SULUH EDISI 19

Page 1

Terbit Senin Senin dan K amis T

Edisi 19 - 2 Februari 2015

“Saemaul Undong” PENANGGUNG JAWAB Erwin Razak, S.IP

Gerakan Desa Membangun di Korea Selatan (1)

REDAKSI Syamsudin, S.Pd, MA AT. Erik Triadi, S.IP

M

engucapkan kata “desa membangun” sangat mudah disampaikan oleh siapapun. Karena hampir tidak ada Jl. Cendrawasih No. 2 kesulitan baik gramatikal maupun Mejing Lor - Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping konseptual. Terlebih sudah banyak penerbitan buku Kabupaten Sleman maupun dalam bentuk literatur lainnya, yang Daerah Istimewa Yogyakarta membantu dalam menjelaskan keadaan desa di Telp : 0274-9543879 e-mail : sekret@rumahsuluh.org Indonesia. Di ranah ini sebenarnya adalah merupakan website : rumahsuluh.org kabar positif ditengah masih karut marutnya pengaturan desa, walau sudah diterbitkannya undang-undang no 6 tentang desa tahun 2014. Bagi kalangan awam, desa membangun diartikan sebagai membangun sarana fisik dan sarana non fisik yang selama ini memang terabaikan dalam pembangunan nasional di Indonesia. Membangun desa (desa membangun) berarti mengajak warga desa untuk bermimpi sekaligus untuk berusaha secara lokal untuk mewujudkan agar keadaan desa menjadi lebih baik. Consensus facit legem, Litbang kompas, kesesuaian pendapat itulah mengadakan jajak pendapat dan mengatakan pada 13 yang membentuk hukum. ALAMAT REDAKSI

1


SULUH

Januari lalu yang berkesimpulan bahwa persoalan mendasar warga desa adalah bagaimana membangun sarana fisik seperti jalan, jembatan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan. Namun terdapat paradoks dalam pelaksanaan pembangunan karena pada kenyataannya pembangunan bias perkotaan. Sehingga terjadi misleading antara harapan pembangunan desa dan kenyataan kota. Berbagai strategi sebenarnya sudah sangat gencar dilaksanakan di desa. Mulai dari skema industrialisasi hingga kepada pengutan basis sosial terlebih dahulu. Melihat kenyataan bahwa penopang pangan nasional berasal dari desa, skema industrialisasi desa dikhawatirkan akan menggerus ketersediaan lahan pangan yang dikonversi ke industri, juga akan merusak tatanan sosial di desa termasuk kesukarelaan warga desa dalam bergotong royong. Diskusi mengenai pilihan dan kajian dampak negatif dari strategi – strategi diatas sangat penting untuk dilanjutkan terlebih untuk mengurusi sekitar 73 ribu desa yang teregister di kementerian republik Indonesia. Salah satu negeri yang bisa kita perbandingkan sebagai kajian dan diskusi adalah negeri ginseng Korea Selatan dimana sering kita kenal hanya produk elektronik seperti Samsung, LG. Juga kita mengenal produk mobil

2 edisi 19 2 Februari 2015

seperti Hyundai, dan KIA. Serta masih banyak lagi terutama ada ekspor kultur ”cara hidup” dari sana, yakni Saemaul Undong. Gerakan masyarakat baru ini menjadi ”K-wave” yang dibawa ke pedesaan Afrika, India, Tiongkok, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.

Indonesia juga tercatat mendapat manfaat darinya. Berikut ini tulisan laporan singkat tentang Saemaul Undong sebagaimana yang ditulis Mas Roy wartawan Jawa Post. Adalah Saemaul Undong membuktikan, bantuan hanyalah pemicu. Kementerian Administrasi Publik dan Keamanan Korea membanggakan Saemaul Undong ini dalam Forum dan Award Pelayanan Publik PBB di Seoul, 22–26 Juni lalu.


SULUH

Yakni, Saemaul dilandasi diligently (ketelatenan), self help (menolong diri sendiri), serta cooperation (kerja sama) dari warga desa, plus dipancing bantuan pemerintah. Korea menularkan Saemaul karena ketika membangun sangat banyak diutangi negara lain.

Kini Korea berhasil menjadi negara maju dan negara donor. Korea masuk ”20–50 Club” atau negara berpenduduk lebih dari 50 juta jiwa dan pendapatan per kapita lebih dari USD 20.000 (pendapatannya USD 33.000). Korea bangkit dari kemiskinan absolut dengan pendapatan USD 79 pada 1960. Indonesia mulai membangun 1967 dengan pendapatan USD 55. Kini pendapatan rakyat Indonesia USD 4.000. Gerakan Saemaul ini tercetus ketika Presiden Park Chung-hee (ayah

Presiden Park Geun-hye) blusukan ke bekas lokasi banjir pada 1969. Dia terkejut karena dengan bantuan sedikit warga berhasil memulihkan desanya. Bahkan, membangun jalan lebih lebar, membuat tembok dan atap dengan bahan lebih baik. Sang presiden terilhami: kemajuan bisa dipercepat kalau semangat warga desa untuk maju disokong pemerintah. Saat itu Korea memang mulai bangkit. Satu dasawarsa industrialisasi, kesenjangan mulai menganga. Urbanisasi merebak. Desa tertinggal. Atas ilham tadi, Presiden Park mulai menyusun sendiri kerangka konsep Saemaul Undong. Dalam edisi Inggris, konsep asli yang ditulis 26 April 1972 ini hanya tujuh halaman. Bandingkan dengan berbagai dokumen kenegaraan kita yang tebal-tebal dan bombastis. Presiden Park mengkritik konsep akademik yang canggih, tapi tidak praktis. Saemaul Undong disebutnya ”upaya untuk hidup lebih baik”. Yakni, rakyat terentas dari kemiskinan, pendapatan meningkat, tetangga bersahabat dan saling menolong, serta desa menjadi permai. Lebih dalam, Presiden Park menyebut ’’Saemaul Undong adalah kampanye pembangunan mental dan revolusi mental.” Gerakan ini tak didorong dengan pidato, tetapi dengan tindakan dan praktik. Filosofinya, lakukan saja! Menariknya, konsep ini

3 edisi 19 2 Februari 2015


SULUH

pun disusun setelah Saemaul Undong berjalan dua tahun. Bertindak dulu, baru ’’diteorikan”. Pada 1970, pemerintah mengirimkan 335 sak semen masingmasing ke 33.267 desa. Proyek dasar diprioritaskan, seperti memperlebar jalan desa, memperbaiki atap rumah, membuat pagar, sumur umum, serta memelihara sungai dan jembatan kecil. Sangat mendasar karena kondisi desa sangat miskin. Mengejutkan, dengan partisipasi warga menyediakan tenaga kerja dan tanah, sebanyak 16.600 desa mencapai harapan lebih dari yang ditargetkan. Gerakan terus berlanjut. Lalu, desa kebanyakan (predominant village) diberi 500 sak semen dan satu ton besi beton. Pemerintah juga membantu warga desa dengan tenaga mereka sendiri untuk mengganti atap ilalang dan tembok rumah mereka dengan genting dan tembok bersemen. Jalan desa dipaving. Jembatan dibangun. Intinya, pemerintah siap memberikan ”kail”, asal warga mau mengupayakan tenaga penggeraknya. Revolusi mental pun terjadi. Warga merasa ”aku bisa melakukannya”, lalu ”jika saya berbuat, apa pun bisa tercapai”. Bagi tetangga yang ragu, warga lain mendorong ”ayo, coba saja”. Hasilnya nyata. Ada 6 ribu desa mandiri membangun tanpa bantuan pemerintah. Atas dasar praktik nyata itu, dirumuskan tiga langkah strategi

4 edisi 19 2 Februari 2015

Saemaul. Pertama, pemerintah memicu kemampuan menolong diri sendiri dengan spirit ketelatenan, kemandirian, dan kerja sama. Kedua, secara demokratis warga memilih proyek yang bisa menguntungkan desa, bisa dipraktikkan, dan partisipasi sukarela. Ketiga, konsisten menerapkan prinsip mengutamakan dukungan ke desa yang kebanyakan untuk membangkitkan kemampuan menolong diri sendiri dan semangat kompetisi warga desa. Bergulirlah perekonomian di desa. Mereka mulai mengembangkan pabrik pengolahan, greenhouse untuk mengatasi musim dingin, mengadopsi alat pertanian bermesin, beternak, dan budi daya ikan dengan intensif, membangun perpustakaan, dan fasilitas lain. Indikator paling nyata keberhasilan Saemaul adalah pendapatan setahun keluarga petani di desa mencapai pendapatan empat tahun buruh di kota pada 1974. Kota maju, desa tak ketinggalan. Kini Korea melembagakan Saemaul Undong ini ke dalam kajian akademik di universitas. Para relawan dan pemuka desa dari berbagai negara dilatih untuk menumbuhkan semangat berkorban untuk kepentingan bersama. Ya, mirip gotong royong. Bedanya, gotong royong kita terasa ”jadul” dan kehilangan spirit.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.