COVID-19: Digitalization is Accelerating

Di Masa Sulit, Pemimpin Harus Berpikir Mega | Mengumbar Diskon Tak Lagi Cukup

COVID-19: Digitalization is Accelerating

N N O O I I T T A A Z Z I I L L A A DDIIGGIITT : 9 1  D I V O C

G G N N I I T T A A R R E E L L E E IISS AACCCC

June 2020 issue

Big Momentum: Prepare Now, Actualize Next!

By Hermawan Kartajaya English & Chinese sections inside

June 2020 issue Rp 50.000,www.marketeers.com www.marketeers.com/tv

20997806_MARKETEERS ED JUNI 2020 COV REG_C-1+4.pdf 1

5/20/2020 9:53:33 AM

20997806_MARKETEERS ED JUNI 2020 COV REG_C-2+3.pdf 1

5/20/2020 9:54:08 AM

Seluruh Staff & Management

SAS Hospitality

mengucapkan

MINAL AIDIN WALFAIDZIN MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441H

Bandung - Jakarta - Yogyakarta - Balikpapan - Pekanbaru - Klaten

P R O

L O

G

U

E

002

Lari Kencang

embatasan sosial dan kebijakan bekerja dari rumah tidak hanya membuat platform digital naik daun, melainkan digitalisasi di semua aspek kehidupan manusia khususnya di lingkup bisnis. Lihat saja, hampir semua aspek perusahaan tergantung pada digital ketika aktivitas fisik dibatasi. Dan, ini diperkirakan tak hanya berlangsung saat pandemi, melainkan juga di masa-masa mendatang. Pandemi telah membentuk realitas baru yang makin digital.

Sayangnya, banyak perusahaan yang masih gagap dan kelabakan dalam memanfaatkan platform digital untuk tetap survive di masa sulit. Kegagapan ini bisa terjadi karena perusahaan memang tidak siap. Bisa juga karena digitalisasi selama ini dianggap sekadar aksesori saja agar dianggap tak ketinggalan zaman atau sekadar pelengkap dan belum berjalan optimal. Di sinilah, COVID-19 ini menjadi semacam lonceng peringatan atau morning call bagi perusahaan di mana pun industrinya untuk mengakselerasi upaya digitalisasinya.

Kondisi tersebut yang melatari tema COVID-19: Digitalization is Accelerating di edisi yang sedang Anda baca ini. Redaksi mengangkat upaya perusahaanperusahaan di sembilan industri dalam merancang dan mengeksekusi program digitalisasi mereka. Kami mengangkatnya berdasarkan tingkat kesiapan masingmasing perusahaan dalam melakukan digitalisasi. Tingkat kesiapan ini menyangkut dua hal, yakni digitalisasi yang dilakukan perusahaan pada proses bisnisnya dan migrasi pelanggan ke ranah digital.

Berdasarkan kesiapan itu, ada empat kuadran yang muncul, yakni Origin, Onward, Organic, dan OMNI. Origin untuk perusahaan dan konsumen yang tingkat digitalisasinya masih rendah. Onward mengacu pada digitalisasi perusahaan yang tinggi namun migrasi digital di kalangan pelanggan masih rendah. Sebaliknya, Organic mengacu pada digitalisasi perusahaan yang rendah namun migrasi digital pelanggan tinggi. Dan, OMNI merujuk baik perusahaan maupun pelanggan samasama memiliki tingkat kesiapan tinggi untuk digitalisasi.

Semoga edisi ini memberi inspirasi dan semangat bagi Anda untuk segera melakukan atau mengakselerasi digitalisasi yang sudah dan sedang dijalankan.

Tidak ada kata terlambat. Namun, ingat, masa pandemi ini adalah momentum terbaik yang tak boleh dilewatkan. Tindakan strategis yang kita ambil saat ini akan menentukan nasib perusahaan di masa depan. The future is now! Saatnya mengencangkan ikat pinggang dan kemudian lari kencang.

Selamat membaca!

Publisher Hermawan Kartajaya Chief Executive Stephanie Hermawan - Chief Business Officer Ence - Editor In Chief Iwan Setiawan - Managing Editor Hendra Soeprajitno. hendra@marketeers.com com

-

-

Editor Sigit Kurniawan. sigit@marketeers.com - Ign. Eko Adiwaluyo. eko@marketeers.

Editorial Secretary redaksi@marketeers.com, info@marketeers.com

marketeers.com - Ramadhan Triwijanarko. ardhan@marketeers.com -

-

Assistant Editor: M. Perkasa Al Hafiz. hafiz@

Reporter: Annisa Bella. abel@marketeers.com - Ellyta

Rahma. ellyta@marketeers.com - Clara NT. clara@marketeers.com - Estu Dian Maranti. estu@marketeers.com - Illustration: Arif Priambudi - Bedoel Achmad - Photographer Rizky Priya - Layout: M. Ottyawan Firdaus - Sanny Ismail - Advertisement: Nadia Indriani. nadia.indriani@markplusinc.com, +62 813 2464 6968, +62 21 5790 2338 - TV: Aji Radhyantomo. aji@marketeers.com - Nugraha Satia Permana. nugraha@marketeers.com - Online Activation: Widyamuktiwaskito julistia@marketeers.com -

- Offline Activation: Rachman Julistia. rachman.

+62 823 1616 5931 - M. Irvan Maulana. irvan.maulana@marketeers.com -

+62 813 1550 9848

- Circulation: Taufik Abe. abe@marketeers.com +62 813 1555 6493 - Mulyadi. mulyadi@marketeers.com - P +62 852 9457 0003 +62 21 5790 2338 ext 409, F +62 21 5795 1103. - Printing: Gramedia Printing. Jl. Palmerah Selatan 22-28, Gelora, Jakarta 10270

Marketeers Magazine

EightyEight@Kasablanka 8th floor Jl. Casablanca Raya Kav. 88 Jakarta 12870 Toll Free: 0 800 188 1111

R O A

D

M

Our contributor

A

02

Prologue

04

Roadmap

09

Discovery

17

Adventure

22

Navigator

34

Gaspol menjadi kata paling cocok untuk menggambarkan tuntutan pada perusahaanperusahaan untuk melakukan digitalisasi. Tak perlu cari-cari alasan untuk menundanya lagi.

Ibarat berada di sirkuit balap Formula 1, ini waktunya untuk tancap gas.

65

Momentum

77

Outlook

93

Maestro

97

Marketeers X

Ignatius Untung Lulusan MBA University of Liverpool bidang marketing ini berpengalaman dalam memegang beberapa posisi penting di perusahaan teknologi Indonesia. Untung terdaftar di dalam World’s Neuromarketing Science & Business Association.

Pada tahun 2018, Untung terpilih sebagai Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association (idEA).

| June 2020

P

Marketeers + J&T Express

J&T Express

Ajak Masyarakat Donasi Melalui Instastory, J&T Express Konversikan 2.000 Paket Makanan Berbuka Untuk Garda Terdepan

Seluruh Instastory yang dikumpulkan dari program #JntikanKebaikan dikonversikan menjadi makanan berbuka di sejumlah rumah sakit penanganan COVID-19 dan didistribusikan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)

ndonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19 sejak awal Maret 2020 terus berjuang mengatasi situasi ini dengan bantuan berbagai lapisan masyarakat terutama tim di garda terdepan, seperti tim medis, aparat pertahanan dan keamanan setempat. Bersamaan dengan kondisi tersebut, J&T Express mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program #JntikanKebaikan yaitu program berbagi makanan berbuka puasa yang diperuntukkan bagi tim garda depan yang disalurkan melalui kegiatan foodtruck ACT (Yayasan Aksi Cepat Tanggap).

Program #JntikanKebaikan diusung J&T Express sebagai bentuk dukungan yang melibatkan masyarakat Indonesia dengan cara unik, yaitu hanya dengan mengupload Instastory sambil menjentikan jari dan mention akun instagram resmi @jntexpressid, masyarakat sudah turut mendonasikan paket berbuka untuk garda terdepan di beberapa rumah sakit.

Program yang berlangsung pada 25 April 2020 - 19 Mei 2020 ini mendapatkan antusiasme yang positif dari masyarakat, terkumpul lebih dari sebanyak 2.000 paket makanan berbuka puasa untuk tim garda depan yang bertugas di sejumlah Rumah Sakit seperti RS

Darurat Wisma Atlet – Jakarta, RS Persahabatan – Jakarta dan RSUD Bekasi.

“Pada program ini, J&T Express mengajak masyarakat untuk melakukan donasi dengan cara yang mudah dan bisa ikuti oleh siapa saja, yaitu hanya dengan memposting 1 instastory saja. Berbekal kedekatan kita dengan media sosial saat ini, harapan kami program ini dapat memfasilitasi niat baik masyarakat Indonesia, khususnya di bulan yang baik ini. Bersama masyarakat, kami ingin memberikan dukungan moral kepada tim garda depan yang berjuang. Tentunya kita sama-sama berharap kondisi ini segera kembali normal,” ujar Robin Lo selaku CEO J&T Express.

Sebagai rangkaian program kampanye JntikanPerubahan pada masa Ramadhan ini selain program #JntikanKebaikan, J&T Express juga mengadakan kegiatan Anti Lemes Lemes Club, yaitu sebuah kompetisi foto dengan mengusung produktivitas di bulan suci Ramadan dan di tengah pandemi yang mengharuskan tetap berada di rumah.

Info lebih lanjut mengenai kampanye #JntikanKebaikan dapat di akses di http://jntikanperubahan. com/jntikankebaikan/

June 2020 |

17-18 JUNI 2020

Enabling Marketing Excellence

E R O M E R O M

, E V I T A E E CR V I T C U D PRO N A P I S I T R A P

HARI

VVIP: IDR 800.000 Regular: IDR 500.000 Student: IDR 150.000 Corporate package: 10 Persons = Rp 3.500.000 20 Persons = Rp 6.000.000 Participant can join all session simultaneously with multiple devices More Info: Naya +62.812.1847.066 nathaya.rattu@markplusinc.com Aya +62.821.1546.5583 aulia.medina@markplusinc.com info@marketeers.com

Sponsor:

SESI

OUR HOST: TOPIC

A R A C I B M E P

ER A ID-19 V O C ( T BC ) H IP IN ADERhSja Setiaatmadja E L G SIS STRONr Pranowo & Ja IN CR,I ja Y n a G G E y T o B Utom STR A MENT(Persero) & Satrio T S E V n IN gy.id egadaia

By PT P der Sahamolo n HY Co-Fou GR AP

T SMARo

PHOTO

DIN G TSTAN U O R YOU MAKE L CONTENT A DIGIT & AQUA IN G FARM

By SASA N A B OR UR TIME F amil (TBC) B y O pp

By Ridw

SPECIAL: SHOW

an K

RIwSan Setiawan EE T E K d n R a A Jacky Mussry RaEwaEn KaM rtajaya, TH H er m By

Live streaming via

https://bit.ly/marketeershangout

DAY 1

17 JUNI 2020

BUSINESS POST COVID-19:

SURVIVING THE CORONA PREPARING THE POST. IT WILL NEVER BE THE SAME AGAIN

09.00-10.30

By Jacky Mussry, Deputy Chairman MarkPlus, Inc.

A TO Z OF MARKETING 10.30-12.00

MARKETING STRATEGY DURING AND AFTER COVID-19

BOOST PRODUCTIVITY, LEVERAGING OPPORTUNITIES

By Antonius Taufan, Managing Director TADA

By BPJAMSOSTEK

THREE MARKETEERS

INVESTMENT STRATEGY IN CRISIS

By Elvi Rofiqotul Hidayah, SVP Marketing PT Pegadaian (Persero) & Satrio Utomo, Co-Founder Sahamology.id

PRODUCTIVE BREAK: DIY AT HOME 12.00-13.00

COOKING IS NOT BORING

SIMPLE YOGA @HOME

By Jeff udiman, CEO Fit Company

By HARRIS Vertu Hotel Harmoni

THE ORIGINAL

By Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus, Inc. (VVIP ONLY)

UPDATED

STAY POSITIVE, GUARD YOUR MIND

By Jacky Mussry, Deputy Chairman MarkPlus, Inc.

THE ROLE OF PUBLIC RELATIONS IN CRISIS

By Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc.

By Helena Abidin, Corporate Director The Golden Space Indonesia

(VVIP ONLY)

A TO Z OF MARKETING 13.00-14.30

GO DIGITAL

WHAT HR NEEDS AFTER COVID?

MARKETING FOR UKM

By ICSB Indonesia & Billy Kurniawan, CEO & Founder Kopi Janji Jiwa

By Unilever Indonesia & A. Budi Santoso, Chief. Corporate Human Capital Development Astra International

By Gojek & Agung Laksamana, Ketua Perhumas

PRODUCTIVE BREAK: DIY AT HOME 14.30-15.30

COPYWRITING TIPS FOR BEGINNERS

By Wahyu Hidayat Jati, Creative Director DwiSapta, A Dentsu Aegis Network Company

15.30-17.00

DAY 2

18 JUNI 2020

MAKE YOUR OUTSTANDING DIGITAL CONTENT

NOT JUST CREATIVE, BE CREATIVEPRENEUR

By Intan Ayu Kartika, Brand Director Danone-AQUA & Nanda Rahmanu, Digital Marketing Manager PT Sasa Inti

By Museum Macan & Moja

STRONG LEADERSHIP IN COVID-19 ERA

By Ganjar Pranowo, Gubernur Provinsi Jawa Tengah & Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk.

DIGITALIZATION STRATEGIES AMID COVID-19

09.00-10.30

By Bank Rakyat Indonesia & Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc.

A TO Z OF MARKETING 10.30-12.00

FRESH CSR PROGRAM

By Vivin Arbianti Gautama, CMO Generali Indonesia & Wiwin Dewi Herawati, CMO PT SiCepat Ekspres Indonesia

STAYING CLOSE TO YOUR CORE CUSTOMERS FOR THE LONG RUN

INNOVATION IN A TIME OF CRISIS

By XL Axiata

By Angga Anugrah Putra, Head of User and Content Operations TikTok & Kelly Courtney

PRODUCTIVE BREAK: DIY AT HOME 12.00-13.00

MAKEUP TUTORIAL FOR VIDEOGENIC

SMART PHOTOGRAPHY

By Oppo

By Paragon & Influencer

YOUR PET OUR INFLUENCER

By Rani M. Achyar, PRO Pillar & Digital Head PT Royal Canin Indonesia; Drh. Novi Wulandari Corporate Affairs PT Royal Canin Indonesia & Kucing Om Wepe

A TO Z OF MARKETING 13.00-14.30

CHANGING BEHAVIOUR AFTER COVID-19

By MarkPlus Insight & Hasanuddin Ali, Founder and CEO Alvara Research Center

THE RISE OF CONSCIOUS LIFESTYLE

By Devi Attamimi, Executive Director Strategy Hakuhodo Network Indonesia

INDONESIA ECONOMIC OUTLOOK UPDATE

By Adrian Panggabean, Chief Economist CIMB Niaga

CREATIVE BREAK: DIY AT HOME 14.30-15.30

CONCERT FROM HOME

By Ario Adimas, VP Commercial Loket.com

Radio Partner:

PARENTING DURING PANDEMIC

By Ratih Ibrahim, Founder Personal Growth Counseling & Development Center

15.30-16.30

TIME FOR URBAN FARMING

16.30-17.00

MUSIC PERFORMANCE

By Ridwan Kamil, Gubernur Provinsi Jawa Barat

By Kikan

Media Partner:

STAY SAFE, KEEP GLOWING

By dr. Novi SpKK, Dermatologist ZAP Premiere & Yessiel Trivena

(VVIP ONLY)

Discovery CHILLA KIANA

SPEDAGI

QOALA

TAK PERCAYA PENGALAMAN BURUK

BUKAN SEPEDA BIASA

CARA BARU BERASURANSI

P. 010

P. 012

P. 014

D

I S C O V E R Y

Best & Worst 010

Chilla Kiana

Tak Percaya Pengalaman Buruk

| June 2020

D

I S C O V E R Y Best & Worst 011

Di usianya yang masih belia, Chilla Kiana sudah memiliki dua profesi yang aktif ia lakoni saat ini, yakni sebagai penyanyi sekaligus CEO Whizzup Indonesia. Perempuan yang akrab disapa Chilla ini membuktikan bahwa dirinya mampu melakukan semua pekerjaannya dengan baik.

Sebagai pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang digital marketing, ia berhasil menggandeng merek-merek besar sebagai mitranya. Demikian juga di bidang musik, perempuan kelahiran Surabaya tahun 1995 ini terkenal aktif memproduksi karyanya sendiri dan mendapatkan pengakuan yang baik dari pendengarnya.

Chilla mengaku tidak pernah berhenti belajar dan selalu mencari peluangpeluang terbaik untuk mengembangkan kehidupannya. Sembari mengobrol melalui telepon, maklum sedang masa pembatasan sosial, Chilla bercerita secara panjang lebar kepada Ellyta Rahma dari Marketeers seputar kehidupan kariernya.

“PENTINGUNTUKMELIHATHAL-HAL BURUKSEBAGAIPELAJARANBARUYANG MENYENANGKAN.TERMASUKMENGGALI BANYAKINSPIRASIDIBALIKPENGALAMAN TERSEBUT.” Chilla Kiana Penyanyi, CEO Whizzup Indonesia

MY BEST Sejak memulai karier, saya pikir saat itu menjadi salah satu momen terbaik saya. Pada tahun 2014, saya diundang untuk menjadi penyanyi yang mewakili Indonesia dalam Disney Princess Project. Saya menyanyikan koleksi theme song film Walt Disney versi Indonesia. Pengalaman ini tentu menjadi sebuah kesempatan terbaik bagi saya. Siapa yang menyangka kalau pihak Disney memilih saya sebagai salah satu mitranya. Padahal, waktu itu saya belum lama terjun ke dunia penyanyi profesional.

Kesempatan yang diberikan Disney ternyata berlanjut. Setelah Disney Princess Project selesai, mereka kembali memberikan saya kesempatan untuk mengisi suara tokoh Princess Elena dari serial televisi resmi Disney berjudul Elena of Avalor. Di serial ini, saya juga didapuk sebagai penyanyi original soundtrack-nya.

Sembari menjalankan profesi sebagai penyanyi dan penulis lagu, saya kuliah di bidang marketing. Keluarga saya memang memiliki

latar belakang kuat di bidang periklanan. Walaupun mereka tidak memaksa saya ikut berkutat di bidang ini, nyatanya saya justru merasa terpanggil untuk ikut terjun di dunia yang sama.

Akhirnya, setelah lulus kuliah, saya memutuskan untuk merintis Whizzup Indonesia yang bergerak di bidang digital marketing.

Saat itulah, saya mendapatkan masa terbaik lain yang pernah saya rasakan sepanjang berkarier. Pengalaman pertama kali melakukan pitching iklan, misalnya. Pengalaman ini tak bakal saya lupakan.

Di bidang ini, saya benar-benar belajar banyak hal, dari karakter merek, mengenali pasar, hingga menggali ide-ide segar agar merek yang saya besut makin dikenal oleh masyarakat luas. Saya sungguh menikmati setiap prosesnya. Dari sini, saya menyadari inilah passion saya sesungguhnya. Pekerjaan ini sangat menyenangkan dan saya berharap akan tetap menyenangkan di waktu-waktu mendatang.

MY WORST Di balik kecintaan pada pekerjaan, tentu ada masa-masa di mana saya harus berhadapan dengan tantangan berat. Salah satunya ketika saya harus melayani klien untuk pertama kali.

Meskipun saya menganggap saat itu adalah salah satu kenangan terbaik yang saya miliki, tapi di balik itu semua, ada rasa khawatir terhadap diri saya sendiri. Apakah saya bisa melakukan hal ini? Apakah saya bisa mengeksekusi ide yang telah disetujui oleh klien? Demikian kegusaran yang sempat muncul dalam benak saya.

Perasaan yang sama juga kerap muncul. Apalagi kalau sedang mengikuti proses pitching dan harus bersaing dengan kompetitor.

Rasanya, seperti ada tuntutan untuk melakukan yang lebih baik dari yang bisa orang lain lakukan.

Meski demikian, saya tetap melihat hal-hal tersebut sebagai pengalaman yang menyenangkan. Rasa cemas dan khawatir itu lumrah. Saya harus pandai-pandai untuk melihatnya secara positif.

Karenanya, penting untuk melihat hal-hal buruk sebagai pelajaran baru yang menyenangkan. Termasuk menggali banyak inspirasi di balik pengalaman tersebut. Di tengah pandemi, misalnya, tentu banyak pembelajaran yang saya temukan. Kalau terus-terusan melihat hal buruk sebagai pengalaman tidak menyenangkan, saya pikir manusia tidak akan pernah belajar.

June 2020 |

D

I S C O V E R Y

012

Spedagi

Bukan Sepeda Biasa Semangat wirausaha selalu menemukan peluang di balik hal-hal yang tidak pernah dilihat orang.

Termasuk peluang di balik batang-batang bambu yang tumbuh rimbun di area pedesaan.

Berkat kreativitasnya, pemuda asal Temanggung ini berhasil menyulap batang-batang bambu tersebut menjadi sepeda yang kini mendunia.

Oleh Ellyta Rahma

inggih Susilo Kartono selalu melihat potensi besar yang dimiliki desa.

Salah satunya adalah potensi di balik rimbunnya batang-batang bambu di pedesaan tersebut. Berkat kreativitas dan kejeliannya membaca peluang, lelaki yang akrab dipanggil Singgih ini mampu mengubah bambu-bambu menjadi produk sepeda dengan nama merek Spedagi.

Ide dan desain unik menjadi kekuatan diferensiasi Spedagi. Dalam perkembangannya, Spedagi dianggap tidak sebatas produk, melainkan identitas gerakan pengembangan potensi desa. Nama Spedagi berasal dari akronim Sepeda Pagi. Singgih bercerita, ide awal pembuatan sepeda bambu ini berasal dari hobinya mengelilingi kawasan desa tempatnya tinggal, sebuah desa dengan nama Kandangan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Katanya, di sana banyak sekali kebun-kebun bambu berjenis bambu petung yang terlantar alias tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Terinspirasi dari sepeda bambu karya Craig Calfee dari Amerika Serikat pada tahun 2013, Singgih mulai mengembangkan desain Spedagi menggunakan jenis bambu lokal. Hasilnya memuaskan. Empat tahun setelahnya, Spedagi berhasil lolos uji kendara Jakarta-Madiun sejauh 750 kilometer dengan total beban 90 kilogram tanpa mengalami kerusakan.

| June 2020

D

I S C O V E R Y

013

“SEJAK AWAL DIPASARKAN, RESPONS PASAR TERHADAP SEPEDA BAMBU ITU GEMESGEMES CEMAS. SECARA VISUAL MEMANG MENARIK, TAPI TAK SEDIKIT YANG MERAGUKAN KEKUATAN SEPEDA BAMBU INI. UNTUK ITU, PEMBUKTIAN KUALITAS PRODUK SANGAT PENTING.”

setidaknya 60 jam kerja untuk menghasilkan satu kerangka sepeda bambu.

Sejak dikembangkan tujuh tahun lalu, Spedagi memiliki empat jenis sepeda dengan spesifikasi dan tentunya harga yang berbeda.

Sebut saja Dwiguna, Rodacilik, Gowesmulyo, dan Dalanrata. Semua produk Spedagi dihargai Rp 3,5 juta s.d. Rp 4,5 juta.

Nama unik dari Spedagi berhasil mendunia. Sejauh ini, Singgih tidak berniat melakukan ekspor, meski setidaknya ada tiga negara yang kepincut dengan keunikan Spedagi, yakni Jepang, Prancis, dan Belanda. Pada tahun 2018, Spedagi bahkan berhasil meraih Gold Award dari Good Design Japan.

“Sejak pertama kali meluncurkan sepeda ini, kami belum mempunyai strategi spesifik untuk meraih pasar tertentu. Saya yakin kalau hingga saat ini Spedagi tidak memiliki kompetitor. Apalagi tidak ada produk sepeda yang memiliki latar belakang cerita seautentik Spedagi,” kata Singgih.

Spedagi diklaim sebagai beyond brand.

Artinya, tidak hanya sebagai komoditas bisnis, tapi juga digunakan untuk hal lain.

Misalnya, menjadi ikon gerakan sosial pedesaan. Lewat Spedagi Movement, Singgih membentuk sebuah komunitas revitalisasi desa untuk mengembangkan potensi desa dan kehidupan sosial yang berkelanjutan.

Salah satu bentuk nyata gerakan komunitas tersebut adalah Pasar Papringan, kawasan yang sebelumnya tidak terurus dan kemudian direvitalisasi menjadi semacam pasar rakyat. Spedagi Movement secara aktif mengajak warga dan berbagai komunitas alam untuk terlibat dalam proses ini. Hingga akhirnya kawasan Pasar Papringan dibuka dan digunakan sebagai pasar berkala di mana warga desa bisa menjual produkproduknya. Uniknya, kawasan ini kini berkembang menjadi tujuan wisata yang membuka peluang ekonomi baru untuk masyarakat desa.

Singgih Susilo Kartono Founder Spedagi

Sumber Foto: Spedagi

“Sejak awal dipasarkan, respons pasar terhadap sepeda bambu itu gemes-gemes cemas. Secara visual memang menarik, tapi tak sedikit yang meragukan kekuatan sepeda bambu ini. Untuk itu, pembuktian kualitas produk sangat penting,” katanya.

Untuk membuktikan kekuatan Spedagi, Singgih terus mengedukasi seputar kualitas bambu petung, proses perangkaian, hingga uji coba kelayakan produk. Memperkuat jaminan ini, Spedagi diproduksi langsung di Workshop Magno, Desa Kandangan, Temanggung. Studio Workshop ini diklaim sebagai tempat produksi dengan kualitas craftsmanship tinggi. Klaim ini tentu berhasil memperkuat branding yang dimiliki Spedagi.

Spedagi memiliki proses yang panjang dalam produksinya. Bambu petung sebagai bahan utamanya harus memiliki usia yang cukup sebelum ditebang. Jika sudah cukup umur, bambu akan dipotong dan dibelah sesuai ukuran. Setelahnya, potongan bambu diawetkan dan dikeringkan menggunakan oven. “Bambu yang sudah diproses akan dibentuk lagi menjadi batang-batang bambu dengan ukuran rangka sepeda,” lanjut Singgih.

Dalam proses merangkai sepeda bambu, Singgih menggunakan sambungan metal (lugs) yang diproduksi oleh pengrajin lokal dan perekat epoxy resin. Proses terakhir adalah finishing dan coating untuk menambah kesan estetik sekaligus melindungi bambu dari bahan-bahan yang dapat merusak seperti paparan air dan sinar matahari secara terus-menerus. Dibutuhkan

June 2020 |

D

I S C O V E R Y

014

Qoala

Cara Baru Berasuransi Qoala menawarkan pengalaman baru di industri asuransi dengan memanfaatkan teknologi.

Puluhan perusahaan asuransi sudah ia gandeng.

Apa kelebihannya?

Oleh Estu Dian Maranti dan Clara Ermaningtiastuti

ingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, penetrasi asuransi hanya mencapai 2%-3% dari total populasi.

Padahal, di negara dengan ekonomi berkembang, asuransi dapat menjadi rencana finansial yang membantu untuk investasi masa depan.

Survei yang diadakan oleh DSResearch bertajuk Insurance Technology 2019 menyebutkan, terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya penetrasi tersebut. Di antaranya, aksesibilitas, produk asuransi, harga yang terlalu mahal, hingga minimnya pengetahuan akan manfaat asuransi.

Saat ini, perusahaan asuransi di Indonesia sedang menghadapi tantangan, baik dari sisi teknologi maupun jangkauan pasar.

Keberadaan insurance technology (insurtech) dibutuhkan untuk menghubungkan perusahaan dengan nasabah dan menjangkau konsumen lebih luas sehingga edukasi dan adopsi produk asuransi dapat berkembang.

Karena itu, banyak pemain berlomba merebut peluang di pasar insurtech. Pemain baru ini menawarkan pengalaman klaim asuransi yang lebih mudah dan sederhana dengan memanfaatkan layanan berbasis data yang dipersonalisasi.

Salah satu pemainnya adalah Qoala yang berdiri pada tahun 2018. Melihat penetrasi asuransi di Indonesia yang masih rendah, Qoala mencoba peruntungannya dalam membantu konsumen untuk memaksimalkan pengalaman asuransi melalui platform endto-end secara digital.

“Kami ingin memberikan keamanan finansial bagi masyarakat Indonesia.

Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti produk asuransi dan pentingnya asuransi. Dengan digitalisasi, kami ingin produk asuransi lebih mudah diakses oleh mereka,” ujar Harshet Lunani, Co-Founder dan CEO Qoala.

Perusahaan rintisan insurtech ini

| June 2020

D

I S C O V E R Y

015 mengambil dua model bisnis. Pertama, bekerja dengan mitra platform berskala besar untuk mendorong kesadaran berasuransi masyarakat. Kedua, menyediakan solusi digital melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi untuk mendukung pemasaran produk-produk asuransi secara online yang saat ini masih mencakup 99% dari premi asuransi.

Qoala mengambil positioning perusahaan yang menawarkan pengalaman asuransi mulai dari proses klaim hingga pencairan yang cepat dan mudah. Ia juga membuat produk asuransi menjadi gampang diakses.

Contohnya, Qoala menangani kompensasi keterlambatan penerbangan. Sebelumnya, dibutuhkan satu atau dua minggu untuk mengurus kompensasi dari keterlambatan tersebut. Namun, dengan sistem Qoala, konsumen akan langsung diberitahu mengenai keterlambatan melalui media WhatsApp dan hanya diminta untuk mengunggah foto KTP untuk verifikasi identitas “Saat ada keterlambatan, kami akan memberitahu pihak pelanggan bahwa mereka berhak mendapatkan kompensasi atas keterlambatan penerbangan yang dialami.

Prosesnya klaimnya kami permudah melalui aplikasi,” jelas Harshet.

Semua proses klaim Qoala menggunakan teknologi berbasis artificial intelligence (AI) sehingga proses klaim jadi lebih efektif dan cepat. Konsumen tidak perlu mengisi dokumen karena bisa mudah mengambil foto menggunakan aplikasi Qoala.

Konsumen juga dapat memilih opsi pencairan kompensasi melalui keuangan digital, seperti OVO, GoPay, dan LinkAja, atau melalui transfer bank via akun virtual.

Proses pencairan yang instan pun dapat dilakukan hanya dalam hitungan detik.

Harshet menjelaskan bahwa kemudahan yang ditawarkan oleh Qoala tidak akan terjadi tanpa adanya mitra strategis. Qoala berkolaborasi dengan banyak merek dan platform digital, seperti GrabKios, Shopee, Tokopedia, PegiPegi, JD.ID, serta MAP

Group untuk perusahaan ritel, dan Investree untuk fintech.

Pendekatan go-to-market Qoala juga didukung oleh 20 perusahaan seperti Adira Insurance dan BRI Life. Qoala bekerja sama dengan Asuransi Central Asia (ACA) untuk asuransi penerbangan. Sedangkan untuk urusan klaim asuransi kereta api, Qoala melakukan kerja sama dengan Simasnet dan Padiciti. Ada pula dari perusahaan asuransi global yaitu Axa Mandiri, Tokio Marine, dan Great Eastern. Kemudian, pada masa pandemi COVID-19, Qoala menyediakan layanan asuransi yang mencakup risiko terjangkit COVID-19 untuk konsumen dan UKM di seluruh Indonesia.

“Kami masih pemain baru. Tantangan di industri asuransi tidak bisa kami tangani sendiri. Dibutuhkan kerja sama antarperusahaan, baik perusahaan asuransi maupun digital untuk memaksimalkan pelayanan,” kata Harshet.

Saat ini, Qoala mengklaim telah berhasil memproses lebih dari dua juta polis per bulan, melonjak dari 7.000 polis per bulan pada Maret 2019. Qoala pun telah meluaskan layanannya yang mencakup beberapa industri, seperti pariwisata, fintech, ritel, logistik, dan kesehatan karyawan.

Untuk pendanaan, Qoala baru saja menerima pendanaan Seri A sebesar US$ 13,5 juta atau setara dengan Rp 209 miliar.

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Centauri Fund, sebuah perusahaan joint venture dari Kookmin Bank asal Korea Selatan dan Telkom Indonesia. Ada beberapa investor yang berada di putaran pendanaan ini, seperti Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, dan Mirae Asset Sekuritas.

“Pendanaan kali ini akan digunakan Qoala untuk berinvestasi lebih jauh dalam teknologi dan SDM. Termasuk untuk memperkuat merek dan mendukung strategi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan, mitra bisnis, dan perusahaan asuransi,” tutup Harshet.

“KAMIINGINMEMBERIKANKEAMANANFINANSIALBAGI MASYARAKATINDONESIA.MASIHBANYAKMASYARAKAT INDONESIAYANGBELUMMENGERTIPRODUKASURANSI DANPENTINGNYAASURANSI.DENGANDIGITALISASI,KAMI INGINPRODUKASURANSILEBIHMUDAHDIAKSESOLEH MEREKA.” Harshet Lunani Co-Founder dan CEO Qoala

June 2020 |

4 November 2020

08:00 - 17:00

Enabling Marketing Excellence

The Inauguration of Brand for Good Club 2020

Awarding Ceremony

Laurentius Iwan Pranoto Senior VP Communications and Service Management Asuransi Astra

Arianto Bigman Managing Director IDEOWORKS.ID

Ballroom The Ritz-Carlton Jakarta Pacific Place

Angga Anugrah Putra Head of Content and User Operations TikTok Indonesia

Iwan Setiawan

Hermawan Kartajaya

CEO MarkPlus, inc.

Founder & Chairman MarkPlus, inc.

Angga Dwimas Sasongko Founder Visinema, Sutradara film NKCTHI

Adrian Syarkawi CEO Mahaka Radio Integra (Mari)

A. A. Gede Mayun Wirayuda EGM Divisi TV Video Telkom Indonesia

IT’S HUMAN EXPERIENCE! Presented by

100 Industry

300

1000 Participants

Brands

categories

Speakers’ Themes HUMAN EXPERIENCE DESIGN FOR BRANDING

Di era pelanggan millennials dan centennials, brand dibangun dengan menciptakan customer experience

CREATING EXPERIENCE THROUGH INNOVATIVE SERVICE

(CX) yang WOW. Di sisi lain, dengan pesatnya digitalisasi, brand justru menjadi unik jika semakin

DRIVING GROWTH WITH EXPERIENCE AND ENGAGEMENT

manusiawi. Perpaduan CX dan human-centric brand WHEN BRANDS BECOME HUMANS IN MARKETING COMMUNICATIONS

inilah yang melahirkan Human Experience (HX), yang akan menjadi bahasan utama WOW Brand Festive

DIGITAL TRANSFORMATION: TECH AND CULTURE PERSPECTIVES

Day 2020. Jangan lewatkan pesta tahunan terbesar orang brand di Indonesia!

Ticket fee Regular 1 Person

IDR 1.500.000

QR TREASURE HUNT NETWORKING

Information : Key Partner :

HUMAN EXPERIENCE EXHIBITION

3 Persons

IDR 3.750.000

VIP GOLD IDR 5.000.000 (Reserved Seat, VIP Lunch, Book, and limited to 20 first participant)

Aya +62 821 1546 5583 | info@markplusinc.com Partners :

Corporate Table

Kartu Kredit BCA

KARTU KREDIT

8 Persons

IDR 6.500.000

indonesiawowbrand.com Supported by :

Powered by :

#WOWBrand20 Media Partners :

Adventure SELALU INGIN LEBIH

PELUANG INDUSTRI HALAL DI ERA COVID-19

P. 018

P. 020

A

D V E N

T

U

R E

018

Selalu Ingin Lebih Manusia selalu memiliki ketertarikan pada hal baru. Karena itu, merek harus terus dikembangkan untuk memenuhi dorongan konsumen yang selalu ingin mendapatkan kebaruan.

ebuah merek makanan cepat saji asal Amerika yang ada di Indonesia tampil begitu kreatifnya dengan menciptakan berbagai menu baru.

Burger dengan rendang sebagai pengganti pattynya, nasi uduk, hingga yang terbaru ayam saus manis pedas. Merek pizza asal Amerika yang beroperasi di Indonesia juga tidak kalah inovatifnya dengan menu-menu barunya, seperti pizza dengan pinggiran keju, sosis, dan bahkan cokelat.

Di satu sisi, inovasi-inovasi ini tentunya bertujuan untuk mendapatkan revenue lebih. Namun, dari perspektif brand management inovasi ini tentunya juga punya dampak pada loyalitas merek. Kenapa kita harus menciptakan hal-hal baru ini untuk mempertahankan loyalitas konsumen kita?

Bukankah kita sudah mengakuisisi mereka?

Seperti teori infinite games yang dilontarkan oleh Simon Sinek, hidup kita baik secara personal maupun dalam lingkup pekerjaan merupakan perlombaan yang tak berujung. Setidaknya selama kita masih bernapas. Kemenangan hari ini tidak menjamin kemenangan esok hari. Persis seperti nasib klub-klub sepak bola terbaik dunia. Bahkan, dengan pelatih sama yang membawa mereka meraih banyak gelar, ditambah materi pemain yang semakin lengkap dan berkualitas, kemenangan tidak selalu di tangan. Nama-nama besar yang telah membawa banyak tropi untuk klub, semacam Carlo Anceloti, Jose Mourinho, Roberto Mancini, Antonio Conte, dan bahkan Mauricio Pochettino yang telah membawa Tottenham naik kelas pun tidak luput dari pemecatan setelah serangkaian kekalahan.

Pesaing yang kemarin kita kalahkan bisa jadi hari ini kembali dengan kekuatan lebih dan strategi yang ciamik untuk bisa ikut merasakan manisnya kemenangan.

Konsekuensinya, brand satisfaction juga harus terus diperjuangkan dan bahkan ketika kita sudah meraihnya di tangan. Tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk loyalitas konsumen Anda.

| June 2020

Untuk itulah, segala upaya untuk terus mempertahankan mereka harus dilakukan.

Mengambil posisi mempertahankan kualitas produk, komunikasi, brand perception menjadi ide paling buruk untuk memastikan loyalitas konsumen Anda. Lebih dari sekadar mempertahankan kualitas, Anda harus terus meningkatkan apa pun yang konsumen beli. Entah itu kualitas produk, kualitas komunikasi, kualitas engagement, hingga brand perception untuk memastikan kemenangan. Alasannya, pertandingan ini tidak akan berakhir.

Untuk memiliki pemahaman yang lebih menyeluruh tentang konsep bahwa pemasar harus terus meningkatkan apa pun yang ia lakukan, ada baiknya kita mengerti apa yang terjadi di benak konsumen. Memahami apa yang membuat mereka tertarik oleh sesuatu yang baru dan masih bisa tergoda hal lain yang membuat persaingan terus berlangsung dan tak berhenti.

Makhluk Konsumtif Otak manusia pada dasarnya menyukai hal yang baru (novelty). Seketika setelah otak menangkap hal baru, perhatian pun difokuskan pada hal baru tersebut.

Tujuannya sebenarnya untuk mengenali apakah hal baru tersebut berpotensi membawa pleasure atau pain untuk kita.

Ketika membawa pleasure, otak akan mengirimkan pesan ke tubuh kita untuk mendapatkannya. Ketika pleasure itu berhubungan dengan informasi seperti tempat atau momen, maka otak akan menandainya dalam memori sebagai sesuatu yang harus dicari lagi di kemudian hari.

“Inget nih, tempat ini menyenangkan. Lain kali kita harus ke sini lagi,” begitu perintah otak.

Sementara, jika hal baru itu berpotensi menciptakan pain, otak akan mendorong

tubuh untuk bersiap-siap bertahan (fight or flight) atau menandainya sebagai hal untuk dihindari. “Jangan sampai ketemu yang begini lagi, ya,” begitu perintah si otak.

Prinsip dasar ini yang membuat hal-hal baru seperti varian baru dan iklan baru menarik perhatian. Harus Anda ingat bahwa tidak semua yang baru akan meninggalkan kesan positif. Jadi, mengeluarkan sesuatu yang baru tidaklah cukup.

Di benak konsumen, kepemilikan barang baru yang menarik juga akan membantu kita meningkatkan ketertarikan diri kita secara sosial di mata orang di sekeliling kita (social wealth). Lihatlah bagaimana kita begitu menikmati interaksi dengan teman yang selalu punya cerita baru yang menarik, seperti tahu restoran baru yang enak, gosip terbaru, dan semua hal baru yang menarik.

Atas dasar itu, konten menjadi viral.

Alasannya, ada yang merasa mendapatkan manfaat dalam wujud peningkatan social wealth ketika membagikannya. Begitu juga dengan kepemilikan barang. Barang baru yang menarik selalu memicu sebuah cerita untuk dibagikan. Ponsel dengan layar lipat, mobil listrik yang masih langka dan mahal, atau kadang sekadar kemasan baru yang lebih menarik.

Dorongan untuk memiliki barang-barang baru yang serba lebih menjadi masuk akal.

Dan, lagi-lagi ini membuat persaingan tetap hidup karena kita dituntut untuk menawarkan sesuatu yang baru dan lebih baik jika tidak mau kehilangan konsumen.

Otak kita juga selalu berusaha menciptakan makna terhadap apa pun yang ia tangkap. Ketika informasinya tidak lengkap, ia akan mengisi kesenjangan tersebut agar menjadi lengkap. Lengkap menurut gambaran otak kita setidaknya.

Ketika begitu menginginkan suatu barang, otak kita tidak punya gambaran jelas

A

D V E N

T

U

R E

019 tentang bagaimana nikmatnya memiliki barang tersebut. Di sinilah, conformity bias mengambil peranan. Otak akan mencari segala hal yang memperkuat alasan mengapa kita harus memiliki barang tersebut.

Hasilnya, terciptalah gambaran tentang seberapa nikmat memiliki produk tersebut.

Akhirnya, kita pun semakin tergoda untuk membelinya.

Sayangnya, setelah barang tersebut kita miliki, kenikmatan pun berangsur pudar.

Saya yakin Anda pun pernah merasakannya begitu menginginkan barang. Namun, tidak lama setelah barang tersebut Anda beli, ternyata kenikmatannya tidak seluar biasa ketika belum membelinya. Bahkan, barang umum seperti ponsel sekalipun sebegitu kita sayangi di awal-awal kita memilikinya.

Namun, rasa sayangnya mulai pudar seiring dengan waktu.

Jika awalnya begitu dijaga dan dirawat, setelah beberapa waktu Anda pun mulai ceroboh dengan melempar ponsel tersebut ketika ingin meletakkannya ke suatu tempat.

Ini juga sejalan dengan konsep scarcity.

Kita cenderung menghargai lebih hal-hal yang langka. Ponsel ini tergolong langka ketika belum kita miliki sehingga sebegitu menggebu-gebu kita menginginkannya.

Namun, pudar ketika sudah kita miliki seiring pudar kelangkaannya.

Dorongan Fisiologis Dari sisi fisiologis, keinginan kita untuk mendapatkan lebih dikendalikan oleh hormon dopamine. Hormon ini selalu memberikan kita persepsi mengenai lebih hijaunya rumput tetangga sehingga banyak hal yang tidak kita miliki mempunyai tendensi untuk terlihat lebih baik.

Sayangnya, dopamine tidak memiliki kemampuan untuk membuat kita menyukai apa pun yang kita miliki karena memang cara kerjanya adalah untuk menginginkan lebih. Bukan menikmati yang ada di tangan kita atau di depan mata.

Dopamine membuat kita menginginkan sesuatu. Namun, seketika setelah kita memilikinya, dopamine pun pudar. Lalu, ia mengajak kita “berselingkuh” untuk menginginkan yang lebih, termasuk dari yang lain. Jika hal yang baru kita miliki terebut tidak bisa memberikan yang lebih, maka dengan mudah kita tergoda dengan hal lebih yang ditawarkan produk lain. Proses ini tentunya tidak melulu berlangsung secara cepat.

Umumnya, ada jeda waktu sebelum dorongan dopamine yang baru muncul.

Dopamine bisa menjadi musuh para pemasar dalam kemampuannya untuk menggoda konsumen yang menginginkan yang lebih, termasuk produk pesaing. Di sisi lain, hormon ini jugalah yang menolong kita

untuk menggoda konsumen produk pesaing untuk “berselingkuh” dengan merek kita.

Dopamine juga berperan pada bagaimana kita merasakan deg-degan dan berbagai sensasi seperti sedang jatuh cinta ketika kita bertemu mantan. Anehnya, sensasi yang sama tidak kita rasakan ketika kita bertemu pasangan sah kita yang sudah jalan bareng beberapa waktu belakangan. Ini karena dorongan “ingin lebih” dari yang sudah kita miliki yang bermain, sebagai akibat dari dopamine.

Pasangan yang kita miliki tidak memiliki efek kebaruan yang bisa memuaskan dopamine. Sementara, memori indah sang mantan masih diingat oleh otak kita dan diterjemahkan oleh dopamine sebagai sesuatu yang lebih untuk situasi saat itu.

Efek dopamine juga berlaku terhadap makanan, seks, dan bahkan olah raga. Sebab itu, para pelari ingin terus berlari. Mereka pergi keluar negeri hanya untuk mengikuti event lari yang sebenarnya bisa dilakukan di sekeliling rumah. Ini semata-mata karena kita mulai craving for more.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang sangat pandai beradaptasi. Kita cenderung berpikir lebih maju ketika bergaul dengan orang-orang sukses. Seorang teman baik saya yang baru keluar tahanan mendadak jadi egois dan mencari aman sendiri. Ini semua tentunya bentukan lingkungan sebagai akibat dari bagaimana diri kita beradaptasi dengan lingkungan sebagai upaya untuk survive dan bisa diterima lingkungan. Proses adaptasi ini tidak hanya berlaku pada perilaku yang tampak di luar, tapi juga di dalam tubuh kita.

Ketika masuk ke sebuah ruangan dan mencium bau spesifik, bau wangi atau bau busuk, di ruangan kita akan dengan mudah mengenali bau tersebut. Namun setelah beberapa saat, bau tersebut seakan-akan hilang. Tapi, apa yang terjadi ketika kita keluar ruangan untuk beberapa saat dan kemudian kembali ke ruangan yang sama, kita akan kembali mencium bau yang sama.

Namun, bau itu seolah-olah hilang setelah kita beberapa saat di dalam. Itu terjadi karena indra penciuman kita mengalibrasi ulang agar kita tidak terganggu dengan bau tersebut. Untuk itu, bau badan seseorang tercium lebih kuat oleh orang-orang di sekeliling kita ketimbang oleh kita sendiri.

Seorang pakar hubungan rumah tangga yang juga mantan pekerja seks komersial di Inggris pernah memberikan pengakuan bahwa dari semua laki-laki hidung belang yang datang untuk menggunakan jasa mereka, setengahnya adalah pria baik-baik.

Mereka datang menggunakan jasanya karena tidak menemukan keintiman lagi dengan pasangannya. Tidak sedikit dari mereka yang datang menemui pekerja seks komersial

hanya untuk mendapatkan keintiman tanpa hubungan seks.

