1 minute read

AH Thony: Jaga Jejak Sejarah Pertunjukan Seni Budaya Masa Lalu

menegaskan kepada Pemkot Surabaya untuk tidak bergantung pada investor.

“Jangan tergantung investor, khawatir tidak bisa bangun kalau gak ada investor. Urunan juga bisa. Karena urunan adalah karakter rakyat Surabaya dalam bergotong-royong membangun dan menghidupkan,” tegas seniman yang besar dari THR itu.

Advertisement

Sementara itu pegiat sejarah dan budaya, Nanang Purwono mengatakan THR merupakan tempat strategis sebagai wahana pembelajaran sejarah dan budaya kota. THR juga berdiri tepat di depan TMP Kusuma Bangsa. “Tempat ini (THR) jadi etalase untuk mengenal sejarah dan budaya,” kata Nanang. Pegiat dari komunitas sejarah Begandring itu juga berpendapat jika THR akan ditambah wahana baru, maka harus disisihkan tempat sejarah. Artinya ada kilas informasi yang harus ditambah di THR. Misalnya adanya space (tempat) miniatur ketoprak, ludruk, hingga etalase kesejarahan yang ada dengan senjata miniatur atau replika. Ketika hari pahlawan bisa diperkenalkan. “Ini sangat penting sebagai rombak pembaharuan. Jangan sampai sama seperti dulu, jadi ditambahkan apa yang menjadi nilai kota Surabaya,” pungkasnya. (*/yok/ono)

Membangun Berbasis Kebudayaan

WAKIL Ketua DPRD Kota Surabaya AH Thony, ketika berbicara THR tidak akan berpikir panjang untuk segera bergotong-royong menghidupkan kejayaannya. Karena menjadi ikon dan warisan besar masa lalu dan masih menggaung sampai saat ini. “Ini energi positif dan dijadikan suatu momentum yang harus didukung. Dengan meningkatkan pembangunan berbasis kebudayaan,” kata AH Thony. Baginya, dengan membangun paradigma pembangunan berbasis kebudayaan akan merubah pola pikir masyarakat. Bahkan pembangunan fisik gorong-gorong atau saluran air dirasa sangat kurang jika tidak dibarengi dengan pembangunan kebudayaan. “Dengan pembangunan budaya tidak lagi kita membangun got atau saluran dengan ma- hal. Secara otomatis mereka akan membuang sampah pada tempatnya. “Jadi kita gerakkan kebudayaan dimulai dengan menghidupkan THR,” tegas politisi Gerindra itu. Ketika THR berdiri kembali perlu dipikirkan adanya penggabungan era dulu dengan modernisasi. Pasalnya tutupnya THR-TRS tahun 2018 juga tidak lepas dari lalainya pemerintah untuk menangkap transformasi dari era lama ke modern hingga perubahan teknologi. “Andaikan memasukkan nuansa modernisasi di THR dulu saya pikir THR masih jalan sampai sekarang. Mungkin dulu para pemangku kebijakan tidak menangkap suatu hal yang strategis dan urgent. Ini pelajaran dan pengalaman besar agar tidak terulang kembali,” pungkasnya. (*/yok/ono)

This article is from: