Pontianak Post

Page 2

Edukasi

2

Minggu 3 Maret 2013

Makin Profesional Lewat Penelitian

RESENSI

Penataran Guru

Sejumlah Elegi Alazhi

Oleh: Leo Sutrisno

+

Pontianak Post •

ADA sepucuk pesan singkat elektronik dari pembaca yang yang berkomentar tentang penataran guru untuk implmentasi Kurikulum 2013. Dituliskan ”Sebelum Kurikulum 2013 kabarnya akan dilakukan penataran guru yang berbeda dari penataran-penataran sebelumnya. Apa yang berbeda? Apakah ada jaminan penataran guru akan membuat siswa berhasil?” Baik. Disampaikan banyak terima kasih atas kiriman pertanyaan ini. Sejauh ini belum ada keterangan resmi bentuk penatarannya. Di media massa diberitakan penataran guru untuk mempersiapkan implementasi kurikulum 2013 berlangsung selama 52 jam. Penataran ini dibagi menjadi dua, yaitu: 33 jam untuk tatap muka dengan para instruktur dan 15 jam pendampingan di lapangan (di kelas masing-masing). Materi tatarnya adalah cara membuat Rencana Program Pembelajaran (RPP), praktik mengajar dan, memotivasi siswa. Model penyampaiannya dialog-andragogi (bukan intruksi dan ceramah). Apakah penataran seperti ini, jika sungguh akan dilakukan, dapat membuat siswa berhasil? Jawabannya tentu yang positif dulu, (“ya”). Mengapa? Karena belum didukung oleh data. Kalau prediksi? Mari dicermati apa yang telah diteliti para ahli pendidikan. Di mulai dari hasil meta analysis Prof John Hattie (2009). Hattie merangkum 800 penelitian meta analysis dalam bidang pendidikan, khusus hal-hal yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Rangkuman itu mencakup 52,637 penelitian, menghasilkan 146.142 effect size dan sekitar 50 juta siswa terlibat di dalamnya. Suatu kerja yang sungguh monumental. Ia membagi variabel yang disebut mempunyai sumbangan (contribution) pada hasil belajar ke dalam enam kategori: siswa, rumah, sekolah, guru, kurikulum serta pendekatan

mengajar. Besar sumbangan dinyatakan dalam ‘effect size’. Berdasarkan sebaran harga ke 145.142 effect size ini, disusunlan sebuah ‘barometer’ seperti yang disajikan

siswa. Misalnya: hasil koreksi tugas. Diikuti oleh kemampuan kognitif awal para siswa (1.04). Selanjutnya berturut-turut diikuti variabel-variabel: mutu pengajaran, pengajaran

Diagram 1

pada diagram 1. Sebaran effect size itu dibagi ke dalam empat kelompok: berdampak negatif ( <0.00); efek pertumbuhan (0.00 -0.2); efek guru (>0.2-0.4); serta zona

langsung, remediasi kesulitan belajar, padangan siswa tentang mata pelajaran yang diikuti, pengelolaan kelas, tujuan-tujuan belajar yang menantang, tutor sejawat,

Tabel 1. Distribusi variabel yang berkontribusi pada hasil belajar siswa serta berdasar effect sizesnya (kelompok yang masuk zona dambaan, >0.40).

yang dambaan (>0.4). Zona ini dibagi lagi menjadi dua kelompok: medium dan tinggi. Leo Sutrisno (1990) memasukkan kelompok tinggi itu jika kontribusinya >0.7. Apa yang ditemukan John Hattie disajikan pada Tabel 1 (khusus variabel yang menghasilkan effect size yang berada dalam Zona dambaan). Variabel yang paling tinggi effect sizenya (1.13) adalah feedbackpemberian umpan balik guru kepada siswa tentang tugastugas yang telah dibuat para

