cmyk
6
cover story
Pontianak Post
l
Kamis 27 Mei 2010
Rosiana Silalahi, Tanggalkan Kesan Galak Lewat Acara Rossy
Lebih Sentimentil, Lebih Kasual, Tapi Lebih Susah
+
Rosiana Silalahi
+
cmyk
Rosiana Silalahi sempat menjadi presenter yang paling banyak digemari di Indonesia. Terutama pada kurun 1999 hingga 2003 saat menjadi presenter di SCTV. Pembawaannya yang serius, tajam, dan kritis, membuat dia banyak disebut sebagai presenter yang ”galak”. Apalagi, suguhan berita yang dia bawa cukup berat. Yakni berita-berita bertema politik. Setelah absen dari layar kaca, perempuan 37 tahun ini kembali muncul dalam talk show Rossy di Global TV. Tampilan Rossy “sapaan Rosiana Silalahi-- kali ini lebih rileks, kasual, dan “tidak mengenakan kacamata”. Biasanya memakai rok, kadang juga jins ketat ala anak muda. Rossy pun tak lagi “galak”. Dia bahkan bisa sentimentil saat berpelukan dengan ibu yang anaknya jadi waria. “Itu agar ibu-ibu Indonesia tetap tegar kendati memiliki anak yang dianggap aib keluarga. Bagaimanapun juga anak adalah darah daging ibunya sendiri,” ujarnya saat ditemui di sela-sela tapping Rossy episode Kembali ke Timur di studio Global TV di kawasan Pengadegan Timur, Jakarta Selatan, pekan lalu. Di episode ini, Rossy mengundang narasumber orang-orang sukses dari Indonesia Timur. Mereka antara lain penyanyi Glenn Friedly dan peraih Fisrt Step to Nobel Prize in Physics pada 2003, Septinus George Saa. Septinus yang karib dipanggil Oge itu baru saja mendarat di Indonesia setelah lima tahun menuntut ilmu di Amerika. “Saya jamin deh. Kalau acara ini tayang, Blok M sama Pasaraya sepi semua. Orang Ambon, orang Papua, yang biasa nongkrong di sana pasti nonton acara ini,” canda Rossy sebelum tapping dilakukan. Glenn dan Oge “sapaan George Saa-- pun terkekeh. Kendati lebih cair dan santai, gaya Rossy yang berani dan blak-blakan memang tak luntur. Rossy yang sekarang berbeda dengan Rossy yang Liputan 6 dulu. Wanita kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung ini ingin talkshownya tersebut menjadi acara yang mengusung gerakan moral, menginspirasi, dan mengajak para pemirsa berpikir.
“Saya ingin memiliki program yang berpengaruh yang jadi alternatif tontonan di tengah banyaknya tayangan sinetron,” kata Rossy yang pernah menjadi salah satu dari enam jurnalis TV dari Asia yang mendapat kesempatan mewawancarai secara eksklusif Presiden Amerika Serikat George Bush di Gedung Putih, Washington DC. Rossy mengakui, mengelola acara semacam ini jauh lebih sulit daripada acara politik. Sebab, dia harus mampu mendidik sekaligus menghibur dan menginspirasi namun tidak menggurui. Dia juga harus memiliki banyak stok pertanyaan yang mengeksplorasi perasaan narasumbernya. ”Itu nggak mudah. Di politik, Anda hanya tinggal menanyakan gosip-gosip terakhir, membenturkan orang antara ya dan tidak. Mengkonfrontir dan membuat mereka berantem dan marah-marah. Anda nggak perlu kritis untuk membawakan acara politik, cukup mengajukan pertanyaan provokatif sudah jadi,” katanya. Menurut Rossy, tayangan politik saat ini sudah berada pada titik jenuh. Berita politik yang berisi konflik, kecaman, dan perseteruan membuat penonton TV bosan. Mereka butuh tayangan yang mencerdaskan. “Menggerakkan orang kan tidak melulu dengan politik,” katanya Rossy adalah produk talk show bikinan Rossy Inc. Sebuah rumah produksi yang dibentuk bersama para jebolan SCTV, yakni Bayu Sutiono dan Gunawan. Tim kreatif, kameramen, bahkan tenaga operasional banyak yang diboyong dari SCTV. ”Rossy Inc. awalnya media consultant. Tapi konten media seperti ini juga bagian dari produknya,” ujarnya. Pada akhir 2009, Rossy ditawari membuat acara talk show oleh Global TV. Tak tanggung-tanggung, acara itu bakal disiarkan prime time. Saat itu Rossy berpikir, itulah saat yang tepat untuk kembali ke layar. Sebab, dia sudah cukup lama berada di balik layar ketika masih di SCTV. ”Aku ini sudah 16 tahun lho di TV. Susah kalau harus benar-benar lepas,” katanya. (aga/agm)
+
Najwa Shihab
Najwa Shihab: Kejutkan Anak Jalanan, Datangkan Slank Kelelahan terdengar dari suara Najwa Shihab di ujung telepon. Vokal lantang dengan ritme cepat yang menjadi ciri khasnya terdengar lemah. ”Saya baru selesai editing untuk tayangan Mata Najwa nanti malam,” ketika dihubungi Rabu lalu (16/5). Mata Najwa adalah program bincang-bincang santai (talk show) yang tayang di Metro TV setiap Selasa pukul 22.00. Selain menjadi presenter, putri mantan Menteri Agama Quraish Shihab itu adalah pemilik program. Tak heran, Najwa turun tangan mulai penentuan tema, narasumber, eksekusi liputan, hingga pascaproduksi. ”Untuk tayangan malam ini, kami harus dua kali tapping (rekaman di studio). Narasumbernya banyak karena jadwal mereka tidak bisa bersamaan. Makanya, baru selesai sekarang,” ungkap perempuan kelahiran Makassar, 16 September 1977 ini. Sesuai minat Nana ”panggilan akrab Najwa” yang tinggi di bidang politik, tayangan Mata Najwa juga lebih banyak mengupas persoalan
politik. Seperti dua pekan lalu, Mata Najwa mengupas politik dinasti dengan judul yang catchy, Wangsa Meraja. Yang disorot adalah para politikus yang maju di panggung pilkada meneruskan jejak kerabat. Ada istri bupati yang mencalonkan diri menjadi bupati, ada juga dua istri bupati yang sama-sama maju pilkada. Malah, ada dua bersaudara yang gegeran karena sama-sama maju pilkada. Seperti program bincang-bincang lain, Mata Najwa mengangkat hal-hal yang tengah digunjingkan masyarakat. Ini bukan perkara mudah, karena program yang lahir Desember tahun lalu tersebut punya banyak saingan. Di Metro TV saja sudah ada beberapa tayangan serupa. Bahkan, program Today”s Dialoque yang pernah diampunya mengudara setiap hari. Sementara Mata Najwa hanya tayang seminggu sekali. Untuk dapat bersaing, Najwa dan timnya ditantang membuat kemasan yang berbeda agar tidak basi. Seperti episode Wangsa Meraja. Mata Najwa menampilkan para bakal calon
bupati dengan gambar-gambar lucu. Kali lain, Mata Najwa memberikan grafis-grafis yang berisi fakta-fakta seputar biaya yang harus dikeluarkan untuk maju pilkada. Lagu latarnya pun dipilih yang menggelitik. Misalnya, Madu Tiga milik Ahmad Dhani yang bercerita tentang enaknya poligami dipilih melatari profil dua istri bupati Kediri yang sama-sama maju pilkada. Untuk membuat kemasan yang menarik tersebut, Najwa dibantu sejumlah produser, periset, reporter, dan kamerawan. Dari sejumlah episode yang telah ditayangkan, ibu satu anak itu paling terkesan pada episode tentang anak jalanan. Proses produksinya cukup panjang karena wawancara harus dilakukan di lapangan. ”Tidak mungkin mengundang anak-anak jalanan yang begitu banyak ke studio Metro TV,” tuturnya tergelak. Proses tapping harus dilakukan di sejumlah tempat. Di antaranya di bawah Jembatan Grogol dan Stasiun Kota. Najwa bergaul dan berbaur dengan anak-anak jalanan langsung di tempat mereka menghabiskan masa kanak-kanaknya. ”Waktu itu, kami (tim Mata Najwa) berpikir untuk memberikan kejutan bagi mereka. Akhirnya, kami mengundang Slank. Anakanak itu senang sekali,” katanya lantas tertawa. Selain Slank, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu lantas berupaya menghadirkan angle lain. Tim akhirnya sepakat menghadirkan Baekuni, orang yang telah belasan kali menggauli dan membunuh anak jalanan. Reporter juga mewawancarai pemerintah menyangkut perlindungan anak jalanan. ”Prosesnya panjang dan cukup melelahkan,” katanya. Setelah seluruh persiapan selesai, Najwa selalu buru-buru pulang. Ketika dihubungi, Najwa pun tengah menembus kemacetan dari Kedoya, Jakarta Barat, ke kediamannya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ”Saya selalu mengusahakan menonton Mata Najwa bareng suami. Dia kritikus nomor satu,” katanya tergelak. Bagi keponakan mantan Menko Kesra Alwi Shihab ini, menyaksikan tayangan acara yang membawa namanya, yang digarap bersama seluruh timnya selama sepekan, adalah buah kerja kerasnya sepuluh tahun berkarir di dunia televisi. Karena itu, Nana selalu ingin menikmati tayangan selama 43 menit tersebut bersama orang-orang terdekatnya. Satu hal yang membanggakannya. Meski Mata Najwa belum genap setahun mengudara, tayangan itu sukses masuk dalam tiga besar talk show yang paling banyak dibicarakan masyarakat versi Indonesian Word of Mouth-nya majalah Swa. ”Ini surprise bagi saya,” tutur peraih master di bidang hukum media dari Melbourne Law School ini. (ign/c2/noe)
+