SIMON PETRUS: Batu Karang yang Digerakkan Allah
19
Karena Petrus tidak memahami semua itu, ia pun salah menanggapi pernyataan Yesus tersebut, padahal ia sebelumnya telah dengan tepat menanggapi pertanyaan, “Apa katamu, siapakah Aku ini?”
Respons yang Gegabah
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau” (MAT. 16:22). Sikap Petrus menyingkapkan sebuah kelemahan diri yang sangat besar. Tanpa ia sadari, hatinya penuh dengan keangkuhan. Dalam budaya Yahudi di abad pertama, “Kiranya Allah menjauhkan hal itu” merupakan ungkapan keras yang bercampur dengan kemarahan. Simon baru saja mengakui Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Namun sekarang ia berbicara seolah-olah ia adalah tuan dan guru Yesus! Tentu dalam ketidaksadarannya, ia berbicara seolah-olah ia lebih memahami kehendak Allah daripada Sang Anak Allah yang baru ia akui. Mengapa demikian? Jelas, Petrus memiliki rencana dan gagasannya sendiri tentang masa depan. Dan apa yang baru saja dikatakan Yesus tentang penderitaan dan kematian-Nya terdengar begitu mustahil dan tak terbayangkan olehnya. Kita semua dapat belajar dari peristiwa itu. Begitu banyak segi kehidupan dan pemikiran kita yang berakar dalam harapan yang sebelumnya sudah kita bangun sendiri. Akibatnya, kita sering gagal menyadari bahwa jalan Allah bukanlah jalan kita. Ketika kita tidak menempatkan Allah sebagaimana seharusnya, dan ketika kita melihat impian dan tujuan kita tidak kunjung terpenuhi, kita cenderung menanggapinya dengan prasangka yang berasal dari kegetiran, kebencian, dan kemarahan kita sendiri. Seorang penafsir Alkitab menuliskan bahwa reaksi Petrus pada intinya mengatakan, “Ini bukan yang kuharapkan, Tuhan. Seharusnya tidak jadi begini. Engkau seharusnya dinobatkan, bukan disalibkan. Mahkota-Mu seharusnya dari emas, bukan dari duri. Seharusnya Engkau duduk di takhta yang mulia, bukan terpaku di salib yang memalukan. Jelas ini rencana yang salah. Aku tak bisa menerimanya.”