARU

Seorang mahasiswa melewati lorong gedung E Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Selasa (23/4). Gedung ini memiliki sebelas kelas dengan muatan bervariasi yakni 35, 41, 60 sampai 100 mahasiswa. WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

USU kini tengah merapikan wujudnya dengan pemolesan hampir di setiap sudut. Namun, masa bersoleknya masih se­ tengah jalan sebelum mencapai sempurna. Apriani Novitasari

D

evin Defriza Harisdani, dosen Fakultas Teknik (FT) dipanggil Rektor Prof Syahril­ Pasaribu melalui Pembantu Rektor (PR) II Armansyah Ginting, Juni 2011 lalu. Ia ditugaskan membuat unit kerja perencanaan, penganggaran dan pengembangan aset USU sebagai program kerja rektor. Namun, ia tak tahu mengapa ia yang terpilih mengerjakan proyek tersebut. Saat itu, yang terpikir olehnya adalah membuat satu nama sebagai simbol untuk unit kerja itu, agar mudah diingat semua orang. Pekara nama bukan hal mudah, Agustus 2011 lalu Devin, serta rektor secara bersama sengaja mengelilingi kampus untuk melihat infrastrukrtur kampus sambil memikirkan nama itu. Pertemuan informal berakhir pada nama ASRI, singkat­ an dari Akademik, Sinambung, Relevan, dan Integral (ASRI) yang kemudian digabungkan

dengan kata USU, berkenaan pada isu strategis. Pada September dan Oktober tahun lalu, Devin dan rektor beserta jajarannya melakukan rapat dengan dekan dan Pembantu Dekan (PD) II seluruh fakultas untuk membahas ini. Diceritakan Devin, sebagai sebuah program yang diwujudkan dalam kegiatan kerja pemeliharaan, rehabilitasi atau renovasi, aset infrastruktur, diperlukan tim dalam menyusun rencana kegiatan dan perkiraan anggaran serta operasional teknis pelaksanaan kegiatan program kerja di bawah Biro Perencanaan dan Kerjasama USU. Ia sendi­ ri yang menyusun tim yang membantunya di USU ASRI. Maka, pada 2011 lalu keluarlah Surat Keputusan (SK) Rektor mengenai Peng­ angkatan Tim Perencanaan, Penganggaran dan Pengembangan Aset dengan Devin sebagai Manajer Tim Pelaksana dari program kerja tersebut. Kemudian, SK untuk meresmikan nama unit kerja rektor USU ASRI pada 9 Januari 2012. Maret 2012 dilaksanakan program Pekerjaan Pengembangan Hutan di lingkungan USU diinisiasikan sebagai kegiatan pembuka dan sosia­li­sasi USU ASRI 2012, dengan pelak-

sanaan kegiatan Penanam­ an Pohon dan Bersih-Bersih Kampus.

Jadi mustahil kalau pihak dekanat sampai tidak tahu apa yang sedang dibangun dan bagaimana pengerjaannya di fakultasnya sendi­ri Devin Defriza Harisdani Devin mengaku pada dasarnya sejak September 2011 pihak fakultas sudah tahu mengenai USU ASRI, namun pada 9 Januari so­sialisasi resmi dilakukan oleh rektor pada rapat kerja awal tahun yang dihadiri oleh senat akademik dan para dekan. Lagi pula, setiap pengadaan infrastruktur yang dilakukan USU ASRI di tiap fakultas selalu dikomunikasikan pada dekanat di fakultas tersebut. “Jadi mustahil kalau pihak dekanat sampai tidak tahu

apa yang sedang dibangun dan bagaimana pengerjaannya di fakultasnya sendiri,” tambahnya. Sedangkan untuk sosialisasi kepada mahasiswa dilakukan melalui spanduk yang sudah dipasang sejak awal terbentuknya USU ASRI. Hal ini dibenarkan PD II Fakultas Hukum (FH) Syafruddin Sulung Hasibuan. Ia meng­ aku mendapat sosialisasi USU ASRI dari rapat kerja awal tahun dengan rektor. “Selanjutnya, dekan tersebut yang mensosialisasikan pada bawahannya,” imbuhnya. Maka sejak saat itulah USU ASRI mulai jalan. Mengusung cita-cita National Achievement with Global Reach untuk peningkatan pelayanan dan kualitas di kampus, infrastruktur dan sarana pendukung, pelaksanaan rencana strategis (Renstra) USU 2010-2014 dan untuk pengembangan prioritas dan strategis. Awalnya USU ASRI bukanlah suatu lembaga atau unit penunjang permanen, hanya merupakan Project Management Unit (PMU) terkait program-program pengembang­ an institusi, yang wewenang pembentukannya berada pada Rektor USU sebagai eksekutif, “Sekarang udah diganti jadi Tim Pelaksanaan Program Kerja USU ASRI,” sahutnya.

Pasca perubahan menjadi Tim Pelaksanaan Program Kerja USU ASRI Devin yang sebelumnya menjabat sebagai Manajer Tim Pelaksana Program Kerja USU ASRI berganti menjadi Ketua Tim Pelaksana Program Kerja USU ASRI. USU ASRI sebagai rangkaian program tidak dirumuskan tiba-tiba tetapi memiliki pijakan dalam Rencana Stra­ tegis (Renstra) USU 20102014. Pada Isu Strategi poin 2 Renstra ditegaskan bahwa USU ASRI merupakan program yang mengintegrasikan seluruh kegiatan yang relevan dan berkesinambungan untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas akademik di USU. Devin mengatakan program kerja USU ASRI tidak memiliki target tertentu, karena masa pengerjaannya memang dilakukan sampai selesai masa kerja rektor. “Jadi pengerjaannya sampai 2015,” sahutnya. Namun untuk beberapa pengadaan fasilitas dilakukan secepat mungkin, pemeliharaannya yang dilakukan setiap tahun sampai waktunya selesai. Menurut Chairuddin P Lubis, Rektor USU periode 2005-2010 berpendapat USU ASRI yang mengacu nama akademik, sinambung, relevan dan integral masih hanya se-


Transparansi Si USU ASRI SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

batas bangunan. Menurutnya, ada tiga hal yang dapat menentukan suatu universitas bagus, yaitu akademik, termasuk dosen, mahasiswa dan pegawai, lalu perpustakaan untuk meningkatkan kualitas belajar mahasiswa dan ikatan alumni dengan mahasiswa untuk dalam berdiskusi seputar dunia kerja. Menanggapi hal tersebut, Devin mengaku pada dasarnya program USU ASRI ini memang merupakan kebijakan pengembangan dalam Renstra USU 2010-2014 pada poin Infrastruktur dan Aset. Devin mengatakan program USU ASRI menampung pelaksanaan Renstra USU 2012-2015, khususnya pelaksanaan program-program pengembang­ an infrastruktur pendukung proses akademik dalam artian yang luas, namun tetap memperhatikan asas-asas efisien dan efektif berdasarkan kebutuhan satuan kerja di lingkung­ an USU. *** Pada awal tahun fakultas menyusun Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) bersama PR IV. Saat membutuhkan infrastruktur di fakultas, pihak dekanat mengajukan proposal kepada universitas, kemudian proposal itu dikelola oleh USU ASRI. Tim USU ASRI yang memikirkan dari segi prioritas dan perencanaan pembangunan infrastruktur dan mempertimbangkan perencanaan pembangunan itu bersama pihak dekanat. “Mereka (dekanat -red) yang meminta, kami yang merancang dan memikirkan bagaimana baiknya,” jelas Devin. Hal sama dikatakan PD II Fakultas Hukum (FH) Syafruddin Sulung Hasibuan. Sebelum mengajukan proposal, mereka mengadakan rapat bersama pimpinan dekanat untuk memikirkan apa yang dibutuh-

kan selama setahun. Kemudian dekan membuat surat resmi mengenai prioritas pemba­ngunan kepada rektor. Dalam proses pengerjaannya, Syafruddin mengaku dekanat hanya bertugas sebagai pengawas, “Tapi, kalau ada yang salah atau tidak sesuai lapor kepada tim USU ASRI-nya,” ujarnya. Pada 2012 lalu, FH hanya mendapat pemeliharaan gedung yaitu perbaikan toilet, cat, plafon, dan ventilasi. Tahun ini, FH mengajukan pembangunan gedung kuliah yang akan dibangun dekat gedung magister FH. Berbeda dengan FH, tahun 2012 lalu, USU ASRI telah melakukan pengadaan bangun­an di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yaitu pembangun­ an gedung baru, renovasi gedung kuliah, dan perbaikan kamar mandi dekanat. PD II FIB Syam­sul Tarigan mengaku ingin semua gedung diperbaharui, ruangannya dibuat standar untuk kenyamanan mahasiswa. “Tapi , dana dari universitas terbatas, makanya harus dimaklumi,” ujarnya. Berdasarkan blueprint yang ada, gedung itu akan dibuat tiga lantai, namun karena standarisasi dana yang tersedia tidak cukup, namun pondasinya tiga lantai. “Tapi nanti kalau USU ada anggaran lagi, atau FIB Insya Allah ada tabungan itu akan ditambahi jadi tiga lantai,” tuturnya. Sementara di FP, Dekan FP Prof Darma Bakti menga­ takan FP pada 2012 lalu mendapatkan perawatan ruang kuliah dan laboratorium, serta beberapa penambahan proyektor. Namun, perawatan gedung masih sampai lantai dua, tahun ini perawatan akan dilanjutkan di lantai tiga. Saat ini, FP tidak memerlukan gedung kuliah baru, karena rencananya akan pindah ke kampus USU Kwala

Bekala, “Jadi untuk apa meminta gedung tapi enggak dimanfaatin,” katanya. Saat ini, yang diprioritaskan adalah kenyamanan mahasiswa kuliah dan pengadaan fasilitas laboratorium. FP sedang mengajukan proposal pengadaan gedung perkuliahan di Kampus USU Kwala Bekala, dan masih dalam tahap perencanaan. Hal itu dibenarkan Devin. Ia mengaku, untuk infrastruktur di Kampus USU Kwala Bekala ada tim perencana tersendiri melalui masterplan di bawah naungan PR IV, “Jadi USU ASRI khusus untuk kampus USU Padang Bulan, walaupun tidak tertulis di SK-nya,” tambahnya. Namun, sebagai anggota dari masterplan, Devin menga­ takan pengadaan gedung kuliah Kwala Bekala sudah te­ rencana dan telah diusulkan, proposalnya juga telah dibuat dari dana Anggaran Pendapat­ an Belanja Negara (APBN) tahun ini. “Tapi belum disetujui pendanaan APBN,” ujarnya Sebenarnya, untuk Kampus USU Kwala Bekala, masih banyak­ infrastruktur yang harus dibangun seperti gedung, jalan dan pembangunan jembatan yang belum ada, “Jadi lebih bersabar aja,” katanya. Terkait pembangunan dan pemeliharaan fakultas, Prof Darma mengaku pihak USU ASRI dan dekanat selalu berkoordinasi. “Jadi dekanat harus tahu apa yang terjadi di fakultasnya, karena pihak dekanat yang mengajukan prioritas dan proposalnya,” ujarnya. Selain itu, Prof Darma mengaku pasti ada kendala, meski ­ hanya masalah teknis. Pelelangan tender misalnya, ia merasa prosedurnya berteletele, walaupun ia tidak tahu prosedur pendapatan dana dan pemborong karena USU ASRI yang mengerjakannya. Selain itu, program kerja di

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

GEDUNG BARU

Pekerja yang ditugaskan untuk memasang kawat duri di depan gedung kuliah baru FIB, Kamis (25/4). Gedung kuliah FIB ini merupakan salah satu dari program USU ASRI.

laporan utama 5

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

Suasana taman yang berada di depan Biro Pusat TAMAN Administrasi USU, Kamis (25/4). Taman ini kini sering dijadikan tempat rekreasi oleh masyaraUSU kat fakultas kurang mendapat pen- pengadaan fasilitas ini cukup gawasan. “Jangan mendekati mendesak, yaitu pembangunan selesai pengerjaan dana baru Gedung Bersama Pusat Uji Komturun, jadi enggak ada lagi petensi, lanjutan pembangunan yang ngerjain, enggak ada lagi gedung Fakultas Ekonomi, dan yang ngawasin,” sahutnya. pembangunan gedung kuliah Ke depannya, Prof Dar- Fakultas Hukum. ma berharap ada waktu ren­ Terkait pengadaan fasilitang 1-2 bulan waktu selesai tas di tiap fakultas, Tim USU pengerjaan dan pengawasan, ASRI menyusun skala pri“Biar ada waktu buat pemer- oritas, waktu, dana kemudian iksaaan,” tambahnya. Hal itu direalisasikan. Ada beberapa perlu dilakukan karena agar fakultas hanya menginginkan bila ada yang kurang sesuai tambahan gedung kuliah baru dekanat masih bisa melapor sedangkan pengadaan fasilipada USU ASRI. “Tapi biasan- tasnya, fakultas sendiri yang ya di Indonesia kan memang berinisitif mengadakannya. lama birokrasinya,” katanya. Contohnya Fakultas Psikologi Lebih lanjut Devin (FPsi) dan Fakultas Kesehatan menjelaskan, ada beberapa Masyarakat (FKM). Beberapa program kerja yang sudah gedung kuliah dan laboratoridisusun dan dicanangkan um yang sudah ada yang selepada tahun lalu namun belum sai dan telah diresmikan pada semuanya selesai, seperti ger- 13 April 2013. bang Pintu 1 dan 4, karena diRektor USU Prof Syahril anggap belum mendesak dan Pasaribu melalui Kepala bamasih bisa dikerjakan pada gian Hubungan Masyarakat tahun depan. Selain itu, semua (Humas) Bisru Hafi menga­ program yang belum selesai takan pada prinsipnya USU di tahun lalu akan dilanjutkan ASRI secara istilah tidak ditahun ini. fungsikan, namun ia yakin Untuk tahun 2013 ada esensinya yang menyangkut empat program kerja besar pembangunan infrastruktur yang akan dilaksanakan de­ dan aset masih akan berjalan ngan total 65 program kerja pada program kerja rektor yang meliputi pengadaan, selanjutnya karena itu propemeliharaan, renovasi dan gram kerja utama setiap rekpembangunan fasilitas dan in- tor. “Walaupun mungkin saja frastuktur di lingkungan USU. namanya bukan USU ASRI Sebanyak 56 program kerja lagi, tapi esensinya tetap menggunakan APBN, delapan sama,” ung­kapnya. Rektor program kerja menggunakan sendiri berharap esensi USU Penerimaan Negara Bukan Pa- ASRI harus tetap dijalankan. jak (PNBP) dan satu program Kemudian, program-prokerja merupakan hibah. gram USU ASRI dapat berjaNamun ada tiga program lan dengan baik untuk mekerja yang akan lebih dulu dike- ningkatkan kualitas lulusan jar tahun ini karena kebutuhan USU.


6 laporan utama

Transparansi Si USU ASRI SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Ridho Nopriansyah

P

agi itu sekitar pukul 08.00 WIB Prof Moenaf Regar, seorang dosen senior, keluar dari kediamannya di Jalan Dr Hamzah nomor 8 komplek perumahan dosen menuju Fakultas Ekonomi (FE). Kala itu ia memilih berjalan kaki lewati trotoar Pintu 3, Biro Pusat Administrasi (BPA), Fakultas Teknik (FT), perpustakaan, hingga tiba di lantai dua FE. Prof Moenaf menyempatkan berhenti di gedung Arsitektur FT senilai Rp 7 miliar yang baru saja diresmikan pada Sabtu, (13/4) lalu bersama empat gedung lain, tersebar di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Fakultas Psikologi (FPsi), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan total biaya Rp 36,6 miliar. Keningnya berkerut, ia bergumam, “Gedung ini sudah salah.” Menurut Direktur Proyek Bantuan Asian Development Bank yang konsen menata USU rentang tahun 80-an ini, seharusnya pembangunan gedung perkuliahan minimal empat lantai bukan dua lantai. “Saya yakin USU punya dana,” tambahnya. Walau dapat gedung baru, Pembantu Dekan (PD) II FPsi, Lili Garliah menyesalkan pemeliharaan gedung yang tidak memenuhi kebutuhan fakultas. Yang dilakukan hanya sekadar pengecatan eksterior bangunan saja. “USU ASRI cuma kasih cat eksterior, interiornya enggak ada,” terangnya, Senin (15/4). Selain itu, gipsum di gedung FPsi diganti oleh USU ASRI yang sebenarnya tidak rusak. “Yang enggak rusak, kayak gipsum, malah diganti, mubazir,” tambah Lili. Seluruh fakultas memang menerima jatah USU ASRI. Paling dasar perawatan fisik bangunan gedung mendapat jatah diatas Rp 100 juta. Mulai Fakultas Pertanian, Fakultas Hukum, hingga Fakultas Kedokteran. Namun pihak fakultas mengaku tidak tahu tentang pembangunan di kampusnya. Terlebih dana yang digelontorkan. Fakultas hanya dilibatkan ketika mengusul apa yang akan dibangun. Rosmiani, PD II FISIP berkata pihaknya merasa terbantu dengan gedung baru 18 ruangan senilai Rp 7 miliar. Namun ia enggan berkomentar jauh terkait pelibatan fakultas. “Saya bukan insinyur sipil, jadi katakata saya tidak bisa dijadikan alasan,” ungkapnya. Fakultas seolah kompak

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

PECAH

Paving block yang rusak di trotoar Jalan Universitas Pintu 1 USU, Minggu (14/4). Renovasi trotoar ini menghabiskan dana dengan Harga Perkiraan Sementara (HPS) mencapai 1,9 miliar.

Transparansi Dana

Setahun USU ASRI

Koordinator Liputan: Ridho Nopriansyah Reporter: Andika Syahputra, Fredick Broven E Ginting, Sofiari Ananda, dan Ridho Nopriansyah Ragam aliran dana banjiri program USU ASRI. Pemanfaatannya tak asal-asalan dengan hitungan rumit. Alhasil, rektorat enggan untuk merinci pendanaan. untuk diam dan memberikan jawaban normatif perihal USU ASRI. Misalnya PD II Fakultas Farmasi Suryanto, malah enggan berkomentar soal dana USU ASRI di fakultasnya. “No comment lah soal itu (USU ASRI –red) silakan tanya saja ke universitas,” pungkas Suryanto. *** Bangunan itu berdiri melintang di Jalan Universitas (Pintu 1) dan Jalan Tri Dharma (Pintu 4) USU. Badan bangunan berwarna dasar hijau muda dan garis hijau tua yang ditempatkan pada sisi-sisi tiang berjumlah sebelas memberikan kesan etnik. Entah mengadaptasi budaya Melayu atau Batak. Di sisi kiri dan kanan bangunan sejajar tiang utama ada anak bangunan yang menjulang lebih tinggi seperti menara kecil dengan dua bola lampu yang tak menyala. Yang dimaksud adalah gerbang Pintu 1 dan Pintu 4 USU yang telah alami pemeliharaan tahun lalu dengan biaya lebih

dari Rp 236 juta. Memasuki Pintu 1, sepanjang kanan-kiri Jalan Universitas terdapat trotoar khusus pejalan kaki dengan paving block berwarna seperti beton. Paving block tersebut direnovasi pada 2012 dengan­ Harga Perkiraan Sendiri (HPS) mencapai Rp 1,9 miliar. Kemudian di Jalan Sivitas Akademika (Pintu 2) dan Jalan Almamater (Pintu 3) juga terdapat penggantian paving block yang juga diberi cat pewarna berpola sejajar dengan HPS Rp 912,7 juta. Bedanya, jika di Pintu 1, paving­ block­ dipasang pada kedua sisi trotoar, di Pintu 2 hanya pada sisi kanan dan Pintu 3 pada sisi sebelah saja. Pintu 4 tidak dapat jatah perbaikan pada paving block. HPS adalah harga barang dan jasa yang dikalkulasikan berdasarkan taksiran biaya. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Harga HPS memang belum menjadi harga final. Tetapi total biaya akhir tidak akan jauh berbeda d­engan dana pagu tersebut.

Contohnya, HPS gerbang Pintu 1 dan Pintu 4 senilai Rp 243.6 juta dan total dana akhir yang dikeluarkan tidak jauh berbeda, sekitar Rp 236 juta. Siang itu, Kamis (18/4) Pembantu Rektor (PR) II Prof Armansyah Ginting duduk di lobi kantornya. Sembari senyum ia memberikan penjelasan terkait dana yang digelontorkan. Sebut saja pemeliharaan Pintu 1 dan Pintu 4 yang menelan biaya lebih Rp 236 juta. Prof ­Armansyah menegaskan, USU ASRI telah melakukan perencanaan matang terlebih dahulu. Mencocokkan apa yang dibutuhkan baik oleh fakultas maupun universitas, kemudian menyesuaikannya dengan dana yang ada. Ia membantah apabila USU ASRI mengambil alih hak fakultas. “Pilih mana, satu fakultas saya bangun, atau merata seluruh fakultas,” tukas Prof Armansyah. Tahun 2012, USU ASRI siapkan anggaran Rp 50 miliar dan Rp 70 miliar di tahun 2013. Dana tersebut berdasar-

kan penuturan Kepala Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Suhardi diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dan dana hibah dari pihak luar. Harga material pemeliharaan Pintu 1 serta semua pembangunan USU ASRI diklaim mengacu pada Harga Satuan Upah dan Pembangun­ an Provinsi Sumatera Utara yang selalu diperbarui melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera utara (Sumut). Dalam draf acuan diatur detil standarisasi harga mulai dari paku, semen, cat, kayu, harga satuan tanah per meter persegi, biaya tukang, mandor, hingga jasa konsultan yang kemudian dirincikan sampai ke jenis dan ukuran yang dipakai. Dengan landasan itu pulalah, menurut Prof Armansyah mengapa biaya pembangunan lima gedung baru di FKM, FIB, FT, FISIP, dan FPsi menyentuh angka Rp 36,6 miliar. Berdalih kepada SK Gubernur tadi, pemba­ ngunan satu meter persegi telan biaya hingga Rp 7 juta dengan luas bangunan seribu meter persegi. USU ASRI pakai material terbaik untuk mendapat kualitas yang baik, sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar. Hal ini pula yang kemudian mendasari pemilihan bahan seperti cat yang dipakai untuk seluruh unit USU ASRI seperti Pintu 1 dan Pintu 4, pemeliharaan dan pembangun­an gedung baru, trotoar, tulisan penanda halte bus lintas USU dan paving block yang dibangun menggunakan merek cat pabrikan asal Norwegia seharga Rp 250 ribu per liter. “Cat ini tahan tiga sampai empat tahun,” tegas Prof Armansyah. Alasan peng­gantia­n ­pa­­ving block ka­rena model baru memiliki faktor daya tahan yang lebih tinggi. Faktor yang dimaksud adalah kekerasan beton (K) dengan tipe K250 yang artinya mampu menahan beban hingga 250 kilogram per meter persegi. Hal ini diklaim lebih baik dibanding paving block berwarna merah sebelumnya yang jauh rapuh sebab memiliki harga K di bawah 250. Cerita berlanjut ke topik drainase di lingkungan USU. Pertama, pekerjaan pening­ katan kualitas drainase menelan biaya HPS Rp 912.7 Juta. Kedua, pemeliharaan drainase memakan Rp 1,8 miliar untuk HPS. Titik yang diperbaiki adalah goronggorong, pengerukan, perbaikan aliran air. Total dana HPS lebih dari Rp 2,7 miliar ini


Transparansi Si USU ASRI SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

digelontorkan demi menghindari banjir yang kerap melanda USU. Prof Armansyah menjamin sendiri kalau USU tidak akan banjir lagi. “Potong kuping saya ini, kalau USU masih banjir,” jamin Prof Armansyah. *** Ketika diminta merinci dana satu atau dua program USU ASRI yang telah selesai pembangunannya, Prof Armansyah menolak. Hal tersebut dinilai tak layak jadi konsumsi mahasiswa. “Kamu tanya siapa yang menang berapa tawarannya, itu enggak akan kami kasih tahu, kalem aja,” tegas Prof Armansyah. Ia menegaskan semua yang dilakukan sudah sesuai prosedur. Laporan keua­ngan serta pertanggungjawaban masing-masing proyek telah diaudit baik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Peng­ adaan Barang/Jasa Pemerin­ tah (LKPP), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “USU mendapat predikat tertinggi, WTP (Wajar Tanpa Pengecualian –red),” tambah Prof Armansyah. Lebih lanjut Prof Armansyah bilang rincian HPS itu bersifat rahasia. Jika mahasiswa diberitahu, maka akan menyebabkan kegaduhan. Ia menuturkan pihaknya sengaja mengkondisikan keadaan seperti ini agar pembangunan tetap berlangsung. “Sudah pasti enggak bakal kami kasih tahu, karena itu berpotensi membuat keribut­ an. Bisa geger nanti semua,” lanjut Prof Armansyah. Lebih lanjut ia menan­tang, “Kalau ada penyelewengan,

silakan kita buktikan, saya siap diperiksa,” tegas Prof Armansyah. Kepala Jurusan Departemen Teknik Sipil Prof Johannes Tarigan juga mengkritisi soal transparansi dana USU ASRI, walau mendapat status WTP, tapi hal tersebut tetap dapat diperiksa dan perlu diketahui rinciannya. Seperti dikutip dari portal berita antaranews.com Kamis, (19/7) tahun lalu, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri mengatakan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan KPK kepada pihak-pihak yang diauditnya belum tentu menggambarkan satu instansi bebas korupsi. Ia menjelaskan, kewajaran dalam suatu laporan keuangan tergantung dari kesepakatan target program dan kriteria yang telah ditentukan bersama. Satu suara, Kepala Tim Pelaksana USU ASRI, Devin Defriza Harisdani juga sependapat. Ia bilang, walau laporan ­ keua­ngan USU ASRI mendapat grade WTP, namun apabila banyak intervensi dari pihak luar yang ingin bermain kotor, maka proses pengerjaan USU ASRI ke depan bisa terbengkalai dan lari dari tenggat waktu yang telah diproyeksikan. “Jadinya kita bakal ngurusin mereka (pihak luar -red) aja nanti, pekerjaan kita bisa terganggu,” ungkap Devin Defriza Harisdani, Jumat (19/4). *** Prof Johannes me­ ngatakan standarisasi pembangunan yang baik adalah pembangunan yang memenuhi kriteria visibility study. Meliputi perencanaan

matang yang berbasis kepada tujuan dan manfaatnya bagi manusia dan alam, desain, pengadaan material, konstruksi, hingga akhirnya pengoperasian bangunan. Untuk USU ASRI, Prof Johannes tidak dapat menentukan bagus atau tidak. Ia bilang pemeliharaan gerbang Pintu 1 dan Pintu 4 misalnya, walau menelan biaya yang besar, harusnya bangunan tersebut maintenance free atau bebas biaya pemeliharaan berkala. Jika mengguna­ kan cat memang akan berta­ han tiga sampai empat tahun, lewat waktu tersebut maka habis pula nilai guna barang sehingga akan keluar lagi biaya yang minimal sama dan berpotensi lebih mahal. Jika pakai prinsip maintenance free contohnya mengguna­ kan batu alam, memang lebih mahal biaya di awal, tapi biaya akhir lebih murah karena usianya lebih tahan lama dan bebas biaya perawatan berkala. “Pembangunan itu jangan setengah-setengah, Dipikirkan efesiensinya. Harus tahu mana prioritasnya,” tambah Prof Johannes. Hal ini sepertinya tergambarkaan dengan kondisi paving­ block di Pintu 1 tepat di bawah plang penunjuk bekas tempat penukaran kartu keluar masuk USU, terdapat paving block yang lepas. Lagi, rekahan sepanjang lebih 2 meter juga tampak di depan Kantor Pos USU. Beton pinggiran trotoar retak akibatnya satu baris lebih lepas. Belum lagi cat yang menggunakan salah satu cat terbaik juga terkelupas di trotoar Pintu 1 atau sepanjang Jalan Alumni. “Yang dulu masih bagus, kok diganti. Terkesan boros, sia-sia,” tutur Prof Johannes

laporan utama 7 lebih lanjut. Prof Johannes akui pada dasarnya USU ASRI ini baik. Ia contohkan perbaikan trotoar dan Bus Lintas USU yang mampu memangkas waktu tempuh antar fakultas. Namun, ia lebih setuju kalau dana USU ASRI untuk

pengadaan laboratorium, ketimbang trotoar. Selain itu, fasiltas vital seperti kamar mandi dan air bersih seharusnya juga lebih diperhatikan. “Saya sering harus keluar kampus untuk urusan kamar mandi saja,” tegas Prof Johannes.

Riset Laporan Utama Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 425 mahasiswa USU. Sampel diambil secara accidental de­ ngan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat mahasiswa USU. (Litbang)

1. Tahukah Anda USU ASRI adalah program kerja rektor yang meliputi pembangunan, pemeliharaan fasilitas, pengadaan bus kampus, dan sebagainya?

2. Sudahkah Anda merasakan secara langsung manfaat dari program USU ASRI tersebut?

3. Menurut Anda, apa prioritas yang paling dibutuhkan se­bagai penunjang kegiatan perkuliahan Anda saat ini? a. Gedung Perkuliahan dan/atau Laboratorium b. Fasilitas Pendukung didalam Kelas c. Tempat Parkir d. Lainnya (membangun student center, terap kan car free day, layanan Wi-Fi, taman, saran olahraga, tingkatkan kualitas dosen)

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

PINTU PERTAMA

Pintu satu USU jalan Dr. Mansyur, Senin (29/4). Pemeliharaan Pintu 1 dan Pintu 4 menghabiskan dana Rp 236 juta.


8 opini

SUARA USU, EDISI 93, mei 2013

Orientasi Pendidikan Indonesia Thariq Tsaqib Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2011

P

FOTO: MEZBAH SIMANJUNTAK | SUARA USU

endidikan merupakan sarana bagi setiap individu untuk dapat mengembangkan paradigma berpikir yang lebih maju melalui ilmu pe­ ngetahuan yang ditekuni secara masif. Sehingga dengan semakin berkembangnya paradigma manusia, maka semakin berkembang dan maju pulalah ilmu pengetahuan yang pernah ada dan pada akhirnya bermuara kepada perubahan peradaban manusia. Artinya pendidik­an juga merupakan proses dialektika dari peradaban manusia. Betapa pentingnya pendidikan bagi umat manusia. Di Indonesia sendiri pendidik­an menjadi tolok ukur keberhasil­an pembangunan bangsa sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam konstitusi Indonesia pada preambule, di mana dijelaskan bahwa “negara bertanggung ja­wab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa” yang artinya bahwa pendidik­an sebagai sarana untuk membentuk karakter masyarakat yang cerdas adalah tanggung jawab negara melalui pemerintahannya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, karena memiliki populasi masyarakat dengan jumlah sekitar 250 juta jiwa yang terdiri dari suku, adat istiadat, serta agama yang beraneka ragam. Keadaan sosial ini merupakan potensi besar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, karena dipastikan dengan jumlah yang besar tingkat hubungan sosial di antaranya juga tinggi. Ditambah dengan keadaan alam Indonesia yang begitu luas, subur, dan kaya raya dengan memiliki 17.508 pulau dan di dalamnya terkandung berjuta metric ton mineral dan tambang ditambah dengan kontur tanah yang subur berpotensi dalam

WENTY TAMBUNAN/YANTI NURAYA SITUMORANG | SUARA USU

pertanian masyarakat. Namun mengapa keadaan objektif masyarakatnya secara ekonomi so­ sial masih mengalami persoalan yang pelik. Walaupun berdasarkan data statistik menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan satu persen, akan tetapi secara objektif di lapangan, tindak kriminal yang sebenarnya dikarenakan faktor ekonomi terus bertam­bah tiap tahunnya seperti pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan lainnya. Belum lagi pembangun­an infrastruktur yang tidak mempunyai orientasi kemajuan dalam pemba­ngunan bangsa karena masih banyak masyarakat yang dikorbankan oleh pembangunan tersebut. Jika dikaitkan dengan pendidikan

SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara suarausutabloid@ymail.com

087868869549

Pers Mahasiswa SUARA USU

@SUARAUSU

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

yang ada di Indonesia, beberapa persoalan seperti di atas akan terpecahkan dengan melihat angka kelulusan sarjana di Indonesia yang seluruh bidang studinya mencapai dua juta tiap tahunnya. Sehingga para sarjana seharusnya dapat menangani persoalanpersoalan yang ada di Indonesia sesuai dengan bidangnya masing-masing. Jika keadaannya demikian, maka kita wajib mempertanyakan bagaimana sistem pendidik­an di Indonesia, apakah mempunyai orientasi terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. Biaya pendidikan mahal, tidak demokratis, dan tidak ilmiah inilah gambaran umum pendidikan yang ada di Indonesia. Berbagai regulasi telah dilahirkan oleh pemerintah seperti Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-Undang Pendidikan Tinggi, dan masih banyak lagi. Namun pada kenyataannya persoal­an di Indonesia tidak terselesaikan juga bahkan lebih ironisnya masih banyak penduduk Indonesia yang masih dalam keadaan buta huruf. Lembaga perguruan tinggi yang seharusnya melahirkan para intelektual muda untuk siap mengabdikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat pun menjadi lembaga eksklusif dari kehidupan masyarakat. Karena memang sejak awal para mahasiswa yang mengenyam pendidikan di kampus sangat jarang dikenalkan dengan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Sehingga ilmu pengetahuan yang dipelajarinya selain menjadi pelengkap identitas belaka juga menjadi dogma-dogma tanpa ada pembuk-

tian kebenarannya melalui penerapan dalam kehidupan nyata. Secara objektif dapat dilihat dan dirasakan bahwa ilmu pengetahuan yang diajarkan saat ini, perkemba­ ngannya terkungkung oleh subjektivitas para dosen dan tenaga pengajar lainnya dalam memberikan pengajar­ an dan mengevaluasi mahasiswa. Hal ini jelas menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya pendidikan harus demokratis terhindar dari subjektivitas para peng­ ajar, agar tetap terjaga keobjektivan. Keadaan pendidikan Indonesia juga diperparah oleh biaya pendidik­an yang terlalu mahal jika dibandingkan dengan keadaan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini, sehingga dirasakan bahwa pendidikan saat ini dibebankan kepada masyarakat. Padahal sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 dijelaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” namun jika kenyataannya pendidikan dijadikan barang komoditas yang bisa diperdagangkan, maka dimana hak setiap warga nega­ra untuk mendapatkan pendidikan sedangkan harga pendidikan saat ini terlampau mahal untuk diakses oleh mayoritas masyarakat Indonesia yaitu buruh dan peta­ ni miskin. Dengan begitu pendidikan di Indonesia juga tidak mewakili seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu jika melihat keadaan pendidikan Indonesia saat ini kemudian di komparasikan dengan keadaan masyarakatnya, maka patut lah kita pertanyakan bersama kema­ nakah sebenarnya orientasi pendidikan Indonesia saat ini.


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

dialog 9

Uang Kuliah Tunggal Benarkah Kebijakan yang Solutif?

D

irektorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen dikti) telah melayangkan surat edaran kepada seluruh Universitas yang ada di Indonesia untuk melaksanakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di universitasnya masing-masing. Februari lalu, para Pembantu Rektor (PR) II se-Indonesia telah dikumpulkan untuk membicarakan terkait UKT ini, namun kebijakan tersebut bu-

tuh pembicaraan lebih lanjut karena masih ada beberapa hal yang penting untuk dibicarakan. Lantas apa sebenarnya tujuan dari UKT ini? Bagaimana dampaknya terhadap perguruan tinggi di Indonesia termasuk USU? Bagaimana USU menyikapinya? Berikut adalah dialog reporter SUARA USU, Erista Marito O Siregar, dengan Pembantu Rektor III, Raja Bongsu Hutagalung.

FOTO: ERISTA MARITO O SIREGAR | SUARA USU

Biodata

Apa ini?

sebenarnya

UKT

Bagaimana USU nyikapi UKT?

me-

Nama: Raja Bongsu Hutagalung

Tempat dan Tanggal Lahir: Sibolga, 29 Desember 1959 Pendidikan: S1 Manajemen Fakultas Ekonomi USU 1987 S2 Magister Perencanaan Pengembangan Wilayah Pedesaan 2004 USU Jabatan: Pembantu Rektor III USU

Dalam menerapkan UKT, hal-hal apa saja yang menjadi kendalanya?

Apa kelebihan dan kekurangan UKT jika diterapkan di USU?

Kapan rencananya USU menerapkan UKT? Manfaat apa yang bisa kita rasakan jika UKT diterapkan di USU?

Bagaimana persiapan UKT di USU?

UKT berkeadilan apa yang dimaksud?

UKT merupakan kebijakan dari pemerintah yang dikeluarkan melalui surat edaran Dirjen Dikti kalau dari yang dilihat, UKT ini bertujuan meringankan beban orang tua dalam hal pembayaran uang kuliah. Jadi, dapat menghindari calon mahasiswa baru yang tidak dapat kuliah karena beban uang pembayaran di awal semester yang besar. Dengan adanya UKT membuat Dana Kelengkapan Akademik (DKA) tidak ada lagi karena semua pengeluaran sudah ditotal dan dibayar per tahunnya. UKT memang merupakan kebijakan dari pemerintah, karena itu USU harus menerima karena ini merupakan perintah. Untuk hal ini, USU belum ada menetapkan kapan kepastian penerapan UKT ini. Kita tunggu saja perkembangannya. Kalau soal kendala, itu lebih kepada adanya orang-orang yang tidak nyaman dengan UKT. Hal ini terjadi karena orang salah menafsirkan tentang UKT. Yang ada di pikiran orang saat mendengar UKT langsung berpikiran negatif yaitu mengenai “uang kuliah naik”. Banyak dari mahasiswa yang melakukan demo untuk menolak UKT, sementara mereka belum mengetahui secara pasti apa sebenarnya UKT, dan yang demo itu dari stambuk lama yang tidak akan me­ ng­­­alam­i UKT. Padahal sebenarnya bukan seperti itu, UKT ini ada dampak positifnya. Setelah adanya UKT, uang kuliah USU tidak naik. Jadi jumlah uang kuliah sama saja, hanya saja pembayarannya yang berbeda. Kelebihannya kita dapat lebih tegas kepada setiap fakultas. Dengan adanya UKT ini, maka pengutipan-pengutipan yang lain tidak diperkenankan lagi. Tidak jarang ditemui pengutip­ an yang terjadi di fakultas, pengutipan yang mungkin tidak jelas. Jadi kalau UKT sudah ada, pengu­tipan-pengutipan yang seperti itu sudah tidak wajar lagi, karena semua total pengeluaran selama kuliah sudah dijumlahkan, dan dibagi dalam empat tahun. Sementara kekurang­ an UKT lebih ke programnya saja. Dengan adanya UKT uang masuk universitas itu semakin besar karena bebannya sudah dibayarkan per tahun. Karena itu program-program dari universitas akan lebih cepat dilaksanakan. Maka dari itu butuh pemikiran ekstra untuk mengolah program­ tersebut dengan cepat. Untuk hal ini, USU belum ada menetapkan kapan kepastian penerapan UKT. Kita tetap menunggu perkembangan dari kebijakan ini. Kemungkinan besar untuk mahasiswa baru nanti dan yang pasti akan menerapkan bagi mahasiswa ajaran baru. Kalau dilihat dari USU sendiri, bahwa UKT dapat membantu meringankan beban orang tua dalam pembayaran biaya kuliah, jadi kalau sudah menganut UKT, pembayaran yang besar di awal akan dibebankan di setiap tahunnya dengan total pembayaran sama per tahun, kata lainnya UKT ini seperti pencicilan uang kuliah. Jadi, tidak ada lagi pembayaran yang besar di awal masuk kuliah di USU. Dengan adanya UKT, pengutipan-pengutipan tidak ada lagi, pembayaran di awal semester tidak besar lagi dan meringankan beban orang tua. Kita masih mempersiapkan unit cost (total perhitungan yang dikeluarkan fakultas tiap tahun –red) dari tiap fakultas. Jadi, masih ada pembaruan-pembaruan di setiap fakultas dalam perhitungan unit cost ini. USU tetap menunggu perkembangan dari kebijakan ini, yang pasti kita akan menerapkan UKT itu bagi mahasiswa ajaran baru dan UKT yang akan diterapkan di USU adalah UKT berkeadilan. Jadi nanti dalam UKT ini, mahasiswa akan dibagi menjadi lima kelas, berdasarkan kemampuan ekonomi orang tuanya. Dalam pembagian kelas itu harus benar-benar sesuai, jangan ada data yang salah. Jadi, dari lima kelas ini, masing-masing kelas dan mahasiswa melakukan pembayaran yang berbeda, ada yang bayar 100 persen, 75 persen, pokoknya berbedabeda, kita lihat saja nanti perkembangannya, itulah yang dikatakan UKT berkeadilan. Dalam penentuan beasiswa pun, saya tidak susah lagi mencari yang tidak mampu, karena sudah ada sebe­lumnya pembagian kelas pada mahasiswa. Ya saya berharap supaya ini benar-benar terlaksana de­ngan baik. Jangan sampai ada kesalahan-kesalahan apalagi di data.


10 ragam

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Lengang Antusiasme

karena nantinya akan harus membagi konsentrasi dike­giat­an perkuliahan dan seleksi mawapres. Sementara itu, PD III FIB Yudi Adria mengaku tidak bisa mengirimkan wakil karena kurangnya minat mahasiswa untuk mengikutinya. Ia mengatakan telah mensosialisasikan kepada setiap departemen untuk mengi­rimkan wakil. Sunyoto melihat bahwa seleksi mawapres ini kurang bergaung di mahasiswa. “Pengumuman sudah diki­rim ke fakultas. Harusnya mahasiswa antusias,” katanya. Selain adanya beberapa fakultas yang tidak mengirim wakil tersebut, ia mencon­tohkan saat presentasi karya ilmiah calon mawapres. “Masih kurang bergaung. Penonton yang nampak (saat presentasi mawapres -red) sedikit,” ujarnya. Menurutnya fakultas seharusnya menyiapkan mahasiswa untuk menyaksikannya. ”Supaya juga ada motivasi untuk yang lain,” tambahnya. Ke depannya, Sunyoto berharap setiap fakultas dapat menyiapkan bibit-bibit yang akan dipertandingkan mengikuti seleksi mawapres ini. “Ini kan tahunan, fakultas harus meng­adakan seleksi dulu dan dipersiapkan,” sebutnya. Namun ia memaklumi program DIII yang tidak mengirim wakilnya. “Kan masih baru,” pungkasnya.

Ajang Mawapres

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Mawapres

Surya Admaja perwakilan mahasiswa berprestasi (mawapres) FK ketika menyampaikan presentasi seleksi mawapres Kamis, (11/4) di LPPM USU. Seleksi mawapres untuk tahun ini tidak hanya untuk mahasiswa S1 namun juga diikuti oleh program DIII.

Ajang mahasiswa berprestasi (mawapres) tahun ini mengikutsertakan program DIII dalam seleksinya. Namun, keinginan mahasiswa untuk ikut ambil bagian tetap minim. Fredick Broven E Ginting

K

amis (2/5) pagi, tengah berlangsung upacara pe­r­ ingatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di halaman Biro Pusat Administrasi USU. Seperti tahun-tahun sebe­lumnya, upacara ini dilengkap­i penyerahan penghargaan kepada civitas akademika yang berprestasi. ­Seftin Syahputra­ Simanjuntak, mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) 2010 termasuk salah satunya. Namanya dipanggil berkat keberhasilannya menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres) I program DIII. Ia meng­ aku bangga karena mengangkat nama FE berprestasi. “Senang banget membuat nama fakultas disebut dan disambut tepuk ­tangan,” katanya. Seftin mengaku tidak menyangka dirinya menang dan akan mewakili USU di tingkat selanjutnya. “Enggak nyangka bisa menang, karena harap­ an saya cuma sebatas bisa memberikan presentasi maksimal di depan juri,” ujarnya. Memang, berbeda dari tahun sebelumnya, pemilihan mawapres tahun ini diselenggarakan dengan dua sasaran yaitu mahasiswa program S-1 dan program DIII. Kepala Administrasi Biro Kemahasiswaan dan Kealumnian

Sunyoto mengatakan, “Diktinya mulai mikir (mahasiswa –red) DIII perguruan tinggi juga ada potensi, makanya mulai tahun ini beda.” Pembantu Rektor III Raja Bongsu Hutagalung me­ng­amini hal tersebut. Me­nurutnya, mahasiswa program ­ S-1­ dan DIII memiliki hak yang sama dalam mengikuti seleksi mawapres ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, setiap perguruan tinggi termasuk USU hanya mengirimkan satu wakil untuk dikirim ke tingkat nasional. Wakil tersebut diseleksi dari mahasiswa program S-1 dan DIII. “DIII biasanya yang ngirim politeknik, akademi,” ung­kap Sunyoto. Seftin mengatakan terbukanya kesempatan bagi mahasiswa DIII untuk ikut seleksi mawapres ini positif, mengingat klasifikasi disiplin ilmu antara S-1 dan DIII berbeda. Adanya pemisahan ini menurutnya perlu dilakukan untuk keseimbangan. “Sehingga mahasiswa yang berpotensi dapat menyalurkan karya-karyanya,” paparnya. Namun, dijelaskan Sunyoto­, dalam seleksi mawapres tingkat USU yang digelar pada Kamis (11/4) silam bebe­rapa fakultas tidak mengi­ rim wakil untuk ikut serta. Fakultas Kepe­rawatan (FKep) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tidak mengirimkan wakil dari program DIII. Sedangkan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) sama sekali tidak me­ ngirimkan wakil, baik dari program S-1 maupun DIII. Dekan FKep Dedi Ardinata me­nga­ takan FKep tidak mengirimkan wakil

dari program DIII dikarenakan belum ada persiapan bagi mahasiswanya. “Belum ada yang kompeten, masih S-1 aja yang sudah dipersiapkan, DIII belum. Seleksi mawapres bukan program mendadak, melainkan membutuhkan waktu persiapan,” terang Dedi. Pembantu Dekan (PD) III FKep Ikhsanuddin Ahmad menambahkan informasi yang diterima kurang cepat. Pihaknya baru mendapatkan info sekitar sebulan yang lalu, hingga belum ada persiapan untuk mahasiswanya yang DIII berpartisipasi pada seleksi mawapres.

Pengumuman sudah diki­rim ke fakultas. Harusnya mahasiswa antusias Sunyoto Selain itu, ia mengatakan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di FKep meng­akibatkan mahasiswa sulit untuk mempersiapkan diri untuk seleksi mawapres. “KBK di FKep berbeda dengan yang lain. Padat dan berantai, ja­di ka­lau ikut sulit,” ujar Ikhsanud­din. Ia menambahkan, FKep sebagai fakultas yang mempersiapkan mahasiswa profesi dan Ners harus berpraktik di rumah sakit ketika memasuki semester lima dan enam. Sehingga mahasiswa enggan mengikuti seleksi mawapres ini

***­ Pasca terpilih menjadi Mawapres USU, langkah selanjutnya bagi ­Seftin adalah mempersiapkan kelanjut­an karya tulis dan berkasnya untuk seleksi tahap awal ke nasional, bersama Maulida Hadry Sa’adillah dari Fakultas Hukum (FH) 2009 dari program S-1. Sunyoto mengatakan, me­reka akan beradu dengan wakilwakil dari perguruan tinggi lainnya. Sunyoto menambahkan karya tulis juara mawapres akan dikirimkan ke Dirjen Dikti, dengan batas waktu tanggal 27 April lalu. Namun pihaknya memeriksa kem­bali data-data dan melengkapi administra­sinya sebelum dikirim ke Dirjen Dikti. “Nanti di nasional ada juara wilayah barat dan timur,” kata Sunyoto. Ma­sing-masing wilayah tersebut akan ada juara satu sampai tiga yang kemudian akan dipilih lagi juaranya. Moyang Kasih Dewimerdeka, ma­ ha­sis­wa­ Fakultas Psikologi (FPsi) 2008 yang merupakan Mawapres USU 2011 menilai seleksi mawapres se­bagai ajang yang positif bagi mahasiswa untuk menuangkan karya-kar­ yanya. “Seleksi mawapres meng­asah jiwa kompetitif mahasiswa,” ujarnya. Setelah terpilih menjadi mawapres USU, Moyang menga­takan Biro Kemahasiswaan USU meminta ia melengkapi dan memperbaiki karya tulis tersebut. “Disuruh lengkapi berkas juga. Dan diajarin teknisnya juga, tata cara nulis,” tambahnya. Namun, dalam pengumuman yang dikeluarkan Dirjen Dikti saat itu menyatakan karya tulis Moyang belum berhasil menjadi juara. Moyang mengaku, selain ajang mawapres tingkat nasional tersebut, tak ada lagi tugas fungsional dari mawapres. Moyang mengatakan, setiap karya tulis yang dihasilkan oleh mahasiswa dapat berguna jika terus dikembangkan dan disempurnakan.


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

ragam 11

Menanti Penghuni Baru USU

Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Sumatera Utara (USU) tengah berjalan. Hitung-hitungan kuota dan persentase daya tampungnya sudah jelas untuk penerimaan jalur seleksi. Lazuardi Pratama

Z

akaria menunjukkan selembar kertas yang diambilnya dari tumpukan kertas di meja kerjanya. Isinya, daya tampung mahasiswa baru khusus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tahun ajaran 2013-2014 nanti. Daya tampung mahasiswa baru itu tidak termasuk program ekstensi. Pembantu Dekan (PD) I FISIP itu bilang, fakultasnya meningkatkan daya tampung menyusul rampungnya gedung baru. Total dari keseluruhan departemen di FISIP yang mengajukan daya tampung, adalah 1175 mahasiswa baru yang dapat diterima

Pegawai Rumah Sakit (RS) USU sudah bekerja tetap, meski ‘kantor’ mereka belum beroperasi. Sementara pengope­ rasian masih menunggu lengkapnya peralatan medis. Yanti Nuraya Situmorang Pagi itu, Rabu (17/4) di Rumah Sakit (RS) USU tampak beberapa tim medis duduk-duduk di ruangannya, bercengkerama satu sama lain. Sementara Muri, petugas kebersih­ an sibuk lalu lalang. Ia bersihkan semua ruangan, halaman dan RS USU. Ada juga Rina, teknisi teknologi informasi honorer, sedang sibuk me­ ngetik ­ la­por­an kondisi peralatan RS USU, seper­ti peralatan radiologi dan poliklinik. Pekerjaan ini sudah dilakoninya sejak Januari 2012 lalu. Ini menjadi pekerjaan rutin mere­ka dari Senin hingga Sabtu. Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) RS USU M Zeini Zen me­ngatakan RS USU sudah melakukan dua kali pe­ rekrutan pegawai. Pertama tahun 2010 lalu, dengan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) lewat ujian tulisan dan lisan. Pihak rektorat menerima 81 Pegawai Ne­geri Sipil (PNS) dan 20 orang tenaga honorer. Gelombang kedua dilaksanakan Agustus 2012. Pegawai RS USU yang diterima ada 60 orang dengan 13 dokter umum dan 47 perawat. Surat Keputusan (SK) pengangkatan CPNS menjadi pegawai RS USU untuk gelombang kedua ini pun telah dikeluarkan Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Sabtu, (20/4) lalu. Dijelaskan Zen, meskipun RS USU belum beroperasi, sejak perekrutan gelombang pertama 2010 silam, setiap pegawai sudah punya tugas pokok dan pegawai tetap bekerja seperti biasa. Tugas tersebut seperti pembuatan

oleh fakultas pada tahun ajaran 20132014. Sedangkan pada tahun ajaran 2012-2013 lalu, daya tampungnya 1080 dengan 845 mahasiswa yang diterima. Beranjak dari FISIP, Fakultas Hukum (FH) melalui PD I Prof Budiman Ginting menetapkan daya tampung untuk mahasiswa barunya sebesar 600 mahasiswa baru. Jumlah ini tidak berubah dari daya tampung tahun lalu, juga dari tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, daya tampung tersebut disesuaikan dengan fasilitas fakultas seperti ruang kuliah FH yang juga tidak ada penambahan beberapa tahun belakangan. Zakaria menambahkan daya tampung dari fakultas yang sebelumnya diajukan dari tiap-tiap departemen kemudian diserahkan ke universitas. Universitas yang mengumpulkan daya tampung dari tiap fakultas kemudian menjadikannya daya tampung universitas dan kemudian akhirnya diserahkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi (Dirjen Dikti). USU lewat Pembantu Rektor I Prof Zulkifli Nasution telah mene­ tapkan daya tampung untuk mahasiswa baru USU 2013, baik program sarjana maupun program DIII. Total maksimal ada 7855 mahasiswa baru untuk program sarjana dan maksimal ada 2265 mahasiswa baru untuk program DIII. Sehingga, total maksimal mahasiswa baru yang akan diterima USU adalah 10.120 mahasiswa baru. Khusus program sarjana, dari total 7855 daya tampung mahasiswa baru tersebut, 50 persen akan dibagi untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), sedangkan sisanya dijatahkan untuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan Mandiri. Misalnya, USU menetapkan total daya tampung mahasiswa baru USU 2013 untuk Departemen Teknik Sipil adalah 135 mahasiswa baru. Seba­ nyak 50 persen atau 67 mahasiswa

baru diterima melalui SNMPTN, kemudian 20 persen atau 27 mahasiswa baru diterima melalui SBMPTN dan sisanya, 41 mahasiswa baru diterima melalui jalur mandiri. Prof Zulkifli menambahkan, daya tampung tersebut bukan tidak mungkin di luar batas maksimal. Katanya, bila ada beberapa calon mahasiswa yang memiliki nilai yang sama dan tidak mungkin digugurkan karena persamaan nilainya, calon-calon mahasiswa yang nilainya sama tersebut dapat lulus seleksi walaupun melebihi batas daya tampung. “Karena makin banyaklah tamatan SMA itu yang bisa mendapatkan pendidikan,” tuturnya. Prof Zulkifli yakin dengan nada optimis bahwa USU sangat siap menerima calon mahasiswa baru tahun ajaran 2013-2014 ini. Ia berkata semuanya sudah siap dilaksanakan sehingga hanya menjalankan jadwal yang telah disusun. “Tidak ada perbedaan (perbedaan dengan PMB tahun lalu —red) itu,” tutupnya.

Standar Operasional Struktur (SOS) dan penataan ruang. “Banyak pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan termasuk mengalokasikan pemasaran RS,” paparnya. Setelah para perawat selesai memeriksa peralatan RS USU, Zen mengatakan mereka ditugaskan untuk mengajar, kursus dan mengikuti pelatihan di Fakultas Keperawatan (FKep) USU seizin rektorat. “Tujuannya supaya para perawat tidak canggung dalam pelayanan nantinya,” kata Zen. Sedang­ kan para dokter kebanyakan masih dalam pendidikan dan melayani di rumah sakit lain seperti Rumah Sakit Umum (RSU) Pirngadi maupun RSU Adam Malik. Namun kata Zen status mereka tetap pegawai RS USU, walaupun tidak bekerja. Dalam kata sambutannya, Kepala Bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Biro Rektor Sukardi mengatakan para pegawai CPNS yang baru disahkan harus mengikuti orientasi dan masa pelatihan selama satu tahun dan tidak dapat mengikuti pendidikan lanjut selama dua tahun mendatang. Ia mengatakan, jika dalam 46 hari selama setahun masa ketidakefektifan dengan alasan yang tidak jelas, maka pegawai akan diberhentikan dari secara hormat, sesuai peraturan pemerintah. Hal tersebut dibenarkan Direktur RS USU Chairul Yoel. Ia menambahkan, setelah mengikuti orientasi dan masa pelatihan, para pegawai CPNS akan diangkat sebagai PNS, “Semua pegawai memang harus mengikuti masa orientasi ini,” katanya. Hanna Ceria L Toruan, salah satu pegawai RS USU yang baru diangkat menjadi CPNS mengatakan, sebenar­ nya ia dan beberapa CPNS lain yang baru disahkan sudah menjadi pegawai tetap, walaupun namanya masih CPNS. “Setelah masa orientasi atau training,

baru jadi PNS,” ujarnya. Ditambahkan Yoel, RS USU harus mampu beroperasi dengan baik, “Para pegawai dan semua civitas RS USU harus dapat melihat porsi yang besar dalam nama RS USU,” ungkapnya. Ia menambahkan hal ini berkaitan de­ ngan RS USU yang merupakan rumah sakit pendidikan, berbeda dari yang lain.

Unit Gawat Darurat (UGD) dan Intensive Care Unit (ICU). “Tanpa peralatan itu rumah sakit belum bisa dibuka,” paparnya. Rencananya, Juni mendatang RS USU akan buka, namun hanya berfungsi untuk poliklinik yang mengobati pasien ringan, pelayanan rawat jalan dan tes kesehatan bagi mahasiswa baru nanti. Poliklinik yang sudah ada, akan dipindahkan ke RS USU. Meskipun begitu Yoel mengatakan, saat ini pihaknya tengah menunggu peralatan medis yang akan datang beberapa bulan lagi. Peralatan tersebut berasal dari Arab, yang menjadi pemasok dan pemberi dana. Setelah semua peralatan tersebut datang, kebutuhan peralatan RS USU akan terpenuhi. Beberapa peralatan itu antara lain peralatan bedah, peralatan kebidanan, UGD dan ICU. Setelah itu baru dapat keluar persetujuan pengoperasian. “Hal ini diinformasikan oleh Kementrian Indonesia,” katanya.

Langkah Maju RS USU

Masih Menunggu Operasi Meskipun telah melakukan pe­ rekrutan pegawai, hingga saat ini Yoel mengaku pengadaan peralatan RS USU masih belum memadai. Hanya terdapat fasilitas radiologi , poliklinik serta seratus tempat tidur pasien yang telah tersedia. Ia belum dapat memastikan kapan RS USU mulai beroperasi. Pasalnya, masih terdapat beberapa peralatan medis yang belum tersedia termasuk peralatan bedah, peralatan intensif, peralatan kebidanan, serta peralatan

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

RS USU

RS USU yang terletak di Jalan Dr Mansyur Kamis (2/5). Sampai saat ini rumah sakit masih belum beroperasi karena menunggu lengkapnya peralatan medis.


12 galeri foto

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Relikui Berwarna Emas Taman Alam Lumbini, Tempat ibadah umat Buddha dan wisata religius ini terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat, Kabupaten Karo. Selain kuil atau pagoda juga terdapat taman yang luasnya sekitar 12 hektare. Tak hanya umat Buddha yang datang untuk ibadah, Masyarakat dari berbagai daerah dan agama berbeda pun turut datang ke sini untuk berwisata. (Rida Helfrida Pasaribu)

Ruang ibadah SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Bangunan tampak keseluruhan SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Sedang beribadah Alat untuk ibadah RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Drum berisi kitab SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Jembatan tempat penyebrangan SOFIARI ANANDA | SUARA USU


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

podjok sumut 13

Sejarah Si Tempat Singgah Stasiun Kereta Api Binjai Ia sudah ada sejak 1886, menjadi cagar budaya dan dilindungi oleh undang-undang. Namun, perjalanan panjang yang dimiliki bangunan ini tak banyak yang mengetahuinya.

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

BANGUNAN TUA

Bangunan Stasiun Kereta Api Binjai, Minggu (24/4). Bangunan ini masih menggambarkan arsitektur zaman kolonial Belanda

STASIUN

Stasiun Kereta Api Binjai terletak di Binjai Timur, Minggu (21/4). Stasiun ini dinobatkan menjadi salah satu situs bersejarah oleh pusat pelestarian Benda dan Banunan PT KAI. SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Pebri Hardiansyah Pohan

S

tasiun Kereta Api (KA) ini terletak di Binjai Timur. Tepatnya di Jalan Ikan Paus nomor 7, sebelah selatan terminal bus Binjai. Luasnya 60x25 meter. Bangunan utama stasiun terasa sangat kental dengan gaya arsitektur kolonial. Langit-langitnya mencapai delapan meter. Pintunya berukuran 2,5x4 meter, berbahan kayu jati, lengkap dengan jendela besar dengan corak khas kolonial. Tiang-tiang kayu menjulang hingga ke atap dengan besi yang dibentuk sedemikian rupa di bagian atasnya sehingga berbentuk setengah lingkaran. Ada sumur tua yang letaknya dua puluh meter di utara stasiun, tepat di belakang terminal bus. Diameternya empat meter. Tanah kosong di antara sumur dan stasiun sudah ditanami pohon singkong oleh penduduk setempat. Sumur itu nyaris tak terlihat. Kedalamannya tiga meter, berisikan sampah-sampah. Tak ada yang tahu berapa kedalaman asli sumur itu. Selain sumur, ada menara air untuk menyimpan air yang berasal dari sumur. Bangunan tersebut berbentuk balok de­ ngan tinggi lima meter dan lebarnya tiga meter. Di atas menara itu, ada tangki air bervolume 18 meter kubik. Dulunya, sumur di sampingnya menjadi sumber air utama di stasiun tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang digunakanlah sumur bor yang letaknya di dalam menara air tersebut. Edward, Kepala Stasiun KA Binjai meng­ aku stasiun ini dinobatkan menjadi situs bersejarah oleh Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT KAI. Sebab itulah bentuk bangunan asli tidak pernah diubah. “Enggak boleh diubah, hanya sekadar ngecat dan ganti keramik aja,” katanya

*** Kamis 25 april 2013, pukul 10.29 WIB. Kereta ke empat yang sampai di Binjai hari itu. Kereta Sri Lelawangsa, KA kelas ekonomi seharga Rp 5.000. Tiga orang tukang becak motor langsung menghampiri gerombolan orang yang muncul dari pintu keluar stasiun. Becak mereka di parkir sembarangan. Ada yang di parkiran khusus becak motor, ada juga yang di parkiran sepeda motor. Namun ternyata banyak penumpang tak tahu kalau stasiun KA Binjai tersebut adalah salah satu situs bersejarah. Devi Falentina contohnya. Ia kuliah di salah satu sekolah tinggi di Binjai. Apabila hendak ke Medan, ia kerap menggunakan KA. Tapi ia tak tahu bahwa tempat yang ia sering singgahi untuk ke Medan itu adalah peninggal­ an masa kolonial Belanda. “Kayaknya sih gitu,” ujarnya. Begitu pula dengan Suprianto. Ia sudah tiga tahun bersekolah di Kota Binjai. Setiap pulang ke kampung halamannya, Kisaran, ia selalu menggunakan KA. Tapi ia tak pernah tahu asal-muasal persinggahannya itu. Dirk A Buiskool, sejarawan asal Belanda, menjelaskan sejarah stasiun ini. 1883. Waktu itu Indonesia masih di bawah penjajahan kolonial Belanda. Belanda memanfaatkan bumi Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan rempah-rempah mereka. Salah satunya tembakau, yang dulunya juga ada di Sumatera Utara (Sumut) sekarang, disebut tembakau Deli. Dituturkan Dirk, awalnya transportasi yang digunakan untuk membawa hasil perkebunan adalah kereta sapi. Melihat keberhasilan efisiensi penggunaan KA di Jawa yang mulai dibangun 1863, tanggal 23 Januari 1883 dikeluarkan surat keputus­ an Gubernur Jenderal Belanda yang berisi permohonan konsesi pemerintah Belanda

untuk pembangunan jaringan KA yang menghubungkan Belawan – Medan – Delitua – Binjai. Pada Juni 1883, izin konsesi tersebut dipindahtangankan pengerjaannya kepada Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), sebuah perusahaan Belanda yang bergerak dalam bidang perkeretaapian. Akhirnya, jalur tersebut resmi digunakan pada tanggal 25 Juli 1886. Stasiun KA Binjai awalnya bernama stasiun DSM Timbang langkat. Diambil dari nama perusahaan yang membangunnya dan nama salah satu kebun tembakau yang paling terkenal saat itu di Binjai. Bentuk stasiunnya juga masih berbentuk kerangka besi dengan tiga ruangan. Besi stasiun, rel dan KA uap saat itu diimpor dari Inggris. Sesuai dengan perkembangan jaman, stasiun tersebut dibangun ulang dengan beton yang awet hingga sekarang. KA uap yang dulunya digunakan hanya untuk mengantar hasil perkebunan pun akhirnya beralih menjadi KA penumpang. Jalur KA yang dulunya ke Besitang dan Kuala sekarang sudah dinonaktifkan. Edward,­ yang baru menjabat sebagai Kepala Stasiun KA Binjai akhir tahun 2012 juga tidak mengetahui pasti penyebab dan tahun kapan jalur tersebut ditutup. “Kayak­nya sih karena udah gak ada lagi penum­pang yang mau naik kereta api,” katanya. Hingga sekarang, tak ada satu artikel atau buku pun tentang stasiun KA Binjai berbahasa Indonesia yang terbit. Dirk saja hanya memiliki dua buah buku mengenai DSM dalam bahasa Belanda. Salah satunya De Deli Spoorweg Maatschappij ditulis oleh Hilde Meijer yang terbit tahun 1987. Buku tersebut pun tak banyak mengulas sejarah stasiun KA Binjai secara rinci. Padahal cagar budaya ini dilindungi oleh UndangUndang No. 5 tahun 1992.


14 laporan khusus

Tapol Diborgol, HAM Dibelenggu SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Tapol Diborgol, HAM Dibelenggu Koordinator Liputan: Baina Dwi Bestari Reporter: Debora Blandina Sinambela, Rati Handayani, Siti Alifa Sukmaradia dan Baina Dwi Bestari Peristiwa berdarah G30S 1965 meninggalkan banyak luka. Mereka yang dianggap komunis diculik dan hilang begitu saja. Ini kisah tentang sejarah kelam Indonesia. Cerita mereka para eks tahanan politik (tapol) yang meneriakan keadilan dari masa lalunya. Baina Dwi Bestari

H

ari masih pagi ketika Tengku Chairuman, Wakil Ketua Consentrasi Ge­ ra­kan Mahasiswa Indonesia (CGMI) wilayah Sumatera Utara (Sumut) siap di depan kaca. Kemeja, celana keper dan sepatu pantofel sudah ia kenakan. Chairuman harus rapi hari ini. Sebab, ia akan menghadiri Kongres Nasional yang digelar oleh CGMI Jakarta pada 27 September 1965 yang dihadiri oleh seluruh perwakilan CGMI dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Bersama 29 teman lainnya, Chairuman hendak pergi ke Gedung Games of The New Emerging Force (Ganefo), sekarang Hotel Borobudur, Jakarta. CGMI merupakan ge­ rakan mahasiswa pendukung Soekarno. Kongres Nasional diadakan selama lima hari. Membahas tentang situasi nasional, kemahasiswaan dan politik. Tapi, selang berjalan di hari ketiga. Suasana di luar gedung tiba-tiba riuh. Ada gencatan senjata dan gerakan tentara. Ternyata terjadi Gerakan 30 September yang dilancarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Akhirnya, atas kesepa­ka­tan forum kongres ditunda dan peserta disuruh kembali ke daerah masing-masing. “Tapi sampai saat ini enggak pernah lagi diadakan kongres lanjutan. Karena semuanya sudah dilarang,” papar Chairuman. Waktu itu Chairuman tidak langsung kembali ke Medan, karena jadwal penerbangan pesawat masih sulit, hanya ada di waktu tertentu dalam seminggu. Kepulangan makin dipersulit karena Chai-

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

POTRET KORBAN

Foto-foto korban (di Indonesia) penculikan secara paksa pada tahun 1998, Jumat (26/4). Korban-korban yang dinyatakan hilang tersebut sampai sat ini belum ada kabar apapun tentang keberadaan mereka.

ruman dan teman-temannya harus melapor terlebih dahulu ke tentara. “Segala sesuatunya harus melalui tentara,” kisahnya. Selang waktu seminggu, barulah mereka bisa pulang ke Medan. Setelah kembali ke Medan, Chairuman menjalani aktivitas seperti biasa. Kala itu, ia mahasiswa Fakultas

Kedokteran (FK) USU tingkat tujuh yang berniat menyelesaikan tugas akhirnya berupa praktik lapangan. Ia datang ke kantor administrasi FK USU yang waktu itu ada di Jalan Diponegoro dan masih seatap dengan kantor Gubernur Sumut. Sampai di sana, ia bertemu dengan Kepala Komando Distrik Militer (Kodim) dan

dibawa ke kantor mereka di Lapangan Benteng. “Segan sudah dijemput langsung oleh atasan, jadi saya ikut aja,” katanya. Esok harinya, ia digiring ke Tempat Penahanan Umum (TPU) D, bekas Perguruan Andalas di Jalan Cik Ditiro -depan SMA 1 Medan sekarang- untuk pemeriksaan lanjutan. Setelah pemeriksaan, tepat 28 Ok-

tober 1965 ia resmi ditahan, karena dituduh makar dan melakukan pemberontakan terhadap negara. “Saya ditahan tanpa tau salah saya apa. Ya udah, tangkap ya tangkap aja. Enggak pakai surat, enggak tau alasannya,” kenang Chairuman. Di TPU D, Chairuman dan tapol lainnya tidak diberi makan. Mereka bisa makan hanya kalau diantar keluarga. Beberapa bulan di TPU D, ia dipindahkan ke TPU A di Jalan Sena -sekarang Kantor Pomdam- Medan yang keadaannya sama. Sekitar tahun 1967, Chairuman di pindah ke TPU Tanjung Kasau di Batu Bara, rumah tahanan (rutan) bekas bangunan rumah sakit. Selama di rutan Tanjung Kasau, Chairuman dan tapol lainnya diberi makan dua kali sehari. Dengan menu nasi dicampur jagung, pasir dan paku yang porsinya tidak lebih dari segenggam tangan orang dewasa. Sayurnya kangkung yang kuahnya dicampur air kencing. Untuk minum, mereka diberi air putih satu cangkir setiap orang. Chairuman punya cara sendiri untuk makan. Nasi, jagung, pasir dan paku ia campur dengan air. Ia tunggu paku dan pasir turun hingga tinggal nasi yang mengapung. Barulah ia makan. Begitu setiap harinya selama lima tahun di Tanjung Kasau. Tiap harinya, tapol dipaksa kerja di kebun. Waktunya tidak tentu. Kadang dari jam enam pagi sampai jam enam sore atau lebih. Mereka disuruh menderes sawit, mencangkul, bongkar tanaman jagung, tanam padi dan lain sebagainya. “Macam-macam yang disuruh, suka-suka hati mereka,” kata Chairuman. Uang hasil kerja mereka jadi pemasukan buat para pelaksana khusus (laksus), prajurit yang dibentuk tentara. “Tapi ada enaknya di kebun. Kalau dapat ular ya makan ular. Atau makan kodok,” katanya. Chairuman juga disuruh bekerja di poliklinik untuk mengobati tahanan dan masyarakat yang sakit. Karena ia yang punya latar belakang ilmu kesehatan.


Tapol Diborgol, HAM Dibelenggu SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

SEKRETARIAT IKOHI

Sekretariat Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) di Jalan Brigjen Katamso, Gang Merdeka nomor 20, Medan Maimun, Jumat (26/4). IKOHI adalah wadah bagi para korban pelanggaran HAM di Indonesia.

*** Rukimin seorang guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 5 di Kecamatan Salapian, Langkat. Baru setahun ia jadi guru, mengajar tentang kebudayaan. Hari itu di tahun 1965 Rukimin tengah mengajar di salah satu kelas. Ketika tibatiba segerombol orang datang menerobos masuk ke kelasnya siang itu. Ia tidak ingat pasti jumlahnya, mereka pakai seragam, kemudian membekapnya dan menggiringnya ke luar kelas. Murid-murid yang menyaksikan ikut panik, berhamburan ke luar kelas sambil menjerit. “Saya ditangkap tanpa salah. Enggak ada apa-apa. Enggak tahu apa-apa,” kata­ nya. Rukimin kemudian dibawa ke TPS di Salapian. Ia dikumpulkan dengan 200 orang tapol lainnya yang dituduh bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejauh yang ia ketahui, tapol itu ada yang berlatar belakang Pemuda Rakyat dan Gerakan Wanita Indonesia. Mereka disuruh kerja, angkat batu di sungai. Dari jam enam pagi sampai jam enam sore. Sama seperti yang dialami Chairuman, di sini Rukimin juga tidak diberi makan. Makanan bawa sendiri dari rumah yang diantarkan keluarga. Selama bekerja, mereka harus menurut. Salah-salah, bisa dipukul. Mereka tidak diberi jeda istirahat, tidak boleh berhenti. Bicara pun dilarang. “Saya enggak pernah ngelawan. Kawan saya banyak yang ngomong, banyak yang kena hantam,” ujar Rukimin. Perlakuan untuk tapol perempuan lebih parah lagi.

Mereka diperkosa sesuka penjaga-penjaga tempat penampungan sementara itu. “Bagi mereka, kami enggak ada harganya. Lebih berharga sama mereka ayam daripada kami,” nada suara Rukimin mening­ gi. Kala itu Rukimin bukan hanya mengkhawatirkan di­ rinya, tapi juga keluarganya. Karena, selain tapol yang disiksa, keluarga juga terancam. Kalau punya istri atau saudara perempuan, maka akan diperkosa. Kalau menolak, keluarga yang dipenjara akan mati. Di TPS waktu itu Rukimin punya teman bernama Syamil. Suatu hari, adik perempuan Syamil mengantarkan sebuah kotak berisi perlengkapan yang dibawa dari rumah untuknya. Penjaga lihat adiknya datang. “Itu adik perempuan kamu?” tanya penjaga. “Iya Pak,” jawab Syamil. “Cantik ya,” timpal penjaga lagi. Sepulang dari menemui Syamil, adiknya diperkosa. “Siapa punya keluarga, harus siap lah,” Rukimin bilang. *** Chairuman dan Rukimin sama-sama dibebaskan tahun 1972. Bebas dari penjara bukan berarti bebas dalam semua hal. Ada banyak peraturan yang berisi pelarangan terhadap tapol. Beberapa di antaranya seperti tidak bisa menjadi pegawai negeri, pejabat pemerintahan dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tak hanya tapol itu sendiri, kerabat, teman atau keluarga yang bersangkutan pun kita tidak boleh. Contohnya Chairuman. Ia

mencoba untuk melanjutkan kembali kuliahnya yang tertunda. Dari Kodim, ia sudah diberi surat pernyataan boleh melanjutkan kuliah. Ia pun melapor ke pihak universitas dengan membawa surat itu. Namun, ditolak karena alasan sudah ketinggalan kurikulum. “Senat sudah terima telepon dari laksus supaya menolak. Itu cuma formalitas aja,” ka­ tanya. Tidak menyerah, Chairuman mencoba memasukan permohonan lanjut kuliah di tahun 1978. Usianya waktu itu sudah sekian tahun. Ia langsung temui Rektor Prof A P Parlindungan. Surat yang ia ajukan kemudian diturunkan ke fakultas. Tapi, tetap saja tidak diterima. Chairuman menyerah. A­khir­­­nya, ia mencoba bekerja. Ia dapat pekerjaan sebagai supervisor di salah satu perusahaan swasta di Medan. Itupun tetap ada batasannya. Ia tidak boleh menjadi direktur dan ditugaskan pergi ke luar negeri. Tidak jauh beda sulitnya dengan yang dialami Rukimin. Ia mencoba untuk mengajar lagi. Tapi, tidak diterima di sekolah mana pun, bahkan di sekolah tempat dulu ia menga­ jar. “Padahal sekolah itu saya yang mendirikan dengan teman-teman saya,” kenangnya. Rukimin tidak berhenti sampai di situ saja. Ia tetap mencoba melamar pekerjaan di bidang lain. Tapi, tetap saja tidak diterima. Suwardi, biasa dipanggil Adi juga mengalami hal yang sama. Ia anak mantan atau eks tapol, Mislun. Mislun seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diduga komunis dan ditahan pada tahun 1967. Adi kerap mencoba cari pekerjaan. Tetapi, acap kali tidak

laporan khusus 15 diterima karena predikatnya sebagai anak tapol. Padahal ayahnya sudah meninggal sejak tahun 1994. Penolakan lebih besar ia rasakan ketika melamar kerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Chairuman, Rukimin dan Adi hanya segelintir dari tapol dan keluarganya yang men­ derita kala itu. Masih banyak ribuan tapol lainnya yang mengalami hal sama. Seperti yang Chairuman ceritakan, beberapa rekannya dilarang bekerja di kebun, baik tapol maupun anaknya. Mereka hanya boleh bekerja borongan seperti membuat piringan, menampung getah karet atau membabat. Selebihnya tidak boleh. Ada yang ha­rus meminta surat pada kodim untuk melamar pekerjaan. Ada juga yang dipukuli aparat sampai meninggal. Namun, menurut Chairuman sekarang tidak seperti dulu lagi. Ia sudah boleh menduduki posisi direktur atau diutus ke luar negeri. “Tapi memang saya yang sudah tua dan enggak sanggup lagi makanya saya cuma jadi supervisi,” tuturnya. Tapi, hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) hingga sekarang belum bisa sepenuhnya dipulihkan, meski intensitas pemaksaannya berkurang. Seperti sekarang para tapol sudah boleh dipilih dan memilih untuk menjadi badan perwakilan desa. Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera Utara (Sumut) salah satu organisasi yang fokus pada perjuangan korban peristiwa Gerakan 30 September (G30S). IKOHI bukan memperdebatkan masalah ideologi melainkan fokus pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam IKOHI tergabung sembilan orang korban, anak dan keluarga ekstapol yang ada di Sumut. Ketua IKOHI 2013 Adi

menjelaskan usaha yang dilakukan IKOHI adalah mendorong terwujudnya tuntutan hak sipil dan politik. Selain itu, IKOHI juga mendorong hak ekosob para korban. Adi bilang hak ekosob kor­ ban masih minim disuarakan dibanding hak sipil dan politik. Padahal, hak ekosob mengakibatkan kemiskinan struktural karena keadaan ekonomi kor­ban menjadi rendah dengan tidak diterimanya bekerja. Adi tidak berharap banyak­ pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Katanya, KOMNAS HAM berperan sebagai lembaga independen yang hanya diberi mandat untuk rekomendasi publikasi kisah penjarahan HAM, bukan untuk mengadili. “Pemerintah tak kunjung melakukan reparasi,” ungkapnya. Chairuman dan Rukimin juga anggota IKOHI. Mereka pernah melakukan kampanye dan jejaring dengan organisasi peduli HAM. Astaman Hasibuan, sekretaris IKOHI dan korban eks tapol yang yang pernah ditahan tanpa sebab bilang sebenarnya masih ada dendam dari para eks tapol. “Tapi dendam pun mau dibilang ke siapa? Paling lewat tulisan aja,” ujarnya. Ia pribadi sering menyampaikan kekecewaannya lewat sajak. Astaman menambahkan, setiap Mei masih diadakan acara peringatan. Ia tidak bilang seperti apa bentuknya. Ia hanya mengatakan kalau mereka para eks tapol akan berkumpul dan sama-sama mengenang. Sampai sekarang, mereka masih menuntut keadilan atas HAM mereka yang pernah dijarah tanpa ada salah. “Seperti itu penderitaan yang kami rasakan, bahkan sampai sekarang. Di Indonesia ini tidak ada keadilan,” kata Rukimin.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

DISKUSI

Beberapa Lembaga Pers Mahasiswa Medan dan beberapa orang eks tapol ikut berdiskusi mengenai konsolidasi May Day di Sekretariat IKOHI, Jumat (19/4).


16 mozaik

SUARA USU, EDISI 93, mei 2013

cerpen

AKu Perempuan Liska Rahayu Fakultas Ilmu Budaya 2010

K

aki indahku terus melangkah ke kampus hijau itu. Dengan senyum mengembang di wajah dan tak lupa gaya berjalan yang elegan bagiku meski sebagian orang memandang jijik dan seolah berkata, “Apa kau pantas tersenyum seperti itu?” Aku tetap tak peduli. Kaki panjangku semakin tampak indah dengan perpaduan heels hitam yang sangat kontras dengan warna kulitku yang putih bersih. Tas tangan krem dengan merek terkenal yang menggantung indah di tanganku. Rambut panjang hitam sebahu, kubiarkan terurai indah di belakang. Aku tampak cantik. Itu menurutku. Kulit putih bersih, mata hitam bulat, dagu panjang, hidung mancung, bibir merah merekah yang aku jamin ini adalah seratus persen berkah dari Tuhan untukku. Aku bersumpah sedikit pun tak pernah aku berniat mengubahnya. “ Psstt, cantik..” goda beberapa pria yang aku tahu mereka kuliah di fakultas yang sama dengan­ ku. Aku hanya tersenyum menanggapi mereka. “ Woi, bencong. Berani kau kuliah di sini ya,” hardik salah seorang dari mereka. Sesaat hatiku mencelos mendengarnya. Tapi aku kembali rileks dan melayangkan senyuman terbaikku. “Awas jangan dekat-dekat, nanti digodain,” sahut seorang gadis yang aku tahu dia teman sekelasku. Aku adalah anak baik-baik, terlahir dari keluarga baik-baik dan dibesarkan dengan cara baik-baik pula. Tapi orang-orang bertingkah seolah menohokku dengan kata-kata mereka. Aku terlahir sebagai seorang pria, tapi sudah lama aku memiliki sifat perempuan. Aku memang dididik baik-baik, tapi aku pikir aku sangat dimanjakan oleh ibu dan ketiga kakak perempuanku. Tapi sedikit pun aku tak pernah menyalahkan mereka jika aku begini. Dulu waktu kecil, saat anak laki-laki seusiaku bermain mobil-mobilan, aku lebih senang bermain boneka. Hidupku terus berlanjut seperti itu. Perawakan dan watakku semakin lembut dan menyerupai wanita. Perlahan aku mulai merasa risih dengan tubuhku sendiri. Aku ingin memiliki semua yang wanita miliki. Aku mulai menyadari bahwa sesungguhnya aku adalah perempuan, hanya terjebak dalam tubuh pria. Aku semakin gusar dan sangat tidak nyaman ketika menerima komentar pedas dan menyakitkan dari orang-orang di sekitarku. Aku berperawakan lembut dan manis, wajah dan tubuhku cantik seperti seorang wanita seutuhnya. Tapi nyatanya, aku berada dalam tubuh pria dan mereka tak bisa menerima itu. Rasa ketidaknyamananku akhirnya berhenti saat aku memutuskan untuk melakukan operasi jenis kelamin. Keluarga menolak keinginanku habis-habisan. “Itu aib, Risky,” kata mereka. Awalnya aku ragu, tapi aku pikir bodoh jika meneruskan hal yang membuatku terbelenggu, padahal aku bisa bebas darinya. Dengan keyakinan yang sangat besar, aku akhirnya benar-benar melakukan ope­ rasi itu. Setahun setelahnya aku masih merasa sakit pada bagian bawah tubuhku. Sampai masuk tahun kedua aku melakukan operasi, aku mulai merasa nyaman dan menjadi orang baru. Menjadi seorang perempuan cantik dan baik. Menjadi pribadi yang tak memunafikkan diri dengan memaksakan kelamin yang dulu bersamaku. Kini aku merasa bahwa

YANTI NURAYA SITUMORANG | SUARA USU

kelamin dan genderku sudah setara. Orang tua mengetahuinya dan mereka menyambutku dengan amarah dan cacian. Sempat terbesit di kepalaku untuk bunuh diri, tapi aku terlalu bodoh jika mengikutinya. Aku bertahan dengan keyakinan bahwa masa depan yang lebih baik bisa kudapat dengan perasaan nyaman pada diri sendiri, yang selama ini tak pernah aku dapatkan. Pada akhirnya, orangtuaku dapat menerimaku kembali ke keluarga besar kami. “Dasar perempuan jadi-jadian,” seru sese­ orang memecah keheningan yang terjadi antara aku dan Bella, sahabat baikku yang dapat menerima aku apa adanya. “Jangan hiraukan! Kau adalah perempuan,” seru Bella. Yah, aku memang bukan perempuan seutuhnya seperti mereka. Meski fisikku sama dengan mereka, tetap saja aku tak sama seperti mereka. Tapi itu tidak menjadikan mereka lebih baik dariku. Aku perempuan dengan semua perasaan dan jiwaku. Jika mereka bertanya, “Perempuankah kau?” aku akan dengan tegas menjawab, “ Aku perempuan.” *** Aku terus berjalan gagah dengan baju kemeja yang kancingnya sengaja dibuka dan menampilkan kaos metal di baliknya. Sepatu kets yang agak kotor tak membuat aku menundukkan kepalaku ketika berjalan. Tas ransel yang biasa aku bawa naik gunung bertengger megah di pundak. Aku melangkah dengan pasti menghadapi kehidupanku yang katanya keras ini. “ Bang, cemana? Naek kita besok?” tanya seorang teman padaku. Yah, aku pikir teman-

temanku tidak pernah menganggap aku sebagai seorang perempuan. Mereka kerap kali memanggil aku dengan sebutan ‘abang’. “Wong wedok kok kayak gitu sih, Ndok?” itu adalah ucapan ibuku setiap hari ketika aku akan berangkat kuliah. Dia selalu protes akan gayaku yang katanya sama sekali tidak perempuan. Terkadang aku berpikir, seperti apa perempuan sebenarnya? Bagaimana wujud perempuan yang baik dan benar? Apa definisi untuk bisa mendeskripsikan perempuan sebenarnya? Apa menjadi tomboi adalah hal yang salah sebagai seorang perempuan? Ada wanita-wanita cantik yang sering mengenakan pakaian cantik dengan riasan wajah yang menambah kecantikan mere­ ka. Tapi setelah aku lihat lebih dalam, mereka terbahak-bahak saat tertawa. Ada juga temanku yang berpenampilan biasa saja, ternyata setelah aku selidiki dia adalah atlet panjat tebing. Apakah gambaran perempuan-perempuan yang aku ceritakan itu adalah perempuan yang salah? Timbul lagi pertanyaan dalam diriku. Memangnya saat membela hak kaumnya, Raden Ajeng Kartini mengenakan heels dan rok. Atau apakah beliau yang notabene adalah keluarga bangsawan tidak pernah mengenakan celana? Apakah beliau tidak pernah bermain gundu saat kecil? Dan untuk itu, apakah keperempuananku masih dipertanyakan? Aku pikir setiap perempuan memiliki problematika dan cara mereka sendiri untuk memperempuankan diri mereka. Itu pasti. “ Boy, perempuannya kau?” tanya temanku dengan nada meledek. “ Aku perempuan. Selamanya akan begitu,” ucapku mantap.


