SULUH edisi 18

Page 1

Terbit Senin Senin dan K amis T

Edisi 18 - 29 Januari 2015

Konsumsi PENANGGUNG JAWAB

A

pa yang kita bayangkan ketika ekonomi kita yang dinyatakan bertumbuh pada REDAKSI kenyataannya adalah suatu pertumbuhan Syamsudin, S.Pd, MA yang ditopang oleh konsumsi? Dapatkah AT. Erik Triadi, S.IP kita bayangkan jika kelas menengah di Indonesia, dipandang sebagai kekuatan yang bisa membawa ALAMAT REDAKSI pengaruh, oleh karena daya belinya yang tinggi. Jl. Cendrawasih No. 2 Artinya, kelas menengah Indonesia adalah konsumen Mejing Lor - Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping yang potensial – kemana produk luar akan menuju. Kabupaten Sleman Kita juga dapat datang ke kampus-kampus, yang juga Daerah Istimewa Yogyakarta representasi kelas menengah – maka kita akan Telp : 0274-9543879 e-mail : sekret@rumahsuluh.org menemukan jejak tebal konsumsi, mulai dari peralatan website : rumahsuluh.org yang langsung berkait dengan proses belajar mengajar, sampai dengan sekedar gaya hidup. Dari sudut pandang masa depan, realitas tersebut tentu bukan sebuah kabar yang baik. Kita tidak ingin menjadi bangsa konsumen. Untuk itulah, diperlukan suatu upaya sedemikian rupa sehingga pola konsumsi digantikan dengan pola produksi. Masyarakat, khususnya angkatan muda Jiwa uler-kambang dan jiwa hendaknya mulai inlander itulah racun yang menggelorakan pergerakan menghinggapi kita di tahun-tahun memproduksi, melalui karyayang akhir ini. Jikalau ingin karya, baik yang berkait kegiatan belajar mengajar, merdeka sejati-jatinya-merdeka, ataupun dalam kerangka yang milikilah Jiwa yang Merdeka, Erwin Razak, S.IP

milikilah Jiwa yang Besar! (Soekarno, 17-08-1953)

1


SULUH

lebih praktis. Apakah hal ini dimungkinkan? Apakah suasana di lingkungan kita cukup memberikan dukungan ke arah itu? Pertanyaan ini sangat serius. Ada tiga pihak yang bisa langsung digerakkan, yakni: Pertama, angkatan muda itu sendiri. Pertanyaan bagi angkatan muda adalah apakah mereka menyadari sepenuhnya darimana produk yang selama ini mereka konsumsi. Kalau angkatan muda bersedia kritis, maka evaluasi atas apa yang mereka konsumsi, akan memberi dampak tersendiri. Dan tidak berhenti kepada pertanyaan, apakah para angkatan muda akan bergerak secara kolektif untuk mengubah pola yang ada? Kedua, masyarakat, khususnya dunia ilmu dan para pihak lainnya, apakah selama ini mereka menjadi “agen� dari pemakaian produk tertentu? Ataukah sebaliknya, dimana dunia ilmu mampu bersifat kritis dan mengajak angkatan muda bersikap kritis? Ketiga, keluarga. Apakah keluarga memberikan kendali yang baik, sehingga angkatan muda tidak liar dalam konsumsi? Evaluasi dari tiga pihak tersebut, pada dasarnya akan menyadarkan kita semua, terutama para angkatan muda, kemana arah pola konsumsi kita. Kesadaran tersebut hendaknya menjadi picu bagi bangkitnya suatu kesadaran baru. Titik berangkatnya bisa

2 edisi 18 29 Januari 2015

lebih sederhana, misalnya: para angkatan muda tidak lagi bangga dengan barang yang dipakai, melainkan lebih membanggakan apa yang mereka hasilnya. Segala peralatan canggih yang mampu dibeli, bukan petunjuk mengenai sukses atau kehebatan, justru sebaliknya, suatu indikasi ketergantungan. Para angkatan muda mulai bangkit dengan jenis kebanggaan baru, yakni bangga ketika menghasilkan karya dan kemudian menunjukan karya tersebut kepada komunitasnya. Artinya, eksistensi atau keberadaan figur angkatan muda tidak dilihat dari banyaknya atribut yang melekat pada dirinya, tetapi pada apa yang dihasilkan. Bahkan, kita atau masyarakat bisa memberikan insentif kepada mereka yang penuh karya, akan mendapatkan kehormatan dari masyarakat, dan sebaliknya mereka yang gemar mengkonsumsi justru mendapatkan disinsentif. Dengan model yang demikian, kita akan optimis bagi bangkitnya kesadaran baru di kalangan angkatan muda, kesadaran melahirkan karya, yakni karya terbaik yang diabdikan untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. (dengan penyesuaian).


SULUH

Workshop “Forum Desa Digital”

Desa digital bukan hanya menjadi angan-angan, bila ditambahkan sedikit usaha, desa digital mampu menjadi kenyataan. Contohnya adalah informasi mengenai monografi desa saat ini sangat mudah untuk diperoleh melalui jaringan internet asalkan web desa mau menyediakan informasi tersebut. Informasi tentang beberapa layanan di desa juga dapat diketahui oleh warga dengan mudah juga melalui internet tanpa kesulitan. Bahkan beberapa layanan di desa, sudah dapat dilakukan melalui internet yang terhubung dengan beberapa perangkat, SMS gateway misalnya. Pada workshop kali ini, Forum Desa Digital kali ini mempertemukan kembali berbagai pihak baik pemerintah maupun komunitas, khususnya

akademisi untuk melihat perkembangan bersama. Dalam workshop yang berlangsung di Universitas Atmajaya Yogyakarta, Selasa 13 Januari 2015, terkuak bahwa inisiatif telah lahir dari banyak kalangan di desa, termasuk inisiatif dan support pemkab kepada pemerintah desa untuk menggunakan teknologi informasi berupa perangkat elektronik. Atas dasar itu, sudah semestinya pembangunan dan pengembangan sistem informasi desa dan kawasan tidak menemui banyak kendala selain masalah infrastruktur dasarnya seperti tersedianya listrik dan jaringan internet dari provider telekomunikasi. Juga tersedianya jaringan dasar lainnya. “Namun demikan diperlukan asesmen yang lebih komprehensif tentang sebaran dan penggunaan teknologi informasi di desa. Khususnya yang berkaitan dengan layanan pemerintahan desa dan informasi komunitas desa”, kata Semmuel Pangerapan dari Badan Prakarsa dan Pemberdayaan Desa dan Kawasan, yang hadir menjadi narasumber pada workshop itu. “Bagaimanapun sistem informasi desa sejak awal direncanakan harusnya mampu untuk

3 edisi 18 29 Januari 2015


SULUH

memberikan manfaat langsung bagi masyarakat desa”, tambahnya. Dr. R Maryatmo dari Unversitas Atmajaya mengatakan bahwa sistem informasi sangat diperlukan untuk manajemen. Pertama soal perencanaan dimana sangat membutuhkan data informasi tentang jumlah sasaran yang hendak dilayani. Kedua adalah membantu untuk mengambil keputusan yang diperlukan oleh institusi seperti pemerintah desa. Tetapi itu semua diperlukan sistem basis data di desa yang sudah terkomputerisasi. “Banyak program software yang bisa digunakan, hanya saja membutuhkan orang yang mampu mengoperasikan dengan baik agar basis data dapat diolah siapapun”, ungkap Rektor di Universitas Atmajaya Yogyakarta ini pada saat menyampaikan pokok pemikiran di workshop forum desa digital. Sekretaris Umum Forum Ilmuwan Indonesia ini juga menambahkan bahwa kesemuanya perlu ditujukan untuk mendorong produktifitas desa agar ekonomi bergerak dan dimensi sosial desa menjadi satu kesatuan. Kuncinya adalah membuka lapangan pekerjaan di desa yang sebenarnya masih banyak yang dapat dikerjakan. Teknologi informasi merupakan alat yang baik memaksimalkan layanan publik di desa dan juga untuk mengkomunikasikan informasi desa

4 edisi 18 29 Januari 2015

kepada publik luas. “Sudah saatnya melalui sistem informasi desa dan kawasan memperbarui cara negara hadir untuk melayani dan menyelesaikan masalah warga desa”, ungkapnya. Suparna, seorang kepala desa dari Kabupaten Gunung Kidul yang ikut hadir pada workshop itu menyampaikan memang benar kendala dalam mengembangkan sistim informasi desa dan kawasan saat ini adalah minimnya sumberdaya manusia. Workshop forum digital yang dipandu oleh Erwin Razak dari Rumah Suluh berlangsung serius. Narasumber lain adalah Dadang Juliantara dari Rumah Suluh dan Wahyudi Anggoro Lurah Desa Panggungharjo Sewon Bantul. Forum Desa Digital adalah forum warga yang ingin berpartisipasi dan menginisiasi pertemuan untuk proses memperkaya pengetahuan bagi pemkab/pemkot, pemdes, penggiat desa dan komunitas dalam mengembangkan sistem informasi desa dan kawasan (Sideka).


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.