Setelah diteliti, pudarnya keintiman di antara para pasangan merupakan efek domino dari menurunnya rasa sayang akibat terjebak rutinitas. Interaksi yang sama di antara pasangan resmi awalnya berhasil menciptakan kenikmatan. Namun, ketika terus menerus dilakukan dengan intensitas yang sama dan variasi yang mirip maka kenikmatannya berkurang. Kita menangkapnya sebagai hal yang tidak begitu menyenangkan lagi. Efeknya, kita pun secara sadar maupun tak sadar mulai mengurangi kualitas interaksi kita dengan pasangan dan hasilnya kenikmatan pun pudar tak bersisa.

Hingga pada suatu titik, mereka pun mulai lupa dengan rasa sayang dan cinta yang pernah mereka punya dan mulai mencari hal tersebut di luar.

Faktor-faktor psikologis hingga fisiologis manusia mendorong orang untuk mencari lebih, termasuk dari pihak lain. Manusia memang diciptakan dengan memiliki standar kepuasan yang terus berkembang, terus meminta lebih dan lebih. Konsumen Anda pun membutuhkan keintiman dengan merek Anda untuk terus dipelihara dengan menghadirkan segala hal baru yang lebih menarik dan lebih meningkatkan social wealth.

Sesuatu yang bisa meningkatkan dopamine untuk menginginkan lebih dari merek kita ketimbang pesaing. Sesuatu yang lebih untuk bisa lolos dari jebakan adaptation mechanism. Sesuatu yang lebih ini bisa berupa layanan yang terus membaik, produk yang lebih mumpuni, iklan yang lebih menarik, merek yang lebih membanggakan, layanan konsumen yang lebih bersahabat, engagement yang lebih genuine, serta semua kelebihan lainnya. Great brand selalu punya infinite mindset untuk selalu bersaing dan berkembang lebih baik lagi. May the force be with you.

Oleh Ignatius Untung Praktisi Marketing & Behavioral Science

June 2020 |

A

D V E N

T

U

R E

020

Peluang Industri Halal di Era COVID-19 Pandemi COVID-19 berdampak besar dalam kehidupan dunia saat ini. Awalnya, pandemi ini mengakibatkan krisis kesehatan dan kemudian menghantam perekonomian dunia dan nasional. Namun, peluang baru muncul bagi industri halal.

Oleh Safri Haliding Vice President (VP) Entrepreneurship & Tourism IMA DKI Jakarta, Coach UMKM, Dosen dan Konsultan Keuangan Management serta aktif di DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dan Jakarta Tourism Forum OVID-19 tidak hanya menyebabkan korban jiwa di berbagai negara, namun juga berdampak negatif pada perekonomian.

Berdasarkan laporan Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi global diproyeksi menyusut 3% tahun ini, terburuk sejak great depression tahun 1930-an.

Sementara, berdasarkan skenario optimistis, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan naik menjadi 5,8% pada tahun 2021 dengan catatan pandemi berangsur surut pada pertengahan tahun ini.

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa mencapai minus 0,4%. Selain itu, laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), pandemi COVID-19 merupakan krisis global terburuk sejak Perang Dunia II dan sekaligus ujian terbesar dalam kerja sama internasional selama lebih dari 75 tahun.

Laporan Kajian terbaru ILO menyimpulkan bahwa sekurangnya 1,25 miliar pekerja, dari total tenaga kerja global yang berjumlah 3,3 miliar berpeluang menjadi pengangguran. Hal ini terjadi akibat

| June 2020

pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak dapat dielakkan.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.

Menurut laporan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, COVID-19 menimbulkan PHK pekerja dengan jumlah mencapai 1,5 juta pekerja. Bahkan, dengan skema pesimistis, beberapa lembaga dan pakar memprediksi jumlah orang yang kena PHK bisa mencapai 3-5 juta orang.

Pertumbuhan Ekonomi Baru Di sisi lain, pandemi ini akan mendorong model ekonomi baru atau new normal pascapandemi. Pandemi ini telah mengubah tatanan masyarakat dalam perekonomian, seperti kegiatan sosialisasi, pekerjaan, bisnis, proses jual beli, konsumsi, dan kesehatan.

Pandemi COVID-19 bisa jadi bukan wabah yang terakhir. Kemungkinan akan ada pandemi yang bisa saja menyusul ke depan.

Sebab itu, dalam mengantisipasi risiko pandemi yang akan datang perlu dilakukan mitigasi risiko. Salah satunya dalam mengonsumsi makanan. Pandemi ini telah memberikan pesan kuat bahwa kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan pribadi. Sebab itu, masyarakat diimbau untuk selalu menggunakan makanan dan produk yang terjamin kebersihan dan kehalalannya.

Makanan dan produk halal merupakan tingkatkan tertinggi dalam hierarki kualitas makanan dan produk. Pasalnya, untuk mendapatkan sertifikat halal, makanan dan produk turunannya, perusahaan harus memiliki beberapa sertifikat dan izin lainnya, seperti izin Dinas Kesehatan, BPPOM, dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lalu, sertifikat Hazard Analysis Control Point (HCCP) atau sertifikat yang menjamin bahwa pencegahan bahaya (hazard) pada tahap produksi telah dilaksanakan dengan ketat. Kemudian, sertifikat ISSO 22000 Food Safety Management yang menjamin penerapan standar keamanan pangan untuk bisnis. Sertifikat ini menjamin keberadaan bahaya makanan pangan dapat terjadi pada semua titik mana pun di sepanjang rantai makanan.

Apabila telah memiliki standar atau izin Dinkes, BPPOM, SNI, HCCP, dan ISSO 22000 akan mudah mendapat sertifikat halal, proses audit Sistem Jaminan Halal (SJH) pada produk tersebut dapat lebih fokus pada uji telusur kehalalan produk dan bahannya.

Namun, apabila produk atau makanan yang diajukan belum memiliki sertifikat atau standar izin tersebut, maka pemiliknya diminta memenuhi terlebih dahulu atau akan dibimbing membuat SOP produksi sejalan dengan izin terkait.

Proses sertifikat halal menunjukkan jaminan mutu kualitas tertinggi sebuah produk. Hal ini juga membuat produk

halal dapat diterima lintas agama karena industri halal bukan merupakan islamisasi.

Halal mengandung nilai-nilai yang bersifat universal yang meliputi bersih, sehat, higienis, nyaman, tertib, dan bernilai tambah.

Industri halal khususnya makanan dan minuman memiliki potensi besar menjadi salah satu pendorong utama perekonomian dalam new normal COVID-19. Ekonomi global saat ini sedang memasuki tren baru dengan adanya maraknya halal market serta adanya banyak negara yang mendeklarasikan diri sebagai pusat destinasi halal tourism, seperti Korea Selatan, Jepang, Thailand, Singapura, dan berbagai negara non-muslim lainnya. Tujuan mereka adalah mendapatkan kue industri halal global.

Kebutuhan produk halal di dunia begitu besar karena produk halal bukan hanya makanan. Ada sepuluh sektor yang secara ekonomi dan bisnis berkontribusi besar dalam industri halal, yakni sektor industri makanan, wisata dan perjalanan, pakaian dan fesyen, kosmetik, finansial, farmasi, media dan rekreasi, kebugaran, serta pendidikan dan seni budaya.

Menurut State of Global Islamic Economy Report tahun 2019/2020, pada tahun 2018 jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat Islam global untuk seluruh sektor mencapai angka US$ 2,2 triliun. Sementara, sektor keuangan Islam memiliki total aset mencapai US$ 2,5 triliun.

Minuman dan makanan menjadi kategori yang paling diminati oleh kalangan konsumen Islam sebesar US$ 1,369 miliar pada tahun 2018. Disusul oleh fesyen syariah sebesar US$ 283 miliar, media dan rekreasi Islami sebesar US$ 220 miliar, halal travel sebesar US$ 189 miliar. Terakhir, obat dan kosmetik halal sebesar US$ 92 miliar dan US$ 64 miliar.

Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia harus menjadi yang terdepan dalam mengambil pasar industri halal. Upaya ini tentu membutuhkan dukungan riil dari pemerintah agar potensi industri halal dapat tercapai, seperti membangun semua sarana pendukung dan infrastruktur. Termasuk, jaringan industri halal yang terintegrasi dari pemasok hingga konsumen.

Pemerintah harus memastikan dan membangun mata rantai halal, seperti hub logistik halal, transportasi logistik halal, rute logistik halal, dan manajemen logistik halal. Strategi dan terobosan lainnya dalam pengembangan industri halal yang perlu dilakukan adalah menguatkan branding dan marketing, serta mempersiapkan capacity building human resources halal industry.

Terakhir, pentingnya identifikasi pelaku industri halal yang unggul melalui riset industri halal yang memadai.

T H E 2 ND E D I T I O N PRIME WEBINAR Following the first previous successful webinar with 700+ online participants, we are back again with

BIG MOMENTUM: PREPARE NOW, ACTUALIZE NEXT Thursday, 2 July 2020 14.00-16.30 WIB

IDR 350K

LIMITED ONLY FOR 500 PARTICIPANTS

DON’T MISS IT!

GET YOUR E-CERTIFICATE

Hosted by

Dr. Jacky Mussry Deputy Chairman MarkPlus, Inc.

#hklive #StayProductive #StaySafe #StayHealthy

Daftarkan diri Anda ke https://bit.ly/daftarwebinarhk2

INFO: ANGGUN +62 812 1233 6502

Media Partners

N

A V I

G A T O

R

022

Big Momentum: Prepare Now, Actualize Next!

大动量：现在准备，下一步实现！ by: Oleh Hermawan Kartajaya 陈就学

Preface:

Pada 3 April 2020, kami menyelenggarakan webinar besar pertama di era pandemi COVID-19. Responsnya bisa dibilang sangat baik, lebih dari 700 peserta yang hadir saat itu. Kami memang merasakan banyak pemasar yang masih bingung menghadapi situasi yang sama sekali tidak diduga sebelumnya.

Secara garis besar, pandemi ini membawa dampak besar kepada banyak industri. Ada yang menyebabkan penurunan tajam di banyak industri bagai badai yang tiba-tiba menerjang. Tapi, ada juga sebagian industri yang justru mendapatkan angin segar sehingga dapat berkembang pesat tiba-tiba. (image 1)

Preface:

On April 3, 2020, we held the first major webinar in the COVID-19 pandemic era. The response was arguably very good, more than 700 participants joined at the time. We feel that many marketers are still confused about situations that were completely unexpected.

Broadly speaking, this pandemic did have a big impact on many industries. Something caused a sharp decline in many industries like a sudden storm. But there are also some industries that actually get a breath of fresh air so that it can develop rapidly suddenly. (image 1) But it must be remembered that even this change in situation is only in the short term. So that this decline and increase certainly does not occur continuously. Therefore we should still have

前言 2020年4月3日，我们举办了新冠大流行时代 的首次大型网络研讨会。可以说响应非常好， 当时有700多人参加。我们认为，许多营销人员 仍对完全出乎意料的情况感到困惑。 从广义上讲，这种流行病确实对许多行业产 生了巨大影响。诸如突然的风暴之类的事情 导致了许多行业的急剧下降。但是，也有一些 行业实际上能呼吸新鲜空气，从而可以迅速发 展。(image 1) 但是必须记住，这种情况的改变只是短期 的。因此，这种下降和增加肯定不会持续发生。 因此，我们应该有长远的眼光。 在网络研讨会上，我还提供了指南，该指南 分为四个季度，分为三个阶段。在第一和第二 季度的第一阶段中，对于下降的营销人员来说 是生存，对于增长的营销人员来说是服务。

Image 1

Declining or Growing

STORM DECLINING PREPARING

ACTUALIZING

SHORT-TERM

LONG-TERM

WINDFALL GROWING

| June 2020

N

A V I

G A T O

R

023 Namun, harus diingat bahwa perubahan situasi ini sifatnya hanya dalam jangka pendek. Penurunan dan peningkatan ini tentu tidak terjadi terus menerus. Karena itu, kita harus tetap memiliki pandangan jangka panjang.

Pada webinar tersebut juga, saya memberikan panduan yang terbagi menjadi 3 fase dalam 4 kuartal. Fase pertama pada kuartal 1 dan 2 adalah Surviving bagi pemasar yang sedang Decline ataupun Servicing bagi pemasar yang sedang growing.

Contohnya, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) justru memanfaatkan momentum saat ini untuk memaksimalkan kompetensi terbaiknya. Untuk mendukung pemerintah dalam penanganan COVID-19 misalnya. WEGE berhasil membangun Pusat Observasi dan Karantina dalam waktu delapan hari dengan teknologi modular yang sudah dipatenkan.

Selain itu, saat tulisan ini disusun, WEGE juga menangani beberapa proyek lainnya seperti proses renovasi dan alih fungsi di Rumah Sakit Pertamina Jaya, RSCM, Rumah Sakit Penyakit Tupoksi Infeksi Universitas Airlangga, dan Rumah Sakit Fasilitas Tanggap Darurat COVID-19 di eks lapangan bola Pertamina Simprug, dan pembangunan Rumah Sakit Lapangan di halaman Hotel Patra Jasa Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat.

Di sisi lain, salah satu industri yang sedang growing adalah asuransi. Hal ini terjadi lantaran semakin banyak orang yang sadar akan isu kesehatan belakangan ini. Prudential menjadi salah satu perusahaan yang melakukan servicing kepada masyarakat luas. Caranya dengan memberikan asuransi personal accident bebas premi dan proteksi COVID-19 melalui aplikasi mobile pulse.

Momentum ini benar-benar dimanfaatkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat sekaligus memperkenalkan lebih mendalam manfaat asuransi. Juga sekaligus memperlihatkan kepeduliannya kepada masyarakat luas.

Sedangkan pada kuartal 2 dan 3, kita harus mulai fase Preparing agar tidak ketinggalan momentum atau malah menyalip kompetitor di ‘tikungan’. Fase terakhir adalah dengan Actualizing pada kuartal 3 dan 4. (image 2) Kita memang tengah menghadapi Volatility – Uncertainty – Complexity – Ambiguity (VUCA), tidak ada yang benarbenar dapat memastikan kapan masa ini akan berakhir. Namun sebagai pemasar, tentu tidak dapat tinggal diam. Kita harus terus melakukan Discover – Adventure – Momentum – Outlook (DAMO). (image 3) Karena itu, tentu kita harus memiliki kepemimpinan tinggi di masa-masa seperti sekarang ini. Dengan menjaga fisik agar terhindar wabah sehingga tetap produktif

a long-term view.

On the webinar I also provide guidance which is divided into 3 phases in 4 quarters. Where in the first phase in the first and second quarters is Surviving for marketers who are Decline or Servicing for marketers who are growing.

For example, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) who actually uses the current momentum to maximize their best competence.

To support the government in handling COVID-19 for example. WEGE successfully built the Observation and Quarantine Center within eight days using patented modular technology.

In addition, as of this writing WEGE also handled several other projects such as the renovation process and the transfer of functions at Pertamina Jaya Hospital, RSCM, Airlangga University Infection Hospital, and COVID-19 Emergency Response Facility Hospital at ex Pertamina Simprug soccer field . Or the construction of a Field Hospital in the Patra Jasa Hotel yard, Ahmad Yani Street, Central Jakarta.

One of the growing industries is insurance because more and more people are aware of health issues lately. Prudential is one of the companies servicing the public at large. You do this by providing premium free personal accident insurance and COVID-19 protection through the mobile pulse application.

This momentum is really used to provide education to the community while introducing more in-depth insurance benefits. Also at the same time showing his concern for the people.

Whereas in the 2nd and 3rd quarters, we have to start the Preparing phase so as not to miss the momentum or even overtake competitors at the ‘bend’. The final phase is Actualizing in the 3rd and 4th quarters. (image 2) We are indeed facing Volatility - Uncertainty Complexity - Ambiguity (VUCA), no one can really be sure when this time will end. But as a marketer, of course you cannot stay silent. We must continue

例如，PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) 实际上利用当前的势头来最大化 他们的最佳能力。例如，以支持政府处理新冠。 WIKA成功使用获得专利的模块化技术，在八天 内成功建立了观察与检疫中心。 此外，在撰写本文时，WEGE还处理了 其他几个项目，例如Pertamina Jaya医 院，RSCM，Airlangga大学感染医院和在 Pertamina Simprug足球场上建立的新冠应急 设施医院的装修过程和职能转移。还有在雅加 达中部艾Ahmad Yani街的Patra Jasa Hotel院 子里建造野战医院。 保险业是发展中的行业之一，因为最近越来 越多的人意识到健康问题。保诚是为大众服 务的公司之一。为此，您可以通过移动脉冲应 用程序提供免费的高级人身意外伤害保险和 新冠保护。 这种势头确实用于向社区提供教育，同时引 入了更深入的保险利益。同时也显示出他对人 民的关注。 而在第二季度和第三季度，我们必须开始准 备阶段，以免失去动力，甚至不会在“弯头”超 越竞争对手。最后阶段是在第三季度和第四季 度实施。(image 2) 实际上，我们确实面临着“波动性-不确定性复杂性-模糊性（VUCA）” ，没有人真的可以确定 何时结束。但是，作为营销人员，您当然不能保 持沉默。我们必须继续探索“发现-冒险-动量展望（DAMO）”。(image 3) 因此，在今天这样的时代，我们当然也必须 具有较高的领导才能。通过身体上的照顾来避 免瘟疫，从而使瘟疫保持生产力，并能很好地 控制情绪，而不会引起恐慌。理性意识也必须 继续真正地度过这段时间。我们也不会忘记 精神方面，因为此时我们的人类确实受到了真 正的考验。 其中一个例子是Ciputra集团，他们保持镇 定，在此期间采取了许多措施来应对房地产销 售。在这一大流行期间，Ciputra集团成功地在 线销售了其房地产项目之一Citra Maja Raya。 仅在不到两周的时间里，Citra Maja Raya就卖 给了516个单位，销售额达1300亿印尼盾。

Image 2

SPA 2020

SURVIVING / SERVICING

Q1

Q2

ACTUALIZING

Q3

Q4

PREPARING

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

024 dan juga mengelola emosi dengan baik, tidak hanyut dalam kepanikan. Akal rasional pun harus tetap berjalan agar benar-benar dapat melewati masa ini dengan baik. Tidak juga melupakan sisi spiritual karena memang sisi kemanusiaan kita benar-benar diuji saat ini.

Salah satunya adalah Ciputra yang tetap tenang dan melakukan sejumlah inisiatif untuk menyiasati penjualan properti di masa ini. Pada masa pandemi ini, Ciputra Group sukses memasarkan secara online salah satu proyek propertinya, Citra Maja Raya secara gemilang. Hanya dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, Citra Maja Raya berhasil terjual hingga 516 unit dengan nilai penjualan mencapai Rp 130 miliar.

Meski terjadi penurunan pasar, antusiasme konsumen pada proyek properti Ciputra masih tetap ada. Hal ini terlihat dari jumlah call in dan walk in ke Ciputra Residence, khususnya pada Citra Maja Raya yang relatif stabil.

WHY:

Big Momentum: The Beginning of the END Apa maksudnya The Beginning of the END? Menjelang semester dua ini, kita mulai memasuki masa penanganan COVID-19 akan kian membaik. Banyak pengamat juga yang memperkirakan wabah ini akan mencapai puncaknya dalam waktu dekat sehingga akan mulai mengalami penurunan. Karena itulah, masa ini menjadi awal dari akhir pandemi besar ini.

Pada saat tulisan ini disusun, pemerintah Indonesia telah merancang lima fase pemulihan ekonomi akibat COVID-19 yang terbagi antara awal Juni sampai dengan akhir Juli. Intinya, rencana ini mengatur kegiatan operasional dari berbagai sektor yang dibuka secara bertahap. Tentu dengan sejumlah pembatasan dan ketentuan terbaru.

Dalam menghadapi krisis, salah satu program yang dianggap berhasil di dunia adalah program ‘Three R’s’ yang diperkenalkan Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt. Program ini untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi sebelum Perang Dunia II. Pada dasarnya, program ini terbagi menjadi tiga fase, yaitu Relief, Recovery, dan Reform.

Fase Relief ditujukan pada pertolongan sementara bagi yang sedang menganggur dan miskin. Sementara, fase Recovery berfokus untuk membuka lapangan pekerjaan dan mendorong tingkat konsumsi. Dan akhirnya fase Reform yang berfokus pada pembenahan sistem finansial untuk menghindari krisis ekonomi dalam jangka panjang. Hasilnya?

Amerika Serikat berhasil melewati krisis ekonomi ini dengan baik. Malah setelah Perang Dunia II menjadi negara adidaya dunia.

| June 2020

to discover Discover - Adventure - Momentum Outlook (DAMO). (image 3) Because of that, of course we also have to have high leadership in times like today. By taking care of physically to avoid the plague so that it remains productive and also manages emotions well, not being swept up in panic. Rational sense must also continue to truly get through this time. Nor do we forget the spiritual side because indeed our humanity is truly tested at this time.

One of them was Ciputra, who remained calm and carried out a number of initiatives to deal with property sales during this time. During this pandemic, Ciputra Group successfully marketed online one of its property projects, Citra Maja Raya, brilliantly. Only in less than two weeks, Citra Maja Raya was sold to 516 units with a sales value of Rp 130 billion.

Despite the market downturn, consumer enthusiasm for the Ciputra property project remains. This can be seen from the number of calls in and walk in to Ciputra Residence, especially in Citra Maja Raya which is relatively stable.

WHY:

Big Momentum: The Beginning of the END What does it mean The Beginning of the END? Towards the second semester, we begin to enter a period where the handling of COVID-19 will improve. Many observers also predict that this

尽管市场低迷，但消费者对Ciputra房地产 项目的热情依然存在。从电话的呼叫次数和走 入Ciputra Residence（尤其是相对稳定的Citra Maja Raya）的次数可以看出。

WHY:

大动量：结束的开始 介绍的开始是什么意思？在下个阶段即将 开始的时候，我们开始进入一个时期，新冠的 处理将得到改善。许多观察家还预测，这一暴 发将在不久的将来达到顶峰，然后它将开始 下降。因此，这段时期是这场大流行病终结的 开始。 在撰写本文时，印尼政府已将新冠设计为经 济复苏的五个阶段，该阶段分为6月初和7月下 旬。本质上，该计划对分阶段开放的各个部门 的运营活动进行了规范。但是当然有一些限制 和最新规定。 在应对危机中，美国总统富兰克林·罗斯福 推出的“三个R”计划是一项在世界范围内获得 成功的计划。该计划旨在克服第二次世界大战 之前发生的经济危机。基本上，该计划分为三 个阶段，即救济（Relief） ，复兴（Recovery）和改 革（Reform)。 第一阶段是救济，旨在为失业者和贫困者提 供临时救济。而复兴则侧重于开放工作和鼓励 消费水平。最后，改革着眼于改革金融体系，从 长远来看避免经济危机。结果？美国在经济危 机中幸存下来。实际上，第二次世界大战后成 为世界超级大国。 这还从9/11的经验以及随后的各种行动中

image 3

VUCA-DAMO and Strong Leadership

VUCA

DAMO

VOLATILE CHANGE

ISCOVER

TECHNOLOGY

POL- ECONOMY SOCLEG CUL

UNCERTAIN COMPETITOR

MARKET

VUCA

COMPLEX

DVENTURE

CUSTOMER

AMBIGUOUS COMPANY

STRONG LEADERSHIP (PQ/EQ & IQ/SQ) TECHNOLOGY FOR HUMANITY

OMENTUM UTLOOK

N

A V I

G A T O

R

025 Berkaca juga dari pengalaman 9/11 dan berbagai aksi setelahnya atau sebelumnya yang membuat kita benar-benar dikejutkan dengan berbagai tindak terorisme. Setelah itu, banyak negara di dunia yang menyatakan perang terhadap terorisme. Bahkan, Amerika Serikat sempat menggempur negara-negara yang dianggap sebagai pusat kegiatan kelompok teroris.

Nyatanya, sampai saat ini, kelompokkelompok teroris pun tetap ada. Akibatnya, sejumlah tindakan pengamanan pun diterapkan di berbagai tempat. Seperti pemeriksaan di bandara, pusat keramaian, dan berbagai acara. Meskipun awalnya risih, akhirnya kita terbiasa dan malah merasa aman dengan berbagai pengamanan ini.

Demikian juga dengan COVID-19.

Sambil menunggu vaksin yang tepat mulai tersebar luas, secara bertahap kita pun akan menjalankan aktivitas sehari-hari namun dengan cara dan ketentuan yang baru.

Misalnya dengan berbagai pemeriksaan kesehatan, pemakaian masker, kebiasaan menjaga kebersihan diri, dan banyak upaya lainnya. Jadi, kita pun harus dapat ‘berdamai’ dengan COVID-19.

Karena itu, kita sebagai pemasar pun jangan hanya terpaku pada Surviving/ Servicing saja. Tapi harus mulai menjalankan Preparing dan Actualizing. Tentu saja, hal ini membutuhkan keputusan dan tindakan tepat yang dijalankan di masing-masing fase. Tidak lupa, upaya ini perlu didukung dengan sikap yang tepat.

Pada fase pertama, pemerintah dan masyarakat fokus pada relief dengan memberikan kontribusi dalam menangani kondisi untuk sementara. Kita sebagai pemasar pun harus dapat react dengan mengambil keputusan dan tindakan cepat untuk Surviving ataupun Servicing. Di tengah berbagai keterbatasan, kita harus dapat mengoptimalkan semua yang ada.

Pada fase kedua, kita harus dapat memberikan respond. Caranya dengan memikirkan dampak jangka pendek dan jangka panjang pada setiap keputusan yang diambil. Tentu saja karena lingkungan telah banyak berubah, perlu ada inisiatif baru untuk menghadapi situasi saat ini dan masa mendatang. Karena itu, langkah ketiga berfokus pada revitalize. (image 4)

WHAT:

Prepare Now, Actualize Next!

The Second Act Saya membagi tiga fase perilaku masyarakat yang tengah menghadapi pandemi dan juga kondisi yang akan datang.

Fase pertama yang disebut New Normal adalah fase ketika kita tengah ‘bertarung’ dengan wabah dengan berbagai cara. Mulai dari kebijakan work from home, kebijakan

image 4

4C in SPA Framework

CHANGE Technology

PolLeg

Relief

SocCul

Economy

Recovery

Reform

Market

COMPETITOR

React

CUSTOMER

Respond

Revitalize

COMPANY

S

A

P

image 5

New-Next-Post Normal

NEW NORMAL

WFH (Battle)

NEXT NORMAL

B20 (Peace)

POST NORMAL

B2N (Live)

outbreak will reach its peak in the near future, so that it will start to decline. For this reason, this period is the beginning of the end of this great pandemic.

At the time of this writing, the Indonesian government has designed 5 phases of economic recovery due to COVID-19, which is divided between early June and late July. In essence, this plan regulates the operational activities of various sectors which are opened in stages. But of course with a number of restrictions and the latest provisions.

In dealing with crises, one program that is considered successful in the world is the ‘Three R’ program introduced by US President Franklin D. Roosevelt. This program is to overcome the economic crisis that occurred before World War II. Basically the program is divided into three phases,

S P A

反映出来，我们对各种恐怖主义行为感到非 常惊讶。之后，世界上许多国家向恐怖主义宣 战。甚至美国也袭击了被视为恐怖组织活动中 心的国家。 实际上直到现在，恐怖组织仍然存在。结果， 在各个地方采用了许多安全措施。例如在机 场，人群中心和各种活动中进行检查。尽管起 初不舒服，但我们终于习惯了各种保护措施， 甚至感到安全。 同样，新冠。在等待正确的疫苗开始广泛传 播的同时，我们将逐步以新的方式和法规开展 日常活动。进行各种健康检查，戴口罩，保持个 人卫生的习惯等。因此，我们还必须能够与新 冠和平共处。 因此，作为营销人员，我们不仅应专注于生 存/服务。但是您必须开始准备和实现。当然， 它需要在每个阶段执行正确的决策和行动。当 然，需要以正确的态度予以支持。

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

026 pemerintah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bahkan aktivitas harian pun sangat berubah. Semua rutinitas harian benar-benar akan berubah sama sekali. (image 5)

Berikutnya kita memasuki fase Next Normal, masa ketika kita mulai beraktivitas kerja secara offline. Agar mudah diingat, saya istilahkan sebagai Back to Office (B2O). Pada masa seperti ini, kita mulai berdamai dengan COVID-19. Memang belum ada solusi ampuh menangkal wabah, namun aktivitas mulai berjalan kembali.

Dan akhirnya fase Post Normal yang saya bilang berdamai dengan wabah Corona itu tadi. Jadi, aktivitas berjalan seperti sediakala (B2N) namun dengan kebiasaan dan ketentuan baru. Sama saja seperti yang telah saya bahas mengenai terorisme di awal artikel ini. Bila antara fase Surviving dan Preparing, kita menghadapi berbagai ketidakpastian. Pada fase antara Preparing dan Actualizing, kita harus sudah memiliki perencanaan dan implementasi yang matang agar dapat mengeksekusi pada momentum yang tepat.

Untuk itu, kita pun harus meninjau kembali Customer Management, Product Management, Brand Management. Karena pengelolaan cara lama belum tentu relevan diterapkan setelah masa ini. Jadi, apa saja yang perlu diperhatikan? (image 6) Dari segi Customer Management, tidak hanya memperhatikan dari segi Need & Want yang dibutuhkan saat pertama kali pandemi dimulai. Lalu Expectation & Perception baru yang terbentuk karena perubahan perilaku.

Lebih dalam lagi Anxiety & Desire yang banyak timbul karena sebelumnya banyak konsumen yang ‘terkurung’ atau pun terbatas aktivitas hariannya.

Halodoc menjadi salah satu brand yang relatif cepat memahami ini. Di tengah wabah COVID-19 tentu banyak orang yang memiliki anxiety and desire sangat tinggi mengenai kesehatan diri. Karena itu, mereka mengeluarkan banyak inisiatif untuk memenuhinya.

Contohnya, chatbot yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI untuk penilaian awal paparan virus. Ada pula program doctor appointment di Rumah Sakit Mitra Keluarga. Dengan ini, pengaturan janji bertemu dokter dapat dilakukan tanpa harus datang dan mengantre secara manual. Belum lagi program rapid test gratis yang dilakukan bersama perusahaan asuransi.

Karena itu, dari segi Product Management, kita tidak boleh diam saja. Kita harus melakukan Improvement yang dapat mengakomodir berbagai perubahan perilaku konsumen. Kemudian insiatif melakukan Renovation pada masa preparing. Dan akhirnya melakukan innovation yang

| June 2020

image 6

Customer-Product-Brand Management

NEED & WANT

EXPECTATION & PERCEPTION

ANXIETY & DESIRE

IMPROVEMENT

CUSTOMER MANAGEMENT

RENOVATION

INNOVATION

PRODUCT MANAGEMENT

TECH FOR HUMANITY

BRAND MANAGEMENT

REVISING

RESHAPING

namely Relief, Recovery, and Reform The first phase is relief aimed at temporary relief for those who are unemployed and poor.

While Recovery focuses on opening jobs and encouraging consumption levels. And finally Reform that focuses on reforming the financial system to avoid the economic crisis in the long run. The result? The United States survived the economic crisis well. In fact, after World War II became a world superpower.

Reflecting also from the experience of 9/11 and the various actions afterwards where we were really surprised by various acts of terrorism. After that many countries in the world declared war on terrorism. Even the United States had stormed countries that were considered as centers of terrorist groups’ activities.

In fact until now terrorist groups still exist. As a result, a number of security measures were applied in various places. Such as checks at the airport, the center of the crowd, and various events. Although initially uncomfortable, we finally got used to and even felt safe with these various safeguards.

Likewise, COVID-19. While waiting for the right vaccine to begin to spread widely, we will gradually carry out daily activities but in new ways and regulations. Various health checks, wearing masks, habits of maintaining personal hygiene and many others. So we must also be able to ‘make peace’ with COVID-19.

Therefore, we as marketers must not only focus on Surviving / Servicing. But you have to start Preparing and Actualizing. Of course it takes the right decisions and actions carried out in each phase. Of course it needs to be supported with the right attitude.

In the first phase, where the government and the community focus on relief by contributing

REPOSITIONING

在第一阶段，政府和社区将重点放在通过 暂时参与处理条件方面的救济上。作为营销 人员，我们必须能够做出迅速的决定并采取行 动，以求生存或服务。在各种限制之中，我们必 须能够优化现有的一切。 在第二阶段，我们必须能够做出回应。您 可以通过考虑对每个决策的短期和长期影响 来做到这一点。当然，由于环境已经发生了很 大变化，因此需要采取新的举措来应对当前 和未来的形势。因此，第三步也着眼于振兴。 (image 4)

WHAT:

现在准备，下一步实现！ 第二幕 我将面对流行病以及未来的社区行为分为三 个阶段。第一阶段称为“新常态” ，我们以各种 方式与瘟疫“战斗”。从“在家工作”政策，区域 隔离政策开始，甚至日常活动也发生了很大变 化。所有的日常活动将完全改变。(image 5) 接下来，我们进入下一个正常阶段，即我们 开始离线工作的时期。为了方便起见，我将其 称为“回到办公室（B2O）”。此时，我们开始与 新冠和平共处。由于确实没有有效的方法来抵 御瘟疫，因此活动再次开始。 最后，我说的“正常后”阶段使新冠爆发 更早实现了和平。因此，日常活动“照常进行 （B2N）” ，但具有新的习惯和规定。这与我在 本文开头所讨论的恐怖主义有关。在生存阶段 和准备阶段之间，我们面临各种不确定性。在 准备和实现之间的阶段。 因此，我们还必须审查客户管理，产品管理， 品牌管理。因为在此期间之后，旧方法的管理 不一定适用。那么需要注意什么呢？(image 6) 在客户管理方面，不仅要在大流行开始时就 关注需求和需求。但更深层次的是，由于行为 改变而形成了新的期望与知觉。更深层次的焦 虑与欲望之所以出现，是因为以前许多消费者

N

A V I

G A T O

R

027 memanfaatkan momentum.

Contohnya seperti yang dilakukan Boga Group belakangan ini. Wabah memang menyulitkan industri restoran pada umumnya terutama setelah sejumlah daerah mengeluarkan larangan makan di tempat.

Namun, Boga Group justru menggencarkan Boga Kitchen dengan konsep satu dapur untuk berbagai restoran yang berada di naungannya.

Otomatis produksi pun menjadi efisien karena terpusat. Mereka pun menyediakan opsi makanan siap santap dan siap masak (frozen food). Semua menu dapat diakses dan dipesan secara online.

Momen seperti sekarang ini justru digunakan untuk meningkatkan volume transaksi dan sekaligus ekspansi Boga Kitchen terutama di daerah-daerah potensial.

Momentum ini dipergunakan dengan sangat baik terutama karena pangsa delivery memang akan terus meningkat di masa depan.

Dari sisi Brand Management, tentu ada banyak yang perlu ditinjau kembali. Contoh mudahnya, rencana brand activation offline tentu harus banyak yang direvisi.

Berbagai penyesuaian dilakukan dengan berbagai pembatasan aktivitas yang dialami konsumen. Tahap selanjutnya, brand bisa melakukan reshaping kembali sesuai dengan realitas baru yang belum ada sebelumnya.

Dan terakhir, melakukan Repositioning dengan memanfaatkan momentum baru saat pemulihan.

BMW melakukan banyak terobosan di tengah COVID-19. Mulai dari virtual launch untuk beberapa produk terakhir. Tidak hanya itu, program test drive #DiRumahAja cukup menarik dengan bekerja sama dengan vendor sanitasi untuk menjamin kesehatan kendaraan uji.

Produk mobil ini pun dijajakan di Tokopedia sehingga benar-benar dapat dipesan secara online. Menariknya pemesanan online ini diantar dengan kemasan dus besar dan diangkut truk. Karena sangat unik, beritanya pun menjadi viral di masyarakat Indonesia.

Perlu diperhatikan kembali ketiga faktor ini pun harus dibungkus juga dengan menggunakan Technology for Humanity.

Artinya, menggunakan teknologi tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi dan profit saja.

Tapi benar-benar untuk membuat lingkungan sekitarnya lebih baik lagi.

HOW:

2030 – The Next Decade Revitalization to Reposition Menyongsong dekade berikutnya, kita disambut dengan pandemi COVID-19. Tentu saja, wabah ini tidak boleh menyurutkan semangat. Belakangan saya sering

Rekan saya Prof. Kim KiChan dari Korea Selatan pun sempat berbagi prediksi tren bisnis setelah COVID-19.

Materi ini disampaikan pada acara Conference G 2020 Online. Akses QR Code berikut untuk video terkait:

My colleague Prof. Kim Ki-Chan from South Korea also briefly shared predictions of business trends after COVID-19. This material was delivered at the G 2020 Online Conference. Access the following QR Code for related videos:

我的韩国同事Kim Ki-Chan 教授还简要分享了COVID-19 之后的商业趋势预测。该材料 在G 2020在线会议上发布。访 问以下QR码获取相关视频：

Top Ten Business Elements After COVID-19 1

Untact economy will rapidly proceed with digitalization

6

Number of full-time workers will decrease, and the gig economy will expand rapidly

2

Online shopping increace immensely, immediate delivery service will be needed

7

Telecommuting will be introduced, it's the OMNI era, synergies between telecommuting and office work

3

Digital healthcare and digital life will rapidly spread

8

Cultural activities with no physical contact praticed through apps will spread

4

Smart city armed with e-government will be promoted

9

The society becomes more difficult, high social demand of companies that prepare for eco-human social communities

5

Digital transformation spreads, supported by humanitarian movements such as social distancing and distant socializing

10

The spread of anti-globalization.

Globalization will retreat and the share of domestic supply chains will increase

in dealing with conditions temporarily. We as marketers must be able to react by making quick decisions and actions for Surviving or Servicing. In the midst of various limitations, we must be able to optimize everything that exists.

In the second phase, we must be able to respond. You do this by thinking about the shortterm and long-term impacts on each decision taken. Of course, because the environment has changed a lot, so there needs to be new initiatives to deal with the current and future situation.

Therefore the third step also focuses on revitalize. (image 4)

WHAT:

Prepare Now, Actualize Next!

The Second Act I divide the three phases of community behavior facing the pandemic and also the future.

The first phase is called New Normal where we are ‘fighting’ with the plague in various ways.

Starting from the Work From Home policy, PSBB

被“锁定” ，甚至在日常活动中受到限制。 Halodoc成为相对迅速了解这一点的品牌 之一。在新冠爆发期间，肯定会有许多人对个 人健康有很高的焦虑和渴望。因此，他们发布 了许多举措来实现这一目标。 例如其聊天机器人与印尼卫生部合作，对病 毒暴露进行初步评估。Mitra Keluarga医院还 设有医生预约计划。这样就可以任命医生，而 无需手动排队。更不用说与保险公司合作的免 费快速测试程序。 因为这是在产品管理方面，所以我们什么也 不能说。但是要进行改进以适应消费者行为的 各种变化。然后在准备过程中主动进行翻新。 最后进行利用动力的创新。 例如，像Boga集团最近所做的那样。暴发 确实给餐饮业带来了很大的困难，尤其是在 许多地区颁布了当场禁止用餐的禁令之后。 但是，Boga集团实际上在阴影下增强了Boga Kitchen的概念，即为各种餐厅提供一个厨房。 由于自动化生产是集中式的，因此也变得高 效。他们还提供冷冻和即食食品。所有菜单都 可以在线访问和订购。

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

028 mengatakan It Will Never be The Same Again. Banyak yang berubah sekarang ini, tapi banyak juga kesempatan baru yang muncul asalkan kita jeli melihatnya.

Banyak pakar dan pemasar kelas dunia yang juga mulai memandang sampai tahun 2030. Contohnya, Arab Saudi yang sangat ambisius dengan Vision 2030-nya. Belum lagi perlombaan inovasi teknologi antara dunia barat dan timur.

Jelas sekali bahwa perkembangan Technology for Humanity memang semakin terasa. Buktinya, Presiden China Xi Jinping tidak lama ini telah melontarkan visi menjadikan China sebagai pemimpin di dunia Blockchain. Bukan sekadar dalam hal kecanggihan saja tapi juga mengembangkan “Human Controlled Blockchain”. Selaras dengan konsep Marketing 5.0: Technology for Humanity yang tengah saya susun bersama dengan Philip Kotler dan Iwan Setiawan.

China tidak lagi fokus pada Industri 4.0 tapi benar-benar mempercepat perkembangan teknologi Blockchain. Tidak hanya untuk menandingi Aurora, Libra, dan banyak perusahaan barat lainnya. Namun, benar-benar untuk mendukung praktik bisnis yang lebih baik. Seperti transparansi, kepercayaan, kredibilitas, dan lain-lain.

Selain itu, perekonomian Asia akan menjadi nomor satu di dunia, mengungguli kawasan lain. COVID-19 tidak sepenuhnya menjadi penghambat pertumbuhan perekonomian dunia. Bagi Asia, masa ini justru menjadi momentum untuk memperbaiki kekuatan ekonominya. Tentu, dorongan ini menjadi momentum bagus bagi Indonesia. Belum lagi bonus demografi penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2030.

Dengan demikian, kita sebaiknya melakukan Revitalization baik pada Customer – Product – Brand. Karena pasti Segmentation dan Targeting akan berubah mengikuti perubahan konsumen di masa depan. Pasti ada perubahan signifikan bila dibandingkan dengan perilaku di masa lalu.

Jangan lupa! Marketing-Mix dan Selling harus disesuaikan kembali. Bisa jadi pendekatan cara lama tidak lagi efektif dilakukan. Begitu pula dengan Service dan Process yang akan memiliki standar baru setelah perubahan terakhir. (image 7) Untuk melakukan revitalization, kita perlu didukung oleh Vision, Mission, dan Values yang relevan. Sedapat mungkin ketiga hal ini dapat menginspirasi stakeholders. Sekaligus menjadi acuan pengembangan perusahaan di masa mendatang. Kita harus berani mulai menentukan Vision-Mission-Values bagi perusahaan jangka panjang. Akhirnya, Saya menganjurkan kita semua agar memiliki Vision 2030. Pada dekade yang akan datang

| June 2020

government policy, even daily activities have also changed greatly. All daily routines will completely change. (image 5) Next we enter the Next Normal phase, the period where we start working offline. For easy recall I term it as Back to Office (B2O). At this time we begin to make peace with COVID-19. Because there really is no effective solution to ward off the plague, but the activity began to run again.

And finally the Post Normal phase that I said make peace with the Corona outbreak earlier.

So the activity goes as usual (B2N) but with new habits and provisions. It’s the same as I discussed about terrorism at the beginning of this article.

When between the Surviving and Preparing phases, we face various uncertainties. In the phase between Preparing and Actualizing.

For this reason, we must also review Customer Management, Product Management, Brand Management. Because the management of the old way is not necessarily relevant to be applied after this period. So what needs attention? (image 6) In terms of Customer Management, not only pay attention to the Need & Want needed when the pandemic first started. But even deeper, the new Expectation & Perception formed due to behavior change. More deeply Anxiety & Desire that arises a lot because previously many consumers were ‘locked up’ or even limited in their daily activities.

Halodoc became one of the brands that relatively quickly understood this. In the midst of an outbreak of COVID-19 certainly many people who have very high anxiety and desire regarding personal health. Therefore, they also issued many initiatives to fulfill it Such as chatbot in collaboration with the Indonesian Ministry of Health for the initial assessment of virus exposure. There is also a doctor appointment program at Mitra Keluarga Hospital. So that the appointment of a doctor’s appointment can be done without having to come and queue manually. Not to mention the free rapid test program which is cooperated with insurance companies.

Because it is in terms of Product Management, we must not say anything. But doing Improvement that can accommodate various changes in consumer behavior. Then the initiative to conduct renovations during the preparation. And finally doing innovation that utilizes momentum.

For example like what Boga Group did lately.

The outbreak did make it difficult for the restaurant industry in general, especially after a number of regions issued a ban on eating on the spot.

However, Boga Group actually intensified Boga Kitchen with the concept of one kitchen for various restaurants in its shade.

Automatic production also becomes efficient because it is centralized. They also provide frozen and ready-to-eat food options. All menus can be accessed and ordered online.

Moments like this are actually being used to increase transaction volume and at the same

像这样的片刻实际上已被用于增加交易量， 同时扩展Boga Kitchen，尤其是在潜在领域。 这种势头得到了很好的利用，特别是因为将来 交付的份额将继续增加。 从品牌管理方面，当然有很多事情需要审 查。离线品牌激活计划的简单示例必须进行大 量修改。调整针对消费者所经历的活动的各种 限制进行了调整。下一阶段将根据以前不存在 的新现实再次重塑。最后，利用新的复苏势头 进行重新定位。 宝马在新冠疫情中取得了许多突破。从 最后几款产品的虚拟发布开始。不仅如此， 与卫生供应商合作以确保测试车辆的健康， ＃DiRumahAja测试驾驶计划非常有趣。 该汽车产品也在Tokopedia出售，因此可以 真正在网上订购。有趣的是，此在线预订以大 箱子交付并通过卡车运输。由于新闻非常独 特，因此新闻在印度尼西亚社会已变得风靡 一时。 应当再次指出，这三个因素也必须使用“技 术以人为本”加以完善。这意味着使用技术不 仅可以提高效率和利润。但是确实可以使周围 环境更好。

HOW:

2030年–下一个十年 振兴重新定位 欢迎下一个十年，我们将接受新冠。但是， 当然，这场灾难绝不能削弱人们的热情。后来 我常常说“永远不会再一样了”。确实，现在已 经发生了很多变化，但是只要我们渴望看到它 们，就会出现许多新的机会。 直到2030年，许多世界级的专家和营销人员 才开始关注。 例如，沙特阿拉伯对“ 2030年愿 景”非常抱有雄心。更不用说西方世界和东方 世界之间的技术创新竞赛。 但是很明显，越来越多地感受到了人类技 术的发展。证明只是中国的总统，习近平不久 前就提出了使中国成为区块链世界领导者的 愿景。但是，不仅在复杂性方面，而且在开发“ 人类控制的区块链”。我与菲利普·科特勒和 Iwan Setiawan一起编写的《 营销革命5.0：人 类技术》的概念保持一致。 在中国，它不再专注于工业4.0，而是真 正地促进了区块链技术的发展。不仅要与 Aurora，Libra和其他许多西方公司竞争。但实 际上是为了支持更好的业务实践。如透明度， 信任度，信誉度等因素。 此外，亚洲经济确实将超越其他地区，成为 世界第一。新冠并没有完全阻碍世界经济的增 长。对于亚洲而言，这一时期已成为提高其亚 洲经济实力的动力。当然，这种鼓励对印度尼 西亚也成为了良好的势头。更不用说印尼人口 的人口红利，预计将在2030年达到顶峰。 因此，我们也应该在客户-产品-品牌方面做 得很好。因为细分和定位肯定会随着将来消费 者的变化而改变。与过去的行为相比，必须进 行重大更改。 当然，必须再次调整“营销混合”和“销售”。 老式的方法可能不再有效。同样，在最后一次 更改后，服务和流程将具有新的标准。(image 7) 当然要振兴，我们需要得到相关远景，使命 和价值观的支持。这三件事尽可能也可以激 发利益相关者。以及作为公司未来发展的参

N

A V I

G A T O

R

029 ini, kita benar-benar akan mengalami perkembangan teknologi yang begitu cepat.

Perubahan lingkungan yang begitu dinamis pula. Mau tidak mau, kita harus terus beradaptasi untuk mencapai vision. (image 8) Tentunya, kita perlu dibekali dengan mission yang tepat antara perubahan lingkungan luar dan juga kondisi di dalam perusahaan. Juga dibekali dengan values sebagai panduan bagaimana perusahaan berjalan dan berkembang di masa mendatang.

Image 7: 9 Core Elements of Marketing Revitalization

VISION - MISSION VALUES

POSTFACE

Tulisan ini bisa dianggap sebagai kisi-kisi The 2nd Edition Prime Webinar SPA Series dengan judul Big Momentum: Prepare Now, Actualize Next yang diadakan pada Kamis, 2 Juli 2020 secara virtual. (image 9) Untuk informasi lebih lanjut, dapat mengakses link berikut ini: (QR code) Webinar ini menjadi ‘jembatan’ bagi para marketeers untuk menuju fase berikutnya, yaitu Actualize yang dibahas lebih mendetail pada webinar ketiga yang rencananya akan diadakan pada Selasa, 6 Oktober 2021. Saya akan mulai membahas kiat-kiat menyusun Marketing Plan selama satu tahun.

Hal ini menjadi sangat penting, terlebih karena banyak pakar yang memperkirakan akan ada pertumbuhan ekonomi pesat pada tahun 2021. Seiring dengan pemulihan perekonomian global. Rencana tahunan ini pula yang saya anggap sebagai langkah the great actualization. Karena rencana tahunan ini benar-benar dibutuhkan untuk aktualisasi Vision-Mission-Values 2030.

CUSTOMER STRATEGY REVITALIZATION

PRODUCT TACTIC REVITALIZATION

BRAND VALUE REVITALIZATION

Image 8: 2030 Vision-Mission-Values

TECHNOLOGY FOR HUMANITY

2030 VISION-MISSION VALUES

THE NEXT DECADE

INSPIRING STAKEHOLDERS

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

030

Pada 1 Mei 2020, MarkPlus merayakan ulang tahun ke-30. Berbeda dengan kebiasaan sebelumnya yang dirayakan secara offline dengan klien-klien terdekat, kali ini kami adakan secara virtual. Hanya melibatkan internal MarkPlus dengan sejumlah diaspora (mantan staf MarkPlus).

Pada kesempatan ini, saya pun mensosialisasikan MarkPlus Vision-MissionValues 2030. (image a) Di masa seperti ini, kami justru menetapkan visi, misi, dan values untuk MarkPlus 2030.

Visi kami adalah menjadi Energy of Asia dan Asia’s Champion for World’s Inspiration.

Visi ini didukung oleh misi kami dalam mengintegrasikan antara Marketing dan Entrepreneurship dengan prinsip OMNI Multilateralism. Artinya, mengintegrasikan berbagai paradoks dan dapat bermanfaat bagi semua orang tidak peduli latar belakangnya. (image b)

Hal ini berpegang juga dengan values yang telah lama kami pegang. Prinsip pertama terdiri dari 3 Disciplines, yakni Branded Operation, Customer Intimacy, dan Product Leadership. Prinsip pertama ini kami adopsi dari konsep The Discipline of Market Leaders yang diciptakan oleh Michael Treacy & Fried Wiersema.

Prinsip kedua adalah 4 Passions yang terdiri dari Passion for Knowledge, Business, Service, dan People. Prinsip yang kami ciptakan sendiri karena memang keempat Passion ini harus dimiliki oleh setiap orang di MarkPlus. Meski dengan porsi yang berbedabeda sesuai dengan tugas dan peran yang dijalankan sehari-hari.

Prinsip ketiga adalah 6 Ethics yang terdiri dari trustworthiness, respect, responsibility, fairness, caring, dan citizenship. Prinsip ini kami adopsi dari six pillars of character dari Josephson Institute of Ethics. Kami menanamkan keenam nilai-nilai tersebut ke dalam diri semua orang MarkPlus tapi sekaligus juga menularkan kepada setiap klien kami.

Vision-Mission-Values ini sebagai salah satu bentuk aktualisasi untuk The Great Actualization yang dilakukan setiap tahunnya. Memang menjadi momentum yang penting terlebih karena masa-masa ini adalah The Bonus Decade bagi Indonesia.

| June 2020

On May 1, 2020, MarkPlus celebrated its 30th birthday. Unlike the previous custom which was celebrated offline with the closest clients, this time we held it virtually. It only involved MarkPlus internally with a number of diasporas (former MarkPlus staff ).

On this occasion, I also socialized Vision-MissionValues 2030. (image a) At times like this, we actually set the vision, mission, and values for MarkPlus 2030. Where is our vision to become Energy of Asia and Asia’s Champion for World’s Inspiration. Supported by our mission in integrating Marketing and Entrepreneurship with the principle of OMNI Multilateralism. It means integrating various paradoxes and can be useful for everyone no matter the background. (image b) Also holding on to our long-held values which consist of 3 Disciplines consisting of Branded Operations, Customer Intimacy, and Product Leadership. We have adopted this first principle from the concept of The Discipline of Market Leaders created by Michael Treacy & Fried Wiersema.

The second principle is 4 Passions consisting of Passion for Knowledge, Business, Service, and People. The principle that we created ourselves is because these four Passions must indeed be owned by everyone at MarkPlus. Although with different portions according to the tasks and roles that are run everyday.

The third principle is 6 Ethics consisting of trustworthiness, respect, responsibility, fairness, caring, and citizenship. We have adopted this principle from 6 pillars of character from the Josephson Institute of Ethics. Where we instill these six values into all MarkPlus people but at the same time transmit them to each of our clients.

Vision-Mission-Values as one form of actualization for The Great Actualization which is carried out every year. It has become an important momentum especially since these periods are The Bonus Decade for Indonesia.

2020年5月1日，MarkPlus庆祝成立30周年。 不同于以前与最亲近的客户离线庆祝的风俗， 这次我们在线地保留了它。它仅在内部涉及 MarkPlus，并且散居在国外（前MarkPlus员 工）。 这次，我还对2030年愿景使命价值观进行了 社交 (image a) 在这样的时候，我们实际上为MarkPlus 2030 设定了愿景，使命和价值。 我们成为亚洲能源 和亚洲世界灵感冠军的愿景在哪里？我们的使 命是将营销和企业家精神与OMNI多边主义原 则相结合。这意味着要整合各种悖论，并且无 论背景如何，对每个人都有用。(image b) 还坚持我们长期以来的价值观，包括品牌 运营，客户亲密关系和产品领导力三个学科。 我们从Michael Treacy和Fried Wiersema提 出的“市场领导者纪律”概念中采纳了第一条 原则。 第二个原则是4种激情，包括对知识，业务， 服务和人员的激情。我们创造自己的原则是因 为这四个激情必须确实由MarkPlus的所有人 拥有。尽管根据每天运行的任务和角色有不 同的部分。 第三个原则是6个道德规范，包括诚信，尊 重，责任，公平，关怀和公民身份。我们从约 瑟夫森伦理学院的六个品格支柱中采纳了 这一原则。我们将这六个价值观灌输给所有 MarkPlus员工，但同时又将它们传递给我们的 每个客户。 愿景-使命-价值是每年实施的“伟大实现”的 一种实现形式。特别是由于这些时期是印度尼 西亚的“红利十年” ，它已成为重要的势头。

N

A V I

G A T O

R

031 Image a:

Image b:

MarkPlus 2030 Vision & Mission

MarkPlus 2030 Values

VISION

MISSION

1

Energy of Indonesia

2

Asia's Champion for World's Inspiration

3

Marketing & Entrepreneurship

4

OMNI Multilateralism

time expand Boga Kitchen, especially in potential areas. This momentum is used very well especially because the share of delivery will continue to increase in the future.

From the Brand Management side, there are certainly many things that need to be reviewed.

The easy example of an offline brand activation plan would have to be revised a lot. Adjustments are adjusted to various restrictions on activities experienced by consumers. The next stage is reshaping again in accordance with new realities that did not exist before. And finally do repositioning by utilizing the new momentum of recovery.

BMW made many breakthroughs in the midst of COVID-19. Starting from the virtual launch for the last few products. Not only that, the #DiRumahAja test drive program is quite interesting by working with sanitation vendors to ensure the health of the test vehicle.

This car product is also sold at Tokopedia so it can really be ordered online. Interestingly, this online booking is delivered in large boxes and transported by trucks. Because it is very unique, the news has become viral in Indonesian society.

It should be noted again that these three factors must also be wrapped up using Technology for Humanity. This means that using technology is not only to increase efficiency and profit. But really to make the surrounding environment even better.

HOW:

2030 – The Next Decade Revitalization to Reposition Welcoming the next decade we were welcomed with the COVID-19 pandemic. But of course this plague must not dampen enthusiasm.

Later I often say ‘It Will Never Be The Same Again’.

Indeed a lot has changed now, but many new

opportunities arise as long as we are keen to see them.

Many world-class experts and marketers began to look until 2030. For example, Saudi Arabia is very ambitious with its “Vision 2030”. Not to mention the race of technological innovation between the western and eastern worlds.

But it is clear that the development of Technology for Humanity is increasingly felt. The proof is just the President of China, Xi Jinping not long ago has launched a vision of making China a leader in the Blockchain world. But not just in terms of sophistication, but developing “Human Controlled Blockchain”. In harmony with the concept of Marketing 5.0: Technology for Humanity that is being compiled by me together with Philip Kotler and Iwan Setiawan.

In China it is no longer focused on Industry 4.0 but is really accelerating the development of blockchain technology. Not only to rival Aurora, Libra, and many other western companies. But really to support better business practices. Such as transparency, trust, credibility, and other factors.

In addition, the Asian economy will indeed become number one in the world, outperforming other regions. COVID-19 does not completely hamper the growth of the world economy. For Asia, this period has become a momentum to improve the strength of its economy in Asia. Of course this encouragement also became a good momentum for Indonesia. Not to mention the demographic bonus of Indonesia’s population which is expected to reach its peak in 2030.

Thus, we also should do good Revitalization on Customer - Product - Brand. Because surely Segmentation and Targeting will change following changes in consumers in the future. There must be a significant change when compared to past behavior.

考。我们必须敢于开始为长期公司确定愿景 使命价值。 我还建议大家都拥有2030年愿景。 在未来十 年中，我们将真正体验快速的技术发展。环境 的变化也是如此动态。不管喜欢与否，我们必 须继续适应以实现愿景。(image 8) 在外部环境变化和公司内部条件之间具有 正确的使命。还配备了价值，以指导公司未来 的运营和发展。 后记 本文可以视为第二版Prime网络研讨会SPA 系列的主题，标题为《大动量：现在准备，下一 步实现》 ，将于2020年7月2日（星期四）举行。 (image 9)

欲了解更多信息，请访问以下链接： 该网络研讨会还成为营销人员进入下一阶 段的“桥梁” ，实现，在计划于2021年10月6日（ 星期二）举行的第三次网络研讨会中对此进行 了详细讨论。如何准备下一年的营销计划。 这变得非常重要，尤其是因为许多专家预 测，随着全球经济的复苏，2021年经济将快速 增长。我认为这份年度计划也是实现这一目标 的步骤。为了实现愿景-使命-价值观2030，此 年度计划确实需要。

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

032 Of course Marketing-Mix and Selling must be adjusted again. It could be that the old-fashioned approach is no longer effective. Similarly, the Service and Process will have a new standard after the last change. (image 7) Of course to do revitalization, we need to be supported by relevant Vision, Mission and Values.

As far as possible these three things can also inspire stakeholders. As well as being a reference for the company’s development in the future. We must dare to start determining Vision-MissionValues for long-term companies.

I also recommend that we all have Vision 2030.

In the coming decade, we will really experience rapid technological developments. Changes in the environment are so dynamic too. Like it or not, we must continue to adapt to achieve vision. (image 8) Equipped with the right mission between changes in the outside environment and also the conditions within the company. Also equipped with values as a guide for how the company runs and develops in the future.

Thursday, July 2, 2020 virtually. (image 9) For more information, kindly access the following link: (QR code) This webinar also became a ‘bridge’ for marketeers to move to the next phase, Actualize, which was discussed in more detail in the third Webinar, which was planned to be held on Tuesday, October 6, 2021. Where I will start discussing tips on how to prepare a Marketing Plan for one year.

This becomes very important, especially because many experts predict that there will be rapid economic growth in 2021. Along with the recovery of the global economy. This annual plan is also what I consider to be the step of great actualization. Because this annual plan is really needed for the actualization of Vision-MissionValues 2030.

POSTFACE

This article can be considered as the 2nd Edition Prime Webinar SPA Series with the title Big Momentum: Prepare Now, Actualize Next, held on

image 9

SPA 2020 Series: The Second Edition Prime Webinar

T H E 2 ND E D I T I O N P R I M E W E B I N A R Following the first previous successful webinar with 700+ online participants, we are back again with

HERMAWAN KARTAJAYA LIVE

BIG MOMENTUM: PREPARE NOW, ACTUALIZE NEXT Thursday, 2 July 2020 14.00-16.30 WIB

Hosted by

Dr. Jacky Mussry Deputy Chairman MarkPlus, Inc.

IDR 350K

LIMITED ONLY FOR 500 PARTICIPANTS

DON’T MISS IT!

GET YOUR E-CERTIFICATE Daftarkan diri Anda ke https://bit.ly/daftarwebinarhk2

INFO:

ANGGUN +62 812 1233 6502

#hklive #StayProductive #StaySafe #StayHealthy

| June 2020

M e d i a Pa r tn e r s

COVID-19, Digitalization is Accelerating

34

COVID-19: Digitalization is Accelerating

38

Harus Tancap Gas

41

Jangan Ragu Lagi

44

Edukasi Dua Arah

47

Sekarang atau Terseleksi Alam

50

Pelajaran Gratis

53

Mau Tidak Mau

56

Perkuat OMNI Experience

59

Gesit Bikin Terobosan

62

Tak Main Aman

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 034

COVID-19: Digitalization Is Accelerating Gaspol menjadi kata paling cocok untuk menggambarkan tuntutan perusahaan-perusahaan melakukan digitalisasi. Tak perlu cari-cari alasan untuk menundanya lagi. Ibarat berada di sirkuit balap Formula 1, ini waktunya untuk tancap gas.

Oleh Sigit Kurniawan

aat ini, digitalisasi menjadi sebuah urgensi yang harus dieksekusi oleh para pemain bisnis di semua industri. Paling tidak, krisis akibat pandemi ini mendorong perusahaanperusahaan segera melakukan akselerasi program transformasi digitalnya yang mungkin selama ini belum dilakukan, tersendat, ataupun sekadar hangat-hangat tahi ayam. Transformasi ini sudah saatnya diseriusi – bukan lagi sekadar tempelan atau sekadar gaya-gayaan agar perusahaan terkesan kekinian.

Sebenarnya, pada tahun-tahun lalu, transformasi digital sudah menjadi perhatian di berbagai industri, khususnya dalam rangka menyambut Industri 4.0.

Seperti dikutip dari riset global Futjitsu

bertajuk Global Digital Transformation Survei Report 2019, 87% responden mengaku sudah memiliki rencana, menguji, atau mengimplementasikan transformasi digital. Dilihat secara industri, layanan keuangan (47%) dan transportasi (45%) menjadi sektor yang paling banyak mengimplementasikan transformasi digital.

Sementara, perusahaan online yang disurvei tampak lebih maju dalam transformasi digital dibanding perusahaan nononline.

Sebanyak 91% perusahaan online sudah menerapkan transformasi digital dan lebih dari setengahnya mengaku telah mencapai hasil positif.

Di Indonesia, digitalisasi ini sudah lama digembar-gemborkan, termasuk di kalangan perusahaan konvensional. Namun, masa pandemi COVID-19 dengan kebijakan karantina dan pembatasan sosial sekarang

ini menjadi ujian atau alat bukti sejauh mana perusahaan-perusahaan tersebut serius melakukan transformasi digital.

Meskipun platform daring sedang naik daun, tampak banyak perusahaan yang masih gagap menggunakan platform digital, entah untuk mengelola bisnisnya, melayani pelanggan, memonetisasi bisnis, mengatur pertemuan-pertemuan virtual, menggelar kampanye pemasaran, dan sebagainya.

Besarnya pengaruh COVID-19 pada kesadaran perusahaan untuk menerapkan strategi digital tampak pada survei global yang digelar oleh Boston Consulting Group berjudul COVID-19 BCG Prespectives (Mei, 2020). Riset yang melibatkan para pemimpin bisnis ini menyatakan lebih dari 75% perusahaan berencana melakukan akselerasi transformasi digital. Sebelum pandemi pecah, kapabilitas digital dan

Progress in the digital transformation by industry Implemented and delivered outcomes Testing

Overall

Planning

36%

Financial services

39%

47%

Transportation Goverment

33%

35%

40%

Manufacturing

32%

40%

Healthcare

31%

42%

Wholesake/Retail

29%

0

20

10% 2%

34%

45%

44%

40

60

Implementing

Not yet planned

8% 2%

9%

11% 3%

8%

7% 1% 13% 3% 10% 1% 8%

3%

80

13%

17% 11% 16% 16%

100

Sumber: Futjitsu, Global Digital Transformation Survei Report 2019

| June 2020

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 035 Empat Kuadran

teknologi (50%) menjadi prioritas yang paling diincar oleh investor. Disusul dengan investasi pada research & development (R&D) (44%), dan marketing & sales (41%).

Sementara, pascakrisis, transformasi digital dianggap lebih urgen untuk dilakukan di semua industri (77%). Teknologi, media dan telekomunikasi menjadi industri yang paling merasakan urgensi tersebut (82%), disusul makanan industri (81%), sektor publik (75%), lembaga keuangan (74%), konsumer (67%), dan health care (58%). BCG menegaskan, krisis COVID-19 ini menjadi momentum percepatan transformasi digital.

Siap tidak siap, krisis ini menjadi lonceng peringatan bagi perusahaan untuk segera mengadopsi strategi digital.

Digitalisasi sudah pada titik urgensi. Seperti direkomendasikan, MarkPlus, Inc. dalam whitepaper-nya berjudul Digitalization Strategies Amid COVID-19: One Size Doesn’t Fit All, saat ini perusahaan tidak dapat lagi menunda-nunda digitalisasi ketika keberlangsungan bisnis mereka tergantung pada digital.

Laporan tersebut juga merekomendasikan langkah-langkah yang bisa diterapkan oleh perusahaan di lintas industri berdasarkan

tingkat kesiapan mereka melakukan digitalisasi. Sementara, di edisi yang sedang Anda baca ini, kami menyuguhkan, perusahaan-perusahaan di sembilan industri yang melakukan upaya akselerasi transformasi digital, termasuk menakar tingkat kesiapan mereka. Kesembilan industri tersebut, antara lain otomotif, logistik, perbankan, asuransi, multifinance, telekomunikasi, e-commerce, properti, dan fast moving consumer goods (FMCG).

Tingkat kesiapan yang berbeda menentukan strategi digitalisasi yang berbeda. Bahkan, perusahaan-perusahaan di industri yang sama bisa memiliki tingkat

Business Leaders' View | While digital has been a priority for some time, >75% of companies plan to accelerate digital transformation now As of 29 April 2020

Pre- crisis, digital capability investments have been top priority

Now, >75% of companies plan to accelerate digital transformations

Investor views on priority areas companies should aggressively invest in 1

Respondent views on priority of digital transformation post crisis All industries

Digital Capabilities or Tech Stack Research & Development

44%

Marketing & Sales

Emerging Markets Divestitures and/or Spin-Offs

14%

Technology, Media, Telco

82%

4%

Energy

82%

Industrial Goods

81%

41%

Other Innovation Mergers & Acquisition

77%

50%

38% 34% 31% 29%

14% 18% 14%

Public Sector

75%

17%

Financial Institutions

74%

21%

Consumer

67%

33%

Heathcare

58%

More urgent

9%

25%

No change

8% 5%

17%

Lower priority

Sumber: Boston Consulting Group, COVID-19 BCG Prespectives (Mei, 2020)

Progress of the digital transformation in online companies and non-online companies Implemented and delivered outcomes Implementing Testing Planning Not yet planned Online companies

51%

Non-online companies

40%

28%

0

20

39%

40

60

13% 3%

80

6%

4% 2% 3% 17%

100

Sumber: Boston Consulting Group, COVID-19 BCG Prespectives (Mei, 2020)

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 036 kesiapan yang berbeda yang berpengaruh pada strategi digitalisasi yang berbeda pula.

Penilaian terhadap tingkat kesiapan tersebut menyangkut dua sisi, yakni supply dan demand. Langkah pertama dari sisi supply adalah mengevaluasi kemampuan perusahaan melakukan digitalisasi proses bisnis mereka. Langkah kedua, menentukan apakah pasar, dari sisi demand, siap dan mau bermigrasi ke tahap yang lebih digital.

Dua pertimbangan tersebut membentuk matriks yang memetakan posisi perusahaan di kuadran kesiapan digital. Ada empat kuadran dalam penilaian kesiapan digital tersebut, yakni Origin, Onward, Organic, dan OMNI. Kuadran Origin merujuk pada industri yang digitalisasi dalam proses bisnisnya rendah. Sementara migrasi digital di kalangan konsumen juga rendah. Industri di kuadran ini mengalami pukulan paling keras selama pandemi. Ini dikarenakan oleh proses bisnis mereka secara signifikan membutuhkan interaksi fisik yang susah dihilangkan maupun diganti. Pada saat yang sama, mereka juga tidak mungkin memigrasi konsumen ke digital touch point karena kurangnya urgensi melakukan pembelian saat krisis. Perusahaan-perusahaan di industri properti dan otomotif cenderung berada di kuadran ini.

Strategi yang bisa dipakai saat krisis adalah perampingan proses bisnis. Caranya dengan mempertahankan konsumen paling potensial, mengubah value proposition, dan memangkas ongkos dengan tetap menyampaikan nilai-nilai ke konsumen.

Kuadran Onward merujuk pada industri dengan migrasi digital pelanggan yang rendah tetapi digitalisasinya dalam proses bisnis tinggi. Perusahaan di ranah ini biasanya kesulitan memigrasi pelanggan meskipun ia sudah melakukan digitalisasi sedemikian rupa. Perusahaan asuransi cenderung mengalami hal ini.

Meskipun perusahaan memiliki produk dan kanal layanan digital, literasi digital nasabah masih rendah. Mereka masih lebih memilih tatap muka dengan agen ketimbang mengakses kanal online. Nah, pandemi memaksa mereka berurusan dengan perusahaan asuransi melalui online. Ini menjadi kesempatan bagus bagi perusahaan untuk mengedukasi nasabah terkait dua hal sekaligus, yakni produk asuransi serta layanan digital. Ini yang kurang lebih dilakukan oleh Prudential Indonesia, Allianz Indonesia, maupun Generali.

Selain itu, perusahaan perlu menciptakan insentif bagi pelanggan untuk mendorong penjualan mengingat pelanggan belum melihat produk dan layanan asuransi sebagai prioritas. Perusahaan perlu menggenjot edukasi digital ke pelanggan,

| June 2020

Harder Hit and Softer Blow SOFTER BLOW

HARDER HIT

CUSTOMER SEGMENTS

- Older generation who are digital immigrants and tech laggards - Low-income communities with limited access to the internet

- Younger generation who are digital native and tech savvy - Affluent segments with better access to the internet

- Businesses with dominant customer-facing processes - Labor-intensive industries

- Businesses with highly digital processes - Industries with lean organizations

INDUSTRY PLAYERS Sumber: Whitepaper MarkPlus, Inc. Digitalization Strategies Amid COVID-19: One Size Doesn't Fit All (April 2020)

Origin-Onward-Organic-OMNI Matrix ONWARD

OMNI

HIGH

E-commerce Modern Grocery Retail

Life Insurance

Degree of Digitalization in Business Process Automotive Last-Mile Logistic

Property

ORIGIN

ORGANIC LOW

LOW

Degree of Customer Digital Migration

HIGH

Sumber: Whitepaper MarkPlus, Inc. Digitalization Strategies Amid COVID-19: One Size Doesn't Fit All (April 2020)

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 037 menerapkan taktik quick-win dalam merespons kebutuhan pelanggan saat krisis, dan melakukan inbound marketing melalui kanal-kanal digital.

Kuadran Organic merujuk pada industri dengan migrasi digital pelanggan tinggi tetapi digitalisasi di perusahaan rendah.

Kuadran ini mencakup perusahaan yang memberikan produk dan layanan dengan tingkat kontak fisik tinggi. Industri ini terbilang padat karya dan mengalami kesulitan ketika harus mengelola karyawan secara jarak jauh. Di sisi lain, sebagian besar pelanggannya sudah cukup melek digital.

Salah satu contohnya, perusahaan logistik.

Pelanggan mereka sudah digital savvy karena juga menjadi pelanggan e-commerce.

Perusahaan model ini bisa mensiasati dengan melakukan digitalisasi parsial.

Selain itu, perusahaan bisa memulai proses bisnis yang lebih gesit dan tanggap dengan perubahan perilaku konsumennya.

Perlu juga mengadopsi teknologi yang tak harus baru dan mahal. Cukup memanfaatkan sumber daya yang sudah ada. Misalnya, menggunakan teknologi agar terhubung dengan konsumen, entah dengan konferensi video atau komunikasi media sosial. Bila memungkinkan, perusahaan bisa membuat produk atau layanan secara online, entah dengan situs e-commerce bikinan sendiri atau bikinan pihak ketiga.

Perusahaan juga bisa mengadopsi teknologi untuk mengoptimalkan kerja dari rumah. Bentuknya bisa platform atau aplikasi yang memungkinkan kerja secara kolaboratif. Bila tak cukup kecakapan dalam hal teknologi, perusahaan bisa membangun kemitraan strategis dengan penyedia teknologi.

Kuadran OMNI merujuk pada industri dengan migrasi digital pelanggan dan digitalisasi proses bisnis yang tinggi.

Industri di kuadran ini biasanya mengalami dampak paling ringan dari pandemi ini.

Contohnya, perusahaan e-commerce dan perbankan. Merekalah yang paling siap menghadapi situasi pascapandemi.

Meski sudah melakukan digitalisasi, perusahaan tak boleh lengah dan berhenti berinovasi. Perusahaan perlu menyiapkan diri menyambut masa pascakrisis. Mereka bisa membuat penawaran baru untuk pelanggan dengan teknologi baru. Ini bisa dimulai dengan mengadopsi teknologi generasi baru yang mendukung inovasi produk. Sekaligus sebagai antisipasi pada perilaku dan preferensi pelanggan yang makin menuntut – lebih berkualitas sekaligus lebih murah. Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan otomasi bisa dieksplorasi lagi.

Selain itu, perusahaan bisa menggunakan teknologi baru untuk memberi nilai

tambah pada customer journey. Ia bisa memperkenalkan OMNI customer experience dengan menggunakan big data yang mendukung layanan pelanggan yang lebih terpersonalisasi. Dan, masa pandemi ini bisa dimanfaatkan untuk memperkuat brand values. Salah satu caranya dengan menunjukkan kepeduliannya pada nasabah, komunitas masyarakat, lingkungan, dan karyawan.

Cepat Tak Gegabah

Demikianlah empat kuadran yang bisa dipakai untuk mengukur seberapa siap perusahaan kita melakukan transformasi digital. Ini merupakan waktu terbaik bagi perusahaan untuk memikirkan kembali proses bisnisnya dan mencari cara terbaik untuk melakukan digitalisasi. Sekali lagi, empat kuadran tadi hanya alat bantu untuk menilai seberapa siap perusahaan melakukan digitalisasi. Tingkat kesiapan ini akan menentukan strategi mana yang akan diambil. Setiap industri tak bisa dipukul rata mengingat ada perusahaan-perusahaan yang meskipun berada dalam industri yang sama namun berada di kuadran yang berbeda lantaran perbedaan tingkat kesiapan tersebut.

Satu lagi, meskipun eksekusinya harus cepat bukan berarti Anda melakukan digitalisasi secara gegabah. Anda perlu membuat dulu peta jalan agar digitalisasi

tidak salah arah. Yang jelas, Anda perlu melihat lebih dulu lanskap industri dan menentukan arah utama digitalisasi.

Transformasi ini tidak berarti semua lini bisnis harus didigitalisasi. Ada hal-hal yang memang tak perlu atau tak bisa digitalisasi dan perusahaan perlu menjalankannya secara OMNI. Proses ini juga membutuhkan kepemimpinan yang kuat dari petinggi perusahaan. Digitalisasi harus masuk dalam visi sang pemimpin dan tentunya didukung dengan kultur digital yang dibangun di perusahaan dan juga harus terukur. Yang jelas, ujung digitalisasi ini bukan untuk gagah-gagahan, melainkan agar bisnis tetap relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan pelanggan yang makin kompleks.

Selamat membaca dan menggali insight dari perusahaan-perusahaan di sembilan industri yang kami angkat di edisi ini. Memang, tidak ada satu strategi yang berlaku untuk semuanya. Anda sendirilah yang perlu mengenali tingkat kesiapan perusahaan Anda, kemudian menentukan rencana yang paling cocok, dan mengalokasikan sumber daya dengan arahan strategis. Ingat, tindakan strategis yang tepat akan membuat perusahaan tidak hanya selamat dari krisis, tetapi juga siap menyongsong masa depan.

Tunggu apa lagi?

Strategies Based on Origin-Onward-Organic-OMNI Matrix HIGH

ONWARD

OMNI

- Stimulate Customer to Go Digital - Introduce Quick-Win Tactics - Shift Focus to Inbound Marketing

- Retain Best Customers - Revise Value Propositions - Perform Bold Cost Cutting

- Develop Offering with Next Tech - Introduce a New Omni CX - Strengthen Brand Values

- Develop Agile Business Processes - Adopt Mainstream Tech - Build Strategic Partnerships

ORIGIN

Degree of Digitalization in Business Process

ORGANIC LOW

LOW

Degree of Customer Digital Migration

HIGH

Sumber: Whitepaper MarkPlus, Inc. Digitalization Strategies Amid COVID-19: One Size Doesn't Fit All (April 2020)

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 038 Automotive

Harus Tancap Gas Perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat memaksa industri otomotif harus segera melakukan transformasi digital. Apalagi, tuntutan konsumen pada layanan berbasis digital semakin tinggi dan kekinian.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo

enggunaan teknologi digital di industri otomotif global, khususnya di negara-negara maju, sudah sangat pesat. Pengalaman berkendara tanpa batas yang selalu terhubung dengan internet akan menjadi masa depan dunia otomotif.

Beberapa produsen global sudah memiliki rancangan alias concept car dengan teknologi Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI). Toyota memiliki Toyota LQ yang tampil di ajang Tokyo Motor Show (TMS) 2019. Kemudian, MercedesBenz sudah mengembangkan Me Connect, yaitu layanan online yang dirancang untuk menghubungkan kendaraan ke perangkat bergerak.

Dua teknologi tersebut bisa memberikan berbagai data dan informasi, terutama yang terkait dengan kenyamanan dan keselamatan berkendara. Sebagai contoh, memberi masukan pada pengemudi tentang kondisi jalan raya, mengingatkan batas kecepatan, dan informasi-informasi lain yang dibutuhkan saat mengemudi. Sudah tentu, data dan informasi tersebut terhubung dengan smartphone atau mobile device lainnya.

Lewat teknologi IoT ini pula, pemilik kendaraan bisa diingatkan kapan harus melakukan pemeliharaan.

Data-data selama penggunaan kendaraan yang terkumpul ditransfer ke cloud lalu dianalisis oleh AI yang menghasilkan masukan kapan dan apa saja perawatan yang dibutuhkan. Dengan begitu, pengendara bisa terhindar dari kecelakaan akibat kegagalan fungsi, baik perangkat keras dan lunak, kendaraan itu.

Saat ini, di Indonesia, hanya sedikit mobil berteknologi tinggi yang beredar di pasar. Belum semua produsen otomotif membenamkan teknologi digital pada produk-produknya. Hanya merek-merek premium saja yang terhubung dengan internet dan punya fiturfitur berbasis digital. Tapi, untuk merek dan model kendaraan yang menyasar mass market dengan harga di kisaran Rp 200 juta ke bawah yang mana ini adalah pasar terbesar di negara ini masih jarang.

Meski begitu, tren untuk memiliki mobil dengan nilai tambah terus meningkat di negara ini. Terungkap dalam riset Google bertajuk Year in Search Indonesia, Insight for Brands 2019, ada 1,8 kali peningkatan pencarian untuk mobil dengan sistem navigasi GPS. Lalu, ada pertumbuhan pencarian hingga 1,6 kali pada mobil yang sudah keyless.

| June 2020

Jika di segmen kendaraan penumpang kebanyakan konsumen belum menuntut penggunaan teknologi canggih, di segmen komersial justru sudah menjadi kebutuhan. Beberapa agen pemegang merek (APM) otomotif di segmen komersial sudah menyematkan teknologi berbasis digital untuk memonitor kendaraan agar bisnis konsumen atau pemilik truk semakin efisien.

Salah satunya, Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB), telah menerapkan teknologi berbasis digital ke semua produk Fuso keluaran tahun 2018. Teknologi itu bernama Runner Telematic. Kemudian, ada Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) yang mempunyai Isuzu Link sebagai penyempurnaan teknologi Minamori.

Kedua teknologi ini memiliki kesamaan, yakni bisa memantau kinerja kendaraan dengan menyediakan beragam informasi. Mulai dari perencanaan kerja pengemudi, kendaraan, rute serta jangkauan areanya. memonitor secara langsung keberadaan lokasi, situasi dan status perjalanan kendaraan, hingga kapan harus dilakukan perawatan. Fitur ini merupakan sistem berbasis web dan aplikasi digital yang dapat dioperasikan secara gratis dan dapat diakses melalui personal computer, laptop, tablet, dan mobile phone.

Berubah

Industri otomotif termasuk kena dampak paling parah akibat pandemi COVID-19. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) penjualan ritel mobil pada April 2020 hanya 24.276 unit. Turun drastis hingga 70% dibanding bulan yang sama tahun lalu dengan angka penjualan 80.622 unit.

Kondisi sama juga terjadi di industri sepeda motor yang mengalami penurunan tajam hingga 60% di bulan April 2020. Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI) memprediksi, tahun ini penjualan motor nasional bisa turun 40% dari target 6,4 juta unit yang telah ditetapkan.

Selain merontokkan penjualan, pandemi ini juga menggeser perilaku konsumen otomotif di Indonesia.

Menurut survei MarkPlus Insight, bertajuk Industry Roundtable Presurvey Report: Automotive Industry Perspective, konsumen Indonesia mengharapkan layanan berbasis digital dari diler. Bahkan, dalam layanan penjualan, setidaknya dalam proses awal, 62% responden berharap bisa melalui aplikasi mobile.

Menariknya, responden di luar kawasan Jakarta-BogorDepok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), justru lebih

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 039 menuntut adanya layanan digital dibanding responden di Jabodetabek.

Temuan lain menyebutkan 41% responden menginginkan metode pembelian secara online.

Kemudian, 34% responden berharap ada pengecekan kendaraan secara virtual lewat fitur virtual reality. Ada juga yang berharap pengecekan kendaraan bisa melalui video call (27%).

Mengamati temuan-temuan tersebut, bisa dikatakan konsumen Indonesia punya anxiety and desire mendapatkan layanan secara digital. Konsumen mengharapkan sebuah customer experience (CX) baru di touch point tertentu dalam customer journey industri otomotif. Hal ini harus menjadi perhatian serius para pelaku industri otomotif Tanah Air, baik dari produsen hingga diler.

Saat ini, umumnya pemanfaatan teknologi digital di industri otomotif nasional baru sebatas untuk menunjang komunikasi dan layanan purnajual.

Hampir semua produsen otomotif telah menggunakan aplikasi mobile, web, media sosial, dan sebagian sudah menggunakan virtual assistant.

Berbagai platform berbasis digital tersebut fungsinya lebih pada komunikasi, saluran informasi, hingga untuk customer engagement. Menjawab perilaku konsumen Indonesia yang selalu mencari referensi lewat internet sebelum melakukan pembelian. Ada juga beberapa merek dan diler sudah melengkapi aplikasi mereka dengan fitur booking service.

Menurut Ahmad Muhibbuddin, GM Corporate Communication Astra Honda Motor (AHM) platform digital yang mereka bangun untuk berinteraksi dengan konsumen dan membantu dalam mencari produk dan layanan sepeda motor Honda. AHM telah mengembangkan platform digital sejak beberapa tahun terakhir, baik melalui website maupun media sosial.

“Saat ini, digitalisasi memang telah menjadi salah satu prioritas utama kami. Digitalisasi membantu kami dalam memberikan kemudahan dalam pelayanan, membangun interaksi dengan konsumen. Kami juga dapat menyesuaikan layanan dan interaksi tersebut dengan berbagai segmen konsumen selaras dengan line up produk Honda,” tambah Muhibbuddin.

Sejauh ini, konsumen otomotif merasa puas dengan suguhan informasi yang dihadirkan para perusahaan otomotif. Survei MarkPlus Insight, menyebutkan 53% responden merasa puas dan 32% sangat puas. Tapi, ada 26% yang merasa tidak puas dan 13% netral alias biasa-biasa saja.

Pada masa pandemi, kanal-kanal digital tersebut cukup membantu para agen pemegang merek (APM) untuk memberikan berbagi informasi dan berinteraksi dengan konsumen. Bisa dikatakan, pada masa sulit ini, hal paling maksimal yang bisa dilakukan oleh APM adalah tetap menjaga relasi dengan konsumen. Kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk mengejar target penjualan, walaupun upaya memasarkan mobil tetap tidak ditinggalkan sama sekali.

“Selama masa pandemi, kami memaksimalkan komunikasi melalui website, media sosial, aplikasi My Mitsubishi Motors ID App. Untuk layanan penjualan kami juga telah mengarahkan diler untuk melakukan aktivitas penjualan tanpa konsumen harus mengunjungi diler. Diler juga kami anjurkan untuk

EXPECTED DIGITAL TRANSFORMATION Dealer apps is highly expected (62%) by customers especially in non -Jabodetabek area (72%)

Expected Digital Transformation in Dealer All Respondent

(N = 47)

Dealer apps for sales inititation

62%

Test-drive unit delivery Online purchase process Virtual unit check with VR Virtual unit check with video call

Non-Jabodetabek

Jabodetabek

(N = 105)

(N = 58)

49%

56%

51%

41%

34%

27%

72%

40%

34%

19%

60%

41%

34%

33%

Sumber: MarkPlus Insight, Industry Roundtable Presurvey Report: Automotive Industry Perspective

memaksimalkan media sosial atau berkomunikasi secara personal kepada konsumen,” kata Irwan Kuncoro, Director of Sales & Marketing PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI).

Irwan menambahkan, MMKSI membuat road map digital untuk menciptakan seamless customer journey.

Objektifnya, untuk membuat konsumen dan calon konsumen mudah mencari informasi tentang produk kendaraan penumpang Mitsubishi. Dengan kata lain, mengepung konsumen dengan informasi.

Sedangkan untuk dapat melakukan aktivitas penjualan melalui website atau aplikasi bukanlah hal yang mudah mengingat produk mobil itu tidak murah. Sederhananya, tantangan bukan sebatas mengembangkan website ataupun aplikasi untuk penjualan, tetapi harus memberi edukasi ke konsumen agar mau beralih ke digital.

“Kalau pun ada konsumen yang membeli tanpa melihat dan mencoba itu porsinya sangat kecil sekali.

Ini tantangan industri otomotif saat ini. Maka itu, platform digital fungsinya lebih untuk pendekatan ke konsumen. Proses berikutnya, dari test drive hingga pembelian cenderung offline. Jadi, konsumen bisa merasakan OMNI experience,” terangnya.

Pemain lain di industri otomotif, Astra Daihatsu Motor (ADM) menggunakan momentum krisis ini untuk memaksimalkan penggunaan teknologi digital yang telah mereka punya. ADM sudah menyusun road map sebelum dan sesudah pandemi di bagian produksi hingga penjualan. “Daihatsu berpendapat digitalisasi menjadi keharusan karena di masa depan hal ini akan menjadi new normal,” kata Amelia Tjandra, Corporate Planning & Communication Director PT Astra Daihatsu Motor.

Pada sisi produksi, ADM melakukan simplifikasi dan otomatisasi aktivitas masing-masing area. Proses ini sudah mulai dari tahun 2019 dengan menerapkan

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 040 smart manufacturing system. Sehingga, proses produksi, maintenance dan quality checking bisa dimonitor dengan mobile device. Lalu, integrasi sistem dengan pihak eksternal, seperti supplier. Sistem ini membuat proses kerja dengan supplier menjadi lebih transparan, cepat, dan tanpa kesalahan.

Sedangkan dalam proses penjualan ada tiga tahap digitalisasi. Pertama, ADM membuat aplikasi untuk wiraniaga yang digunakan sebagai alat kerja harian.

Melalui aplikasi ini, tenaga penjualan bisa memberikan update di mana pun dan kapan pun. “Dengan begitu, bisa melakukan monitoring kerja wiraniaga secara real time berdasarkan data yang masuk,” kata Amelia.

Kedua, integrasi dan konektivitas sistem antara penjualan dengan purnajual. Adanya integrasi ini track record dalam customer journey lebih lengkap.

Hasilnya, bisa menawarkan jasa atau produk sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan konsumen. Terakhir, integtasi sistem dengan semua value chain yang ada di penjualan. Melibatkan pihak perusahaan pembiayaan, asuransi, dan lainnya, sehingga, proses bisa lebih cepat dan seamless.

Amelia mengakui, meski sudah memiliki berbagai perangkat di ranah digital, penjualan Daihatsu juga terdampak akibat pandemi ini. Namun adanya digital ini membuat posisi Daihatsu di antara merek lain tetap belum tergoyahkan. Daihatsu masih bercokol di posisi kedua dalam penjualan mobil nasional secara ritel.

“Sebelum pandemi 80% penjualan Daihatsu berasal dari aktivitas offline, seperti canvassing, pameran, kunjungan, dan lainnya. Sedangkan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) aktivitas penjualan melalui digital naik dari 20% menjadi 30%,” terang Amelia.

Antisipasi

Henry Tanoto, Direktur PT Astra International, Tbk., mengatakan, semua pemain otomotif harus melakukan antisipasi pada perubahan lanskap bisnis, khususnya di sisi konsumen, pascapandemi. Pola perubahan itu bisa ditangkap saat pandemi terjadi. Misalnya, tuntutan pada layanan home service delivery yang meningkat hingga kenaikan jumlah konsumen yang mengakses kanal digital.

Di Astra, ada peningkatan permintaan layanan home service delivery hingga 30%. Kemudian, akses ke kanal digital naik hingga 50%. Pergeseran perilaku konsumen ini menuntut perusahaan otomotif menerapkan pendekatan yang berbeda ke konsumen.

“Pelaku otomotif harus memahami bahwa perilaku digital konsumen selama pandemi itu akan terus berlanjut pascapandemi. Memang, kanal offline tidak akan ditinggalkan sama sekali, namun porsi online akan meningkat drastis. Akselerasi Omnichannel ini akan lebih cepat terjadi,” kata Henry.

Langkah awal yang harus diperhatikan adalah know your customer. Memetakan konsumen mana yang menunda penjualan hingga perkiraan kapan konsumen mengeksekusi pembelian. Temuan MarkPlus Insight, menyebutkan hanya 7% responden yang melakukan pembelian pada kuatal III tahun ini. Ada 22% yang berencana membeli kendaraan baru pada kuartal IV. Tapi, pada kuartal I dan II tahun 2021, jumlah yang ingin membeli kembali menurun. Pilihan waktu

| June 2020

pembelian tertinggi adalah setelah kuartal II 2021 (27%).

Produsen mobil juga harus tanggap bahwa konsumen semakin sadar tentang kesehatan. Sehingga, dalam menyediakan produk dan layanan juga harus berorientasi pada hal itu. Misalnya, bagaimana diler membuat area showroom dan bengkel selalu steril.

“Pada tahap preparing, semangat yang diusung oleh Grup Astra adalah optimistis kondisi akan membaik.

Di sisi lain, potensi pasar di negara ini sangat besar, sehingga ketika perekonomian membaik dan daya beli menguat, maka pasar otomotif bisa membesar lagi,” tegasnya.

Pandemi ini memaksa konsumen untuk mengubah perilaku dan kebiasaan. Membuat industri otomotif seolah tergagap dalam beberapa saat, namun segera menyadari bahwa digitalisasi tidak bisa ditunda lagi.

Harus tancap gas sekencang-kencangnya.

SOURCE OF VEHICLE-RELATED INFORMATION

Majority of respondents (82%) rely on internet for vehicle-related information and consistent in both area

Source of Vehicle-Related Information during COVID-19 Outbreak All Respondent

Jabodetabek

(N = 105)

Non-Jabodetabek

(N = 47)

Internet

(N = 58)

82%

Sales Person

42%

Friends

42%

Dealer Apps

87% 34%

Magazine

36%

23%

10%

21%

11%

8%

Stop searching

43%

30%

22%

Newspaper

48%

40%

33%

Other Apps

78%

10%

6%

4%

9%

4%

3%

Sumber: MarkPlus Insight, Industry Roundtable Presurvey Report: Automotive Industry Perspective

PURCHASE PLAN AFTER COVID-19 OUTBREAK Many postpone purchase to Q4 2020 and Q3/4 2021 , except 31% in oldest generation still aim for Q2 2020

Plan to Purchase New Vehicle in 2020 After COVID-19 Outbreak All Respondent

Jabodetabek

(N = 105)

Q1 2020

10%

Q2 2020

10%

Q3 2020

Q2 2021

(N = 58)

6%

14%

2%

7%

16%

4%

Q4 2020 Q1 2021

Non-Jabodetabek

(N = 47)

9%

22%

23%

15%

21%

13%

10%

17%

9%

10%

27%

43%

14%

< 25 years old

25 – 34 years old

35 – 44 years old

> 44 years old

(N = 17*)

(N = 38)

(N = 37)

(N = 13*)

Q1 2020

12%

Q2 2020 Q3 2020

18% 6%

5%

5%

12%

Q2 2021

12% 18%

31% 14%

24%

Q1 2021

8%

3%

3%

Q4 2020

After Q2 2021

16%

29% 18%

5%

0%

14%

23%

16%

8%

16% 24%

0% 32%

31% *) N is less than 30

Sumber: MarkPlus Insight, Industry Roundtable Presurvey Report: Automotive Industry Perspective

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 041 Property

Jangan Ragu Lagi Beberapa pemain properti menyadari platform digital sangat membantu mereka tetap eksis di benak konsumen selama masa sulit. Piranti digital dan teknologi virtual bisa dikembangkan sebagai alat pemasaran yang mumpuni.

