Rusdianto, Muhammadiyah Ahmad Dahlan Terbitan CDCC dan STIEAD PRESS Jakarta

Page 118

106 Bagian I: Memaknai Tauhid Sosial Muhmmadiyah

akhirnya, permohonan uji materi ini diajukan pada 17 April 2012 dengan Pemohon berjumlah 42 pihak, terdiri dari 10 pemohon badan hukum dan 32 perorangan. Bertindak sebagai kuasa hukum adalah beberapa advokat yang tergabung dalam Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Untuk memperkuat argumen dalam permohonan ini, Muhammadiyah menyatakan dalam Pokok Permohonan bahwa: UU Migas sejak awal pembentukannya menuai kontroversi, dikarenakan tidak dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila. Padahal pembentukan hukum dalam perspektif keindonesiaan adalah penjabaran Pancasila ke dalam peraturan perundangundangan. Oleh karena itu suatu Undang-Undang tidak boleh tidak harus dijiwai Pancasila. Menurut Muhammadiyah, pembentukan UU Migas adalah hasil desakan internasional untuk mereformasi sektor energi khususnya Migas, dan dimaksudkan untuk memberikan peluang besar kepada korporasi internasional untuk merambah bisnis migas di Indonesia. Sehingga monopoli pengelolaan migas melalui BUMN (Pertamina) yang pada saat berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1971 menjadi simbol badan negara dalam pengelolaan migas menjadi berpindah ke konsep oligopoli korporasi dikarenakan terbentuknya UU Migas. Dengan demikian, kepentingan internasional yang menyusup dalam proses penyusunan UU Migas tersebut menjadikan pembentukan UU Migas (meskipun telah melalui prosedur formal yang benar) menjadi cacat ketika niat pembentukan UU Migas adalah untuk menciderai amanat Pasal 33 UUD 1945. Sehingga penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak hanyalah menjadi sebuah ilusi konstitusional semata. Hal ini dibuktikan oleh fakta di lapangan, bahwa Pertamina sebagai wakil pemerintah Indonesia dalam pengelolaan migas hanya menguasai 12,2% dari 275 wilayah pertambangan Migas. Sementara itu, total pengelolaan migas Pertamina juga hanya mencapai kurang dari 20%. Hal ini memperlihatkan bahwa kedaulatan negara Indonesia, yang diwakili oleh Pertamina, telah dilucuti oleh BP Migas dan hanya menjadi ‘pemain’ semata. Ia harus berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di wilayah kerja Migas Indonesia. Muhammadiyah berkesimpulan bahwa UU Migas telah mendegradasikan kedaulatan negara, kedaulatan ekonomi, dan telah �mempermainkan� kedaulatan hukum sehingga menjadikan suatu UU yang tidak adil terhadap bangsa Indonesia sendiri. Menurut Muhammadiyah, negara seharusnya berdaulat atas kekayaan mineral dalam perut bumi Indonesia. Namun ternyata harus tersandera


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.