
4 minute read
Ngalap Limpahan Berkah
Satu Abad NU Dirayakan di Sidoarjo
Surabaya, Memorandum
Advertisement
Resepsi puncak perayaan Satu Abad NU akan digelar di Sidoarjo, besok, Selasa (7/2). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah melakukan persiapan matang. Lalu mengapa Sidoarjo yang dipilih sebagai tempat perayaan akbar ini?
Tak lain karena Sidoarjo yang sebelumnya bernama Sidokare melahirkan ulama-ulama besar. Para pendiri Nahdlatul Ulama (NU) banyak yang mondok di Sidoarjo. Mereka adalah KH M Hasyim Asy’ari, KH Asy’Ad Samsul Arifin, KH Rid- wan Abdullah (pencipta lambang Nahdlatul Ulama) KH Alwi Abdul Aziz, KH Wahid Hasyim, KH Cholil, KH Nasir (Bangkalan) KH Wahab Hasbullah, KH Umar (Jember), KH Usman Al Ishaqi, KH Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH Dim- yati (Banten), dan masih banyak ulama besar lainnya. Para ulama ini menempa dan memperdalam ilmu Agama Islam. Khusus KH M Hasyim Asy’ari Bersambung ke halaman 10


Syekh Syaikhona

Muhammad Kholil

Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari
Persahabatan Adi Hasyim dan Mas Darwis
DPRD Surabaya Dukung Pemkot Kembalikan Kejayaan THR
RENCANA Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk membangun hingga menghidupkan kembali Taman Hiburan Rakyat (THR) yang kini kondisinya bak hutan belantara, mendapat dukungan penuh Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony. Bahkan DPRD Surabaya yang juga berkedudukan sebagai legislasi (pembuat undang-undang) senantiasa akan mengawal proses pembangunan hingga menghidupkan kembali kejayaan THR sebagai ikon seni di Kota Pahlawan.

Guna memastikan rencana pembangunan kembali THR, akhir pekan ini legislator Partai Gerindra itu sidak langsung ke THR yang ada di Jalan Kusuma Bangsa. Kedatangan Thony tak sendiri, di lokasi hadir pula pegiat seni Surabaya Cak Maimura dan Cak Nanang. Perjumpaan ketiganya pun tak ubahnya juga menjadi ajang reuni, ini karena jika ditarik ke belakang saat THR berdiri di seputaran tahun 80-an, Thony juga merupakan saksi sejarah seni di THR, kala itu Thony juga pernah ikut menuangkan bakat seninya bersama-sama seniman THR.
Karena itu, tak heran ketika mendengar jika THR akan dihidupkan kembali, AH Thony tanpa pikir panjang langsung memberikan dukungan totalnya. Dalam kesempatan itu, Thony juga menyadari bila keinginan segera menghidupkan kembali THR tidak mudah.
Pasalnya, upaya pemkot untuk mewujudkan pusat tontonan rakyat maupun ruang berkreasi seni dan budaya itu masih menunggu investor, mengingat APBD 2023 kota Surabaya yang nilainya Rp 11,2 triliun tak dimungkinkan dipakai lantaran masih banyak kebutuhan urgen yang lain.
Sedangkan masyarakat tak ingin berlama-lama menunggu investor menghidupkan THR yang juga satu kompleks dengan Taman Remaja Surabaya (TRS) yang rencananya juga akan bersamaan dihidupkan, karena proses akan panjang. Mereka berinisiatif untuk urunan (patungan) dalam menghidupkan lahan seluas 5,2 hektare itu.
Menurut AH Thony bahwa respons masyarakat sangat tinggi ketika THR akan dihidupkan. Bahkan itu diluar dugaannya di era modern ternyata masih banyak yang berpikir tentang seni budaya Surabaya. “Memang banyak yang bertanya. Dan saya merasakan support dari masyarakat bahkan ada yang siap membantu tulus ikhlas (patungan) karena masyarakat memaklumi kekurangan anggaran pemkot,” terang AH Thony, Minggu (5/2). Bukti semangat 45 masyarakat Surabaya tidak hanya melawan penjajah namun dalam menghidupkan THR memang tak bisa dibendung. Karena menurutnya langkah tersebut merupakan partisipasi langsung dan tampak nyata. Seperti halnya amanah dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang kemajuan kebudayaan. “Jadi di sini (THR) me- rupakan objek kebudayaan yang di dalamnya terdapat seni tradisional, pertunjukan hingga teknologi tradisional. Saya pikir di THR ke depan menjadi tempat penghasil PAD Surabaya yang cukup besar,” tutur AH Thony.
Oleh karena itu ia berharap kepada pemkot yang sering melakukan kunjungan ke luar negeri untuk bisa membandingkan membangun destinasi wisata yang modern namun dengan nuansa tradisional yang tampak. “Sehingga mencerminkan pribadi kita sebagai Kota Pahlawan,” imbuhnya. Masa kepemimpinan Wali Kota Surabaya
Eri Cahyadi tak jauh berbeda dengan Wali Kota sebelumnya, Tri Rismaharini, upaya dalam menciptakan partisipasi masyarakat pun tinggi. Seperti menghasilkan produk dari daur ulang sampah, pesertanya pun luar biasa. “Nah, itu sebuah contoh, saya rasa bisa nantinya ada kemasan yang menarik misalnya ada permainan tradisional. Nanti bagaimana bisa dikembangkan dengan teknologi, kemudian bisa menghidupkan UMKM. Potensinya luar biasa. Satu sisi akan menjadi sarana pemajuan kebudayaan,” terangnya. Di satu sisi, Thony juga berpesan agar bila nantinya pembangunan THR benar-benar dilakukan oleh investor, agar proses pembangunannya semaunya sendiri hingga membongkar jejak sejarah seni budaya masa lalu THR. “Kalau pembangunan THR dikerjasamakan dengan pihak ke tiga, jangan sampai pihak ke tiga tersebut membangun semaunya sendiri. Ada jejak sejarah pertunjukan seni budaya masa lalu THR yang harus tetap dijaga keberadaannya, supaya investasinya tidak mengalami nasib tragis seperti tempat lainnya yang byar-pet (di awal gebyar, setelah itu mampet/macet),” cetusnya.