Transaksi pun bisa dilakukan hanya dengan menggerakkan ibu jari.

Oleh Ramadhan Triwijanarko, Ign Eko Adiwaluyo

ahun 2020 pernah digadanggadang sebagai tahun kebangkitan industri properti. Sayangnya, realitas sekarang membuat harapan itu jauh dari kenyataan. Di pengujung tahun 2019, semua pengembang dalam negeri optimistis bahwa kondisi akan semakin membaik. Alasannya, tahun politik berakhir dan keluarnya sejumlah kebijakan yang pro properti. Pengembang dan konsumen tampak siap menggairahkan pasar properti kembali. Namun, pandemi membuyarkan harapan tersebut.

Pelemahan tidak hanya terjadi di dalam negeri.

Berdasarkan data JLL Global Capital Flows, volume transaksi real estate Asia Pasifik turun menjadi US$ 34 miliar di kuartal pertama. Cenderung melemah selama kuartal pertama tahun 2020 dengan menurun sebesar 26% dibanding tahun lalu. Negara-negara, seperti China, Hong Kong, dan Singapura menjadi pasar paling terdampak di Asia Pasifik. Dan, aktivitas investasi menurun 60% dibanding tahun lalu.

“Penurunan volume transaksi Asia Pasifik di kuartal satu sudah diperkirakan sebelumnya. Banyak investor telah menghentikan aktivitas karena kondisi ekonomi yang tidak menentu dan banyak kesepakatan bisnis yang terpengaruh,” kata Stuart Crow, CEO Capital Markets, Asia Pasifik, JLL. Industri properti melemah karena orang menahan pembelian. Pelemahan melanda di semua segmen, baik bawah, menengah, dan atas. Tidak hanya itu, dilihat dari karakter pembeli, yakni end-user dan investor mengalami penurunan permintaan. Menurut Indonesia Property Watch (IPW) Advisory Group, selama pandemi industri properti anjlok hingga 60% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Data Rumah.com dalam Indonesia Property Market Index Q1 2020 menunjukkan perlambatan hampir di semua wilayah Indonesia. Indeks harga pasar properti baik untuk rumah tapak maupun apartemen naik tipis 0.4% dari kuartal sebelumnya. Namun, jika dibandingkan pada Q1 2019, ada pertumbuhan tahunan sebesar 6%. Kenaikan harga properti secara nasional lebih banyak didorong oleh pertumbuhan harga rumah

tapak yang mengalami kenaikan sebesar 8%. Sementara itu, indeks harga apartemen tercatat mengalami kenaikan sebesar 1% per kuartal meski secara tahunan turun sebesar 0,4%.

Colliers International Indonesia mencatat, segmen apartemen di Jakarta dari sisi suplai tidak terjadi penambahan pasokan apartemen pada kuartal pertama tahun ini. “Kami prediksi akan terjadi banyak kemunduran dalam serah terima karena banyak pekerjaan konstruksi yang dihentikan oleh pengembang. Peluncuran proyek baru juga diprediksi akan sangat terbatas,” kata Ferry Salanto, Associate Director Colliers International Indonesia.

Untuk apartemen, Ferry memprediksi sampai akhir 2020, para investor masih wait and see di tengah pandemi, sehingga akan menunda pembelian sampai pandemi mereda. “Kami perkirakan rata-rata tingkat serapan akan turun 1%-2% di akhir tahun,” ujarnya.

Ia memprediksi pada tahun 2020 akan mengalami sedikit kenaikan harga menjadi Rp 35,5 juta/sqm.

Hal ini disebabkan masyarakat mencari unit yang terjangkau dan tekanan dari tingkat serapan yang rendah.

Marine Novita selaku Country Manager Rumah. com, menilai pengembang disarankan mengincar kalangan investor dan pembeli rumah pertama dengan memanfaatkan penawaran harga khusus serta kemudahan pembayaran. Hal ini juga diikuti dengan penyesuaian strategi pemasaran dengan cara online dan penerapan beragam kebijakan pemerintah.

Bagi konsumen, pasar saat ini sedang berada pada kondisi buyer’s market. Konsumen bisa memanfaatkan promo, kemudahan pembayaran, bonus, dan lainlain untuk mendapatkan properti dengan harga yang terjangkau.

“Pembeli disarankan untuk bernegosiasi dengan penjual agar bisa mendapatkan harga yang kompetitif.

Bagi pencari properti, saat ini adalah momen now or never. Kapan lagi bisa membeli properti dengan harga spesial. Begitu juga dengan investor, properti yang ditawarkan dengan harga spesial tentu memiliki peluang investasi yang lebih besar di kemudian hari saat situasi berangsur normal,” ujar Marine.

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 042

JAKARTA: PASAR APARTEMEN STRATA PASOKAN

300000 250000 200000 150000

10701

13862

10271

8115

2015

2016

2017

17524

9769

13304

14610

9973

1903

460

2022F

2023F

2024F

100000 50000 0 2014

Pasokan

2018 2019 2020F Existing Annual

2021F

Kinerja Q1 2020

Proyeksi 2020

• Tidak ada tambahan pasok pada kuartal ini

• Terdapat 2 proyek baru diperkenalkan pada Q1, total 782 unit

• Total pasokan apartemen mencapai 211.944 unit.

• Kami prediksi akan terjadi banyak kemunduran dalam serah terima karena banyak pekerjaan konstruksi yang dihentikan oleh pengembang karena pandemi COVID-19.

• Launching proyek baru juga diprediksi akan sangat terbatas.

Sumber: Colliers International Indonesia

Cepat Bergerak

Menilik berbagai data tersebut, rasa-rasanya industri properti terkena badai pandemi dengan sangat kuat.

Seolah-olah para pemain terpaksa menelan pil pahit.

Terkait digitalisasi, industri properti bukanlah industri yang bisa secara total melakukan promosi secara online.

Beberapa tahapan pembelian masih membutuhkan interaksi fisik secara langsung.

Meskipun begitu, nyatanya tidak semua pemain rela terempas badai begitu saja. para pemain properti sudah menyiapkan strategi khusus dalam hal digitalisasi yang mereka yakini dapat membantu operasional mereka.

Faktanya, langkah mereka mendatangkan pencapaian positif.

Ciputra Group, salah satu pemain properti terbesar di Indonesia justru berhasil memanfaatkan momentum ini untuk meraih peluang baru. Tidak hanya itu, grup ini sukses menorehkan penjualan yang menggembirakan.

Menariknya, penjualan ini dilakukan secara online yang bisa dikatakan masih jarang dilakukan oleh pemain lain di industri ini. Strategi penjualan online ini merupakan reaksi cepat dari Ciputra Group setelah adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Pada masa pandemi, Ciputra Group sukses memasarkan secara online salah satu proyek propertinya, Citra Maja Raya secara gemilang. Hanya dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, Citra Maja Raya berhasil terjual hingga 516 unit dengan nilai penjualan mencapai Rp 130 miliar.

“Kesuksesan ini berkat penerapan sistem online yang adaptif pada situasi pandemi COVID-19 ini.

Adanya kebijakan PSBB membuat konsumen terbatasi ruang geraknya. Sehingga, tida ada pilihan lain untuk memasarkan produk kami secara online,” ungkap Yance Onggo, Marketing Director PT Ciputra Residence.

Ia menambahkan, komposisi konsumen di industri properti itu modelnya seperti piramida. Di puncak

| June 2020

piramida ada segmen high-end, di bagian tengah ada kalangan medium, dan terbesar di paling bawah yang tak lain segmen low-end. Pada kondisi seperti ini, permintaan end user yang memang butuh properti di segmen medium to low masih ada.

“Konsumen yang memang membutuhkan rumah akan tetap berupaya mencari rumah. Sedangkan konsumen dari kelompok investor yang membeli karena ingin berinvestasi cenderung menahan pembelian,” terang Yance.

Ia menambahkan, meski terjadi penurunan pasar, antusiasme konsumen pada proyek properti Ciputra masih tetap ada. Hal ini terlihat dari jumlah call in dan walk in ke Ciputra Residence, khususnya pada Citra Maja Raya yang relatif stabil.

“Lead data kami bisa mencapai 3.000-6.000 per bulan. Kunjungan ke website kami bisa mencapai 30 ribu per bulan. Inilah yang kemudian mendorong kami menggelar penjualan rumah untuk Citra Maja Raya secara online,” terangnya.

Hal senada juga dirasakan oleh pengembang Summarecon. Menurut Adrianto P. Adhi, President Director PT Summarecon Agung Tbk, meskipun terdampak dengan situasi pandemi, Summarecon berhasil mengimplementasikan beragam strategi digitalisasi.

Fitur digitalisasi diluncurkan untuk memudahkan calon pembeli. Beberapa fitur bahkan sudah diluncurkan jauh sebelum pandemi melanda. Misalnya, e-brochure dan show unit secara virtual melalui teknologi kamera 360°.

Meskipun secara virtual, Adrianto memastikan calon pembeli tetap bisa merasakan suasana rumah yang sama sehingga mereka bisa membayangkannya.

“Sebelum pandemi, kami sudah menyiapkan road map sejak tahun 2016 yang mana kami harus beradaptasi dengan teknologi,” tambah Adrianto.

Adrianto meyakini pelaku industri properti tidak bisa secara penuh mengimplementasikan digitalisasi. Proses

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 043 pengerjaan proyek dan konstruksi masih sepenuhnya memakai teknik konvensional. Ia menilai digitalisasi dalam industri properti lebih tepat diterapkan pada promosi, penjualan, dan pemasaran.

Hasilnya, beberapa proyek yang dimiliki oleh Summarecon masih tetap menarik di mata konsumen.

Bahkan, beberapa unit dengan harga Rp 7 miliar hingga Rp 9 miliar masih laku terjual selama pandemi ini.

Pengembang Alam Sutera Realty juga berhasil menerapkan digitalisasi dalam proses bisnisnya.

Menurut Lilia Sukotjo Director PT Alam Sutera Realty, konsumen pada dasarnya tetap mencari unit properti.

Pelaku industri sebaiknya memberi mereka saluran komunikasi yang tepat. Saluran komunikasi digital menjadi pilihan terbaik di masa ini. Misalnya, teknologi virtual.

Alam Sutera sudah menyiapkan serangkaian road map digital yang akan selesai pada tahun 2025. Namun, pandemi ini membuat serangkaian proses digitalisasi yang tercantum dalam road map harus dipercepat.

Misalnya, digitalisasi proses interaksi pengembang dengan konsumen maupun vendor. Termasuk juga proses integrasi dengan ekosistem digital dan menjadikan teknologi sebagai profit center. “Konsumen properti tak mau proses ribet. Saluran komunikasi harus sebaik mungkin dan gampang diakses,” kata Lia. Lewat komunikasi yang tepat Alam Sutera juga tetap berhasil menjual serangkaian unitnya. Bahkan, Alam Sutera juga sukses meluncurkan produk baru saat pandemi ini. Proyek Elevee Promenade yang terdiri dari 41 unit ruko dengan harga kisaran Rp 3 miliar-Rp 5 miliar berhasil sukses terjual.

“Banyak pembeli yang mengira masa pandemi adalah masa untuk memeroleh harga terbaik. Justru pada

masa ini, kami memberikan kesempatan untuk merilis proyek yang terbatas,” tambah Lia. Summarecon melihat Work From Home (WFH) akan memberikan kebutuhan baru. Ia menilai setelah pandemi kondisi kerja dari rumah akan menjadi hal yang umum. Karena itu, Summarecon menyiapkan desain hunian yang akan menyokong kebutuhan kerja dari rumah. Mulai dari sudut kerja dan lingkungan yang nyaman. “Sekarang segala sesuatu serba mobile dan perilaku sosial berubah. Ini harus diantisipasi oleh pengembang, khususnya dengan teknologi,” tambah Adrianto.

Adrianto menambahkan, value proposition yang ditawarkan oleh Summarecon sudah sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini. Summarecon fokus mengembangkan kawasan kota terpadu, dan menghubungkan hunian dengan fasilitas bisnis.

Sementara, Alam Sutera sebagai pelopor konsep rumah kluster sejak tahun 1990-an, menilai orangorang akan semakin sadar dengan hunian yang nyaman dan bisa beraktivitas dengan lengkap. “Value kami adalah melihat orang hidup dengan gaya ala Alam Sutera. Keamanan tetap menjadi nomor satu dan kehadiran ruang yang spacious itu penting agar penghuni tidak merasa terkungkung,” lanjut Lia. Ciputra Residence, Summarecon, dan Alam Sutera menyadari bahwa transformasi digital dalam bentuk apa pun bisa mendukung bisnis mereka. Digital bisa dijadikan sarana quick-win untuk menggaet minat masyarakat akan properti di masa sulit sekalipun.

Sebab itu, para pelaku properti jangan ragu-ragu lagi untuk mengoptimalkan strategi digitalnya. Tunggu apa lagi?

QUOTE “Konsumen yang memang membutuhkan rumah akan tetap berupaya mencari rumah. Sedangkan konsumen dari kelompok investor yang membeli karena ingin berinvestasi cenderung menahan pembelian,” Yance Onggo, Marketing Director PT Ciputra Residence

JAKARTA: PASAR APARTEMEN STRATA

TINGKAT SERAPAN & HARGA JUAL 100.00%

85.85%

85.40%

40

85.50% 87.20%

35.5

IDR million

Tingkat Ser apan

80.00%

86.86%

86.77%

60.00% 40.00%

33.8

35 31.7 30

34.8 33

30.5

20.00% 25

0.00% 2015

2016

2017

2018

2019

2020F

Kinerja Q1 2020 TingkatSerapan

Harga Jual

2015

2016

2017

2018

2019

2020F

Proyeksi 2020

• Imbas dari COVID-19, tingkat serapan masih stagnan di 87.6% • Tapi sebagian apartemen kelas menengah kebawah mengalami sedikit kenaikan permintaan karena banjir Jakarta selama Januari Maret 2020.

• Para investor masih wait-and-see di tengah wabah COVID-19, sehingga menunda pembelian mereka sampai wabah mereda . Kami perkirakan rata rata tingkat serapan akan turun 1-2% di akhir tahun

• Harga jual Q1 20 juga mengalami stagnasi di angka IDR 34,6 juta/m2 (+0.3% QoQ ) karena stagnasi pada penjualan

• Tahun 2020: hanya mengalami sedikit kenaikan menjadi IDR 35,5 juta/m2.

• Hal ini karena masyarakat masih mencari unit yang terjangkau dan tekanan dari tingkat serapan yang rendah

Sumber: Colliers International Indonesia

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 044 Insurance

Edukasi Dua Arah Perusahaan asuransi, khususnya asuransi jiwa, biasanya memiliki tingkat adopsi teknologi digital yang tinggi.

Sayangnya, masih sering ditemukan gap dengan nasabah.

Kesadaran berasuransi di negara ini masih rendah. Dengan kata lain, punya asuransi lewat agen saja enggan, apalagi ditawari polis secara online.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Annisa Bella

ndustri asuransi, khususnya asuransi jiwa, menjadi salah satu industri yang mengaplikasikan teknologi digital dengan cepat. Banyak perusahaan asuransi yang telah menerapkan teknologi yang ada ke dalam produk dan layanan yang mereka tawarkan.

Meski demikian tingkat migrasi digital di kalangan nasabah mereka terbilang rendah.

Mayoritas nasabah masih enggan membeli asuransi kalau tidak bertemu langsung dengan agen dan mendapatkan penjelasan tentang kebijakan asuransi secara lengkap.

Namun, pandemi COVID-19 yang tersebar hampir ke seluruh dunia, mau tidak mau, memaksa konsumen mulai mengubah kebiasaan mereka. Pandemi membuat mereka memanfaatkan teknologi untuk melakukan berbagai kegiatan dari rumah lantaran adanya kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah. Hal ini menjadi kesempatan bagi perusahaan asuransi untuk mulai menarik perhatian nasabah agar beralih ke digital.

Sejak memasuki masa pandemi, nasabah mulai merasa perlu memiliki asuransi dan giat mencari informasi mengenai hal tersebut. Sejumlah perubahan ini membuka peluang bagi perusahaan asuransi untuk mengedukasi nasabah. Tidak hanya menjelaskan tentang keuntungan memiliki asuransi tetapi juga menawarkan produk yang berbasis teknologi untuk mempermudah transaksi.

Berdasarkan survei MarkPlus Insight bertajuk Insurance vs COVID-19, hampir 70% nasabah mengharapkan informasi seputar keuntungan memiliki produk asuransi. Sebanyak 60% responden menyatakan ingin mengetahui informasi seputar COVID-19, dan sekitar 30%-40% menginginkan akses layanan secara daring.

Chief Marketing Officer Allianz Indonesia Karin Zulkarnaen mengatakan, hal ini dapat dilihat sebagai

| June 2020

peluang bagi para pemain asuransi. Menurutnya, engagement menjadi sangat penting, terlebih lagi pada masa penuh ketidakpastian seperti sekarang.

“Dari sisi produk, kami harus cepat beradaptasi dan mengomunikasikannya dengan nasabah tentang manfaat yang bisa kami berikan,” ujar Karin dalam webinar Industry Roundtable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post, Insurance Industry Perspective yang digelar MarkPlus, Inc. Digitalisasi produk dan layanan asuransi di Indonesia telah berkembang sejak beberapa tahun yang lalu. Saat ini, pelanggan bisa membeli asuransi online dan menghubungi agen mereka melalui saluran online.

Tidak hanya itu, nasabah dapat mengklaim asuransi mereka secara online.

Pertumbuhan digitalisasi yang cepat dikarenakan para pemain tanpa henti berinovasi dan mempromosikan produk dan layanan digital kepada pelanggan. Meski begitu, rendahnya literasi asuransi berdampak pada proses digitalisasi juga.

Jika dilihat dari kesiapannya, industri asuransi cenderung ada pada kuadran Onward yang merujuk pada industri dengan migrasi digital pelanggan yang rendah tetapi digitalisasi dalam proses bisnis cukup tinggi. Karenanya, perusahaan perlu menciptakan insentif bagi pelanggan untuk mendorong penjualan mengingat pelanggan belum melihat produk dan layanan asuransi sebagai prioritas.

Stimulus penting diberikan kepada nasabah agar mereka merasa perlu beralih ke digital. Perusahaan harus menunjukkan sejumlah keuntungan yang bisa didapat dari berbagai kegiatan yang dilakukan secara daring.

Prudential menjadi salah satu perusahaan asuransi di Indonesia yang sudah mengedepankan inovasi secara digital. Prudential bahkan telah meluncurkan aplikasi Pulse by Prudential yang berbasis artificial intelligence (AI). Aplikasi ini menawarkan pengelolaan

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 045 kesehatan holistik yang bisa digunakan masyarakat umum untuk menjaga kesehatan. Di masa pandemi ini, dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan gejala COVID-19.

“Pandemi ini memang membawa banyak perubahan dalam pola hidup masyarakat. Salah satunya adalah munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan dari asuransi. Di sinilah, Prudential akan memberikan bantuan kepada masyarakat tentang pemilihan asuransi kesehatan dan juga perlindungan keuangan terbaik bagi nasabah,” ungkap Luskito Hambali, Chief Customer & Marketing Officer Prudential Indonesia.

Berkat kreativitas dan langkah strategis yang berkelanjutan ini, Prudential Indonesia memperoleh Marketing Sustainability Brand (MSB) Appreciation dari MarkPlus, Inc. Jika nasabah terpapar COVID-19, mereka dapat langsung mendaftarkan diri melalui Pulse untuk mengikuti rapid test secara gratis. Luskito mengakui bahwa masa pandemi ini juga menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mengembangkan layanan nasabah melalui berbagai jalur digital.

“Saat ini, kami melihat ada kenaikan minat konsumen untuk membeli asuransi, terutama kesehatan dan yang berhubungan dengan COVID-19.

Ini menjadi pembelajaran bagi kami untuk memastikan setiap konsumen dapat memperoleh perlindungan,” tutur Luskito.

Selain insentif positif seperti gratifikasi instan, ada pula insentif negatif yang dapat berupa biaya tambahan ketika nasabah memilih metode offline untuk berinteraksi. Perusahaan juga bisa mengambil langkah ekstrem dengan menutup akses offline, sehingga nasabah mengakses secara online. Selain

itu, perusahaan perlu melakukan edukasi digital ke pelanggan, menjelaskan tentang kemampuan digital yang dimiliki dan bagaimana hal tersebut dapat membantu nasabah.

Dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19, Generali sudah menutup layanan walk-in nasabah sejak 26 Maret. Namun, nasabah tetap dapat menjangkau Generali lewat aplikasi Gen-iClick. Melalui aplikasi ini, nasabah dapat memperoleh data polis serta layanan lainnya. Dengan mengakses Gen-iClick, nasabah juga bisa mengajukan klaim secara daring, melakukan tracking status klaim, menemukan daftar rekanan rumah sakit, hingga melihat laporan transaksi terkini.

“Kami memaksimalkan layanan secara digital.

Kami memahami di tengah situasi seperti ini, nasabah tentunya takut atau khawatir untuk pergi keluar rumah.

Tidak hanya untuk nasabah, untuk karyawan pun kami melakukan berbagai kegiatan secara digital. Mulai dari meeting hingga proses rekrutmen. Hal ini membuat karyawan menjadi lebih siap dengan digitalisasi,” kata CEO Generali Indonesia Edy Tuhirman.

Perusahaan juga dapat menerapkan taktik quickwin sehingga bisa menarik nasabah. Perusahaan harus bisa mengidentifikasi poin-poin yang dibutuhkan pelanggan kemudian menerapkannya pada produk, sistem pembayaran, hingga layanan purnajual. Intinya, menyesuaikan penawaran untuk menjaga relevansi dengan kondisi yang dihadapi oleh mereka.

Meski saat ini transformasi terus digenjot bukan berarti perusahaan memaksa nasabah hanya berinteraksi dengan berbagai teknologi yang disediakan, seperti chatbot. Perusahaan dapat memberdayakan para agennya untuk tetap engage dengan nasabah lewat platform konferensi video dan bisa menjangkau calon pelanggan potensial.

QUOTE “Kami memaksimalkan layanan secara digital. Kami memahami di tengah situasi seperti ini, nasabah tentunya takut atau khawatir untuk pergi keluar rumah.

Tidak hanya untuk nasabah, untuk karyawan pun kami melakukan berbagai kegiatan secara digital.

Mulai dari meeting hingga proses rekrutmen. Hal ini membuat karyawan menjadi lebih siap dengan digitalisasi,” Edy Tuhirman, CEO Generali Indonesia.

Sumber: Capgemini, Top Trends in Life Insurance: 2020.

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 046 Founder & Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya mengungkapkan machine is cool but human is warm. Harus diakui teknologi yang berkembang sangat cepat membantu semua orang untuk dapat terkoneksi satu sama lain, tidak terbatas jarak dan waktu. Meskipun mesin dapat memiliki IQ lebih tinggi dari manusia, namun mesin tidak memiliki EQ dan LQ seperti manusia. Membangun sinergi antara keduanya diyakini mampu memperkuat nilai untuk menjalankan perusahaan.

Untuk mengoptimalkan strategi digital, industri

Sumber: Accenture, Technology Vision for Insurance 2020: We, the Post-Digital People.

Sumber: Deloitte, Insurance Trends 2019.

| June 2020

ini harus beralih untuk fokus melakukan inbound marketing melalui kanal-kanal digital.

Ketidakmampuan untuk berinteraksi secara langsung saat ini membuat konsumsi media digital meningkat.

Karena itu, perusahaan harus dapat memanfaatkan keadaan ini dengan memahami saluran yang diminati nasabah. Intinya, sembari gencar mengedukasi konsumen akan produk dan layanan asuransi, juga mengedukasi mereka untuk memanfaatkan kanalkanal digital yang memberi mereka nilai tambah dalam berasuransi.

Sumber: MarkPlus Insight, Insurance vs COVID-19

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 047 Logistics

Sekarang atau Terseleksi Alam Industri logistik dan jasa pengiriman menjadi penopang industri lainnya. Saat melakukan digitalisasi, industri logistik wajib memerhatikan kondisi industri lain yang menjadi target pasar mereka.

Oleh Muhammad Perkasa Al Hafiz, Annisa Bella, Ramadhan Triwijanarko

enjadi bagian dalam rantai distribusi membuat perusahaan logistik dan jasa pengiriman harus adaptif dengan berbagai kondisi. Ditambah, kita semua kini tengah menghadapi ancaman pandemi COVID-19. Menilik perkembangan bisnis logistik secara keseluruhan, industri ini dalam lima tahun terakhir tumbuh sekitar 10%-15%. Namun, ketika pandemi COVID-19 mewabah, pertumbuhan bisnis logistik anjlok hingga level minus.

Pandemi yang tak terduga ini bagaikan morning call bagi pelaku bisnis logistik. Dampaknya cukup kentara bagi para pemain. Paling tidak, ada dua fenomena bertolak belakang yang terjadi di industri ini seperti dilaporkan oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Menurut ALI, permintaan layanan pengantaran untuk segmen business to business (B2B) mengalami penurunan karena kebijakan pembatasan sosial dan bekerja dari rumah. Kebijakan ini membuat sebagian perusahaan menutup kantor sementara dan melakukan kerja dari rumah.

Sementara, di segmen business to customer (B2C) maupun customer to customer (C2C), permintaan layanan pengantaran melonjak. Maklum saja, untuk memenuhi kebutuhannya, konsumen saat ini mengandalkan jasa pengantaran yang bisa diakses secara daring dan barang bisa diantar sampai ke rumah mereka. Kebiasaan ini akan mengubah perilaku masyarakat konsumen, khususnya kebutuhan logistik yang mengandalkan platform daring.

Fenomena tersebut diperkuat oleh hasil studi Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN pada April 2020 bertajuk COVID-19 and Its Impact on ASEAN sei-katsu-sha. Hakuhodo melakukan riset kuantitatif yang melibatkan 1.800 responden di Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina.

Hasilnya, 91% dari responden mengatakan bahwa COVID-19 ini sangat memengaruhi kehidupan mereka saat ini. Lalu 87% dari mereka menahan diri untuk bepergian dan menunda konsumsi yang tidak mendesak. Hal ini pun menjadi salah satu pemicu aktivitas belanja daring dan meningkatnya volume pengiriman barang di segmen ritel.

Sebab itu pula, mantan Menteri Perhubungan RI

Ignasius Jonan dalam sebuah diskusi menyarankan agar para pemain di industri logistik memerhatikan kondisi industri lain khususnya yang memiliki relevansi kuat dengan logistik. Dengan kata lain, industri logistik tidak bisa berdiri sendiri karena operasional logistik tidak lepas dari aktivitas di industri lain.

“Saat seperti ini, industri logistik harus mempersiapkan pemanfaatan teknologi dan mempelajari bisnis dari konsumen. Hal ini dilakukan agar pelaku bisnis nantinya dapat menjadi konsultan serta memberikan nilai tambah pada bisnis logistik,” ujar Jonan dalam acara Industry Roundtable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post.

Kini, bisnis logistik tak bisa lagi dijalankan dengan cara lama. Untuk dapat bertahan, para pemain tak bisa sekadar menjalankan peran sebagai operator pengantar barang. Nilai tambah diperlukan untuk menjamin perusahaan tetap bertahan di masa depan.

Untuk menemukan nilai tambah yang tepat, pemain industri harus memahami kecemasan dan harapan dari para pelanggan potensial. Lebih dari itu, pelaku bisnis logistik harus mampu mengambil peran sebagai konsultan bagi para konsumen tersebut. Jika bisnis yang dijalan oleh konsumen terganggu maka bisnis logistik juga akan terkena dampak. Begitu juga sebaliknya.

Salah satu yang memiliki tingkat urgensi yang tinggi untuk industri ini adalah digitalisasi. Digitalisasi di sini tidak berarti seluruh proses bisnis harus dijalankan secara digital. Digital dimanfaatkan untuk mengoptimalkan beberapa fungsi dalam bisnis tersebut mengingat tidak semua harus didigitalkan. Namun, siap tidak siap, mau tidak mau, para pemain logistik perlu melakukan akselerasi proses digitalisasi di perusahaannya.

Di industri logistik, tampak bahwa literasi digital di kalangan pelanggannya cukup tinggi, khususnya para pelanggan perorangan. Maklum saja, mereka sudah terbiasa dengan gawai dan melakukan transaksi secara mobile. Pertumbuhan e-commerce juga memengaruhi tingkat literasi digital mereka. Mereka membeli produk melalui situs-situs digital dan mengandalkan jasa antar dari perusahaan kurir. Masa pandemi ini makin membuat mereka terbiasa dengan aktivitas daring, termasuk oleh mereka yang selama ini tidak pernah membeli barang secara daring.

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 048 Melihat realitas pelanggan seperti itu, pemain logistik harus sigap merespons. Hukum supply dan demand berlaku di sini dan tampak pelanggan layanan logistik makin demanding. Konsumen makin menuntut kualitas, keringkasan, dan kecepatan pengantaran. Kualitas, keringkasan, dan kecepatan itu bisa diwujudkan melalui digital. Belum lagi, lantaran COVID-19, mereka juga menuntut barang-barang yang mereka terima tidak membawa virus atau steril dari penyakit.

Perkembangan industri e-commerce menjadi berkah tersendiri bagi pemain logistik. Ini selaras dengan temuan yang dilakukan oleh MarkPlus Insight bertajuk Courier Service Usage During COVID-19. MarkPlus Insight menemukan bahwa lebih dari 50% responden mereka menyatakan lebih sering menggunakan layanan kurir. Segmen konsumen yang paling banyak menggunakan layanan ini adalah konsumen kelas middle-middle (menengah tengah) sekitar 79,2%.

Berita baik lainnya, 82,6% responden merasa puas terhadap beberapa layanan kurir. Kepuasan tertinggi ditemukan di kelas konsumen menengah tengah (middle-middle class). Di segmen ini, lebih dari setengah konsumen (54,8%) semakin selektif dalam memilih layanan kurir selama pandemi ini. Dan, 70% dari mereka semakin selektif dalam hal harga.

“Asumsi kalau ingin cepat harus mahal tidak lagi berlaku di sektor logistik karena daya beli konsumen terus menurun. Di sisi lain, cost yang harus dikeluarkan perusahaan juga naik karena harus membayar cost pick up, pemenuhan prosedur keamanan bagi para kurir, hingga keamanan ekstra dari sisi pengemasan,” terang Zaldy Masita, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia.

Hal ini juga diyakini oleh Kyatmaja Lookman, CEO PT Lookman Djaja Logistics. Sayangnya, sejauh ini, industri logistik masih terpaku pada digitalisasi tracking barang agar mudah dilacak

oleh pengguna jasa. Masih sedikit sekali perusahaan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk mengembangkan sistem perusahaan logistiknya.

Lebih dari sekadar digitalisasi tracking, Trismawan Sandjaya, Wakil Ketua Umum Bidang Supply Chain Multimoda dan E-Commerce Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia menyarankan para pemain untuk bisa mulai mengatur rantai pasokannya secara digital.

Misalnya, memanfaatkan teknologi cloud computing untuk mengatur lalu lintas barang.

Salah satu pelaku yang sadar betul akan hal ini adalah SiCepat Ekspres. Perusahaan yang hadir sejak tahun 2014 ini percaya bahwa mereka harus adaptif dengan berbagai kondisi seperti yang mereka alami saat pandemi.

SiCepat Ekspres tak memungkiri jika bisnis mereka sempat terkena imbas lantaran konsumen mereka yang notabane merupakan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) juga terdampak. Daya beli masyarakat yang menurun membuat produksi para IKM turut lesu. Ujungnya berdampak pada bisnis distribusi dan logistik.

Namun, SiCepat Ekspres berhasil mengubah tantangan tersebut menjadi momentum untuk mengakselerasi bisnis dengan cara memberikan nilai tambah untuk konsumen. “Saat itu, kami membantu para IKM dalam mengakselerasikan bisnis mereka dengan cara memproduksi masker yang saat ini sangat dibutuhkan di pasaran,” jelas Wiwin Dewi Herawati, Chief Marketing Officer PT SiCepat Ekspres Indonesia.

Selain itu, SiCepat merilis berbagai program untuk merespons kebijakan pembatasan sosial. Beberapa di antaranya adalah memberikan proteksi kepada seluruh karyawan, khususnya kurir, hingga meluncurkan program Harga Mulai Rp 5 Ribu (HALU) untuk menjaga stabilitas bisnis perusahaan. Semua program ini dikemas dengan teknologi digital.

COVID-19 and its impact on ASEAN

81%

feel stressed by COVID-19

87%

refrain from going out and delay buying things that is not in urgency

85%

feel anxious about economy stagnation

62%

rely on traditional media i.e. TV for trustable information

54%

91%

think that COVID -19 is “the most in uential event in life”

spend time with families to relieve stress from situation

Base: ASEAN total (1,800 respondents from Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapore, Vietnam and Philippines) Online survey during March 27-30, 2020 Sumber: COVID-19 and Its Impact on ASEAN sei-katsu-sha, Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN, April 2020

| June 2020

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 049 SiCepat Ekspres berhasil mengambil peran sebagai konsultan bagi para pelanggan agar tetap produktif dan menciptakan pundi-pundi keuangan baru. Alhasil, hal ini berdampak pula pada bisnis SiCepat Ekspres yang tetap stabil di tengah kondisi pandemi ini.

“Bisnis logistik semakin kompetitif dan kami sebagai pemain harus jeli melihat peluang dan menciptakan value proposition yang tepat. Value proposition ini akan membantu bisnis untuk tetap berjalan ke depan. Salah satunya dengan pengembangan teknologi digital,” tutur Wiwin.

Diterima dengan baik oleh masyarakat, perusahaan yang mendapat suntikan dana dari Kejora Venture ini mampu tumbuh hingga 20,2% sepanjang periode Februari-Maret 2020.

“Hingga hari ini, kami berhasil mencatatkan hingga 550 ribu pengiriman paket per hari. Targetnya, hingga akhir tahun ini kami bisa membukukan satu juta pengiriman per harinya,” tambah Wiwin.

Wiwin pun mengakui mereka tidak sendirian. Ada beberapa pemain lainnya yang telah sadar pentingnya sebuah digitalisasi. “Kami terbilang baru di industri ini.

Pangsa pasar yang bisa kami raih di marketplace pun masih sangat besar. Meningkatkan brand awareness adalah salah satu fokus kami,” ujarnya.

Pemain lain, JNE, banyak menggandeng perusahaan pembayaran digital, seperti Gopay, LinkAja, atau DANA untuk mendukung layanan Cash on Delivery (COD) mereka. Lebih dari itu, JNE berhasil mengubah proses dan sistem back-end untuk menciptakan layanan yang berkualitas, khususnya untuk menghadirkan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Kini, perusahaan mampu mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan secara proaktif memperbaiki insiden dalam hitungan menit. “Kami dapat merespons keluhan pelanggan jauh lebih cepat dan dapat mengurangi keluhan tersebut sampai 70%,” kata Mohamad Feriadi, Presiden Direktur JNE. JNE menerapkan Oracle Autonomous Database.

Dengan sistem ini, JNE dapat mengurangi jumlah

pekerjaan manual yang perlu mereka lakukan melalui pendekatan otonom berupa database self-driving, self-secure, dan self-repairing. Selain itu, solusi otonom telah memungkinkan JNE menyediakan pelanggannya kemampuan untuk melihat di mana pengiriman mereka. Hal ini diyakini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.

Tak hanya para pemilik armada logistik, startup marketplace truk logistik Ritase juga melihat peran penting teknologi digital dalam membangun proses bisnis di industrinya. Berisikan para talenta muda, perusahaan rintisan ini mengintegrasikan berbagai layanan dalam sebuah aplikasi.

Salah satu produk inovatif Ritase yang diluncurkan tahun lalu adalah transportasi multimoda (combined transport). Inovasi ini memadukan angkutan darat, air, dan udara di Indonesia dalam platform aplikasi (apps) marketplace logistik. Dengan aplikasi ini, pengguna bisa mencari kombinasi angkutan tercepat dan termurah sesuai kebutuhan mereka. Semua prosesnya diatur melalui sistem. Sistem ini akan mengolah informasi sehingga bisa menentukan rute angkutan yang lebih efisien dan berharga lebih murah.

Founder dan CEO Ritase Iman Kusnadi mengatakan, inovasi ini dibikin sendiri oleh para talenta muda.

“Ini dunia baru dan para milenial ini kelak akan jadi pemimpin. Ini saatnya membina dan mengedukasi mereka supaya bisa menjadi pemimpin yang baik,” ujar Iman.

Sampai akhir Februari lalu, Ritase bermitra dengan 600 perusahaan truk dengan total 13.000 armada.

Startup ini melayani beberapa perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) terbesar di Indonesia.

Melihat apa yang dilakukan oleh para pemain di atas, bisa disimpulkan bahwa digitalisasi tidak bisa lagi ditunda. Apalagi di tengah kondisi konsumen logistik yang kian melek teknologi. Kehadiran teknologi digital pun dapat menyelamatkan perusahaan di kondisi genting seperti sekarang ini.

COURIER USAGE

>50%

>50% increase in courier usage due to WFH & social distancing policy (need everything delivered home) in almost every pro les except for poor & lower middle -class; the highest increase in usage are found in middle middle -class (79.2%)

COURIER SATISFACTION

82,6%

Respondents are mostly satis d with the courier service selected during COVID -19. Highest satisfaction found in Middle Middle -Class (91.7%).

COURIER SELECTIVENESS

54,8%

Respondent in general are becoming more selective in choosing the right courier service during COVID -19 (while for the Poor ones, 70% are becoming more selective due to ancial limitation ).

QUOTE “Bisnis logistik semakin kompetitif dan kami sebagai pemain harus jeli melihat peluang dan menciptakan value proposition yang tepat. Value proposition ini akan membantu bisnis untuk tetap berjalan ke depan. Salah satunya dengan pengembangan teknologi digital.”

Wiwin Dewi Herawati, Chief Marketing Officer PT SiCepat Ekspres Indonesia

Sumber: MarkPlus, Inc., Courier Service Usage During COVID-19

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 050 Multifinance

Pelajaran Gratis Ada ratusan perusahaan pembiayaan yang beroperasi di negara ini. Namun, baru sedikit yang sudah menggunakan teknologi digital untuk memaksimalkan penyaluran pembiayaan.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo

ndustri pembiayaan menjadi pendukung di berbagai industri lain. Ketika terjadi pandemi COVID-19 yang mengguncang banyak industri yang ditopangnya, maka industri pembiayaan juga terkena imbas. Bisa dibilang di antara berbagai bisnis sektor keuangan, industri pembiayaan yang paling terdampak pada masa pandemi ini.

Riset Google berjudul Bracing COVID-19 menunjukkan bahwa produk di industri keuangan, investasi dan asuransi masih tumbuh tipis.

Penggunaan digital payment juga cenderung meningkat dibanding kondisi sebelumnya. Namun, pada sektor perbankan dan pembiayaan cenderung turun. Padahal, industri pembiayaan menaruh optimisme pada tahun 2020.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menyebut bahwa tahun ini industri pembiayaan akan melewati masa berat akibat ekonomi global yang tertekan oleh COVID-19. Menurut OJK, ada sekitar 30-35 perusahaan pembiayaan yang masih berjuang.

Memang, industri ini masih bisa tumbuh, namun dalam dua tahun terakhir pertumbuhannya hanya di kisaran 4% saja.

Pada tahun 2019, tercatat industri pembiayaan memiliki aset Rp 518,14 triliun dengan utang pembiayaan tumbuh sebesar 4%. Jumlah aset naik 14,5% atau bertambah Rp 65,92 triliun dari aset perusahaan pembiayaan tahun 2018, yakni Rp 452,22 triliun. Penyaluran pembiayaan masih dominan di sektor multiguna yang mencapai 61%, investasi 30%, dan sisanya modal kerja.

Menurut data OJK, hingga kuartal pertama tahun ini, piutang industri pembiayaan masih bisa tumbuh 2,72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tahun lalu, pada periode tersebut, piutang industri pembiayaan mencapai Rp 440,862 triliun. Sedangkan pada tiga bulan pertama tahun ini, piutang industri pembiayaan di angka Rp 452,476 triliun.

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sudah membuat prediksi untuk tahun ini. Diprediksi, industri pembiayaan masih

| June 2020

bisa tumbuh flat dibanding tahun lalu atau di kisaran 4%-5%. Namun setelah pandemi meluas, industri pembiayaan diprediksi hanya akan tumbuh 1% dan ada kecenderungan minus. “Pertumbuhan pembiayaan bisa sampai minus, tapi itu bergantung berapa lama penyelesaian pandemi ini,” kata Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).

Sepanjang kuartal pertama tahun ini, selalu terjadi kenaikan piutang dari bulan ke bulan. Namun, untuk bulan April bisa jadi akan cenderung menurun seiring mulai anjloknya penjualan sektor lain, terutama di industri otomotif. “Kinerja perusahaan pembiayaan masih bisa optimal hingga kuartal pertama tahun ini.

Pelemahan baru terasa di bulan April,” kata Harjanto Tjitohardjojo, Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF).

Ia menambahkan, pada kuartal pertama ini, MTF berhasil menyalurkan pembiayaan hingga Rp 7,3 triliun. Khusus bulan Maret penyaluran kredit MTF mencapai Rp 2,3 triliun. “Hal ini dikarenakan masih terdapat pipeline pembiayaan dari bulan sebelumnya yang masih berjalan. Namun, dari sisi collection fokus untuk memberikan fasilitas restrukturisasi untuk nasabah terdampak,” jelasnya.

Akibat terpukulnya perekonomian nasional, pemerintah telah mengeluarkan berbagai stimulus. Di antaranya, relaksasi kredit bank dan pembiayaan. Hal ini tertuang dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical.

Praktis, setelah kebijakan itu bergulir aktivitas utama para pemain di industri pembiayaan hanya berfokus pada restrukturisasi kredit. Bisa dikatakan aktivitas penjualan minim sekali karena kemungkinan besar akan bertepuk sebelah tangan. Mengingat, daya beli masyarakat sedang turun atau setidaknya mereka menunda pembelian dan mengalokasikan ke kebutuhan barang-barang pokok.

OJK mencatat, hingga awal Mei 2020, total ada pengajuan sebanyak 1,27 juta kontrak permohonan restrukturisasi kredit. Sekitar 57,5% atau sebanyak

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 051 735.111 kontrak permohonan restrukturisasi kredit telah disetujui oleh perusahaan pembiayaan.

“Sampai 8 Mei 2020, tercatat nilai relaksasi yang ditanggung oleh perusahaan pembiayaan Rp 28,13 triliun. Hal ini kami rasa sangat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan pembiayaan. Di saat bersamaan, secara operasional, perusahaan pembiayaan terkendala dengan adanya aturan dari pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga, kegiatan penjualan maupun penagihan mengalami penurunan yang berakibat pada penurunan pendapat perusahaan,” tambah Harjanto.

Keharusan

Seperti tersebut sebelumnya, saat ini fokus aktivitas perusahaan pembiayaan pada pelayanan relaksasi.

Nah, lantaran ada PSBB layanan ini menggunakan kanal digital. Dalam studi MarkPlus, Inc., berjudul Digitalization Strategies Amid COVID-19: One Size Doesn’t Fit All, ada empat kuadran yang membagi tipe digitalisasi oleh berbagai industri, yaitu Origin, Onward, Organic, dan OMNI. Bila melihat proses transformasi digital yang dilakukan para pelaku di industri pembiayaan, sejauh ini industri pembiayaan masih berada di kuadran Onward. Walaupun ada juga pemain yang relatif maju proses digitalisasinya dan layak masuk kuadran OMNI. Industri yang masuk kuadran Onward pada dasarnya sudah melakukan proses digitalisasi, tapi masih butuh usaha keras untuk mengedukasi calon nasabah untuk menggunakan layanan digital.

Sedangkan kuadran OMNI, pelaku industrinya ratarata sudah menciptakan customer experience secara digital dan menerapkan teknologi generasi terkini.

Di sisi lain, industri ini sedang berkompetisi

secara tidak langsung dengan para pemain financial technology (fintech) startup yang sudah tentu berbasis digital. Memang, rata-rata pemain fintech belum mengucurkan platform pinjaman yang nilainya sebesar pemain di industri pembiayaan. Namun, ada beberapa fintech yang sudah berani menyalurkan pinjaman modal kerja bernilai besar.

Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 19 POJK 35 tahun 2018, perusahaan pembiayaan dapat melakukan kegiatan usahanya dengan memanfaatkan teknologi informasi. Namun sejauh ini, baru sekitar 14% saja atau 28 perusahaan pembiayaan yang sudah menggunakan teknologi digital untuk memaksimalkan penyaluran pembiayaan dan memiliki performa bagus.

Hampir separuh dari 28 perusahaan pembiayaan tersebut memiliki aset di atas Rp 5 triliun.

Salah satu yang sudah go digital adalah Mandiri Tunas Finance. Beberapa tahun belakang ini, MTF gencar melakukan digitalisasi di berbagai lini bisnis, sehingga tidak ada kendala. Semua informasi dan proses pengajuan relaksasi melalui website MTF. “Selain website MTF, kami juga menyediakan layanan Chatbot Marsha yang akan membantu menjawab pertanyaan dari konsumen,” katanya.

Harjanto menerangkan, beberapa tahun ini, MTF sedang fokus pada pengembangan ekosistem digital.

MTF sudah memiliki roadmap yang akan dijalankan untuk mendukung digitalisasi. Tahun ini juga, MTF memiliki tema strategi corplan, yaitu memperkuat bisnis dengan diversifikasi bisnis dan pengembangan ekosistem digital. “Secara garis besar, pengembangan digital akan dilakukan dari sisi customer experience, percepatan proses internal, dan optimalisasi database,” ungkapnya.

Pengembangan ekosistem digital ini terlihat lewat aplikasi berbagai platform digital. Selain yang sudah

Tabel Piutang Pembiayaan Berdasarkan Jenis Kegiatan Usaha (dalam Miliar) Jenis Kegiatan Usaha

1. Pembiayaan Investasi 2. Pembiayaan Modal Kerja 3. Pembiayaan Multiguna 4. Pembiayaan Berdasarkan Persetujuan OJK 5. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah i.Pembiayaan Jual Beli Berdasarkan Prinsip Syariah ii. Pembiayaan Investasi Berdasarkan Prinsip Syariah iii. Pembiayaan Jasa Berdasarkan Prinsip Syariah JUMLAH

Jan-20

Feb-20

Mar-20

133,095

134,661

138,649

26,416

28,028

27,196

273,956

273,621

271,014

164

168

168

15,813

15,778

15,449

14,077

13,966

13,743

118

116

66

1,618

1,696

1,640

449.445

452.255

452.476

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 052 tersebut sebelumnya, ada juga aplikasi mobile. Lalu, menggunakan digital payment untuk pembayaran cicilan. Bahkan, sudah menggandeng platform e-commerce, yakni Tokopedia, sebagai salah satu kanal pembayaran.

Harjanto mengakui, tantangan terbesar dalam mewujudkan strategi digital perusahaan salah satunya adalah sisi customer behavior. Dalam bisnis pembiayaan mobil, belum banyak konsumen yang memilih kanal digital untuk membeli kendaraan.

