SULUH Edisi 4 (11 Desember)

Page 1

Terbit Senin dan K amis

Edisi 4 - 11 Desember 2014

Tentang Perjanjian Warga PENANGGUNG JAWAB Erwin Razak, S.IP REDAKSI Syamsudin, S.Pd, MA AT. Erik Triadi, S.IP ALAMAT REDAKSI Jl. Cendrawasih No. 2 Mejing Lor - Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Telp : 0274-9543879 e-mail : sekret@rumahsuluh.org website : rumahsuluh.org

J

umat 05 Desember 2014, barangkali adalah gurat sejarah bagi jagat politik kita, meski berlangsung di sebuah dusun, yakni dusun Pandes, di desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY. Suatu interaksi melalui pertemuan-pertemuan, diskusi dan obrolan-obrolan, yang diinisiasi Rumah Suluh, telah menyorong ke depan suatu tindakan politik: perjanjian warga. Yakni janji untuk tidak melibatkan uang dalam setiap proses politik, dan suatu janji untuk membangun komunitas dan lingkungannya, atas dasar kebersamaan, sikap saling menghormati, dan bersama-sama menjaga lingkungan. Sebagai sebuah peristiwa, perjanjian tentu bukan hal yang baru. Namun, menyebut perjanjian warga, tentu adalah hal yang unik. Letak uniknya pada konsepsi: warga menyatakan janji. Kepada siapa janji diikrarkan? Kita percaya bahwa janji tersebut, bukan dialamatkan kepada suatu pihak tertentu, di luar dirinya. Janji tersebut adalah pernyataan ke dalam. Suatu ikatan kepada dirinya. Suatu norma yang hendak ditetapkan agar berlaku kepada dirinya sendiri. Jika janji dimaksud adalah suatu pilihan moral untuk tidak membenarkan tindakan yang melibatkan uang dalam setiap proses politik, maka tentu kita dapat

“usus magister est optimus� praktek adalah guru yang terbaik

1


SULUH

mengatakan bahwa pilihan tersebut bukanlah jenis pengikatan yang punya motif ke luar. Oleh sebab pilihan sikap tersebut, apabila dilihat dengan kacamata pragmatism-transaksional, maka pasti tidak membawa keuntungan, mengingat didalamnya memuat pembatasan. Kita menduga bahwa sikap ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap penyimpangan, bermula dari kesempatan yang terbuka. Apa makna yang dapat kita gali dari pilihan tersebut? Pertama, bahwa jika perjanjian tersebut didasarkan kepada suatu kesadaran yang paripurna, tentulah tindakan tersebut merupakan awalan yang sangat fundamental. Mengapa? Oleh karena kita dapat pastikan bahwa ujung dari langkah tersebut adalah suatu tata hidup baru, yang dapat kita katakan sebagai suatu habituasi demokrasi. Sebuah langkah yang memuat koreksi (sebagai hasil dari refleksi atas pengalaman hidup) dan pembiasaan. Kita sadar bahwa apa yang hendak diubah adalah kebiasaan (lama), dan menggantinya dengan kebiasaan baru. Pengalaman banyak inidividu mengatakan bahwa mengubah kebiasaan membutuhkan latihanlatihan kecil, yang bersifat rutin dan penuh dengan disiplin. Kedua, dengan janji tersebut, warga hendak mengatakan kepada siapa saja, pada khususnya pada pihak “luar”, yakni pihak yang berada di luar

2 edisi 4 11 Desember 2014

perjanjian atau pihak dalam yang berusaha untuk ke luar dari skema pernjanjian, bahwa mereka hendak dan telah memulai sesuatu yang baru. Perjanjian tersebut boleh jadi adalah peringatan, namun juga dapat diberi makna sebagai undangan untuk memulai politik baru, yakni tata politik yang tidak melibatkan uang didalam prosesnya. Apa makna bahwa warga tidak ingin melibatkan uang dalam proses politik? Beberapa kemungkinan bisa termuat. Kita hendak menapsirkan bahwa warga hendak menegaskan keberadaan dan posisinya: dalam proses politik, warga adalah “pemilik hajatan”, dan bukan tamu undangan. Hajatan politik, khususnya pemilu, bukan pertama-tama adalah pilihan person yang hendak didudukan dalam jabatan public, melainkan pilihan jalan – memilihan “jalan” yang paling baik yang harus dllalui warga untuk mengubah kehidupannya. Oleh sebab itu, yang ditawarkan kepada warga, bukan bingkisan, uang dan sejenisnya, melainkan “jalan” atau “cara” yang tepat untuk menyelesaikan problem-problem warga. Hal ini bermakna bahwa yang seharusnya ditawarkan adalah jawaban atas masalah-masalah warga. Dan dengan demikian, yang hendak dicari warga adalah solusi atas masalahmasalahnya, dan bukan bingkisan bagi orang per orang. Apakah pandangan ini ada dalam benak kesadaran setiap


SULUH

warga? Bagi kita, letak soal bukan di sana, melainkan pada pertanyaan bagaimana mentransformasi inisiatif yang ada untuk menjadi langkah awal bagi langkah mendasar lainnya, termasuk membangunkan kesadaran rakyat, yang sedemikian rupa sehingga pada dirinya memuat kesadaran bahwa pemilu adalah momentum untuk menentukan piluhan jawaban atas masalah-masalah yang dihadapi rakyat. Oleh sebab itu, yang tergambar di depan adalah: Pertama, segera membawa kembali “perjanjian� tersebut

ke dalam ruang kesadaran warga, untuk dicerna bersama, dan untuk menjadi bahan bagi proses pembangunan kesadaran dan kebiasaan baru. Proses membawa kembali dimaksudkan sebagai proses

untuk menata langkah bersama ke depan. Oleh sebab, roda sejarah tidak akan bergerak dengan sebuah dokumen yang mati. Sejarah bergerak oleh himpunan langkah warga, yang dijalankan dengan penuh kesadaran dan antusiasme. Kedua, segera membawa proses tersebut ke dalam politik formal pemerintahan desa, tentu dengan menjadikan semangat warga sebagai kebijakan, yang bersifat mengikat baik kepada aparat penyelenggara pemerintahan desa, dan tentu bagi siapa saja yang bergerak di arena politik di tingkat desa. Kebijakan desa ini tentu akan menjadi teladan baik. Bukan saja k a r e n a substansinya, akan tetapi k a r e n a prosesnya, yakni sebuah proses dimana kebijakan p o l i t i k mengikuti kehendak warga.

3 edisi 4 11 Desember 2014


SULUH

KPK dan Pemdes Panggungharjo Nobar Film Anti Korupsi Komitmen pada anti korupsi tidak hanya ditunjukkan dengan penyelenggaraan pemerintah yang sesuai dengan tatakelola pemerintah yang baik dan benar, komitmen pada anti korupsi juga ditunjukkan dengan ikut mencegah supaya korupsi tidak terjadi. Disamping itu juga melakukan pendidikan kepada masyarakat desa untuk turut serta mengawasi pemerintahan dan mencegah korupsi. “Peran serta masyarakat sangat besar kontribusinya bagi pencegahan korupsi terutama dapat memberikan laporan tentang kasus korupsi”. Hal ini disampaikan oleh perwakilan KPK RI (Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia) divisi Pendidikan dan Pencegahan, Ibu Irawati, dalam memberikan sambutan sebelum dialog antara KPK dan masyarakat, pada Senin malam, 8 Desember 2014 di Balai Desa Panggungharjo, Sewon,

4 edisi 4 11 Desember 2014

Kabupaten Bantul. Turut memberikan kata sambutan Lurah Panggungharjo, Wahyudi Anggoro pada acara malam itu. Kedatangan KPK ini dalam rangka pemutaran film “Anti Korupsi, Sebelum Pagi Terulang Kembali” di Desa Panggungharjo sebagai rangkaian acara festival anti korupsi yang di pusatkan di Yogyakarta.

Nampak pada acara itu ratusan warga desa Panggungharjo, terlihat antusias datang mengikuti acara dialog dan menonton film yang sedang diputar di bioskop 21.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.