4 minute read

life Style Mau Mudik, Pastikan Sudah Booster Pertama

Setelah beberapa waktu menjalani ibadah puasa Ramadan, masyarakat mulai berpikir tentang mudik lebaran. Meski pandemi Covid-19 telah mereda, masyarakat tetap harus waspada karena virus SARS-CoV-2 masih ada dan akan terus bermutasi.

Epidemiolog dari Universitas

Advertisement

Airlangga, Dr dr Windhu Purnomo MS, mengatakan, di tengah mobilitas dan aktivitas publik yang sudah normal dan meningkat --terutama di saat lebaran-- tentu masyarakat diharapkan sudah cerdas mengingat pengalaman pandemi dalam 3 tahun ini. “Dengan begitu mereka mampu mengenali risiko dirinya dan lingkungan sekitarnya. Sehingga tahu kapan pakai masker dan kapan tidak harus pakai,” ujarnya dihubungi Rabu (5/4/2023).

Ditegaskan, virus SARS-CoV-2 masih ada dan terus bermutasi sampai bertahun-tahun yang akan datang. Meski tingkat virulensipatogenesitas (“keganasan”)-nya tidak setinggi sebelumnya.

Lantas bagaimana dengan vaksinasi? Sejauh ini Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) belum memberikan keputusan terkait vaksin booster kedua Covid-19 sebagai syarat perjalanan dan mudik Lebaran. “Belum ada kebijakannya. Mungkin kita fokuskan pada vaksin booster pertama,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Dr dr Siti Nadia Tarmizi MEpid, Senin (3/4/2023).

Menurut Nadia, walaupun kekebalan kelompok masyarakat Indonesia sudah terbangun hingga 98%, memproteksi diri dari Covid-19 tetap harus dilakukan.

Komentar fokus pada booster pertama tersebut menyusul pernyataan Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes Syarifah

Liza yang mengatakan pihaknya sedang melakukan kajian untuk menetapkan vaksin booster kedua Covid-19 sebagai syarat mudik Lebaran 2023.

Menurut Windhu, vaksin booster kedua tidak perlu dijadikan syarat apa pun. “Saya pikir vaksin booster pertama pun nggak perlu dijadikan syarat. Semua harus didasarkan pada kesadaran masyarakat sendiri. Tidak perlu lagi ada persyaratan yang sifatnya kewajiban,” katanya.

Dalam hal ini, semua memang dikembalikan ke kesadaran masyarakat sendiri. “Selama 3 tahun ini kan sudah banyak promosi kesehatan melalui edukasi yang disampaikan petugas kesehatan dan berbagai media. Mestinya masyarakat sudah cerdas dan tumbuh kesadaran berpola hidup bersih dan sehat, tanpa perlu pemaksaan,” tambah Windhu.

Vaksinasi adalah pencegahan (specific protection) terpenting untuk semua penyakit menular yang sudah ditemukan vaksinnya, termasuk Covid-19. “Masyarakat seharusnya sudah divaksinasi Covid-19, minimal sampai dosis booster pertama. Bisa dilengkapi dengan booster kedua bagi yang sudah waktunya, tapi yang paling penting adalah booster pertama,” tandasnya.

Vaksin booster atau vaksin dosis ketiga diberikan untuk meningkatkan efektivitas vaksin Covid-19 yang sebelumnya sudah diberikan (dosis 1 dan dosis 2).

Dengan penekanan pada booster pertama, berarti syarat perjalanan yang berlaku saat ini adalah syarat terakhir yang ditetapkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, yaitu Surat Edaran (SE) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Covid-19. Dalam SE tersebut, terdapat sejumlah perubahan yang disesuaikan

WHO Tak Rekomendasikan Booster Kedua untuk Orang Sehat

Seiring makin banyaknya orang yang sudah mendapatkan vaksin booster pertama, Badan Kesehatan Dunia (WHO) tak lagi merekomendasikan pemberian vaksin booster kedua. Khususnya untuk orang dewasa dengan risiko sedang Covid-19.

WHO menyebut, orang dengan risiko sedang yang telah menerima vaksinasi primer (dua dosis) dan satu dosis booster, tak akan mendapatkan manfaat besar dari suntikan vaksin dosis selanjutnya atau keempat atau booster kedua.

Hal tersebut disampaikan WHO berdasarkan rekomendasi terbaru yang dirilis oleh Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) sebagaimana dikutip AFP. SAGE merupakan badan kesehatan PBB yang fokus terhadap imunisasi.

SAGE membagi orang ke dalam tiga kelompok, yakni risiko tinggi, sedang, dan rendah. Pembagian ini dibuat berdasarkan risiko keparahan penyakit dan kematian. SAGE merekomendasikan vaksin booster tambahan hanya diberikan pada orang dengan risiko tinggi terkena Covid-19 yang parah. Mereka di antaranya orang lanjut usia, usia dewasa muda dengan komorbid, orang dengan masalah kekebalan tubuh, ibu hamil, dan petugas kesehatan garda terdepan.

Sementara kelompok sedang termasuk di antaranya orang dewasa sehat serta anak-anak dan remaja dengan penyakit penyerta. “Untuk kelompok berisiko sedang, dosis booster tambahan tidak lagi direkomendasikan,” ujar Ketua SAGE, Hanna Nohynek.

Vaksin, lanjut Nohynek, memang efektif dalam menurunkan risiko keparahan penyakit hingga kematian. “Namun untuk kelompok sedang, manfaat yang didapat sebenarnya cukup kecil,” katanya. Sementara kelompok risiko rendah mencakup anak-anak dan remaja sehat berusia 6 bulan hingga 17 tahun. “Keputusan vaksinasi di setiap negara harus didasarkan pada ‘faktor kontekstual’ seperti prioritas program kesehatan dan efektivitas biaya,” pungkas Nohynek.ins seiring dengan bertransformasinya aplikasi PeduliLindungi menjadi SATUSEHAT, yakni setiap pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) wajib menggunakan aplikasi SATUSEHAT sebagai syarat melakukan perjalanan dalam negeri.

Untuk diketahui, aplikasi SATUSEHAT adalah transformasi dari aplikasi PeduliLindungi yang mengintegrasikan data rekam medis pasien di fasilitas kesehatan ke dalam satu platform. Selain penggunaan aplikasi SATUSEHAT, para PPDN moda transportasi udara, laut, dan darat menggunakan kendaraan pribadi atau umum, penyeberangan, dan kereta api antarkota yang berusia 18 tahun ke atas masih diwajibkan telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga atau booster pertama.

Sementara anak usia 6-17 tahun wajib telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua. Sedangkan anak di bawah usia 6 tahun dikecualikan dari syarat vaksinasi dengan catatan harus didampingi oleh pendamping yang telah memenuhi ketentuan vaksinasi Covid-19.

Sedang pelaku perjalanan dengan kondisi kesehatan khusus atau penyakit komorbid sehingga tidak bisa menerima vaksinasi Covid-19, wajib melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit pemerintah.

Sebelumnya Windhu pernah mengatakan, vaksinasi booster pertama untuk penduduk/masyarakat umum tetap dibutuhkan dan perlu terus dikejar karena cakupannya masih rendah. “Booster 1 ini sudah cukup untuk melindungi masyarakat, asal cakupannya tinggi. Kalau booster kedua, sebetulnya cukup diprioritaskan bagi lansia, yang punya komorbid, dan mereka yang berisiko tinggi seperti para tenaga kesehatan,” katanya saat itu.ret

Menkes: Vaksinasi Tak Wajib Jika Status Kedaruratan Covid-19 Dicabut

STATUS pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum dicabut. Pemerintah akan menyusun aturan-aturan baru terkait Covid-19, jika statusnya berubah mengikuti fatwa dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang disebut bakal keluar pada Mei 2023 mendatang.

Lalu, apakah dengan begitu vaksinasi Covid-19 masih akan diwajibkan?

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, sampai saat ini vaksinasi Covid-19, terutama untuk booster kedua, masih akan tetap berjalan. Namun, lanjutnya, ini akan berubah jika status pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berubah.

“Untuk vaksin berbayar, nanti begitu status pandemi berubah menjadi endemi, vaksinasi bu- kan menjadi kewajiban,” jelas Menkes dalam konferensi pers RTM Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Keadaan Tertentu Darurat PMK, Senin (3/4/2023).

“Masyarakat yang menginginkan bisa melakukan vaksinasi, dan yang tersedia di fasilitas kesehatan yang versi berbayarnya,” lanjutnya. Namun, aturan ini berbeda untuk masyarakat kategori penerima bantuan iuran (PBI).

“Bagi masyarakat yang masuk kategori PBI, itu (vaksinasinyared) nanti masih ditanggung pemerintah,” pungkasnya.ins

This article is from: