2 minute read

Toilet Masjid Agung Dialihfungsikan

 Sambungan dari Hal 12

Sekretaris Umum Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM)

Masjid Agung Ade Maskur membenarkan, keluhan tersebut. Ia mengatakan, toilet Masjid Agung memang sedang berkurang.

“Sebetulnya toilet sudah ada banyak. Totalnya sekira 14 toilet. Namun yang saat ini bisa digunakan hanya enam saja. Masing-masing tiga untuk jemaah perempuan dan lakilaki,” ucapnya saat dikonfirmasi Radar Bogor, Jumat (4/8).

Ia menerangkan, sebagian besar tempat wudhu dan toilet, yang lokasinya berada di bawah tempat imam, sedang dialihfungsikan menjadi tempat tinggal para pekerja proyek Masjid Agung. Ade menyebut, ruangan tersebut akan kembali difungsikan sebagai toilet, dan tempat wudhu ketika proses akhir pembangunan Masjid Agung selesai.

“Oleh karena itu pasa saat salat Jumat, jemaah laki-laki bisa memakai sementara toilet dan tempat wudhu jemaah perempuan,” saran Ade.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

(PUPR) Kota Bogor Rena Da Frina menambahkan, pihaknya juga akan menambah toilet. Sehingga kebutuhan jemaah bisa terpenuhi dengan baik.

“Sementara dipakai dulu, nanti kami rapikan. Pihak DKM pun memberikan masukan, dan itu akan kami sampaikan pada pihak ketiga,” ucap Rena.

Proses tersebut masih akan berjalan selama pembangunan Masjid Agung dilakukan, pada tahun ini. Saat ini, proyek pembangunan Masjid Agung sudah berjalan 26,13 persen.

Pihak ketiga masih berfokus pada pembuatan fondasi menara masjid.

“Pengecoran butuh sebanyak 200 kubik coran. Itu akan mulai dikerjakan pada Minggu malam nanti. Akan ada sekira 30-an mobil coran,” tuturnya.

Rena mengungkapkan, ke depan Masjid Agung akan memiliki beberapa akses masuk baru. Yakni di pinggir Alunalun Kota Bogor, dan di pinggir Pasar Kebon Kembang Blok F. (fat/c)

Dua Skema Tata Pasar Kebon Kembang

 Sambungan dari Hal 12

“Kami matangkan skenario, skenario satu, skenario relokasi pedagang kemana, sedang dihitung. Kedua, tahapan pengerjaannya seperti apa, karena ada beberapa kegiatan penataan pedestrian,” kata Bima Arya dilokasi, Rabu (2/8).

Sementara itu, Kepala Dinas

PUPR Kota Bogor Rena Da Frina mengatakan, penataan kawasan Pasar Kebon Kembang sudah melalui tahap perencanaan, dan lelang pekerjaan.

Adapun proses penataan

Pasar Kebon Kembang sendiri, dimulai dengan pengerjaan pembangunan lanjutan trotoar

Jalan Dewi Sartika, dengan lingkup pekerjaan persiapan, pembongkaran, pekerjaan drainase, pekerjaan tanah dan pekerjaan pembangunan trotoar, dan planter, melalui anggaran dari Dinas Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang

(PUPR) Kota Bogor yang dikerjakan oleh PT Putra Bangsa

Inovasi sebagai pemenang lelang dengan nilai Rp 8,6 miliar.

Pembangunan dan penataan trotoar di jalan Dewi Sartika bermula dari seberang Masjid

Agung Kota Bogor hingga Simpang MA Salmun, yang saat ini pekerjaannya sudah sampai simpang Jalan Pengadilan.

“Jadi seperti yang disampaikan pak wali kota, bahwa akan ada penataan di sini dan sekarang sedang dikerjakan,” kata Rena. Selain itu, penataan trotoar juga dilakukan kawasan Alunalun Kota Bogor, tepatnya di Jalan Nyi Raja Permas menuju Jalan MA Salmun.

Lingkup pekerjaan pembangunan lanjutan trotoar Alun-alun Kota Bogor ini, yaitu pekerjaan persiapan, pembongkaran, drainase, tanah, pembangunan trotoar, minor dan lain-lain, melalui anggaran dari Dinas PUPR sebesar Rp 5,5 miliar, yang dimenangkan oleh CV Maju Maju Mapan. Disamping proses pekerjaan itu, Satpol PP Kota Bogor juga sedang melakukan pener tiban di lokasi yang akan dibangun trotoar untuk para pedagang yang lebih dulu sudah diberikan sosialisasi, di Jalan Dewi Sartika.

“Kami juga koordinasi juga dengan Perumda Pasar Pakuan Jaya, dan pengelola Blok C dan D mengenai kantong parkirnya, saluran drainasenya dan lainlain, karena kita penataannya mau bagus semuanya,” tukas dia.(ded/c) dengan tahun-tahun lampau restoran memang cukup merasakan penurunan karena segmen marketnya kepecah. Tapi mereka juga bertransformasi,” jelas Yuno. Ia mengatakan, para pengusaha restoran kini sedikit demi sedikit mengubah desain interior bangunannya. Sehingga mengikuti tren yang disukai pelanggan. Meskipun beberapa restoran lain tetap mempertahankan ciri khasnya, karena disukai oleh para pelanggan setia. “Kalau mengukur penurunan, harus ada pembanding bukan hanya melihat tumbuhnya kafe, dan coffee shop saja. Tapi perlu dilihat dari omzet sebelum, dan sesudah pandemi, serta konsep digital. Ajang kompetitifnya bukan hanya restoran dan coffee shop tapi juga dengan home industri yang jual makanan matang siap antar,” terangnya. Keluhan justru disampaikan oleh para pebisnis restoran terhadap pelaku bisnis lain, yang tidak menaati aturan dengan tidak berizin, dan tidak memberikan kontribusi pada pendapatan daerah. “Oleh karena itu dari kaca mata asosiasi berharap, pemerintah bisa menjaga lapangan usaha secara fair,” harap dia. Selain itu dirinya juga menyebut, keluhan justru sempat datang dari pedagang yang terimbas proyek Jembatan Otista. Mereka merasa pemasukannya sempat menurun, karena ditutupnya akses jalan. (fat/c)

This article is from: