1 minute read

Pemerintah Evaluasi Ulang, Tak Pengaruhi Industri Tekstil

Ketua Umum Asosiasi

Persepatuan Indonesia (Aprisindo)

Eddy Widjanarko mengatakan pihaknya banyak menerima keluhan para pengusaha sepatu terkait kebijakan pemerintah soal

Pelarangan Impor Kain. Adapun dampaknya, pengusaha mengaku sulit memperoleh bahan baku impor untuk membuat sepatu.

UNTUK diketahui pelarangan impor kain, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 78/PMK.010/2021 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.010/2020 tentang Pengenaan

Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain.

Eddy mengatakan, tujuan Pemerintah melarang impor salah satunya agar tekstil di dalam negeri bisa maju. Namun dia mengatakan, kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya.

“Setiap peraturan itu ada dua sisi yang bisa baik dan jelek, yang jelek itu adalah semua pabrik sepatu komplain karena dengan pelarangan tekstil itu, bahan baku sepatu sangat sulit diimpor,” kata Eddy dalam Pameran Indo Leather & Footwear Expo 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta

Pusat, Kamis (3/8). Dia menjelaskan, kulit imitasi yang menjadi bahan baku pembuatan sepatu sebetulnya memiliki tiga lapisan. Meliputi, PU atau Polyurethane yang merupakan unsur plastik yang bisa diemboss dan di modifikasi dengan bentuk menyerupai kulit.

“Kemudian, tengahnya adalah foam, tapi di lapisan terakhir itu pasti ada tekstil. Jadi mereka ini semua yang kerja tas, sepatu, atau perabot sofa-sofa itu tidak bisa impor,” jelasnya.

Atas dasar itu, Eddy menyarankan kepada Pemerintah untuk bisa melakukan evaluasi terkait kebijakan larangan impor kain tersebut.

Selain karena impornya yang mendatangkan masalah, kebijakan itu juga tidak berpengaruh banyak terhadap industri tekstil dan garmen di dalam negeri untuk bisa lebih maju.

“Ini yang ingin saya sampaikan kepada Pak Menteri (Airlangga Hartarto) bahwa kebijakan impor tekstil itu harus dilakukan evaluasi ulang. Tujuannya baik, karena supaya pabrik tekstil dan garmen (di dalam negeri) itu maju. Tapi dalam kenyataan, itu tidak maju. Bahkan di beberapa daerah banyak sekali masuk baju-baju bekas,” tuturnya. Meski demikian, Eddy mengungkapkan bahwa hingga hari ini bahan baku yang digunakan oleh pabrik sepatu di Indonesia masih berasal dari impor. Hanya saja ia mengaku bahwa proses perizinan impor tidak mudah dan memakan waktu yang lama. Padahal biasanya, kata Eddy, pihaknya mendapat kemudahan perizinan jikalau hasil sepatu yang dibuat ditujukan untuk pasar ekspor. Oleh sebab itu, di sisi lain pihaknya terus mendorong sejumlah negara seperti Taiwan dan China untuk bisa berinvestasi bahan baku di tanah air.

“Biasanya kita impor kain dengan tujuan ekspor itu memang mudah. Tapi dengan adanya keputusan untuk menghambat produk tekstil sehingga memang secara dokumentasi bea masuk dan sebagainya menjadi lebih rumit,” tandasnya.

Untuk diketahui, pelarangan impor kain secara resmi telah ditetapkan sejak tahun 2021 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Aturan tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 78/ PMK.010/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/ PMK.010/2020 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Kain.(jp)

This article is from: