DidikFirmansyah|KOBARkobari
Kronik TGC-37
KOBARKOBARI

Oleh: Nalendra Ezra Kampus Terpadu, KOBARkobari Sudah 37 tahun Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi Universitas Islam Indone sia (UII) mengadakan Pendidikan Dasar (Diksar), usia yang sejatinya menunjukkan kematangan secara organisasi dan pengkad eran. Namun duka menghampiri, menjadi anomali tersendiri dari usia emas itu. Tiga peserta Diksar The Great Camping (TGC) ke-37 Mapala Unisi meninggal dunia yaitu, Syait Asyam (19), Muhammad Fadhli (20), dan Ilham Nurpadmy Listia Adi (20). Tersiar beragam cerita penyebab kejadian tersebut. Mulai dari indikasi kekerasan, kondisi fisik peserta, faktor cuaca yang buruk, pelanggaran standar operasional, juga kurangnya persiapan menjadi catatan yang perlu digaris bawahi. Bukti-bukti pun dikum pulkan dan menjadi acuan pihak kepolisian melakukan penyelidikan kejadian ini. UII dengan cepat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk memastikan penyelidikan berjalan dengan maksimal. Gonjang-ganjing menguras banyak energi ketika media ramai memberitakannya. Di sinilah kita harus dengan jernih melihat semuaTerlepaspermasalahan.dariada tidaknya tindak kekerasan dalam pelaksanaan TGC ke-37 ini, bak alarm, peristiwa ini memperingat kan kita bahwa tak ada kata toleransi untuk kekerasan dalam pendidikan. Karena pen didikan seharusnya memanusiakan manusia dimanapun adanya. Nama Mapala Unisi dengan semua kiprahnya, prestasi, peng abdian, dan kontribusi terhadap pelestar ian alam kini tercoreng. Organisasi yang menjadi Lembaga Khusus itu kini dibeku kan sampai batas waktu yang tidak ditentu kan. Namun tetap, tanggung jawab sejatin ya harus diemban, dengan secara terbuka, transparan, dan kooperatif, kuak semua fakta sampai keakar-akarnya, tegakan hukum seadil-adilnya.Pupussudah cita-cita Asyam, Fadhli, dan Ilham untuk menjadi anggota Mapala, untuk menjadi pecinta alam, senantiasa berkontri busi, mengabdi bagi kelestarian alam, kelestarian ibu bumi. Namun semangatnya terus menyala bersama doa-doa yang dipanjatkan. Selamat jalan adik
“Kita
Kronik TGC-37
Peserta menceritakan pengalaman mereka mendapatkan hukuman, kondisi di lapangan, dan tindak kekerasan.
The Great Camping (TGC) ke-37 yang merupakan agenda Pendidikan Dasar tahunan yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi menjatuhkan tiga korban. Mereka adalah Muhammad Fadhli (20), mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Angkatan 2015, Syait Asyam (19), mahasiswa Jurusan Teknik Industri Angkatan 2015, dan Ilham Nurpadmy Listyadi (20), mahasiswa Inter national Programme Fakultas Hukum AngkatanTGC-372015.memiliki 37 orang peserta (34 orang laki-laki dan 3 orang perem puan) yang dibagi menjadi lima kelom pok. Rangkaian kegiatan TGC-37 diawali dengan pendaftaran yang dimulai sejak 8 Desember 2016 – 8 Januari 2017. Selan jutnya, pada 8-9 Januari 2017 dilakukan tes fisik serta cek kesehatan oleh Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM) UII. Kepada tim Kobarkobari, Suryadi Sepriawan – peserta TGC-37 dari regu lima – menceritakan bahwa sebelum pendaftaran, khususnya di jurusan Teknik Lingkungan, para calon pendaftar perlu melakukan sharing dengan kakak tingkat yang sudah menjadi anggota Mapala, dan telah diwanti-wanti sebelum melakukan pendaftaran. “Dikasih tahu kalian bakal disuruh merayap, ini itu, kalo misal nggak sanggup mending mundur dari sekarang,” tambahnya.Iamemaparkan, 13 Januari 2017, sehari sebelum pelaksanaan materi lapan gan para peserta mengemas perbekalan yang akan diperlukan, antara lain makanan, pakaian ganti, obat-obatan pribadi, surviv al kit dan air mineral ukuran satu seten gah liter dua buah serta jeriken berisi air ukuran lima liter. Peserta juga diwajibkan mengenakan sepatu, membawa tas carrier, peluit, dan papan pengenal. Pada 14 Januari, sekitar jam sembilan seluruh peserta berangkat dari Gedung Pasca Sarjana Fakultas Hukum UII menuju lokasi materi lapangan di Dusun Tlogo dringo, Desa Gondosuli, Tawangmangu .Para peserta sampai di lokasi sekitar jam satu siang. Materi pertama yang diberi kan adalah Sosiologi Pedesaan.
2 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017
harus tahu KK (Kartu Keluarga) nya itu ada berapa, ada berapa kelurahan disana, pokoknya yang berhubungan dengan desa, tempatnya dimananya lawu,” jelas Suryadi. Selesai materi pertama, para peserta berkumpul dan melakukan longmarch ke dalamBerdasarkanhutan. paparan Suryadi, long march dari lokasi materi pertama sampai titik pertemuan selanjutnya kurang lebih menghabiskan waktu empat jam perjala nan kaki, dengan medan yang naik-turun dan kondisi hujan lebat. Di titik perte muan, semua regu diberi waktu sepuluh menit untuk salat, ”kami sholat di atas ilalang”. Suryadi melanjutkan, “Sebelum nya ilalangnya tinggi, kami semua disuruh merayap untuk meratakan tempat buat sholat, terus dikasih fly sheet diatasnya, makanya rata-rata pada kena lecet disini (tangan)”.Selepas salat, semua kelompok ber kumpul dengan ditemani tiga operasional masing-masing, lalu mencari dan membuat tempat istirahat yang mereka sebut flying camp yang terdiri dari bivak dan shelter. Serta ada api unggun untuk memasak dan penghangat. “Dibagi-bagi misal aku disuruh buat bivak, ada yang buat shelter, ada yang buat perapian, ada yang cari kayu, ada yang masak, biasanya dari awal sampai akhir itu sama terus,” tutur Suryadi. Saat membuat flying camp peserta diberi batas waktu, “misal 50 menit, belum selesai, terus ditanyain butuh berapa menit lagi, habis itu disuruh push up dulu,” jelas Suryadi. Ia mengatakan bahwa kondisi lokasi flying camp sebel umnya juga dipenuhi oleh ilalang, sehingga para peserta harus merayap dan bergul ing untuk meratakannya. Ia menambah kan, pada malam hari sekitar jam sembilan, operasional memberitahu peserta untuk makan, mengganti pakaian dan tidur di bivak, serta ada yang bergantian menjaga api. Suryadi melanjutkan, peserta akan dibangunkan oleh operasional pada pukul empat pagi. Setelah itu peserta akan diberikan batasan waktu untuk berbaris dalam keadaan siap (sudah menggan

