E Katalog Dilema Ikarian

Page 1


Pameran Tunggal Alexander Chris

DILEMA IKARIAN

24 Oktober - 9 November 2025

Ikarus di Sekitar Kita

Essay oleh Heru Hikayat

Cerita, legenda, mitos adalah narasi yang beredar, kadang lintas ruang dan waktu. Dari sisi ruang, ada legenda atau mitos yang tersebar ke seluruh benua. Dari sisi waktu, ada pula yang merentang hingga ribuan tahun. Ikarus adalah salah satunya. Tokoh dalam mitos Yunani ini, masih diperbincangkan di era kontemporer, di berbagai bangsa.

Ikarus adalah putera Daedalus, seorang pengrajin, pematung, dan arsitek yang kecakapannya tersohor. Daedalus membuat labirin untuk Raja Minos dari Kreta. Labirin itu, saking canggihnya, siapapun yang masuk ke dalam labirin itu, tidak akan bisa keluar. Labirin itu memang dirancang untuk memenjarakan Minotaur, makhluk yang ditakuti. Namun Raja Minos akhirnya memenjarakan Daedalus dan Ikarus di labirin itu juga. Daedalus tahu, satu-satunya cara untuk melarikan diri hanyalah dengan terbang. Ia lalu memanfaatkan lilin untuk merakit bulu burung, menjadi sayap. Daedalus dan Ikarus berhasil terbang melarikan diri dari labirin maut itu. Sebelum terbang, Daedalus mengingatkan puteranya: jangan terbang terlalu dekat ke matahari, karena panas matahari dapat melelehkan lilin perekat; jangan pula terbang terlalu dekat ke laut karena air dapat membasahi sayap. Saat terbang, Ikarus khilaf. Ia terus terbang tinggi, mendekati matahari. Lilin di sayapnya meleleh, bulu-bulunya berjatuhan. Ikarus pun jatuh, terhujam ke laut dalam.

Tafsir umum atas watak Ikarus adalah, sosok yang ambisius. Ia terbang tinggi sekali hingga ketinggian itu akhirnya malah menjatuhkannya. Namun, ada juga yang menggarisbawahi, peringatan dari Daedalus pada Ikarus sebenarnya 2 arah: jangan terbang terlalu tinggi, jangan juga terbang terlalu rendah. Terbang terlalu rendah lebih berbahaya, karena terkesan aman, padahal bulu yang basah sama-sama dapat mengakibatkan kejatuhan.

Alexander Chris kali ini menampilkan karya lukisan dan patung, yang semuanya bertolak dari tokoh Ikarus. Inspirasi dari kisah Ikarus, saking menyebarnya, bahkan diserap menjadi kata sifat “ikarian” (berwatak seperti Ikarus). Lukisan-lukisan Chris menggambarkan potret sejumlah orang yang semuanya dikenal pribadi oleh Chris. Chris melukis potret mereka, karena tertarik pada kisah hidupnya.

Menurut Chris, masing-masing orang itu punya ambisi, namun karena sejumlah alasan, orang-orang itu mengesampingkan ambisinya. Orang-orang yang digambarkan Chris adalah orang biasa—karena memang kebanyakan orang tidak mewujudkan ambisinya. Chris, pada karya potretnya menggunakan pendekatan “realisme fotografis”, yakni teknik penggambaran realis dengan memanfaatkan citra fotografis. Ada penonjolan detil pada penggambaran masing-masing tokoh. Watak khas sapuan kuas dimanfaatkan Chris untuk menyamarkan identitas: setiap tokoh, bagian matanya ditutupi sapuan kuas melintang. Chris tidak ingin mengekspos iden-

titas para tokoh. Ia “hanya” ingin menyajikan penokohan, bukan tokoh nyata-nya. Dari penggambaran itu, kita mungkin bisa menebak-nebak, tokoh semacam apa yang tampak di potret itu. Caranya berpakaian, gesturnya, semua tampak familiar. Mereka adalah orang-orang yang ada dalam keseharian kita.

