e-NAFIRI GKY BSD | DES 2020 | TH17

Page 1


Pembaca ‘Nafiri’ terkasih, Tahun 2020 memang sungguh berbeda; di mana-mana orang membicarakan tentang virus Covid-19, vaksin, dan dampaknya bagi kehidupan kita. Mungkin tanpa sengaja kita juga ikut ‘menularkan virus ketakutan’ kepada teman-teman atau keluarga kita. Tidak salah sih untuk tetap waspada dan berjaga-jaga, namun bukankah lebih baik apabila kita ‘tularkan’ pengharapan akan hari yang lebih baik, pengharapan akan kesembuhan dan keselamatan dari Tuhan? Di akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 ini, Nafiri kembali menemani jemaat dengan bacaanbacaan yang tetap menarik. Ada “Enlightenment” yang mengisahkan cerita nyata mirip dongeng dari orang-orang yang begitu sering terlupakan. Siapakah mereka? Ada pula orang-orang yang terus berjuang keras di balik layar kaca pelayanan live Streaming agar kita sebagai jemaat bisa menikmati kebaktian daring (online) di rumah selama hampir setahun ini. Apa dan bagaimana kiprah mereka selama ini? Saksikan di “Liputan Khusus”.


Bagaimana bila anak sekolah minggu bertanya kepada hamba Tuhan, “Mengapa Tuhan nggak menghilangkan virus Corona?” atau pertanyaan polos seperti, “Tuhan Yesus itu punya bapak ya? Bukannya bapaknya cuma Yusuf? Kan ada lagunya, ‘Selamat pagi Bapak, selamat pagi Yesus, selamat pagi Roh Kudus’.” Bagaimana jawaban hamba Tuhan pada anak-anak ini? Ikuti dalam “Pertanyaan Anak Sekolah Minggu”. Hmmm… mari kita lihat kutipan dari Rachel J. Scott dan Tracy Trinita di dua masa yang berbeda. Bagaimana pengalaman rohani mereka? Jangan terlewat, buka saja rubrik ”Quote 2 Zaman” ya…. Tak lupa kita pun bisa membaca dan mengingat kembali catatan khotbah yang pernah disampaikan oleh gembala kita, nantikan saja di rubrik “Pastoral Notes”. Masih banyak tulisan-tulisan menarik yang dapat kita nikmati: seperti “Kesaksian”, “Potret”, “Thought”, “Perspektif”, “Teropong”, “Percikan”, “English Corner”, “Event Notes”, “Capture”, “Leadership Spot”, “Shoot Hamba Tuhan”, “Parenting”, dan “Luar Jendela”. Tidak semuanya serba serius, ada juga yang jenaka di “Taman Ketawa”, “Sentilan Ucil”, dan karikatur “Bang Arif”. Mari kita nikmati semua dalam edisi yang terbit mingguan secara digital ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Salam, Redaksi


Penasihat Pdt Gabriel Kadarusman Gofar Pembina GI Feri Irawan Majelis sub. bid. Literatur Yahya Soewandono Pemimpin Redaksi Humprey Wakil Pemimpin Redaksi Maya Marpaung Editor Pingkan Isabella Palilingan, Titus Jonathan Proof Reader Sarah Amanda Palilingan, Yati Alfian Creative Design Arina Renata Palilingan, Christina Citrayani, Glory Amadea Juliani Agus, Nerissa, Novita C Handoko Illustrator Ricky Pramudita, Shannon Ariella, Thomdean Fotografer Yahya Soewandono, Tim Dokumentasi GKY BSD Penulis Anton Utomo, Edna C Pattisina, Elasa Noviani, Elizabeth Wahyuni, Erwin Tenggono, Hendro Suwito, Humprey, Lily Ekawati, Liany Suwito, Lislianty Lahmudin, Maya Marpaung, Pingkan Isabella Palilingan, Sarah Amanda Palilingan, Thomdean, Titus Jonathan Kontributor Andreas K Wirawan, Bambang Sugiarto, Carmia Margareth Alamat Redaksi Sub bidang literatur GKY BSD Jl. Nusaloka E8/7 BSD Tangerang Telp/ Fax: 021-5382274 Email: nafiri@gkybsd.org

Kirimkan KRITIK, SARAN, SURAT PEMBACA dan ARTIKEL anda ke alamat redaksi ataupun lewat e-mail di atas


Titus Jonathan

Yang Terlupakan

Kisah berikut bukan sebuah dongeng, walaupun plot yang tersusun mirip dengan sebuah dongeng. Dongeng yang umumnya dibacakan untuk anak-anak sebagai pengantar tidur, biasanya diawali dengan si dia yang terlunta dan menderita, tetapi diakhiri dengan si dia yang bahagia. Di akhir cerita, kalimat penutupnya harus, “And they lived happily ever after.�


Seorang gembala domba berteduh di bawah pohon yang rindang, di tepian sungai. Hatinya hanyut. Sejauh mata memandang ia hanya melihat rumput, semak, dan ilalang; serta domba-domba yang bergerombol merumput dan mengembik. Ia tak pernah tahu hari dan tanggal, karena baginya tujuh hari dalam seminggu semuanya sama: Siang hari langit hanya menyuguhkan warna putih keabu-abuan, lalu seiring turunnya matahari, gelap menggantikannya bersama suara burung hantu. Terkadang beberapa titik bintang memang mengerjap sebentar di langit yang jauh, lalu surut, dan bulan cuma berkelebat lalu sembunyi lagi. Sekali-sekali ia melihat dari kejauhan untuk memeriksa apakah ada predator yang mengendap-endap untuk mencuri dombanya. Terkadang ia juga berkelahi melawan cakar dan taring singa atau beruang. Selebihnya, ia berteman kantuk dan sepi.


Betapa nestapa hidup seorang gembala domba. Hidupnya begitu monoton dan tidak menarik. Jika ia boleh sedikit gembira, hiburannya adalah bunyi seruling dan kecapi, dan obrolanobrolan ngalor-ngidul dengan teman-teman sesama gembala yang sama-sama tersuruk di padang yang luas itu. Mereka tak pernah berani bermimpi, apalagi bicara soal harapan, karena langit akan menertawakan mimpi mereka, dan angin padang akan merobek harapan yang coba mereka rajut. Ketika mereka terus bergeser dari padang yang satu ke padang lain untuk mencari rumput yang tebal dan hijau, mereka semakin jauh dari peradaban. Jika pun mereka suatu saat pulang, barangkali rumah mereka tak mengenalinya lagi. Seandainya mereka tak pulang pun, tak ada siapa pun yang merasa perlu mencari. Mereka adalah orang-orang yang terlupakan. Tetapi pada suatu malam yang sunyi dan senyap, ketika para gembala itu telah selesai makan dan sedang mengumpulkan remah-remah roti di kantong kulit penyimpan bekal, tibatiba ada suatu terang mendatangi, lalu mewujud sebagai seorang malaikat dari Surga. Para gembala yang tak berani bermimpi itu begitu


kagetnya hingga ketakutan merajai mereka. Mungkin mereka malah berharap kejadian dahsyat itu hanyalah mimpi semata. Mereka saling pandang antara satu dengan lainnya untuk memastikan bahwa apa yang mereka alami benar-benar nyata, bukan sedang bermimpi atau berhalusinasi. Untunglah malaikat itu segera meredakan ketakutan mereka dan berkata, “Jangan takut, aku membawa kabar kesukaan untuk segala bangsa ‌.â€? Malaikat itu mendatangi para gembala di padang cuma ingin menyampaikan kabar, bahwa ada orang penting, seorang Juru Selamat, telah lahir di sebuah kota di Betlehem. Ketika belum hilang benar ketakutan mereka, tiba-tiba malaikat itu membuka mata mereka dan memperlihatkan sejumlah besar malaikat memuji Allah dalam sebuah konser akbar, sebuah orkestra yang dimainkan secara kolosal oleh bala tentara Surga sendiri. Maka langit yang sehari-hari hanya berwarna hitam di waktu malam, saat itu berubah terang benderang. Mereka yang selama ini hanya mendengar bunyi seruling dan kecapi butut untuk mengusir kantuk dan sepi, malam itu mendengar berbagai instrumen musik orkestra yang begitu harmonis. Mereka yang


selama ini tak pernah mendengar suara penyanyi di padang yang sepi, malam itu menyaksikan choir yang kemerduannya tak terkatakan. Adakah kata yang lebih tepat daripada kata takjub? Kita tidak berhasil menemukan satu kata pun yang dapat melukiskan ketakjuban para gembala itu tatkala melihat pemandangan yang luar biasa di malam itu. Bayangkanlah adegan ketika seorang yang ndeso tibatiba diajak oleh orang kaya menonton konser di sebuah ballroom hotel bintang lima dan duduk di barisan VVIP. Untuk apa? Untuk menikmati orkestra karya Handel atau Bach. Tetapi konser malaikat di padang itu pastinya jauh lebih spektakuler, dan performance itu disuguhkan untuk orang-orang ndeso yang terlupakan, yang sehari-hari berteman bau domba di padang.


Saat itulah terjadi sebuah titik balik. Betapa yang terhina dan terlupa ternyata menjadi yang pertama. Jika kita memiliki sebuah berita besar, berita maha penting, siapakah orang pertama yang kepadanya kita menyampaikan kabar? Tentu orang terdekat, orang tercinta, orang yang paling berarti bagi hidup kita; bukan? Misalkan dalam keluarga kita ada kelahiran anak pertama yang sudah lama kita nantikan, maka berita sukacita ini tidak akan kita bawa ke perempatan jalan, kepada pemulung atau tukang sapu jalanan atau kepada anak-anak muda yang sedang bermain bola di lapangan. Kita akan menyampaikan kepada orang yang spesial, dan mereka akan ikut bersukacita bersama dengan kita dan merayakan kebahagiaan kita. Jika malaikat itu jauh-jauh datang ke padang menemui para gembala sebagai yang pertama untuk sebuah berita besar, seberapa besar penghargaan Allah kepada para gembala itu? Dari sini kita mengerti, betapa tiada seorang pun— betapa pun papa dan hina hidupnya— yang luput dari perhatian Allah. Allah tahu keadaan mereka. Dan hati Allah tergerak untuk memuliakan mereka. Walaupun masyarakat menganggap para gembala itu bukan siapa-siapa, tetapi Allah menganggap mereka orang penting. Mereka menjadi orang pertama sebagai penerima kabar maha penting.


“Mari kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi,� ajak salah satu gembala itu kepada teman-temannya dengan antusias. Mereka segera bangkit setelah dirigen orkestra surgawi itu menyampaikan salute tanda konser selesai. Antusiasme. Inilah poin terpenting. Allah sudah tahu sebelumnya. Itulah sebabnya mengapa Allah mengutus malaikat-Nya untuk memberitakan kabar itu kepada para gembala, bukan kepada raja yang sedang bertahta di Yerusalem. Herodes justru merespons dengan penuh selidik dan akhirnya berniat membunuh bayi itu. Kabar itu bukan pula disampaikan kepada kaum agama, sebab Allah tahu bahwa mereka tak akan percaya dan malah akan menganggap kabar itu sebagai hoaks. Setelah para gembala itu menemukan bayi itu—yang terbungkus lampin dan terbaring di palungan—mereka menceritakan segala sesuatu yang mereka alami beberapa waktu sebelumnya. Mata mereka berbinar-binar, bibir mereka tak bisa berhenti memuji Allah. Rasa haru menyusup ke dalam relung sanubari. Dan mereka yang mendengarkan cerita itu tercengang.


Mungkin orang-orang yang sedang bergerombol di dekat bayi Yesus itu juga memiliki pergumulan hidup masing-masing. Tetapi cerita para gembala yang mengalir dengan kejujuran telah mengubah hati mereka. Bagaimana mungkin dari mulut orangorang yang semula tidak memiliki harapan tiba-tiba menularkan harapan kepada orang-orang lain?

Itulah karya Allah. Dia bisa memakai siapa pun, bahkan siapa pun yang dianggap tak ada oleh dunia. Lalu para gembala itu pulang, membawa bayi Yesus di dalam hati mereka. And they lived happily ever after •

“Deposuit potentes de sede et exaltavit humiles� - Dia merendahkan yang

berkuasa dan memuliakan yang terhina



“I am not going to apologize for speaking the name of Jesus .... If I have to sacrifice everything ... I will.�

Rachel Joy Scott Pingkan Palilingan


Rachel Joy Scott (1981–1999) berusia tujuh belas tahun ketika ia tewas ditembak oleh dua orang pelajar di sekolahnya pada tanggal 20 April 1999. Kedua pelajar tersebut kemudian lanjut meneror Columbine High School (Columbine, Colorado, Amerika Serikat). Dengan senapan yang dijinjing, mereka menembak siswa siswi dan guru-guru di sekolah tersebut. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Columbine High School Massacre, kasus penembakan massal terbesar di Amerika Serikat pada masanya. Meski masih muda, kisah hidup Rachel menjadi kesaksian luar biasa yang tersebar luas bahkan setelah ia meninggal. Putri dari Darrell Scott, seorang pendeta, dan Beth Nimmo, Rachel menyerahkan hidupnya untuk Kristus di usia sebelas tahun. Sejak itu, ia memilih menjalani hidup dengan penuh ketaatan pada firman Tuhan. Hal inilah yang akhirnya membuatnya dijauhi teman-teman dekatnya dan bahkan dicemooh. Rachel yang mengalami peer pressure merasa jiwanya terpanggil untuk menjangkau orang-orang yang terpinggirkan. Di sekolahnya; ia berteman


dengan anak-anak yang terabaikan, pendiam, juga siswa difabel. Pengalamannya ini, bersama dengan pikiran, perasaan, juga doa-doanya, dicatat oleh Rachel di dalam jurnalnya. Salah satunya ia menulis, “Tuhan akan memakai saya untuk menjangkau anakanak muda, aku tidak tahu bagaimana, aku tidak tahu kapan.” Dalam esai terakhirnya, ditulis satu bulan sebelum kematiannya, ia menyampaikan keyakinannya bahwa belas kasihan adalah bentuk kasih terbesar yang bisa ditunjukkan manusia pada sesamanya,

“Saya memiliki teori ini, jika satu orang bisa pergi keluar dan menunjukkan belas kasihan maka hal itu akan memulai sebuah reaksi berantai untuk orang lain melakukan yang sama.”

Tanggal 20 April 1999 di bawah sinar matahari terik, Rachel makan siang bersama dengan Richard Castaldo, temannya. Tak lama, dua orang siswa Columbine —Eric Harris dan Dylan


Klebold—datang menghampiri sambil menenteng senjata dan menembaki Rachel dan Richard berkali-kali. Richard terkapar setengah sadar, sementara Rachel terbaring lemas akibat luka tembakan di tubuhnya. Eric Harris bertanya kepada Rachel yang tengah meregang nyawa, “Do you believe in God? (Apakah kamu percaya pada Tuhan?)” Rachel pun menjawab, “You know I do (Kamu tahu bahwa aku percaya).” Eric Harris membalas, “Then go be with Him (Kalau begitu temuilah Dia),” disusul dengan tembakan pada kepala Rachel. Cerita ini dikutip dari kesaksian Richard, sebagai saksi mata kejadian tersebut. Kisah tentang Rachel menggugah banyak orang dan menjadi kesaksian nyata. Pengalaman Rachel dituangkan ke dalam buku-buku yang diterbitkan oleh orang tuanya, yang berisikan tulisan-tulisan asli dari jurnal miliknya. Ayahandanya kemudian mendirikan Rachel’s Challenge, sebuah organisasi nirlaba yang terinspirasi


dari panggilan Rachel Joy Scott, dengan misi menyebarkan benih belas kasih dan kebaikan di sekolah-sekolah sehingga menciptakan lingkungan belajar yang bebas bullying, pelecehan, dan kekerasan. Kisah Rachel kian menyentuh dan menjangkau banyak orang serta diadaptasi dalam film I’m Not Ashamed yang dirilis tahun 2016.


“Aku tahu, banyak orang berpikir: Dulu [ketika aku] jauh dari Tuhan bisa punya segalanya, sedangkan sekarang nggak. Tapi mereka tidak tahu, bahwa banyak hal yang tidak bisa dinilai dengan uang dan barang.�

Tracy Trinita


Petikan dari wawancara dengan Tracy Trinita dari artikel yang berjudul “Dari Jalur Model ke Jalan Tuhan� yang terbit pada Nafiri edisi Oktober 2017. Pada artikel tersebut Tracy berbagi kesaksian soal perjalanan imannya, bagaimana sang mantan model tersebut akhirnya terpanggil untuk melayani Tuhan. Kini Tracy bekerja sebagai pengabar Injil dan apologis untuk yayasan Ravi Zacharias International Ministries (RZIM) serta aktif melayani di gereja IES (International English Service).