Terkait rencana mengembalikan kejayaan bangunan yang dibuka sejak 19 Mei 1961
Kalau pembangunan THR dikerjasamakan dengan pihak ke tiga, jangan sampai pihak ke tiga tersebut membangun semaunya sendiri. Ada jejak sejarah pertunjukan seni budaya masa lalu THR yang harus tetap dijaga keberadaannya, supaya investasinya tidak mengalami nasib tragis seperti tempat lainnya yang byar-pet (di awal gebyar, setelah itu mampet/macet).
AH Thony Wakil Ketua DPRD Surabaya juga mendapatkan respons dari seniman Surabaya, Maimura. Menurutnya Surabaya saat ini sangat butuh gedung pertunjukan seni dan budaya. Karena Surabaya tak lepas dari ludruk, wayang orang, ketoprak hingga grup lawak Srimulat yang legendaris. “Karena senimannya ada juga harus ada ekosistemnya. Dan sampai saat ini tempat itu ada di Surabaya yakni THR,” kata Maimura. Ia pun merasa bahagia ketika Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berstatemen ingin menghidupkan THR. Karena baginya THR bukan sekadar tontonan tapi tuntunan, ada transformasi nilai. Oleh karenanya ia pun n











SEJARAH panjang Satu Abad NU tidak bisa dilepaskan dari persahabatan dua ulam besar yang mendirikan organisasi terbesar di Indonesia, Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Hasyim Asy’ari adalah sahabat dekat. Pernah tinggal dalam satu pondokan dan berguru pada guru yang sama. Ketika itu Ahmad Dahlan berusia 16 tahun dan Hasyim 14 tahun. Ahmad Dahlan biasa memanggil Hasyim dengan sebutan Adi Hasyim. Sedangkan Hasyim biasa memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan Mas Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis). Hasyim Asy’ari mendirikan NU pada 31 Januari 1926. Sedangkan Muhammadiyah Bersambung ke halaman 10