Peran Strategis Pendidikan Untuk Membangun Generasi Abad 21

PERAN STRATEGIS PENDIDIKAN UNTUK MEMBANGUN GENERASI ABAD 21 Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Nasional FSLN 2017 “Membangun Generasi Abad 21”

Disusun oleh : Rista Hutammy Tularbi

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA DKI JAKARTA 2017

PERAN STRATEGIS PENDIDIKAN UNTUK MEMBANGUN GENERASI ABAD 21 Generasi abad 21 merupakan generasi yang didominasi dengan perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat. Generasi ini ditandai adanya revolusi demografi yaitu terjadinya ledakan penduduk usia kerja, terjadinya urbanisasi, dan arus globalisasi yang semakin cepat. Tingkat pertumbuhan populasi Indonesia antara tahun 2000 dan 2010 adalah sekitar 1,49 persen per tahun.

Menurut studi terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk 237,6 juta orang. Sedangkan, pada tahun 2016, Indonesia memiliki lebih dari 255 juta penduduk. Salah satu kekuatan penting dalam komposisi demografi Indonesia adalah memiliki penduduk usia muda dengan persentase jumlah penduduk yang besar (Tabel 1.1). Dengan demikian, dari perspektif demografis Indonesia memiliki potensi besar dalam hal produktifitas dan kreatifitas. Menurut proyeksi PBB pada tahun 2050 dua pertiga populasi Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan (urbanisasi).

Pada generasi Abad 21 ini dunia melakukan banyak perubahan yakni mulai dari kebijakan maupun hubungan kerja sama antar negara. Kondisi demikian menyebabkan

negara

berada

dalam

kondisi

saling

membutuhkan

dan

mempersiapkan sumber daya manusia yang siap dengan berbagai aspek dan sektor untuk memasuki pasar lokal, regional, maupun internasional. Untuk menjadikan sumber daya manusia yang berdaya saing, sangat tergantung pada penyelenggaraan pendidikan. Mengingat bahwa sebagian besar perubahan muncul dari sektor pendidikan. Dengan demikian, pendidikan harus dirancang dengan perencanaan yang sistematis dan strategis. Setidaknya mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kompetensi sebagai berikut.

1. Kompetensi dalam berfikir kritis; Mampu melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan memberikan problem solving yang baik 2. Kompetensi dalam berkomunikasi; Mampu menggunakan bahasa verbal dan non

verbal

yang

bisa

dipahami

oleh

masyarakat

serta

mampu

mengkomunikasikan ilmu/pengetahuan dan keterampilan dengan baik

1

3. Kompetensi dalam menjalin kerjasama; Mampu membangun jaringan sosial dan berkolaborasi dengan baik 4. Kompetensi teknologi dan informasi; Mampu menguasai dan menggunakan akses teknologi dan informasi dengan bijak Sebagaimana sudah diketahui bahwa dalam abad ke 21 ini, Indonesia memiliki angka pengangguran cukup tinggi yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan dalam menemukan pekerjaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih belum tercapainya tujuan pendidikan nasional dan standar nasional pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi belum tercapainya tujuan dan standar nasional pendidikan. Salah satunya adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah serta persamaan mutu pendidikan antar daerah, yaitu penyelenggaraan Ujian Nasional biasa disingkat UN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dinyatakan bahwa untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan, evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik. Namun, pada kenyataannya pada abad 19 dan 20 masih ditemukan praktek-praktek kecurangan dalam penyelenggaraan UN. Bahkan ada guru yang membantu muridnya untuk memberikan kunci jawaban atau dikenal dengan sebutan KJ. Bagaimana bisa dikatakan bahwa penentu standar mutu pendidikan secara nasional adalah melalui UN, sedangkan pendidikan di Indonesia masih belum mencapai standar mutu dalam proses belajar-mengajar dikelas. Seperti halnya, masih terbatasnya sarana prasarana pendidikan baik sekolah negeri maupun swasta. Padahal sarana dan prasarana pendidikan membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar. Untuk dapat dikatakan bahwa suatu negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, dilihat dari seberapa besar kualitas pendidikan dari negara tersebut. John F Kennedy mengatakan, “Bila ada sesuatu yang salah pada sistem disuatu negara

2

maka lihatlah apa yang salah pada pendidikannya.” Mengingat maju atau mudurnya suatu bangsa salah satu faktor utamanya adalah pada pendidikannya. Dan disinilah dunia pendidikan sangat memegang peranan yang strategis untuk membangun generasi abad ke 21.

Pendidikan memberikan peran yang sangat besar dalam membangun generasi abad 21. Usaha pendidikan dalam suatu negara dapat mengubah hidup masyarakat, membangun perdamaian, memberantas kemiskinan, dan mendorong pembangunan nasional berkelanjutan. Menurut Ki Hajar Dewantara (1977), “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran (intellect) dan tubuh anak.”1 Jadi, pentingnya pendidikan karakter yang digalakkan saat ini sudah diungkapkan Ki Hadjar Dewantara sejak tahun 1920. Bahkan pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Sebagaimana sudah diketahui dalam abad ke-21 ini sudah berubah total baik masyarakat maupun dunia pendidikannya. Perlu diingatkan bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, namun perlu diupayakan agar bila dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa perubahan senantiasa mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition).

Kalau begitu apa peran pendidikan dalam membangun generasi abad 21.

Kata kuncinya adalah kualitas dan kesetaraan. Membangun kualitas tidak hanya sebatas menyiapkan dari segi sumber daya manusianya saja (stakeholders pendidikan)

melainkan

perlu

membangun

sistem

yang

sesuai

dengan

perkembangan zaman dan kebutuhan. Salah satu bagian dari sistem pendidikan yang perlu dilakukan adalah penghapusan penyelenggaraan Ujian Nasional. Era teknologi sekarang ini, penghapusan ujian nasional merupakan langkah yang tepat.

Karena, Ujian Nasional tidak mencerminkan performa siswa selama bertahun-tahun

1

Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h.13

3

mengenyam pendidikan. Selama ini Ujian Nasional hanya menjadi beban para siswa. Terlebih lagi ketika siswa dan pihak sekolah belum siap menghadapi dan mempersiapkan Ujian Nasional. Siswa belajar tiga tahun tapi ditentukan hanya dalam waktu empat hari saja. Seperti yang telah diketahui Ujian Nasional tahun ini diubah menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), namun sangat disayangkan masih ada praktek pelanggaran yang dilakukan oleh oknum guru.

Berdasarkan berita Harian Warta Kota Palmerah edisi Rabu 5 April 2017, koordinator Tim 7 Bidang Pendidikan Ombudsman RI, Rully Amirulloh, mengatakan bahwa pihaknya menemukan adanya oknum guru yang menjual kunci jawab UN kepada siswanya sebesar Rp 25.000. Rully menuturkan, bocornya naskah soal dan kunci jawaban terjadi di daerah Jakarta Timur. Untuk mendapatkannya, siswa hanya membayar uang sebesar Rp 25.000 per mata pelajaran. Terungkapnya pelanggaran itu berawal dari cerita salah seorang murid dan orangtuanya.2 Banyak argumentasi bahwa UN merupakan penentu standar kualitas pendidikan. Padahal penentu standar kualitas pendidikan bukan hanya dilihat dari UN semata. UN merupakan bagian dari standar nasional pendidikan. Ada delapan standar nasional pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan, standar pengelolaan, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan standar kompetensi lulusan (SKL). Otonomi daerahpun berbeda-beda dengan latar belakang peserta didik yang berbeda pula.

Bahkan hingga saat ini UN belum menjadi instrumen peningkatan mutu pendidikan di Indonesia disertai dengan kurang mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh. Dalam aktivitas pendidikan tidak hanya melihat hasil, tetapi justru yang paling penting adalah prosesnya (learning process). Siswa yang hasil belajarnya baik dengan nilai 90 belum tentu karena adanya pemahaman tentang materi (in sight) yang diajarkan, mungkin disebabkan adanya kecurangan dalam mengikuti tes.

2

Andika Panduwinata, Waduh Ada Guru Jual Kunci Jawaban Ujian Nasional Rp 25.000, http://wartakota.tribunnews.com/2017/04/05/waduh-ada-guru-jual-kunci-jawaban-ujian-nasionalrp-25000?page=3 (diakses pada tanggal 05/04/2017 pukul 11.40 WIB).

4

Kini saatnya memikirkan bagaimana menjamin pendidikan untuk semua orang. Karena fokus pendidikan adalah manusia. Membantu setiap peserta didik untuk dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan menciptakan guru yang profesional, yang memiliki kualifikasi dan kompetensi guru, serta mencurahkan seluruh waktu, tenaga, dan pikirannya untuk menjadi pendidik seutuhnya. Tugas mendidik hanya dapat dilakukan dengan benar apabila pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Selain itu, menyediakan fasilitas pendidikan dan media pembelajaran yang memadai dan tetap melakukan evaluasi secara terus-menerus dan obyektif. Coba kita lihat negara-negara yang sukses sistem pendidikannya tanpa harus menyelenggarakan UN. Finlandia sebagai negara dengan sistem pendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga, negara berkewajiban melatih dan mendidik guru-guru agar melaksanakan evaluasi yang berkualitas. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri. Amerika dengan logika pendidikannya yaitu kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masingmasing kelulusan. Pakar pendidikan Columbia University, Linda Hammond (1994) menyatakan bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru.

Sekolah tidak dapat menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi.

Menurut The World Bank Indonesia, sistem sekolah Indonesia memang sangatlah luas dan bervariasi. Sistem pendidikan Indonesia merupakan sistem terbesar ketiga di wilayah Asia bahkan terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Dua menteri bertanggung jawab untuk mengelola sistem pendidikan, dengan 84 persen sekolah berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan 16 persen berada di bawah Departemen Agama (Depag). Maka dari itu, untuk membangun generasi yang smart dan berkualitas dengan cara efektif yaitu melalui pendidikan dengan sistem yang baik.

Sebagai proses pembentukan pribadi dan membangun generasi abad 21 ini, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis terarah pada terbentuknya kepribadian anak didik. Setiap individu yang dilahirkan telah dikaruniai potensi yang berbeda-beda. Dikatakan oleh Langeveld, bahwa setiap

5

individu itu unik, artinya setiap individu memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, semangat, dan keinginan yang berbeda. Untuk dapat menolong dirinya sendiri, individu perlu mendapatkan pengalaman di dalam pengembangan konsep, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilannya. Dengan kata lain perwujudan manusia atau generasi memerlukan berbagai pengalaman melalui pendidikan, agar segala potensi yang ada dapat berkembang menjadi kenyataan. Perlu diketahui bahwa hasil pendidikan itu bukan seberapa besar angka atau nominal yang dicapai melainkan perubahan sikap dan tingkah laku yang berupa penambahan keterampilan, pengetahuan, cara bersosialisasi, menerapkan aturan, tata krama dan nilai-nilai.

Pendidikan nasional bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, mandiri serta bertanggung jawab. Dengan berkembangnya potensi peserta didik maka akan dapat mewujudkan dan membangun generasi emas Indonesia yakni generasi abad 21 yang berkarakter, cerdas, dan kompetitif, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara.

6

DAFTAR PUSTAKA

Usman, H. (2013). Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Winardi, J. (2005). Manajemen Perubahan. Jakarta: Prenamedia Group.

7

Lampiran

Tabel 1.1 Penduduk Indonesia Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur 0-14 TAHUN Persentase Gabungan Total Populasi Pria (absolut) Wanita (absolut)

27.3 34,165,213 32,978,841 15-64 TAHUN

Persentase Gabungan Total Populasi Pria (absolut) Wanita (absolut)

66.5 82,104,636 81,263,055 65 TAHUN KE ATAS

Persentase Gabungan Total Populasi Pria (absolut) Wanita (absolut) Sumber: Indonesia Investments

6.1 6,654,695 8,446,603