Buletin Tradisi Edisi Perdana

Page 2

Buletin Tradisi

Eksistensi Akun Alter dan Menfess sebagai Ekspresi

Anonimitas di Twitter

Oleh: Esti Fatimah

Perkembangan internet telah memunculkan semakin banyak jejaring sosial online dan forum diskusi. Untuk bisa berpartisipasi, pengguna harus memiliki akun sehingga memiliki identitas online. Beberapa persyaratan berbeda pada setiap platform media sosial. Misalnya, Facebook mengharuskan penggunaan nama asli saat pembuatan akun. Kebijakan seperti ini meningkatkan akuntabilitas pengguna dan meningkatkan kualitas konten dengan membantu mengurangi spam dan peretasan. Di sisi lain, pengkritik privasi mengklaim bahwa kebijakan seperti itu mengikis kebebasan online dan mengikat minat pengguna yang akan tercermin dalam aktivitas online mereka sehingga menjadi gudang informasi.

Di sisi lain, Twitter tidak mengharuskan penggunanya menggunakan nama asli mereka dan memungkinkan pembuatan pengguna anonim. Tidak adanya kebijakan nama asli menjadikan Twitter sebagai portal pertukaran informasi yang populer bagi pengguna untuk berbagi dan mengakses informasi tanpa dapat diidentifikasi. Menurut Amazone Mechanical Turk (AMT), sebanyak 6% dari 41,7 juta akun Twitter yang mereka teliti adalah akun anonim, 20% anonim sebagian. Ini menunjukkan setidaknya 26% anonimitas berlaku pada pengguna Twitter. Angka anonimitas di Twitter berkorelasi dengan konten pengguna. Bagan di bawah menunjukkan persentase rata-rata pengikut yang anonim dan yang dapat diidentifikasi untuk setiap kategori sensitif dan tidak sensitif. Dapat dilihat bahwa beberapa jenis konten sensitif bersifat anonim dan semakin turun sesuai tingkat sensitivitas. Mengungkap orientasi seksual seseorang adalah masalah sensitif bagi banyak orang dan karenanya pengguna mungkin memilih untuk tidak mengidentifikasi diri mereka sendiri. Misalnya, akun yang penggunanya secara terbuka membahas masalah perkawinan dan hubungan lainnya, berbagi perasaan atau pengalaman pribadi, dan mengatasi masalah kesehatan. Anonimitas mungkin menawarkan kesempatan bagi orang untuk mencari dukungan atau mencari pelipur lara. Terdapat pula akun yang berhubungan dengan kasus parah anoreksia, kecemasan sosial, depresi, dan kecenderungan bunuh diri. Bahkan, terdapat akun yang penggunanya mengunggah gambar setelah tubuh mereka disiksa secara fisik.

Akun Alter Sebagai Ekspresi Kepuasan

Psikologis

Dalam Buku The Second Self, Sherry Turkle melihat komputer – dalam hal ini adalah internet, sebagai bagian dari kehidupan sosial dan psikologis kita, mempengaruhi kesadaran kita tentang diri kita sendiri, satu sama lain, dan hubungan kita dengan dunia. Teknologi mengkatalisasi perubahan bukan hanya apa yang kita lakukan tapi juga cara

kita berpikir. Twitter memiliki banyak circle khusus untuk orang-orang yang memiliki ketertarikan pada hal serupa. Seperti fan account; akun khusus untuk meng-hype artis atau selebriti kesukaan, cyber account; yang biasanya disebut sebagai akun ‘suka-suka’, serta alter account (akun alter) dan roleplay account. istilah akun alter merupakan hal yang sudah lama mengemuka dalam dunia internet. Kita mengenalnya dengan nama Alter ego atau ‘aku yang lain’ dalam bahasa latin yang merupakan diri kedua yang dinilai berbeda dari yang lain, namun merupakan kepribadian yang sebenarnya.

Akun alter merupakan akun yang dimiliki seseorang dan mencerminkan sisi personalitas lain daripada yang ia bangun dan dikenal oleh banyak orang. Sebuah dunia yang berisi akun-akun anonim atau akun yang menampilkan sisi lain dari penggunanya. Konten atau pembicaraan yang bersangkutan dengan hal eksplisit merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima oleh publik umum, namun dapat diterima oleh beberapa orang yang memiliki pemikiran serupa. Kendati itu ditekankan, eksplisit dalam hal ini bukan selalu berarti hal yang memiliki unsur seksual, pun dapat berupa sebuah pembahasan hal yang sensitif. Berangkat dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa alter adalah sesuatu dari diri kita yang ‘berbeda’ tanpa mengikuti ‘aturan’ atau prinsip dimana kita harus menjadi sesuatu yang ingin dilihat oleh orang lain; ‘palsu’.

Kemunculan Akun Menfess Twitter dapat menjadi salah satu media yang paling mudah untuk “bertanya-jawab” atau mencari responden untuk survei. Hadir banyak layanan yang disebut ‘automenfess’ atau sebuah base—mirip seperti fanbase yang dapat mengirimkan pesan yang kita kirim dengan lewat direct message (DM) ke timeline—yang rata-rata memiliki followers ribuan, bahkan hingga ratusan ribu. Sangat jarang ditemukan sebuah menfess (sebutan untuk pesan yang dikirim) yang tidak memiliki responden. Akun layanan menfess biasanya ditanggapi dan diminati oleh akunakun alter yang terbiasa berkomentar secara eksplisit, meskipun akun-akun dengan nama asli juga banyak yang berminat untuk hanya sekedar saling berkomentar. Beberapa akun menfess yang terkenal di Indonesia adalah @ askmenfess, @moviemenfess, @TXTMenfess, @menfessA6, @SEOULRPTL dan sebagainya. Responden dari menfess pun memiliki jangkauan yang luas dalam hal umur dan latar belakang seseorang dengan bermacam-macam cara berpikir dan minat. Dari sekian banyak pengikut akun ini, hampir selalu ada pengikut yang menanggapi setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh pengirim pesan, meskipun dengan pertanyaan tidak pantas sekalipun. Jenis pertanyaan seperti bagaimana rasanya masturbasi dan sejenisn-

ya menjadi salah satu ciri khas akun menfess. Jawaban para pengguna yang berkomentar juga tidak selalu serius, bahkan cenderung lebih sering bersifat candaan.

Askmenfess, sebuah akun menfess terkenal di Twitter Indonesia, menjadi akun yang selalu menjadi rujukan untuk segala jenis pertanyaan bagi penggemarnya. Pengirim dapat mengetahui jawaban dari suatu pertanyaan yang tidak bisa dilontarkan kepada publik. Di sisi lain, pengirim lebih suka mencari jawaban dari suatu pertanyaan melalui Askmenfess karena dianggap lebih interaktif. Askmenfess juga bisa digunakan untuk mengirim sebuah curahan hati oleh si pengirim. Curahan hati yang sama/senasib dengan kiriman akan di-retweet oleh pengikut yang merasa senasib. Bagi orang-orang yang senang berselancar membaca pertanyaan dan komentar-komentar di Askmenfess, mereka dapat mendapat pengetahuan baru terkait sesuatu yang tidak mudah didapatkan jawabannya dari aplikasi Google sekalipun. Jawaban dari subyek langsung (bukan sebuah resume atau kesimpulan) dan berbicara terus terang di Twitter dianggap lebih memuaskan. Selain pertanyaan dan curhatan, akun menfess juga bisa dimanfaatkan untuk meminta dicarikan wallpaper lucu, dieditkan fotonya, bahkan meminta bantuan hal-hal berisiko seperti menginap kepada orang asing – pengikut askmenfess secara random. Didukung dengan ramainya penggunaan istilah ‘Twitter please do your magic’ untuk mendukung hal-hal tersebut. Turkle mendefinisikan internet sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar alat, tetapi merupakan bagian dari kehidupan pribadi dan psikologis kita sehari-hari. Dia melihat bagaimana komputer mempengaruhi cara kita memandang diri kita dan hubungan kita dengan orang lain, menyatakan bahwa teknologi mendefinisikan cara kita berpikir dan bertindak. Buku Turkle memungkinkan kita melihat dan mengevaluasi kembali hubungan kita sendiri dengan teknologi. Standar kesepian manusia berubah, kesendirian yang dialami oleh pengguna media sosial membuat mereka ingin terus berbalas komentar dan melakukan apapun aktivitas yang bisa dilakukan di Twitter, salah satunya dengan saling berkomentar ringan dan saling melemparkan candaan. Hal ini dilakukan supaya pengguna bisa tetap berinteraksidan melakukan sesuatu – meskipun hal tersebut tidak ‘penting’. Membalas komentar dapat pula dilakukan untuk menunjukkan eksistensi seseorang. Misalnya, akan aneh jika seseorang tiba-tiba mengatakan bahwa saya menyukai biru karena suatu alasan dan seterusnya. Namun, dengan adanya pertanyaan yang muncul pada akun menfess seperti “apa warna yang kalian suka dan mengapa?” orang akan dengan semangat menjawab dalam kolom balasan “saya suka biru karena biru adalah warna langit dan laut yang keduanya terlihat indah, saling melengkapi/ karena seperti warna jaket mantan pacar saya” dan balasan tersebut akan muncul di beranda pengikutnya. Pengguna merasa nyaman untuk saling berkomentar di dunia maya dengan orang asing karena terhindar dari rasa khawatir akan disalahgunakan oleh pengguna lain, seperti memunculkan gosip dan fitnah.

Ada pula pengguna yang memanfaatkan akun-akun berpengikut banyak untuk menambah jaringan ‘pertemanan’ di Twitter.

Istilah tren seperti ‘mutualan’ dan penggunaan tagar #followforfollow adalah istilah untuk saling mengikuti akun antar pengguna. Banyaknya pengikut seseorang sedikit banyak dianggap merepresentasikan eksistensi orang tersebut serta memunculkan rasa dihargai oleh orang lain. Hal itu adalah bagian dari bagaimana teknologi mengubah cara berpikir kita di mana eksistensi kita ditentukan oleh banyaknya pengikut, suka, komentar, dan retweet. Pemikiran Turkle memungkinkan kita melihat dan mengevaluasi kembali hubungan kita sendiri dengan teknologi. Sherry Turkle dalam bukunya, Alone Together, menyatakan fakta bahwa perkembangan teknologi yang paling berkontribusi terhadap kebangkitan interkonektivitas pada saat yang sama telah memperkuat rasa keterasingan antar manusia. Keterasingan ini melibatkan hubungan-hubungan antara jejaring sosial yang mendukung percakapan yang cepat. Bagian kedua dari buku ini mengkaji sifat alamiah interaksi sosial di dalam jaringan, dan cara media sosial mengubah bagaimana orang-orang, khususnya anak muda, terhubung satu sama lain. Kesibukan di Twiiter, budaya cuitan pendek di Twiiter membuat orang di dunia nyata tidak memiliki perhatian satu sama lain dan menimbulkan hubungan yang semakin dangkal. Turkle berpendapat bahwa ketergantungan remaja pada media sosial dapat mengurangi refleksi diri, sehingga menyebabkan kurangnya kemandirian personal.

Kesimpulan

Kemunculan istilah akun alter dan menfess tidak hanya memiliki tujuan manifest, namun juga memiliki fungsi laten dengan tujuan yang berbeda-beda. Lembaga-lembaga kesehatan menggunakannya sebagai terobosan untuk menjangkau orang-orang yang mungkin membutuhkan bantuan. Keberadaan akun-akun yang terkait dengan tema-tema sensitif ini - dan fakta bahwa mereka memiliki banyak pengikut anonim - mendukung tesis bahwa privasi dan anonimitas penting dalam masyarakat kita.

Fenomena akun alter bisa menjadi sesuatu yang baik dan buruk secara bersamaan. Baik karena orang-orang yang memiliki pemikiran sedikit lebih berbeda dari orang-orang kebanyakan dapat menemukan lingkarannya sendiri untuk bersosialisasi lewat gawai. Walaupun hanya sebatas cyber, namun tidak memungkiri kemungkinan untuk bertemu orang-orang satu pemikiran itu suatu saat nanti. Terkait kebutuhan manusia untuk untuk didengarkan, akun-akun menfess hadir memberikan kebutuhan tersebut.

Diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan Mahasiswa Tradisi
Edisi 01 Maret 2023
Damar Pemikiran
bit.ly/OpenSubmissionTradisi Surel: jurnaltradisi@gmail.com Instagram: @lpmtradisi Twitter: @lpmtradisi
LPM Tradisi berkomitmen untuk menjadi media yang inklusif. Bukan hanya bebas dibaca, tapi juga bebas untuk ditulis. Oleh karena itu, LPM Tradisi menerima kiriman tulisan dalam bentuk esai ilmiah populer, opini, dan sastra. Karya tulis tersebut dapat dikirim melalui pranala berikut atau dengan scan QR code di samping.

