Photo Story "Jejak Tradisi Kopi & Tembakau"

Page 1


SUASANA WARUNG KOPI

Tak hanya masyarakat Desa Bolorejo, banyak juga masyarakat dari berbagai wilayah Tulungagung yang datang untuk menikmati cita rasa kopi ijo dan suasana hangat penuh keakraban.

Di Desa Bolorejo, terdapat beberapa warung kopi pelopor nyethe, yaitu Warung Kopi Waris, Warung Kopi Maktin, dan Warung Kopi Sutris.

Ketiga warung ini letaknya berdekatan dan saling bertetangga, membentuk semacam sentra kopi tradisional yang hidup hingga kini. Di antara ketiganya, Warkop Waris adalah yang paling awal berdiri, sejak tahun 1978 dan masih bertahan serta melayani pelanggannya sampai sekarang.

o

s e s pembuatan

SUASANA DAPUR PENGOLAHAN KOPI IJO.
Ruang penyimpanan biji kopi Robusta BB, yang siap untuk di sangrai.

Selama ini banyak pelanggan maupun masyarakat yang beranggapan bahwa kopi ijo digiling bersamaan dengan kacang ijo. Namun, anggapan tersebut tidak benar.

Faktanya kopi ijo dibuat menggunakan 100% biji kopi murni, Robusta berjenis BB tanpa campuran bahan lain.

Salah satu jenis kopi yang dikenal dengan ukuran bijinya yang lebih kecil dibandingkan jenis lain, memiliki warna hijau keabuan.

BIJI KOPI ROBUSTA ‘BB
Ibu Sumiati 45 tahun, pekerja penyangrai kopi ijo

PENYANGRAIAN.

Pada tahap penyangraian dilakukan selama kurang lebih 30 menit sampai satu jam, hingga biji kopi matangnya pas. Proses ini dilakukan dengan hati hati, karena jika biji kopi disangrai terlalu lama, maka akan berubah menjadi kopi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan ketelitian dan pengalaman dari para pekerja agar hasil sangrai tetap menjadi kopi ijo yang khas.

PROSES PENYANGRAIAN.

Penyangraian dilakukan secara manual, menggunakan tungku api tradisional.

Proses penyangraian dimulai dari biji kopi mentah hingga mencapai tingkat kematangan yang diinginkan. Selama proses ini, biji kopi terus dibolak-balik secara manual agar kematangan merata.

Setelah mencapai kematangan yang sempurna, biji kopi segera diangkat dari tungku api untuk mencegah proses sangrai berlebihan (over-roasting), sehingga biji kopi ijo bisa berubah menjadi terlalu gelap atau hangus.

Langkah ini penting untuk mempertahankan karakter rasa kopi ijo yang khas dan juga menjaga kualitas kopi.

SETELAH PENYANGRAIAN

Biji kopi dimasukkan ke dalam karung untuk dilanjut ke proses penggilingan.

PROSES PENGGILINGAN

Biji kopi digiling sebanyak dua kali untuk menghasilkan tekstur halus.

Biji kopi yang telah digiling sebanyak dua kali di masukkan kedalam karung bersih, untuk dilanjut ke proses pendinginan.

PROSES PENDINGINAN BUBUK KOPI.

Bubuk kopi ijo yang telah selesai digiling kemudian melalui proses pendinginan, yakni didiamkan selama 24 jam. Setelah proses ini selesai, kopi ijo siap dikemas, dipasarkan, dan disajikan kepada konsumen.

PELANGGAN MEMESAN

Pelanggan dapat memesan kopi ijo sesuai selera mereka dengan atau tanpa gula, ditambah susu atau tidak, serta disajikan dalam cangkir atau gelas, sesuai keinginan.

PELANGGAN
PENYAJIAN KOPI IJO.
PENYAJIAN KOPI IJO.

Seorang pekerja sedang menakar bubuk kopi ke dalam cangkir-cangkir sebagai persiapan sebelum pelanggan datang, supaya nanti saat ada yang memesan kopi, semuanya sudah siap dan bisa langsung disajikan.

Susu krimer kental manis tidak hanya digunakan untuk menambah rasa pada kopi ijo, tetapi juga membantu agar ampas kopi atau cethe, bisa lebih mudah merekat saat di aplikasikan kebatang rokok.

PENYAJIAN KOPI IJO.

Kopi ijo bukan hanya pelengkap dalam tradisi nyethe masyarakat Tulungagung. Kopi ijo adalah bagian yang tak terpisahkan. Tak hanya karena teksturnya yang halus rasa dan aroma yang khas, tetapi juga karena kopi ini diproduksi langsung oleh tangan-tangan masyarakat Tulungagung sendiri, menjadikannya bagian utuh dari tradisi lokal itu sendiri. Dari biji kopi yang disangrai secara tradisional hingga disajikan di lepek, kopi ijo menjadi pengantar lahirnya nyethe yang hidup hingga hari ini.

Setelah kopi ijo disajikan, masyarakat Tulungagung yang gemar nyethe kebanyakan akan menuangkan kopi ke lepek dan meminumnya perlahan sambil menunggu cethe mengendap, yang kemudian digunakan untuk melukis batang rokok.

Wildan, 28 tahun tampak menikmati momen santainya dengan menyeruput kopi ijo.

Kopi yang telah dipindahkan ke lepek kemudian dikembalikan ke cangkir, lalu cethe dibiarkan sejenak agar kental dan siap digunakan untuk nyethe.

Dalam foto terlihat sekelompok Masyarakat Tulungagung sedang menikmati kopi sambil berbincang santai, membahas keseharian dan cerita kehidupan mereka.

Nyethe umumnya dilakukan sambil menikmati kopi. Masyarakat Tulungagung akan mengoleskan cethe dari lepek ke batang rokok mereka.

Dahulu, proses ini dilakukan dengan tusuk gigi atau lidi untuk membentuk motif batik sesuai keinginan. Namun kini, teknik nyethe menjadi lebih sederhana cukup menggunakan sendok. Penggunaan motif batik pun mulai jarang, kebanyakan hanya berupa motif-blok, dan pemakaian tusuk gigi pun hampir tidak lagi digunakan.

nyethe dengan teknik menge-blok saat ini banyak digunakan karena proses penerapannya cukup sederhana.

Masyarakat Tulungagung yang sedang melakukan kegiatan Nyethe.

Nyethe biasanya tidak dilakukan hanya pada satu atau dua batang rokok, melainkan pada seluruh isi bungkus rokok. Semua batang rokok diberi lapisan cethe.

Setelah cethe mengering, rokok-rokok tersebut bisa langsung dihisap atau disimpan kembali ke dalam bungkusnya untuk dibawa pulang dan dinikmati di lain waktu.

Melakukan nyethe motif batik hanya memakai ujung sendok.

Melakukan nyethe dengan motif batik memakai ujung sendok memang terlihat mudah, namun sebenarnya sangatlah sulit.

Dibutuhkan keahlian untuk memposisikan ujung sendok dengan benar, memutar rokok menggunakan tangan yang memegangnya,dan menakar cethe secara tepat tidak berlebihan agar hasilnya tidak berantakan dan tetap tampak rapi.

NYETHE

Tradisi nyethe juga berkaitan dengan seni batik yang telah berkembang di Tulungagung sejak tahun1940-an, saat daerah ini dikenal sebagai sentra batik, khususnya di kawasan Batik Tulungagung (BTA). Masyarakat pada masa itu terbiasa mencoret batang rokok menggunakan ampas kopi atau cethe sebagai cara untuk mengisi waktu luang, dengan motif yang menyerupai batik.

Setelah proses nyethe, masyarakat Tulungagung menikmatinya dengan santai, sering kali sambil berbincang hangat di warung kopi sebuah tradisi yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

MENIKMATI ROKOK CETHE

Beginilah tradisi nyethe masyarakat Tulungagung, lahir dari secangkir kopi dan tumbuh menjadi tradisi.

PHOTOGRAPHER

Hai, aku

SAMUDRA.

(Moh

Imam Samudra)

Fotografer berusia 23 tahun, lahir di Cirebon, Jawa Barat Sudah lebih dari tiga tahun saya menekuni dunia fotografi.

Saat ini saya berkuliah di Institut Asia Malang. Saya percaya bahwa logika mungkin mampu membawa kita dari titik A ke Z, tapi fotografi dengan imajinasi di dalamnya bisa membawa kita ke mana pun.

Bagi saya Fotografi tidak hanya menangkap gambar, tetapi juga membekukan waktu, menyimpan emosi, merangkai cerita, dan merekam sudut pandang yang kerap luput dari penglihatan manusia.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Photo Story "Jejak Tradisi Kopi & Tembakau" by samudraa - Issuu