Sebabnya, harga mobil yang mahal membuat kebanyakan konsumen masih merasa perlu untuk melihat mobil secara langsung, baik di diler ataupun di pameran-pameran mobil.

“Selain itu, pengembangan database yang menggambarkan kondisi keuangan konsumen juga sangat penting agar proses analisis yang dilakukan kepada konsumen semakin cepat dan akurat. Tidak disangkal juga bahwa pengembangan ekosistem digital membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga dilakukan secara bertahap,” jelas Harjanto.

Menariknya, di tengah kesibukan memberikan pelayanan relaksasi kredit, MTF melalui platform digital berupaya tetap engage dengan nasabahnya.

MTF meluncurkan game online, MTFGORace untuk memotivasi masyarakat saat menjalankan work from home (WFH). “Lewat game ini kami berusaha menghibur konsumen dengan berkompetisi untuk mendapatkan hadiah menarik. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan branding MTF,” terangnya.

Seperti halnya MTF, perusahaan pembiayaan yang berada dalam Grup Astra, ACC, juga sedang fokus melayani nasabah yang mengajukan restrukturisasi.

ACC merupakan salah satu pionir dalam proses digitalisasi di industri pembiayaan ACC, sehingga proses restrukturisasi ini juga berjalan secara digital.

Tonggak awal ACC dalam proses digitalisasi bermula saat menghadirkan layanan ACC Yes! pada tahun 2016. Aplikasi ini diklaim sebagai yang pertama di industri pembiayaan. ACC juga mengembangkan aplikasi untuk internal perusahaan yang bernama ACC Mobile Enterprise. Aplikasi ini untuk memudahkan para pekerja lapangan ACC dalam menuntaskan pekerjaan secara digital.

Awal tahun ini, ACC melakukan pengembangan teknologi untuk meningkatkan layanan ke nasabah dengan mengenalkan Seamless Digital Experience. Adanya pengembangan ini nasabah akan mendapatkan pengalaman yang lebih cepat, mudah, dan menyenangkan dalam membeli mobil. Semua proses pembiayaan di ACC dari hulu ke hilir dilakukan dengan cara seamless digital. Sebelumnya, ACC telah melakukan transformasi digital secara menyeluruh.

Dimulai dengan meluncurkan aplikasi acc.one dan juga e-contract pada tahun 2019.

Lalu, bagaimana ACC menyikapi pandemi ini?

Menurut Chief Business Development Officer ACC Mohammad Farauk, ada dua inisiatif yang wajib berjalan di masa pandemi ini, yakni customer focus dan continue building inisiatif. Customer focus merupakan upaya ACC dalam memberikan layanan restrukturisasi secara digital. Dalam upaya ini, ACC menyiapkan beberapa langkah yang dilakukan, yakni web-based communication yang di dalamnya

| June 2020

termasuk chatbot, telephony action, dan IT Based Process.

“Ketiga hal ini kami optimalkan karena sebenarnya sudah ada atau menjadi bagian dalam proses transformasi digital yang kami mulai sejak beberapa tahun silam. Ditambah dengan people rearrangement karena untuk melayani relaksasi ini butuh SDM banyak. Jadi, ada bagian-bagian yang tidak maksimal di masa pandemi kami perbantukan menangani restrukturisasi,” kata Farauk.

Farauk mengakui bahwa pada sisi penjualan memang sedang tidak optimal seiring terpuruknya industri otomotif. Fokus ACC adalah untuk pemenuhan kebutuhan paling mendesak saat ini, yakni restrukturisasi kredit. “Meskipun pasar sedang turun hingga 45%, permintaan tetap ada. Namun, pada kondisi ini layanan restrukturisasi kredit yang paling dibutuhkan oleh konsumen kami,” tegasnya.

Sedangkan inisiatif kedua menegaskan bahwa ACC tetap menjalankan inisiatif-inisiatif pengembangan digital meski ada pandemi. Artinya, semua proses transformasi digital yang telah direncanakan untuk tahun ini terus berjalan. Bahkan, Farauk menegaskan bahwa sejauh ini tidak ada perubahan capital expenditure yang menyangkut transformasi digital.

Ada dua kerangka besar dalam continue building inisiatif, yaitu digital transformation dan digital optimization. Untuk digital transformation, ACC berupaya melayani pasar dengan produk-produk berbasis digital. Lalu, membuat customer engagement lebih meningkat dan berkualitas. Sedangkan untuk digital optimization, ACC ingin semakin meningkatkan efisiensi dalam setiap proses bisnis perusahaan.

Melihat lebih luas, menurut Farauk, pandemi ini bisa menjadi pembelajaran pada kedua sisi, baik perusahaan pembiayaan dan konsumen. Pandemi ini mendorong perusahaan pembiayaan dengan kuat untuk melakukan digitalisasi atau memperkuatnya, bila sudah memulainya. Sedangkan di sisi konsumen, kebiasaan-kebiasaan konvensional sebelum pandemi akan mulai ditinggalkan dan beralih ke digital.

Sebab, sudah terbiasa menggunakan layanan digital selama pandemi. Tak urung perubahan ini juga akan menguntungkan perusahaan pembiayaan karena tidak perlu mengedukasi pasar. “Pandemi memberikan edukasi gratis ke konsumen tentang layanan dan produk digital,” katanya.

Sudah pasti, pandemi ini akan berakhir dan bisnis bisa kembali membaik. Sehingga, sangat tepat bagi ACC dalam kondisi slow down ini justru menjadi kesempatan untuk memperkuat dan mempercepat proses transformasi digital. “Sebab, pascapandemi, ada potensi preferensi konsumen pada perusahaan pembiayaan berubah semakin memilih yang punya layanan dan produk digital. Sehingga, saat seperti ini proses digitalisasi tetap kami gaspol,” tegas Farauk.

Bila mengamati kondisi di industri pembiayaan, proses digitalisasi sepertinya sudah tidak bisa ditawar lagi. Betapa kelabakannya perusahaan pembiayaan yang harus melayani restrukturisasi di saat ada physical distancing, tapi tidak punya digital tools. Tidak ada kata terlambat untuk melakukan digitalisasi. Jadi, tunggu apa lagi?

QUOTE “Pandemi memberikan edukasi gratis ke konsumen tentang layanan dan produk digital.”

Mohammad Farauk, Chief Business Development Officer ACC

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accele erating 053 Fast-moving Consumer Goods

Mau Tidak Mau Digitalisasi di industri FMCG memunculkan serangkaian tantangan bagi perusahaan. Di satu sisi, perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif melakukan digitalisasi dalam proses bisnisnya. Di sisi lain, perusahaan harus terus mendorong konsumen menemukan nilai tambah dalam migrasi digital. Pandemi telah memberi pelajaran berharga bagi keduanya.

Oleh Ellyta Rahma

eperti industri lain, industri fastmoving consumer goods (FMCG) juga mengalami ketidakpastian saat ini. Meskipun meliputi bahan kebutuhan sehari-hari, nyatanya ada sejumlah sektor di industri FMCG yang terhantam krisis. Riset Kantar berjudul COVID-19 Impact on Indonesian Attitudes and Behaviours: Learning for Brands (2020) menyebut industri FMCG masih tumbuh, khususnya di segmen masyarakat ekonomi menengah atas. Namun, tren itu bisa mengalami perlambatan bila kebijakan pembatasan sosial diperpanjang. Pembatasan ini berpengaruh pada perubahan pola belanja dan konsumsi masyarakat.

Bila dilihat dari kaca mata Piramida Hierarki Kebutuhan Maslow, pandemi ini telah mendorong masyarakat kembali ke dasar piramida, yaitu pemenuhan kebutuhan psikologi dan keselamatan.

Konsumen akan lebih selektif dalam memenuhi kebutuhannya. Tak heran bila masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan pokok, seperti makanan, minuman, tempat tinggal, dan kesehatan.

Fenomena Maslow tersebut juga diperkuat oleh temuan Mobile Marketing Association dalam laporannya yang bertajuk Navigating the Shift in Consumer Behavior in Asia during COVID-19 (2020). Laporan ini menyebut, di awal pandemi, 41% konsumen di Indonesia menemukan kelangkaan pada produk kebersihan dan sabun cuci tangan. Sementara 14% responden menemukan kelangkaan pada produkproduk bahan makanan.

Hal yang kurang lebih sama tampak pada temuan Kantar. Menurutnya, ada beberapa kategori produk FMCG yang mengalami peningkatan pembelian. Sebut saja produk personal care, seperti produk cairan pembersih, tisu, dan tisu bayi. Di produk makanan dan minuman, ready to drink (RTD) tea, minuman bubuk, dan sereal juga mengalami peningkatan.

Unilever menjadi pemain FMCG yang berhasil tumbuh di tengah pandemi. Pada April 2020, perusahaan ini mencatat pertumbuhan penjualan sebesar 4,6% menjadi Rp 11,2 triliun. Pertumbuhan ini kemudian berhasil mendorong laba bersih

hingga tumbuh 6,5% di kuartal pertama tahun 2020.

Pertumbuhan ini didorong dengan peningkatan penjualan domestik hingga 4,4% dan penjualan ekspor 9,0%.

Adaptasi

Pemain FMCG merupakan pelaku lama dalam inovasi digitalisasi. Sejak tren e-commerce naik bertahun-tahun lalu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri FMCG secara tanggap mengikuti tren untuk memasarkan produknya di kanal digital.

Beberapa ikut ke dalam ekosistem e-commerce market place, dan yang lainnya dengan berani menciptakan e-commerce-nya sendiri.

Apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut karena sebagian konsumen sudah terbiasa membeli barangbarang kebutuhan harian melalui kanal online. Selain praktis, juga terhitung lebih murah. Meski demikian, tingkat migrasi di kalangan pelanggan masih bisa bervariasi.

Sejauh ini, baru sebagian masyarakat di perkotaan saja yang menggunakan teknologi digital untuk mendapatkan produk-produk FMCG. Di sisi lain, ada banyak pemain FMCG di negara ini yang baru mencoba-coba masuk ke digital. Meski begitu, kehadiran platform e-commerce telah membantu industri dalam migrasi digital, baik di sisi konsumen dan produsen. Tidak heran jika industri ini tidak terlalu terdampak saat pandemi. Namun, hal ini tidak berarti bahwa industri ini bisa bersantai. Pemain di industri ini perlu segera beradaptasi secara total dengan teknologi digital. Tren pembelian online yang naik daun pada masa ini harus dilihat sebagai peringatan bagi FMCG untuk menggarap serius digitalisasi di bisnis mereka.

Pasalnya, konsumen akan semakin akrab dengan online dan makin kompleks tuntutannya.

Riset Kantar menyebut ada tiga tahap perjalanan emosi konsumen yang berpengaruh pada kebiasaan konsumsi. Tahap pertama adalah disrupsi. Tahap ini terjadi sejak pandemi melanda, saat konsumen secara terpaksa harus mengubah kebiasaan mereka lantaran pembatasan sosial dan kebijakan bekerja dari rumah.

Lebih dari 76% masyarakat Indonesia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah selama pandemi.

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 054 Hal ini mendorong adanya peningkatan jumlah konsumen yang mengganti kegiatan belanjanya melalui kanal online hingga 14%.

Tahap kedua adalah confusion and uncertainty.

Pada tahap ini, konsumen mengalami kelelahan mental akibat perpanjangan durasi pembatasan sosial.

Kelelahan ini juga diakibatkan oleh dampak pandemi pada ekonomi. Mereka menghadapi dilema dalam memprioritaskan antara hidup dan penghidupan.

Kedua tahap ini akan berakhir pada acceptance of the new normal. Di tahap ini, konsumen mulai menerima kebiasaan baru. Konsumen juga telah memiliki cara pandang baru untuk menjalani hidup. Dari sisi konsumsi, masyarakat Indonesia mulai terbiasa dengan belanja online. Bahkan, mereka kini justru memiliki ekspektasi baru terhadap inovasi-inovasi teknologi yang

ditawarkan oleh perusahaan.

Beberapa perusahaan merespons cepat customer journey baru yang terbentuk selama pandemi ini. Sebut saja, Paragon, Unilever, dan Mayora Group. Perusahaan-perusahaan sebenarnya sudah menjalankan program digitalisasi sejak lama. Namun, pandemi ini telah menuntut mereka untuk melakukan akselerasi program yang sudah dijalankan.

“Awalnya, inisiatif digitalisasi di Paragon merupakan bagian dari transformasi bisnis. Namun, dengan adanya pandemi ini, manajemen berkomitmen untuk mempercepat proses digitalisasi agar kami bisa memberikan pelayanan sesuai dengan ekspektasi konsumen,” kata Amalia Sarah Santi, Vice President Marketing Investment & Digital Transformation PT Paragon Technology and Innovation.

Stages of consumer’s emotional journey #1 Disruption (Short term)

#2 Confusion & Uncertainty (Mid-term)

#3 Acceptance of the New Normal (Long term)

• Lifestyle changes • Loss of freedom • Quarantined living

• Mental fatigue – prolonged lockdown • Economic impact • Life vs Livelihood

• Long term behavioural shifts • New outlook to life

Sumber: Kantar, COVID-19 Impact on Indonesian Attitudes and Behaviours: Learning for Brands (April 2020)

Are germ -killing categories the only ones benefiting from COVID -19?

An uplift is also seen across categories to accompany consumers to spend time #dirumahaja.

Value Index

107

Total FMCG

110

109

108

107

106

PERSONAL CARE

DAIRY

HOME CARE

BEVERAGES

PACKAGED FOOD

Unit/Trip Index

Vol/Trip Index

Trip Index

Top 3 Growing Categories

1. Liq. Soap+Sanitizer 2. Baby Wipes 3. Tissue

1. Cheese 2. Growing Up Milk 3. Margarine

Sumber: Kantar, COVID-19 Impact on Indonesian Attitudes and Behaviours: Learning for Brands (April 2020)

| June 2020

1. Detergent 2. Floor Cleaner 3. Dishwash

1. RTD Tea 2. Isotonic Drink 3. Powder Beverage

1. Canned Food 2. Breakfast Cereal 3. Snacks

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 055 Paragon aktif melakukan berbagai aktivasi digital untuk tetap engage dengan konsumennya. Perusahaan pemilik merek kosmetik dan produk perawatan tubuh Make Over, Wardah, dan Emina ini memaksimalkan pemanfaatan media sosial dan aplikasi messaging sebagai kanal untuk berkomunikasi dengan konsumen.

Melalui WhatsApp, misalnya, Paragon menggelar ruang konsultasi bersama beauty advisor. Paragon juga mengembangkan official e-store untuk masingmasing merek, seperti shop.wardahbeauty.com, shop. eminacosmetics.com, dan shop.makeoverforall.com.

Selanjutnya, layanan home delivery menjadi salah satu layanan yang jamak dilakukan selama masa karantina. Karena itu, perusahaan FMCG harus memperhatikan kualitas home delivery ini, entah dari sisi kecepatan, keamanan, dan kesehatan.

Terkait ini, Mayora Group mengembangkan layanan home delivery dengan prinsip down to earth, yaitu memanfaatkan WhatsApp sebagai platform yang dekat dengan ibu rumah tangga yang menjadi target pasar Mayora. Sementara itu, Unilever memanfaatkan toko online resminya di unileverhomedelivery.com untuk menerapkan layanan ini.

Ricky Afrianto, Global Marketing Director Mayora Group mengatakan bahwa layanan home delivery menjadi cara perusahaannya untuk memenuhi ekspektasi konsumen yang kini memilih untuk beraktivitas dari rumah. Karakter produk FMCG yang sebagian besar produknya merupakan barang konsumsi dengan harga murah membuat banyak orang masih enggan membelinya secara online.

“Perubahan kebiasaan belanja masyarakat ke arah online shopping memang terjadi. Namun, dalam FMCG, banyak produk yang tidak lazim jika dibeli

melalui e-commerce dalam jumlah kecil karena ada ongkos kirim. Sementara, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terbiasa berbelanja untuk stok jangka panjang," kata Ricky. Di sini, konsumen akan melakukan perhitungan. Misalnya, ketika mereka berbelanja Rp 30.000 dengan ongkos kirim Rp 10.000, maka akan terdengar tidak masuk akal.

Pergeseran pola belanja ini inilah yang membuat merek harus menjaga relevansinya. "Salah satunya dengan layanan home delivery secara gratis tanpa minimum pembelian," kata Ricky.

Layanan home delivery Mayora juga diterapkan di toko resmi yang berada di situs e-commerce.

“Konsumen memiliki opsi pengiriman barang, yakni menggunakan layanan pengiriman yang disediakan oleh platform e-commerce atau menggunakan layanan home delivery,” imbuh Ricky.

Paragon mengembangkan layanan home delivery dengan lebih intensif. Ia mengembangkan platform home delivery dalam bentuk marketplace bernama Shopspace di 40 distribution center. Menurut Amalia, layanan home delivery ini bukan sebatas memenuhi kebutuhan konsumen yang berbelanja dari rumah.

Namun, juga menjadi cara Paragon membangun relasi lebih dekat dengan mereka.

Ricky menambahkan, setidaknya ada empat hal yang bisa dilakukan perusahaan saat melakukan akselerasi digital. Pertama, memperkuat brand purpose. Kedua, memperkuat investasi digital. Ketiga, memperkuat sistem digital internal perusahaan dalam memaksimalkan sistem kerja jarak jauh. “Terakhir, back to basic, mengampanyekan bahwa perusahaan memiliki brand value yang baik,” pungkas Ricky.

QUOTE “Perubahan kebiasaan belanja masyarakat ke arah online shopping memang terjadi.

Namun, dalam kasus FMCG, banyak produk yang tidak lazim dibeli melalui e-commerce dalam jumlah kecil karena ada ongkos kirim. Sementara, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terbiasa berbelanja untuk stok jangka panjang.”

Ricky Afrianto, Global Marketing Director Mayora Group

Behavioral & Attitudinal Changes –Tracking the Trend % who have changed following behaviors because of COVID

More Indonesians are “in-home” than those at the start of the outbreak

86%

Spend most of my time at Home

Staying at Home Impact

36%

Watch a lot more TV

47%

Reduced Eating out, cooking more

Online adoption on an upward swing

Personal Finance has been a concern from the onset of the outbreak

Changing Online Behaviors

Nutrition

Financial Concerns

Switched to more Online shopping Increased Online education

Festive Changes

1-6th April 27-31st March 25-26th March

25% 65%

Consuming more Vitamins/Jamu

36%

Started worrying about Job/ Income Reduced spending to save more

Rising trend in people re-considering Mudik

7-12th April

14%

Thinking not to Mudik

Steadily Rising Trend

26% 25%

Sumber: Kantar, COVID-19 Impact on Indonesian Attitudes and Behaviours: Learning for Brands (April 2020)

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 056 Banking

Perkuat OMNI Experience Masa pembatasan sosial membuat nasabah bank makin terbiasa dengan layanan keuangan digital. Mereka pun akan semakin demanding kepada bank. Sebab itu, strategi digital bank tidak boleh sekadar itu-itu saja.

Oleh Ramadhan Triwijanarko

ahun 2020 bukanlah tahun yang menyenangkan bagi semua industri, termasuk industri perbankan.

Pertumbuhan kredit yang selama ini menjadi napas utama para pelaku perbankan dipastikan akan melambat. Nasabah perbankan dari beragam industri yang terkena dampak COVID-19 tentunya akan berpikir ulang untuk mengajukan kredit.

Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan kredit baru triwulanan melambat pada triwulan pertama 2020. Hal itu tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru sebesar 23,7%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 70,6% dan lebih rendah dari triwulan pertama 2019 yang di angka 57,8%. Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru bersumber dari seluruh jenis kredit dengan penurunan terbesar pada jenis kredit konsumsi.

Melambatnya pertumbuhan kredit juga ditambah dengan penurunan beberapa harga barang komoditas sejak tahun 2019. Diikuti berkurangnya permintaan kredit dari beberapa sektor lain yang terdampak langsung oleh COVID-19, seperti transportasi, hotel, dan restoran. Hal ini semakin memberatkan bisnis pelaku perbankan.

Banyak ekonom memperkirakan pertumbuhan kredit sampai pengujung tahun 2020 akan melambat pada kisaran 4%-6% secara year-on-year (yoy). Permintaan kredit baru akan pulih diperkirakan pada tahun 2021.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah meluncurkan dua stimulus. Pertama, merelaksasi penilaian kualitas aset kredit untuk plafon pinjaman sampai dengan Rp 10 miliar. Kedua, pengaturan restrukturisasi kredit untuk pinjaman di atas Rp 10 miliar.

Meskipun COVID-19 ini memberikan dampak yang besar, namun belum sampai pada penutupan bank. Masih sangat jauh dari hal tersebut. Sejauh ini, permasalahannya ada pada likuiditas. Namun, kembali lagi likuiditas ini lebih banyak karena faktor internal kekuatan masing-masing perbankan.

Makin Mendesak

Peran digitalisasi perbankan dalam situasi seperti

| June 2020

saat ini semakin krusial. Adanya kebijakan pembatasan sosial membuat aktivitas perbankan menjadi terbatas.

Beruntung, beberapa pelaku perbankan di Indonesia sudah sigap menerapkan digitalisasi sejak beberapa tahun ke belakang. Salah satu alasan perbankan menerapkan digital banking adalah kenyamanan nasabah.

Riset McKinsey pada tahun 2019 yang berjudul Digital banking in Indonesia: Building loyalty and generating growth menemukan fakta bahwa konsumen Indonesia semakin terbuka terhadap saluran digital. Di sisi lain, konsumen yang aktif secara digital membawa lebih banyak manfaat pada perekonomian Indonesia.

Beberapa faktor yang membuat konsumen di Indonesia cepat bermigrasi ke saluran digital tentunya adalah adopsi internet dan penggunaan smartphone yang meningkat pesat. Di satu sisi, tumbuhnya pelaku e-commerce dan layanan ride-hailing telah merangsang permintaan pada layanan perbankan digital yang mumpuni. Riset McKinsey menyebutkan, upaya bank dalam menjelaskan skema digitalisasi perbankan menjadi alasan utama konsumen menjajal layanan perbankan digital.

Sementara, riset PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia, PwC Survey: Digital banking in Indonesia 2018, terkait dengan disrupsi digital di industri perbankan ditemukan bahwa banyak pelaku perbankan di Indonesia saat ini sedang dan telah menggodok strategi perusahaan mereka untuk berkembang menjadi digital banking.

Sebagian besar bank di Indonesia, mulai dari Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank joint venture, bank lokal, bank BUMN, dan bank syariah telah mengikutsertakan sejumlah inisiatif digital sebagai bagian dari strategi perusahaan. Sekitar 66% responden survei mengindikasikan demikian. Hanya 12% responden yang menyatakan bahwa mereka menciptakan strategi digital sebagai bagian dari strategi teknologi informasi. Diikuti 16% responden yang telah menyertakan strategi digital sebagai bagian dari strategi produk atau nasabah mereka.

Survei ini juga menyebut, hanya 4% dari responden yang terindikasi telah memiliki dokumen strategi digital terpisah yang berdiri sendiri. Respons ini menunjukkan penerimaan strategi digital sebagai strategi usaha dan bukan semata-mata inisiatif divisi IT. Beberapa pemain perbankan di Indonesia semakin

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 057 mantap dan melaju dengan layanan digitalnya. Baik digitalisasi dalam bentuk sistem, kanal, hingga produk.

Beberapa nama seperti Bank BTPN dan Bank DBS telah muncul dengan layanan produk tabungan digital bernama Jenius dari Bank BTPN dan Digibank dari Bank DBS. Pemain-pemain besar lainnya, seperti BCA, Bank Mandiri, dan BRI juga memiliki produk-produk digital lainnya. Produknya beragam, seperti layanan cabang virtual hingga layanan manajemen keuangan. Bahkan, nasabah tidak perlu lagi antre dan menunggu lama untuk proses pengajuan, seperti layanan kredit.

“Jenius hadir sebagai solusi life finance bagi masyarakat digital savvy Indonesia dengan menggunakan platform digital sejak diluncurkan pada Agustus 2016. Teknologi digital adalah bagian inti dari produk bukan hanya sebagai kanal tambahan,” jelas Irwan S. Tisnabudi Digital Banking Head Bank BTPN. Ia menambahkan, di masa pandemi ini, perusahaannya memastikan layanan Jenius untuk membantu masyarakat Indonesia. Baginya, layanan perbankan digital memainkan peran sangat penting saat ini dalam membantu nasabah menjalani keseharian ataupun bisnis. Karenanya, Jenius berkomitmen untuk memberikan layanan yang maksimal dan menemani pengguna di mana pun dan kapan pun dengan tetap memprioritaskan kesehatan dan keamanan pengguna, karyawan, serta mitra.

Irwan meyakini inovasi dan pengembangan produk yang relevan merupakan prioritas. Melalui cara kerja yang gesit, proses pengembangan fitur dan layanan terus dilakukan. Proses pengembangan produk dimulai dengan proses co-creation yang tak lain upaya melibatkan nasabah.

Pada Maret lalu, BTPN memperkenalkan Jenius untuk bisnis yang terdiri dari Akun Bisnis dan Bisniskit.

Kedua inovasi tersebut dipersiapkan bagi pemilik bisnis baru untuk memiliki rekening khusus untuk kebutuhan bisnis dan perangkat untuk mengelola serta mengembangkan bisnis mereka. Aktivasinya dapat dilakukan dari rumah tanpa perlu datang ke bank, tanpa registrasi ulang, tanpa dokumen atau syarat tambahan, dan tanpa setoran minimum.

“Pengembangan fitur dan layanan tak berhenti meski ada pandemi. Kami tengah menyiapkan beberapa

inovasi dan pengembangan produk yang diharapkan dapat diterima dengan baik dan membantu kehidupan digital savvy dengan lebih mudah, cerdas, dan aman.

Tentunya, seluruh inovasi ini nantinya dapat digunakan dari rumah, dan tanpa perlu datang ke bank,” terang Irwan.

Jayaprawira Diah, EVP Digital Innovation Solution BCA, menilai transformasi digital, khususnya di BCA, didasarkan pada pembentukan budaya dan keinginan untuk terus memberikan layanan yang terbaik untuk seluruh pemangku kepentingan.

“Digitalisasi tidak memandang jenis bisnis apa pun.

Perusahaan yang ingin tetap bertahan harus melakukan transformasi sebelum ditinggal lari di era digital.

Transformasi digital tak akan terjadi dengan hanya berdiam diri,” jelas Jaya.

Menurut Jaya, industri apa pun sudah menyadari hadirnya revolusi industri 4.0. Di masa ini, transformasi digital dalam seluruh lini menjadi sebuah tuntutan agar bank tetap relevan dengan nasabah yang makin demanding. Hal ini juga diwujudkan dengan membantu pemerintah dalam mengembangkan cashless society.

BCA sudah melakukan inisiatif digitalisasi sejak belasan tahun lalu. Fakta ini mengacu pada dimulainya penggunaan mesin ATM oleh BCA. Berlanjut dengan menyediakan internet banking, KlikBCA, dan BCA mobile.

Ketika ekosistem pembayaran digital di Indonesia mulai berkembang dan tren pembayaran nontunai mulai lumrah digunakan masyarakat Indonesia, BCA mengembangkan sejumlah aplikasi dan fitur, seperti internet dan mobile banking, dan berbagai aplikasi, fitur, alat pembayaran nontunai. Sebut saja Flazz BCA, Sakuku, dan fitur-fitur, seperti QRku, OneKlik BCA, BCA Keyboard, Tarik Tunai Tanpa Kartu, dan Buka Rekening Online.

“Inti transformasi digital adalah solusi yang semakin baik kepada nasabah. Prinsip yang sama juga kami terapkan dalam inisiatif digitalisasi. BCA terus berinvestasi secara jangka panjang untuk masa depan,” jelas Jaya.

Bagi BCA, fondasi awal dalam melakukan transformasi digital adalah selalu membangun kesadaran dan pengetahuan terkait transformasi digital.

“Inti transformasi digital adalah solusi yang semakin baik kepada nasabah.

Prinsip yang sama juga kami terapkan dalam inisiatif digitalisasi. BCA terus berinvestasi secara jangka panjang untuk masa depan.”

Jayaprawira Diah, EVP Digital Innovation Solution BCA

Pertumbuhan Kredit Baru per Jenis Kredit

Pertumbuhan Kredit Baru (%,SBT)

(%,qtq) 60

100

71,7

75

QUOTE

70,6

57,8

30

(%,SBT) 100

83,1

75,8 74,7

70,3

75

77,0 50

68,2

65,0

0

50

25

25

23,7

-30 -60

0

I

II

III

2016

IV

I

II

III

IV

2017

SBT kredit Baru - Survei Perbankan (lhs) Realisasi Kredit Baru - LBU (rhs)

Sumber: Survei Perbankan Bank Indonesia

I

II

III

2018

IV

I

II

III

2019

IV

I 2020

16,7

28,0 30,4 0

15,1 (7,6)

-25

I

II

III

IV

2016 Kredit Modal Kerja

I

II

III

IV

2017 Kredit Investasi

I

II

III

IV

2018

I

II

III

IV

2019

Kredit Konsumsi

Sumber: Survei Perbankan Bank Indonesia

June 2020 |

I 2020

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 058 Sementara itu, tantangan terbesar bagi BCA adalah tetap menjadi lembaga keuangan yang gesit, fleksibel, dan tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat.

“Pengalaman pelanggan menjadi yang utama bagi Jenius. Jenius terus mendengarkan masukan masyarakat terkait produk dan layanan yang mereka butuhkan. Untuk itu, penting bagi kami menciptakan customer journey yang mudah, cerdas, dan aman.

Sejak awal, Jenius selalu memperhatikan customer pain points dan berupaya menghadirkan solusi atas kebutuhan tersebut,” jelas Irwan.

“Teknologi memang menimbulkan disrupsi dan peluang pada saat bersamaan. Namun, BCA menyadari arti pekerjaan yang lebih bermakna, yakni membangun konektivitas lebih intim dengan nasabah BCA sebagai manusia seutuhnya,” pungkas Jaya.

Perkuat Pengalaman

(%,SBT)

Riset MarkPlus, Inc., meyakini bahwa industri perbankan jauh sebelum pandemi melanda sudah mempersiapkan strategi perbankan digital baik dalam proses dan migrasi nasabah menuju kanal online.

Sebab itu, pelaku perbankan bila mengacu pada konsep MarkPlus, Inc., berada pada kuadran OMNI. Para pemain perbankan perlu memfokuskan strategi mereka untuk meningkatkan bisnis pada tahap selanjutnya, khususnya pascapandemi. Pertama, mereka bisa menawarkan layanan dengan teknologi terbaru. Pelaku perbankan dalam situasi ini harus mempersiapkan diri untuk pascapandemi. Perusahaan dapat memulai dengan mengadopsi teknologi generasi baru yang mendukung inovasi produk. Tujuannya adalah untuk melengkapi perusahaan dengan serangkaian produk dan layanan yang memenuhi preferensi pelanggan yang telah berubah selama pandemi.

Produk yang dikembangkan harus memenuhi harapan pelanggan akan produk dan layanan dengan kualitas lebih baik tetapi lebih terjangkau. Perusahaan juga dapat menemukan kembali cara memberikan pelayanan melalui pemanfaatan kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), serta otomatisasi.

Kedua, menghadirkan pengalaman OMNI yang terbaru. Peningkatan penggunaan internet mendorong ekspektasi konsumen yang lebih tinggi dari pengalaman sebelumnya. Imbasnya, perusahaan harus mulai meningkatkan pengalaman pelanggan mereka sepanjang customer path. Perusahaan dapat mengoptimalkan analisis data untuk menyediakan pelanggan dengan konten yang lebih pribadi sesuai dengan kepribadian mereka.

Teknologi artificiaI intelligence, augmented reality, dan virtual reality bisa dikembangkan untuk menambah pengalaman OMNI nasabah. “Jenius menggunakan OMNI Customer Experience pada berbagai touchpoints seperti booth Jenius, akses melalui aplikasi, website, dan keyboard, contact center, serta transaksi online & offline menggunakan Kartu Debit Jenius Visa. Integrasi pada OMNI Customer Experience tersebut dilakukan guna menghadirkan pengalaman pelanggan yang dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi,” terang Irwan.

Ketiga, memperkuat brand value. Lebih dari membuat kegiatan branding, perusahaan perlu mengomunikasikan nilai-nilai perusahaan yang relevan. Merek harus menunjukkan kepedulian dan pengertian bagi pelanggan dengan memberikan keringanan pembayaran dan memberikan layanan yang sangat baik.

| June 2020

Pertumbuhan Kredit Baru per Jenis Kredit Konsumsi 100 75

73,6

50

52,1 49,8 34,2 33,1

54,1 40,6 35,4

25

32,5

0 -25

6,4

-50

I

II

III

2016

KPR/KPA Multiguna

IV

I

II

III

2017

IV

I

II

III

30,2 21,3 18,9 12,7

IV

I

2018

Kendaraan Bermotor Kredit Tanpa Agunan

24,4

II

III 2019

IV

18,3 4,2 3,3 -4,7 -5,3 I 2020

Kartu Kredit

Sumber: Survei Perbankan Bank Indonesia

Indonesian banking customers are among Emerging Asia’s most enthusiastic adopters of digital banking.

Likely to use in next 6 months (10% of respondents)

Unlikely to use in next 6 months (10% of respondents)

Propensity to use digital banking in the next 6 months % of nondigital respondents having access to digital banking China

India

Indonesia

Philippines

Vietnam

Thailand

Malaysia

Myanmar

Note: N=555 for China; 1,512 for India; 339 for Indonesia, 589 for Philippines; 320 for Vietnam; 318 for Thailand; 216 for Malaysia; and 598 for Myanmar.

Sumber: McKinsey, Digital banking in Indonesia: Building loyalty and generating growth

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accele erating 059 Telecommunication

Gesit Bikin Terobosan Industri telekomunikasi memegang peran besar dalam memimpin transformasi digital. Lantaran dunia digital sarat dengan perubahan supercepat, pemain telekomunikasi tak boleh berhenti membuat terobosan-terobosan baru.

Oleh Annisa Bella

ndustri telekomunikasi sudah sering mengalami disrupsi teknologi. Saat revolusi digital meledak pada dua dekade lalu, banyak bisnis telekomunikasi tumbang. Bisnis layanan suara maupun pesan pendek, misalnya, mengalami penurunan sejak kehadiran media sosial maupun aplikasi pesan instan. Sejak itu, pemain telekomunikasi makin serius mengembangkan produk dan layanan berbasis digital.

Tantangan pemain di industri ini semakin berat seiring kemunculan perusahaan rintisan yang menawarkan teknologi terkini. Di sisi lain, tuntutan pelanggan semakin kompleks.

Fenomena itu terlihat dari hasil survei MarkPlus Insight dalam Industry Roundtable: Pre-Event Survey bertajuk Telecommunication Industry VS COVID-19. Menurut survei tersebut, perubahan perilaku pelanggan yang paling kentara terjadi pada penggunaan layanan komunikasi. Selama pandemi, penggunaan panggilan telepon semakin berkurang, hanya 3,2%. Sedangkan, porsi penggunaan video call meningkat hingga 39,5%, dan free internet voice call menjadi 57,3% dibandingkan sebelum pandemi terjadi.

Penggunaan data seluler pun bergeser ke fixed broadband (Wi-Fi), mengingat banyak aktivitas yang dilakukan konsumen dari rumah. Hal ini berdampak pada tuntutan konsumen yang kian kompleks. Di satu sisi, konsumen menginginkan layanan telekomunikasi dengan kapasitas dan kualitas terbaik, namun dengan harga murah. Perilaku ini tidak lepas dari daya beli masyarakat yang menurun akibat pandemi COVID-19.

Hasil riset McKinsey & Company terkait Family Share-of-Wallet in Broadband menemukan, pengeluaran untuk broadband berkurang dari 5% menjadi 4%. Ada kemungkinan 1% dari alokasi biaya tersebut dialokasikan untuk kebutuhan pokok dan kesehatan.

Para operator harus memastikan layanan mereka sampai dengan baik kepada konsumen. Jangan sampai harapan konsumen yang makin digital ini tidak terpenuhi. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah menyesuaikan layanan dengan daya beli konsumen sembari melakukan efisiensi pengeluaran.

“Saat ini, basis pengguna merupakan tangible asset yang sangat mahal. Mempertahankan hal tersebut di tengah kondisi daya beli masyarakat yang menurun dengan berbagai kemudahan layanan yang diberikan, termasuk internet gratis, merupakan hal yang tepat untuk menjaga keberlangsungan usaha,” jelas Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika RI. Dalam studi MarkPlus, Inc., berjudul Digitalization Strategy Amid COVID-19: One Size Doesn’t Fit All, industri telekomunikasi termasuk ke dalam kuadran OMNI yang notabane mengalami dampak paling ringan dari pandemi ini. Untuk itu, perusahaan di industri ini perlu lebih banyak melakukan langkah servicing sembari melakukan transformasi digital untuk dapat bertahan di masa kini dan nanti.

XL Axiata menjadi pemain yang melakukan dua langkah tersebut. Operator seluler ini menambah kapasitas kuota data dengan berbagai paket bundling tanpa mengurangi harga jual. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perang harga di pasaran.

Paket bundle tersebut disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas konsumen saat ini. Misalnya, menyediakan paket kuota untuk aplikasi ZOOM dan platform pendidikan.

Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby Sallyanto sepakat jika perusahaan telekomunikasi perlu melakukan langkah preparation. Pasalnya, perusahaan telekomunikasi yang telah menerapkan digitalisasi, baik dari sisi produk dan servis, marketing, channel, maupun proses akan lebih mudah untuk beradaptasi. Hal ini dapat langsung terasa pada pertumbuhan bisnis yang lebih positif. Sementara,

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 060 bagi perusahaan yang belum melakukan digitalisasi, Feby memprediksi terjadi pertumbuhan, namun tidak sekuat mereka yang melakukan digitalisasi.

XL Axiata membangun OMNI experience kepada konsumen mereka dengan menghadirkan layanan online dan offline. Contohnya, perusahaan tetap mengoperasikan gerai-gerai XL Center, namun pelayanan di gerai tersebut dipermudah dengan berbagai teknologi digital. Konsumen yang datang hanya mengurus hal-hal yang secara regulasi harus dilakukan dengan pertemuan fisik. Sisanya, semua bisa dilakukan secara digital. Alhasil, XL Axiata mampu memangkas seperempat waktu yang diperlukan untuk menangani persoalan yang diajukan konsumen.

Anak usaha Telkom Indonesia, IndiHome, juga menaruh fokus besar pada transformasi digital.

IndiHome memberikan digital touchpoints kepada konsumen melalui myIndiHome. Model touchpoint ini dapat memudahkan konsumen dalam berbagai hal, mulai dari penambahan bandwith, hingga pembayaran. Sementara, FirstMedia tengah mengembangkan portal digital self-care secara bertahap agar memudahkan konsumen untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.

“Merek akan bergerak ke arah transformasi digital karena transformasi ini dilihat sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, baik secara internal dan eksternal.

Secara eksternal, ini dapat meningkatkan customer experience,” ungkap Santiwati Basuki, Deputy Chief Marketing Officer PT Link Net Tbk. Namun, bukan hanya transformasi digital di lini depan, para pemain perlu melirik potensi lain.

Terdapat sejumlah opsi penerapan teknologi baru yang prospektif untuk dimainkan pelaku industri telekomunikasi, mulai dari penerapan 5G hingga pemanfaatan Internet of Things (IoT).

Studi telekomunikasi global bertajuk Digital Transformation for 2020 and Beyond yang dilakukan EY menunjukkan, 5G (77%) dan IoT (57%) menjadi jenis teknologi yang akan memiliki dampak besar pada industri selama lima tahun ke depan.

“Industri telekomunikasi saat ini bisa dipastikan mengalami kenaikan trafik. Namun, pendapatan flat karena keinginan konsumen tinggi, sementara daya beli rendah. Sejumlah operator seperti Telkomsel menghadirkan Telkomsel CloudX atau berbagai solusi video conference untuk menjawab perubahan perilaku customer, namun kita mungkin akan kalah dengan pemain yang lebih dulu menguasai pasar, seperti ZOOM, ungkap Arief Yahya, Senior Advisor MarkPlus, Inc. yang juga pernah menjabat CEO Telkom Indonesia.

Apa yang dikatakan Arief mungkin ada benarnya.

Industri telekomunikasi termasuk industri yang memiliki degree of survival yang tinggi, namun potential revenue yang rendah. Memang, potential

KEY FINDINGS Switching Behavior Overall

COMMUNICATION SERVICE PREFERENCE

33.5% during pandemic as well as online video/movie streaming from 76.6% to 85.5%

Despite the fact that there is signifi ant decline on data cellular usage, majority of respondent still very much dependent on data cellular during pandemic. The usage of Fixed Broadband (Wi-Fi) service has increased during pandemic from

BROADBAND SERVICE PREFERENCE

INTERNET QUOTA

36.6%

usage intensity of video conference which rises

MEDIA CONSUMPTION

33.9% to 42.7% Increase significanty Rank of consideration factor: 1. Network quality 1. Network speed 1. Network quality (stable connection) 2. Low price (stable connection) 2. Low price 2. Low price 3. Network quality 3. Interesting bundling 3. Network speed (stable connection) package Respondent will go back to prior behavior after COVID-19 ends After C-19

Before C -19

CONSIDERATION FACTORS

31.4%

increase in usage of video call service during increase signific ntly in usage of pandemic, although majority of respondent video call service in Nonstill use free internet voice call both in the era Jabodetabek area before and during pandemic There is no significant change of consumption in most accessed media, except

14.5%

19.4%

increase in above-Rp150,000/month consumption

11.30% 88.70%

12,1% 5,7% 1,6%

Yes No

Sumber: MarkPlus Insight, Telecommunication Industry VS COVID-19 (2020)

| June 2020

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 061 revenue perusahaan telekomunikasi akan decline karena mereka lebih banyak melakukan langkah servicing. Namun, akan terus survive lantaran demand yang terus naik.

Menurut Arief, perusahaan telekomunikasi mungkin bisa mulai mengembangkan layanan IoT. Pasalnya, teknologi IoT diprediksi akan segera booming. Dengan bermain di sana, kemungkinan pelaku telekomunikasi untuk menang bisa lebih besar lantaran kue pasar yang masih besar pula.

Jika ingin meningkatkan pendapatan bisnis, pelaku industri telekomunikasi perlu bertransformasi dari potential loser ke potential winner. Namun, para pemain perlu berhati-hati. Jangan sampai perusahaan memperluas bisnis inti mereka tanpa memiliki kompetensi inti di bidang tersebut.

Mengambil contoh dari sektor lain, kita bisa melihat bagaimana Gojek memperluas layanan mereka dari jasa transportasi orang ke jasa pengiriman makanan

(GoFood). Gojek memperluas layanan mereka tanpa mengesampingkan core competence, yakni jasa transportasi. Para pemain industri telekomunikasi bisa membidik sektor agrikultur dalam kaitan dengan pemanfaatan teknologi IoT. Mengingat, penerapan teknologi IoT ini kian dibutuhkan di tengah masa pandemi ini.

“XL Axiata melalui XL Enterprise sudah bergerak ke arah sana sejak tahun lalu. Semula, kami menyediakan solusi IoT untuk membantu efisiensi kerja klien kami di industri transportasi dan logistik. Kini, layanan tersebut kami perluas karena demand yang semakin tinggi di situasi saat ini,” jelas Feby.

Pada akhirnya, dengan mengembangkan berbagai opsi teknologi baru, memperkenalkan OMNI customer experience, dan terus memperkuat brand value, para pelaku bisnis telekomunikasi bisa menjaga keberlangsungan bisnis mereka. Siapkah Anda?

QUOTE “Saat ini, basis pengguna merupakan tangible asset yang sangat mahal.

Mempertahankan hal tersebut di tengah kondisi daya beli masyarakat yang menurun dengan berbagai kemudahan layanan yang diberikan termasuk internet gratis, merupakan hal yang tepat untuk menjaga keberlangsungan usaha.”

DECODING THE ECONOMICS OF COVID-19

POTENTIAL WINNERS & LOSERS IN THE SHORT TERM

Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika RI.

MANUFACTURING (NON -ESSENTIALS)

FINANCIAL SERVICES

CONTRUCTION

MEDICAL SUPPLY

& REAL ESTATE

AUTOMOTIVES

EDUCATION

POTENTIAL LOSERS

AVIATION &

& SERVICES

OIL & GAS

POTENTIAL WINNERS

FOOD PROCESSING & RETAIL

PERSONAL &

AGRICULTURE

MARITIME

HEALTHCARE

TOURISM & LEISURE

E-COMMERCE

ICT

Sumber: Dcode EFC Analysis (2020)

June 2020 |

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 062 e-Commerce

Tak Main Aman Meski saat ini sedang mendapat “durian jatuh”, pemain e-commerce tak boleh lengah. Mereka ditantang untu uk berani mengeksplorasi teknologi-teknologi baru yang mampu memberikan pengalaman baru untuk konsumennya. Saatnya mengencangkan ikat pinggan ng dan lari kencang.

Oleh Estu Dian Maranti dan Annisa Bella

aat banyak industri yang mengalami penurunan (declining), sektor e-commerce diperkirakan justru mengalami pertumbuhan signifikan (growing). Pasalnya, pembatasan sosial yang sedang diberlakukan sampai saat ini telah mengubah kebiasaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka cenderung tidak lagi belanja di toko ritel fisik untuk menghindari penularan dan beralih ke situs-situs belanja online.

Data dari GlobalWebIndex per April 2020 menunjukkan bahwa selama masa COVID-19, ratarata masyarakat dunia menghabiskan waktu lebih banyak berbelanja online dan mencapai 47% dari pengguna internet. Data perusahaan global di bidang periklanan Criteo S.A juga menunjukkan adanya lonjakan trafik situs web sebesar 50% pada seluruh aplikasi e-commerce di seluruh dunia.

Terkait produk, beberapa kategori mengalami kenaikan pemintaan. Hal ini dikarenakan konsumen saat ini cenderung membuat skala prioritas kebutuhan mereka. Banyak konsumen mengalokasikan uang lebih banyak untuk kebutuhan primer ketimbang sekunder maupun tersier, seperti kategori food and groceries (33%), household essentials (29%), serta personal care products (27%).

Survei yang dilakukan oleh MarkPlus Insight dalam Industry Roundtable: Pre-Event Survey bertajuk E-commerce and Applications (Tech) juga menunjukkan adanya perubahan perilaku konsumen di bidang e-commerce. Menurut survei ini, secara bulanan terjadi peningkatan 1,3% dalam pembelian barang groceries, seperti daging, buah, dan sayur melalui aplikasi.

Secara umum, kenaikan pencarian produk tampak pada kategori groceries (79,4%), makanan dan minuman (68,4%), dan produk kesehatan (49%).

Tidak hanya itu, aplikasi e-commerce menjadi aplikasi kedua terbanyak yang diunduh dalam masa pandemi, yaitu sebanyak 48,9%.

Para pemain e-commerce di Indonesia seperti Tokopedia, Lazada, dan Shopee mengalami lonjakan signifikan dalam jumlah transaksi. Kenaikan terjadi pada produk kesehatan, seperti masker dan hand sanitizer, serta produk bahan pokok.

Di Tokopedia, kategori kesehatan, keperluan rumah

| June 2020

tangga, makanan dan minuman menjadi tiga produk yang mengalami peningkatan signifikan. Bahkan, transaksi di kategori kesehatan mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dibanding pada masa normal.

“Hand sanitizer, vitamin, dan masker menjadi produk kesehatan yang paling banyak dicari. Nilai penjualan masker meningkat 197 kali dibanding bulan-bulan sebelumnya selama Maret. Dalam 42 menit, 72.000 hand sanitizer terjual habis. Selain itu, jumlah penjual baru pada kategori perawatan kesehatan dan pribadi meningkat sebesar hampir 2,5 kali dibandingkan bulan-bulan sebelumnya,” ujar Ekhel Chandra Wijaya, External Communication Senior Lead Tokopedia.

Sedangkan di kategori keperluan rumah tangga, produk paling diburu mencakup disinfektan, tisu dan air purifier. Di kategori makanan dan minuman, daging sapi, jahe, dan kurma mengalami peningkatan signifikan. Shopee juga menunjukkan adanya peningkatan penjualan di kategori barang tertentu. Menurut data internal Shopee, selama masa pembatasan sosial, terjadi peningkatan permintaan tiga kali lipat untuk produk kesehatan, seperti hand sanitizer dan masker.

“Transaksi dan jumlah kunjungan pengguna tetap tinggi pada aplikasi Shopee. Selain itu, ada pula peningkatan terhadap pencarian barang-barang di kategori kesehatan dan barang-barang kebutuhan sehari-hari,” ujar Aditya Maulana Noverdi, Public Relations Lead Shopee Indonesia.

Begitu pula Lazada yang mencatat peningkatan jumlah transaksi untuk kategori produk kesehatan dan kebersihan. Namun, pembelian barang-barang elektronik masih pun masih terjadi seperti TV, ponsel pintar, earphone, bahkan pop socket.

Sebelum pandemi, e-commerce sudah makin populer di Indonesia berkat edukasi gencar dari para pemainnya. Sektor ini diprediksi menjadi salah satu pendorong bagi Indonesia untuk memiliki nilai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

Riset Google, Temasek, dan Bain & Company yang bertajuk e-Conomy SEA 2019 memperkirakan, ekonomi Indonesia akan mencapai US$ 130 miliar pada tahun 2025. e-Commerce juga menjadi sektor dengan pertumbuhan pasar tertinggi dengan gross market value (GMV) mencapai US$ 21 miliar.

Penetrasi e-commerce makin besar lantaran makin

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 063 banyak jumlah orang yang melakukan belanja online selama masa sulit ini. Pertumbuhan ekonomi digital juga ikut naik. Termasuk ketika banyak peritel fisik mulai menjajakan produknya secara online.

Fernando Repi, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mengatakan, ritel offline mulai melakukan transformasi digital dengan meluncurkan aplikasi yang memungkinkan konsumennya memesan secara online. Selain itu, beberapa peritel menggandeng pemain e-commerce untuk menjual dagangannya. Beberapa juga sudah memanfaatkan aplikasi pesan instan untuk berjualan, seperti WhastApp.

Pertahankan Konsumen

Meski mengalami pertumbuhan pada masa COVID-19, sektor e-commerce juga perlu membuat strategi untuk dapat meningkatkan nilai tambah pada bisnis. Selain itu, para pemain yang sedang mendapat “durian jatuh” ini tidak boleh lengah karena masa pandemi ini tidaklah selamanya. Sebagai bisnis yang berbasis digital, pemain e-commerce tetap harus melakukan inovasi-inovasi karena konsumen akan semakin banyak tuntutan. Masa sekarang justru dimanfaatkan untuk mencari peluang dan terobosan baru demi kelangsungan bisnis di masa mendatang.

Terkait dengan kesiapan digitalisasi, sektor e-commerce berada di kuadran OMNI. Artinya, sektor ini memiliki kesiapan yang matang dalam migrasi digital, baik dari sisi proses bisnis atau konsumennya. Namun demikian, ini bukan berarti mereka tak menghadapi tantangan. Sikap gesit dan waspada kudu dipegang teguh mengingat lanskap industri bisa berubah secara cepat. Mentangmentang basis operasional bisnisnya sudah digital sejak awal, pemain e-commerce tidak boleh hanya

bermain aman. Momentum ini bisa dimanfaatkan untuk mengeksplorasi teknologi-teknologi baru dan memperkenalkan new OMNI customer experience.

Lazada, misalnya, menggunakan omnichannel untuk menawarkan pengalaman belanja yang mulus dan terintegrasi, baik di desktop, perangkat seluler, maupun e-mail. Analisis big data digunakan untuk memahami kebutuhan, perilaku, dan tren konsumen dengan lebih akurat.

“Data kami menunjukkan, konsumen baru akan kembali ke platform kami setelah melakukan pembelian pertama. Namun, hal ini tidak cukup.

Analisis data diperlukan untuk menyediakan layanan konsumen yang tepat, pengiriman tepat waktu, dan harga yang tepat untuk berbagai produk adalah hal yang kita butuhkan untuk menjadikan new normal,” kata Monika Rudijono, Chief Marketing Officer Lazada Indonesia.

Sedangkan Tokopedia menghadirkan berbagai inovasi digital untuk mempermudah masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan konsumen dan memfasilitasi penjual atau mitra dalam menangkap peluang saat pandemi. “Kami memanfaatkan komputasi awan untuk memaksimalkan analisis big data agar penjual bisa mendapatkan informasi yang relevan dan sudah dipersonalisasi,” jelas Ekhel.

Analisis data yang menggunakan artificial intelligence dan machine learning memungkinkan Tokopedia untuk mempelajari perilaku konsumen.

Tokopedia kemudian dapat mempersonalisasi setiap pesan yang dikirimkan melalui berbagai kanal yang sesuai dengan preferensi pengguna dan menciptakan brand experience yang bermakna.

Tokopedia juga melihat platform e-commerce sebagai wadah transformasi digital bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mereka pun

QUOTE “Keinginan pelanggan bisa berubah secara drastis. Setelah pandemi selesai, konsumen sebagian besar akan kembali berbelanja seturut kebutuhan dan keinginan mereka.

Karena itu, e-commerce harus siap dan waspada mengambil bagian dalam the new normal.”

Ignatius Untung, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).

COVID-19: SPENDING MORE TIME SHOPPING ONLINE PERCENTAGE OF INTERNET USERS AGED 16 TO 64* WHO SAY THEY’RE SPENDING MORE TIME SHOPPING ONLINE IN RECENT WEEKS

67%

47%

46% 41%

39%

37%

37%

35%

32%

32%

30%

30%

29%

28%

25%

24%

23%

Sumber: GlobalWebIndex, 2020, Coronavirus Multi-market Study

June 2020 |

NEW ZEALAND

PHILIPPINES

FRANCE

SPAIN

IRELAND

SOUTH AFRICA

AUSTRALIA

JAPAN

INDIA

ITALY

CANADA

GERMANY

UK

BRAZIL

USA

SINGAPORE

AVERAGE

CHINA

15%

N

A V I

G A T O

R

COVID-19, Digitalization is Accelerating 064 banyak melakukan kampanye yang menggandeng UKM, seperti kampanye #JagaEkonomiIndonesia selama masa pandemi COVID-19.

Menurut Ekhel, kolaborasi dengan mitra strategis seperti para pelaku UKM dapat memungkinkan adanya adanya integrasi antara online dan offline yang membantu masyarakat memenuhi kebutuhan selama masa karantina.

Banyak pemain e-commerce yang membuat produk yang disesuaikan dengan perilaku konsumen.

Contohnya, menawarkan berbagai macam hiburan melalui gamifikasi atau program edukasi. Hal yang sama dilakukan oleh Shopee dengan Shopee Games, seperti Shopee Tanam, Shopee Poly, Shopee Capit, Shopee Joget, dan Shopee Lempar. Selain menghibur, gamifikasi ini turut mendongkrak trafik pada aplikasi Shopee.

Sedangkan Lazada menghadirkan Shoppertainment dalam rangka membangun engagement dengan konsumen. “Kami memastikan setiap konsumen dapat memiliki pengalaman berbelanja yang paling aman, nyaman, dan menyenangkan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan mereka,” ujar Monika.

Lazada juga berusaha memenuhi kebutuhan konsumen untuk tetap produktif dan aktif. Mereka menggunakan konten livestreaming untuk berbagi

tips. Tidak hanya itu, untuk penjual, Lazada menawarkan edukasi program melalui webinar bertajuk #BeraniBerubah.

“Kami mendorong penjual menjadi lebih gesit selama pandemi. Program #BenihBaik membantu penjual dalam mengenali preferensi belanja konsumen dan beradaptasi dengan situasi,” jelas Monika.

Sama seperti Lazada, Tokopedia juga menghadirkan pengalaman berbelanja langsung (live shopping) yang terintegrasi dengan Tokopedia Play. Inovasi ini untuk membuat konsumen dapat berinteraksi langsung dengan para kreator konten, juga langsung membeli produknya secara streaming.

Pengembangan produk saja tidaklah cukup. Pelaku e-commerce perlu lebih gencar lagi mengoptimalkan posisinya sebagai platform digital. “Keinginan pelanggan bisa berubah secara drastis. Setelah pandemi selesai, konsumen sebagian besar akan kembali berbelanja seturut kebutuhan dan keinginan mereka. Karena itu, e-commerce harus siap dan waspada mengambil bagian dalam the new normal,” kata Ignatius Untung, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).

Betul demikian?

Focus Areas for Digital Transformation Efforts, Owner /Operators Big Data and Analytics

26%

Industrial Internet of Things (M2M)

17 % 17%

Data Integration (single source of truth)

Cyber secur it y

8%

Enterprise Resource Planning / Supply Chain Management

8%

Infrastructure, cloud and Data Centers

7% 7%

Collaboration

6%

Intelligence Advanced modelling, 4D and 5D, BIM, Digital Twin

2%

Enterprise Mobility Management

2%

Sumber: Frost & Sullivan, 2019, Leveraging Digital Transformation for Growth

| June 2020

Momentum PEMIMPIN YANG BERPIKIR MEGA

MENJALANI THE NEW NORMAL

TAK PERLU MENGUMBAR DISKON

FIRMOGRAFIS BERBASIS ORIENTASI PASAR DAN ORIENTASI DIGITALISASI

P. 066

P. 068

P. 070

P. 072

M

O

M

E N

T

U

M

019 066

Pemimpin yang Berpikir Mega Peran seorang pemimpin perusahaan di masa krisis bak seorang nakhoda kapal yang menerjang amukan badai di lautan. Dilema tentu datang ketika mereka harus menyelamatkan kapal beserta awak kapal dan isinya. Aspek kepemimpinan perlu dikedepankan ketimbang sekadar terjebak pada aspek manajerial.

Oleh Annisa Bella, Estu Dian Maranti

| June 2020

M

O

M

E N

T

U

M

067 erada di tengah kondisi sulit seperti masa pandemi menjadi tantangan besar bagi para pemimpin.

Kemampuan memimpin mereka diuji ketika perusahaan sedang terombang-ambing oleh badai krisis. Sayangnya, di saat krisis seperti saat ini, pemimpin bisnis cenderung terlalu fokus pada aspek manajerial dan melupakan peran kepemimpinan.

Padahal, menurut profesor bidang kepemimpinan di Harvard Business School John Kotter, hanya 10%-30% peran manajemen dalam sebuah transformasi.

Sedangkan, 70%-90% bergantung pada peran kepemimpinan. Menurut mantan Menteri Pariwisata RI yang juga pernah menjabat Direktur Utama Telkom Indonesia Arief Yahya, ada sejumlah konsep kepemimpinan yang harus diperhatikan oleh para pemimpin di masa krisis.

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemimpin adalah menerapkan pemikiran strategis (startegic thinking). Terdapat tiga jenis strategic thinking, yakni mikro, makro, dan mega. Seorang pemimpin dengan strategic thinking di level mikro hanya berpikir mengenai perusahaan dan produk. Pemikirannya hanya mengacu kepada “apa”, bukan mengenai “bagaimana” dan “mengapa”.

Sementara, seorang pemimpin dengan pemikiran makro, memiliki orientasi kepada customer (output). Secara sederhana, pola kerja mereka mengacu pada pemikiran “who wins the customer, wins the game”. Pemimpin dengan pemikiran makro cenderung mengedepankan customer, tanpa memikirkan perusahaan.

Sedangkan pemimpin yang baik, menurut Arief, harus memiliki kemampuan strategic thinking di level mega. Pasalnya, pemimpin di level ini, bukan lagi sekadar memikirkan perusahaan maupun customer, melainkan komunitas. Perusahaan-perusahaan besar di dunia, seperti Google, Facebook, dan Alibaba menjadi contoh nyata praktik mega thinking.

Ketika Facebook dibuat, Mark Zuckerberg tidak memikirkan dirinya sendiri ataupun perusahaan yang ia bangun. Lebih dari itu, ia berpikir ingin menciptakan kehidupan yang lebih baik dan mudah bagi setiap orang ketika Facebook hadir.

Google pun demikian. Mereka bisa sebesar ini karena orientasi mereka untuk memberikan yang terbaik bagi komunitas. Alibaba tak kalah mega.

Perusahaan yang dipimpin oleh Jack Ma ini mendonasikan test kit ke Amerika Serikat yang merupakan rival perang dagang China saat COVID-19 menghajar negara adidaya tersebut.

Selain itu, konsep leader as a father perlu dipegang oleh setiap pemimpin.

Seorang pemimpin harus memosisikan diri mereka sebagai seorang ayah bagi para karyawan. Mereka harus mampu menciptakan pemimpin-pemimpin lain yang jauh lebih hebat dari diri mereka.

“Jadilah seorang ayah yang senang melihat anak-anaknya lebih sukses. Cara ayah memperlakukan anaknya sebaiknya juga menjadi cara pemimpin bisnis memperlakukan anak buahnya,” tutur Arief Yahya dalam Virtual Jakarta CMO Club yang digelar MarkPlus, Inc., bulan lalu.

Seorang pemimpin juga harus memiliki mimpi besar yang akan mengalirkan energi ke orang lain. Namun, mereka juga harus memikirkan grand legacy lebih dulu. Hal pertama yang harus dipikirkan seorang pemimpin adalah hal terakhir yang kelak diwariskannya. “Sebagai seorang pemimpin, Anda harus ingat jika apa yang Anda putuskan hari ini akan dikenang selamalamanya. Apakah Anda berani menghadapi itu?” ujar Arief.

Jack Welch, mantan CEO General Electric (GE), meyakini ada empat hal yang harus dimiliki oleh para pemimpin.

Ia merangkumnya ke dalam 4E (Energy, Energize, Edge, Execute). Pemimpin yang baik juga tidak boleh mengorbankan karyawan di dalam perusahaan tersebut, terutama ketika krisis melanda.

Belajar dari pengalaman Alibaba dan Google, perusahaan yang mempertahankan karyawan mereka di saat sulit justru mampu berkembang menjadi perusahaan terbesar di dunia. Hal ini juga diterapkan oleh Arief ketika menjabat sebagai Direktur Utama Telkom Indonesia.

Kala itu, ia menginvestasikan Rp 1 triliun untuk pengembangan sumber daya manusia.

Telkom menyekolahkan 200 karyawan mereka per tahun ke berbagai perguruan tinggi terbaik di dunia, dan mengirim seribu karyawan ke seluruh dunia untuk kembali membawa proyek baru.

“Transformasi besar-besaran hanya bisa dilakukan oleh CEO. Menjadi CEO bagaikan melukis di atas kanvas putih. Selama tidak keluar dari frame, it’s okay. Kita harus yakin apa pun yang kita lakukan bisa memberikan value yang tinggi. Meskipun Telkom adalah perusahaan telekomunikasi, namun kami justru memosisikan orangorang sebagai aspek utama,” kata Arief Yahya.

Aspek lain yang tidak kalah penting dari kepemimpinan adalah spirituality (inner and outer focus). Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman MarkPlus, Inc. menekankan peran penting dari EQ (Emotional Quotient) dan PQ (Physical Quotient) bagi para pemimpin untuk dapat

bertahan di kala krisis.

“Pemimpin perlu menguasai EQ maupun PQ. EQ mengacu pada upaya mengendalikan diri untuk tetap tenang dan menjaga hubungan dengan karyawan maupun orang lain. Sedangkan PQ mengacu pada pemimpin yang harus terus memastikan dirinya dan karyawan sehat selama masa krisis,” ujar Hermawan.

Terakhir, seorang pemimpin juga perlu menyeimbangkan dua jenis emosi yang terlihat berlawanan tetapi bisa diharmoniskan, yaitu sikap waspada atau sense of crisis dengan penuh harapan.

Sikap waspada perlu ditanamkan dalam batin para karyawan agar mereka menyadari besarnya krisis yang sedang dihadapi dan bisa tahan banting.

Di sisi lain, pemimpin juga perlu memberikan harapan bahwa krisis akan berakhir dan perusahaan akan kembali pada kondisi yang lebih baik. Pemimpin tidak bisa terus menerus menularkan sikap waspada karena akan berdampak pada tingkat kecemasan dan stres karyawan.

Harapan juga perlu dibangun. Kembali lagi, nakhoda kapal memegang peran penting daripada sekadar peran manajerial untuk menyelamatkan kapal dan seluruh isi di dalamnya. Bagaimana dengan Anda?

QUOTE

“SEBAGAI SEORANG PEMIMPIN, ANDA HARUS INGAT JIKA APA YANG ANDA PUTUSKAN HARI INI AKAN DIKENANG SELAMALAMANYA. APAKAH ANDA BERANI MENGHADAPI ITU?” Arief Yahya Menteri Pariwisata RI 2014-2019

June 2020 |

M

O

M

E N

T

U

M

019 068

Special MarkPlus-30 Anniversary Media Talk

Menjalani The New Normal Pandemi COVID-19 berdampak pada aspek-aspek kehidupan masyarakat dunia saat ini. Mau tidak mau, masyarakat harus menerima dan membiasakan diri dengan apa yang disebut the new normal.

Oleh Estu Dian Maranti, Clara Ermaningtiastuti, Ign. Eko Adiwaluyo

| June 2020

ak dipungkiri pandemi COVID-19 telah mengubah cara pandang kita dalam menghadapi segala sesuatu. Perubahan ini tidak dapat dihindari dan terjadi dengan sangat cepat. Saat ini, kita bahkan sudah berada pada fase the new normal yang memaksa kita beradaptasi dengan kebiasaan baru.

“Perubahan yang terjadi saat ini bisa dianalogikan dengan upaya menyalip dalam pertandingan MotoGP. Ada dua perubahan yang berlangsung, yaitu perubahan arah dan perubahan kecepatan. COVID-19 memaksa kita mengubah lagi orientasi terkait apa yang telah kita lakukan,” ujar Prof.

Mohammad Nuh, Chairman South East Asian Press Council Network & Indonesian Press Council, dalam acara Special MarkPlus-30 Anniversary Media Talk, bulan lalu.

M

O

M

E N

T

U

M

069 Nuh menambahkan, COVID-19 menyebabkan rontoknya ketahanan beberapa sistem, mulai dari sosial, ekonomi, kesehatan, hingga tata kelola. Hal ini menjadi sebuah proses pembelajaran dan mendorong dilakukannya penataan ulang sistem-sistem tersebut demi menunjang kehidupan baru setelah COVID-19.

Contohnya dalam sistem sosial, individualisme sempat menjadi sebuah tren baru. Namun, dengan adanya COVID-19, individualisme menjadi rapuh. Saat ini, kita tidak bisa hidup sendiri, kita membutuhkan socio cohesiveness atau solidaritas antarindividu untuk bertahan di masa ketidakpastian.

Sementara, dalam sistem ekonomi, terjadi disrupsi dalam supply dan demand.

Pembatasan sejumlah aktivitas industri dan ruang gerak konsumen berdampak pada kondisi ekonomi. Di satu sisi, supply chain terganggu. Di sisi lain, demand konsumen berubah akibat kebijakan-kebijakan tersebut.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Kemal E. Gani, Ketua Forum Pemred yang juga Pemimpin Redaksi Grup SWA, confidence level konsumen Indonesia tengah menurun sangat tajam dan mengakibatkan perubahan pada perilaku konsumen dalam berbelanja. ”Sebelum krisis, confidence level konsumen mencapai 100% dan berdasarkan studi angkanya menjadi 15% saat krisis. Hal ini menunjukkan pergeseran prioritas konsumen,” ujar Kemal.

Kini, konsumen lebih memerhatikan kebutuhan pokok seperti makanan dan keperluan yang berkaitan dengan kesehatan.

Selain itu, dengan kebijakan yang membuat mereka tinggal di rumah, mereka juga fokus pada pengeluaran untuk pembayaran tagihan serta paket data.

Kemal mengungkapkan pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia juga mengucurkan dana besar sebagai stimulus untuk pergerakan ekonomi.

Setelah COVID-19 ini mereda, banyak yang memperkirakan adanya budaya dan konsumen baru di masyarakat.

Konsumen akan memiliki gaya hidup yang lebih sehat, terbiasa berkomunikasi secara virtual, berbelanja online, hingga lebih peduli pada lingkungan.

Selain sistem sosial dan ekonomi, sistem kesehatan mungkin yang paling terdampak.

Harapannya, setelah pandemi, sistem kesehatan negara akan dirombak sehingga siap menghadap krisis yang akan terjadi di masa depan.

“Upaya penyelesaian masalah-masalah tersebut bukan hanya berkonsentrasi saat pandemi ini saja, namun juga untuk jangka panjang. Kita akan menghadapi perubahan paradigma pada budaya kesehatan di

masyarakat,” kata M. Adib Khumaidi, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Adib mengatakan, masalah besar di sektor kesehatan di negara ini, antara lain minimnya fasilitas kesehatan, kurangnya SDM, ketersediaan obat-obatan, dan lainnya. Fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit tidak didesain untuk menghadapi pandemi seperti sekarang ini. Tidak ada rumah sakit khusus dengan kapasitas besar yang memiliki ventilator dan alat pendukung lainnya untuk menangani pasien yang terpapar COVID-19.

Terkait SDM, saat ini Indonesia hanya memiliki 1.100 dokter spesialis paru-paru dan 4.500 dokter spesialis penyakit dalam.

Dokter umum menjadi yang terbanyak di negara ini dengan jumlah 143.000 dokter yang sebagian besar di kota-kota besar di Pulau Jawa.

Selain itu, pandemi ini mengubah perilaku masyarakat Indonesia yang mulai sadar akan pentingnya kesehatan, seperti mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjaga stamina, dan sebagainya.

“Setelah pandemi, kebiasaan ini tidak akan ditinggalkan. Sebaliknya, kita harus memperkuatnya agar menjadi kebiasaan baru,” katanya.

Nuh menegaskan realitas baru ini harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pers. Kualitas pers ini bisa dibangun kalau ada kemerdekaan pers, khususnya dalam menjalankan fungsinya sebagai media edukasi, pemberdayaan, pencerahan, sekaligus hiburan. Selain itu, pers juga ditantang untuk semakin menumbuhkan nasionalisme di kalangan audiensnya.

Budiman Tanuredjo, wartawan senior Kompas, mengatakan bahwa media harus hadir sebagai clearing house of information atau rumah penjernih informasi. Media menghadapi masa yang tidak mudah di masa pandemi ini. Namun, media juga tetap harus ada dan memberikan informasi ke masyarakat.

“Bila fungsi media sebagai penjernih informasi tidak ada, maka informasi hanya akan didominasi oleh media sosial yang validitas informasinya tidak teruji. Jadi, fungsi media itu tetap penting di tengah keterbatasan media itu sendiri,” tegas Budiman.

Selain itu, sambung Budiman, COVID-19 ibarat sebuah operasi senyap yang meluluhlantakkan banyak lini kehidupan manusia. Namun, satu hal kekuatan besar yang dimiliki oleh Indonesia yang sering dilupakan adalah kekuatan masyarakat sipil.

“Masyarakat sipil dengan rasa solidaritas tinggi bergerak aktif melakukan donasi, menggerakkan voluntarisme, dan membantu orang-orang yang bahkan tidak mereka

kenal di masa sulit ini. Ini merupakan modal sosial luar biasa yang dimiliki Indonesia,” katanya.

Pandemi ini juga menunjukkan kualitas kepemimpinan, baik di pusat dan daerah, mana yang populis dan mana yang berorientasi pada pemecahan masalah. “Ini merupakan momen untuk mengevaluasi diri, termasuk mau melakukan apa ke depannya,” imbuh Budiman.

Ia menambahkan, optimisme harus tetap dikembangkan. Nantinya, akan ada perilaku-perilaku baru di berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, kesehatan, dan lainnya. “Harapannya adalah kita bisa melewati badai COVID-19 ini dan tidak berkembang dari krisis kesehatan, menjadi krisis sosial, menuju krisis ekonomi, dan krisis-krisis lainnya,” pungkasnya.

QUOTE

“PERUBAHAN YANG TERJADI SAAT INI BISA DIANALOGIKAN DENGAN UPAYA MENYALIP DALAM PERTANDINGAN MOTOGP. ADA DUA PERUBAHAN YANG BERLANGSUNG, YAITU PERUBAHAN ARAH DAN PERUBAHAN KECEPATAN. COVID-19 MEMAKSA KITA MENGUBAH LAGI ORIENTASI TERKAIT APA YANG TELAH KITA LAKUKAN.” Prof. Mohammad Nuh Chairman South East Asian Press Council Network & Indonesian Press Council.

June 2020 |

M

O

M

E N

T

U

M

019 070

Marketeers iClub

Tak Perlu Mengumbar Diskon Saat krisis, hendaknya perusahaan jangan terlalu suka mengumbar diskon. Masih banyak segmen konsumen yang mau membayar lebih.

Oleh Ramadhan Triwijanarko, Clara Ermaningtiastuti

emberikan pilihan kepada konsumen menjadi hal yang penting dilakukan oleh merek. Tetapi, pilihan yang diberikan tidak boleh terlalu banyak. Alasannya, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian merek.

Salah satunya adalah memahami segmensegmen konsumen dengan perbedaan karakternya.

“Pada waktu krisis, perusahaan cenderung memberikan diskon untuk mengakuisisi konsumen yang tertarik dengan harga lebih murah. Padahal, ada segmen-segmen lain yang mau membayar lebih untuk mendapatkan produk atau layanan yang tentunya lebih baik,” ujar Senior Vice President MarkPlus Institute Yosanova Savitry dalam webinar Marketeers iClub bertajuk The Surviving Tactic: Low Budget, High Intimacy pada bulan lalu.

Menurut Yosanova, ada tiga segmen penawaran selama masa krisis. Pertama, segmen Dumb. Kategori ini biasanya tertarik pada harga. Penawaran yang diberikan untuk segmen ini dapat dikategorikan sebagai produk yang baik (Good).

Kedua, segmen yang Smart yang lebih memikirkan value yang didapatkan dari apa yang mereka bayarkan. Mereka akan tertarik pada penawaran yang lebih baik dari sebelumnya (Better). Ketiga, Snob yang merupakan segmen yang fokus pada kualitas dan rela membayar lebih untuk mendapatkan produk atau layanan terbaik (Best).

| June 2020

50% OFF “Perlu diperhatikan ketika menyiapkan penawaran untuk masing-masing segmen, merek memastikan konsumen memahami batasan opsi Good dengan harga yang biasanya lebih murah dengan paket lain sesudahnya,” ujar Yosanova.

Harus ada konsistensi yang terbangun dari setiap paket segmen. Dengan ini, konsumen dapat melihat perbedaan masing-masing harga yang mereka bayarkan. Contohnya pada Spotify. Bagi pengguna yang telah membayar Spotify Premium, mereka mendapatkan tawaran musik streaming dengan opsi menikmati musik tanpa batas dan bebas iklan.

Yosanova mengingatkan, pada masa krisis ini, merek jangan sampai kehilangan segmen lama karena terlalu fokus pada akuisisi segmen baru. Pasalnya, belum tentu segmen baru yang dikejar tersebut memiliki kemauan untuk membayar lebih tinggi atau lebih loyal.

Peluang Segmen Lain Sementara itu, anjuran physical distancing yang dikeluarkan oleh pemerintah berhasil mengurangi mobilitas masyarakat di luar rumah. Hal ini tercermin dengan sekitar 52% orang telah mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Regulasi tersebut juga membuat perubahan belanja di kalangan masyarakat.

Menurut Achmad Syarif Hidayat, CEO PT MD Media, perubahan tersebut mengacu pada kebiasaan belanja offline menjadi online. Selain itu, ada juga pergeseran dari barang-barang yang diinginkan menjadi barang-barang yang dibutuhkan. Tentunya

ini memunculkan peluang dan juga segmensegmen baru.

Bisnis di industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE), misalnya, mulai bergeser pada pelaksanaan acara online. Hal yang sama juga terjadi pada bisnis periklanan, seperti medium periklanan Out-of-Home (OOH). Industri periklanan sekarang ini bagi MD Media memiliki tantangan yang tidak kecil. “Tapi, ada peluang OOH yang mana penggunaannya selama pandemi makin tinggi dengan digital OOH melalui lokasi-lokasi yang dekat dengan lokasi ritel,” jelas Achmad.

Untuk menangkap tantangan tersebut, MD media meluncurkan AdsQoo. Produk ini merupakan alat yang bisa digunakan oleh pelaku bisnis. Meskipun tetap di rumah saja, mereka tetap bisa lakukan advertising secara real-time. “Dengan Rp 300 saja, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) bisa melakukan promosi melalui medium sms broadcast,” tambah Achmad.

Tidak hanya UKM, solusi MD Media ini juga mencakup solusi untuk pelaku bisnis enterprise dan komunitas. Bagi Achmad, adanya segmen komunitas memberikan napas baru dalam industri OOH. Alasannya, materi dan tujuan komunitas dalam beriklan cenderung lebih unik.

“Biasanya, OOH digunakan oleh merek. Sekarang, komunitas bisa masuk ke dalamnya. Salah satunya adalah komunitas penggemar K-Pop. Komunitas ini memanfaatkan OOH hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada artis idolanya,” tutup Achmad.

M

O

M

E N

T

U

M

071

QUOTE

“PADA WAKTU KRISIS, PERUSAHAAN CENDERUNG MEMBERIKAN DISKON UNTUK MENGAKUISISI KONSUMEN YANG TERTARIK DENGAN HARGA LEBIH MURAH. PADAHAL, ADA SEGMEN-SEGMEN LAIN YANG MAU MEMBAYAR LEBIH UNTUK MENDAPATKAN PRODUK ATAU LAYANAN YANG TENTUNYA LEBIH BAIK.” Yosanova Savitry Senior Vice President MarkPlus Institute

Surviving the Corona, Preparing the Post A Actualizing

S Surviving/ Servicing Q1

Q3

Q2

Q4

P Preparing MARKETING

Customer

Product

Brand

OPERATION

Cost

Delivery

Quality

Intimacy

Innovation

Humanity

TECHNOLOGY

“LOW BUDGET, HIGH INTIMACY” Sumber: Kartajaya, Hermawan (2020). Surviving the Corona, Preparing the Post., MarkPlus Analysis

Three offering tiers for three crisis segments

GET THE …

KEEP THE …

GROW THE …

SEGMENT

DUMB

SMART

SNOB

CONCERN

PRICE

VALUE

QUALITY

OFFERING

GOOD

BETTER

BEST

Sumber: Kartajaya, H. (2007). Hermawan Kartajaya on Segmentation., MarkPlus Analysis

June 2020 |

M

O

M

E N

T

U

M

019 072

Firmografis Berbasis Orientasi Pasar dan Orientasi Digitalisasi Lanskap bisnis tidak seperti dulu lagi. Lingkungan makro semakin sulit diterka dan berubah sewaktu-waktu seolah menghadirkan pandemonium tanpa akhir. Perkembangan teknologi informasi semakin cepat. Regulasi seolah sering tertinggal dan sulit mengakomodasi perubahan itu.

Oleh Jacky Mussry Deputy Chairman, MarkPlus, Inc. CEO, MarkPlus Institute

| June 2020

M

O

M

E N

T

U

M

073 erubahan perilaku masyarakat banyak dipicu oleh teknologi. Stabilitas ekonomi semakin sulit dijaga karena tekanan global dan kompleksnya kondisi dalam negeri.

Pasar semakin terbuka dan market-level playing menjadi kenyataan.

Lingkungan makro seperti ini membuat kompetisi semakin penuh ketidakpastian.

Banyak para pemain baru entah dari mana tiba-tiba muncul dengan kekuatan luar biasa dan sangat agresif berkompetisi dengan petahana. Beberapa harus gulung tikar dalam sekejap. Sebagian ada yang bertahan dan berusaha bertransformasi.

Para pelanggan menjadi pusat gravitasi dan sumber kompleksitas. Mereka menjadi berkuasa salah satunya juga karena diberdayakan teknologi. Konsumen menjadi research-minded dalam proses pengambilan keputusan.

Berbagai program loyalitas pelanggan ditengarai sudah tidak ampuh lagi menciptakan mekanisme mengunci. Pelanggan hanya loyal apabila suatu produk—baik barang atau jasa—bisa memberikan solusi bagi permasalahan mendasar yang mereka hadapi.

Lanskap bisnis seperti ini merupakan momok sekaligus kesempatan bagi perusahaan dalam mencari jurus ampuh untuk menghadapinya. Berbagai jurus normatif kini menemui keusangannya dan sering gagal ketika direplikasi. Banyak perusahaan kehilangan arah karena bingung menghadapi perubahan yang tidak jelas trayektorinya.

Basis data konvensional tidak lagi dapat menjadi landasan pengembangan strategi jitu, bahkan suatu strategi sering dipertanyakan apa gunanya apabila faktanya perusahaan harus lebih banyak bermanuver taktis karena prioritas bertahan dalam jangka pendek. Kemampuan adaptasi yang cepat menjadi kata kunci apabila ingin tetap eksis dari waktu ke waktu karena keunggulan kompetitif berkelanjutan semakin sulit direalisasikan.

Relevansi Orientasi Pasar Orientasi pasar merupakan topik yang telah dibahas dalam beberapa dekade ini.

Beberapa nama besar sering disebut-sebut di berbagai jurnal ilmiah terkait dengan sudut pandang mereka mengenai orientasi pasar, antara lain Kohli dan Jaworski (MARKOR), Narver dan Slater (MKTOR), serta Deshpande.

Pasangan Kohli-Jaworski memusatkan perhatian orientasi pasarnya pada tiga subdimensi, yaitu akuisisi informasi,

diseminasi informasi, dan koordinasi.

Sedangkan pasangan Narver-Slater memfokuskan modelnya dalam subdimensi orientasi pelanggan, orientasi pesaing, koordinasi antarfungsi, pengadaan informasi intelijen, penyebaran informasi intelijen, serta ketanggapan. Deshpande cenderung lebih sempit perhatiannya yaitu pada perspektif pelanggan yang mencakup kepuasan pelanggan, kebutuhan pelanggan, pengalaman pelanggan (customer experience), penyediaan pelayanan pelanggan, serta kualitas produk dan layanan yang diberikan.

Meskipun terkesan berbeda namun terdapat konsistensi antara ketiga sudut pandang tersebut, yaitu ketiganya sangatlah customer-centric. Hal ini menjadi krusial sejalan dengan bergesernya posisi menawar ke sisi pelanggan sehingga orientasi pasar yang customer-centric menjadi semakin relevan.

Model orientasi pasar, khususnya yang dikembangkan oleh Kohli-Jaworski serta Narver-Slater, telah melihat pentingnya informasi pasar dalam proses pengambilan keputusan perusahaan yang harus diikuti eksekusi yang cepat. Hal ini semakin relevan dalam kondisi saat ini ketika informasi pasar yang akurat, cepat, dan relevan merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan menciptakan keunggulan kompetitif baik yang sifatnya sementara ataupun berkelanjutan.

Ketiga model tersebut dikembangkan ketika dunia belum diwarnai dengan meluasnya Internet, artificial intelligence, cloud computing, berbagai platform media sosial, dan sebagainya yang mengubah karakter lingkungan bisnis dan pada gilirannya mengubah cara berkompetisi yang berbasis teknologi. Ketiga konsep orientasi pasar tersebut dikembangkan sebelum era pemasaran digital berkembang seperti sekarang.

Ekosistem pemasaran yang semakin horizontal, inklusif, dan sosial membuat pendekatan New Wave Marketing menjadi semakin relevan bagi perusahaan yang dapat memahami kesenjangan kondisi eksternal dan internalnya. Hal ini kemudian diterjemahkan dalam berbagai strategi dan taktik pemasaran yang dinamis dan sangat customer-centric.

Digitalisasi sebagai Pemberdaya Akhir tahun 90-an, Bill Gates mengatakan bahwa bisnis harus dapat bergerak secepat pikiran. Hal ini hanya mungkin apabila bisnis dan teknologi diintegrasikan. Gates mengatakan, infrastruktur digital dan jejaring informasi merupakan kendaraan bagi perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif.

Ketika teknologi digital masih belum sempurna mengakomodasi dinamika pelanggan fokusnya semata pada penciptaan efisiensi dalam rantai nilai perusahaan.

Tidaklah heran ketika itu buzzword-nya adalah Enterprise Resource Planning (ERP) yang kemudian berlanjut ke hulu dengan Supply Chain Management (SCM) lalu berkembang ke hilir dengan Customer Relationship Management (CRM). Semakin sentralnya peran CRM merupakan awal berbagai perusahaan menyadari bahwa kekuatan pelanggan menjadi semakin besar dan tidak dapat disepelekan.

Gates juga mengungkapkan bahwa suatu perusahaan yang berorientasi pasar kuat namun tidak diberdayakan dengan teknologi cenderung akan kalah kompetitif dengan perusahaan yang orientasi pasarnya berbasis teknologi.

Kini, banyak pemain baru dengan model bisnis sama sekali berbeda dengan para pemain yang telah lama eksis bermodel bisnis konvensional bahkan tradisional.

Tidaklah heran apabila banyak perusahaan yang sudah lama eksis dan besar kemudian menjadi tertatih-tatih seperti dinosaurus ketika berhadapan dengan perusahaanperusahaan ‘kemarin sore’ yang sarat teknologi tersebut.

Demografi masyarakat juga bergeser.

Kelompok usia muda membesar yang kemudian kita kenal dengan sebutan milenial. Mobilitas mereka sangat tinggi dan selalu terkoneksi membuat mereka mendapat julukan digital native. Hal ini melengkapi tantangan yang harus dihadapi oleh berbagai perusahaan ‘old-school’ yang penuh dengan digital immigrant untuk segera bertransformasi digital besarbesaran. CRM yang dulu perkasa menjadi kurang efektif dengan kehadiran big data.

Sejak era awal ERP, SCM, dan CRM kita sering mendengar bahwa tidak semua perusahaan mudah bertransformasi dalam sekejap menjadi perusahaan digital. Hal ini karena lemahnya orientasi digitalisasi suatu perusahaan. Penerapan teknologi digital dalam suatu perusahaan berisiko gagal apabila perusahaan tidak memiliki visi digital apalagi jika misinya sudah tidak relevan lagi.

Orientasi digitalisasi harus dimulai dari niat pemimpin tertinggi perusahaan, didukung dengan berbagai sumber daya (berwujud dan nirwujud), serta kapabilitas mumpuni untuk memanfaatkan segala sumber daya tersebut dan mengonversikannya menjadi suatu kompetensi.

Jelas bahwa digitalisasi tidak sekadar menempelkan teknologi canggih di suatu perusahaan. Namun, merupakan proses perubahan radikal dan menyakitkan.

June 2020 |

M

O

M

E N

T

U

M

019 074 Hanya perusahaan yang tinggi orientasi digitalisasinya yang mampu melewati disrupsi brutal ini.

empat jenis firmografis (firmographic), yaitu puritan, conservative, reactive, dan progressive.

Firmografis dalam Digimarkor Matrix Ada hipotesis bahwa semakin tinggi orientasi pasar di suatu perusahaan maka perusahaan akan semakin kompetitif dan pada gilirannya kinerjanya semakin baik.

Demikian juga perusahaan yang semakin kuat orientasi digitalisasinya akan memiliki daya kompetitif yang semakin kuat dan akan berdampak positif pada kinerja perusahaan.

Apabila kedua proposisi tersebut digabungkan maka dapat dikatakan bahwa orientasi pasar yang kuat yang diberdayakan oleh teknologi akan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan dan meningkatkan kinerjanya (demikian pula sebaliknya). Berdasarkan proposisi ini, dapat dikembangkan suatu matriks yang disebut Digimarkor Matrix.

Matriks tersebut terdiri dari dua sumbu yang menyatakan tinggi-rendahnya tingkat orientasi digitalisasi (digitalization orientation) dan orientasi pasar (market orientation). Dalam matriks tersebut perusahaan dikelompokkan kedalam

Puritan Perusahaan masuk ke dalam jenis firmografis ini apabila memiliki orientasi digitalisasi dan juga orientasi pasar yang rendah. Perusahaan puritan menerapkan pendekatan pemasaran tradisional dengan penekanan pada aspek taktis yang cenderung product-centric karena karakter manajemennya masih inward-looking.

Organisasinya tidak adaptif.

Rigiditas ini menyulitkan perusahaan untuk mengadopsi teknologi digital karena complacent dengan hasil yang ada.

Pengelolaan bisnis untuk proses internal (termasuk pengembangan produk) dan pengelolaan pelanggan masih belum mengandalkan teknologi. Pengukuran kinerja perusahaan belum komprehensif karena cenderung subyektif dan mengacu pada KPI finansial dan nonfinansial yang terbatas.

Customer engagement masih rendah dan customer experience bukan prioritas, sehingga loyalitas pelanggan rendah.

Kuat Lemah

Orientasi Digitalisasi

DIGIMARKOR MATRIX

Reactive

Progressive

Puritan

Conservative

Lemah

Kuat

Orientasi Pasar | June 2020

Kurangnya perhatian terhadap ekspektasi pelanggan menyebabkan produk-produknya cenderung rendah diferensiasinya dan layanan pendukungnya belum begitu berkembang. Rendahnya diferensiasi juga menjadi salah satu penyebab kecilnya marjin keuntungan karena sifat produknya seperti komoditi yang memaksa perusahaan menjadi price-taker.

Distribusi mengandalkan brick-andmortar serta komunikasi pemasaran mengandalkan above-the-line dan belowthe-line yang terbatas dan sifatnya offline.

Brand yang diusung terkesan sekadar nama dan tidak memiliki positioning jelas.

Conservative Perusahaan masuk dalam jenis firmografis conservative apabila memiliki orientasi digitalisasi yang rendah namun kuat orientasi pasarnya. Perusahaan conservative menerapkan pendekatan pemasaran konvensional yang lebih kompleks karena telah menggabungkan aspek strategis dan taktis pemasaran sehingga dua dari tiga kapabilitas dasar pemasaran—yaitu customer management dan product management—sudah berjalan cukup baik.

Perusahaan sangat customer-centric karena karakter manajemen yang outwardlooking namun delivery produk dan layanan masih mengandalkan infrastruktur fisik.

Organisasinya sudah adaptif karena inersia yang kecil namun masih alergi mengadopsi teknologi digital secara masif. Manajemen percaya bahwa dengan kondisi yang ada untuk sementara hasilnya sudah sesuai harapan. Pengelolaan bisnis untuk proses internal (termasuk pengembangan dan pembuatan produk) sudah dirancang agar dapat mengantisipasi pasar yang dinamis. Pengelolaan pelanggannya masih mengandalkan teknologi CRM konvensional.

Pengukuran kinerja perusahaan sudah komprehensif dengan menggabungkan pendekatan objektif dan subjektif di berbagai KPI konvensional baik finansial maupun nonfinansial.

Customer engagement sudah cukup kuat dan customer experience sudah merupakan prioritas meskipun terbatas pada sejumlah touch-point fisik, namun demikian sudah bisa menciptakan loyalitas pelanggan yang kerap didukung dengan berbagai loyalty program. Perusahaan sudah memperhatikan ekspektasi pelanggan sehingga diferensiasi produknya cukup kuat dan disertai layanan pendukung yang mumpuni. Diferensiasi produk menjadi salah satu penentu perolehan marjin keuntungan yang lebih besar karena memungkinkan perusahaan menjadi pricemaker.

Distribusi mengandalkan fisik dan

M

O

M

E N

T

U

M

075 kadang mencoba mempergunakan platform e-commerce yang disediakan oleh pihak lain namun lebih bersifat nice-to-have.

Komunikasi pemasaran mengandalkan above-the-line dan below-the-line yang cukup masif dan kadang didukung dengan media sosial sebagai pelengkap.

Brand sudah cukup kuat dan memiliki positioning jelas. Dalam jangka menengah perusahaan conservative ini masih dapat bertahan karena memiliki temporary competitive advantage yang dibangun berdasarkan pendekatan customercentricity. Dalam jangka panjang eksistensi perusahaan conservative menunjukkan kerentanan.

Reactive Perusahaan masuk dalam jenis firmografis reactive apabila memiliki orientasi digitalisasi yang kuat namun lemah orientasi pasarnya. Disebut reactive karena perusahaan ini sebenarnya masih product-centric namun sudah ikut-ikutan mengadopsi teknologi layaknya perusahaanperusahaan new breed yang sejak berdirinya sudah berorientasi digitalisasi kuat.

Pendekatan pemasaran perusahaan reactive masih berbasis product management namun diberdayakan teknologi digital sehingga perusahaan dapat menjangkau pasar yang sangat luas. Dengan teknologi mereka dapat menjalankan customer management yang cukup baik terutama pada sejumlah proses tertentu seperti pembelian, pembayaran, penanganan keluhan, dan sebagainya namun belum sampai pada tahap pembentukan engagement yang kuat dengan pelanggan.

Manajemen masih cenderung inwardlooking meskipun delivery produk (baik barang dan jasa) serta layanannya sudah banyak mengandalkan infrastruktur nonfisik. Berbagai bentuk infrastruktur fisik biasanya bukan bagian dari aset perusahaan namun merupakan aset pihak lain yang terintegrasi dalam rantai nilai perusahaan seperti logistik, perbankan, transportasi, dan sebagainya.

Pengelolaan bisnis lebih diarahkan untuk mengelola jumlah pelanggan yang besar serta tersebar dalam cakupan geografis yang relatif luas. Pengelolaan pelanggan sudah mempergunakan berbagai platform teknologi canggih seperti chatbot, apps, media sosial, machine learning, mobile device, automation, sampai pada penggunaan artificial intelligence.

Selain mempergunakan pengukuran kinerja tradisional berdasarkan sejumlah KPI finansial, perusahaan reactive juga mempergunakan sejumlah metrik digital traction yang terdiri dari scale, active users, dan juga engagement.

Meski perusahaan reactive masih belum terlalu peduli dengan salah satu elemen digital traction tersebut, yaitu elemen engagement, namun sudah memberikan customer experience pada sejumlah touch-point yang turut berperan pada pembentukan loyalitas pelanggan.

Perusahaan kadang meluncurkan berbagai gimmick atau loyalty program untuk mempertahankan pelanggannya.

Kapabilitas distribusi mengandalkan fasilitas fisik pihak lain yang bermitra namun semua proses dilakukan menggunakan platform e-commerce canggih yang dibangun sendiri dan/atau platform pihak lain. Platform e-commerce adalah mutlak (must-have) bagi perusahaan seperti ini. Komunikasi pemasaran mengandalkan berbagai platform online baik untuk abovethe-line dan below-the-line serta kadang mempergunakan sejumlah media offline konvensional sebagai pelengkap khususnya untuk membantu menciptakan awareness dan appeal.

Brand sudah memiliki positioning yang jelas. Dalam jangka menengah perusahaan reactive dapat bertahan karena memiliki temporary competitive advantage yang dibangun berdasarkan kekuatan digital interface dengan para pelanggannya.

Sama halnya dengan perusahaan conservative, eksistensi perusahaan reactive dalam jangka panjang masih menyiratkan ketidakpastian.

Progressive Perusahaan dengan firmografis progressive adalah yang memiliki orientasi digitalisasi yang kuat dan sekaligus kuat orientasi pasarnya. Dikatakan progressive karena perusahaan mampu mengikuti dinamika pasar dengan menggabungkan kemampuan pengembangan produk dan layanan dengan preferensi pasar yang selalu berubah-ubah sedemikian rupa sehingga dapat memberikan solusi terbaik bagi konsumen. Sifat progresif inilah yang memungkinkan perusahaan mampu berorientasi ke solusi (solution-centric).

Pendekatan pemasarannya tidak hanya mengacu pada kapabilitas product management dan customer management, namun juga melengkapi kapabilitas pemasarannya dengan kapabilitas ketiga, yaitu kapabilitas brand management.

Perusahaan dapat melakukan customer managament berbasis teknologi digital tidak terbatas pada proses pembelian, pembayaran, penanganan keluhan, serta berbagai layanan lainnya namun juga pada aspek customization dari seluruh layanannya. Perusahaan bahkan membolehkan pelanggan untuk mengambilalih sebagian dari berbagai proses layanan

perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan berkolaborasi dengan para pelanggannya sebagai bagian dari proses value delivery.

Hal ini menciptakan personalized customer experience yang kuat afinitas engagementnya.

Platform teknologi digital perusahaan membolehkan konsumen melakukan product customization dengan varian sangat lebar sehingga dapat memenuhi bukan saja needs, wants, dan expectations para pelangganya namun juga anxieties dan desires mereka. Produk dan layanan merupakan hasil co-creation antara perusahaan dengan konsumennya sehingga sangat relevan bagi setiap pelanggan karena pelanggan dapat memproduksi sendiri dan sekaligus mengonsumsinya. Ini merupakan realisasi konsep ‘production by consumers’ atau prosumer buah pikiran futuris Alvin Toffler pada tahun 80-an.

Manajemen perusahaan selalu berusaha menyeimbangkan pendekatan inwardlooking dan outward-looking, dengan cermat mencari kesenjangannya, kemudian menutupi celah kesenjangan tersebut secara efektif dan efisien. Ini merupakan upaya perusahaan untuk menyeimbangkan perspektif resource-based dan marketbased yang selama ini menjadi dikotomi yang tidak kunjung selesai perdebatannya.

Perusahaan mampu memiliki marketing ambidexterity yang tinggi sehingga dapat berkembang melalui upaya eksploitasi yang sejalan dengan perspektif resource-based serta upaya eksplorasi yang sejalan dengan perspektif market-based.

Perusahaan mampu mengintegrasikan pendekatan offline dengan online di semua aspek secara konsisten. Dengan demikian delivery produk dan layanannya dapat dilakukan dengan pendekatan omnichannel. Webrooming dan showrooming sudah berjalan paralel sekaligus mewarnai cara pendistribusian produk dan layanannya. Ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan adaptif sangat tinggi. Perusahaan dapat melepaskan diri dari status-quo kondisi market-driven dan justru mengambil peran market-driving yang dapat mendisrupsi lingkungan bisnis secara signifikan.

Memanfaatkan semua platform hi-tech merupakan keharusan bagi perusahaan progressive dan mereka memanfaatkannya dengan sangat baik sehingga menghasilkan suatu digital traction yang kuat sampai pada elemen engagement sekali pun. Peran big data dan artifical intelligence sudah dominan di perusahaan progressive.

Pengukuran kinerja berdasarkan metrik digital dipergunakan berdampingan dengan metrik finansial dan nonfinansial lainnya termasuk perhatian pada pengukuran aspek

June 2020 |

M

O

M

E N

T

U

M

019 076 customer experience yang merupakan faktor penting pembentukan loyalitas pelanggan.

Pendekatan solution-centric merupakan landasan pembentukan loyalitas pelanggan sesungguhnya karena secara natural solusi dapat menciptakan lock-in mechanism.

Solusi berupa produk dan layanan yang personalized serta customized experience yang sifatnya end-to-end merupakan kodifikasi DNA perusahaan progressive yang merupakan senjata ampuh untuk mengimbangi kekuatan menawar para pelanggan yang tech-savvy, kritis, dan sangat demanding.

Perusahaan progressive menetapkan harga relatif yang dinamis (dynamic pricing) seperti layaknya currency karena tergantung pada konteks individual setiap pelanggan dari berbagai bagian geografis, demografis, perilaku, dan psikografis yang intinya mau membayar produk dan layanan yang mereka rancang sendiri guna memenuhi kebutuhan spesifiknya.

Perusahaan progressive mampu memadukan dengan seimbang penggunaan berbagai pendekatan komunikasi pemasaran antara above-the-line dan below-the-line dengan offline dan online di setiap tahapan dari penciptaan awareness, appeal, ask, act, hingga advocacy. Komunikasi pemasaran memberi ruang untuk komunikasi dua-

Puritan Organization

| June 2020

Rigid, st

arah (conversation) antara perusahaan dan pelanggan. Brand sudah menjelma menjadi living brand yang dapat memahami aspirasi pasar dan para pelanggan serta memberi kemudahan bagi para pelanggan untuk berinteraksi baik dengan perusahaan dan antar-pelanggan. Brand perusahaan progressive melambangkan ubiquitousness, relevansi yang tinggi, dan seamlessness.

Perusahaan progressive merupakan perusahaan ‘new breed’ yang sudah banyak menerapkan pendekatan New Wave Marketing dan dalam jangka panjang dapat bertahan karena memiliki sustainable competitive advantage yang dibangun berdasarkan kekuatan immersive-nya dengan para pelanggan.

Rekomendasi Dari apa yang telah dijabarkan terlihat bahwa komponen digitalisasi sebenarnya melengkapi konsep orientasi pasar Kohli-Jaworski, Narver-Slater, dan juga Deshpande yang tidak menyinggung aspek teknologi secara langsung dalam perspektif mereka. Dimensi orientasi digitalisasi bisa jadi merupakan anteseden, mediating variable, atau moderating variable yang memperkuat pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja perusahaan. Bahkan sangat mungkin dimensi orientasi digitalisasi

secara independen juga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Dengan semakin kuatnya kedua orientasi tersebut maka akan mendorong terbentuknya perusahaan yang progressive dengan keunggulan kompetitif lebih baik dibanding ketiga jenis perusahaan lainnya.

Perusahaan progressive dapat melakukan berbagai penyesuaian strategis dan taktis dalam aspek pemasarannya secara cepat dan tepat dari waktu ke waktu untuk mengimbangi perubahan lingkungan bisnis.

Beberapa aspek lain yang perlu mendapat perhatian dalam pembahasan selanjutnya adalah peran kepemimpinan yang turut menentukan masa depan firmografis perusahaan yang dipimpinnya. Konvergensi antara profesionalisme dan kewirausahaan juga merupakan konteks yang perlu dikaji dalam proses pembentukan perusahaan yang kuat orientasi pasar dan digitalisasinya.

Selain itu, norma, etika, dan nilai-nilai juga perlu dipertimbangkan sebagai anteseden dari elemen-elemen kepemimpinan, profesionalisme, dan kewirausahaan untuk menjamin bahwa perusahaan—apa pun tipenya—akan selalu mengedepankan humanity namun sekaligus memberikan kontribusi positif dan signifikan bagi seluruh pemangku kepentingannya.

Firmographic Conservative Reactive

Progressive

Outlook SEMAKIN BANYAK TANTANGAN

TUNTUTAN MAKIN KOMPLEKS

URGENSI PARIWISATA BERKELANJUTAN

BELUM SAMPAI ADVOKASI

SAATNYA KERJA BERSAMA

P. 078

P. 081

P. 084

P. 087

P. 090

O

U

T

L O

O

K

019 078

Telecommunication

Semakin Banyak Tantangan Para pemain di industri telekomunikasi akan menghadapi banyak tantangan pada tahun-tahun mendatang. Mereka harus mampu memberi nilai lebih pada produk dan layanannya.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo, Ellyta Rahma, Clara Ermaningtiastuti

ondisi krisis akibat pandemi COVID-19 akan menggeser pola interaksi masyarakat. Sebelumnya, masyarakat lebih banyak melakukan interaksi di kanal offline dengan melakukan pertemuan secara langsung. Namun, akibat imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan virus ini, pola interaksi lebih banyak terjadi di ruang digital.

Hal itu pun berimbas pada trafik industri telekomunikasi dengan peningkatan mencapai 5-10%. Kendati demikian, angka tersebut belum melampaui trafik di hari raya Lebaran.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan, pergeseran pola interaksi ini akan berlangsung hingga pandemi berakhir. Artinya, penggunaan ruang digital sebagai kanal interaksi akan terus terjadi, bahkan bisa meningkat.

Menyikapi hal ini, Kemenkominfo menilai pelaku di sektor telekomunikasi harus menjadi garda terdepan pencegahan COVID-19.

| June 2020

“Layanan telekomunikasi, termasuk internet, harus menjadi barisan pertama yang mencegah masyarakat terpapar virus.

Dengan layanan internet yang berkualitas, masyarakat akan memaksimalkan kegiatannya secara digital, sehingga potensi untuk terpapar akan semakin rendah,” kata Johnny, dalam acara Industry Round Table: Surviving The COVID-19, Preparing The Post untuk Telecommunication Services Industry, yang diselenggarakan oleh MarkPlus, Inc. bulan lalu.

Selain layanan, pemanfaatan internet juga dapat membantu mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menghadirkan teknologi untuk keperluan tracking, tracing, dan fencing in. Teknologi yang dimanfaatkan untuk mengawasi pasien dan terduga positif virus diyakini dapat menjadi cara efektif memperingatkan masyarakat agar terhindar dari virus.

Mewujudkan pemanfaatan teknologi untuk mencegah penyebaran virus yang semakin masif, Kemenkominfo bersama dengan Telkom Indonesia dan Telkomsel meluncurkan aplikasi Peduli Lindungi.

Aplikasi ini dapat mendeteksi daerah

O

U

T

L O

O

K

079

pengguna dengan kode zona yang terkait informasi mengenai jumlah pasien positif COVID-19 di daerah tersebut sekaligus riwayat penularan virusnya.

Menghadapi kondisi ini, Johnny mengimbau agar pelaku industri telekomunikasi saling bersinergi dalam membangun infrastruktur telekomunikasi dalam negeri. Ada sebuah keyakinan bahwa dengan upaya memanfaatkan teknologi telekomunikasi secara maksimal, ekonomi digital dapat dibangun dan menjadi cara membangun kembali ekonomi Indonesia pascapandemi.

“Selama pandemi, perusahaan penyedia internet telah berkontribusi besar terhadap ekonomi dalam negeri. Dengan adanya sinergi dalam meningkatkan layanan, bukan tidak mungkin jika kontribusi ini akan terus meningkat,” katanya.

Ikut Terdampak Ada anggapan, sepanjang pandemi COVID-19 ini, industri telekomunikasi tidak terdampak. Sebab, ada peningkatan penggunaan layanan oleh konsumen yang cukup signifikan. Namun realitasnya, industri ini sebenarnya juga terdampak, tapi

tidak separah di beberapa industri lain.

“Sejauh ini, industri telekomunikasi masih bisa bertahan dengan pertumbuhan relatif datar,” kata Ririek Adriansyah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di acara yang sama.

Laporan dari McKinsey pada April 2020 mengatakan bahwa sepanjang masa pandemi, spending budget terhadap layanan internet menurun 1% menjadi 5%. Hal ini dipengaruhi oleh turunnya penggunaan internet oleh korporasi. Meskipun begitu, dari kelas low affordability, alokasi dana konsumen naik hingga 7%. Hal ini memperlihatkan pergeseran pengeluaran internet menjadi lebih personal di rumahrumah pribadi.

Di sisi lain, para operator seluler memberikan akses internet gratis cukup besar, terutama untuk mendukung dunia pendidikan yang sekarang ini menerapkan kebijakan belajar di rumah. “Kontribusi operator seluler di Indonesia dalam akses internet gratis selama pandemi ini bisa mencapai Rp 2 triliun,” ungkapnya.

Rierik menambahkan, para pemain operator seluler perlu memerhatikan kondisi segmen ritel. Sebab itu, pasar ritel juga tidak bisa dipastikan sejauh mana akan bisa bertahan. Semakin lama pandemi berlangsung, daya beli masyarakat akan berkurang. “Di sisi ritel, ini mulai terasa. Di masa awal pandemi, tingkat konsumsinya masih bagus. Namun, seiring keterbatasan finansial konsumen karena lamanya pandemi, konsumsi pada telekomunikasi akan berkurang,” ungkap Ririek.

Melihat berbagai kondisi tersebut, mewakili para operator seluler, Ririek berharap pemerintah bisa memberikan insentif pada industri ini. Sejauh ini, industri telekomunikasi paling jarang mendapat insentif dari pemerintah.

“Sekarang saat yang tepat bagi pemerintah untuk memberikan insentif, seperti dalam hal pajak atau lainnya.

Insentif ini akan sangat bermanfaat bagi operator seluler untuk tetap memberikan layanan yang terbaik ke masyarakat saat pandemi ini,” tegasnya.

Riset BCC mengatakan bahwa situasi COVID-19 mempengaruhi dua aspek di industri telekomunikasi. Di antaranya adanya perubahan demand dan tuntutan perbaikan konektivitas oleh konsumen.

Agar bisa menjawab perubahanperubahan tersebut, digitalisasi menjadi keharusan. Sehingga, beralih ke digital menjadi langkah penting di masa sulit seperti saat ini. Memanfaatkan teknologi menjadi keharusan untuk memastikan layanan kepada pelanggan tidak berhenti di tengah jalan

Arief Yahya, mantan Menteri Pariwisata dan mantan Direktur Utama Telkom Indonesia menekankan tiga poin yang dapat dilakukan perusahaan telekomunikasi dari sekarang terkait dengan transformasi digital.

Pertama, digital imperative. Perusahaan telekomunikasi mengambil peran krusial untuk menyediakan akses bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan teknologi, mendigitalkan telekomunikasi dari segi infrastruktur.

Dengan ini, layanan yang diberikan pun bisa optimal,” katanya.

Kedua, decoding economy of COVID-19.

Pada titik ini, perusahaan telekomunikasi harus melakukan transformasi dari potential loser ke potential winner dengan memanfaatkan core bisnis yang sudah ada.

Intinya adalah pandai membaca peluang.

“Contohnya adalah perusahaan manufacturing steel atau baja konstruksi bangunan yang sedang lesu. Kini, mereka mengalihkan produksi untuk pemenuhan tower steel untuk sektor telekomunikasi,” kata pemenang Marketeer of The Year 2012 tersebut.

Ketiga, unusual way of digital transformation. Menurut Arief, transformasi digital harus dilakukan di semua aspek. Banyak perusahaan biasanya fokus pada digitalisasi pada penggunaan teknologi di dalam perusahaan mereka, padahal harus lebih luas lagi, mulai dari digitalisasi produk dan layanan, pemasaran, distribusi, hingga supply chain. “Semuanya harus merata dan kuat,” tegasnya.

“SELAMAPANDEMI, PERUSAHAANPENYEDIA INTERNET TELAH BERKONTRIBUSIBESARPADA EKONOMIDALAMNEGERI. DENGANADANYASINERGI UNTUKTERUSMENINGKATKAN LAYANAN,BUKANTIDAK MUNGKINJIKAKONTRIBUSIINI AKANTERUSMENINGKAT.” Ririek Adriansyah Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI)

June 2020 |

O

U

T

L O

O

K

019 080

MEDIA CONSUMTION: BY AGE GROUP Respondents with the age of 35-44 years old tend to be pickier due to the fact that they consider more on network quality, price, and network speed during COVID-19 pandemic

<25 years old Network quality/ stable connection Low price Interesting bundling package

25 -34 years old

87.9% 84.8% 63.6% 69.7% 48.5% 42.4%

35 -44 years old

91.7% 93.3% 63.3% 65.0% 50.0% 50.0%

Network speed/ bandwidth

33.3% 39.4%

41.7% 56.7%

Wide coverage

30.3% 36.4%

41.7% 38.3%

Widely used by people

6.1% 6.1%

5.0% 3.3%

: Before COVID-19

82.1% 85.7% 60.7% 75.0% 64.3% 46.4% 60.7% 71.4%

53.6% 39.3% 10.7% 14.3%

>44 years old 66.7% 100.0% 100.0% 100.0% 33.3% 66.7% 0.0% 33.3%

33.3% 33.3% 0.0% 33.3%

: During COVID-19

Sumber: MarkPlus Insight, Telecommunication Industry Vs. COVID-19 (2020)

Tak dapat dipungkiri, COVID-19 telah menjadi pendorong digitalisasi. Karenanya, perusahaan-perusahaan di industri telekomunikasi harus memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk meningkatkan layanan dan tetap engage dengan konsumen.

Lalu, bagaimana para pemain menyikapi kondisi ini? Di masa pandemi ini, Indihome berusaha memaksimalkan layanan kepada pengguna, terutama untuk memenuhi kebutuhan belajar dan bekerja di rumah “Tuntutan ini kami lihat sebagai peluang untuk menawarkan produk baru. Jadi, walaupun budget turun, perusahaan harus terus meningkatkan produktivitasnya,” kata Siti Choiriana, Direkrut Consumer Service Telkom Indonesia.

Sepanjang masa work from home, layanan IndiHome untuk belajar naik hingga 60%, komunikasi termasuk untuk video call naik hingga 35%, gaming naik jadi 28%, dan e-commerce naik jadi 18%. “Artinya, ada perubahan kebutuhan selama pandemi melanda. kami melihatkan sebagai peluang untuk memenuhi ekspektasi konsumen kami,” katanya.

Data tersebut kemudian disikapi dengan membuka akses IndiHome Study secara gratis. Tidak hanya itu, Indihome juga memberikan kuota 50GB gratis. “Hasilnya cukup signifikan. Strategi ini berhasil

| Dec June2017-Jan 2020 2018

menaikkan penggunaan Indihome Study hingga 2.800%,” ungkap Ana. Lebih lanjut, IndiHome juga melakukan rangkaian penguatan layanan in field-nya.

Hal ini sebagai bentuk memperkuat layanan akibat adanya peningkatan permintaan penyediaan jasa internet.

“Di masa pandemi ini, internet menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. IndiHome bahkan melakukan perkuatan infrastruktur, termasuk menaikkan kapasitas menjadi 3.000GB dan menghadirkan spot dan area coverage baru. Sehingga, kami bisa tetap melayani konsumen di masa surviving dan akan semakin kuat pada pascapandemi,” tutup Ana. Sementara itu, Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby Sallyanto menjelaskan bahwa ada dua hal yang menjadi fokus perusahaannya saat ini.

Pertama, terus memantau situasi dan mempersiapkan langkah ke depannya.

Kedua, mengikuti perubahan perilaku konsumen.

Menurut Feby, perusahaan telekomunikasi yang sudah menjalankan digitalisasi diperkirakan dapat beradaptasi dalam situasi yang ada saat ini dengan lebih cepat. Hingga saat ini, XL Axiata pun terus melakukan digitalisasi. Salah satunya pada proses validasi yang biasanya

mengharuskan pelanggan mendatangi XL Center. XL Axiata menyadari dengan anjuran untuk beraktivitas di rumah dan PSBB, jika terpaksa tetap pergi, konsumen tidak ingin berlama-lama di luar rumah.

Mereka berusaha mempersingkat proses di XL Center.

“Tidak perlu mengantre lama, kami memberikan akses registrasi secara digital dan validasi secara online. Namun, tidak akan memerlukan waktu panjang di XL Center. Kami berusaha menyederhanakan sistem tersebut,” pungkas Feby.

Turut membantu pemerintah dan masyarakat, XL menghadirkan sejumlah inisiatif. Misalnya, mengurangi kontak fisik antarorang dengan melakukan pengiriman dokumen secara digital lewat email. Selain itu, meningkatkan layanan B2B agar pelanggan bisa bekerja dari rumah.

O

U

T

L O

O

K

081

Insurance

Tuntutan Makin Kompleks Industri asuransi terbilang siap secara infrastruktur teknologi dalam menghadapi pandemi ini. Namun, konsumen diprediksi akan semakin menuntut layanan yang lebih baik. Inilah yang harus diantisipasi oleh para pemain di industri ini.

Oleh Annisa Bella, Clara Ermaningtiastuti, Estu Dian Maranti

eskipun industri asuransi menjadi salah satu industri yang bertumbuh di masa pandemi, para pemain asuransi harus memiliki strategi yang berkelanjutan ketika pandemi ini kelak berakhir. Termasuk, harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tuntutan konsumen yang makin kompleks.

Hal tersebut tercermin dalam survei singkat dan terbatas yang dilakukan MarkPlus Insight, di masa COVID-19.

Survei ini menunjukkan, 95% responden menganggap asuransi penting setelah COVID-19 muncul. Konsumen juga kian menyadari dan aktif mencari informasi seputar asuransi.

Sebanyak 88,6% responden mengaku telah mencari informasi seputar asuransi di masa pandemi ini. Dua hal yang paling sering mereka cari adalah apakah premi yang mereka bayarkan memberikan perlindungan dari COVID-19, dan apa saja manfaat yang diberikan dari premi asuransi yang mereka bayarkan saat ini.

Bahkan, 51,4% responden berinisiatif menghubungi perusahaan asuransi melalui berbagai saluran, seperti agen, customer service, maupun e-mail. Namun, fakta menunjukkan, baru 50% responden yang merasa puas dengan respons yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Padahal, 32,5% responden mengaku sudah mendapatkan jawaban kurang dari 30 menit, dan 53,7% lain mendapat jawaban kurang dari 24 jam.

Beralih ke sisi produk, 33% responden mengaku belum mengetahui apakah premi yang mereka bayarkan saat ini memberikan perlindungan dari COVID-19 atau tidak.

Sedangkan, 32% lainnya mengaku sudah mengetahui jika premi mereka tidak memberikan perlindungan COVID-19.

Akibatnya, sebagian responden memutuskan mencari asuransi yang memberikan perlindungan tersebut.

“Inilah momentum untuk membangun engagement dengan nasabah. Para pemain juga harus cepat beradaptasi dan memastikan agar nasabah mendapatkan informasi mengenai manfaat produk asuransi,” ujar Chief Marketing Officer Allianz Indonesia Karin Zulkarnaen pada gelaran Industry Roundtable: Surviving the COVID-19, Preparing the Post from Insurance Industry Perspective yang diadakan oleh MarkPlus, Inc. bulan lalu.

Meski industri asuransi saat ini sedang bertumbuh di tengah pandemi, para pemain harus menyadari jika masa pandemi ini hanyalah sementara. Cepat atau lambat, perusahaan akan berhadapan dengan tantangan baru usai pandemi. Hermawan Kartajaya, Founder dan Chairman MarkPlus, Inc. mengatakan, perusahaan asuransi perlu menjalankan strategi tiga fase, yakni Surviving/Servicing, Preparing, Actualizing (SPA). Ia memandang, perusahaan yang sedang growing seperti asuransi perlu melakukan servicing dengan lebih baik. Perusahaan tidak boleh hanya berfokus pada upaya meraup untung semata, melainkan harus menunjukkan kepedulian pada pelanggan. Dengan cara ini, perusahaan bisa menjaga keberlangsungan bisnis di masa depan.

June 2020 |

O

U

T

L O

O

K

019 082 “Mereka bisa menjadikan masa ini sebagai momentum untuk memperkenalkan produk dan fitur baru yang relevan sebagai solusi atas kecemasan pelanggan mereka.

Pemasar juga harus menyediakan akses yang lebih mudah dijangkau dan nyaman bagi konsumen,” kata Hermawan.

Hal yang sama tengah dikerjakan oleh Prudential Indonesia. Perusahaan tersebut memberikan perlindungan dari COVID-19 kepada seluruh nasabah Prudential, baik asuransi jiwa maupun kesehatan. Bentuk perlindungan diberikan sesuai dengan manfaat dan ketentuan dari masing-masing produk. Tidak hanya itu, Prudential turut memberikan tambahan coverage biaya rumah sakit yang mencapai Rp 1 juta per hari selama 30 hari perawatan.

“Kami juga memberikan garansi polis aktif sehingga nasabah bisa merasa aman.

Jika polis tersebut tidak aktif, kami akan melakukan proses e-statement yang sangat mudah. Dengan ini, tidak ada lagi waiting period,” ungkap Luskito Hambali, Chief Customer & Marketing Officer Prudential Indonesia.

Selain itu, Prudential juga memberi kelonggaran bagi pelanggan dalam hal pembayaran. Luskito menjelaskan, nasabah yang terkena kendala pembayaran dapat menghubungi Prudential untuk mengatur kembali persoalan pembayaran tersebut dengan harapan tercipta win-win solution bagi kedua belah pihak.

Sejumlah pemain asuransi pun tampak telah siap dengan infrastruktur teknologi mereka. Jasa Raharja misalnya, melakukan transformasi digital guna mempermudah berbagai kebutuhan nasabah dan para karyawan di dalam perusahaan tersebut.

Jasa Raharja menghadirkan aplikasi JRku untuk membantu nasabah mendapatkan klaim melalui e-money.

Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses klaim. Perusahaan asuransi ini juga mempersiapkan diri menjadi perusahaan yang berbasis pada data dan teknologi dengan pemanfaatan big data analytics.

“Transformasi digital kami arahkan dengan mempersiapkan infrastruktur seperti penguatan disaster recovery center, dan mengubah sistem keamanan operasional kerja berbasis teknologi informasi. Kami juga melakukan pengembangan budaya digital melalui penguatan kompetensi data analytics di semua fungsi, baik di kantor pusat, kantor cabang, dan membangun sinergi dengan mitra kerja,” papar Wahyu Wibowo, Direktur Manajemen Risiko dan Teknologi Informasi Jasa Raharja.

Kian Kompleks Sudah seharusnya merek tidak meninggalkan konsumen pada masa krisis. Tapi, merek juga perlu untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi fase actualizing saat post-normal. Di fase ini, merek perlu memperhatikan profitabilitas untuk mengejar ketertinggalan di awal pandemi ini muncul.

Kualitas harus kembali disesuaikan dengan tuntutan baru konsumen. Ketika marketing harus memperhatikan produk atau fitur yang relevan di masa depan, teknologi dapat difokuskan untuk mengembangkan inovasi produk.

Apalagi, pandemi ini telah membentuk gaya hidup baru yang dekat dengan teknologi.

KEY FINDINGS Following are the key fi dings for insurance industry pre-roundtable survey only

After knowing COVID-19:

16.2%

Customer Perception

Look for information

88.6% Customer Behavior

51.2%

C ontacted Their Insurance C ompany

51.4%

Mainly about:

Initiate contact, through:

Does current premium cover COVID-19 (67.6%)

Agent (27.6%)

What are the coverage of current insurance plan (61.9%) C urrent Product Kno wle dg e

33%

32%

Customer Still don’t know, Know that, Expectation whether plan cover current plan COVID -19 or not don‘t cover Sumber: MarkPlus Insight, Insurance Industry Pre-Roundtable Survey (2020)

| Dec June2017-Jan 2020 2018

27.6%

Perceived Insurance as “Important” “Highly Important”

Have claimed insurance during COVID-19

only

CS (21.9%)

50%

16.2%

“Slightly Important” C ontacted by C ompany

only

45.7%

Satisfied

Contacted by Company

35.2% got <30 min response

77.1% Through E-mail

53.7% got <24 hours response

E-mail (21%)

A c t i o n s Ta k e n

42% Looking for information on other insurance product that can cover COVID-19

Future Expectation

More information on: Benefit & Coverage (69.5%) Policies during COVID -19 (60%) Ease of Claim (59%)

O

U

T

L O

O

K

083

INFORMATION BY COMPANY DURING COVID-19 45.7% of respondents said that they’ve been contacted during COVID-19, with E-mail as the main communication media company used

Overall n = 105

Contacted By Insurance Company During COVID-19

Company’s Communication Channel During COVID-19 Contact by E-mail

54.3% Not Contacted

45.7%

Yes, Contacted

Contact through insurance agent

31.30%

Contact through telephone

31.30%

Give Information on Social Media Contact throug Chat Platform (WA, Line, etc.)

Is your current insurance provider proactively contact you during COVID-19?

77.10%

20.80%

14.60%

What media did your current insurance provider use when contacting you during COVID-19?

Sumber: MarkPlus Insight, Insurance Industry Pre-Roundtable Survey (2020)

Generali juga sedang melakukan transformasi digital. Generali menghadirkan aplikasi Gen-iClick untuk memenuhi berbagai kebutuhan nasabah. Dengan aplikasi ini, nasabah dapat mengajukan klaim secara daring, melakukan tracking status klaim, menemukan daftar rekanan rumah sakit, hingga melihat laporan transaksi terkini.

Kolaborasi juga menjadi semakin penting dalam kondisi pandemi ini. Para pemain dapat menjalin kerja sama dengan pemain dari sektor lain untuk meramu inovasi baru berbasis teknologi. Prudential, misalnya, menggandeng Halodoc untuk memberikan layanan manajemen kesehatan yang menyeluruh kepada masyarakat Indonesia kapan saja dan di mana saja melalui aplikasi mobile, Pulse by Prudential.

Melalui teknologi berbasis artificial intellegence (AI) dan layanan yang dipersonalisasi ini, nasabah dapat melakukan pemeriksaan gejala COVID-19 secara gratis. Chatbot yang tersedia pada aplikasi tersebut akan memberikan sejumlah pertanyaan kepada konsumen untuk mengidentifikasi kemungkinan mereka terinfeksi COVID-19.

Jika konsumen merasa belum puas dengan pemeriksaan melalui chatbot, Prudential bersama Halodoc menyediakan konsultasi tatap muka secara virtual bersama dokter. Seandainya, konsumen terpapar COVID-19, mereka dapat langsung mendaftarkan diri melalui Pulse untuk mengikuti rapid test secara gratis.

“Terus terang, kami tidak menyangka akan terjadi pandemi ini. Di satu sisi, kami cukup siap. Namun, di sisi lain, banyak hal yang perlu kami benahi. Dengan berkolaborasi, kami dapat bekerja lebih cepat dan gesit, serta bisa survive di kondisi saat ini. Masa pandemi ini juga

menjadi kesempatan bagi kami untuk mengembangkan layanan nasabah melalui berbagai jalur digital,” tutur Luskito.

Meski tengah berada pada kondisi growing, para pelaku asuransi perlu menyiapkan diri untuk menyambut masa setelah pandemi. Hermawan mengatakan, teknologi di masa depan tidak hanya untuk kepentingan perusahaan semata, melainkan diarahkan untuk humanity. “Interaksi antarorang semakin terintegrasi antara offline dan online sehingga perusahaan harus mampu beradaptasi menjadi OMNI,” tegasnya.

June 2020 |

O

U

T

L O

O

K

019 084

Tourism

Terkait kecemasan dan hasrat wisatawan, survei singkat dan terbatas yang dilakukan oleh MarkPlus Insight menemukan beberapa insight yang menarik. Survei bertajuk Tourism After COVID-19 ini menyatakan, 54% responden berencana melakukan traveling pada tahun ini setelah pandemi berakhir. Sementara, 73% mengungkapkan kecemasannya pada isu kesehatan dan keamanan, 31% wisatawan ingin plesir pada empat hingga enam bulan setelah pandemi surut, dan 48% ingin berwisata ke tempattempat domestik yang menyuguhkan pemandangan bagus.

Survei itu juga mengatakan, bila pandemi berakhir, 59% wisatawan ingin bepergian dengan membawa keluarga mereka dalam tujuan domestik. Saat mereka berwisata di destinasi domestik, 55% berencana mencari pengalaman kuliner. Sementara, untuk destinasi luar negeri, 47% ingin melancong sendirian alias solo travel, 43% berencana tinggal di luar negeri selama tiga hingga lima hari, dan 52% ingin mencari pengalaman wisata kuliner.

Dari survei tersebut, tampak beberapa kecemasan sekaligus hasrat wisatawan yang terpaksa menunda agenda plesiran mereka selama pandemi. Dengan demikian, para pemasar dituntut lebih proaktif untuk membangun engagement mereka selama masa karantina ini.

“Ini menjadi upaya untuk tetap survive sekaligus langkah preparing menyambut kondisi industri pariwisata pascapandemi.

Indonesia merupakan pasar pariwisata yang besar dan unik. Kita harus berupaya agar tidak hanya menjadi pasar, melainkan ikut menjadi pemain. Sebab itu, bertahan

Urgensi Pariwisata Berkelanjutan Pandemi COVID-19 menyadarkan para pemain di industri pariwisata pada pariwisata berkelanjutan yang lebih menjaga keseimbangan antara manusia, pencipta, dan alam semesta. Elemen pariwisata berkualitas inilah yang bakal menjadi tren pariwisata di masa mendatang.

Oleh Sigit Kurniawan, Clara Ermaningtiastuti, Estu Dian Maranti

ndustri pariwisata menjadi salah satu industri yang paling terdampak oleh pandemi COVID-19. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat arus wisatawan ikut terhenti karena terbatasnya moda transportasi, dari kendaraan umum/pribadi, kereta, kapal laut, hingga pesawat. Ini terjadi di industri pariwisata nasional maupun internasional.

Namun, para pelaku pariwisata tidak boleh berhenti untuk tetap kreatif dan produktif. Paling tidak tetap produktif dalam mengampanyekan destinasi-destinasi wisata dengan kemasan-kemasan kreatif. Pemain pariwisata harus memahami apa yang menjadi kecemasan dan hasrat wisatawan selama masa sulit ini.

Rank of Preference for Domestic Travel Product by Age Range

Preferred Ways of Domestic Travel Food tourism Mountain sightseeing tours

44% 42%

Find a homestay for leisure

38%

Countryside tour

33%

Outdoor activities Other

24% 1%

From the perspective of the selection of various tourism products, the number of tourists who tend to have culinary experience is the most, accounting for 55%.

Sumber: MarkPlus Insight, Tourism After COVID-19 (2020)

| Dec June2017-Jan 2020 2018

Rank 1

Rank 2

Rank 3

18-24 years old

Culinary Tourism

Marine Tourism

Mountain sightseeing tour

25- 34 years old

Culinary Tourism

Marine Tourism

Mountain Sightseeing Tour

35- 44 years old

Culinary Tourism

Marine Tourism

Homestay for Leisure

45- 55 years old

Culinary Tourism

Marine Tourism

Countryside Tour

> 55 years old

Countryside Tour

Homestay for Leisure

Culinary Tourism

55%

Marine vacation

saja tidak cukup. Kita perlu bertahan dengan terus menjaga cash flow, namun tetap kreatif menjaga daya tarik wisata,” ujar Hermawan Kartajaya, dalam webinar Industry Roundtable bertajuk Surviving The COVID-19 Preparing The Post dalam perspektif industri pariwisata dan keramahtamahan bulan lalu.

Pandemi ini, sambung Hermawan, telah menyadarkan banyak pihak bahwa industri pariwisata itu ternyata menjadi backbone atau tulang punggung ekonomi sebuah negara. “Mungkin saat ini, perekonomian melambat, namun nanti begitu pariwisata dibuka kembali, ekonomi akan menggeliat lagi,” katanya.

Dampak pada ekonomi itu kentara terjadi di Bali. Menurut Wakil Gubernur Bali Tjokorda Artha Ardana Sukawati mengatakan, 60% pendapatan Bali berasal dari pariwisata. Di sana, hampir semua kehidupan orang Bali tidak bisa lepas dari sektor tersebut. Dengan ditutupnya pariwisata sementara, otomatis pendapatan masyarakat Bali berkurang. Bahkan, sektor pertanian pun tergantung pada pariwisata. Hasil pertanian yang biasanya didistribusikan ke hotel-hotel ikut terdampak karena hotel berhenti beroperasi.

“Gubernur telah meminta para pemilik usaha yang bergerak di bidang pariwisata untuk tidak melakukan PHK kepada karyawannya. Memang, itu merupakan harapan pemerintah dan pada kenyataannya tidak mudah. Alasannya, cash flow pelaku usaha yang sedang tidak stabil,” kata Tjokorda.

Ida Bagus, Ketua Bali Tourism Board mengatakan, tingkat penurunan wisatawan

Generally, culinary, adventure, and culture are the most favourite of attraction for domestic.

O

U

T

L O

O

K

085 Preferred Ways of Overseas Travel

Length of Overseas Travel 43%

I would choose to travel with a group (take a tour groups)

3% 15%

I would choose to travel indepently

22%

35% I would commission a travel agency to customize the tour

13%

12%

No more than 3 days

9-10 days

10%

Other

47%

3-5 days

After the end of the epidemic, if travel abroad, 47% of tourists surveyed would choose to travel independently (FIT).

6-8 days

More than 10 days

43% of tourists surveyed may arrange 3-5 days for travel abroad (which mean the country that they will choose is not that far)

Sumber: MarkPlus Insight, Tourism After COVID-19 (2020)

di Bali mencapai 93,24%. Pada Januari 2020, pertumbuhannya masih 11%. Baru pada Februari, terjadi penurunan sebesar 18% karena China mulai melakukan lockdown di wilayahnya. Pada Maret, penurunan meningkat menjadi 42, 32% karena ada larangan penerbangan ke Bali oleh sejumlah negara di Eropa.

“Kami berharap, penanganan COVID-19 ini bisa secepatnya. Keberhasilan ini akan membantu meringankan 75% beban promosi pariwisata di Bali dan akan memulihkan kembali daya tarik Bali sebagai destinasi wisata pilihan yang aman,” kata Ida. Kreativitas Empatik Merespons ditutupnya sementara destinasi-destinasi wisata akibat pandemi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melakukan kampanye pemasaran yang kreatif sekaligus empatik. Caranya dengan mengganti logo Wonderful Indonesia dengan Thoughtful Indonesia.

“Perubahan logo tersebut sebagai wujud keprihatinan pada dunia pariwisata, khususnya di masa tanggap darurat sekarang ini. Pergantian ini sebagai wujud empati dan hanya sementara. Nanti, setelah Indonesia melewati masa recovery, logonya akan kembali menjadi Wonderful Indonesia,” kata Ni Wayan Giri Adnyani, Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Logo Thoughtful Indonesia mendapat apresiasi dari publik di Eropa sejak diumumkannya COVID-19 sebagai pandemi oleh WHO. Logo ini juga menjadi landasan

utama untuk menghadirkan programprogram yang thoughtful membantu pelaku dan pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dalam menghadapi dampak COVID-19. Menparekraf Wishnutama Kusubandio mengatakan, logo ini bagian dari soft promotion. “Ini bagian dari upaya kami untuk mengomunikasikan bahwa kami berempati dengan situasi saat ini dan we are still Wonderful in many ways,” katanya.

Giri menambahkan, Kemenparekraf menyikapi pandemi ini dengan programprogram utama, seperti perlindungan sosial, relokasi anggaran untuk program-program semacam padat karya, maupun stimulus ekonomi. Program tersebut dilakukan Kemenparekraf dengan berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dari Kementerian Sosial, Kementerian Ketenagakerjaan, hingga pemerintah daerah.

Pandemi juga menjadi momentum bagi pemain pariwisata untuk mengedepankan kualitas ketimbang kuantitas. Dengan mendongkrak kualitas, wisatawan bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik.

Yang jelas, wisatawan akan memedulikan faktor kesehatan dan keamanan.

Didien Junaedy, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) mengatakan bahwa prediksi Presiden Joko Widodo tentang berakhirnya pandemi pada akhir tahun ini sebaiknya disikapi serius. “Pariwisata diprediksi akan kembali meningkat pada tahun 2021. Sebab itu, persiapan tidak boleh dilakukan tahun depan, tapi harus mulai sekarang. Sesuai dengan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), kita harus mengedepankan quality tourism experience,” kata Didien.

Turisme berkualitas tersebut, sambung Didien, menjadi modal utama sektor pariwisata Indonesia dalam mendongkrak devisa negara. Sebab itu, para pemangku kepentingan pariwisata harus menyiapkan banyak hal, mulai dari sumber daya manusia, lingkungan, hingga daya saing.

“Di masa surviving ini, kita tidak boleh beraksi sendiri-sendiri. Kita harus kompak,” katanya.

Hermawan menambahkan, COVID-19 ini mengingatkan para pemangku kepentingan pariwisata untuk berpaling pada turisme berkelanjutan atau sustainability tourism.

Turisme berkelanjutan ini mengandaikan keseimbangan antara nature-culture, people, social-economy, dan god. Elemenelemen tersebut harus dijaga sekaligus dikembangkan agar pariwisata bisa berkelanjutan di masa mendatang.

“Kita bisa belajar dari masyarakat Bali yang menganut Tri Hita Karana yang mana ada keseimbangan antara alam, manusia, dan pencipta. Mereka inklusif sekaligus memegang nilai-nilai spiritual. Pariwisata berkelanjutan ini menjadi tourism destination compass,” kata Hermawan.

Senada dengan Hermawan, Giri mengatakan Tri Hita Karana merupakan filosofi tentang kehidupan yang berbahagia dan menjadi representasi pariwisata berkelanjutan. Implementasinya dengan menempatkan individu-individu sebagai subjek perubahan. “Ada hubungan seimbang antara manusia dengan sesamanya, manusia

Dec 2017-Jan 2018 | June 2020

O

U

T

L O

O

K

019 086

TIMELINE OF BALI TOURISM 2020

HOW: RECOVERY & DEATHS DON’T GO ABOVE THE ACCEPTABLE NORMAL AVERAGE.

Sumber: Bali Tourism Board 2020

dengan penciptanya, dan manusia dengan lingkungannya. Dan, Indonesia memiliki banyak nilai-nilai universal semacam Tri Hita Karana yang tersebar di seluruh pelosok negeri,” katanya.

Faktor keberlanjutan ini juga akan menjadi penentu daya tarik wisata. Fachrully F Lasahido, Managing Director Tanjung

| Dec June2017-Jan 2020 2018

Lesung mengatakan, setidaknya ada empat jaminan bagi wisatawan saat bertandang ke sebuah destinasi, yakni safety, healthy, flexibility, dan sustainability.

Akhirnya, pada masa pascapandemi nanti, para pelaku wisata di Indonesia harus mengedepankan konsep turisme yang berkelanjutan mengingat masyarakat

semakin cerdas dan sangat peduli pada kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan. Dan, keberlanjutan tersebut akan menentukan sebuah destinasi pariwisata berkualitas atau tidak. Sebab itu, sudah saatnya mengatakan selamat tinggal untuk pariwisata yang merusak lingkungan.

O

U

T

L O

O

K

087

E-Commerce

Belum Sampai Advokasi Pemain e-commerce mendapat angin segar di masa pandemi lantaran kenaikan penjualan. Namun, mereka tidak boleh lengah untuk menghadapi kejutan pascapandemi nanti.

Oleh Ramadhan Triwijanarko, Ellyta Rahma, Estu Dian Maranti

andemi COVID-19 membuat geger beragam industri, baik dalam skala nasional dan global.

Namun, di antara industri yang mengalami krisis, ada juga industri yang justru mengalami pertumbuhan.

Salah satunya adalah e-commerce.

Adanya pandemi, layanan digital yang ditawarkan oleh para pelaku e-commerce menjadi semakin relevan. Ketika masyarakat dianjurkan untuk melakukan physical distancing dan adanya pembatasan sosial oleh beberapa pemerintah daerah, layanan e-commerce menjadi tumpuan utama kebutuhan masyarakat.

Menurut Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), penjualan toko

ritel pakaian mengalami penurunan hingga 80%. Sedangkan penjualan toko ritel bahan pangan mengalami penurunan 45% pada triwulan pertama 2020 dibanding pada tahun 2019.

Sebenarnya, dalam dua tahun terakhir industri ritel sedang berupaya menerapkan transformasi dalam bentuk omnichannel.

Tetapi, pandemi memaksa para pemain melakukan transformasi lebih cepat.

Beberapa pemain beralih pada penjualan online, baik melalui platform marketplace maupun aplikasi WhatsApp. Adanya transformasi online tersebut tercermin pada data APRINDO yang menemukan bahwa penjualan online dari industri ritel mengalami peningkatan

mencapai 15%, namun hanya memberikan kontribusi kurang lebih 8% dari total penjualan.

Meskipun saat ini layanannya sangat vital, pemain e-commerce diharapkan tidak terlena dengan angin sejuk yang sedang berembus saat ini. Menurut Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus, Inc., masa ini menjadi tantangan yang besar bagi pelaku industri e-commerce mengingat masa pandemi tidak akan selamanya.

“Di kondisi ini, pelaku industri e-commerce sedang diuji. Apakah hanya menikmati kondisi saat mengalami pertumbuhan atau sudah menyiapkan diri menyambut keadaan pascapandemi nanti?” kata Hermawan.

June 2020 |

O

U

T

L O

O

K

019 088

KONDISI RITEL MODERN PER APRIL 2020

Penjualan toko ritel pakaian , speciality store turun

80% 45%

Penjualan toko ritel - groceries Turun

di triwulan pertama 2020 dibanding triwulan pertama 2019

Produk Unggulan : Makanan Minuman, Bahan Pokok, Produk Kesehatan, Kunjungan ke toko turun

50%

Penjualan online triwulan pertama 2020 naik

15%

dibanding triwulan pertama 2019 namun hanya memberikan kontribusi dari total penjualan

+/- 8%

Sumber: Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

Ia menambahkan, kondisi pandemi merupakan new normal yang mana krisis menyebabkan perubahan besar-besaran pada pola kegiatan industri. Setelahnya, akan memasuki fase next normal saat kasus COVID-19 sudah mulai berkurang dan industri mulai kembali bangkit secara perlahan meskipun masih berlaku pembatasan sosial secara lebih longgar.

Proses ini akan dilanjutkan dengan fase post normal atau situasi saat masyarakat yang benar-benar baru.