Buletin Tradisi

Tekno-sufisme: Perspektif Sufisme Kontemporer dalam Wacana

Dehumanisasi dan Demoralisasi dalam Pemanfaatan Teknologi

Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) sebagai salah satu aktor utama di balik pesatnya akselerasi industri global telah mengalami perkembangan yang amat signifikan. Sekilas berkaca ke belakang, semenjak penemuan internet pada tahun 1960an yang berangkat dari ketegangan perang dingin (Cold War) antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, dunia seakan tak lagi bersekat oleh ruang maupun waktu. Internet menjadi barang istimewa yang dapat meningkatkan kecepatan transfer informasi, melancarkan arus komunikasi, serta mempermudah akses pengetahuan. Melalui inovasi-inovasi serta kreasi- kreasi para teknokrat dan cerdik pandai, manusia dapat menikmati kemudahan dalam berbagai bidang dan segi kehidupan, baik sosial, budaya, politik, pendidikan, bahkan yang berkaitan dengan sistem pertahanan dan keamanan negara.

Akibatnya, teknologi menjadi salah satu indikator primadona dalam mengukur kesuksesan/kemajuan suatu negara. Merujuk pernyataan Muhamad Ngafifi, realita ini mendorong terbentuknya suatu perspektif internasional bahwa negara maju diindikasikan dengan tingkat adaptasi dan penguasaan teknologi tinggi ( high technology). Sementara itu, negara yang tidak bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi dilabeli sebagai negara gagal (failed country). Negara-negara di dunia yang pada hakikatnya merepresentasikan suatu kultur masyarakat lantas harus berpacu mengejar tren maraton global terkait teknologi yang seakan tak berujung. Teknologi mendapat posisi keramat demi menopang misi surplus pangan, akselerasi vaksinasi penanganan pandemi, digitalisasi persenjataan, serta bangkitnya ekonomi global yang tentu kini diburu semua negara. Namun, sungguhkah prestasi-prestasi tersebut berhasil membawa kita berada di titik ekuilibrium kebahagiaan? Sudahkah apa yang berhasil diraih generasi abad ke-21 ini benar-benar menjadi oase penyejuk atas dahaga humanisme yang selama ini kering kerontang?

Nahasnya, tidak adalah jawaban yang dirasa ideal untuk menggambarkan masyarakat saat ini. Geliat internalisasi teknologi tak sedikit yang kemudian justru menyorok manusia kepada dekadensi dan krisis identitas akibat ambisi prestisius. Tanpa disadari, pilihan-pilhan itu justru mendiskreditkan kepentingan humanisme substansial. Sebagaimana keterangan McLuhan dan Innis, hal ini didasari oleh adanya perubahan budaya secara signifikan. Harus disadari bahwa meski kini manusia mengalami fase gilang-gemilang dengan senjata teknologi, tak berarti bahwa manusia

benar-benar menikmati kesejahteraan yang hakiki. Yuval Noah Harari lewat karya fenomenalnya Homo Deus memaparkan dengan gamblang betapa krisis humanisme menjadi salah satu masalah laten krusial yang kini mendera masyarakat. Masyarakat justru terperosok dalam hasrat eksesif untuk mencapai derajat keilahian yang justru menjadikannya bergelut dengan ketidaktenangan jiwa (an-nafs al- lawwamah).

Kita kini justru terperangkap dalam tempurung hedonisme, kompetisi sporadis, insting eksploitatif, serta keserakahan konsumtif akibat agitasi dan hasrat akan superioritas, dominasi, serta keabadian (immortality). Teknologi tak lagi diperankan sekadar sebagai problem solver melainkan juga sebagai zat aditif berbahaya ambisi ketakterbatasan ( limitless ). Sebagai contoh, teknologi drone yang demi dulunya dimanfaatkan sebagai sarana satelit pemantau kini lekas diproyeksikan sebagai tentara microchips yang dapat menghabisi seribu perwira dengan sekali klik jari. Demikian halnya dengan teknologi rekayasa genetika bayi yang mulanya dirancang untuk membantu golongan-golongan tertentu untuk memperoleh keturunan kini mulai dialihfungsikan untuk menyiapkan manusia super. Ini tentu tak jauh berbeda dengan misi “agung” Hitler saat Perang Dunia II silam dalam ambisi menghasilkan ras Jerman yang superior. Di tengah sengitnya kemelut tantangan dehumanisasi dan demoralisasi ini, teknosufisme mencoba hadir untuk menawarkan suatu perspektif sufistik kontemporer serta sebuah pilihan sikap dalam menghadapi disrupsi AI ini. Tekno-sufisme secara etimologis tersusun atas dua akar kata yaitu teknologi dan sufisme. Teknologi dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan. Sementara itu, sufisme atau tasawuf sendiri memiliki definisi yang amat kompleks. Tasawuf atau sufisme bukanlah sebuah sekte atau aliran, melainkan suatu jalan mensucikan diri menuju tuhan. Penggunaan istilah tekno-sufisme difungsikan sebagai salah satu bentuk representasi atas keluwesan dan fleksibilitas sufisme dalam menghadapi beragam permasalahan lintas sektor serta zaman.

Lebih dari sekadar amalgamasi istilah, tekno-sufisme mengandung pemaknaan berupa kesadaran akan penyertaan naluri insaniyyah sekaligus intuisi ruhaniyyah dengan maudlu` (sasaran) bagi kalangan masyarakat modern. Naluri insaniyyah memiliki esensi kritis sebagai sebuah geliat eksistensif manusia selaku khalifah fil ardli dalam merealisasikan kontribusi

konkretnya dengan mengemban suatu tanggung jawab untuk membangun peradaban dunia yang lebih baik. Kesadaran ini mendorong umat manusia untuk senantiasa berjalan dinamis dan progresif sebagai wujud respon terhadap kompleksitas serta fleksibilitas zaman. Kemudian, intuisi ruhaniyyah bermakna suatu hasrat psikologis yang muncul dari dalam diri manusia yang selalu haus akan sentuhan-sentuhan religius, spiritualitas, atau teologis yang mewakili substansi internal manusia sebagai makhluk humanis serta afektif (penuh cinta).

Melalui perspektif tekno-sufisme, konsep dan branding tasawuf atau sufisme didorong untuk tak hanya bergumul dengan jubah teosofi yang rigid, kuno, dan transendental. Tekno-sufisme sebagai sebuah jawaban reflektif perlu untuk tampil secara lebih terbuka dan bersahabat sehingga dapat diterima masyarakat modern yang dihinggapi positivisme, optimisme, serta ambisi rasionalitas. Argumentasi ini sesuai dengan apa yang pernah disampaikan Emile Dergmenghem bahwa pada dasarnya ajaran-ajaran Islam amatlah terbuka sehingga dapat dikembangkan menurut para penganutnya. Tasawuf yang asal muasalnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat religius konservatif perlu untuk ditransformasikan secara global melalui

internalisasi dalam paham-paham lain, baik agama maupun non-agama. Meski terdapat beragam diversitas perspektif pada beberapa subtil tertentu, substansi inti agama-agama tersebut memiliki corak keidentikkan dalam mengimplementasikan nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan teologis.

Di tengah tantangan disrupsi teknologi yang menyisakan manusia ke dalam relung- relung yang jauh dari nilai-nilai moralitas ruhaniyyah dan humanisme insaniyyah, tekno- sufisme hadir sebagai suatu bentuk penyegaran paradigma yang layak untuk dikontemplasikan bersama. Sebagaimana tujuan visioner dari gagasan sufisme sebagai pengentasan atas krisis spiritual, tekno-sufisme mencoba untuk menyelami sisi spesifik yang kini tengah mendominasi aktivitas kehidupan manusia. Melalui pendekatan ini, manusia diharapkan lekas menyadari akan eksistensi serta tanggung jawabnya sebagai delegasi tuhan di muka bumi. Karenanya, sikap seimbang dan arif dalam memanfaatkan beragam fasilitas (terutama teknologi) yang kini berkembang pesat harus dijadikan suatu konsensus bersama. Dengan begitu, akan tercipta suatu harmoni antara unsur-unsur spiritualitas, sains, IPTEK, serta kemanusiaan.

ChatGPT dan Potensi yang Dimiliki oleh Artificial Intelligence

ChatGPT adalah salah satu model bahasa buatan yang dikembangkan oleh OpenAI, sebuah perusahaan kecerdasan buatan dan penelitian yang didirikan pada tahun 2015 oleh sekelompok teknolog dan filantropis terkemuka, termasuk Elon Musk dan Sam Altman.

Tujuan utama OpenAI adalah untuk mengembangkan kecerdasan buatan yang lebih maju dan bermanfaat bagi manusia, serta mempromosikan pengembangan teknologi AI yang aman, bertanggung jawab, dan etis. Salah satu cara OpenAI mencapai tujuannya adalah dengan mengembangkan model bahasa alami yang lebih baik.

Salah satu model bahasa buatan yang dikembangkan oleh OpenAI adalah GPT (Generative Pre-trained Transformer), yang pertama kali diluncurkan pada 2018. Model ini dirancang untuk mempelajari pola-pola dalam bahasa alami melalui latihan besar-besaran pada data bahasa alami dari berbagai sumber.

Setelah sukses dengan GPT-1, OpenAI kemudian mengembangkan versi baru yang lebih canggih, yaitu GPT-2, pada 2019. Model

ini memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghasilkan teks yang lebih natural dan memahami konteks yang lebih luas. Namun, GPT-2 hanya tersedia untuk digunakan oleh pihak-pihak tertentu karena khawatir dapat disalahgunakan untuk tujuan yang tidak etis.

Pada 2020, OpenAI merilis versi lanjutan dari GPT-2, yaitu GPT-3, yang memiliki lebih dari 175 miliar parameter dan dianggap sebagai salah satu model bahasa buatan tercanggih yang pernah ada. Salah satu aplikasi dari GPT-3 adalah ChatGPT, yang dirancang khusus untuk digunakan dalam chatbot dan asisten virtual.

ChatGPT memiliki kemampuan untuk memahami bahasa alami dan merespons dengan tepat dalam berbagai situasi percakapan, sehingga dapat membantu pengguna dalam berbagai tugas, seperti menjawab pertanyaan, memberikan rekomendasi, atau bahkan melakukan tugas-tugas tertentu secara otomatis. Meskipun ChatGPT memiliki potensi untuk membawa banyak manfaat, ada juga kekhawatiran terkait dengan penggunaannya yang tidak etis atau tidak aman,

sehingga perlu adanya pengawasan dan tindakan yang tepat untuk memastikan penggunaannya yang bertanggung jawab dan etis.

ChatGPT mulai ramai dibicarakan oleh masyarakat karena kemampuan dan potensinya dalam membantu pengguna dalam berbagai tugas yang melibatkan bahasa alami. ChatGPT

adalah salah satu aplikasi dari model bahasa buatan GPT-3 yang dirancang khusus untuk digunakan dalam chatbot dan asisten virtual.

Namun, meskipun ChatGPT memiliki banyak potensi dan manfaat, ada juga kekhawatiran terkait dengan penggunaannya yang tidak etis atau tidak aman, seperti penggunaannya dalam menyebarkan informasi palsu atau mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan dan tindakan yang tepat untuk memastikan bahwa ChatGPT dan teknologi kecerdasan buatan lainnya digunakan dengan etis dan bertanggung jawab. Kesimpulan singkat dari adanya ChatGPT adalah bahwa ChatGPT adalah teknologi kecerdasan buatan yang dapat membantu pengguna dalam berbagai tugas yang melibatkan

bahasa alami, seperti menjawab pertanyaan, memberikan rekomendasi, atau bahkan menulis artikel. ChatGPT memiliki kemampuan bahasa alami yang lebih baik dan fungsi yang lebih canggih daripada chatbot atau asisten virtual lainnya. Namun, pengguna harus menggunakan ChatGPT secara etis dan bertanggung jawab, serta memastikan bahwa penggunaannya tidak merugikan atau membahayakan orang lain atau lingkungan sekitarnya.

Catatan redaksi: Tulisan tersebut merupakan 100% hasil buatan AI. Dari tulisan tersebut, kita dapat melihat potensi AI dalam mebuat satu karya tulis sendiri. Dengan data yang cukup, AI dapat melakukan sebuah pekerjaan kreatif yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dengan kemampuannya, tidak menutup kemungkinan AI akan bisa menggantikan beberapa pekerjaan manusia di masa depan.

Hal. 2 Edisi 01/ Maret 2023
Dewan Redaksi: Fandy Arrifqi Najma Alya Jasmine Rizal Jamil Muhammad
Faiz Khamdani Nilnarohmah Dany Chandra
Purnama Wibowo
M. Khoirul Imamil M. Kautsar Luqyana
Azri
Muhammad Ilham Khalid
Masukan
dan kritik dari anda akan sangat berharga bagi kami untuk LPM Tradisi yang lebih baik ke depannya. Berikan masukan dan kritik anda dengan cara melakukan scan pada QR code berikut:
Oleh: M. Khoirul Imamil M.
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.