si poken

U US UA RA |S AN G

M

enilik hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistika (BPS) 2010 masih menunjukkan Sumatera Utara (Sumut) sebagai provinsi multietnis atau penduduk dengan ragam etnis tertinggi, yang disu足 sul kemudian Surabaya dan Jakarta. Secara sosial, penduduk Sumut memiliki 12 etnis se足 perti Suku Melayu Deli, Batak Karo, Batak Toba, Batak Pesisir, Batak Mandailing atau Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Nias, Minang, Aceh, Jawa, Tionghoa dan India. Tidak usah jauh memandang seluas Provinsi Sumut, Medan sebagai ibu kota telah mewakili wilayah multietnis tersebut. Sebut saja julukan kota ini, orang memanggilnya dengan tanah Deli atau kota seribu marga. Dua simbolisasi etnis ditonjolkan di sini, Deli dengan kekhasan melayunya dan marga yang pasti terpatri dalam setiap nama orang pada suku Batak. Sebutan tanah Deli juga tidak lepas dari sejarah adanya kota Medan ini. Menurut Tengku Lukman Sinar dalam bukunya Riwayat Hamparan Perak yang terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Pe足 rak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli. Selain itu, kota ini menjadi jalur lintas dagang yang sangat ramai. Asal-muasalnya dari sebuah kampung yang bernama Medan Putri. Wilayahnya yang strategis terletak di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura, Jalan Putri

menjadi pelabuhan transit yang amat penting. Kependudukan yang heterogen hingga wilayah yang dominan dengan pendatang dari berbagai daerah tidak menjadikan Kota Medan rentan akan konflik. Budaya adat yang masih dijunjung tinggi di setiap suku menjadikannya penduduk yang identik dengan kesopanan dan keramahtamahan. Masyarakat Batak yang menjadi simbol kependudukan di Kota Medan konon terdiri dari komunitas-komunitas suka bersosialisasi. Meski kenyataan 20 persen lebih yang tinggal di wilayah ini didominasi oleh suku Jawa. Artinya sisa 80-an persen dibagi untuk sebelas suku etnis yang lainnya. Namun sudah menjadi rahasia umum jika mereka tetap hidup akur berdam足 pingan. Meski tak mengelak juga berbagai permasalahan etnis yang dulu sempat mengeruak ke permukaan. Misalnya Tapanuli yang ingin memisahkan diri. Di sini menjaga kerukunan beragam suku memang mutlak tugas dari masyarakat setempat. Namun pemerintah daerah hendaknya tetap mengambil peranan penting dalam membuat kebijakan atau perundang-undangan daerah. Karena dalam keberagaman rasa mayoritas dan minoritas menjadi satu persoalan klasik yang tak urung susah untuk didudukkan dalam satu solusi. Harapannya, semoga Medan tetap menjadi panutan bagaimana hidup damai berdampingan di derasnya arus pluralisme. Maka suku apa pun yang ada di sini tetap akan merasa memiliki tanah Sumut sebagai bagian tanah air yang akan terus dicintainya. Hingga tak ada kata sungkan untuk mempertegas, Sumut Miniatur Indonesia, Bung!

OR

Ipak Ayu H Nurcaya

Dian Ramadhani Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012

SI TU M

Meski berbeda-beda tapi tetap Sumatera Utara Hijau sekarang. Posisi ini menjadikan kampung jua tersebut mudah berkembang dengan pesatnya

Alam Raya

AY A

Kota Medan Medannya Multietnis

puisi

NU R

sorot

mozaik 17

YA NT I

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Alam raya saksi nyata tak bersuara Atas jerit senjata memuntahkan pelurunya Atas semburan darah yang membasahi tanah

Ini bukan lagi tentang perjuangan kemerdekaan, Kawan! Bukan lagi tentang bendera yang hendak dikibarkan Ini hanya tentang perjuangan pemikiran! Kekuasaan, jabatan dan ketenaran Senjata dusta mematikan realita Melukai yang ikhlas mengabdi Mencaci yang berpotensi Menjunjung tinggi yang tak berbudi

Tak harus bisa berpendar untuk menjanjikan sinar Tak harus mencurahkan tetesan kesejukan untuk menjanjikan awan Kau hanya perlu melantunkan irama untuk berdiri di singgasana Merangkai kata bak pujangga, melempar aura wibawa Lalu bebas melanglang buana!

Pohon kayu saksi bisu berita sendu yang dihantar sang bayu Alam raya hanya saksi nyata tak bersuara Alam raya alam lara Lara rasa lara duka lara luka

AUDIRA AININDYA | SUARA USU


18 potret budaya Ngaleng Tendi

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Seni Pengembalian Roh

Ada roh manusia yang diambil roh halus. Ada guru nambari yang bisa berkomunikasi dengan roh tersebut. Inilah ritual pengembalian roh ke tempat asalnya.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

ALAT

Alat musik tradisional karo Keteng-keteng (bambu besar), Kulcapi (berwarna hitam), Blibing dan Mangkok putih karo, Jumat (3/4). Alat musik tersebut dimainkan untuk mengiringi ritual Ngaleng Tendi.

Renti Rosmalis

S

ekitar empat tahun lalu, seorang pemuda Karo pergi mengambil rotan ke hutan. Selepas pulang dari hutan ia tampak berbeda, seperti orang yang kehilangan akal sehat. Bicaranya asal-asalan, kadang murung, ketakutan dan bertingkah aneh. Keluarganya jadi gelisah. Mereka pun mencari tahu apa yang terjadi pada si pemuda. Kerabatnya bilang, tendi atau rohnya telah diambil roh halus. Keluarga pun mencari orang pintar untuk penyembuhan yang mereka panggil guru nambari. Jasa Tarigan, ialah seorang guru nambari yang dipanggil. Sejak umur 15 tahun ia sudah menerima kelebihan untuk dapat berkomunikasi dengan roh halus, hingga bisa menyembuhkan orang sakit akibat roh halus. Melihat keadaan pemuda itu Jasa membenarkan bahwa tendi si pemuda tidak berada dalam raganya lagi. Keluarga pun disuruh mengumpulkan sebelas macam daun-daun di hutan, disebut bulung-bulung si melias gelar. Dedaunan itu dimasukkan dalam keranjang dan dililitkan kain putih, lalu diletakkan di

atas kepala yang sakit. “Tak boleh kurang satu jenis pun. Harus lengkap semua,” tegas Jasa. Saat diletakkan di atas kepala si pemuda, keranjang itu bergetar kuat. Itu menandakan tendi pemuda memang diambil. Saat semua yakin, ritual penyembuhan dilaksanakan. Ada dua pilihan, ngaleng tendi atau raleng tendi. Raleng tendi dilakukan dengan mengajak ba­­nyak­ orang, semua sanak saudara hingga masyarakat kampung. Sedangkan ngaleng tendi hanya disaksikan dan dilakukan oleh keluarga dan kerabat yang sakit. Untuk melakukan ritual ngalen tendi, harus dicari hari baik berdasarkan kalender Karo. Saat sudah ditemukan, maka ritual di mulai. Ritual pertama yaitu erpangil pulau atau menyucikan tubuh si pemuda menggunakan tujuh macam jeruk. Ini dilakukan siang hari dengan membasuh air jeruk ke kepala oleh nambari. Setelah selesai dan dibawa pulang, malam harinya ada ritual puncak. Di sini, roh asli pemuda akan dikembalikan dalam tubuhnya. Guru nambari berfungsi sebagai media perantara antara roh halus dengan keluarga pemuda yang menginginkan kesembuhan.

Mulanya ada tarian dan nyanyian yang dilakukan guru nambari untuk memanggil tendi yang tertahan. Dimulai dari tari-tarian karo yang diiringi oleh alat musik tradisional Karo yang terbuat dari bambu. Balobat, keteng-keteng, mangkok. Orang yang memainkan alat musik pengiring pun bukan sembarangan, harus yang mengerti ritual tersebut. Saat menari, guru nambari menggunakan sarin teneng, kain hitam khas Karo. Juga disiapkan beberapa perlengkapan ritual, dari kemenyan yang digunakan untuk memanggil roh halus, hingga beras yang dimasukan dalam keranjang. Ritual pun dimulai. “Mari-mari. Mari kam kurumah tendi”. (Wahai roh, kembalilah ke tempat asalmu). Itulah sebait nyanyian yang digunakan untuk memanggil roh yang ditahan. Nyanyian dan tarian akan terus berlangsung hingga roh benar-benar terpanggil. “Kadang bisa sampai dua jam. Tergantung kepandaian si dukun itu memanggilnya,” terang Jasa. Jika roh sudah terpanggil, roh akan merasuki tubuh guru nambari. Saat itulah roh halus akan bicara dengan pihak keluarga si pemuda. Ia akan menjelaskan penyebab masuknya ia pada tubuh manusia. Lalu, pihak keluarga akan meminta roh halus untuk mengembalikan rohnya. Mereka berunding, ada nasihat-nasihat yang diberikan oleh roh halus, misal agar tidak buang air kecil sembarangan atau mengotori tempat-tempat yang ternyata huniannya. Setelah kedua belah pihak selesai berdiskusi, maka dengan segera akan kembali lah tendi si pemuda. Selama ritual, ia hanya duduk menyaksikan seper­ ti orang linglung. Meski dalam keadaan kesurupan, guru nambari masih bisa mengontrol diri hingga roh halus keluar dari tubuhnya. Tendi pemuda telah kembali, semua ritual pengembalian telah dilaksanakan. Si pemuda pun kembali sehat. Menurut Jasa, kunci dari penyembuhan ini adalah keyakinan. Saat seseorang atau keluarga yakin bahwa dengan melakukan ini akan menyembuhkan maka ia bisa sembuh. Dilestarikan Jadi Seni Tari Perikutan Tarigan, Ketua Lembaga Kesenian sekaligus dosen Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menjelaskan ngaleng tendi kini semakin ditinggalkan masyarakat Karo. Pasalnya, ngaleng tendi dianggap tidak sesuai lagi dengan ajaran agama dan rasional masyarakat. Perkembangan dunia medis turut menyebabkan ritual ini semakin langka. Ditambah lagi, orang yang sakit mulai jarang terutama yang kehilangan tendi. Jasa sepakat dengan hal tersebut. Saat ini sudah mulai jarang ada orang yang meminta tolong untuk dibuatkan ritual ngaleng tendi. Kalau pun ada, ritual tersebut diadakan diam-diam karena takut dianggap primitif. Bahkan pernah didakan hanya berdua antara guru nambari dan si pasien yang kehilangan tendi. “Malu sama tetangga katanya,” ujar Jasa. Menyiasati hilangnya tradisi unik ini, kreasi ta­rian yang dilakukan oleh dukun ngaleng tendi pun diciptakan. Beberapa sanggar mulai mengkreasikan dan menampilkan tarian ini dalam pementasan seni tradisional Karo. Perikuten menjelaskan, dukun adalah tokoh utama dalam tarian ngaleng tendi. Sisanya hanya pengiring dan pemain musik yang jumlahnya bisa berapa saja. Alat-alat yang digunakan pun tidak sama persis seperti yang digunakan dukun asli. Hanya beberapa bahan seperti bunga-bungaan, agar mirip dengan sesajian untuk ritual. Tak ada unsur mistis dalam tarian, murni hanya seni. “Kita bukan mau mengajak orang percaya dengan ritual ngaleng tendi, kita hanya mau memperlihatkan seni melalui tarian si dukun,” pungkas Perikuten.


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

B

riset 19

Efektivitas Dan Efisiensi Bus Kampus Bagi Mahasiswa

us kampus sudah beroperasi sejak awal Maret lalu, bertujuan untuk menunjang aktivitas perkuliahan mahasiswa di kampus. Saat ini ada dua bus yang beroperasi tiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.00. Namun, apakah sebagian besar mahasiswa sudah memanfaatkannya? Sudahkah manfaat bus kampus seefektif dan seefisien yang

diharapkan? Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 387 mahasiswa USU, di mana sampel diambil secara accidental 足dengan mempertimbangkan proporsio足 nalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan sampling error 5 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (Litbang)

1. Pernah atau tidak pernahkah Anda memanfaatkan layanan bus kampus? a. Pernah (65,40%) b. Tidak pernah (34,60%)

65,40%

2. Seberapa sering kira-kira Anda memanfaatkan layanan bus kampus dalam seminggu? a. Setiap hari (6,70%) b. 1-3 Kali (17,80%) c. 3-5 Kali (08,30%) d. Tidak tentu (67,20%)

67,20%

3. Apakah saran Anda untuk peningkatan layanan bus kampus? a. Penambahan jumlah bus (66,00%) b. Penyelesaian halte bus (23,3%) c. Penambahan rute bus (09,1%) d. Lainnya (01,6%) (Jangan ada yang berdiri di dalam bus, tidak terlalu lama menunggu, ada pegangan tangan di dalam bus)

66,00%

4.Tuliskan keluhan atau masukan terhadap layanan a. Bus terasa sempit/penuh b. Bus lama datang c. Sering tidak mendapat bangku d. Pengap dan sesak dalam bus e. Jumlah bus tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa f. Tingkatkan fasilitas halte g. Tambahkan jumlah halte h. Tidak jawab

bus kampus? (13,90%) (26,70%) (14,20% ) (04,90% ) (03,70% ) (25,80%) (05,40% ) (05,40% )

26,70%

FOTO-FOTO: SUARA USU/BERBAGAI SUMBER


20 resensi

SUARA USU, EDISI 93, Mei 2013

Kala Mencuri adalah Kesenangan

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Judul: Arsene Lupin Penulis: Edgar Jepson dan Maurice Leblanc Penerbit: Bukune Tahun Terbit: 2011 Jumlah Halaman: 306 halaman Harga: Rp 57.000,Kombinasi antara petualangan, kisah cinta, dan ragam taktik. Buku ini menyajikan sisi baik dari pekerjaan “mencuri”. Tanpa kekerasan apalagi pembunuhan. Mezbah Simanjuntak

A

rsene Lupin merupa­ kan buku keempat dari seorang novelis Prancis dan penulis cerita pendek Maurice Leblanc. Ia terkenal sebagai pencipta Gentleman Thief dan Detektif Arsene Lu-

pin, tak jarang juga ia disandingkan dengan­ penulis Prancis seperti Arthur Conan Doyle’s dengan karya-karya terkenalnya yaitu Sherlock Holmes. Karya Maurice sebelumnya yaitu The Extraordinary Adventures of Arsene Lupin : Gentleman Burglar, 813, The Crystal Stopper, kemudian Arsene Lupin. Buku itu semuanya bercerita

tentang Lupin sebagai tokoh utamanya. Namun, bukan merupakan cerita trilogi. Bagi penggemar komik Detektif Conan pasti mengenal sosok Kid si pencuri. Pencuri tampan yang sering terlihat memakai jas, topi tinggi, dan kacamata berlensa satu. Ia selalu menantang polisi ­dengan mengirimkan surat sebelum dia bertindak. Setelah sukses melaksanakan aksinya, ia selalu meninggalkan kartu bertanda tangan untuk mengejek para korban dan penegak hukum. Karakter Kid ini terinspirasi dari tokoh fiktif si Arsene Lupin. Pada buku ini, Arsene Lupin menantang sang jutawan dan bangsawan M Gournay Martin dengan cara mengiriminya surat peringatan bahwa ia akan mencuri mahkota Princese de Lamballe, harta paling berharga milik jutawan yang berada di rumahnya yang berada di Paris. Awal cerita buku ini diawali ­deng­an­ Mademoiselle Germaine yang te­ngah sibuk memerintah pem­bantunya Sonia untuk menyelesaikan undangan pernikahannya. M Germaine akan melaksanakan pernikahannya di Paris dengan tunangannya Duke Charmerace. Namun, saat orang sibuk mempersiapkan pernikahan, sepucuk surat datang dan membuat semua orang terkejut. Itu surat dari Lupin yang berisi bahwa ia akan mengambil lukisan dan mahkota berharga milik seorang jutawan M Gournay Martin di rumahnya Paris dini hari esok. Tak kehabisan akal, M Gournay Martin mengontak detektif kenamaan Prancis yang sangat obsesi ingin menangkap Lupin, dia adalah Guerchard. Detektif ini telah lama memburu Lupin selama sepuluh tahun, namun selama itu pula ia tak berhasil menangkap Lupin. Sehingga Guerchaed sangat memahami Lupin seperti memahami dirinya sendiri. Satu titik kelemahan Lupin menurut Guerchaed adalah bahwa Lupin sa­ ngat lemah terhadap wanita cantik. Saat Guerchard menghampiri rumah jutawan M Gournay, ternyata Lupin telah berhasil mencuri lukisan dan barang berharga milik Giurnay. Namun, mahkota paling berharga Princese de Lamballe belum berhasil ia curi. Saat itu juga telegram dari Lupin masuk dan mengatakan bahwa ia akan kembali untuk mengambil mahkota tersebut saat tengah malam. Persiapan dan segala teknik telah dipersiapkan untuk menghentikan aksi Lupin. Perburuan pun di mulai saat itu. Sosok Arsene Lupin digambarkan sangat unik, mirip dengan Robin Hood yang hanya mencuri dari orang kaya dan membagi hasilnya untuk orang miskin. Bagi Lupin, mencuri adalah kesenangan. Bukan untuk mencari kekayaan, ia sangat baik karena tiap melakukan aksinya ia tidak pernah melakukan pembunuhan kepada para sasaran pencuriannya. Tetapi ia sangat benci pada kekalah­ an. Dalam buku ini, pembaca akan menemukan sisi roman yang cukup besar porsinya. Sisi kemanusiaan Lupin terlihat ketika ia dalam keadaan terdesak, misalnya mengi-

kuti emosi dan perasaan terhadap wanita yang ia cintai. Seperti saat ia harus menentukan memilih di antara dua pilihan yaitu harus memberikan kembali barang-barang yang telah dicurinya atau melihat gadis yang ia cintai mendekam di dalam penjara. Dari sisi ini juga lah sosok Lupin terlihat begitu sempurna. Tidak hanya cerdas dalam hal pencurian dengan ide-ide dan trik yang sulit untuk di mengerti, tetapi juga pencuri yang memiliki kemampuan bela diri yang tinggi. Walaupun saat-saat terakhir ia hampir tertangkap namun berkat kemampuan fisiknya ia berhasil lolos dari cengkeraman polisi yang mengejarnya. Namun, sering ditemukan tulisan atau huruf yang salah dalam buku ini, seperti kata bingung menjadi binggung.­ Selain itu, alur buku ini juga lambat dan banyak deskripsi yang sulit untuk dipahami maknanya. Penulis seringkali mendeskripsikan kegiatan, sikap dan keadaan sekitar satu tokoh, namun deskripsi yang digunakan susah untuk dipahami. Contohnya pada bab 1, “Sinar matahari bulan September menerobos ruang-ruang besar dari Chateau tua milik Duke dan memancarkan cahaya kelembutan pada tanah reruntuhan tua itu, ada lagi warna porselen langka dan ukiran-ukiran mewah lemari khas Oriental dan Renaisans, membaur dengan warna-warna lukisan, hiasan dinding, dan hamparan permadani Persia yang terbentang di atas lantai mengkilap, seakan memenuhi ruangan dengan kilauan kaya warna.” Deskripsi di atas dapat membuat pembaca bingung tentang objek apa yang ingin diterangkan penulis dari suasana tersebut. Selain itu, karena latar tempat dalam buku ini adalah Prancis, maka nama-nama tokoh yang digunakan cukup sulit diingat, seperti nama Sonia pembantu M germaine, ada dalam beberapa sebutan mereka di Prancis menjadi Mademoiselle Kritchnof. Terlepas dari itu semua, cara penulisan yang ringan dan jenaka dapat meningkatkan rasa penasaran pembaca untuk mengetahui akhir dari cerita Lupin. Meskipun tidak membaca serial Lupin yang lain, pembaca tapi tetap bisa memahami buku ini secara kese­ luruhan, tidak menimbulkan kebi­ ngungan. Tapi tidak bisa juga dengan mudah mengambil satu kesimpulan mengenai karakter si pencuri satu ini, apakah dia selalu menggunakan cara yang sama di tiap buku dan tiap kasus yang ada.

Bagi Lupin, mencuri adalah kesenangan. Bukan untuk mencari kekayaan, ia sangat baik karena tiap melakukan aksinya ia tidak pernah melakukan pembunuhan kepada para sasaran pencuriannya


SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013


momentum 23

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

SUARAUSU.CO 22 April 2013

11 April 2013

Dekan FE Resmi Dilantik Setelah lebih dari enam bulan jabatan Dekan Fakultas Ekonomi (FE) dialihkan pada Pelaksana Tugas (Plt) Dekan FE Arifin Lubis, akhirnya Rektor Prof Syahril Pasaribu resmi melantik Prof Azhar Maksum sebagai Dekan FE periode 2013-2015, Kamis (11/4). Prof Azhar Maksum menambahkan, sebelum dilantik ia telah menjalani proses penyaringan bersama sembilan calon dekan lainnya. Proses penyaringan tersebut dilakukan sejak bulan Desember tahun lalu. “Baru Rabu (10/4) kemarin saya dipanggil untuk dilantik hari ini,” tambah Prof Azhar. (Apriani Novitasari) 22 April 2013

Lab FMIPA Kurang Alat dan Bahan Praktikum Laboratorium (Lab) Fakultas Matematika dan Ilmu Penge­ tahuan Alam (FMIPA) kekurangan peralatan dan bahan praktikum. Koordinator Laboratorium Kimia Anorganik, Nimpan Bangun menyatakan lab FMIPA masih jauh dari kategori ideal. Pasalnya dari segi fasilitas masih banyak yang belum dipenuhi. “Kita selalu memaksimalkan yang ada, walau jauh dari ideal,” tambah Nimpan Bangun, Senin (22/4). Pembantu Dekan (PD) III, Kerista Sebayang membenarkan lab FMIPA tidak pernah mengalami penambahan alat-alat lab dengan skala besar sejak tahun 1973. Terhitung tahun tersebut, tidak pernah ada penambahan dan peremajaan menyeluruh terhadap peralatan lab di empat departemen tersebut. (Ridho Nopriansyah)

24 April 2013

Bedah Buku ‘Dapur Media’

PD I FF Harapkan UKT Perlancar KBK Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Farmasi (FF) Prof Julia Reveny menjelaskan pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dicanangkan penerapannya oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) diharapkan dapat memperlancar penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). “Kalau UKT kan akan ada kenaikan uang kuliah yang berarti materi yang dibutuhkan dalam penerapan KBK dapat terpenuhi,” ujar Julia. FF sendiri belum menerapkan KBK sepenuhnya. Masih tahap kurikulum yang telah ditetapkan kompetensi yang dituju yaitu KBK. (Amalia Wilianni) 1 Mei 2013

FMN Tuntut UKT Dicabut Front Mahasiswa Nasional (FMN) yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat-Tertindas (FPR-T) melakukan aksi unjuk rasa dan turun ke jalan menuntut dicabutnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Rabu (1/5). UKT tersebut ditentang karena dianggap sebagai simbol liberalisasi pendidikan. Aksi unjuk rasa dan turun ke jalan yang dilakukan FPR-T dilakukan dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional. Aksi dimulai dari Bundar­an Sinar Indonesia Baru (SIB), kemudian melakukan long march menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera utara dan berakhir di Kantor Gubsu. (Lazuardi Pratama) 1 Mei 2013

Demo Buruh

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Diskusi sekaligus Launching dan Bedah Buku Dapur Media di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) USU, Rabu (24/4). Kegiatan tersebut menghadirkan Basil Triharyanto dari Yayasan Pantau, Pemimpin Redaksi Sumatera & Beyond Tikwan Raya Siregar dan Analis Media dari Kippas J Anto sebagai pembicara. Para peserta yang hadir berasal dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), universitas, media dan organisasi.

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

Ratusan demonstran yang terdiri dari berbagai organisasi buruh, petani, dan mahasiswa melakukan demonstrasi de­ ngan dikawal ketat oleh kepolisian di depan kantor Gubernur Sumatera Utara, Rabu (1/5). Demo ini dilakukan untuk memperingati hari Buruh Internasional.


24 profil Audira Ainindya

W

aktu Sekolah Mene­ ngah Pertama (SMP), Terip senang me­ merhatikan ayahnya bekerja di bengkel samping rumah mereka. Suatu hari ayahnya dititipi sebuah traktor rusak milik pelanggan untuk diperbaiki. Anak-anak kecil di sekitar rumah berdatangan. Sang Ayah memperkenalkan komponen dan mengajarkan anakanak itu cara memperbaiki traktor. Bahkan setelah traktor itu dalam kondisi baik, ayahnya mengajak anak-anak itu keliling desa dengan traktor. Semua anak-anak diajak berkeliling kecuali Terip. Terip kecewa akan hal itu, “Saat itu saya benar-benar kesal sama ayah,” ungkapnya. Namun, itu dilakukan ayahnya karena takut ia tertarik untuk memperbaiki alat-alat yang rusak, dan akan meninggalkan sekolah. Padahal, ayahnya ingin ia meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sejak saat itu, Terip ingin membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa membuka bengkel. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kaban Jahe, Terip bekerja di sebuah bengkel untuk belajar memperbaiki alat-alat elektronik dan mesin yang rusak. Di sam­ ping itu, ia juga menjadi tukang angkat sayur. “Setiap Senin sampai Rabu saya mengangkat sayur di pasar untuk membeli alat-alat untuk bengkel saya nanti,” ujarnya. Saat itulah Terip mulai melirik pertanian. Kemudian, ia bisa membuka bengkel dan tak pernah meminta uang dari orang tuanya lagi. Saat duduk di bangku kuliah Terip putuskan melanjutkannya di USU dan memilih menyelesaikan S-1 di program studi Teknologi Hasil Pertanian, sekarang Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian (FP). Sambil kuliah, Terip membuka bengkel di rumah kontrakannya di Sumber. Namun, ia tetap serius pada kuliahnya. Buktinya, usai lulus kuliah ia diterima sebagai dosen di USU pada 1986. Saat itu, ia mulai mencoba menciptakan dan mengembangkan alat teknologi tepat guna. Tak sampai disitu, ia tertarik untuk membangun suatu unit kegiatan dan penelitian tentang teknologi di Inkubator Bisnis dan Teknologi – ”CIKAL USU” (Ciptakan Industri Kecil Andalan Universitas Sumatera Utara). Ia menjabat sebagai Kepala Divisi Teknologi dan

SUARA USU, EDISI 93, MEI 2013

Ir. Terip Karo-Karo

Berguna Demi Teknologi Tepat Guna Rekayasa. Di CIKAL, ia membuat penelitian Lomba Karya Inovasi Teknologi (INOTEK) untuk Unit Kecil Menengah (UKM) bekerja sama dengan BUMN dan Dinas bahkan didukung oleh Gubernur Sumatera Utara (Sumut). Hari Sabarno yang kala itu masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri datang menghampiri dan memuji semangat orang di Sumut. Akhirnya sejak 2007 sampai sekarang, lomba itu menjadi ajang tahunan yang terus berlanjut.

Dari kecintaannya pada teknologi, ia berhasil menepatkan alat-alat teknologi yang berguna bagi banyak kalangan. Hanyalah sebuah teknologi sederhana namun keunggulannya tidak ada ditemui di mana-mana.

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Biodata Nama: Ir. Terip Karo-Karo, M.S. Tempat, tanggal lahir: Munthe, 27 Januari 1960 Pendidikan: SD Negeri 1 Munthe (1966-1972) SMP Negeri Munthe (1972-1975) SMA Negeri Kaban Jahe (1975-1979) S1 Teknologi Hasil Pertanian USU (1979-1984) S2 Ilmu dan Teknologi Pangan UGM (1987- 1989) S3 Ilmu Kimia USU (sekarang) Penghargaan: Inovator Kegiatan Gelar Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional Oleh Menteri Dalam Negeri (2000) Engineering Adhikara Rekayasa Individu oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Award (2010) sebagai inovator Penghargaan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (2012) Penghargaan oleh Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia sebagai salah satu dari 104 Inovasi Indonesia Prospektif (2012) Penghargaan oleh Gubernur Sumatera Utara sebagai ketua penilai Jambore Teknologi Tepat Guna (TTG) Kader Pos Pelayanan Teknologi (Posyantek) XII Tingkat Provinsi Sumatera Utara (2012)

*** Ratusan juta lebih telah ia habiskan demi menciptakan alat-alat teknologi tepat guna. Ada yang berhasil dan gagal. Misalnya untuk menciptakan inovasi keripik cempedak, ia telah rugi Rp 100 juta. Itu hal yang biasa baginya. “Kan masih banyak inovasi lainnya, yang penting coba dulu,” ungkap Terip. Terip telah menciptakan 12 alat teknologi tepat guna dan memodifikasi 141 alat lainnya menjadi lebih praktis dan sederhana. Alat-alat yang Terip ciptakan berlandaskan pada kebututuh­an masyarakat. Sebuah teknologi sederhana yang keunggulannya tidak ada ditemui di mana-mana, seperti alat pengupas pinang muda. Awalnya ia melihat para petani pinang yang mengupasi pinang sangat banyak dan menghabiskan waktu yang lama. Selama dua tahun penelitian, ia membuat alat pengupas pinang muda yang akhirnya dianugerahi sebagai salah satu 104 Inovasi Indonesia Prospektif 2012 oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia tahun lalu. “Alat-alat saya tidak dilihat dari seberapa canggih teknologinya tetapi seberapa besar manfaatnya bagi orang lain,” katanya. Walaupun dikenal sebagai inovator dan modifikator alat-alat teknologi tepat guna, Terip tetap menjadi sosok pengajar yang baik bagi mahasiswa­ nya di ITP FP. Desi Lian Sari Simanjuntak, mahasiswi bimbingan skripsinya, mendeskripsikan Terip sebagai dosen yang disiplin dan tegas. “Meskipun sibuk, Pak Terip tak pernah ngelama-lamain urusan mahasiswa yang mau tamat,” ujar Desi. “Dia sosok dosen yang pro mahasiswa,” tutupnya. IKLAN


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.