“Namun, post normal harus dipahami dengan pola pikir bahwa kondisi industri tidak akan pernah sama lagi. Kondisi ini diperkirakan akan mempercepat akselerasi digital di berbagai industri. Jika tidak melakukan preparing dengan baik, e-commerce bisa jadi tidak dapat bertahan dan bersaing di masa post normal,” jelasnya.

Sementara, bagi para pemain e-commerce, masa sulit ini bisa dijadikan

| June 2020

momentum untuk melayani pelanggan dengan lebih baik. Menurut Monika Rudijono, Chief Marketing Officer Lazada Indonesia, kondisi pandemi COVID-19 justru menjadi ajang Lazada meningkatkan kepercayaan konsumen. Tujuannya adalah ketahanan dan keberhasilan bisnis setelah pandemi berakhir. “Lazada memiliki dua fokus kelompok konsumen, yaitu pembeli dan penjual. Saat ini, kedua kelompok tersebut memiliki kebutuhan masing-masing yang harus kami penuhi,” kata Monika.

Lazada mengakui adanya keluhan dari para pelapak yang mengalami penurunan penjualan. Keluhan terutama datang dari para pelaku UKM. Beberapa pelaku UKM mengalami penurunan penjualan secara drastis karena konsumen saat ini sedang memprioritaskan kebutuhan pokok seharihari.

“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak seperti kementerian agar penjualan

UKM ini tidak terus mengalami penurunan.

Bahkan, kami memasukkan UKM kecil untuk bergabung di ekosistem sehingga mereka dengan mudah mendapatkan pasar yang diinginkan,” jelas Monika.

Bagi beberapa mitra, masalah utama justru bukan penurunan penjualan melainkan kekhawatiran pembeli terkait bebas tidaknya paket kiriman dari ancaman virus. Menanggapi hal ini, Lazada mempertegas standarisasi operasional, baik di lingkungan gudang maupun mitra logistik. Lazada secara aktif mengedukasi pembelinya bahwa produk yang ditawarkan dan dikirimkan terjamin kebersihan dan kesehatannya.

Monika menegaskan, setiap paket yang masuk dan keluar akan melalui proses sterilisasi lebih dulu. Lazada juga memastikan kurir yang bertugas dalam keadaan sehat dan bersih. Perusahaan memberlakukan protokol kesehatan

O

U

T

L O

O

K

089

INFORMATION BY COMPANY DURING COVID-19 Productivity Apps are the most downloaded Apps across the 1st and 2nd age group, while e -commerce is the highest for the 3rd age group and education for the 4th age group. Games are only popular within the 1st age group

<25 years old * 43.8%

Education Government Apps

Entertainment

18.8%

17.1%

Lifestyle

18.8%

14.3%

56.3%

Social Media Games

31.3% 56.3%

22.9%

50.0% 51.5%

50.0% 50.0%

33.3% 25.0%

15.2%

71.4% 28.6%

25.0%

24.2%

42.9%

18.8 %

50.0% 63.6%

25.7%

Online Transportation

75.0%

36.4%

37.1%

37.5%

>44 years old*

42.4%

45.7% 50.0%

Productivity

35 -44 years old

25.7%

31.3%

E-Commerce

Music & Audio

25 -34 years old

25.0%

42.4% 36.4%

0.0% 0.0%

30.3%

Sumber: MarkPlus Insight, Surviving The COVID-19, Preparing The Post-E-Commerce and Applications (Tech) Industry Perspective (2020)

sesuai anjuran WHO dengan menyediakan disinfektan di lingkungan warehouse dan membekali kurirnya dengan masker dan hand sanitizer.

“Kami juga secara konsisten memberikan edukasi kepada pembeli melalui aplikasi dan media sosial agar melakukan physical distancing ketika menerima paket, termasuk menyarankan untuk melakukan pembayaran nontunai agar tidak ada interaksi langsung antara kurir dan pembeli,” tutur Monika.

Hal serupa juga diterapkan oleh Shopee.

Menurut Daniel Minardi, Head of Brands Management Shopee Indonesia, kondisi saat ini membuat Shopee harus bisa beradaptasi. Secara internal, Shopee beradaptasi dengan melakukan work from home dan penyemprotan disinfektan untuk agen dan warehouse. Di sisi eksternal, Shopee melakukan edukasi pada mitra dan pembeli. Salah satu yang insiatif yang dilakukan oleh Shopee adalah kampanye #ShopeeDariRumah. Kampanye ini mengajak para pembeli untuk berbelanja dari rumah.

Daniel menjelaskan, selama masa COVID-19, ada peningkatan penjualan dari kategori makanan dan minuman. Melihat hal tersebut, Shopee pun melakukan kerja sama dengan beberapa pihak untuk menjamin ketersediaan makanan pokok.

“Sedangkan dari penjual atau UKM, Shopee menyediakan bantuan dari sisi logistik serta menghadirkan berbagai program yang dapat membantu kelangsungan UKM di Shopee,” tambah Daniel.

Salah satunya adalah program bantuan kesejahteraan kepada mitra UKM. Berbagai program stimulus dukungan diberikan Shopee kepada para penjual, seperti pengurangan biaya operasional dan memudahkan pemasaran bagi pelaku UKM. Tahapan Selanjutnya Ignatius Untung, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), mengatakan banyak pemain e-commerce yang menggunakan pola yang mirip, khususnya di tahapan awareness dan consideration.

“Pada tahap consideration, banyak pemain yang sudah menyisipkan tema-tema yang berbau COVID-19. Ini meliputi prosedur keamanan, komitmen pelayanan, dan klaim bisnis dan layanan,” kata Untung.

Ia mengingatkan, saat ini banyak pemain yang hanya menyentuh tiga level awal, yakni awareness, consideration, dan conversion saja. Belum ada yang benarbenar menyentuh pada tahapan loyalty dan advocacy. Menurutnya kalau pun ada pemain yang sudah menyasar tahapan loyalty, medium yang digunakan adalah

melalui strategi remarketing dan email blast.

Situasi ini memberikan lampu kuning bagi para pemain e-commerce untuk memikirkan kembali bagaimana bisnis mereka setelah pandemi. Saat ini, banyak konsumen yang masih berada pada tahapan anxiety alias resah. Tahapan ini perlahan-lahan akan naik menjadi need dan want. “Permasalahannya adalah apa yang telah dicapai sekarang oleh para pemain belum tentu bisa sukses di masa mendatang,” imbuh Untung.

Ia mencontohkan, situasi saat ini banyak orang yang menahan pembelian.

Tapi, di satu sisi, mereka siap balas dendam untuk membeli produk dan layanan ketika situasi sudah pulih. Sebab itu, para pemain e-commerce perlu berpikir ulang apakah produk dan layanannya cocok dengan masa setelah pandemi. “Apakah produk masih relevan? Apakah setelah pandemi ini orang akan selamanya pakai masker?” katanya.

Untung mengingatkan agar para pemain e-commerce menunjukkan kepedulian dan empati mereka kepada pelanggan secara tulus. “Banyak merek lupa kalau di masa pandemi ini, masyarakat lebih membutuhkan empati. Sebab itu, saatnya merek juga menunjukkan empati mereka,” pungkas Untung.

Dec 2017-Jan 2018 | June 2020

O

U

T

L O

O

K

019 090

Government

Saatnya Kerja Bersama Tidak ada pemerintahan di dunia yang pernah menghadapi situasi seperti saat ini. Wajar bila selama menghadapi pandemi ini terjadi perbedaan pemahaman pada suatu kebijakan. Di sisi lain, pemerintah, baik pusat dan daerah, tidak perlu menunggu waktu hingga pandemi ini tuntas untuk menggerakkan ekonomi.

Oleh Ign. Eko Adiwaluyo, Ellyta Rahma, Estu Dian Maranti

| June 2020

O

U

T

L O

O

K

091 emerintah Republik Indonesia telah menerapkan beberapa kebijakan dalam menangani COVID-19, mulai dari pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 hingga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah. Namun, yang jadi kendala adalah ketika kebijakan yang dibuat tidak dapat diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah daerah.

Menurut Soekarwo, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, para pemimpin pemerintahan di semua level harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan didukung komunikasi yang bagus. Apalagi, tidak ada pemerintahan di seluruh dunia yang pernah mengalami pandemi COVID-19.

Di sisi lain, pandemi ini telah memberi pembelajaran bagi bangsa ini di banyak aspek. Pembelajaran tidak hanya dalam aspek kesehatan, tapi juga ekonomi, politik, hingga manajemen pemerintahan.

Tidak hanya itu, sisi kepemimpinan dan

manajemen pemerintah juga menjadi isu penting.

“Kompetensi seorang pemimpin diperlukan untuk mengatasi pandemi ini.

Kondisi pandemi ini menjadi ujian setiap pemimpin dalam mengelola setiap aspek masalah,” kata Soekarwo di acara Industry Rountable: Surviving The COVID-19, Preparing The Post, Government Sector Perspective yang digelar oleh MarkPlus, Inc. Akmal Malik, Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengatakan, Presiden Joko Widodo telah membuat berbagai kebijakan.

Namun, adanya sistem desentralisasi di Indonesia membuat pemerintah daerah yang berperan menjadi eksekutor. “Karena itu, kami di pemerintah pusat selalu berupaya menemukan cara agar kebijakan dari pemerintah pusat dapat diterapkan dengan baik di daerah,” ungkap Akmal.

Sejauh ini, pemerintah pusat telah menyiapkah pedoman yang berisi lima langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam rangka penanganan COVID-19. Pertama, upaya pencegahan yang sedang dilakukan oleh gugus tugas. Kedua,

memperkuat daya tahan tubuh dan sudah menjadi tugas pemerintah dalam mendorong masyarakat memiliki imun yang kuat untuk membunuh virus.

Ketiga, membangun sistem yang kuat dari tingkat pusat hingga tingkah daerah.

Sistem ini pun termasuk sistem kesehatan karena dalam menangani COVID-19 membutuhkan alat-alat kesehatan serta perangkat-perangkatnya yang kuat.

Keempat, membangun sistem ekonomi.

Adanya ketidakpastian kapan pandemi ini berakhir membuat dampak ekonomi semakin besar dan luar biasa karena itu dibutuhkan pedoman membangun ekonomi saat pandemi.

“Kita tidak melakukan lockdown. Kita hanya melakukan PSBB. Namun, dampak dari itu jauh luar biasa di mana produktivitas tidak berjalan dengan baik. Sektor supply sangat terpengaruh sehingga kita hanya dapat bergantung pada demand atau daya beli masyarakat,” jelas Akmal.

Terkait menjaga pertumbuhan ekonomi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Mengacu data dari Badan Pusat Statistik

GOVERNMENT AS THE INFORMATION MESSENGER Majority of public received information regarding COVID -19 everyday from central government and ministry of health Government Entities that Often Give Information Regarding COVID -19 to the Public N = 215

Frequency of Receiving Information Regarding COVID from Government Entities N = 215

Central Government

49.3% Everyday

Ministry of Health

Regional Government

Ministry of Communication & IT

Ministry of Social Affa rs

76.7%

29.3%

11.2% 4-5 times a week

9.3%

2-3 times a week

7.0%

Once s week

6.5%

6.5%

2.3%

Ministry of Transportation

0.5%

Ministry of Education and Culture

0.5%

Ministry of Finance

-19

0.5%

Sumber: MarkPlus Insight, Government Communication During COVID-19 (2020)

Dec 2017-Jan 2018 | June 2020

O

U

T

L O

O

K

019 092 (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2020 hanya tumbuh 2,97%.

Pertumbuhan ini merupakan yang terendah dalam dua dekade terakhir.

Menurut Soekarwo, pemerintah harus terus mendorong konsumsi masyarakat dan menggerakkan sektor usaha, mikro, kecil, dan menengah (UKM) dan industri kecil dan menengah (IKM). “UKM dan Industriindustri kecil menengah harus diberi stimulus. Mendorong sektor-sektor yang saat ini produknya sedang dibutuhkan untuk terus tumbuh,” kata Soekarwo.

Belanja rumah tangga perlu didorong dengan dukungan sistem ekonomi yang kuat dan difasilitasi oleh pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Salah satunya dengan mendorong kearifan lokal dan UKM. Kelima, membangun jaring pengaman sosial di seluruh daerah. Pemerintah daerah harus serius mempersiapkan jaring pengaman sosial agar tak menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.

Penyediaan jaring pengaman sosial ini merupakan bagian dari percepatan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu atau refocusing anggaran yang digunakan secara memadai dalam Percepatan Penanganan COVID-19.

Akmal menjelaskan, tidak ada yang dapat memprediksi kapan pandemi berakhir.

Karena itu, pemerintah telah menyiapkan dua strategi yang melibatkan dua skenario.

Skenario pertama, yakni apabila COVID-19 terus berlanjut, kebijakan ke depan akan difokuskan pada penanganan COVID-19.

Beberapa strategi dipersiapkan mulai dari memperkuat langkah-langkah pencegahan, kekebalan tubuh warga, ketahanan pangan, mengembangkan industri-industri alat kesehatan, serta mendukung bantuan sosial bagi masyarakat terdampak, hingga menjaga agar dunia usaha tetap berjalan.

Sedangkan skenario kedua, apabila COVID-19 berakhir maka tahun 2021, pemerintah akan berfokus pada pemulihan ekonomi, serta pemulihan sektor-sektor yang dapat memajukan kesejahteraan masyarakat, seperti sektor pariwisata dan sektor investasi.

“Ini saatnya kita bersinergi menyelesaikan persoalan-persoalan dan tidak mencari kelemahan dari sistem yang ada. Memang tidak mudah membangun hubungan pusat dan daerah karena kapasitas antara keduanya tidak sama. Kesenjangan inilah yang menimbulkan distorsi bagi pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakankebijakan dari pemerintah pusat,” jelas Akmal.

Peran Komunikasi Banyaknya simpang siur mengenai informasi mengenai COVID-19 menyebabkan

| Dec June2017-Jan 2020 2018

masyarakat seakan sedang berayun di tengah jembatan gantung yang tidak pasti ujungnya di mana. Menghadapi hal ini, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Widodo Muktiyo mengatakan bahwa komunikasi menjadi darah kehidupan bangsa.

“Kami membangun konsep bagaimana menjelaskan kepada masyarakat prosedur penanganan hingga integrasi data untuk membangun kepercayaan publik. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik membangun sebuah sistem yang terintegrasi agar penyampaian informasi publik mengenai penanganan COVID-19 jelas dan kepercayaan pada pemerintah dapat dibangun di masyarakat,” kata Widodo.

Integrasi ini dimulai dari pengaturan juru bicara penanggulangan COVID-19, penyampaian data, hingga informasi menyeluruh yang disampaikan oleh pemerintah daerah di gugus tugas penanggulangan COVID-19 di wilayah masing-masing. Contohnya, aturan untuk melepaskan masker bagi juru bicara yang bertugas menyampaikan informasi di depan publik. Hal ini dilakukan untuk menghindari framing pesan dan menjamin kejelasan informasi.

“Juru bicara dapat menggunakan masker saat memasuki ruangan pusat informasi, melepasnya saat berbicara, dan menggunakan kembali saat penyampaian informasi selesai dilakukan,” jelasnya.

Tidak berhenti di sana, Widodo juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengatur integrasi data dari laboratorium di seluruh Indonesia. Data ini disatukan dalam sebuah sistem pangkalan yang diklaim kredibel untuk diakses secara luas di masyarakat.

“Upaya-upaya ini dilakukan agar informasi mengenai virus ini secara lengkap dan akurat kepada masyarakat. Kami juga menyusun agenda setting dan narasi tunggal agar rasa percaya masyarakat dapat dibangun. Dan, masyarakat dapat mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah guna memutus rantai penularan penyakit,” pungkas Widodo.

Ambil Peluang Dalam Piramida Maslow orientasi manusia pada aktualisasi diri menjadi yang tertinggi. Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat, aktualisasi diri sudah menjadi gaya hidup orang. Namun, setelah adanya pandemi ini, orientasi orang akan kembali pada yang paling dasar, yakni pemenuhan kebutuhan fisiologis atau kebutuhan pokok.

Bupati Karanganyar Juliyatmono memperkirakan masyarakat akan berlombalomba untuk melakukan recovery setelah pandemi berakhir. Karenanya, akan ada

lonjakan kebutuhan pangan pokok yang dibutuhkan masyarakat setelah pandemi berakhir.

“Karanganyar merupakan daerah penghasil bahan kebutuhan pokok mulai dari beras hingga berbagai buah dan sayur. Untuk mengantisipasi kekurangan, kami mendorong para petani lokal untuk menggenjot produksi secepat mungkin agar proses recovery pascapandemi juga bisa dilakukan dengan cepat,” katanya.

Pihaknya mengharapkan adanya kebijakan pemerintah pusat untuk memperketat impor bahan pokok. Menurut Juliyatmono, kebutuhan bahan pangan untuk membantu recovery harus dapat dipenuhi dari hasil petani lokal. Dengan ini, ketika pandemi berakhir dan perekonomian mulai berjalan kembali, petani tidak mengalami kesusahan.

Hal sama diungkapkan oleh Gubernur Provinsi Bangka Belitung Erzaldi Rosman yang mengatakan daerah perlu didukung untuk tetap menggerakkan perekonomian, saat pandemi atau setelahnya. Apalagi, di daerah-daerah yang bukan merupakan zona merah, seperti Provinsi Bangka Belitung (Babel).

Meskipun tanpa menerapkan PSBB, Pemprov Babel berhasil menghambat secara maksimal penyebaran COVID-19. Langkah yang dilakukan oleh Pemprov Babel adalah membatasi jumlah orang yang masuk ke wilayah ini di pelabuhan dan bandara.

Adanya pembatasan ini, jumlah orang yang masuk dan keluar Babel pun turun drastis.

Di sisi lain, perekonomian di Babel mulai terganggu. Padahal, ada beberapa sektor yang punya potensi untuk terus digerakkan, di antaranya, perikanan dan kelautan. “Selama pandemi ini, permintaan pada udang paname justru meningkat.

Harganya juga terus naik. Jadi, kami sedang berkonsultasi untuk menggerakkan sektor ini,” kata Erzaldi.

Selain itu, Erzaldi juga berharap bisa menghidupkan lagi sektor pariwisata di tingkat lokal. Tentunya, dengan tetap menjalankan protokol COVID-19.

“Kalau kami tidak segera menggerakkan perekonomian, kami akan mengalami kesulitan keuangan. Di sisi lain, alokasi dana kami untuk jaring pengaman sosial hanya bisa sampai Agustus,” ungkapnya.

MISSION

To Promote the Strategic Role of Marketing in Indonesia

p. 094 Serlina Wijaya Chief Marketing Officer Pegipegi Navigating the Waves of the Crisis

VISION

To become the premiere community for Marketing Executives who have strong passion for Marketing in Indonesia

TRI-FOUNDERS OF PKCAM

Philip Kotler Hermawan Kartajaya Hooi Den Huan

JUNE 2020 www.marketeers.com Email: cmoclub@markplusinc.com www.jakartacmoclub.com

JAKARTA CHIEF MARKETING OFFICER CLUB

The Jakarta CMO Club was officiated by the Philip Kotler Center for ASEAN Marketing (PK-CAM) and was established as a platform to empower marketing to a higher level beyond function. Only highly regarded business and marketing leaders will be invited for its membership. The Jakarta CMO Club was launched on February 25, 2008

C

M

O

094

Serlina Wijaya Chief Marketing Officer Pegipegi

Navigating the Waves of the Crisis Online Travel Agent business player, Pegipegi had to swallow bitter pills because many travel and accommodation orders were canceled due to a pandemic, COVID-19. However, during this challenging situation, Pegipegi put aside their egos. Pegipegi believes that the brand must prioritize empathy in its current condition.

Under the leadership of Serlina Wijaya, Chief Marketing Officer of Pegipegi, the startup chose to simplify the customer refund process in various ways. Pegipegi also relies on its online refund feature, which makes it easy for customers to self-refund. Not only that, but Pegipegi also increased the capacity of customer operations to serve customer demand to the maximum during this pandemic. From the marketing side, Pegipegi makes ongoing efforts to maintain brand equity while supporting physical distancing policies through the #NantiKitaPegiPegiLagi campaign.

For Serlina, prioritizing the human side, both internal (company) and external (customer), is the best marketing strategy. Moreover, during the current crisis conditions, communication became a vital combo to survive in a crisis-era and became more robust than before.

With Annisa Bella from Marketeers, Serlina shared her strategic steps in leading Pegipegi to stay afloat in crisis conditions, until she was ready to accelerate business in the post-pandemic period.

| June 2020

C

M

O

095 First, let’s talk about your professional journey, both education and work experience. How does the background help you to run Pegipegi?

Since a long time ago, I have always been interested in the topics around complex problem solving, psychological, and organizational behavior. I majored in Industrial Engineering in Bandung Institute of Technology. I started my career working as consultants at both local and global consulting firms before I decided to join the tech startup world.

I joined Pegipegi back then in 2018, with the sole motivation to bring more impacts to the travel industry in Indonesia. I believe that the growing economy will lead to more needs and more problems to solve in the travel space. It has its beauty when you can design the business and organization strategy, and later execute it to bring the impacts to live. I see this as an advantageous experience.

How do you see the challenge of leading a startup company in this era?

The biggest challenge is definitely on navigating both the business and organization strategy and execution, how to champion these consumer understanding perspectives into higher-level strategy development. There is no exact recipe on how to do things as the context is different from business to business.

In the growing economy era, customers have a wide variety of options. They have higher standards and needs, competitions are tough. Hence differentiation and further optimization become key in driving the growth of a business.

The world is also becoming more digitalized, today’s marketing channels are indeed different from those of five or ten or 20 years ago. We need to find the most effective and efficient way of delivering our messages to our target customers, so they can convert into using our products and services, be it for the first time or as loyal customers. It certainly needs an excellent understanding of our customers, their behaviors, channels mix, content mix.

Online Travel Agent business is one of the worst victims of the pandemic COVID-19.

Many players in this sector suffered heavy losses. How do you see the way this pandemic reshapes the competition in this market?

Certainly, COVID-19 has a massive impact on almost every industry in the world and to the global economy. Impact to travel business is inevitable, the adverse effects are something we have never seen before.

Almost all industries, especially travel have put all significant measures into place as a response to this pandemic. We have seen most players lower their marketing spending significantly to almost a complete halt. The challenge for everyone now is how to continue engaging with customers and providing the products and services they need during this situation, ensuring that we as an organization, and as business prepare ourselves to be ready to scale back when this whole situation is over.

We remain very optimistic about the future of the travel industry itself. Travel is one of the largest and most resilient sectors in the world because people love to travel.

It’s eye-opening, and I think that people will travel again for sure. An example of how resilient this industry is that travel has survived crises in the past, such as the Bali bombings and 2008 recession.

In the future, travel has golden opportunities as Google and Temasek predicted that by 2025, the online travel industry in Southeast Asia will reach US$78 billion of market capitalization. It will take some time to heal, but I firmly believe it certainly will bounce back again to the level that is even stronger than before the pandemic.

Then, how about the impact of this pandemic on your business (growth, numbers of cancellation, etc)?

We saw a very significant spike in terms of the incoming cancellation requests, and it reached six to seven times higher than the usual amount of requests. Therefore, our primary focus is to provide the best Customer Service for our consumers. We are working relentlessly to make sure our customers get the best terms for their refunds. Many of our employees had been coming together to help our customer service so we can continue to serve our customers optimally.

The growth of the business has been impacted very significantly, and the number is even more dominant than what we have expected at the beginning of the year.

However, we have put into place significant measures to navigate the business in this situation, and we are optimistic about the future when all of this ends.

What kind of anxiety and desire from the customer in the market? Then, how does Pegipegi answer their anxiety and desire during this pandemic?

During this pandemic, everyone’s utmost concerns are about health and safety. There is already a measure regarding physical distancing that the government has put in place to slow down the growing cases of this

pandemic. This certainly affects how people work, socialize, and travel. Our main priority is to support the government in achieving health and safety objectives.

To stay engaged with customers and provide customers needs are also our main priorities during this pandemic. We ensure we communicate with empathy, and provide relevant solutions during the pandemic, i.e., refund, reschedule options, etc. We stay with them during a particular big theme, such as Ramadan moments, and we communicate in a way that can always spark freshness and excitement for those who interact with us.

You choose to make the refund process easier for your customer. In fact, COVID-19 is hitting your business. Why did you choose this step? What kind of benefit that Pegipegi can get if you select this strategy?

To stay engaged with customers and provide customers needs are also our main priorities during this pandemic. We are committed to staying together with our customers during the tough times, and not only during good times.

In many circumstances, we will live up to our brand promise, i.e., to make travel more accessible for all Indonesians. We know that travel itself is a long and end-to-end journey, with the refund process as a part of it, which is an essential component of the trip that can provide a sense of relief for customers, knowing that the process is well taken care of and they are in good hands.

That is the main reason why we will continue by enabling a better refund process for our customers.

What is Pegipegi’s survival mode for business continuity to survive amid this pandemic? (Besides Pegipegi’s initiative to prioritize customer service for refund) Our main priority is also to support the government in achieving health and safety objectives. To stay engaged with customers and provide customers needs are also our main priorities during this pandemic. We are committed to staying together with our customers not only during good times but also during the tough times.

We are cooperating with hundreds of hotel partners to provide special offers that are refundable such as, “Book now, for holidays later” promo with a hotel discount up to 20%., and “Long stay deals” promo, suitable for our customers who want to Work from Hotel.

In the current conditions, does Pegipegi create a new source of revenue? Please give us an explanation.

Our core business will remain in the travel sector consisting of both transportation

June 2020 |

C

M

O

096 and accommodation. We have put in place significant measures during this pandemic situation while continuing to build our products, services, and organic brand - so that we are ready to bounce back stronger in serving our customers once the pandemic is over.

Does Pegipegi create attractive promos during this crisis? Or does the marketing strategy only focus on CSR activities? What kind of promos, and how’s the result?

To stay engaged with customers and provide customers needs are also our main priorities during this pandemic. Right now, we are cooperating with hundreds of hotel partners to offer special offers that are refundable. We also collaborate with Kitabisa to raise funds in our CSR program called “Pegipegi Peduli.” We aim to help the medical workers who have been battling the virus in the front lines. We believe that this support — together with our users — is the right thing to do to show our gratitude for their dedication.

This world will change in the post-pandemic.

From your point of view, what will the new normal look like, especially in the Online Travel Agent sector? Who’s going to be the biggest target market? Any new business model will create? And, what kind of preparations from Pegipegi to face The New Normal?

We believe that some new behaviors will emerge as countries worldwide, including Indonesia, relax their lockdown policies.

Health and hygiene will be the utmost concern for travelers who planned their trip.

Second, domestic trips will be the first to bounce back as we have seen this trend in China and several other impacted countries.

A staycation might become the first choice for people who want to travel again.

Lastly, we will see a more rapid and creative digital evolution and consumption in the travel sector. We are preparing ourselves from now on and are optimistic that we are ready to execute to serve customers once all of these trends become the new normal.

You seem to be a marketing enthusiast.

What do you think about how marketing has transformed? And what’s the outlook of marketing going to look like?

We have seen many evolutions of marketing from time to time. The marketing today is certainly different from that of five years, ten years, 20 years, 50 years ago, and so on. It has gone through five eras starting from mass production where emphasis and priority are not put on customers, up to the current situation where customers are the

| June 2020

priority and indeed have many options and higher purchasing power.

Marketing has also evolved to take a more strategic place in a company strategic planning cycle as well, which, in a way, is saying the company does exist to serve demand from customers. This being said, the essence of marketing will remain similar from time to time, i.e., how to be able to best help customers’ interest through the products, services, and experiences. It is just the manifestations that change.

As we move forward, we will enter an era that is more digitalized, personalized, and instant. This means that serving customers right alone is not enough. Every player needs to take the battle to another level to really understand what consumers want, how to enable not only products, services, and experiences that they need and want, but also how to communicate and connect with them at a more personalized level.

And all in all, how to be able to grasp their attention instantly. At the same time, how all operations can support this in a scalable and efficient way. Consumers are at the center of how everything evolves.

I am beyond excited to take part in this evolution.

How do you see leadership during the crisis?

Churchill once said, “the difference between mere management and true leadership is communication.” We’ve come to realize that now more than ever, communications to our internal

employees, to our strategic partners, and to our consumers have become a very vital component for us to survive the crisis together, and to come out stronger than before.

QUOTE

“THE CHALLENGE FOR EVERYONE NOW IS HOW TO CONTINUE ENGAGING WITH CUSTOMERS AND PROVIDING THE PRODUCTS AND SERVICES THEY NEED DURING THIS SITUATION, ENSURING THAT WE AS AN ORGANIZATION, AND AS BUSINESS PREPARE OURSELVES TO BE READY TO SCALE BACK WHEN THIS WHOLE SITUATION IS OVER. “ Serlina Wijaya Chief Marketing Officer Pegipegi

Marketeers SUDESTADA

PRODUCT

MOVIE & MUSIC

P. 100

P. 102

GOYANG LIDAH ALA NEGERI TANGO

P. 098

M

A

R K

E

T

E E R S

X

Food 098

Sudestada

Goyang Lidah Ala Negeri Tango Gaya hidup Argentina lewat kuliner kini bisa dicicipi di Jakarta. Dengan koki asli Argentina dan timnya yang berpengalaman, Sudestada menjanjikan pengalaman makan yang autentik. Resto ini siap menggoyang lidah pengunjungnya.

Oleh

Clara Ermaningtiastuti

| June 2020

Penampilan menjadi salah satu daya tarik pencinta kuliner menjajal sebuah restoran baru. Sensasi pengalaman baru didapat ketika mereka berada di resto tersebut dan menikmati suasana dan menu yang disajikan.

Ingin memberikan pengalaman segar dan baru di Jakarta, Sudestada hadir dengan nuansa budaya dan gaya hidup Argentina.

Sudestada dibangun dengan konsep rumah di pedesaan yang memiliki bangunan besar dan kaca yang tinggi. Material batu bata menambah kesan autentik, dilengkapi kolam ikan dan teras yang luas.

Ketika masuk ke dalam, pelanggan seakan diajak mengunjungi kota Buenos Aires. Mengambil konsep industrial rustic, berbagai ornamen khas bisa dilihat pelanggan, mulai dari alat olahraga hingga lukisan yang menunjukkan kehidupan di sana. Salah satu yang menarik perhatian adalah lukisan El Caminito yang merupakan bangunan bersejarah berlokasi di distrik La Boca, tempat tarian Tango lahir. Lukisan tersebut memenuhi salah satu sisi dinding restoran yang menjulang lebih dari enam meter.

Tidak hanya menawarkan dining dengan konsep grill tradisional Argentina, Sudestada juga menghadirkan bar dan kafe. Bar dengan berbagai pilihan minuman siap menjamu pelanggan. Desain bar yang mengusung tema industrial tapi lebih kontemporer memberi sedikit nuansa berbeda dari tempat dining yang condong ke arah rustic.

Konter bar terkesan mewah namun kasual dengan marmer paduan warna putih serta biru kehijauan. Pada bagian atas konter, berjejer gelas dan botol minuman yang menambah estetika bar yang terbuka. Bar Sudestada menawarkan rangkaian minuman mulai dari koktail hingga sejumlah Malbec Wine yang terkenal pekat berasal dari daerah Mendoza.

Makan dan minum bersama keluarga serta kerabat menjadi budaya yang terbangun di Argentina. Mengambil nilai budaya tersebut, Sudestada ingin memberikan pengalaman makan di mana orang-orang bisa menikmati kebersamaannya. “Ini seperti konsep Asado yang kami adaptasi dari kebiasaan masyarakat Argentina yang doyan berkumpul bersama keluarga untuk makan di sekitar

M

A

R K

E

T E E R S

X Food 099

panggangan,” ujar Executive Chef dan pemilik Sudestada Victor Taborda.

Karenanya, Sudestada memiliki area Asado yang berada di tengah ruang makan.

Berbentuk open kitchen, area ini didominasi panggangan sepanjang 1,4 meter yang diimpor langsung dari negeri asalnya. Tidak hanya menghadirkan rasa autentik, teknik dan penyajian makanannya menambah pengalaman pengunjung.

Sudestada menawarkan menu utama berbahan dasar daging. Berusaha menekankan rasa asli, semua daging yang disajikan merupakan hasil impor dari Negeri Tango tersebut. Salah satu potongan daging favorit adalah Matambre atau potongan daging tipis dan krispi yang di ambil dari bagian antara iga dan perut.

Rasa daging panggang kemudian disempurnakan dengan saus Chimichurri.

Saus ini berbahan dasar minyak yang ditambah dengan cacahan peterseli dan bawang putih. Sudestada memastikan kesegaran saus yang mereka sajikan dengan pembuatan yang dilakukan setiap hari. Gurih dari bawah putih ditambahkan pada daging

yang dipanggang dengan teknik istimewa seakan memperkaya rasa hidangan yang disajikan.

Beberapa menu lain yang menjadi rekomendasi adalah hand cut beef Empanadas. Menu ini merupakan sajian istimewa yang resepnya secara khusus diwariskan oleh nenek dari sang chef. Selain menu grill, ada pula pizza yang bisa menjadi pilihan pelanggan.

Kenapa pizza? Taborda menjelaskan kuliner Argentina banyak dipengaruhi makanan dari Amerika Latin dan Italia.

Namun, yang jelas memberikan perbedaan adalah berbagai rempah yang digunakan serta teknik memasak. Pasalnya, mulai dari daging hingga pizza yang tersaji di Sudestada dimasak dengan teknik Asado, yaitu teknik memasak di atas api terbuka dengan pemanggang yang menggunakan kayu bakar.

Tidak hanya menyediakan menu makanan berat, restoran yang berada di daerah Menteng, Jakarta Pusat ini juga menghadirkan kafe untuk makanan ringan yang cocok disajikan bersama kopi. Pas sekali untuk pengunjung yang ingin sarapan

sebelum pergi ke kantor, makan siang cepat, atau sekadar memakan kudapan di sore hari.

Secara keseluruhan, Sudestada dapat menampung 200 pengunjung. Terbagi di beberapa area, yakni gabungan lantai satu dan dua dengan 74 tempat duduk, 14 kursi di bar, dan kafe yang bisa ditempati 56 orang. Sedangkan area outdoor sendiri bisa menampung 56 tamu.

Sudestada dapat menjadi pilihan bagi masyarakat perkotaan yang bosan dengan tempat-tempat dengan konsep fine dining.

Bagi pelanggan yang ingin sedikit lebih santai bisa menikmati berbagai kue yang setiap hari dipastikan fresh from the oven hingga kopi racikan barista. Sudestada menjadi satu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat perkotaan.

Sudestada Jakarta Jalan Irian No.18 Menteng, Jakarta Pusat PRICE Approx. IDR 250.000 for two People Without Alcohol HOURS Monday – Sunday:

07.00 – 23.30

June 2020 |

M

A

R K

E

T

E E R S

X

Product 100

1

Hadir sebagai mobil pertama dari Seri 3 berbadan touring, BMW Seri 3 Touring dipasarkan hanya dalam 25 unit sepanjang tahun ini. Mobil yang diimpor dari Jerman ini hadir dengan desain yang dinamis dan maskulin.

Di bagian interior, desain bangku terbaru diklaim memberi kenyamanan selama perjalanan jarak jauh. Ruang bahu di bagian depan kabin diperbesar secara signifikan. Selain itu, kompartemen belakang memberikan penumpang ruang kaki ekstra dan kemudahan masuk dan keluar yang lebih optimal serta privasi dengan roller-sunblind.

Bangku belakang mobil ini dapat mengakomodasi tiga kursi anak. Dua di antaranya dapat dipasang dengan titik-titik

3

2

The 3 Touring Tangguh Menjelajah

All New Audi Q3 Untuk Keluarga Milenial

| June 2020

penghubung ISOFIX serta dilengkapi dengan sistem pendingin udara 3-zona otomatis.

Terlebih lagi, panoramic glass-roof juga mamberikan kesan lapang bagi semua penumpang.

Urusan performa, All-new BMW 320i Touring M Sport dilengkapi dengan mesin generasi terbaru dari BMW TwinPower Turbo empat-silinder, dua-liter yang menghasilkan tenaga 184 hp dan torsi 300 Nm. Tercatat, mobil seharga Rp 1, 3 milar di off-the-road ini mampu melesat 0-100 km/ jam hanya dalam 7.5 detik. Kendaraan ini memberikan efisiensi yang baik dengan konsumsi bahan bakar 14.9 km/l dan emisi CO2 152 g/km.

PT Garuda Mataram Motor, Agen Pemegang Merek Audi di Indonesia memperkenalkan The All New Audi Q3. Produk generasi kedua kompak SUV unggulan Audi ini memiliki beberapa kelebihan. Tampilan All new Audi Q3 kini semakin sporty dengan penggunaan grille singleframe berdesain oktagon dengan aksen-aksen garis vertikal, plus lubang udara

Indosat Ooredoo Business CloudVoice Garap Segmen B2B

Indosat Ooredoo melalui Indosat Ooredoo Business menghadirkan CloudVoice untuk segmen business-to-business (B2B). Layanan ini hadir untuk menjawab kebutuhan perusahaan yang sedang menghadapi kondisi sulit di tengah pandemi COVID-19.

CloudVoice mempunyai dua solusi utama, yaitu CloudPBX dan Cloud CallCenter.

CloudPBX memungkinkan perusahaan melakukan penghematan pengeluaran telekomunikasi yang besar tanpa perlu membeli private automatic branch exchange (PABX) sendiri. Beban biaya lisensi, perangkat, maupun tempat khusus bagi karyawan untuk dapat mengoperasikan PABX juga tidak diperlukan jika menggunakan layanan CloudPBX. Sementara, Cloud CallCenter memungkinkan karyawan tetap produktif dalam melayani pelanggan. Teknologi ini juga mendukung operasional perusahaan yang bisa dijalankan dari rumah. Dengan CloudVoice, perusahaan dapat menggunakan nomor telepon kantor di mana saja dan tetap menjaga kelancaran koordinasi antarkaryawan sebaik ketika bekerja di kantor.

berukuran besar. Ditambah dengan desain lampu depan yang menyipit berteknologi LED. Garis-garis tegas dan elemen-elemen tiga dimensi di bagian dari interior All New Audi Q3 membuat mobil ini terlihat harmonis dari luar dan dalam. Dibandingkan pendahulunya, All new Audi Q3 memiliki dimensi yang lebih besar dengan panjang 4.484 mm, lebar 1.849 mm, dan tinggi 1.585 mm dengan antena di atap. Jarak sumbu roda (wheelbase) meningkat menjadi 2.680 mm atau memanjang 77 mm dibanding generasi Q3 lama. Hal ini menjadikan ruang kabin juga menjadi lebih lapang.

The All New Audi Q3 dipasarkan di Indonesia dengan harga Rp 777 juta (off– the-road) dan tersedia dalam tujuh pilihan warna, yaitu Pulse Orange, Ibis White, Chronos Grey, Floret Silver, Tango Red, Cosmos Blue, dan Mythos Black.

M

A

R K

E

T

E E R S

X

Product 101

4

MINI Countryman Blackheath Edition Hitam Nan Elegan

MINI kembali menyapa pencinta roda empat di Tanah Air. Kali ini, Countryman edisi khusus menjadi andalan MINI Indonesia untuk memikat hati konsumennya. Berada di bawah naungan BMW Group Indonesia, MINI meluncurkan Countryman Blackheath Edition.

Menggendong mesin berkapasitas 2.000cc dengan teknologi TwinPower Turbo terbaru, Countryman Blackheath Edition mampu menghasilkan tenaga 192 hp serta torsi 280 Nm. Tenaga ini disalurkan melalui transmisi otomatis 7-percepatan dual clutch sport yang memberikan dampak pada kecepatan perpindahan gigi. Dengan perpaduan mesin bertenaga dan gearbox tersebut, Countryman Blackheath Edition mampu melesat dari 0-100 kpj dalam 7,5 detik dan

5

bisa menggapai kecepatan maksimal 225 kpj.

Tidak seperti line up MINI lainnya, Countryman Blackheath Edition hanya dijual dalam satu pilihan warna, yaitu Midnight Black. Tak heran, Countryman edisi khusus ini didominasi oleh warna hitam di sekujur badannya. Namun, bukan berarti MINI dengan siraman warna hitam akan membuat mobil ini terlihat monoton. Countryman Blackheath Edition justru terlihat lebih elegan dan berkelas.

BMW Group Indonesia yang baru-baru ini mendapatkan Marketing Continuity Brand Appreciations (MCB) dari MarkPlus, Inc. menawarkan Blackheath Edition ini seharga Rp 799 juta dalam kondisi off-the-road.

Jadi, apakah Anda berminat untuk memiliki Countryman edisi khusus ini?

Dell EMC PowerStore Lebih Efisien dan Fleksibel

Dell Technologies memperkenalkan Dell EMC PowerStore, platform penyimpanan yang lebih fleksibel. Perangkat ini cocok untuk mengatasi permasalahan penyimpanan di era data.

DELL EMC PowerStore memiliki kemampuan hasil gabungan antara otomatisasi teknologi next generation dan arsitektur software terbaru. Platform ini bisa mengakomodasi data IT perusahaan dengan kerja yang lebih efisien dan fleksibel.

Produk baru ini diklaim memiliki beberapa keunggulan. Misalnya, kinerja yang tujuh

kali lebih cepat dan tiga kali lebih responsif dibandingkan dengan array storage kelas menengah Dell EMC sebelumnya.

Produk ini juga memiliki desain VNMeend-to-end dan Storage Class Memory dengan port ganda SSD Intel Optane.

Dell EMC PowerStorage dapat terintegrasi langsung dengan cloud publik, seperti Amazone Web Services, Azure, dan Google Cloud. Mendukung kemampuan ini, Dell menambahkan cloud storage services yang berfungsi sebagai Data Recovery as a Service (DRaaS) ke VMware Cloud di AWS.

6

Xiaomi Mi 10 Flagship Baru dari Xiaomi

Belum lama ini, Xiaomi meluncurkan smartphone Mi 10. Model flagship ini ditenagai oleh prosesor flagship Qualcomm® Snapdragon™ 865 5G Mobile Platform. Prosesor ini mampu meningkatkan pengalaman pengguna yang lebih baik secara keseluruhan. Mi 10 memiliki sistem pendingin LiquidCool 2.0 yang dapat menghilangkan panas yang timbul akibat durasi pemakaian yang panjang.

Dilapisi Corning®Gorilla®Glass 5, Mi 10 juga membawa finishing glossy di bagian belakang bodi. Selain itu, kamera depan diposisikan secara khusus untuk meminimalkan bezel dan memberikan area display yang lebih luas.

Smartphone ini memiliki konfigurasi empat kamera belakang dengan sensor utama 108MP untuk mengambil gambar yang sangat jernih. Mi 10 tersedia dalam varian 8GB + 256GB, dengan dua varian warna, yakni Twilight Grey dan Coral Green.

Xiaomi menawarkan Mi 10 dengan varian 8GB + 256GB mulai dari Rp 9,9 juta.

June 2020 |

M

A

R K

E

T

E E R S

X

Movie & Music 102 Tenet

Hailee Steinfield

Tenet menjadi salah satu film yang ditunggu di tahun ini. Dari sutradara kenamaan Christopher Nolan, film ini dikabarkan akan debut pada 17 Juli 2020 di Amerika Serikat. Film fiksi ilmiah ini diperkirakan akan mengikuti kesuksesan film-film Nolan sebelumnya, seperti Interstellar, The Dark Knight, dan Dunkirk.

Meski Nolan belum membeberkan secara detail plot Tenet, film ini mengangkat petualangan agen rahasia yang ditugaskan untuk mencegah Perang Dunia III. Menjadi menarik dan terlihat sangat Nolan dengan adanya twist perjalanan waktu dalam film spionase tersebut. David Washington dan Robert Pattinson akan menjadi dua pemain utama. Serta ada pula Aaron Taylor-Johnson, Elizabeth Debicki, Clemence Poesy, Himesh Patel, dan Dimple Kapadia.

Lima tahun setelah peluncuran HAIZ, Hailee Steinfield menyajikan lima lagu terbaru yang dikemas dalam Half Written Story. Sebagai warming up, Steinfield telah terlebih dulu memperkenalkan dua tembang pada Maret lalu yakni I Love You’s dan Wrong Direction. Your Name Hurts menjadi tembang unik dalam album ini dengan nuansa retro yang cocok untuk dansa lambat.

Another Flicks From Nolan

Half Written Story

Tom Misch & Yussef Dayes

What Kinda Music Kolaborasi Tom Misch dan Yussef Dayes tahun ini bisa memanjakan para penikmat jazz dan soul. Lewat What Kinda Music, dua musisi ini menawarkan konsep eksperimental yang jelas tidak biasa. Fokus pada instrumental, Storm Before The Calm menyajikan alunan saksofon yang sangat jazzy dipadukan permainan drum dinamis.

Jeremy Zucker

Love is Not Dying Love is Not Dying menandai perkembangan karier Jeremy Zucker yang sudah dimulai sejak tahun 2015. Singer-songwriter tersebut menunjukkan kemajuan musikalitasnya lewat album yang merangkum melodrama serta ketidakpastian khas anak muda. Transisi lembut di sepanjang album dapat ditemukan saat mendengar vokal lembut Zucker dalam orchid.

Hayley Williams

Petals for Armor

Happy Old Year

Melepas Pergi Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di Swedia, Jean (Chutimon Chuengcharoensukying) kembali ke Thailand untuk bekerja. Ia pun berencana mengubah rumahnya menjadi kantor minimalis dan membuang semua barang-barang yang tidak berguna. Namun, dia menghadapi tantangan ketika menemukan beberapa barang milik mantannya (Sunny Suwanmethanont).

Karya terbaru dari sutradara ternama asal Thailand, Nawapol Thamrongrattanari, Happy Old Year menawarkan cerita romantis mengenai move on dan melepas pergi orang yang disayang. Meski sudah tayang di bioskop Thailand dan sempat mengalami penundaan penayangan karena COVID-19, kabarnya film ini dipastikan tayang di Indonesia tahun ini.

| June 2020

Hayley Williams memamerkan transformasi besarnya dalam Petals for Armor. Selain berkarier bersama Paramore yang membesarkan namanya, Williams menghadirkan musik yang puitis serta menggambarkan perjalanan hidupnya. Lagu Why We Ever dibalut dengan R&B yang groovy dan disempurnakan dengan alunan gitar elektrik dari awal hingga akhir.

Oleh Clara Ermaningtiastuti, Estu Dian Maranti

Di Masa Sulit, Pemimpin Harus Berpikir Mega | Mengumbar Diskon Tak Lagi Cukup

COVID-19: Digitalization is Accelerating

N N O O I I T T A A Z Z I I L L A A DDIIGGIITT : 9 1  D I V O C

G G N N I I T T A A R R E E L L E E IISS AACCCC

June 2020 issue

Big Momentum: Prepare Now, Actualize Next!

By Hermawan Kartajaya English & Chinese sections inside

June 2020 issue Rp 50.000,www.marketeers.com www.marketeers.com/tv

20997806_MARKETEERS ED JUNI 2020 COV REG_C-1+4.pdf 1

5/20/2020 9:53:33 AM