Pada lukisan-lukisan Chris, ada pula aksen berupa lelehan cat. Lelehan ini mengembalikan gambar pada watak khas lukisan, yakni watak dari cat itu sendiri. Potret itu tidak melulu merujuk pada dunia nyata, melainkan dunia rekaan yang berada pada lukisan. Kompisisi karya Chris di pameran ini dipungkas oleh sebuah patung. Patung manusia bersayap yang tergeletak, seperti terjatuh di ketinggian. Tidak ada adegan terbang, hanya ada sayap yang menunjukan bahwa sosok itu pernah terbang. Patung ini sangat realis. Chris memanfaatkan teknik tertentu untuk menonjolkan bentuk dan detil patung. Sosok manusia yang bersayap, terjatuh.

Peradaban modern memuja kemajuan. Dalam diksi lain, pemerintah sering mengunakan kata “pembangunan”. Diksi ini seolah menjadi rumus tunggal, bahwa segala sesuatu harus senantiasa didorong ke satu arah, ke depan. Konon modernisme akan mengantar umat manusia kepada pencerahan. Retorika Orde Baru di Indonesia: mengantar Bangsa Indonesia menuju “tinggal landas”. Tinggal landas adalah retorika Orde Baru tentang kondisi bangsa yang serba maju dan swadaya. Kenyataannya, jauh panggang dari api. Pada level personal, manusia modern didorong untuk terus bergerak maju, ambisius. Pada kenyataannya, peradaban ini menghasilkan kesenjangan (sosial dan finansial) yang membuat sebagian besar orang nyaris tak mungkin mewujudkan ambisinya. Pada sisi lain, peradaban ini juga destruktif terhadap alam. Kerusakan alam, merusak hajat hidup orang banyak. Dan hal ini sangat memengaruhi kesejahteraan orang kebanyakan.

Tokoh-tokoh yang ditemui Chris adalah orang-orang yang juga punya ambisi. Lalu kenyataan hidup membuat orang-orang itu berpikir ulang tentang ambisinya. Bukan menyerah; sama sekali bukan. Ini soal cara. Peradaban modern yang dekaden membuat kebanyakan orang selalu ada pada level “bertahan hidup”. Ambisi, seperti matahari yang ada di atas sana. Ia menyinari, menghangatkan, tapi janganlah mendekatinya, karena Anda kemudian akan jatuh, seperti Ikarus. Apakah ini sesuatu yang dilematis?

Fall of Icarus 2025

180 x 180 x 50

Mixed media sculpture
The Projection of Icarus
Shameful Thorne 2025
Oil on Canvas 150 x 180 cm
Apostle 2023
Acrylic on Canvas 150 x 100
Para Penyintas #1
Acrylic on Canvas 100 x 100
Para Penyintas #5
Acrylic on Canvas 100 x 100
Para Penyintas #3
Acrylic on Canvas
100 x 100
Para Penyintas #2
Acrylic on Canvas 100 x 100

Lahir di Cianjur pada 11 Agustus 1999, Alexander Chris tertarik untuk mengeksplorasi persimpangan antara sejarah dan pengalaman pribadi sebagai media untuk merefleksikan kondisi umat manusia saat ini. Proses kreatifnya dimulai dengan riset mendalam yang mendalami arsip, teks kuno, dan simbol visual yang kemudian ia transformasikan menjadi narasi visual melalui karya seni.

Figur-figur dalam karyanya seringkali muncul sebagai metafora; mereka bukan sekadar representasi, melainkan penanda krisis identitas, spiritualitas, dan keberanian untuk hidup dalam keterasingan. Ia percaya bahwa seni dapat berfungsi sebagai ruang untuk menghidupkan kembali ingatan kolektif dan mendorong percakapan yang melampaui waktu dan tempat.

Pameran: 2025 Sens Of Self : curated group show by Art1 Project, Art1 New Museum, Jakarta. ARTSUBS 2025: Material Ways. Lost Boy in Wonderland a Solo Exhibition of Alexander Chris, Artotel Mangkuluhur, Jakarta. 2024: RE-Bung #3 un-autre, Thee Huis Gallery , Bandung. Pameran bersama pembukaan BES Gallery, Jakarta. Le Turquoise : Painting For Healing, Solo Exhibition of Alexander Chris, Alexander Art Gallery, Cianjur. Cianjuran; Pameran Seni Rupa, Thee Huis Gallery, Bandung. IL SOGNO : Pameran Seni Rupa 4 Kota, Alexander Art Gallery, Cianjur.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.