Andreas Wirawan

Transforming Vision J

U

D

U

L

B

U

K

U

Transforming Vision (Visi yang Mengubahkan) P

E

N

U

L

I

S

Brian J. Walsh & J. Richard Middleton J

U

M

L

A

H

H

A

234

L

A

M

A

N


Sebagai orang Kristen kita pasti mengalami pergumulan dalam menghidupi kebenaran firman Tuhan yang kita dengar melalui khotbah, seminar, atau renungan pagi. Kita mengalami pergumulan bahkan saat kita masih memikirkannya. Dan saat kita mengaplikasikan kebenaran firman, dunia di sekitar kita menentang. Bagaimana kita dapat memahami apa yang sedang terjadi?

Buku bagus yang telah diterjemahkan menjadi Visi yang Mengubahkan ini memberikan penjelasan yang bisa menjawab pertanyaan kita.


Buku ini merupakan intisari dari pengajaran kedua penulis di kampus perguruan tinggi di Ontario Kanada antara tahun 1977 hingga 1983. Tujuan dari pengajaran tersebut adalah untuk membantu para mahasiswa mengembangkan sebuah wawasan dunia (worldview) Kristen yang terintegrasi—sebuah wawasan dunia yang dengan setia berpegang pada kitab suci dan memotivasi ketaatan Kristen di zaman ini. Buku ini juga bisa menolong kita mengoreksi wawasan dunia yang kita pegang menjadi wawasan dunia Kristen. Wawasan dunia (worldview) yang dibahas dalam buku ini adalah perwujudan manusia dalam cara-cara hidup sesungguhnya, artinya yang tampak dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya pemahaman atau cara pandang seseorang tentang kehidupan. Worldview ada dalam suatu komunitas atau kelompok dan mempengaruhi anggotanya, seperti contoh kontras yang ditampilkan oleh keluarga tradisional Jepang dan keluarga Kanada dalam membesarkan anak-anak mereka.


Nilai-nilai yang ditanamkan di dalam diri anakanak Kanada: ketidakbergantungan, individualitas, dan kemandirian; nyaris merupakan kebalikan dari nilai-nilai bangsa Jepang yakni kebergantungan, kesetiaan, dan ketaatan. Di Kanada bayi tidak diberi kenikmatan air susu ibunya atau lagu ‘nina bobo’. Ia dibiarkan memegang botolnya sendiri. Ketika lampu dimatikan, ia diharapkan untuk tidur selayaknya orang dewasa. Anak-anak juga diberi lebih banyak kebebasan, entah itu dalam menanggapi pembicaraan ataupun dalam berebut kain pembersih muka. Kedua penulis memberikan worldview berdasarkan Alkitab yang dijabarkan dalam tiga poin besar yaitu penciptaan (creation), kejatuhan (fall), dan penebusan (redemption). Selanjutnya penulis memberikan gambaran tentang worldview modern yang ada di sekitar kita. Dan terakhir penulis mengajak kita merespons panggilan Allah dalam menanggapi worldview yang merusak dunia dengan menjalani worldview yang sesuai dengan kebenaran firman Allah. ***


Christ &

Corruption


Pdt. Gabriel Goh

Kejadian 3: 7–8 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohonpohonan dalam taman.


Pendahuluan Menurut survei yang diadakan oleh Christianity Today, di tahun 2020 ini pemakaian aplikasi Alkitab mengalami lonjakan yang sangat tinggi (delapan puluh persen lebih banyak daripada sebelumnya). Frasa yang paling banyak dicari adalah “do not fear�, hampir 600 juta search di seluruh dunia mencari kalimat ini melalui penelusuran YouVersion. Ternyata pada saat-saat yang sulit di tahun yang sulit ini, orang mencari jawaban melalui Alkitab. Sebanyak 43,6 miliar pasal dibaca, dan sebanyak 500 juta ayat dibagikan melalui media sosial. Dan ayat yg paling banyak dibagikan adalah Yesaya 41: 10, “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku


ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan.� Ketakutan pertama yang dialami manusia sejak kejatuhannya ke dalam dosa tercatat dalam Kejadian 3. Rasa takut sebelumnya tidak pernah dialami oleh Adam dan Hawa, namun karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, ketakutan mulai masuk dan merasuki manusia sampai pada hari ini. Kejadian 3: 8,�Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalanjalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.� 1. Dosa menyebabkan rasa takut— akibatnya manusia bersembunyi, menghindar dari persekutuan yang intim dengan Tuhan (hid themselves from the presence of the LORD). Akar dari rasa takut berasal dari dosa kita, dosa orang lain, atau alam semesta yang telah rusak ini. Jangan sampai dosa membuat kita lari


dan menghindar dari Tuhan. 2. Tuhan mencari manusia yang berdosa. Kita patut bersyukur bahwa kisah ini tidak berhenti sampai di sini. Tuhan begitu mencintai manusia, Tuhan mencari manusia, “Di manakah engkau?� Allah dalam anugerah-Nya yang sangat besar mencari orang berdosa. Ilustrasi: YiYi adalah seorang bayi China yang dibuang di semak. Dia ditemukan dan dibawa ke panti asuhan di Jining, China. Orang-orang di panti berpikir tidak akan ada yang mau mengadopsi dia karena YiYi selain buta juga mengalami cacat tubuh yang kompleks. Mereka berpikir bahwa YiYi akan tetap di sana sampai mati. Ketika kisah YiYi diangkat dan dituliskan oleh seorang perawat, ada suami istri berkebangsaan Amerika yang tergerak hatinya untuk terbang jauh lintas benua, khusus untuk menemui YiYi dan mengajukan permohonan untuk mengadopsi anak ini. Pertama


kali menggendong YiYi, sang ayah mengatakan sambil meneteskan air mata haru, “Anak ini luar biasa karena aku adalah papanya.� Mereka mengganti nama YiYi yang berarti menyesal telah hidup, menjadi Isabelle. Kisah adopsi ini telah menyentuh jutaan orang di berbagai dunia. Apakah kita menyadari bahwa kita pun sama seperti YiYi di hadapan Tuhan? Sejak kejatuhan manusia dalam dosa, gambar dan rupa Allah sudah rusak dalam diri manusia. Tuhan berhak menimpakan murka dan penghakimanNya atas kita. Tetapi Tuhan justru datang untuk mencari dan menyelamatkan kita. Allah Bapa mengatakan bahwa kita yang telah rusak oleh karena dosa ini sungguh berharga, karena Tuhan adalah Bapa kita. 3. Karya keselamatan dinubuatkan dan diperagakan. Kejadian 3: 15, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan


meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.� Sebuah nubuatan sejak kejatuhan manusia, bahwa kelak Yesus akan mati di kayu salib untuk menghancurkan kuasa dosa. Karya keselamatan itu bukan hanya dinubuatkan, tetapi juga diperagakan. Kejadian 3: 21, “Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.�

Ayat ini mencatat peristiwa penumpahan darah yang pertama kali terjadi karena Tuhan membuatkan


pakaian dari kulit binatang untuk menutupi ketelanjangan manusia. Tuhan mengetahui bahwa daun pohon ara tidaklah cukup untuk melindungi manusia, betapa luar biasa cinta kasihNya kepada manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Penumpahan darah binatang yang dikorbankan ini adalah sebuah simbol bahwa Yesus, Anak domba Allah, akan datang sebagai korban untuk penebusan manusia dari dosa. 1 Petrus 1: 18–20, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah aak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi— karena kamu—Ia baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.” Allah mengenakan pakaian dari kulit binatang itu kepada mereka (God clothed them).


Allah bukan memberikan baju karya desainer, tetapi Allah ingin mengatakan bahwa ketika engkau merasa takut dan malu karena dosa-dosamu, Allah tetap memberikan anugerah dan belas kasihan berlimpah, walaupun sebenarnya engkau tidak layak. Pakaian yang diberikan Tuhan itu melambangkan: • Anugerah dan belas kasihan yang berlimpah, • Perlindungan yang berkualitas, • Untuk menutupi semua rasa malu dan kehinaan manusia. Dalam perjalanan hidup kita, sekalipun kita sudah ditebus namun ada banyak luka masa lalu yang masih kita bawa dan tersimpan jauh di dalam alam bawah sadar kita, yang menyebabkan kita merasa malu atau tidak layak. Datanglah pada Tuhan, izinkan DIA membungkus kita dengan darah-Nya dan menghilangkan segala luka kita.


Penutup Di Natal 2020 yang sangat unik ini, mungkin kita hanya bisa menikmati Natal dengan keluarga kita dan dengan Tuhan, tidak ada hingga bingar perayaan. Natal bukanlah celebration. Marilah kita tetap berfokus pada Kristus yang begitu mencintai kita dan telah datang untuk menebus dan menyelamatkan kita. Doa Terima kasih Bapa, karena Engkau telah mengutus Putra-Mu Yesus datang ke dunia untuk mencari kami. Dalam segala ketidaklayakan dan dosa kami yang begitu hina dan memalukan, Engkau melihat kami berharga dan Engkau memberikan kepada kami pakaian kebenaran. Kami berharga karena Engkau adalah Bapa kami. Biarlah kami tidak lagi bersembunyi dari ketakutan, melainkan bisa menikmati persekutuan yang indah dengan-Mu ya Bapa. Biarlah Natal ini menjadi indah dan berharga bagi setiap anak-anakMu, Amin

•

/ Disarikan oleh Elizabeth Wahyuni


LIPUTAN KHUSUS

Humprey

Pelayanan dari Balik Kaca Tanpa terasa sudah hampir satu tahun kita menjalani ibadah online. Ibadah yang kita lakukan dari kediaman masingmasing menggunakan handphone atau laptop/ komputer, berbekalkan paket internet untuk membuka channel Youtube, baik untuk dewasa, youth maupun anak-anak sekolah minggu.


Setiap minggu pula kita menyaksikan pelayan Tuhan membuka pintu kaca, memencet tombol lift, menyapa, menyampaikan khotbah, puji-pujian dan warta dari balik “layar kaca” (dulu istilah ini hanya sebatas layar kaca televisi, sekarang mungkin layar laptop dan HP ya hehe …). Nah sekarang, pertanyaannya, ada apa di balik “layar kaca” tersebut? GI Feri Irawan, selaku Koordinator Utama untuk pelayanan digital/ Digital Ministry menyampaikan bahwa pelayanan live streaming ini muncul karena kebutuhan mendesak terkait pandemi yang terjadi sejak awal tahun 2020.


Gereja bahkan tak pernah memikirkan sebelumnya akan membuat tayangan ibadah yang diupload di Youtube seperti ini. Semula pelayanan Kebaktian Umum di hari Minggu dan Kebaktian Doa Rabu dilakukan secara live streaming. Namun, karena ada kendala jaringan internet ketika live streaming dalam salah satu Kebaktian Doa Rabu, hal ini membuat gereja sempat mengubahnya menjadi recorded streaming (kebaktian direkam terlebih dahulu, lalu ditayangkan pada jam ibadah berlangsung). Setelah beberapa bulan, dengan pengalaman yang semakin banyak, akhirnya tim pelayanan Digital Ministry mulai memberanikan diri untuk live streaming di Kebaktian Minggu dan Kebaktian Rabu. GI Feri menekankan bahwa visi dan misi pelayanan ini adalah “agar jemaat dalam masa pandemi dapat tetap beribadah menyembah Tuhan dalam segala keterbatasan yang ada dan dengan cara berbeda dengan apa yang selama ini biasa dilakukan.� Melalui ibadah-ibadah streaming ini diharapkan jemaat tetap dapat bertumbuh dalam situasi yang


tidak menentu dan tidak terprediksi seperti saat ini. “Tuhan mengijinkan segala sesuatu terjadi untuk mengingatkan orang percaya agar kita harus siap memberitakan Kabar Baik dalam kondisi apapun,” katanya. “Pelayanan dalam dunia daring ternyata bisa berdampak cukup powerful pada masa kini, menjangkau, membuka pintu-pintu yang baru dengan “kacamata” yang baru.” GI Nicander saat ini juga banyak terlibat dalam pelayanan digital, terutama yang bersifat recorded, fokus pada pelayanan digital untuk shooting kebaktian Sekolah Minggu,


membuat music video puji-pujian Kristen, video dan audio devosi harian, mendesain poster serta membuat acara Praise and Worship Night “Immanuel” bersama dengan sub-bidang Liturgi dan Musik. Ia bersyukur bahwa ketika tim pelayanan digital hendak memulai pelayanan ini, Tuhan mengirimkan beberapa anak Tuhan yang setia dan juga ahli dalam bidang ini. Mereka membantu memikirkan, baik dari daftar alat-alat yang harus disediakan, memberikan pelatihan skill terkait live streaming lewat kanal Youtube, setting cahaya, sampai kepada pengecekan kualitas streaming. “Kehadiran mereka sungguh sangat membantu pelayanan ini dari awal bahkan sampai saat ini,” kata GI Nicander, ”sehingga beberapa kesulitan yang kami hadapi pun dapat dengan cepat didiskusikan dan diatasi.” Ia juga bersyukur punya temanteman tim pelayanan yang sangat suportif, saling membantu, punya hati melayani yang besar dan selalu bersemangat untuk memberikan yang terbaik. Seringkali pekerjaan teknis ini harus dilembur,


bahkan sampai subuh untuk menyelesaikan beberapa hal (terutama editing video), namun pelayanan ini tetap dikerjakan dengan kekuatan dan sukacita dari Tuhan. Robert Gunadi, yang sebelumnya adalah sutradara film, produser teater, dan berpengalaman sebagai Multimedia Director di sebuah gereja, adalah salah satu motor utama dari tim pelaksana yang menangani tayangan ibadah online ini. Dia tidak asing lagi dengan pelayanan digital semacam ini. Menurut Robert tantangan yang ada sebagian besar terletak pada peralatan, yaitu kamera yang dipakai berbeda tipe sehingga kualitas dan warna berbeda-beda, dan ada delay pada gambar (tidak sinkron dengan suara sekitar satu detik), angle lighting sangat “menukik� sehingga menciptakan kontras yang tinggi dan bayangan yang mengganggu secara visual. Selebihnya adalah tantangan yang tak terduga, seperti masalah internet (internet di negara kita memang belum sebaik di negara maju),


human error yang memang sangat manusiawi, dan sebagainya. Namun, selama ini tim pelayanan digital berusaha mengantisipasi bila ada kesalahan yang terjadi. “Beribadah secara online juga lebih banyak godaan dan gangguannya,� katanya. Karena ibadah dilakukan di rumah/ di luar gedung gereja, semuanya kembali pada para jemaat bagaimana mereka tetap melakukannya secara sungguh-sungguh (seperti ketika beribadah di gereja) walaupun tidak ada orang lain yang melihat.


Tunggul Nahampun, merupakan staf multimedia yang bertugas menangani sound system gereja. Dia menyadari saat pertama kali terjun dalam pelayanan digital masa pandemi ini, dia belum berpengalaman di bidang live streaming. Jika ada kekurangan yang terjadi, dia kadang menerima keluhan dan masukan dari beberapa jemaat. Semua ini ditanggapi Tunggul secara positif untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan yang dia lakukan. “Saya semakin semangat belajar bagaimana me-mixing/balancing audio saat rekaman (musik dan vokal),� ujarnya.


Pengalaman menarik lainnya, dia mendapat kesempatan untuk rekaman dengan artis Kristen yang sudah banyak pengalaman, seperti Herlin Pirena yang cukup sering mengisi lagu pengantar ibadah. Ini menambah pengalaman Tunggul di bidang recording dan shooting video clip. Demikian juga, katanya sambil berkelakar, “Sebenarnya Ibadah live streaming atau recording hampir tidak terlihat jelas perbedaannya bagi yang mengikutinya di rumah. “Pernah terjadi, ibadah dilakukan secara live streaming, namun kotbah sudah direkam lebih dulu. Akibatnya bunga mimbar yang tayang saat khotbah beda dengan saat live, karena sehari sebelum live streaming bunga mimbar sudah diubah/diganti oleh tim dekor dengan rangkaian bunga yang baru.� Hanny Setiawan bercerita, tentu saja kerjasama dengan seluruh tim pelayanan digital ini banyak cerita lucu dan seru, terutama saat menentukan alat-alat dan software. “Satu yang paling menarik buat saya adalah momen setelah saya satudua bulan tidak ke gereja sama sekali karena pandemi.


Pertama kali menginjak gedung gereja lagi, rasanya terharu sekali,” ujar Hanny, sambil berharap pandemi ini cepat berlalu sehingga bisa melihat tawa, cerita, serta hangatnya kebersamaan dengan jemaat lain dalam gedung gereja. Dia merasa “aneh” melihat gedung gereja yang saat ini kosong dan sepi. Program layanan ibadah online ini juga diperkuat oleh Luther yang membantu dalam pengaturan pencahayaan ruangan ibadah, Anugrah El-Roi yang berperan di bagian live streaming, Juliana di bagian Powerpoint, serta beberapa rekan lain yang ikut terlibat. Kiranya kita dapat menghargai pengorbanan waktu, tenaga, serta semua upaya yang menuntut kompetensi khusus dalam pelayanan digital ini. Walaupun dikerjakan dari “balik layar kaca” sehingga nama-nama dan wajah-wajah tim pelaksananya nyaris tidak pernah muncul ke permukaan, kita semua patut bersyukur untuk pelayanan mereka yang sangat luar biasa pada masa yang sulit ini. Kiranya semua perjuangan mereka dapat senantiasa menjadi berkat bagi kita semua. Tuhan memberkati



M EM BE RT BI AN M B GG IN G UN A NA G JA K WA B a h C

o l r

e t t

Pr

t a i

a n

Kata tanggung jawab (responsibility) berasal dari dua kata bahasa Latin: responsum dan spondere, yaitu memberikan jawab atau tanggapan atas apa yang telah dijanjikan.


Melatih anak menepati janji sangat penting, oleh karena itu sebagai orang tua, Anda harus menepati janji. Ketika Anda berjanji menjadi orang tua bagi anak Anda, Anda bertanggung jawab. Tanggung jawab adalah knowing and doing (tahu dan melakukan) apa yang seharusnya dilakukan, apa yang diharapkan dari orang lain dan dari Tuhan untuk kita lakukan. Tanggung jawab berkaitan dengan kepercayaan, oleh karena itu lawan dari tanggung jawab adalah tidak dapat dipercaya. Bagaimana supaya kita bisa dipercaya? Tanggung jawab harus dilatih mulai dari yang sedikit. Dalam Injil Lukas 16: 10, “Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.” Dalam perumpamaan tentang talenta, seorang Tuan memberikan talenta kepada hamba-hambanya: ada yang satu, dua, lima; dan pujian dari tuan ini semuanya sama untuk hamba yang menghasilkan empat dan sepuluh talenta, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia ….” Jadi apa yang dituntut dari pekerjaan yang dipercayakan itu? Bukan hasil,


tetapi bagaimana melakukannya dengan baik dan setia. Jadi pujian ini diberikan, “Engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.� (Matius 25: 21,23).

Jadi bagaimana anak diberi kepercayaan, latihlah mulai dari halhal kecil, setelah itu kita akan terus menambahkan kepadanya hal-hal yang makin besar. Seorang anak bertanggung jawab kepada dirinya: dia bisa makan sendiri, mandi sendiri, bangun sendiri, dan belajar sendiri. Lalu, bagaimana kalau dia gagal? Tidak apa-apa, namanya juga latihan. Tentunya ada hal-hal yang harus


menjadi konsekuensi: Misal ketika anak terlambat bangun, Anda tidak perlu ngebut sampai ke sekolah, lalu Anda berkata kepada kepala sekolah bahwa jalanan macet. Konsekuensi terlambat harus dipikul anak. Karena itu adalah latihan. Jadi kalau sebagai orang tua harus mengingatkan terus apa yang harus dia lakukan, seperti, “PR sudah dibuat belum? Sudah cuci tangan sebelum makan? Apakah handuk sudah dibawa ke kamar mandi?� Anda tidak sedang melatihnya! Hal praktis yang dapat Anda lakukan misalnya, dengan menaruh tulisan di tempat dimana dia duduk, “Sudahkah saya mencuci tangan sebelum makan?� atau ketika anak berkali-kali lupa membawa handuk


ke kamar mandi, sehingga seringkali ia berteriak untuk mengambilkan handuk, mintalah anak membuat tulisan besar dan tempel di depan pintu kamar mandi “Sudahkah saya membawa handuk?” kalau perlu di balik pintunya ditempel lagi tulisan “Sudahkah saya dibawa?” dengan gambar handuk yang lucu dan menarik. Anak akan ingat apa yang harus dia lakukan. Misalkan ketika anak Anda ke sekolah lupa memakai dasi, topi, Anda tidak usah berkali-kali mengatakan, “Topi dan dasi sudah dipakai? Botol minum sudah dibawa? Agenda sudah ditandatangani?” Sebaiknya Anda tempel foto dirinya berpakaian lengkap dengan seragam dan atributnya di pintu sebelum keluar rumah, sehingga sebelum anak pergi ke sekolah, pertanyaannya hanya seperti ini, “Do


you have freedom to do that?” (Apakah kamu punya kebebasan untuk melakukan itu?) Tanggung jawab berhubungan dengan kebebasan. Jadi ketika kita katakan, “Kamu sudah selesai? Kamu sudah bebas dari tanggung jawabmu ketika kamu sudah melakukan tugastugasmu. Jadi sama halnya ketika anak mau pergi tidur, kita hanya bertanya, “Sudah beres semuanya?” artinya adalah anak sudah sikat gigi, cuci kaki, cuci tangan, berdoa. Jadi tanggung jawab berhubungan dengan kepercayaan. Seseorang yang memiliki tanggung jawab artinya dia dipercayakan untuk bisa melakukan , mampu melakukan sampai tuntas

/Disarikan oleh Lislianty Lahmudin dari YouTube Sekolah Athalia


Maya Marpaung

Perjalanan

4

Pemuda GKY BSD di Tengah Pandemi


Bagi banyak orang tua, melepas anak menempuh pendidikan di tempat yang jauh bukanlah hal yang mudah. Namun, cukup banyak orang tua yang memutuskan mengirim anakanaknya belajar di tempat lain, bahkan hingga ke negara dan benua yang lain. Kemandirian, kualitas pendidikan yang baik, kesempatan untuk belajar dan bekerja di dunia internasional merupakan beberapa alasan umum yang dikemukakan beberapa jemaat GKY BSD yang anaknya sedang belajar di luar negeri. Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia sejak awal 2020, dapat kita bayangkan bagaimana galaunya perasaan para orang tua ini akan kesehatan dan keselamatan anak-anaknya.


Kenneth Samuel Chuhairy, Maleakhi Agung Wijaya, Daniel Citra, dan Jessica Delphina adalah beberapa di antara sejumlah pemuda GKY BSD yang sedang berada di tiga benua yang berbeda. Kenneth sedang menempuh pendidikannya di New York, Amerika Serikat; Maleakhi di Cambridge, Inggris; Daniel di Hannover, Jerman; dan Jessica di Melbourne, Australia. Mereka semua mengalami pola hidup yang sangat berubah akibat pandemi dan mencoba untuk terus bertahan selama sepuluh bulan ini, tentu saja dengan cara mereka yang berbeda-beda. “Kaget!� Itu persamaan mereka dalam mendeskripsikan hidup mereka di sekitar bulan Maret ketika virus Corona mulai merebak ke negara tempat mereka sedang menuntut ilmu. Lockdown (kuncitara) total harus mereka hadapi pada awal pandemi. Akibatnya, semua kegiatan harus dilakukan di dalam apartemen, dan mereka hanya dapat ke luar hanya untuk melakukan halhal yang sangat penting, seperti berbelanja kebutuhan pokok. Itu pun hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh pemerintah kota setempat.


Kenneth dan Jessica bahkan sangat pusing karena mereka sempat harus berpindah tempat tinggal selama Je ss i c a kurun waktu sepuluh bulan ini. Apakah repot? Tentu saja. Jessica dan adiknya harus menjalani proses pindah apartemen yang lebih panjang karena adanya jam malam di Melbourne. Sama seperti rekan-rekan mereka di Indonesia, semua kuliah tatap muka berganti menjadi daring (online). Apakah hal ini lebih mudah untuk mereka mengingat


sistem teknologi pendidikan daring di negara maju yang lebih siap dibandingkan di Indonesia? Ternyata tidak juga. Di Jerman, misalnya, pergantian sistem karena pandemi dimulai pada saat akhir semester perkuliahan. Akibatnya, banyak mata kuliah dan ujian-ujian akhir yang dibatalkan. Bahkan hasil semester pun tidak dihitung oleh pihak universitas sehingga waktu menjadi terbuang siasia. “Saya cukup stres dan kepala menjadi pusing,� itu yang dikemukakan Daniel tentang pengalaman merugikan D an iel yang dia harus jalani. Sementara, ketiga pemuda lainnya menjalani perkuliahan yang tidak terlalu dirugikan dengan adanya pandemi. “Beberapa kelas tatap muka masih bisa berjalan, tapi aku harus dites (positif atau negatif Covid-19) tiap minggu, dan peserta didik juga terbatas,� kata Kenneth sambil tertawa kecil. Ke n ne t h


Yah ... keempat pemuda ini menuturkan pengalaman mereka kepada Nafiri dengan santai dan penuh tawa, walaupun sering diselingi dengan desahan napas panjang. Terlihat bahwa mereka berusaha keras untuk dapat mengatasi pergumulan masing-masing secara dewasa walaupun kadang tidak mudah. Di tengah pergumulan ini, mereka juga masih taat beribadah, bahkan sesekali juga tetap mengikuti streaming online ibadah GKY-BSD, tempat dimana mereka dibina pertumbuhan imannya kala remaja– pemuda. Bagaimana dengan masyarakat sekitar?


Apakah mereka disiplin dalam menaati protokol kesehatan dari pemerintah? Mereka berempat mengamati bahwa pada awal pandemi, masyarakat setempat cukup disiplin dalam menjalani dan menaati total lockdown. Namun Daniel dan Maleakhi mengatakan bahwa akhir-akhir ini pusat kota kembali ramai. Akibatnya, di Jerman jumlah kasus baru kembali meroket sehingga akhirnya pemerintah pusat membatalkan perayaan Natal dan Ma l e a k hi Tahun Baru. Jessica merasa lebih ‘beruntung’ karena sudah beberapa bulan tidak ada lagi kasus baru di Melbourne sehingga kegiatan masyarakat sudah mulai kembali normal. Yang mengesankan dari penuturan keempat pemuda ini adalah rasa khawatir mereka terhadap orang tua mereka di Indonesia. Ada keseragaman ketika menjawab pertanyaan, “Mama-papa lebih khawatir gak sama kalian dengan adanya pandemi?� Mereka semua menjawab,


“Tidak ada pandemi juga Mama dan Papa khawatir, tapi tidak berlebihan kok.” Dan yang mengesankan adalah kekhawatiran mereka pada orang tuanya. “Kami yang justru lebih khawatir dengan keadaan mereka di sana,” ujar mereka serempak. Kenneth dan Maleakhi merasa yakin bahwa orang tua mereka cukup disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, namun mereka tetap waswas melihat tetap tingginya tingkat penularan di Tanah Air. Daniel berharap agar masyarakat Indonesia menjalankan protokol kesehatan dengan lebih ketat agar penularan tidak makin melonjak. Sementara Jessica berkali-kali mengatakan, “Saya takut Mama dan Papa kesepian.” Papa dan mamanya memang harus tinggal berdua saja karena Jessica dan adiknya sedang belajar di Australia. Ah, betapa baiknya pemuda-pemudi GKY BSD ini. Sebagai penulis yang melakukan wawancara jarak jauh dengan mereka, saya sungguh terharu melihat kebaikan Tuhan terhadap hidup mereka dan bagaimana mereka juga terus setia bersandar pada kasih dan perlindungan Tuhan


Bambang Sugiarto

Penghiburan dari Tuhan di Tengah Pandemi


Dunia terkejut ketika pandemi Covid-19 merebak pada awal tahun 2020. Virus Corona, penyebab penyakit ini, menginfeksi saluran pernapasan sehingga penularan mudah terjadi. Pada sebagian pasien, reaksi sistem imun bisa berlebihan (over-inflammation) dan merusak organ tubuh lain dengan akibat fatal. Karena sifatnya yang baru, pada awalnya dunia medis belum mengetahui strategi penanganan yang tepat. Vaksin, obat antiviral yang cocok, dan metode terapi lain seperti convalescent plasma jelas belum tersedia. Tidak mengherankan jika terjadi kepanikan. Melihat fenomena pandemi tersebut, reaksi kebanyakan pemerintah adalah lockdown (kuncitara) dengan tujuan menghambat penyebaran Covid-19 di masyarakat dan menghindari situasi kewalahan dari pihak pelayanan kesehatan dan rumah sakit.


Saya tinggal di Amerika. Kebijakan penanganan pandemi berada di tangan pemerintah negara bagian masing-masing. South Dakota tidak pernah memberlakukan lockdown penuh. Florida melakukan lockdown di awal, membuka kembali kegiatan bisnis saat angka kasus membaik, dan tak pernah melakukan lockdown kembali meski terjadi peningkatan. California memberlakukan ‘buka-tutup’ berkali-kali tergantung naik-turunnya angka Covid-19. Namun, manusia dan masyarakat tidak pernah didesain untuk lockdown dan pembatasanpembatasan lain, apalagi yang berkepanjangan. Saat lockdown, kegiatan bisnis terganggu bahkan tutup total terutama bisnis menengah ke bawah. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah terhenti dan beralih ke rumah. Mental health juga menjadi masalah besar terutama bagi warga negara Barat. Bagaimana orang Kristen menghadapi krisis pandemi dan efek-efek negatifnya tersebut? Dalam tulisan ini, saya ingin membagikan pergumulan dan pengalaman seorang teman gereja saya dalam perjalanan imannya bersama dengan Tuhan dalam kurun sembilan bulan masa pandemi. Beliau bernama Kathy, seorang ibu yang berusia tujuh puluhan tahun.


Sebagai orang yang hidup di Amerika, Kathy merasa bahwa selama ini ia menikmati kelimpahan. Makanan dan kebutuhan hidup lain berlimpah. Perekonomian kuat. Ia dan mungkin kebanyakan warga lain merasa bahwa mereka dapat mengontrol hidup mereka dengan baik. Everything is under control. Kemudian pandemi datang menghantam. Ternyata tidak semua bisa dikontrol. Mulailah muncul perasaan marah, depresi, dan ketakutan. Pernahkah kita merasakan hal yang sama? Kehilangan kendali dan merasa tidak berdaya? Di tengah ketakutan dan depresinya, Kathy memutuskan untuk lebih intensif membaca dan menginternalisasi firman Tuhan. Ia membaca Alkitab secara rutin dan memakai Our Daily Bread sebagai bahan renungan harian. Ia mendengarkan khotbah-khotbah pendeta kami secara online.


Salah satu bagian Alkitab yang menyentuh Kathy adalah Lukas 22: 39–47 tentang Tuhan Yesus Berdoa di Taman Getsemani. Doa yang tercantum di ayat 42 menyentuh hatinya, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Kathy diingatkan bahwa bukan ia yang berdaulat atas hidup dan situasi hidupnya, melainkan Tuhan. Tuhanlah yang memegang kendali. Ia teringat dengan serenity prayer yang diucapkan oleh seorang teolog Amerika, Reinhold Niebuhr, “Ya Tuhan, anugerahkanlah kepadaku kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku ubah; keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah; dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.” Lukas 22: 42 menunjukkan bahwa hal yang paling utama adalah kehendak Tuhan. Kita perlu menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya sembari menyadari bahwa Ia memegang kendali. Bersama dengan serenity prayer, ayat tersebut mengingatkan Kathy bahwa ada hal-hal di luar kendalinya seperti pandemi Covid-19. Dalam situasi seperti itu, ia hanya perlu memercayakan hidupnya kepada Tuhan dan kehendak-Nya.


Pemahaman seperti ini yang akhirnya membawa kedamaian di hatinya. Saya telah menyebutkan di atas bahwa salah satu masalah akibat lockdown adalah masalah mental health. Orang-orang Amerika secara umum, termasuk mereka yang memasuki usia senja, lebih individualistis dan mandiri. Saya terkagum-kagum dengan orang berusia di atas tujuh puluh tahun yang hidup sendiri dan melakukan banyak hal sendiri termasuk mengemudi mobil. Dengan gaya hidup seperti itu ditambah dengan lockdown, mereka bisa merasa kesepian dan terisolasi karena tidak bisa bertemu keluarga dan teman. Kathy juga merasakan kesepian dan terisolasi. Ia mempunyai lima orang cucu. Dua di antaranya tinggal di kota di mana ia tinggal. Tiga yang lain tinggal di kota dua jam perjalanan dari kotanya. Dalam keadaan normal, ia bisa menemui cucu-


cucunya minimal dua kali sebulan. Dalam sembilan bulan pandemi sejak Maret 2020, ia hanya dapat menemui mereka empat kali. Dalam pertemuan tersebut, mereka melakukan social distancing. Ia tidak bisa memeluk mereka dan menikmati interaksi normal. Sebagian orang Amerika mengikuti aturan social distancing secara ketat, termasuk Kathy yang berada dalam kelompok rentan berkaitan dengan Covid-19.

Bagaimana Kathy mengatasi masalah kesepian? Ia mengalihkan perhatian terhadap dirinya sendiri ke orang lain. Ia rajin mengirim kartu pos yang berisi teka-teki dan stiker ke cucucucunya. Ia menelepon keluarga dan teman di negara bagian lain sambil menunjukkan bahwa ia mengasihi mereka. Ia juga mempunyai daftar teman Gereja yang ia telepon untuk menanyakan kabar dan mendoakan mereka. Ia selalu hadir dalam pertemuan rutin online dengan anggota


gereja lanjut usia, dimana mereka berbagi firman Tuhan, mengobrol, dan saling mendoakan. Perasaan kesepian dan terisolasi bukan masalah seberapa banyak orang di sekitar kita. Kita bisa merasa kesepian di tengah keramaian. Menurut saya; masalah tersebut berpusat pada apakah ada relasi, connection, atau hubungan batin antar individu. Meski terjadi penurunan kualitas dan kuantitas di tengah pandemi, Kathy berinisiatif mempertahankan relasinya dengan keluarga dan teman. Ia memikirkan apa yang bisa ia lakukan untuk orang lain seperti yang dianjurkan dalam Filipi 2: 3–4, “Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.� Saat menulis kesaksian Kathy ini, saya melihat bagaimana perintah Tuhan yang utama dipraktikkan. Kathy belajar mencintai Tuhan dengan segenap kekuatannya dan mencintai sesama seperti dirinya sendiri (Matius 22: 37– 40). Ia menjaga relasinya dengan Tuhan dan mengimani Tuhan yang berdaulat. Pada saat yang sama, dia juga melihat keluar dan mencari apa yang bisa ia lakukan untuk orang lain.


Dengan cara ini, Tuhan menghadirkan diri-Nya untuk memimpin dan menghibur anak-anakNya di tengah pandemi. Teman akrab saya yang juga seorang konselor Kristen, Sindunata Kurniawan, menasihati para pendengar ceramahnya tentang “Emosi Tangguh Menyambut New Normal� supaya mempertahankan hal-hal batiniah berupa cinta dan kegembiraan. Kita membangun hal-hal tersebut dengan membangun dan memelihara keintiman dengan Tuhan dan orang lain: terutama keluarga dan sahabat rohani. Yah, Tuhan bekerja dan memberi penghiburan di tengah pandemi

•

Penulis adalah seorang Analytical Chemist di sebuah Drug Testing and Screening Laboratory, tinggal di Woodland, CA, Amerika Serikat.


Doksologi dalam

Penderitaan


Pdt. Gabriel Goh

Pendahuluan Doksologi artinya kemuliaan bagi Tuhan. Doksologi bukan sekadar lagu yang dinyanyikan di akhir ibadah; tetapi menjadi sebuah melodi yang terus terpancar dalam hidup, pikiran, kata-kata, dan perbuatan kita yang memuliakan Dia. Tentu dalam 24 jam kita bisa jatuh bangun dalam kehidupan, tapi seluruh tema dalam kehidupan kita haruslah memuliakan Tuhan.


Doksologi dalam penderitaan, artinya bagaimana kita tetap memuliakan Tuhan ketika kita berada dalam penderitaan. Penderitaan memang tidak enak, namun Alkitab banyak bicara mengenai hal itu. 1 Petrus 4: 12–16 Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolaholah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.


Penderitaan itu tidak nyaman; respons manusia adalah menolak, menghindari, dan ingin menyingkirkannya. Ketika kita tidak bisa menyingkirkan penderitaan dan penderitaan tetap kita alami, maka biasanya respons yang muncul adalah: • Negatif (menghancurkan)—marah, menyalahkan Tuhan dan orang lain. • Positif (membangun)—hidup kita jadi mezbah dan berkat untuk orang lain melalui penderitaan yang kita alami. Mengapa manusia modern atau postmodern lebih rapuh terhadap penderitaan? 1. Karena pengaruh prosperity gospel. Anggapan bahwa Tuhan yang Mahabesar dan Mahakasih pasti melindungi kita, penderitaan terjadi karena kutuk atau karena kita kurang berdoa. 2. Karena suffering complex. Melalui penderitaan, manusia merasa bisa menebus dosa. Semakin menderita, manusia merasa semakin rohani.


Hal ini merupakan konsep semua kepercayaan di dunia, dimana manusia berusaha menebus dosa atau kesalahan lewat penderitaan. Hal ini seperti nabi-nabi Baal yang menoreh-noreh diri mereka agar Baal mendengar dan melihat penderitaan mereka. Sekalipun demikian, penderitaan tetap ada di dunia. Apa kata Alkitab tentang penderitaan? Alkitab berkata, “Jangan kamu heran (terhadap penderitaan). Do not surprise ( ayat 12 ). Berikut ini adalah reaksi umum orang dalam mengalani penderitaan: • Heran: Mengapa aku, ya Tuhan?


• Tidak sabar: Berapa lama lagi ya Tuhan? • Desperate: Biarlah aku mati saja, ya Tuhan (seperti Elia dan Yunus). Ada tiga macam penderitaan: 1. Karena kesalahan atau dosa kita sendiri. 2. Karena kita hidup di dunia yang corrupted dan berdosa. 3. Karena penganiayaan terhadap iman kita. Tiga nasihat firman Tuhan dalam menghadapi penderitaan: 1. Bersukacitalah. (sesuai bagian yang kamu dapat dalam penderitaan kristus). Kita adalah partakers of Christ’s sufferings. Mengapa harus bersukacita dalam penderitaan? Karena ada sebuah alasan yang lebih besar dari penderitaan itu sendiri, sesuatu yang menembus dimensi ruang dan waktu. Jika kamu dinista dalam nama Kristus, berbahagialah kamu (ayat 14). Dan makarios—diberkatilah kamu (blessed are you)—mengapa?


Sebab Roh Kemuliaan yaitu Roh Allah ada padamu. 2. Jangan karena kesalahanmu atau karena berbuat dosa. Jangan karena kita adalah seorang pengacau maka kita mengalami penderitaan (ayat 15). Apa itu pengacau? Orang yang suka kepo dan suka menggosip bisa disebut pengacau. Kepo adalah sikap suka mengurusi urusan orang lain yang tidak relevan dengan urusan iman. Gosip terjadi ketika kita tidak punya info tentang hal itu, kita bukan bagian dari hal itu, dan kita tidak punya solusi akan hal itu; namun kita membicarakannya. Petrus pernah jadi pengacau . Mengapa Petrus mengingatkan hal ini? - Ada critical moments to be tempted. Di puncak sebuah pelayanan, sering ada pencobaan. Tetap hiduplah dalam kekudusan, minta anugerah dan belas kasihan


Tuhan akan menyertai dan melindungi kita. 3. Jangan malu tetapi muliakanlah Allah dalam nama Kristus (ayat 16). Pada waktu itu sebutan Kristen adalah sebuah ejekan. Berterimakasihlah kepada Allah bahwa kita membawa nama Kristus, sekalipun untuk itu kita mengalami penderitaan. Penutup Dalam firman Tuhan, penderitaan dan kemuliaan selalu bersamaan bagaikan dua sisi mata uang. Penderitaan sudah dialami oleh Kristus, kita pun akan mengalaminya. Ketika Kristus dimuliakan, maka kita pun akan dimuliakan bersama dengan Dia•

/ Disarikan oleh: Elizabeth Wahyuni


Maya Marpaung

- Babbie Mason


Lagu “Trust His Heart� ini diputar di gereja kita saat Minggu Adven ketiga untuk mengiringi film pendek yang mengajak kita merenungkan bahwa hidup ini seringkali tidak terduga. Syairnya begitu dalam sesuai dengan perenungan sang penulis, Babbie Mason, sebelum dia merangkai lirik lagu ini. Sebuah percakapan dengan Eric, seorang pensiunan pilot, mengantar Babbie dalam perenungan tentang perjalanan imannya. Eric mendeskripsikan bahwa dalam menerbangkan pesawat, badan dan emosi kita sering menipu kita. Hal ini bisa terjadi saat terbang dalam cuaca yang buruk dan jarak penglihatan sangat rendah. Tubuh kita mengalami vertigo atau disorientasi ruang.


“Bahkan dalam keadaan tertentu, kita menyangka bahwa kita sudah terbang dengan benar, tetapi ternyata pesawat dalam keadaan terbalik,� cerita Eric. Di saat-saat seperti ini, pelatihan-pelatihan intensif seorang pilot berperan sangat vital. Seorang pilot dilatih untuk percaya pada mesin pesawatnya, memahami manual pesawat, dan mematuhi perintah petugas air controller. Bukankah hal ini serupa dengan iman kita? Iman bukanlah perasaan semata. Iman dibangun dari pengenalan akan Tuhan yang menciptakan diri kita dan segala yang ada. Pengenalan tersebut adalah dari membaca Alkitab dan mendengarkan pembahasan firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Jika seorang pilot harus memahami manual pesawat dengan baik, masa kita tidak harus memahami Alkitab dengan sungguhsungguh pula agar dapat hidup dengan baik? Pemahaman akan firman Tuhanlah, bukan perasaan kita, yang akan memberi tuntunan pada keberadaan kita saat menjalani masa-masa yang susah untuk


kita pahami. Inilah arti “walk by faith, not by sight�. Di dalam menjalani kehidupan ini, percaya dan fokus pada Tuhan Sang Penguasa Hidup adalah hal yang utama. Ibrani 12: 1–2 memerintahkan kita untuk melakukan tugas kita sebagai manusia dengan mata tertuju pada Yesus sebagai pemimpin hidup yang akan membawa iman kita ke dalam kesempurnaan.


Apakah ini hal yang mudah? Tentu tidak. Hidup ini penuh dengan hal-hal yang menggoda kita untuk masuk ke dalam ‘kemudahan-kemudahan’ semu, dan itu yang ditawarkan oleh dosa. Dan dosa selalu mengarahkan kita pada kehancuran, bukan ke tujuan dari ‘penerbangan’ kita. Perkataan Charles H. Spurgeon, seorang teolog, menjadi refrain lagu ini. Tuhan terlalu bijak untuk salah, Tuhan terlalu sempurna untuk menjadi buruk. Jadi jika kita tidak mengerti akan hidup ini, tidak dapat melihat jejak dan rencana-Nya, percayalah hati-Nya ... “trust His heart”. Percaya bahwa Tuhan selalu merancangkan hal yang baik, yang akan mengantar kita kepada Dia yang sempurna•


Trust His Heart All things work for our good Though sometimes we don’t see how they could Struggles that break our hearts in two Sometimes blind us to the truth Our Father knows what’s best for us His ways are not our own So when your pathway grows dim And you just don’t see Him, remember you’re never alone

God is too wise to be mistaken God is too good to be unkind So when you don’t understand When don’t see His plan When you can’t trace His hand Trust His Heart


He sees the master plan And he holds our future in His hand So don’t live as those who have no hope All our hope is found in Him We see the present clearly But He sees the first and the last And like a tapestry He’s weaving you and me To someday be just like Him He alone is faithful and true He alone knows what is best for you



Lily Ekawati

Benny dan Grace:

Perjalanan yang Penuh Kejutan


BE N N Y Y A N T O HUTAG AO L

Benny Yanto Hutagaol lahir tahun 1969 dan dibesarkan di Jambi di tengah keluarga Kristen. Ayahnya adalah seorang penatua dan termasuk salah satu pendiri gereja HKBP di Jambi. Pengetahuan tentang Tuhan dan kekristenan yang diterimanya dari kecil menjadikan Benny sering meraih juara Alkitab. Meski demikian, Benny dibesarkan di lingkungan yang rasisme. Dari kecil hingga kuliah Benny sering berperilaku rasis yang belakangan menjadi penyesalan baginya. “Pemahaman saya salah ketika masih muda, saya memfitnah, melakukan hal buruk, pokoknya jahat sekali. Sekarang kalo saya ingat-ingat, jadi sangat menyesal …,” ujar Benny. Selulus SMA di tahun 1987, Benny diterima sebagai mahasiswa di FISIP UI. Di sinilah Tuhan telah mempersiapkan seorang gadis yang akan menjadi pasangan hidup dan penolongnya di masa depan. “Kalau saya ditanya kapan tepatnya saya lahir baru, saya tidak tahu jawabannya. Karena perubahan itu saya alami pelan-pelan. Dari semenjak kecil saya sudah dididik orang tua saya untuk berdoa, membaca Alkitab, ke gereja, ke persekutuan, dan hal-hal rohani lainnya. Seluruh kebiasaan ini yang saya bawa terus sewaktu merantau, yaitu: berdoa, ke gereja, persekutuan, dan lain-lain. Saya melakukan itu semua meskipun saya belum lahir baru,” kenang Benny.


Seluruh kebiasaan ini yang diyakini oleh Benny telah menjadi penolong baginya untuk selalu membuka hati bagi pimpinan Tuhan. “Sedikit demi sedikit saya dirubah. Dari semula sangat mencintai dosa, untuk kemudian berubah mencintai Tuhan dan berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan. Tuhan berbicara pada saya lewat firman-Nya dan renunganrenungan yang saya dengar juga dengan adanya kehadiran Grace yang selalu menyemangati saya untuk pelayanan,� kata Benny.

GRA CE D E N I SE R IS AK O TTA

Lahir di Jakarta tahun 1969 sebagai bungsu dari pasangan orang tua Ambon, Grace bersama orang tua dan dua orang kakaknya beribadah di GPIB Bukit Moria. Grace kecil hobi sekali menari. Sedari kanakkanak dia tidak malu untuk tampil menari di pentas seni.


Masa SMP di SMP St. Asisi, merupakan masa yang suram bagi Grace. “Saya sakit-sakitan, sering pusing, sakit perut, dan pegal di pundak. Padahal waktu di tes MRI menurut dokter tidak ada masalah,� ujar Grace. Kemungkinan ini disebabkan oleh tekanan yang dihadapi Grace. Karena jarak rumah dari sekolah cukup jauh. Grace setiap hari diantar jemput sopir karena ia harus pulang on time kalau tidak ingin dimarahi mama. Akibatnya Grace tidak bisa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (yang disukainya) sepulang sekolah. “Saya tau deh kayaknya kalau orang bilang stres dan mungkin depresi, karena saat SMP saya mengalami hal itu. Saya tidak bisa menyalurkan hobi menyanyi, menari, tidak bisa main sepulang sekolah sama teman-teman, dan sakit-sakitan. Belajar juga terganggu karena saya sering banget pusing,� kata Grace. Ingin mencicipi pengalaman bersekolah negeri, Grace kemudian mendaftar di SMAN 37. Saat SMA, dia bersama omanya pindah, menempati rumah orang tuanya di Tebet, dekat dengan sekolah sehingga memungkinkan bagi dia mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Masa remajanya pun jadi lebih berwarna. Semangat belajarnya pun meningkat, Grace berhasil meraih juara umum saat lulus SMA. Ketika proses penerimaan perguruan tinggi negeri dibuka, Grace mendaftar untuk masuk ke Universitas Indonesia. Tuhan menjawab doanya


yang ingin membanggakan papa mamanya dengan menempatkan Grace di Jurusan Ilmu Komunikasi UI. “Saat saya menemukan nama saya di koran (tanda lulus Sipenmaru), saya lompat dan menangis, telepon mama; dan untuk pertama kali dalam hidup, saya mengerti bahwa orang bisa menangis karena bahagia banget,� tawa Grace. C E R I T A D I K AMPUS TER CINTA

Sebagai mahasiswa Kristen, Benny aktif mengikuti Persekutuan Oikumene Sivitas Akademika (POSA) UI. Di wadah ini pula ia mengenal Grace pertama kali; sebagai adik kelas yang cantik, anteng, dan kalem. Sifat Benny yang cenderung agak kasar, membuatnya banyak orang kurang suka kepadanya. Tahun 1989, satu proyek pencarian dana untuk retret kampus membuat Benny dan Grace bertemu untuk bekerja sama. Benny mulai jatuh hati pada Grace. Namun ia hanya bisa memendam perasaannya tanpa berani melakukan pendekatan. Di UI, Grace aktif mengikuti organisasi Paduan Suara Mahasiswa Paragita. Di tahun kedua keanggotaannya Grace didesak untuk menjadi pianis di Paragita. Di sinilah kemampuan bermain pianonya kembali diasah. Selain di Paragita, Grace juga sering diminta untuk mengiringi kebaktian Natal dan Paskah, dan persekutuan lain. Semua pengalaman ini menjadi bekal dalam


melayani di kemudian hari termasuk pelayanan di GKY BSD.

K I SA H S E B E LAS TAHUN PENANTI AN

Tahun 1995 Benny mulai memberanikan diri untuk meminta Grace jadi pacarnya, sayangnya ditolak. Namun penolakan tidak membuat Benny putus asa. Usahanya untuk memenangkan hati Grace diulangi sampai tiga kali dan tiga kali pula usaha tersebut ditolak oleh Grace. Pada tahun 2000, mereka kembali dipertemukan saat gereja MRII (Mimbar Reformed Injili Indonesia) Tanah Abang meminta Benny untuk membantu pelayanan retret pemuda gereja tersebut dan Grace melayani sebagai pianis di retret yang sama. Momen ini kembali mendekatkan hubungan mereka berdua. “Saat itu saya mulai mendingan ... ada ‘bentuknya’ … mulai civilized. Kami mulai dekat lagi. Jadi akhirnya saya kembali ajukan proposal


keempat kepada Grace lewat email,” ujar Benny. Grace kemudian menjawab proposal tersebut dalam perjalanan pulang dari gereja. Benny yang biasanya cerewet mendadak jadi pendiam, ternyata ia sedang menunggu jawaban Grace atas proposal-nya. Sampai rumah, Grace memberikan surat untuk Benny. Hari itu, hari pertama Grace melayani sebagai song leader di MRII menjadi momen mereka ‘jadian’. Satu tahun tiga bulan kemudian, mereka menikah di gereja GPIB Bukit Moria. C AT A T A N B E NNY: P E K E R J A A N TUHAN D AN PENO LON G YA N G SEPADA N

Lulus kuliah; Benny bekerja di Dunkin Donut, berlanjut ke Ramayana Dept Store. Kondisi yang kurang cocok di Ramayana membuat Benny memutuskan untuk melakukan usaha di bidang makanan. “Justru waktu krisis 1998, saya mencoba usaha sendiri,” cerita Benny. Dan saat itu menjadi titik nadir Benny secara rohani dan keuangan. Akhirnya saya kembali bekerja sebagai wartawan, dan mulai pacaran dengan Grace,” kata Benny. Saat ini jika menoleh ke belakang, Benny percaya sekali akan pimpinan Tuhan dalam perjalanan hidup terutama dalam pekerjaannya. Setelah menikah dan punya anak pertama: Jovie, Benny bekerja di Synovate, sebagai Marketing Researcher. Pergaulan di sini membawa pengaruh buruk dalam kehidupannya.


“Tampaknya Tuhan pengen saya keluar dari sana, meskipun saya happy banget kerja di situ,� canda Benny. Keluarnya Benny dari Synovate diyakini sebagai inisiatif Tuhan. Seorang pimpinan sebuah perusahaan besar kemudian mengajak Benny untuk bertemu makan malam dan menawarkannya untuk bergabung di perusahaan tersebut. Semula tawaran tersebut ditolak oleh Benny. Tanpa Benny ketahui, orang tersebut (yang kemudian menjadi bosnya) memberi info penolakan Benny kepada teman Grace. Teman Grace tersebut langsung berinisiatif untuk menghubungi Grace agar membujuk Benny untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut. Grace mengajak Benny berdoa terlebih dahulu sebelum memutuskan menolak atau menerima tawaran pekerjaan tersebut. “Ya sudah, selanjutnya saya serahkan pada Tuhan kalau memang Tuhan mau saya pindah,� jelas Benny. Benny kemudian diterima dan bergabung di perusahaan tersebut tahun 2007. Saat itu mereka telah dikaruniai anak kedua: Naditta.


“Tuhan mengatur semuanya. Baru setahun bekerja di Orang Tua (OT), tahun 2008 kami mengalami musibah kebakaran rumah karena korsleting listrik. Hal ini menghabiskan semua harta kami termasuk surat-surat dan ijazah,” kenang Benny. Mereka pun memulai kembali semuanya dari nol. Seorang teman gereja menawarkan rumah di BSD untuk dipakai. Hingga saat ini, mereka sudah dua belas tahun tinggal di BSD. “Dan jika Tuhan mengizinkan, tiga tahun lagi saya akan pensiun dari pekerjaan saya sekarang,”kata Benny.

K I T A T A H U S EK AR ANG , B AHWA AL L AH T URUT BEKERJ A DAL AM S E G A L A S ES UATU UNTUK MEN DAT ANGKA N KEBA I KA N BAGI M E R E KA YANG MENG AS IHI DI A, YAI T U BAGI M EREKA YANG T E R P ANG G G IL S ES UAI DENGA N REN CANA A L L A H.

(R O MA 8 : 2 8 )

P E R J A L A N A N G R ACE D ENG AN P I MPI NAN T UHAN

Lulus kuliah Grace bekerja di sebuah perusahaan yang dimiliki oleh orang Perancis. Di situ Grace tidak merasa damai sejahtera karena sikap dari bos yang kasar; dan di satu titik, mendengar suara bos saja bisa membuatnya menangis. “Karena tidak tahan lagi saya mengajukan surat pengunduran diri satu bulan sebelum tanggal resign sesuai peraturan meski belum ada prospek pekerjaan baru.”


“Ketika saya pulang kerumah, eh ternyata saya dapat surat panggilan untuk interviu di perusahaan lain,” ujar Grace. Dalam masa satu bulan persiapan resign dari kantor lama, Grace menjalani serangkaian tes di perusahaan baru dan diterima. Sebelas hari setelah efektif resign, ia sudah kembali bekerja. “Mungkin orang bilang itu semua kebetulan, tapi untuk saya, tahapan peristiwa itu terlalu rapih untuk sebuah kebetulan, sehingga saya melihatnya sebagai pekerjaan Tuhan,” kenang Grace. Ketika ada lowongan untuk posisi trainer, Grace didorong oleh supervisornya untuk melamar karena ia melihat potensi Grace. Setelah melewati beberapa tes, Grace terpilih. “Di sini saya harus menyusun materi presentasi, menjelaskan dan berbicara di depan orang banyak, dan membentuk saya menjadi lebih percaya diri,” ungkap Grace. Pengalaman ini juga tanpa Grace sadari akan memudahkan dia berkomunikasi dengan orang tua murid di masa depan sebagai guru di sekolah musik. Tahun 2008, jarak kantor ke rumah BSD cukup jauh. Grace sering pulang dengan kondisi tubuh letih, menyebabkannya menjadi kurang sabar saat mendampingi anaknya belajar. “Jovie yang sudah mengantuk saat belajar sering menangis karena saya marahi,” kenang Grace. Berat hati Grace merencanakan resign. “Ketika saya bilang ke atasan, dia info bahwa awal tahun depan kemungkinan akan ada PHK, jadi lebih baik saya


menunggu dan dapat pesangon,” tawa Grace. Tahun 2009, Grace mengakhiri 12,5 tahun masa kerjanya dengan mendapat sejumlah pesangon. Karena berencana menjadi guru piano, Grace memutuskan membeli piano dari uang pesangonnya, meskipun ada keraguan akan diterima karena semua sertifikat musiknya musnah saat kebakaran rumah. Ketika berjalanjalan di daerah Fatmawati, ia iseng masuk ke Petrof Piano House. Grace mulai mencoba piano dengan memainkan beberapa lagu. Tanpa sadar seseorang sedang memperhatikan. “Selesai saya main, seorang bapak hampiri saya dan tanya apakah saya ada rencana untuk mengajar piano,” kenang Grace. Dia jawab ya namun semua sertifikat musiknya terbakar. “Kaget …. ketika bapak itu menjawab gak masalah, sambil cerita istrinya buka sekolah musik dan butuh guru, meskipun … lokasi agak jauh dari sini yaitu di BSD. Saya langsung jawab rumah saya di BSD …,” ujar Grace penuh haru. Akhirnya Grace bisa bekerja menjadi guru piano di Petrof Piano House BSD. Setelah beberapa bulan, Grace berpikir untuk pindah mengajar di Sekolah Musik Yamaha karena lebih dekat. Dia menghubungi Yamaha pusat. Ternyata saat itu bertepatan sekali ada audisi. Akhirnya Grace diterima sebagai guru piano. Meskipun melamar sebagai guru privat, dia juga mendapat penawaran menjadi guru grup musik anak. “Campur tangan Tuhan sangat terasa


dalam banyak momen kehidupan saya, saya bisa bekerja lagi meskipun bukan sebagai karyawan kantoran. Kadang saya kangen kehidupan kantoran. Tapi di sini saya bersyukur dan happy banget karena bekerja sesuai dengan passion saya,” kata Grace.

C E R I T A P E L AYANAN D AN PER G U M UL AN

Setelah mulai tinggal di BSD, Benny sekeluarga diajak bergereja di GKY BSD oleh kakak iparnya. Dimulai dengan Grace yang hadir ke komisi wanita dan pasutri. “Pada saat istirahat di salah satu acara seminar pasutri, saya diajak ngobrol oleh Bu Elsye dan langsung diajak untuk melayani musik juga Paduan Suara Sanctus-2. Di-followup dan langsung dapat jadwal hahahaha …,” tawa Grace. Dari situlah Grace mulai bergabung di PS Sanctus-2. Ia bersyukur karena Tuhan memberi jalan untuk berjemaat di GKY BSD. Dia melihat gereja sangat total dalam melakukan suatu program atau acara, dan membuatnya


termotivasi untuk melayani dengan maksimal. Grace juga mendorong Benny untuk pelayanan bersamanya. “Ketika awal-awal diajak, saya bilang tar sok tar sok, sampai Grace marah dan pernah komentar, ‘Susah banget sih ngajak kamu pelayanan.’ Jadi di bawah ancaman Grace saya ikut pelayanan,” canda Benny diiringi tawa Grace. Pergumulan yang mereka hadapi saat ini adalah dengan papa Grace yang menganut sinkretisme dan sudah mereka doakan bertahuntahun.

“Sampai saat ini papa masih belum bisa melepaskan kebiasaannya berhubungan dengan dunia roh. Meskipun kami anak-anaknya sering mengajaknya bicara dan berusaha menyadarkannya. Inilah keluarga kami … papa Kristen tapi masih percaya hal-hal demikian,” cerita Grace. Mereka menjelaskan juga kepada anak-anak untuk menghormati dan mengasihi


opa, tapi juga tentang pandangan opanya yang salah. “Beberapa pendeta juga sudah kami info dan malah kami kadang takut karena kok sepertinya cerita ke mana-mana, padahal kerinduan kami adalah papa dapat dilepaskan dari hal seperti itu,â€? jelas Benny menutup perbincangan petang itu•


Benny Yanto Hutagaol BIOD A T A NAM A L EN GK A P :

Benny Yanto Hutagaol

NAM A PA N GGI L A N :

Benny

TEMP A T , T A N GGA L L A H IR

Jambi, 3 Januari 1969

:

NAM A I ST R I :

Grace Denise Risakotta (1969)

NAM A A N A K :

Giovanni B. Hutagaol (2002) Bernaditta Tiurma Hutagaol (2006)

R IW A Y A T P E ND ID IK AN SD :

SD Xaverius Jambi (Lulus 1981)

SMP :

SMP Xaverius Jambi (Lulus 1984)

SMA :

SMAN 54 Jakarta (Lulus 1987)

PERGUR UA N T I N G G I :

Universitas Indonesia (Lulus 1994)

R IW A Y A T P E K ER JAAN MR CI M A N A GER :

2007 - now PT Ultra Prima Abadi (Orang Tua Group)

SENIO R R ESEA R C H E R :

2004 - 2007 PT Synovate Indonesia

WART A WA N B I D A N G S A H A M

:

2001 - 2004 PT Indoexchange Tbk

WIR A SWA ST A D I B ID A N G F O O D :

1998 - 2001 Di Jakarta

F&B OPER A T I O NA L M A N A G E R :

1997 - 1998 PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk

BUIL D I NG M A NA G E R :

1995 - 1997 PT Dunkindo Lestari

R IW A Y A T P E LAYANAN GKY B SD :

Paduan Suara Sanctus 2 (2008 - now)

GKY B SD :

Komisi Pasutri

(2011 - 2012)

GKY B SD :

CGL Betlehem 2

(2010 - 2011)


Grace Denise Hutagaol-Risakotta BIOD A T A

Grace Denise Hutagaol-Risakotta Grace Jakarta, 19 Mei 1969 Benny Yanto Hutagaol (1969) Giovanni B. Hutagaol (2002) Bernaditta Tiurma Hutagaol (2006)

NAM A L EN GK A P : NAM A PA N GGI L A N : TEMP A T , T A N GGA L L A H IR

:

NAM A I ST R I : NAM A A N A K :

R IW A Y A T P E ND ID IK AN SD :

SMP :

SMA : PERGUR UA N T I N G G I :

R IW A Y A T P E K ER JAAN GURU :

C H UR N & PR OJ EC T M A N A G E R SPECI A L I ST

:

TRAI NI NG & D EVE L O P M E N T MAN A GER

:

C ALL CEN T ER M A N A G E R

:

2009 - now Yamaha Musik Indonesia 2008 - 2009

PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia

2006 - 2008

PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia

TRAI NER :

C USTO M ER SER V I C E : R EPRESEN T A T I V E ( S TA F F ) C OM M UN I CA T I O N S P E C IA L IS T :

R IW A Y A T P E LAYANAN GKY B SD :

GKY B SD :

GER EJ A K R I T US K E TA P A N G JAKA R T A

SD Santo Fransiskus Asisi Jakarta (Lulus 1982) SD Santo Fransiskus Asisi Jakarta (Lulus 1985) SMAN 37 Jakarta (Lulus 1987) Universitas Indonesia (Lulus 1994)

:

GPIB B UK I T M OR IA : JAKA R T A GR II T A N A H A BA N G : JAKA R T A GPIB B UK I T M OR IA : JAKA R T A

2000 - 2006 PT Mobile Selular Indonesia (Mobisel) 2001 - 2006 PT Mobile Selular Indonesia (Mobisel) 2002 - 2006 PT Mobile Selular Indonesia (Mobisel) 1995 - 1997 PT Dunkindo Lestari 2008 - now Paduan Suara Sanctus 2 2008 - now Pemusik 1991 - 2001 Pelatih Paduan Suara Anak 1998 - 2001 Pelatih Paduan Suara Anak 2000 - 2018 Pemusik & Song Leader 1988 - 2001 Vocal Group & Paduan Suara


TAMAN KETAWA

Di masa pandemi ini seorang jenderal tua yang sudah pensiun mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru kepada para follower di akun sosmed-nya. Berikut cuplikan balasan komentar-komentar di akun sang jenderal. • Siappppp Pakk!!!! Selamat Natal juga!!! • “Old soldier never die, they just fade away.” Mantaapp Pak! • Laksanakan!!! Semoga damai-Nya juga beserta Bapak selalu! • Selamat Natal juga Pak Jenderal, kami doakan Bapak masuk surga …. • Reply sang jenderal, “He!!! Gimana mau masuk surge ..., saya ke gereja aja udah nggak boleh …???“


Sonny dan Tina yang sudah ngebet banget nikah berencana menikah tepat setelah Natal dengan harapan banyak orang masih liburan, sehingga tamu yang hadir di resepsi bisa lebih banyak. Untuk itu, walaupun pandemi justru makin meningkat, mereka berniat tetap menyelenggarakan pesta pernikahan. Rencana sudah dipersiapkan dengan matang (tentu saja dengan mengutamakan protokol kesehatan tentang orang berkumpul) dan juga urusan konsumsi, pencetakan dan pengiriman undangan, survenir, dekorasi tempat pesta, dekorasi di gereja saat pemberkatan, dan bahkan hingga pemesanan tempat untuk bulan madu setelah nikah nanti. Mereka sepakat memesan sebuah cottage yang romantis dan sepi di tengah danau yang dikelilingi pohon-pohon sejuk dan kicauan burung di pagi hari. Tapi rencana tinggal rencana. Pada hari H-3 sebelum nikah, Sonny terdeteksi kena Covid-19! Padahal banyak sanak famili dari jauh yang sudah duluan hadir menginap di rumah keluarga kedua


mempelai. Akhirnya semua rencana nikah dibatalkan, kecuali satu ‌. Pondok sepi di tengah danau itu akhirnya menjadi saksi bisu isolasi mandiri Sonny selama lima belas hari. Sonny harus melewatkan waktu dalam kesendirian dan harus mengikuti anjuran dokter supaya banyak berjemur, makan makanan bergizi, minum vitamin dan madu ‌. Sonny memang masih ditemani madu, tetapi tentunya bukan bulan madu seperti ini yang dia bayangkan selama ini. Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana — Amsal 19: 21


kisah seorang pendeta dan peternak Hari Minggu, di sebuah desa terpencil yang jauh dari keramaian, seorang pendeta bersiap-siap untuk khotbah di sebuah gereja sederhana. Saat itu hadir seorang bapak tua (seorang peternak sapi) yang duduk di bangku paling depan. Hanya dia satusatunya yang hadir pada kebaktian Minggu pagi itu. “Wah… sepertinya kita harus menunda dulu kebaktian pagi ini …,” kata si pendeta. “Wah, Pak ... sekalipun saya hanya punya satu sapi, tapi kalau tiba waktunya makan, dia tetap saya beri makan lho …,” kata si bapak tua. Akhirnya si pendeta tidak jadi membatalkan kebaktian dan tetap mengadakan pelayanan mimbar sampai selesai—kira-kira dua jam. Tiba saat bersalaman di pintu gereja si pendeta berkata kepada bapak tua, “Bagaimana khotbahnya?” “Oke Pak …,” kata si bapak tua, “tapi kalau saya yang ngasih makan satu sapi tidak akan saya beri jatah untuk sepuluh sapi pak. Itu sih kebanyakan ….” Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya; tegurlah, nasihatilah, dan doronglah mereka dengan penuh kesabaran dan pengajaran (2 Timotius 4: 2)


cuci piring Ronny protes kepada istrinya karena sudah bosan disuruh cuci piring terus di dapur selama pandemi. “Ini sih bukan kerjaan laki-laki Mam …,” keluhnya sambil mencuci piring dengan malas-malasan. “Ooo ya jelas … ini kerjaan kamu,” jawab istrinya dengan tegas. “Kan ada tertulis di 2 Raja-Raja 21: 13! (... Aku akan menghapuskan Yerusalem seperti seorang pria membersihkan piring, yaitu menghapusnya dan membalikkan permukaannya). (Diadaptasi dari berbagai sumber)


Anton Utomo

Setelah Empat Abad Dalam Keheningan


Apa yang terjadi setelah pasal terakhir kitab Maleakhi dan sebelum pasal pertama kitab Matius? Selembar halaman kosong di Alkitab kita yang memisahkan kedua kitab itu berselang waktu lebih dari empat ratus tahun! Mengapa Tuhan seolah ‘bungkam’ selama itu? Tak ada nabi, tak ada firman, hanya ada keheningan belaka di tanah Israel. Sepertinya Tuhan tidak peduli lagi dengan umat-Nya dan meninggalkan mereka. Namun, justru sebaliknya, sejarah dunia selama empat ratus tahun menjelang kedatangan Kristus membuktikan bahwa Tuhan begitu ‘sibuk’ bekerja membenahi dunia dan khususnya tanah Israel menjadi tempat paling tepat untuk kelahiran Sang Juru Selamat. Mari jelajahi keheningan yang panjang melalui peristiwa dan sejarah di Timur Tengah dan dunia kuno sampai masa kelahiran Sang Juru Selamat.


M A L E A KHI S A NG NAB I PENUTU P PERJ ANJ I AN L A MA

Maleakhi diperkirakan hidup di masa setelah bangsa Israel kembali dari pembuangan dan rekonstruksi Bait Allah di bawah pimpinan Nehemia dan Ezra telah dirampungkan (445 SM). Dalam kitabnya, Maleakhi menekankan komitmen umat Yahudi dalam penyembahan yang benar kepada Allah. Ia mengoreksi perilaku religius yang hanya tampak di permukaan, yang bahkan juga ditunjukkan oleh para imam, sehingga banyak orang ‘tergelincir’ dengan pengajaran mereka. Cukup mengejutkan bahwa apa yang disuarakan Maleakhi ternyata bukan sesuatu yang asing sampai empat ratus tahun kemudian, perilaku para imam yang menyimpang dan menyesatkan terus berlanjut sampai pada masa Yesus. Nubuat Maleakhi yang paling penting bagi umat Kristen adalah kedatangan utusan Tuhan yang


akan mempersiapkan jalan bagi-Nya. Ucapan itu tergenapi lebih dari empat ratus tahun kemudian saat Yohanes Pembaptis berkarya di padang gurun menyuarakan ajakan pertobatan bagi umat Israel. D UNI A B E R UB AH D ENG AN CEPA T

Sesuai mimpi raja Babel Nebukadnezar tentang patung yang ditafsirkan Daniel, kerajaan demi kerajaan silih berganti menguasai dunia kuno. Setelah Babel yang maha kuat, muncul Persia yang lebih kecil namun perkasa; kemudian tampil Yunani yang mengubah wajah dunia, sebelum akhirnya hadir Romawi yang menguasai dan menyatukan dunia. ‘Dunia’ yang dimaksud di sini adalah wilayah di seputaran Laut Mediterania (ancient world). Di sinilah penduduk dari benua Eropa, Asia, dan Afrika saling bertemu dan mempengaruhi satu sama lain. Maleakhi yang hidup pada masa Kerajaan Persia mungkin mengalami masa-masa pergolakan sebelum Kerajaan Persia ditaklukkan oleh Yunani di bawah pimpinan Aleksander Agung (Alexander the Great), raja Yunani dari Makedonia yang ‘menyapu bersih’ dunia kuno sampai ke ujung barat India. Saat Aleksander menyerang Mesir, tanah Palestina termasuk Israel yang dilewatinya, dengan mudah dikuasainya pula. Inilah saat-saat dimana dunia mulai ‘disatukan’ oleh budaya yang dibawa penjajah Yunani,


kerap disebut helenisasi. Aleksander Agung bukan hanya tentara yang perkasa, tapi ia juga pecinta seni dan ilmu pengetahuan. Sebagai murid terkasih Aristoteles, ia menguasai berbagai ilmu dan filsafat dunia. Dibangunlah berbagai kota dan pemukiman baru yang menyandang namanya, dan kota-kota itu dipenuhi dengan warga yang belajar ‘mencintai’ budaya dan seni Yunani. Maka sampai pada masa Yesus dilahirkan, bahasa Yunani telah menjadi lingua franca (bahasa umum) dalam dunia kuno, sama seperti bahasa Melayu di kepulauan Nusantara dulu. Pada masa Aleksander Agung sebuah kota pusat budaya dan pengetahuan didirikan di Mesir, konon pernah menjadi tempat berdirinya perpustakaan terbesar di dunia. Alexandria, nama kota itu, masih berdiri sampai saat ini walau sisa-sisa peradaban kuno sudah sulit ditemukan. Di Alexandria pula pertama kalinya kitab Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani pada medio abad ketiga SM, dikerjakan oleh tujuh puluh tokoh atau sarjana Yahudi, maka disebut Septuaginta (bahasa Latin, artinya tujuh puluh). Kelak, para penulis kitab Perjanjian Baru juga menulis dalam bahasa Yunani, meskipun sebagian besar mereka berbahasa Aram sebagai bahasa ibu, sama seperti Yesus dan keluarganya. Walaupun Aleksander Agung hanya berusia pendek (33 tahun), ia mewariskan kekayaan


dan daratan yang luasnya tak terkira. Alhasil, negeri-negeri jajahan itu dibagi untuk para jenderal bawahannya. Seperti sudah diprediksi sendiri oleh Aleksander, kemudian terjadilah perebutan kekuasaan di antara mereka. Tanah Israel tak luput dari pergolakan selama puluhan bahkan ratusan tahun. Penguasa yang satu ditumbangkan, untuk kemudian merebut kekuasaan lagi setelah mengumpulkan lebih banyak kekuatan, demikian seterusnya. Barulah ketika muncul Kerajaan Romawi yang menumbangkan semua penguasa sebelumnya, keadaan Israel menjadi lebih stabil. K E L A HI R A N JUR U S ELAMAT D I ERA ROMAWI

Bukan kebetulan Yesus dilahirkan di masa keemasan Romawi, salah satu kerajaan terbesar yang masih diingat dunia sampai saat ini. Hampir seribu tahun menguasai Eropa, Afrika Utara, dan sebagian Asia; Romawi mewarnai kebudayaan dunia dan memberikan dampak besar di bidang teknologi, sains, dan hukum. Teknologi Romawi menyatukan dunia kuno dengan membangun jalan-jalan raya canggih di seantero kerajaan. Sisa-sisa jalan Romawi masih banyak ditemukan sampai saat ini. Perjalanan dari satu kota ke kota lain dipangkas menjadi jauh lebih cepat. Maka wajarlah bila Yerusalem, salah satu kota besar di era Romawi, ramai dipenuhi orang dari berbagai penjuru bumi saat Paskah Yahudi atau waktu perayaan lainnya. Berbagai profesi dan


organisasi masyarakat bermunculan, berinteraksi dengan para penguasa asing (Romawi) maupun ‘pribumi’. Sementara itu rakyat kecil dengan sabar menantikan kehadiran Mesias yang makin sayup gemanya setelah ratusan tahun tak kunjung datang.

Saat Yesus lahir, Raja Herodes sebagai perpanjangan tangan Kaisar Agustus menguasai tanah Israel (Yudea, Samaria, dan Galilea). Kita mengenalnya sebagai penguasa kejam yang tak segan membunuh anak-anak demi memburu Yesus. Masyarakat Yahudi di masa Yesus juga memiliki lembaga mahkamah agama di setiap kota dan daerah, yang disebut Sanhedrin. Ada 23 anggota di setiap kota, sedangkan di pusat ada 71 anggota Sanhedrin. Anggota Sanhedrin adalah para imam dan orang-orang terpandang dalam masyarakat Yahudi.


O RM A S , G E RAK AN PO LITIK D AN KEAGA MAAN DI MASA YESUS

Selain pejabat pemerintahan dengan jajarannya, termasuk para pemungut cukai yang mengumpulkan pajak dari masyakarat, ada beberapa organisasi masyarakat yang berkembang dan berpengaruh dalam masyarakat Yahudi, di antaranya:

Farisi

Kelompok pergerakan sosial yang memegang teguh ajaran Taurat Yahudi ini didirikan pada 167 SM. Ajaran kaum Farisi terus dipertahankan bahkan setelah bangsa Yahudi terusir dari tanah Israel; ritual dan ajarannya menjadi dasar kepercayaan Yudaisme Rabinik sampai sekarang. Orang Farisi bukan hanya memegang Taurat tapi juga mempercayai the Oral Torah: yang berisi penjabaran, interpretasi, dan hukum yang tidak tertulis dalam kitab Taurat. Itulah sebabnya ajaran tentang hari Sabat, makanan haram, dan segala tata kehidupan masyarakat diatur sedemikian detail dan rumit. Gerakan ini banyak diikuti oleh kelas menengah


dan kelas bawah di Israel, tetapi banyak ditentang kalangan atas dan pejabat pemerintahan, termasuk para pemimpin Yahudi. Orang Farisi yang sangat menekankan perilaku religius tapi kerap mengabaikan motivasi dan kesucian hati ini menuai kritik sangat keras dari Yesus, seperti yang ditulis Matius, �‌ kamu seperti kuburan yang dilabur putih, luarnya tampak bersih, tapi dalamnya penuh tulang belulang ‌.� Tak heran, kelompok inilah yang paling menentang kehadiran Yesus yang menyampaikan ajaran yang begitu berbeda bahkan tampak seperti bertentangan dengan ajaran mereka.

Saduki

Bertolak belakang dengan Farisi, Orang Saduki adalah pembela helenisme, menerima budaya dan filsafat Yunani hampir sepenuhnya. Mereka percaya pada Taurat, tapi tak menerima the Oral Torah. Mereka tidak percaya ada malaikat, kebangkitan orang mati, bahkan surga! Uniknya, gerakan yang sama-sama dibentuk pada 167 SM ini banyak diikuti oleh kelas atas Yahudi. Mereka yang kaya, terpelajar, dan berpengaruh banyak yang menjadi pengikut Saduki. Mengenai hal kebangkitan, beberapa orang Saduki yang merasa menguasai logika ala filsuf Yunani, pernah menguji Yesus dengan bertanya: Bila ada seorang wanita yang bersuami kemudian suaminya mati, demikian pula suami berikutnya mati sampai berturut-turut tujuh orang, maka


siapa yang akan menjadi suami wanita itu kelak di surga? Dengan kebijakan Ilahi, Yesus menjawab sigap, ”… kamu sesat … pada waktu kebangkitan nanti, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga.” Orang Saduki bungkam dan takjub mendengar jawaban Yesus.

Essen

Kelompok keagamaan dan sosial ketiga yang ada di Israel pada masa Yesus adalah Essen, kelompok orang yang hidup menarik diri dari keramaian, menjalani laku hidup seperti biarawan abad pertengahan yang hidup miskin (sederhana), berpuasa, menolak hiburan dan kepuasan diri, dan pemimpinnya selibat (tidak menikah). Sebagian peneliti sekuler bahkan mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis boleh jadi bagian dari kelompok ini. Walaupun jumlahnya cukup banyak, kelompok ini tidak terlalu menonjol dalam kehidupan bermasyarakat karena mereka hidup tertutup di gua-gua dan jauh dari kota-kota besar. Seorang gembala Arab di Qumran menemukan salah satu ‘markas’ kelompok ini pada tahun 1946 dan tanpa sadar mengantarnya pada suatu penemuan terbesar di abad kedua puluh. Dalam gua-gua di Qumran ditemukan gulungangulungan perkamen Perjanjian Lama yang hampir lengkap peninggalan abad 3SM–1M. Warisan kaum Essen yang kemudian disebut


Dead Sea Scrolls (Gulungan Laut Mati) itu setidaknya membuktikan kepada dunia bahwa kitab Perjanjian Lama yang kita miliki sekarang isinya tidak berbeda dengan apa yang dibaca orang Yahudi lebih dari dua ribu tahun lalu!

Zelot

Orang Zelot adalah antitesis kaum Essen. Mereka seperti ormas yang melegalkan kekerasan untuk mencapai tujuan mulia sesuai Taurat. Zelot lebih merupakan gerakan politik ketimbang sosial apalagi keagamaan. Mereka sekumpulan anak-anak muda yang ‘idealis’ dan ‘visioner’, menentang penjajahan Romawi dan juga memusuhi orang-orang Yahudi yang dianggap kaki tangan penjajah. Uniknya, salah satu murid Yesus adalah “Simon yang disebut orang Zelot” (Lukas 6: 15). Banyak perdebatan tentang Simon yang pasti bukan Simon Petrus ini, terutama tentang pelayanan dan akhir


hidupnya. Konon ia mengabarkan Injil sampai ke Persia, Armenia, dan Libanon. Organisasi Zelot yang sarat dengan kekerasan akhirnya lenyap saat Romawi menyerang Yerusalem dan menghancurkan Bait Allah. Namun, istilah “zealot� tetap lestari sampai saat ini, dalam kamus bahasa Inggris tetap tertera untuk menggambarkan sosok yang fanatik dan tanpa kompromi mempertahankan prinsip religius maupun politik yang diusungnya. A L L A H M E N Y ED IAK AN S AR ANA DA N I NFRAST RUKT UR BA GI P E K A BA R A N INJIL

Ketika Nabi Maleakhi menulis kitabnya, Yerusalem adalah sebuah kota yang berusaha bangkit dari reruntuhan setelah ditinggalkan puluhan tahun oleh warganya. Empat ratus tahun kemudian, ketika Yesus dilahirkan di Betlehem, Yerusalem sudah menjelma menjadi metropolis, kota internasional yang ramai dikunjungi orang


Yahudi dari berbagai penjuru bumi. Dari kota inilah Injil tersebar ke seluruh penjuru dunia, sesuai amanat agung Yesus sebelum naik ke surga. Dengan infrastruktur jalan yang lengkap, perjalanan antar kota bahkan antar pulau dan benua dapat dilakukan dengan singkat. Bahasa pun tidak lagi menjadi hambatan karena bahasa Yunani sudah menjadi bahasa pengantar di mana pun. Kitab suci dalam bahasa Yunani juga telah tersedia (Perjanjian Lama), dan tak lama kemudian kitab-kitab Perjanjian Baru juga mulai ditulis dalam bahasa yang sama, menjadi pegangan yang sangat berharga untuk umat Tuhan. Terbukti, selama empat ratus tahun, Tuhan telah mempersiapkan ’infrastruktur’ yang memudahkan para murid dan para bapa gereja untuk memberitakan Injil ke negeri asing yang jauh. Sehingga walaupun dianiaya dan ditekan di mana-mana, Injil tetap merambat ke segala penjuru bumi, sehingga pada akhirnya menembus pusat pemerintahan Romawi pada awal abad keempat dengan diresmikannya kekristenan menjadi agama negara.

SUMB E R : 1. https://en.wikipedia.org/wiki/Book_of_Malachi 2. https://en.wikipedia.org/wiki/Sadducees 3. https://en.wikipedia.org/wiki/Pharisees 4. https://en.wikipedia.org/wiki/Essenes 5. https://en.wikipedia.org/wiki/Zealots 6. https://www.history.com/topics/ancient-middle-east/history-of-jerusalem


Liany D. Suwito


Tahun 2020 berlalu dengan begitu cepat, sunyi dan sederhana. Tak ada pesta, tak ada kembang api yang gegap gempita, tak ada riuh rendah suara terompet yang mewarnai pergantian tahun seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan positifnya tahun 2020 kali ini saya yakin ditutup dengan banyak rangkaian doa dan cerita yang mungkin akan jadi sejarah yang tak terlupakan hingga anak cucu kita nantinya. Tapi apakah tahun baru kali ini memang berbeda? Kalau kita renungi kembali sebenarnya tidak juga, karena pada tahuntahun sebelumnya pun, terkadang kita lupa bahwa tak semua orang bisa merayakan pergantian tahun dengan begitu mewah. Tak semua bisa melewati tahun dengan keadaan sehat dan sejahtera. Tak semuanya bisa menutup tahun dengan makan bersama keluarga dan hati gembira. 2020 memang telah menjadi tahun yang begitu berharga, menjadi momentum bagi umat manusia. Menjadi tahun yang memutarbalikkan kehidupan, mengubah tatanan, memaksa manusia meredam keinginan-keinginan dan memikirkan kembali fokus kehidupan.


Manusia diingatkan untuk tak hanya menyadari kembali esensi kehidupannya di dunia, tetapi juga menyadari betapa lemahnya kita saat diperhadapkan dengan kenyataan hidup. Dan sendiri ternyata kita tak akan mampu. Jalan-jalan kita terputus begitu saja. Harapan-harapan kita di awal tahun 2020 mungkin sudah terlepas hilang terbang dan kenyataan menghadang. Sadarkah kita, dulu kita menjalani hidup begitu cepat seperti mengendarai mobil di jalan tol yang sepi, berjalan begitu saja tanpa banyak hal yang menjadi pikiran? Tapi sekarang hidup memaksa kita melepaskan kaki dari pedal gas, turun melangkahkan kaki dan perlahan melambatkan laju kehidupan. Mata kita menjadi lebih awas, memperhatikan detail yang lalu-lalang di sekitar kita, memperhatikan kesehatan dan kebutuhan keluarga, serta sahabat dan tetangga kita. Telinga menjadi lebih peka, mendengar kesulitan dan doa-doa, juga harapan orang yang dulu mungkin hanya berlalu begitu saja. Dan apakah kita juga merasakan, mulut kita menjadi lebih sensitif saat bicara, karena kita tahu betapa rapuhnya hati manusia di saat-saat seperti ini.


Di mana yang kita butuhkan sekarang bukanlah lagi keluhan akan kesulitan, melainkan ucapan dan dorongan penyemangat yang bisa membawa udara segar di tengah sesaknya hidup? Bahkan otak kita pun ikut bekerja lebih keras, mencari jalan keluar untuk memutus kesulitan, tak hanya kesulitan kita sendiri tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Kita mencari celah di sela-sela himpitan kehidupan. Kita menolak untuk menyerah dan punah, karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan akal budi untuk bisa mengubah dan memperbaiki keadaan. Lalu kita pun sekarang bersahabat dengan keadaan. Bersahabat dengan keadaan dan kesederhanaan nyatanya tak sesulit yang kita bayangkan, toh hidup seyogyanya tak diukur dari kekayaan dan kesuksesan. Menghargai dan memaknai setiap nafas, hari menit detik, lebih membahagiakan daripada menghabiskannya untuk ketakutan dan kekhawatiran yang tak akan menambah sehasta saja kehidupan kita. Dan yang lebih penting dari itu semua adalah tetap memiliki pengharapan dalam Tuhan.


Selayaknya menanam, bibit pengharapan harus dirawat sedemikian rupa sehingga ia akan selalu tumbuh subur meski berada di tengah-tengah lingkungan yang buruk dan cuaca yang tak mendukung. Bila kita berhasil, bibit itu akan tumbuh dan menghasilkan buah yang ranum serta memberikan rasa segar bahkan kesehatan bagi jiwa kita. Memiliki harapan akan meningkatkan kemampuan kita untuk bertahan dan beradaptasi (resiliensi) dalam hidup. Harapan didefinisikan Snyder (2002), seorang tokoh psikologi positif, sebagai pola berpikir yang dapat dipelajari yang melibatkan cara berpikir manusia tentang sebuah tujuan. Harapan juga merupakan kepercayaan dan keyakinan seseorang pada kemampuannya untuk meraih tujuan. Namun seperti kita tahu, manusia sangatlah terbatas. Dengan mudah lingkungan yang tak kondusif dan tak adanya dukungan dari orang lain dapat melemahkan keyakinan kita untuk mencapai harapan itu. Begitulah bila kita hanya mengandalkan diri sendiri dan menggantungkannya pada orang lain


dengan mengharapkan bahwa keadaan dan lingkungan akan berubah dengan sendirinya. Sebaliknya, menggantungkan harapan kita pada Tuhan dapat memberikan kelegaan yang sejati. Dengan menyampaikan harapan kita dalam doa dan berusaha mengerjakannya dalam kehidupan kita, bukankah itu damai sejahtera yang sesungguhnya? Maka bisakah kita menutup tahun 2020 dengan penuh rasa syukur dan mengawali tahun 2021 ini dengan penuh rasa harap? Karena anugerah yang Tuhan berikan tidak seharusnya kita siasiakan, berapapun sisa waktu kita. Mari belajar memaknai setiap hal sebagai bonus kehidupan dan bersiap agar kita tak akan menyesal kapanpun Tuhan menginginkan kita memiliki hidup kekal bersama-Nya. *** “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan� (Roma 15:13)








Orang

Baik

di Sekitar Kita

Elizabeth Wahyuni


Orang Baik Menurut sebuah jurnal psikologi yang pernah saya baca, pindah rumah adalah salah satu sumber stres terbesar. Kalau saya tidak salah ingat, masuk dalam peringkat kesebelas sebagai faktor pemicu stres. Buat saya apalagi, karena rumah baru yang hendak saya tempati adalah sebuah rumah contoh yang ukurannya sepertiga dari rumah sekarang, sudah fully furnished pula. Saya jadi bingung, mau dikemanakan semua barang yang keluarga saya miliki? Di situlah saya mulai mengenal marketplace bernama X dan Y, yang pada awalnya sangat asing buat saya. Bertahun-tahun sebelumnya saya tidak pernah kepikiran untuk menjual barangbarang second milik kami. Bukannya sok kaya, tetapi saya dan suami lebih memilih untuk memberi kepada mereka yang memerlukan secara gratis; mulai dari sepeda, sofa, kitchen set, meja makan, peralatan kantor, hingga baju-baju.


Saya dan suami sangat happy melihat orang yang juga menerimanya dengan happy. Perasaan ini tidak bisa dibeli dengan uang sebanyak apa pun. Tetapi karena saat ini kami sedang membutuhkan banyak biaya untuk merenovasi rumah yang akan ditempati, maka opsi untuk menjual barang-barang buat saya merupakan opsi terbaik. Jujur awalnya saya takut, sebab banyak yang mengingatkan agar saya berhati-hati, karena banyaknya penipuan di Marketplace X dan Marketplace Y. Masih teringat jelas, adik bungsu saya pernah kena tipu kontraktor abal-abal di Marketplace X, sampai seratus juta lebih uangnya melayang sedangkan si kontraktor kabur entah ke mana. Adik saya sempat depresi sampai kayak orang leng-lengan waktu itu.


Tapi pengalaman itu tentu tidak boleh digeneralisasi. Saya melihat sendiri bagaimana Tuhan luar biasa baik dan bermurah hati pada saya. Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang baik di marketplace tersebut. Dalam waktu relatif singkat, hampir semua barangbarang kami sudah terjual dan semua transaksi berjalan smooth. Uang yang masuk dipakai buat bantu-bantu suami demi keperluan renovasi. Saya adalah seorang ibu rumah tangga biasa, mendadak jadi kaya dengan pengalaman. Saya jadi tahu apa itu pembeli PHP (pemberi harapan palsu) atau hit-andrun: Dengan kata lain, sudah menawar dan deal, eh tiba-tiba raib entah ke mana.


Padahal sudah kasih alamat dan kami sudah bela-belain bertanya ke berbagai ekspedisi karena untuk dikirim ke luar kota. Pas mau dikirim, customer tersebut bilang cancel saja dengan alasan orang tua tidak setuju. Lah?? Setali tiga uang dengan seorang bapak yang datang ke rumah. Selama berjam-jam, beliau sudah mencoba berbagai barang saya, plus di-video-in. Beliau juga bertanya macam-macam dan saya jelaskan sampai saya haus. Sebelum pulang, beliau deal dengan kami dan meminta rekapitulasi total harga untuk semua barang yang beliau mau. Eh ‌ esoknya, ketika saya WhatsApp tidak ada kabar. Saya tanya lagi keesokannya, lalu beliau menjawab tidak jadi beli karena kakaknya enggak mau dan istrinya enggak setuju. Haizz .... Lalu ada juga yang nanya-nanya dengan mendetail dan minta tolong untuk merekam barangbarangnya dengan video pada pukul dua belas malam, lalu bilang, “Aku mau ya, Kak.â€? Tapi ketika saya buatkan link Toko Online Z sesuai request-nya, customer


itu tidak memberi kabar dan tidak membayar sampai sekarang. Padahal harganya hanya Rp150 ribu untuk dua macam kain bahan baju pesta. Banyak juga calon pembeli “Afgan�, menawarnya sadis nian. Mesin cuci front load seharga Rp1,5 juta ditawar Rp300 ribu. Kata adikku, kasih papan gilesan aja :) Gorden jumbo lengkap dengan rel, yang dulu saya bikin harganya jutaan, ditawar Rp200 ribu. Ada lagi calon pembeli yang “soya�, sok kaya, bertanya berbagai peralatan, seolah seperti juragan besar yang mau borong semuanya. Eh ... nawarnya seperempat harga. Bikin nangis. Ada juga yang menanyakan dua buah kasur mewah titipan teman, tibatiba beralih nanyain meja setrika. Ujungujungnya minta seprai bekas


alas setrikaan. Enggak tau mesti ketawa apa nangis. Padahal kalau dia ngomong to the point, saya kasih gratis loh :’) Suatu malam jam sebelasan, ada chat masuk dari Marketplace X waktu saya sedang di toilet. Seorang user Marketplace X menanyakan kompor Electrolux dan cooker hood saya yang baru. Awalnya bapak tersebut bertanya, apa ini benar baru. Saya jawab, “Ya, keduanya masih di dalam dus dan disegel, harga juga sudah net ya, Pak. Beliau nanya apa bisa bertemu di sekitar Taman Anggrek. Tapi saya jawab bahwa jaraknya kejauhan, karena saya tinggal di BSD. Bapak tersebut berjanji untuk datang ke rumah besok, dan ternyata beliau menepati janjinya. Yang awalnya cuma mau beli kompor dan hood, beliau jadi tertarik membeli juga barang-barang saya yang lain. Singkat cerita total pembelian bapak itu hampir mencapai Rp60 juta. Belum sampai di situ, anak lelaki saya yg baru lulus kuliah dan selesai magang akhirnya jadi bekerja pada sang


bapak, yang ternyata adalah pengusaha tambang batu bara dan punya pabrik emas. Anak saya diwawancara singkat, lalu langsung diterima dengan gaji yang lumayan besar. Kalau kata orang, ini sungguh merupakan kebetulan dan keberuntungan yang luar biasa, apalagi terjadi di saat banyak pekerja mengalami PHK seperti sekarang. Akan tetapi, saya selalu percaya pada tangan Tuhan yang tak kelihatan, yang bekerja di balik semua peristiwa ini. Baru-baru ini saya harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksa ulang hasil USG saya. Saat itu, saya bertemu dengan orang baik lainnya. Jadi ada titipan kompor dari kenalan saya, orang Korea. Awalnya kompor tersebut mau kami pakai, tapi tidak jadi karena tidak muat di dapur kami yang baru. Orang Korea tersebut bilang kompornya bagus, dan waktu ditunjukkan barangnya masih dibungkus. Ketika saya periksa, memang saya lihat bagus dan terbungkus rapi di apartemennya. Tetapi karena sudah malam, terus terang saya kurang teliti memeriksanya. Apalagi


kompor tersebut tidak dalam kondisi terpasang. Ketika ada seorang pembeli yang mau, ternyata kompor tersebut tidak seperti yang saya deskripsikan. Dari empat fire burner, ada satu yang tidak menyala. Belum lagi ada mur baut yang sudah karatan. Saya jadi syok, kok bisa saya ‘dibohongi’ oleh kenalan saya. Saya jadi malu sama pembeli saya. Padahal beliau baik sekali, tidak menawar, dan mau bayar ongkir sendiri. Hati saya jadi enggak enak terus, ditambah lagi pembeli itu akhirnya memanggil teknisi. Saya mentransfer balik Rp500 ribu bagian saya untuk biaya perbaikan. Eh, uang saya malah ditransfer balik. “Ga usah, Mbak,” katanya. “Saya apresiasi tanggung jawab Mbaknya ... tapi saya pulangin saja uangnya, Mbak.” Saya langsung menangis. “Hari gini masih ada ya pembeli sebaik itu,” pikir saya.


Seorang pembeli yang tidak meributkan haknya, seorang pembeli yang tidak marah ketika pesanan yang datang tak sesuai harapannya. Karena penasaran, saya coba mencari namanya di Google. Kagetlah saya. Ternyata pembeli tersebut masih muda, arsitek lulusan universitas di Amerika, dan keluarganya pemilik perusahaan properti kenamaan di Indonesia. Ibunya masuk dalam daftar sepuluh pengusaha wanita Indonesia yang sukses merintis bisnisnya dari nol. Akhirnya saya chat ke pria tersebut, “Ya ampun, Mas. Orang pinter ada banyak, orang kaya juga banyak. Tapi orang yang baik dan humble seperti Mas ini sangat sedikit dan sulit dijumpai.� Duh saya benar-benar membayangkan, alangkah bangga yang jadi ibunya. Begitulah kisah saya. Ternyata orangorang baik masih ada di sekeliling kita. Begitu senang rasanya ketika kita berurusan dengan mereka. Tapi pertanyaannya, sudahkah kita sebagai anak Tuhan menjadi orang baik untuk sesama kita? Sudahkah perjumpaan kita dengan mereka melahirkan rasa sukacita dan ucapan syukur kepada Yang Maha Segalanya? Semoga.


Ujian Ketika baru mendengar firman Tuhan atau sedang berdoa, kita sering menjanjikan banyak hal kepada Tuhan: bahwa kita mau mengasihi Dia, mau mengasihi sesama ... dan lain-lain. Beberapa waktu yang lalu Tuhan menguji hati saya. Di tengah sedang semangat-semangatnya jualan barang second dan rasa senang karena bisa sedikit membantu suami untuk biaya renovasi, tiba-tiba timbul perasaan kuat ingin membagikan berkat pada bapak tukang katering yang jualan di kantin dekat kampus anak-anak dulu (suami saya juga berlangganan katering untuk para tukang dari bapak tersebut). Bapak ini hebat sih, orang sederhana tapi cinta Yesus. Di kantin kecilnya juga selalu putar lagu-lagu rohani, status WhatsAppnya “Jesus loves you�. Ya, beliau enggak takut kantinnya jadi sepi karena dia Kristen, menurut saya itu hebat.


Lalu saya WhatsApp si bapak, “Pak, kirakira Bapak dan keluarga ada perlu apa enggak ya? Saya mau pindahan nih, banyak barang-barang mau dihibahkan. Siapa tau ada yang Bapak perlukan.” Saya kira beliau akan jawab panci-panci atau mebel, atau apalah yang berkaitan dengan bisnis katering atau kantin miliknya. Ternyata dia jawab seperti ini, “Sebenarnya anak saya butuh HP, Ci. Karena HP dia kemarin ini saya jual untuk bayar hutang. Padahal dia butuh sekali.” (Anaknya perempuan dan sudah kuliah, namanya Gabriela. Indah sekali ya :) Mak jleb! Lah, saya lagi iklanin HP saya. Sudah ditawar Rp1 juta lebih dan belum saya lepasin. Tapi, ya itulah ... Tuhan menguji saya: Apakah saya lebih mau mencintai sesama seperti doa saya atau lebih cinta uang? Karena memang jujur saya lagi butuh banyak uang di saatsaat ini. Saya sempat bergumul sebentar, tapi kemudian saya menjawabnya, “Ya udah,


Pak. Ambil aja minggu depan.” Ahhh .... Barusan ini beliau datang untuk mengambil handphone-nya. Tidak lama, anaknya langsung mengirimkan WhatsApp ke saya. Katanya dia senang banget menerima kado Natal dari Tuhan. Ia berkali-kali bilang “terima kasih”. Hati saya kembali terharu, seandainya HP tersebut saya jual, seberapa senangnya sih saya. Pasti enggak sebahagia saat membaca WhatsApp dari Gabriela. Saya memuji Tuhan, “ .... Oh God You are so wonderful, so beautiful. May people see your beauty in us and through us.”•


Berharap di “Ruang Tunggu” Iman

Carmia Margaret


EMANG YA KALO BERHARAP BANYAK HARUS SIAP KECEWA BANYAK ” ~ KO AFUK

“Kalau siap berharap banyak, harus siap kecewa banyak. ”Demikianlah bunyi sebuah perkataan menarik yang diucapkan oleh tokoh Koh Afuk (Chew Kin Wah) dalam film Cek Toko Sebelah (2016) karya Ernest Prakasa. Kalimat Koh Afuk ini agaknya juga banyak dipercaya dan dihidupi di zaman ini, termasuk oleh orang-orang Kristen. Kita berpikir, harapan yang tidak terpenuhi itu pasti akan menimbulkan kekecewaan dan rasa sakit. Jadi, daripada nantinya merasa sakit dan terluka, lebih baik tidak usah berharap sama sekali. Jalani saja hidup dari hari ke hari dan terima saja apa yang ada di depan mata.


Di satu sisi, saya mengakui bahwa perkataan Koh Afuk tersebut ada benarnya. Harapan dan kekecewaan memang ibarat dua sisi dari satu keping koin yang sama. Semakin besar dan tinggi harapan kita pada sesuatu atau seseorang; maka akan semakin besar pula luka, kekecewaan, dan bahkan kehilangan yang kita rasakan ketika harapan tersebut tidak terpenuhi. Itu sebabnya, manusia yang dewasa akan belajar untuk menilik ulang harapan-harapan dalam hidupnya dan meminimalisasi harapan-harapan yang tidak realistis. Meskipun demikian, di sisi lain, saya merasa sikap yang enggan atau takut berharap hanya karena takut kecewa jelas bukanlah sikap yang diajarkan Alkitab. Alkitab berulang kali memberitahu bahwa kita sebagai umat Tuhan justru harus terus-menerus berharap kepada Tuhan. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang selalu mengharapkan segala sesuatu yang lebih baik: sebut saja mengharapkan keselamatan, pemulihan, pertolongan, berkat dari Tuhan, bahkan mengharapkan supaya nama Tuhan semakin dikenal luas. Pengharapan jelas menjadi sebuah tanda sehat adanya kehidupan. Berhenti


berharap sama artinya dengan berhenti menjadi manusia yang utuh. Akan tetapi, bagaimana ketika harapanharapan yang kita letakkan kepada Tuhan itu justru tidak terjadi? Bagaimana kalau Tuhan justru seolah seperti PHP (pemberi harapan palsu—meminjam bahasa kaum muda) kepada kita? Membalas Kemurahan Saya rasa perempuan Sunem yang dicatat dalam 2 Raja-raja 4: 8–37 pernah mengalami hal ini dan kisahnya dapat memberikan pelajaran bagi kita. Diceritakan bahwa perempuan ini dan suaminya adalah pasangan yang suka memberikan tumpangan dan jamuan bagi nabi Elisa setiap kali datang ke kota itu. Singkatnya; mungkin perempuan ini adalah orang kaya, religius, dan dihormati. Suatu ketika, Elisa berpikir apakah yang dapat dilakukan untuk membalas kemurahan hati perempuan ini. Alkitab mencatat bahwa perempuan ini tidak mempunyai anak dan suaminya


sudah tua. Lantas Elisa menubuatkan bahwa tahun berikutnya, perempuan tersebut akan dikaruniai seorang anak. Perempuan itu merespons, “Janganlah tuanku, ya Abdi Allah, janganlah berdusta kepada hambamu ini.� (ayat 16). Sekilas kita melihat respons seperti ini wajar bagi orang-orang yang merasa dijanjikan sesuatu yang mustahil. Tahun berikutnya, nubuat Elisa itu tergenapi. Perempuan ini mendapat seorang putra. Kemudian narasi dalam perikop tersebut bergerak jauh ke masa ketika anak tersebut sudah mulai beranjak remaja. Ia mengalami sebuah kecelakaan dan kemudian meninggal (ayat 18–20). Singkat cerita, ibunya kemudian menemui nabi Elisa dan mengadukan perkaranya. Menarik sekali untuk melihat catatan Kitab Suci tentang reaksi perempuan Sunem itu ketika bertemu Elisa. Ia berkata, “Adakah kuminta seorang anak laki-laki dari pada tuanku? Bukankah telah kukatakan,


‘Janganlah berikan aku harapan kosong?’� (ayat 28). Dari perkataan ini, kita bisa mendengar luka hati seorang ibu yang kehilangan putra yang sangat dikasihinya. Selain itu, kita juga dapat menemukan jeritan orang yang merasa dikecewakan luar biasa karena ketika ia mulai berani berharap, ternyata harapan itu mengecewakannya. Ironis untuk mendengar ibu ini menganggap anak yang selama ini sudah dimilikinya itu sebagai sebuah harapan kosong. Mungkin, ketika dulu ia berkata kepada Elisa, “Jangan berdusta,� ketika dijanjikan anak, sebenarnya dalam hatinya ia bukan hanya terkejut, tetapi juga benar-benar tidak percaya. Selama bertahun-tahun hatinya mungkin sudah menjadi keras. Ia tidak menjalani hidup dengan utuh dan penuh lagi karena, tidak berani berharap akan sesuatu yang baik dari Tuhan dalam kehidupannya. Tetapi ternyata Tuhan memiliki cara kerja yang jauh lebih besar. Kita tahu jalan ceritanya bahwa pada akhirnya anak yang mati itu dibangkitkan kembali. Tentu saja perikop ini tidak bermaksud untuk menunjukkan bahwa Allah adalah pribadi yang suka iseng atau mempermainkan


harapan manusia. Justru, kita melihat bahwa Tuhan seperti ‘sengaja’ membawa ibu itu mengalami titik krisis ketika harapannya diuji dan seolah dihancurkan. Apa tujuannya? Agar ia dapat belajar sungguh-sungguh berharap dan beriman kepada Tuhan. Hancur dan Pupus Cara kerja pengharapan di dalam Tuhan bukanlah ketika kita mendapatkan sesuatu yang kita pinta dan inginkan. Akan tetapi, berharap kepada Tuhan artinya percaya bahwa Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita karena Ia mengasihi kita. Hidup berharap kepada Tuhan artinya menanti-nantikan Tuhan


menyatakan diri dan pekerjaan-Nya dalam kehidupan kita, yang seringkali justru tidak dapat kita pahami secara lengkap. Ketika kita mendapati harapan-harapan kita seolah hancur dan pupus, mungkin sebenarnya kita sedang berada di dalam ‘ruang tunggu’ iman. Tuhan justru sedang melatih otot pengharapan dan iman kita kepada-Nya. Tuhan sedang menyatakan diri-Nya kepada kita secara dekat dan personal. Satusatunya hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah tetap bersabar menantikan waktu Tuhan. ‘Ruang tunggu’ iman ini justru diperlukan supaya kita semakin bertumbuh di dalam mengenal Allah, semakin rendah hati, dan semakin bergantung pada Allah. Jika ‘ruang tunggu’ iman itu tidak pernah ada dan apa yang kita minta selalu langsung kita dapatkan, maka kita akan dengan mudah berubah posisi dengan Allah. Kita yang menjadi Allah dan Allah hanya menjadi ‘asisten’ kita. Hari ini, saya tidak tahu bagaimana keadaan hidup setiap kita. Ada yang mungkin sudah terlalu letih dan enggan berharap, toh keadaan hidup juga tidak menjadi semakin baik. Virus Covid-19


belum bisa diatasi, penghasilan yang semakin menurun, konflik di dalam keluarga semakin rumit, pelayanan pun terasa semakin buntu. Tetapi, saya ingin mengatakan bahwa mungkin ini saatnya kita semua berada dalam ‘ruang tunggu’ iman. Ini saat terbaik untuk kita belajar berharap dan percaya pada Tuhan. Belajarlah untuk berdoa, meminta, dan berharap. Doakanlah pemulihan dunia dari pandemi Covid-19. Doakan supaya anak-anak kita bertumbuh mengenal Tuhan. Doakan supaya pernikahan kita dipulihkan dan diperkuat. Doakan supaya pelayanan gereja terus diberkati. Doakanlah supaya Kerajaan Allah dinyatakan atas bangsa ini.


Ketika semua itu terasa terlalu muluk dan terkesan mustahil, ingatlah kepada siapa kita berharap. Bukankah kita menaruh harapan kita kepada Sang Kristus, yang bukan hanya berkuasa membangkitkan anak perempuan Sunem yang mati, tetapi Ia sendiri bangkit dari kematian yang membelenggu itu? Tidak ada harapan kosong di dalam Tuhan. Maukah Anda dan saya terus belajar berharap, termasuk ketika berada di ‘ruang tunggu’ iman?•

Ev. Carmia Margaret adalah rohaniwan GKIm Hosanna Bandung untuk bidang pelayanan kaum muda dan pembinaan jemaat; dan juga sedang menempuh studi magister teologi di STT SAAT, Malang.


Mengelola

Hidup

Lebih Bijak

di Masa Pandemi Erwin Tenggono


Pandemi Covid-19 telah berjalan hampir satu tahun dan saya pribadi melihat ini masih akan menjadi perjalanan panjang yang harus kita lalui bersama. Tantangan kehidupan terus bergulir. Tidak mudah melihat teman-teman kehilangan pekerjaan, pengurangan pendapatan, bahkan kehilangan orang-orang yang sangat dikasihi akibat semakin ganas dan luasnya dampak virus Corona. Bagi mereka yang sedang menjalani studi atau mau mencari pekerjaan, situasi saat ini benar-benar tidak mudah untuk dimengerti dan dihadapi. Anak saya sendiri bahkan bertanya pada saya, “Mengapa Tuhan izinkan pandemi Covid-19 ini begitu lama dan belum juga berakhir? Mengapa adanya vaksin pun bukan jaminan pandemi ini akan berakhir?� Saya terdiam dan hanya bisa menjawab, “Sesungguhnya saya pun tidak paham dan sulit menjelaskan. Tetapi saya hanya percaya ada maksud baik dari Tuhan. Mungkin Tuhan ingin kita memfokuskan diri pada hal-hal lain di luar kebiasaan hidup


kita yang lama. Yah ‌ semacam pengaturan ulang semua pilihan dan irama kehidupan kita.â€? Sesungguhnya, dalam masa pandemi ini, hendaknya kita tidak terlalu fokus pada masalah pandeminya saja. Di kala faktorfaktor eksternal tidak dapat dikendalikan, kita harus mampu mengendalikan faktor internal kita sendiri. Pertanyaan yang lebih tepat mungkin adalah, “Apa yang terbaik yang telah saya lakukan di tengah pandemi ini?â€? Pertanyaan ini tentunya bisa dijawab dari berbagai dimensi. Biarlah pada saat kita menentukan apa yang terbaik, itu bukan terpaku pada apa yang terbaik untuk diri sendiri saja, tetapi juga apa yang terbaik untuk orang lain serta apa yang berkenan di mata Tuhan. Dalam dunia manajemen dikenal istilah time management. Peter Drucker, yang kerap dikenal sebagai The Father of Business Studies, pernah berkata bahwa tidak ada yang lebih penting dan efektif di kala seorang bisa memakai waktunya dengan baik. Sehingga dalam kehidupan kita maupun organisasi, kita mulai banyak


bicara tentang produktivitas dan efektivitas yang semuanya kita perhitungkan dengan rasio waktu. Memakai waktu dengan baik dan mencoba mengelola waktu di tengah pandemi ini juga menjadi bagian yang dilakukan banyak orang. Mereka aktif mengikuti ‘meeting’ ke ‘meeting’ melalui video; ada yang mengisi waktu dengan membaca, memasak, atau menonton film drama. Selain itu, ada pula yang lebih meluangkan waktu untuk merenungkan dan menekuni firman Tuhan. Sebaliknya, mungkin ada juga yang memakai waktu hanya untuk mengeluh dan bersungutsungut.


Dari sisi dunia bisnis dan perusahaan, saya melihat justru banyak pemimpin perusahaan yang lebih menikmati waktu dengan keluarga di masa pandemi. Mereka mampu membuat pilihan yang positif, seperti menekuni hobinya. Mereka juga mampu meluangkan waktu lebih banyak untuk mengenal dan mendorong timnya; dan memikirkan model bisnis yang lebih baik pada masa sulit ini. Bahkan ada juga yang justru mampu membuka usaha baru karena terbukanya peluang bisnis di masa pandemi. Sebaliknya, banyak juga pimpinan yang hanya bisa bersungut-sungut dan bingung untuk keluar dari masalahnya. Saya pribadi merasa sangat bersyukur. Pandemi ini justru telah banyak mengubah saya dalam melihat kehidupan, pekerjaan, masa depan bisnis yang saya terjuni dan juga hubungan spiritual saya dengan Tuhan. Di balik semua itu, bukankah waktu itu absolut. Sehari tetap akan sama yaitu 24


jam. Apa pun pilihan yang kita lakukan sesungguhnya kita bukan mengelola waktu; karena kita tidak bisa memperpanjang waktu yang absolut itu. Saya ingin mengajak kita semua untuk berpikir bahwa sesungguhnya panggilan kita adalah mengelola hidup, bukan mengelola waktu. Kita diajak lebih arif untuk memikirkan bagaimana kita mau memakai hidup kita pada waktu yang absolut ini. Kita diajak untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih tepat bagaimana kita mengelola hidup tiap-tiap hari di tengah pandemi. Sebenarnya intinya mungkin tidak berbeda dengan apa yang kita jalani sebelum pandemi. Hanya saja di masa pandemi ini kita lebih dibatasi oleh faktor eksternal yang kadang ada di luar kontrol kita, seperti ruang gerak yang jauh lebih sempit.

“Ajarlah kami menghitung harihari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.� Mazmur 90: 12.


Ayat ini mengingatkan kita untuk menjalani kehidupan dan tindakan kita di tengah pandemi, yaitu dengan mempunyai hati yang lebih dekat dengan Allah, sumber hikmat sejati hidup kita. Apakah setelah pandemi berlalu kita menjadi orang yang lebih baik, menjadi pemimpin yang lebih berhikmat, dan lebih mengasihi keluarga kita? Atau, apakah setelah pandemi kita tetap tidak mampu membuat terobosan apa pun selain untuk kepuasan diri kita sendiri saja? • Apakah respons yang kita lakukan atas hidup kita selama pandemi ini? • Apakah saya menjadi orang yang lebih berguna bagi sesama? • Apakah saya menjadi lebih bijak dan lebih mengasihi keluarga dan sesama? • Apakah saya menjadi orang yang lebih peduli terhadap masa depan perusahaan dan kesejahteraan para karyawan? • Masih banyak pertanyaan lain yang bisa kita tanyakan pada diri kita agar kita semakin mampu menjalani hidup secara lebih bijak di masa depan.


“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.� Pengkhotbah 3: 11

Kiranya ayat ini kembali mengingatkan kita bahwa semua yang terjadi di dunia ini ada dalam kendali Allah. Memang banyak hal yang tidak bisa kita mengerti dan mungkin juga tidak perlu dimengerti. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana kita menanggapi semua hal yang terjadi secara tepat dan bijak sehingga kita semakin berguna bagi sesama dan berkenan di mata Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati.


Terima kasih telah membaca... Sampai jumpa di edisi berikutnya! #DiRumahAja


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.