ketuntasan belajar, PR, gaya mengajar guru, serta model

pertanyaan guru. Dari ke-13 variable yang menghasilkan effect size di zona dambaan ini ada 10 vaiabel yang ‘melekat’ pada guru. Sebaliknya hanya dua yang berasal dari siswa. Tidak satu variabel pun dari kelompok: rumah, sekolah, kurikulum serta pendekatan mengajar yang mampu menghasilkan effect size dalam zona dambaan. Mengingat temuan John Hattie ini didasarkan dari data yang sangat banyak (mencakup 52,637 penelitian, menghasilkan 146.142 effect size dan sekitar 50 juta siswa) ada baiknya jika dipertimbangkan dalam menyusun program materi penataran guru kelak. Kiranya, 33 jam untuk membicarakan pembuatan RPP terlalu memah. Pemberian umpan balik dan kegiatan diagnostik – remediasi kesulitan belajar para siswa disarankan untuk diintegrasikan dalam penataran ini. Dua kegiatan ini sebenarnya satu napas, yaitu menemukan kesulitan siswa (tes diagnostik) dan melakukan kegiatan yang membantu siswa mengatasi kesulitannya (remediasi). Perlu dicatat di sini, remediasi dan diagnostik ini bukan bagi para siswa penyandang cacat atau mereka yang mengalami gangguan psikis. Ini diagnostik dan remediasi bagi siswa normal tetapi mengalami berbagai kesulitan dalam mempelajari materi pelajaran yang dihadapi. Bagi siswa yang memiliki ‘miskonsepsi’, bagi siswa yang tugas-tugasnya disebut ‘salah’. Inilah jawaban singkat atas pertanyaan pembaca. Sekali lagi diucapkan banyak terima kasih. (leo.sutrisno@gmail. com)

DI PARIS, seorang perempuan bercadar sedang berbelanja. Setelah mendapat barangbarang kebutuhan, lekas dia menuju kasir untuk membayar. Kasir minimarket yang dituju adalah perempuan keturunan Arab dengan berbusana modern. Si kasir menatap perempuan bercadar itu dengan sinis. Dia menghitung nilai barangbarang belanjaan perempuan bercadar, lantas melemparkan secara kasar ke meja. Tapi, perempuan bercadar begitu tenang sehingga kasir kian geram. ’’Kita punya banyak masalah di Prancis dan cadar kamu itu salah satu masalahnya. Di sini kita berbisnis, bukan untuk pamer agama. Kalau kamu mau mengenakan cadar, pulanglah ke negerimu dan jalani agamamu sesukamu!’’ Sesaat perempuan bercadar berhenti memasukkan barang belanjaan ke tas. Lekas dia membuka cadar, lalu menatap mata kasir. Wajah di balik cadar ternyata wajah perempuan kulit putihdengansepasangmatabiru. ’’Aku perempuan Prancis tulen. Begitu pula ibu-bapakku. Ini Islamku dan ini negeriku. Kalian telah menjual agama kalian dan kami membelinya....’’ Kasir cantik dalam kisah yang santer di bincangkan di media jejaring sosial itu mengingatkan saya kepada nestapa Alazhi, muslimah etnis Uyghur, Kashgar, Provinsi Xinjiang, Tiongkok, dalam Alazhi Perawan Xinjiang, novel karya Nuthayla Anwar. Lepas dari ke kolotan, alih-alih modernitas membebaskan dia, justru menjadi tirani dalam hidupnya. Sebagaimana Gulina dan Aisha –dua adik perempuan Ala zhi– yang terlebih dahulu menerabas adat Uyghur, Alazhi bimbang; kembali ke pangkuan Ana (ibu) dan Dada (ayah) di Kashgar atau bertahan dalam ingar-bingarKotaMetropolitanGuangzhouyang –jangankan membuat kian terhormat– malah membuat dia jatuh sebagai pribadi terhina. Keberangkatan Gulina dan Aisha ke Guangzhou, dengan tipu-daya di malam buta, telah membuat ibunya terluka dan ayahnya merasa gagal. Bukan saja sebagai ulama panutan umat, tapi juga sebagai ayah yang selayaknya tidak membuat anak gadisnya merasa ditindas oleh norma-norma keluarga. Demi ’’menjadi modern’’, Alazhi juga melanggar pantang; lari dari rumah, menuju Guang

Zhou. Tapi, setelah beralih rupa menjadi Lian Ting (nama Mandarin Alazhi) –membuka kerudung, melenggang dengan rok mini, sepatu hak tinggi– Alazhi tak sungguh-sungguh bisa bertelanjang. Tabiatnya tetap Alazhi, gadis Kashgar yang besar di bawah asuhan Ana dan Dada. Tak ada yang berubah dari Alazhi selain busana. Setiap perubahan yang ditempuhnya tetap saja parameternya tradisi yang membesarkannya. Bila Alazhi berbuat baik atau bersikap santun kepada orang lain, itu bukan karena dia taat kepada kaidah-kaidah etis humanisme universal yang dipujapuji oleh peradaban dunia. Tapi, itu terjadi karena ibu-bapaknya mengajarkan cara berperangai mulia sejak kecil. Mata sastra menimbang kebudayaan sebagai jejak-jejak pikiran yang dari ku run ke kurun telah menjadi pakaian dalam keseharian, bukan sebagai produk yang bisa dijual, dimodifikasi, apa lagi diproduksi secara masif. Novelis Mesir Radwa Ashour dalam Tsulatsiyah Gharnathah (2003), jernih menggambarkan hal tersebut. Itu pula yang terjadi pada kearifan etnis Uyghur. Betapapun orang-orang etnis Han bersiasat guna membersihkan mereka dari Xinjiang, pikiran tidak bisa ditaklukkan oleh senjata. Damullah Musha dan jamaahnya tak gamang menyambut propaganda, intrik-intrik politik, monopoli lapangankerja,hinggakuasatertinggi.Perhatikan betapa dalamnya rasa bersalah Hanipa kepada suaminya setelah dia membiarkan Alazhi berangkat ke Urumqi tanpa pengawasan. Mari, bandingkan dengan penyesalan Nenek Melon yang begitu dicintai suaminya. Rela laki-laki itu meninggalkanpekerjaannyadiNanjingdemiWu Ming zhu –nama Mandarin Nenek Melon– yang tinggal di Kashgar sebagai peneliti. Mana yang lebih manusiawi? Hanipa yang hormatnya kepada suami dan dia mengaku bahagia, atau Nenek Melon, yang konon telah meraih ’’kebebasan sebagai perempuan’’, tapi menyesal sepanjang hidup? Mana yang lebih modern? Hanipa atau Wu? Itulah pilihan yang secara tidak sengaja tersuguhkan oleh novel setebal 438 halaman ini. (*)

