Snt22062015

Page 1

HARIAN UNTUK UMUM TERBIT SEJAK 1 MARET 2004 LANGGANAN LOMBOK Rp.75.000 SUMBAWA Rp.80.000 ECERAN Rp 4.500 Online :http://www.suarantb.co.id

SUARA NTB

20 HALAMAN NOMOR 90 TAHUN KE 11

E-mail: hariansuarantb@gmail.co.id

Pengemban Pengamal Pancasila

SENIN, 22 JUNI 2015

TELEPON: Iklan/Redaksi/Sirkulasi (0370) 639543 Facsimile: (0370) 628257

Dampak Kekeringan

Petani Loteng Bagian Selatan Mulai Kesulitan Air

(Suara NTB/kir)

SEDOT AIR - Petani asal Desa Pengengat Pujut Lombok Tengah (Loteng) tengah menyedot air untuk selanjutnya, air tersebut digunakan menyiram tanaman dilahan pertanian setempat.

Praya (Suara NTB) Dampak kekeringan yang melanda wilayah Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) mulai dirasakan para petani. Khususnya para petani di kawasan Loteng bagian selatan, kini mulai kesulitan untuk memperoleh air baku untuk kebutuhan pertanian. Pantauan Suara NTB di sejumlah desa di wilayah Pujut, Sabtu (20/6) menunjukkan, lahan-lahan pertanian mulai mengering. Sejumlah embung yang ada di wilayah tersebut, kondisi debit airnya sudah jauh menurun. Begitu pula sungai yang ada, juga sudah mengalami hal serupa karena dalam beberapa pecan terakhir hujan tidak turun. Di satu sisi, sebagian besar lahan pertanian yang ada di wilayah Loteng bagian selatan, hanya mengandalkan hujan sebagai sumber pemenuhan air baku untuk bertani. Karena memang tercatat sebagai lahan tadah hujan. Jaringan irigasi juga belum masuk. ‘’Praktis kita hanya mengandalkan hujan untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk bertani,’’ ujar salah satu petani asal Desa Pengengat, Pujut. Untuk bisa tetap bertani, lanjutnya, petani mau tidak mau harus memutar otak un-

tuk bisa memperoleh air baku. Untuk bisa mengairi lahan pertanian atau paling tidak sekadar bisa menyiram tanamannya. ‘’Salah satunya dengan cara memompa air dari sumber air yang masih tersedia, menggunakan mesin pompa air. Seperti dari sungai ataupun embung-embung yang masih ada airnya,’’ terangnya. Konsekuensi dari pilihan ini, petani harus mengeluarkan biaya lebih. Untuk menyewa mesin pompa air serta operasional mesin selama berkerja. Sehingga kalau dibandingkan pada kondisi normal, biaya yang harus dikeluarkan petani dua kali lipat. ‘’Kita mau bagaimana lagi. Kondisinya memang seperti ini,’’ tambahnya. Padahal petani sudah tidak menanam padi lagi. Ada yang menanam palawija. Ada pula yang menanam tembakau. Tapi tetap saja butuh air baku untuk mengairi tanaman. Di satu sisi, mengharapkan hujan sudah tidak mungkin. Kalaupun ada, itu hanya sesekali saja. Para petani pun mengaku, mau tidak mau harus tetap bertani. Karena memang itu sudah menjadi lapangan pekerjan. Walaupun sampai harus mengeluarkan biaya besar. Bersambung ke hal 19

Kelola Dana Desa

SDM Lemah Bisa Berujung Petaka Memasuki tahun 2015 ini, pascaberlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas PP 43 tahun 2014 tentang transfer dana pusat ke desa akan memberi berkah pada desa. Akan tetapi, kemampuan desa masih menjadi tanda tanya besar. Mampukah desa-desa ini mengelola anggaran yang nilainya demikian besar?

TO K O H

No.

Risiko Komoditas Politik WAKIL Ketua DPD RI, Prof. Dr. Farouk Muhammad, yang juga merupakan tokoh yang berperan penting dalam lahirnya undang-undang desa tersebut menegaskan, Bersambung ke hal 19

(Suara NTB/ist)

Farouk Muhammad

KO M E N TTAA R Penerapan Sanksi Represif GUBERNUR NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi telah meminta Satpol PP dan BKD untuk lebih represif terhadap PNS yang indisipliner. Bersambung ke hal 19

Kades Khawatir Regulasi yang Belum Siap (Suara NTB/dok)

