BRIEFING BROCHURE
UNTUK VENDOR/KONTRAKTOR PLN
RESULTS-BASED LENDING
KALIMANTAN, MALUKU, AND PAPUA
SUSTAINABLE ENERGY ACCESS IN EASTERN INDONESIA - ELECTRICITY GRID DEVELOPMENT PROGRAM (PHASE 2)
BRIEFING BROCHURE
UNTUK VENDOR/KONTRAKTOR PLN
RESULTS-BASED LENDING
KALIMANTAN, MALUKU, AND PAPUA
SUSTAINABLE ENERGY ACCESS IN EASTERN INDONESIA - ELECTRICITY GRID DEVELOPMENT PROGRAM (PHASE 2)
Bagian A: Lingkup Program
Bagian B: Identifikasi Potensi Dampak Proyek
dan Memahami Karakteristik Orang Yang
Terkena Dampak Termasuk Masyarakat Adat
dan Kelompok Rentan
Bagian C: Penanganan Dampak dalam
Lingkup Kerja Kontraktor
Bagian D: Prinsip dan Prosedur Konsultasi
Bermakna dan Catatan Konsultasi
Bagian E: Bantuan untuk Mendapatkan
Kesepakatan Tertulis dari Pemilik Lahan yang
Terkena Dampak
Bagian F: Mekanisme Penanganan
Pengaduan & Pencatatannya
BASTP: DL:
GRM:
IP/MA: IR:
KKP: PLTM: PLTMH:
RBL KMP:
REs/EBT:
RoW:
SKAI:
Solar PV:
SPS:
UIW/UID:
UP2K:
UP3:
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan
Distribution Line/Jalur Distribusi
Grievance Redress Mechanism/Penanganan
Pengaduan/Keluhan
Indigeneous People/Masyarakat Adat
Involuntary Resettlement/Pemukiman Kembali Secara
Tidak Sukarela
Kartu Kontrol Pelanggan
Pembangkit Listrik Tenaga Mini-Hidro
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro
Results-Based Lending Kalimantan, Malaku, Papua
Renewable Energies/Energi Baru-Terbarukan
Right of Way/Ruang Bebas Hambatan
Surat Ketetapan Anggaran Investasi
Solar Photovoltaic
Safeguards Policy Statement/Kebijakan ADB tentang
Perlindungan Sosial dan Lingkungan
Unit Induk WIlayah/Unit Induk Distribusi
Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrikan
Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan
Brosur tentang Praktik Perlindungan Sosial ini disusun sebagai
panduan kerja untuk pihak kontraktor/vendor yang menerima kontrak
kerja dari PT PLN (Persero) (selanjutnya disebut “PLN”) untuk
pelaksanaan pembangunan di Wilayah Kalimantan, Papua dan Maluku. Proyek pembangunan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Distribution Line (DL)/jaringan distribusi; dan Renewable Energies (REs)/pembangkit energi baru-terbarukan
(EBT) – seperti solar PVs (<10 MW), Pembangkit Listrik Tenaga MiniHidro (PLTM) (1 MW to 10 MW), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro–Hidro (PLTMH) ( <1 MW), dan Pembangkit Listrik Biogas Skala Kecil (<100 kW).
PLN telah mendapat bantuan pinjaman keuangan dari pihak Asian Development Bank (ADB) melalui Program Results-Based Lending
Kalimantan, Malaku, Papua (RBL KMP). Program ini bertujuan untuk
meningkatkan akses listrik yang berkelanjutan, adil, dan handal bagi penduduk di wilayah tersebut Output utama yang akan dicapai
meliputi penguatan dan perluasan jaringan distribusi listrik, peningkatan penggunaan energi terbarukan, serta peningkatan
kapasitas institusi dan pemantauan sosial Program ini akan mencakup
sembilan provinsi di Kalimantan, Maluku, dan Papua. Implementasi program telah berlangsung sejak Januari 2020 dan ditargetkan selesai
pada Desember 2025
Program RBL KMP harus memenuhi persyaratan perlindungan sosial dan lingkungan ADB (SPS¹ 2009). Oleh karena itu, PLN telah memiliki
Panduan Teknis (Technical Guidelines) yang antara lain membahas
penapisan dan perlindungan terhadap komunitas Masyarakat Adat, konsultasi bermakna dengan pihak terkena dampak termasuk
kelompok rentan, transparansi dan kompensasi yang adil dalam
pengadaan lahan, serta penilaian dampak terhadap pendapatan dan mata pencaharian rumah tangga.
Penerapan persyaratan perlindungan sosial akan dilaksanakan oleh pihak PLN UIW/UID serta Unit UP3 dan UP2K di wilayah Kalimantan, Papua dan Maluku pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan tersebut Pada umumnya, PLN melakukan pelaksanaan konstruksi kegiatan tersebut melalui jasa pihak ketiga. Pada tahap pelaksanaan (konstruksi), PLN akan menugaskan pihak ketiga (vendor/kontraktor) untuk menerapkan beberapa langkah tambahan dalam rangka pengamatan persyaratan perlindungan sosial ADB.
Brosur ini disusun untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada kontraktor terkait prinsip-prinsip dan persyaratan
perlindungan sosial yang harus diterapkan pada kegiatan
pembangunan jaringan distribusi dan pembangunan pembangkit
Brosur ini tidak mencakup keseluruhan Panduan Teknis yang dimiliki PLN, namun hanya terdiri dari enam bagian yang sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan dari pihak ketiga (vendor/kontraktor), yaitu:
Lingkup Program;
Identifikasi Potensi Dampak Proyek
dan Memahami Karakteristik Orang
Yang Terkena Dampak Termasuk
Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan;
Penanganan Dampak dalam
Lingkup Kerja Kontraktor;
Prinsip dan Prosedur Konsultasi
Bermakna dan Catatan Konsultasi; Bantuan untuk Mendapatkan
Kesepakatan Tertulis dari Pemilik Lahan yang Terkena Dampak; dan Mekanisme Penanganan Pengaduan dan Pencatatannya.
Brosur ini bersifat umum dan ringkas. Adapun informasi pendukung yang relevan dapat diakses dengan memindai kode ֎ QR yang terdapat pada ujung setiap bagian
Gambar 1 dan 2 di bawah ini merupakan bagan alir keseluruhan Proyek RBL KMP yang secara khusus disusun untuk menggambarkan di mana saja peran vendor/kontraktor.
G a m b a r 1 : B a g a n A l u r P e r e n c a n a a n d a n P e l a k s a n a a n K e g i a t a n J a r i n g a n D i s t r i b u s i
G a m b a r 2 : B a g a n A l u r P e r e n c a n a a n d a n P e l a k s a n a a n P r o y e k P e n g e m b a n g a n P e m b a n g k i t E B T S k a l a K e c i l
Karakteristik warga terdampak, baik untuk proyek Jaringan Distribusi
maupun EBT, merupakan faktor penting yang perlu dipahami oleh
vendor/kontraktor. Dalam bagian ini, diberikan penjelasan mengenai
karakteristik warga yang terdampak baik pada proyek Jaringan
Distribusi maupun EBT, termasuk proses mengidentifikasi Masyarakat
Adat dan Kelompok Rentan. Penjelasan ini akan membantu
vendor/kontraktor dalam memahami dampak proyek dan mengambil
langkah-langkah yang sesuai untuk meminimalkan dampak negatif
Sebelum itu, berikut dijelaskan perbedaan karakterisitk umum warga
terdampak proyek Jaringan Distribusi dan EBT:
Masyarakat Terdampak adalah masyarakat yang terpengaruh oleh
pelaksanaan suatu proyek. Mereka dapat mengalami kehilangan fisik, kehilangan ekonomi, atau keduanya. Kehilangan fisik merujuk pada
kehilangan tempat tinggal atau hak penggunaan lahan secara tidak sukarela, sedangkan kehilangan ekonomi merujuk pada kehilangan aset atau akses terhadap aset yang sangat penting bagi kehidupan rumah tangga
Karakteristik dan Potensi Dampak Proyek Jaringan Distribusi
Penggunaan lahan Saluran Distribusi kemungkinan tidak akan
menyebabkan dampak yang signifikan, karena pengadaan lahan
untuk memasang tiang utilitas saluran distribusi membutuhkan
kurang dari 0,2 m² lahan, sedangkan untuk gardu transformator
membutuhkan tanah seluas sekitar 4,5 m².
PLN akan melakukan negosiasi untuk penggunaan lahan sukarela atau hibah lahan saat memasang tiang utilitas saluran distribusi dan gardu transformator di lahan pribadi. Pemasangan jalur penghantar yang membutuhkan pembersihan vegetasi atau struktur, berpotensi menyebabkan penghilangan atau pemangkasan aset non-lahan
(terutama pohon) dengan ketinggian lebih dari 4 meter, sepanjang Right of Way (ROW) berukuran 3 meter Hal ini dapat berdampak negatif pada mata pencaharian pemilik lahan yang terkena dampak tersebut.
Karakteristik dan Potensi Dampak Proyek EBT Pembangunan proyek EBT membutuhkan lahan yang lebih luas dibandingkan proyek jaringan distribusi Pemasangan solar PV tingkat desa rata-rata
membutuhkan lahan 1,600 – 2,500 m². Pembangunan PLTM, PLTMH, dan pembangkit listrik tenaga biogas tingkat desa rata-rata
membutuhkan lahan rata-rata 2,500-10,000 m² Lahan umumnya diperoleh melalui pinjam pakai atau hibah lahan milik perorangan atau milik ulayat/adat atau lahan milik pemerintah daerah. EBT umumnya dibangun di daerah terpencil dan di atas tanah yang tidak produktif, sehingga dampak signifikan pada pohon/tanaman produktif dan perpindahan fisik diperkirakan tidak terjadi.
Kategorisasi proyek untuk Pemukiman Kembali Secara Tidak Sukarela (Involuntary Resettlement/IR) dan untuk Masyarakat Adat (Indigenous People/IP) dibagi menjadi Kategori A dan Kategori B. Berikut ini adalah penjelasan yang perlu diperhatikan untuk Kategorisasi di tiap lokasi proyek:
Kategorisasi Proyek untuk Pemukiman Kembali
Secara Tidak Sukarela (IR)
Kategorisasi proyek untuk IR dibagi menjadi Kategori A dan Kategori B. Proyek diklasifikasikan sebagai Kategori A jika kegiatannya berpotensi
secara serius mempengaruhi 200 orang atau lebih yang didefinisikan sebagai (i) mengalami kehilangan fisik, atau (ii) kehilangan 10% atau
lebih dari aset produktif mereka Sedangkan Kategori B adalah apabila masyarakat terdampak berjumlah di bawah 200 orang.
Kategorisasi Proyek untuk Masyarakat Adat (IP)
Kategorisasi proyek untuk IP dibagi menjadi Kategori A dan Kategori B. Proyek yang termasuk dalam Kategori A yaitu yang memiliki dampak signifikan terhadap komunitas adat jika (i) mengakuisisi wilayah tanah atau hutan yang besar sehingga membuat komunitas adat tidak dapat melanjutkan sistem kehidupan tradisional mereka; (ii) mengubah status komunitas adat dari petani swadaya dan pengumpul produk hutan menjadi pekerja pabrik; (iii) menyebabkan kehilangan fisik subkomunitas yang berjarak jauh dari komunitas asal mereka; (iv) membatasi komunitas adat yang bergantung pada hutan untuk mengakses produk hutan. Sedangkan Kategori B adalah yang tidak termasuk pada Kategori A
Proyek yang termasuk dalam Kategori A tidak akan dilanjutkan Apabila proyek termasuk Kategori A untuk IR atau IP saja, proyek tetap tidak akan dilanjutkan.
Adapun yang perlu diperhatikan vendor/kontraktor untuk memahami karakteristik² yang spesifik pada lokasi proyek adalah sebagai berikut:
Lihat dokumen ֎QR code #1 untuk melihat daftar desa yang terdapat masyarakat adat di dalamnya. Jika lokasi Proyek berada di wilayah atau teritori Masyarakat Adat, vendor/kontraktor harus segera melaporkan kepada PLN. PLN akan melakukan penapisan tentang status lokasi dan masyarakat adat dengan berkonsultasi dengan Kepala Desa dan Tokoh Adat setempat.
Sedangkan kelompok rentan mencakup rumah tangga miskin, perempuan, anak-anak, lansia, orang dengan disabilitas, dan termasuk masyarakat adat³.
Perlu digarisbawahi bahwa ADB sangat memperhatikan kondisi Masyarakat Adat dan kelompok rentan. Jangan melanjutkan kegiatan sebelum melapor kepada PLN dan ditindaklanjuti sesuai prosedur.
Dengan pemahaman mengenai karakteristik ini, vendor/kontraktor dapat mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk meminimalkan dampak negatif pada
warga yang terdampak dan memastikan keberhasilan pelaksanaan proyek Jaringan Distribusi dan EBT
QRcode#1
²Asumsi:(a)Formulir1(ProgramRBLKMP)sudahdiisiberdasarkanpenapisankehadiranIP/MA (MasyarakatAdat),dan(b)sudahdilakukanverifikasikeberadaanIP/MAmelaluisurvei lapangan/penilaiancepat(sitesurvey/rapidappraisal).
³RumahtanggamiskindiidentifikasiberdasarkandaftaryangdisediakanolehTimNasional PercepatanPenanggulanganKemiskinan(TNP2K)dan/atausedangmendapatkanbantuandari programpemerintahuntukmasyarakatmiskin
Pemahaman yang komprehensif mengenai dampak proyek dan peran yang harus dijalankan oleh PT PLN (Persero) dan vendor/kontraktor dalam menghindari atau menanggulangi dampak tersebut, perlu dipahami oleh vendor/kontraktor. Dalam konteks proyek Jaringan Distribusi dan EBT, penting untuk memahami tanggung jawab masing-masing pihak agar dampak negatif dapat diminimalkan dan dampak positif dapat dioptimalkan. Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan.
Dalam proyek EBT, tanggung jawab terkait pengadaan lahan atau hibah lahan akan diemban oleh PLN. Hal ini mencakup pengelolaan dan perolehan lahan yang diperlukan untuk proyek, baik melalui penyelesaian negosiasi maupun hibah lahan. Namun vendor/kontraktor tetap perlu memeriksa kesiapan lahan sebelum pekerjaan sipil dimulai.
Dalam proyek Jaringan Distribusi, vendor/kontraktor perlu melaporkan kondisi terkini dari lahan yang akan digunakan kepada PLN. Selain itu, vendor/kontraktor perlu membantu mendapatkan surat perjanjian tertulis dari pemilik lahan, serta menjalankan prosedur perlindungan sosial sebagaimana dijelaskan pada brosur ini.
Vendor/kontraktor akan menangani penanggulangan dampak akibat pemangkasan pohon, dan bertanggungjawab dalam mengatasi dampak lain yang terjadi selama tahap konstruksi proyek Ini meliputi pemantauan dan pengendalian dampak lingkungan, seperti pengelolaan limbah, pemulihan area yang terganggu, perlindungan terhadap vegetasi serta ekosistem yang ada, dan lainnya sesuai dengan kerangka acuan kerja vendor/kontraktor.
Dalam beberapa wilayah adat, upacara sebelum dimulainya pekerjaan sipil perlu dilakukan oleh kontraktor, termasuk biaya yang terkait. Hal ini mencerminkan penghargaan terhadap adat dan budaya setempat serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat adat dalam proyek.
Kolaborasi antara PLN dan vendor/kontraktor sangat penting untuk mengatasi dampak yang dihadapi dalam proyek Jaringan Distribusi dan EBT. Melalui pemahaman yang jelas mengenai tanggung jawab masing-masing pihak, kita dapat memastikan bahwa proyek ini berjalan dengan efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.
Definisi Konsultasi Bermakna Konsultasi bermakna adalah proses
konsultasi yang dimulai sejak tahap persiapan proyek dan dilakukan secara berkelanjutan sepanjang siklus proyek
Prinsip Konsultasi Bermakna Proses konsultasi bermakna harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
Menyediakan pengungkapan informasi yang relevan dan memadai, dengan penjelasan yang mudah dipahami dan dapat diakses oleh pihak yang terdampak
Dilakukan dalam suasana yang bebas dari intimidasi atau paksaan.
Inklusif dan responsif terhadap isu-isu gender, mengakomodasi kebutuhan kelompok-kelompok rentan dan kelompok marjinal Menggabungkan pandangan semua pihak yang terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan terkait proyek, seperti desain proyek, langkah-langkah mitigasi, pembagian manfaat dan peluang pembangunan, dan implementasi.
Pihak Yang Dikonsultasikan Konsultasi harus melibatkan semua
pihak yang berkepentingan, termasuk kelompok-kelompok rentan.
Pihak yang terdampak dan komunitas lokal memiliki peran penting dalam konsultasi, dan partisipasi mereka harus diprioritaskan
Kelompok masyarakat adat dan kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, orang dengan disabilitas, dan kelompok marjinal harus
diundang secara khusus dan diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam konsultasi.
Kewajiban dalam Mendokumentasikan Konsultasi Seluruh
konsultasi harus didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi tidak hanya mencakup daftar kehadiran, tetapi juga harus mencakup fotofoto dan catatan/notulensi dalam tiap pertemuan. Dokumen tersebut akan mencatat pandangan, masukan, dan hasil dari setiap sesi
konsultasi Untuk memudahkan pelaporan dan pemantauan, tersedia template pendokumentasian yang dapat diakses melalui kode QR yang tertera di bagian bawah dokumen.
Pelaksanaan Konsultasi oleh PLN dan Vendor/Kontraktor Konsultasi harus dilakukan oleh PLN sejak tahap awal perencanaan proyek dan berlanjut selama seluruh siklus proyek. Kontraktor akan terlibat dalam konsultasi sebelum memulai konstruksi untuk memahami pandangan dan masukan dari pihak yang terdampak. Detilnya adalah sebagai berikut:
PLN bertanggung jawab untuk melaksanakan konsultasi yang
lebih umum dan strategis dengan melibatkan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, masyarakat adat, dan kelompok rentan PLN akan menyusun rencana konsultasi dan memastikan peserta yang relevan diundang dan terlibat dalam proses tersebut; dan
Vendor/kontraktor memiliki peran penting dalam melaksanakan
konsultasi yang lebih operasional dan teknis, terutama dalam
berkomunikasi dengan individu atau kelompok yang terkena
dampak sebelum memulai konstruksi Vendor/kontraktor harus
memastikan bahwa peserta konsultasi mendapatkan informasi yang memadai, memahami dampak proyek, dan dapat
memberikan masukan yang berarti
Topik-topik konsultasi bermakna yang perlu dilakukan oleh PLN dan vendor/kontraktor dalam proyek Jaringan Distribusi dan EBT adalah sebagai berikut:
1/
Topik Konsultasi yang Dilakukan oleh PLN (pada tahap perencanaan):
Rencana proyek
Penggunaan lahan
Pemasangan kabel yang mungkin memerlukan pemindahan aset non-tanah, terutama pepohonan
2/
Topik Konsultasi yang Dilakukan oleh Vendor/Kontraktor (pada tahap pra-konstruksi):
Rencana proyek
Penggunaan lahan
Persetujuan masyarakat terdampak terkait pemasangan tiang listrik dan pembersihan pepohonan atau tanaman yang berada di dalam area lokasi proyek.
Persetujuan untuk pemasangan tiang listrik dan pembersihan tanaman
Informasi tentang biaya penyambungan dan pemasangan jaringan listrik (mengidentifikasi calon konsumen dan menilai kesanggupan membayar biaya)
Lihat dokumen ֎ QR Code #2 yang berisikan panduan lengkap terkait dengan konsultasi bermakna bagi vendor/kontraktor.
B1 Petunjuk Penyelenggaraan Konsultasi Bermakna
B.2 Checklist Identifikasi Pemangku Kepentingan dalam rangka
penyusunan Daftar Undangan
B3 Template Daftar Hadir
B.4 Template Notulen Rapat
B.5 Template Dokumentasi Foto
Proses pengadaan tanah untuk proyek distribusi listrik dilakukan
dengan memperhatikan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia Dalam praktiknya, baik proyek Jaringan
Distribusi maupun EBT, PLN yang bertanggungjawab untuk
mengelola pengadaan tanah dan juga berupaya mendapatkan akses
penggunaan tanah secara sukarela atau melalui hibah tanah ketika
proyek pembangunan jaringan distribusi atau gardu distribusi
melibatkan lahan milik pribadi Meskipun demikian, peran vendor/kontraktor tetap dibutuhkan sebelum pekerjaan sipil dimulai, yaitu sebagai berikut:
Untuk proyek Jaringan Distribusi, vendor/kontraktor diperlukan untuk membantu PLN dalam memperoleh kesepakatan tertulis penggunaan tanah dari pemilik yang terkena dampak. Perlu dicatat bahwa PLN tetap menjadi pihak yang memimpin proses ini. Untuk proyek EBT, proses pengadaan tanah biasanya dilakukan oleh PLN, namun vendor/kontraktor perlu memastikan ketersediaan lahan dari segi fisik maupun administrasi sebelum pekerjaan sipil dimulai, salah satunya dengan mengumpulkan kesepakatan tertulis penggunaan tanah dari pemilik yang terkena dampak.
Perlu dipahami bahwa kesepakatan tertulis ini diperlukan untuk memahami dampak pengadaan tanah terhadap pemilik tanah yang mungkin mengalami perubahan mata pencaharian/ pemukiman kembali di masa depan dan potensi komplain atau litigasi terkait proyek tersebut. Adapun pertimbangan pemilihan lahan yang perlu diketahui oleh vendor/kontraktor, adalah yaitu
dalam memilih lokasi untuk pembangunan gardu distribusi, prioritas diberikan pada tanah milik pemerintah, tanah milik PLN, atau tanah yang tidak produktif seperti tanah non-pertanian, ladang, tambak, atau tanah lainnya yang tidak digunakan untuk tujuan hidup dan mata pencaharian.
Sekedar info – pada dokumen ֎ QR Code #3, terdapat formulir 5A, 5B, 5C, dan 5D yang berkaitan dengan pendokumentasian proses
pengadaan tanah untuk keperluan Proyek PLN mungkin
membutuhkan bantuan vendor/kontraktor untuk memfasilitasikan
urusan pendokumentasian tersebut.
Mekanisme penyelesaian pengaduan (GRM atau Grievance Redress Mechanism) dan pencatatannya merupakan salah satu komponen penting dalam standar perlindungan sosial. Bagian ini akan menjelaskan secara jelas mengenai GRM dalam proyek ini.
GRM adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk menangani dan memperbaiki pengaduan atau pengaduan yang muncul selama pelaksanaan proyek Mekanisme ini mencakup struktur dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan pengaduan dengan tepat dan adil. Penting juga diperhatikan bahwa GRM harus diungkapkan dan prosesnya mempertimbangkan kebutuhan Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan.
Vendor/kontraktor memiliki peran yang penting dalam menerima dan menangani pengaduan, mengingat pengaduan di lapangan cenderung lebih sering diterima saat pelaksanaan. Vendor/kontraktor perlu memahami sepenuhnya mekanisme penanganan pengaduan yang telah ditetapkan, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas yang sesuai lingkup vendor/kontraktor terkait dengan
GRM. Hal ini termasuk pencatatan pengaduan, pelaporan kepada pihak PLN, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki situasi yang menjadi pengaduan tersebut.
Alur mekanisme penanganan pengaduan digambarkan dalam Bagan Proses Mekanisme Penanganan Pengaduan tersaji pada Gambar 3 berikut.
G a m b a r 3 : M e k a n i s m e P e n a n g a n a n P e n g a d u a n / K e l u h a n ( G R M –G r i e v a n c e R e d r e s s M e c h a n i s m )
Proses GRM terdiri dari langkah-langkah berikut:
Vendor/kontraktor dapat mendokumentasikan segala proses
penanganan pengaduan menggunakan Formulir Laporan
Pengaduan (Formulir 4A - Formulir Laporan Pengaduan) dan Formulir Penutupan Pengaduan (Formulir 4B - Formulir Penutupan Pengaduan), dan Logbook (Formulir 4C - Pemantauan
Status Penyelesaian Pengaduan). Ketiga formulir tersebut yang terdapat pada dokumen ֎ QR code #4
Pengaduan yang diterima oleh vendor/kontraktor, dapat dilaporkan
kepada pihak PLN, khususnya kepada orang yang ditunjuk sebagai
focal person sosial di UP3 atau UP2K Apapun cara penerimaan pengaduan, semua pengaduan perlu dicatat menggunakan
formulir yang sudah disiapkan.
Meskipun pengaduan anonim dapat diajukan, pengaduan dari masyarakat terdampak harus mencantumkan informasi kontak
untuk memastikan penyelesaian yang efektif. Identitas pelapor harus tetap dirahasiakan (nama, lokasi, nomor telepon) dan digunakan hanya untuk tujuan penyelesaian pengaduan.
Waktu penyelesaian pengaduan adalah sebagai berikut:
Tanggapan pertama: 7 (tujuh) hingga 14 (empat belas) hari kerja
setelah pengaduan diterima (setelah pengaduan diajukan, tanggapan akan dicatat);
Tanggapan kedua: 7 (tujuh) hari kerja setelah informasi
penyelidikan tersedia berdasarkan kebijakan internal dan diskusi dengan personel terkait untuk menyelesaikan masalah
pengaduan (pengaduan yang ditutup akan dicatat – rekaman
suara jika informasi yang diminta dapat diberikan melalui telepon, rekaman tertulis jika pengaduan yang diselesaikan memerlukan tindakan yang harus dilaksanakan); dan
Tanggapan ketiga: 7 (tujuh) hingga 14 (empat belas) hari kerja
jika pengaduan memerlukan penyelidikan lebih lanjut atau
tindakan yang harus dilaksanakan.
Jika pengaduan tidak terselesaikan dalam periode waktu di atas, dibedakan dalam kategori-kategori berikut:
Selesai: pengaduan telah ditangani dan dianggap ditutup oleh kedua belah pihak;
Investigasi: pengaduan sedang dalam tahap penyelidikan dan pengumpulan fakta untuk mencapai penyelesaian; dan Belum terselesaikan: tidak ada tindakan untuk menutup pengaduan yang telah dilakukan sampai saat ini.
Jika pengaduan telah melalui tahap penyelidikan dan tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme GRM, pengaduan akan ditanganani oleh PLN, khususnya yaitu Divisi Komunikasi dan CSR (DIV KOM) atau Divisi Perawatan Pelanggan Ritel (DIV APR)
Jika dengan cara apapun tidak ada penyelesaian dari tingkat manajemen tertinggi, PLN harus mencari nasihat hukum dan mentransfer pengaduan ke sistem hukum, kemudian memberitahukan pelapor tentang keputusan yang diambil sesuai dengan itu.