+

Damhuri Muhammad; Esais, Pekerja Buku

www.britishcouncil.or.id +

+

www.britishcouncil.or.id

Pontianak Post

Terbit 7 Kali Seminggu. Izin terbit Menteri Penerangan RI No. 028/SK/Menpen/SIUP/A7. Tanggal 3 Februari 1986. Per­setujuan Peru­bahan Nama No: 95A/Ditjend. PPG/K/1998 Tanggal 11­September 1998. Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Jalan Gajah Mada No. 2-4 Pontianak 78121. Kotak Pos 1036. Fax. (0561) 760038/575368. Telepon Redak­si: (0561) 735070.Telepon Iklan/Pema­saran:735071. Hunting (Untuk seluruh bagian) Fax. Iklan 741873/766022. Email: redaksi@pon­tianakpost.com. Penerbit: PT.Akcaya PERTAMA DAN TERUTAMA DI KALIMANTAN BARAT Utama Press Pontianak. Pembina: Eric Samola, SH, Dahlan Iskan. Komisaris Utama: Tabrani Hadi. Direktur: Untung Sukarti. Pemimpin Re­daksi/Penang­gung Jawab: B Salman. Redaktur Pelaksana: Khairul­rahman, Muslim Minhard, Donatus Budiono, Basilius Sidang Redaksi: Abu Sofian, Surhan Sani, Mela Danisari, Yulfi Asmadi, Andre Januardi, Mursalin, Robert Iskandar, Efprizan. Sekre­taris Redaksi: Silvina. Staf Redaksi: U Ronald, Deny Hamdani, Budianto, Chairunnisya, M Kusdharmadi, Hari Kurniatama, Jawa Pos Group Hendy Irwandi, Pracetak/Artistik: Mochsinin (Koordinator), Grafis: Sigit Prasetyo, Ilustrator: Kessusanto. Fotografer: Timbul Mudjadi, Sando Shafella. Biro Singkawang: Zulkarnaen Fauzi (Jl. Gunung Raya No.15 Telepon (0562) 631912). Biro Sambas: (Jl P Anom Telp (0562) 392683) Biro Sanggau: Anto Winarno (Jl. Sudirman No. 4 Telp. (0564) 21323). Biro Ketapang: Achmad Fachrozi, (Jl. Gajahmada No. 172. Telp. (0534) 35514). Kabupaten Pontianak: Hamdan, . Biro Sintang: Wahyu Ismir. Pema­saran/Sirkulasi: Kiki Fredrik S; Iklan: Dewiyanti.S. Percetakan: Surdi. Devisi Event: Budi Darmawan. Jakarta: Max Yusuf Alkadrie. Harga Lang­ganan per 1 Bulan dalam kota Rp 80.000,- (luar kota tambah ongkos kirim). Tarif iklan: Per mm kolom hitam putih Rp 40.000,- full colour Rp 50.000,- Iklan baris Rp 15.000,- per baris (minimal 2 baris, mak­­ si­mal 10 baris) pem­bayaran di muka. Telepon Langganan/Pengaduan: 735071. Iklan: 730251. Perwakilan Jakarta: Jl. Jeruk Purut-Al-Ma’ruf No.4 Pasar Ming­gu, Jakarta Selatan 12560. Telepon: 78840827 Fax. (021) 78840828. Percetakan: PT.Akcaya Pariwara Pontianak. Anggota SPS-SGP ISSN 0215-9767. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

cmyk

C

m

y

k


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
Pontianak Post by Pontianak Post - Issuu