H. Muh. Suruji

DANA desa ibarat dua mata pisau bagi para kepala desa (kades). Jika dipaksakan tanpa kesiapan perangkat regulasi, hajatan pembangunan di desa tak tercapai. Sisi yang lain, jika dana tidak dikelola dengan baik, menjadi ancaman penjara bagi para kades. Kini, beragam persoalan membelit. Di Lombok Barat Peraturan Desa (Perdes) belum terbit, Lombok Utara diwarnai protes, Lombok Tengah kebingungan karena banyaknya aturan. Sadar atau tidak,

besarnya dana, kurang siapnya regulasi daerah, keterbatasan SDM, membuat dana ini rawan dikorupsi. Berlakunya Undang - Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desamembuatposisidesasangatistimewa.Inidibuktikandengan besarnya kucuran dana pemerintah pusat tahun 2015, mencapai Rp 20,7 triliun untuk tahap pertama. Di NTB, total dana untuk 995 desa sebesar Rp 301,797 miliar lebih. (lihat tabel). Bersambung ke hal 19

DI Kabupaten Lotim terdapat 239 desa. Seluruh desa ini dalam daftar Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) mendapat alokasi dana yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Total dana transfer pusat saja mencapai Rp 73 miliar lebih. Ditambah lagi dari APBD Kabupaten Lotim mencapai Rp 116 miliar. Dari akumulasi dana untuk desa tersebut, masing-masing desa bahkan sudah nyaris menembus angka Rp 1 miliar. Lotim di bawah kepemimpinan Bupati H.Muh.Ali Bin Dachlan ini terbilang sebagai kabupaten paling berani mengambil kebijakan untuk menggelontorkan dana besar untuk desa. Meski pusat sendiri diketahui terkesan ragu memenuhi janjinya Rp 1 miliar tiap desa. Masih lemahnya sumberdaya aparatur di desa ini disadari jajaran Pemkab Lotim. Karenanya, agar masing-masing desa tidak salah dalam penggunaan anggaran. Dilahirkanlah Petunjuk Teknis Operasional (PTO) yang secara teknis mengatur tata kelola penggunaan anggaran desa. Menurut Kepala BPMPD, H. Syamsuddin, PTO ini semata untuk membantu desa dalam penyusunan anggaran desa yang lebih terarah. Petunjuk teknis penggunaanAlolasi Dana Desa itu tiap tahun dikeluarkan Pemkab Lotim. Meski demikian, masih ada saja desa yang salah dalam penggunaan anggarannya. Fakta itu membuat acap kali di sejumlah desa di Kabupaten Lotim menimbulkan gejolak sosial di tengah masyarakat. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari), Feffry Lokopessy beberapa waktu lalu kepada Suara NTB mengatakan, cukup banyak pengaduan dari masyarakat tentang dugaan praktik tindak pidana korupsi yang dilakukan di tingkat desa. Bersambung ke hal 19

Pemberantasan Korupsi 04.56

05.06

12.19

15.39

18.07

19.23

Menanti Gebrakan Kajati dan Kapolda NTB yang Baru Dalam waktu yang hampir bersamaan, dua petinggi aparat penegak hukum (APH) meninggalkan NTB. Terhadap para pejabat yang didapuk sebagai penggantinya, ada setumpuk harapan, kepada Kapolda NTB, Brigjen.Pol. Umar Septono, SH,MH dan Kajati NTB, Martono, SH, MH. Sebab, lembaga mereka menjadi episentrum publik dalam hal penegakan hukum, utamanya terkait pemberantasan korupsi. Tidak sekadar hadir sebagai batu loncatan untuk misi syarat formal jabatan berikutnya.

BELUM ada yang luar biasa. Ungkapan ini untuk menilai kinerja aparat penegak hukum beberapa tahun terakhir, terkait pemberantasan korupsi. Tidak berarti memandang sebelah mata dengan raihan kinerja selama ini. Tapi yang terjadi selama ini, baik Kejaksaan maupun Kepolisian hanya menjalani rutinitas. Dalam kasus tindak pidana korupsi yang diusut misalnya, mereka hanya mu-

lai dari penyelidikan, penyidikan, lanjut ke tahap penuntutan. “Jadi belum ada yang luar biasa menurut kami,” kata Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, Lalu Ahyar Supriadi, SH. Dalam hal penanganan perkara, sejauh ini belum ada kasus kakap yang ditangani Kejaksaan maupun Kepolisian. Meski pun perkara korupsi tidak memandang nilai

kerugian negara, tapi tetap saja ekspektasi publik terhadap dua lembaga ini berharap banyak dari gebrakan pejabat baru Polda NTB dan Kejati NTB. Yang baru terlihat, ketika pengungkapan kasus Labuhan Haji,Lombok Timur. Dimana Kejaksaan Tinggi NTB ketika itu menyita uang yang disebut kerugian negara mencapai Rp 8,9 miliar, Bersambung ke hal 19


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.