dilakukan dari pagi hingga sore hari, kemudian para peserta akan berpindah tempat dan mencari lokasi untuk istirahat dengan kembali mendirikan flying camp. Selasa, 17 Januari, para peserta mendapatkan materi moun taineering, dimana diajarkan tali-temali dan praktik memanjat menggunakan tali. Pada hari itu, selesai kegiatan, malam harinya dilakukan cek kesehatan dari Mapala Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS). Kondisi fisik Peserta dicek dan ditanyakan apakah memiliki keluhan atau tidak. “Saat cek kesehatan seluruh teman kelompok dalam keadaan cukup fit, kecuali Asyam”. Menurut Suryadi, Asyam direkomendasikan untuk tidak mengikuti kegiatan lagi dikarenakan kondisinya yang tidak memungkinkan. “Ilham itu malah
masih semangat dia,” sambungnya. Esoknya, Selasa, 18 Januari, para peserta menjalankan materi survival Model survival TGC-37 adalah survival statis, dimana para peserta menetap dan bertahan hidup dengan mencari makanan yang ada di sekitar mereka. Selama surviv al peserta dibekali alat masak, alat makan, garam, benda tajam, dan satu jeriken air untuk satu regu. Makanan yang sering kali didapatkan antara lain pakis, cacing, buah marbei dan tak jarang meminum air hujan, karena air minum yang dibawa sudah habis.Suryadi mengatakan materi survival dilakukan selama tiga hari. Di hari ketiga, tepatnya Jumat, 20 Januari, para peserta
KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017 3
ti baju, mengenakan sepatu, peluit serta tanda pengenal). Menurutnya, apabila dalam hitungan waktu tersebut peserta belum siap, maka akan mendapatkan hukuman seperti sebelumnya. Setelah berbaris, peserta diberi waktu untuk solat subuh dan membuat sarapan dengan logistik yang sudah dibawa. “Biasanya kalo kami itu sosis, sarden,” jelasnya. Selesai makan, operasional memberikan waktu tiga puluh menit untuk mengemas kembali semua perlengkapan. “Hari pertama kita masih malas, masih lambat, geraknya itu 30 menit enggak selesai,” ujarnya sambil sedikitKegiatantertawa.TGC-37
M. Nadhif Fuadi| KOBARkobari

Suranto, selaku sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF UII) melalui pesan WhatsApp mengatakan, dari 34 peserta yang tersisa, ada 14 orang yang pernah rawat inap di JIH. Kemudian ketika kami meminta data mahasiswa yang dirawat untuk konfirmasi, Karina Utami Dewi sebagai Humas UII tidak bisa memberi kan data tersebut. “Itu bukan ranah kami,” pungkas Karina.
Radix Sabili | KOBARkobariPeserta Diksar Mapala UII tengah dimintai keterangan saat Konferensi Pers di JIH, Jumat (27/01). Mereka mengatakan bahwa lukaluka serta keluhan sakit yang diterima akibat dampak dari medan dan makanan yang dikonsumsi
ditarik untuk kembali ke Jogja. “Sampai Jogja itu Sabtu, kira-kira jam setengah empat pagi,” tutur Suryadi. “Habis itu masuk ke lorong yang depan Himmah, terus dikasih makan, kasih teh hangat, setelah makan baru dikasih tahu kalo saudara Fadhli meninggal dunia. Udahlah nangis semua,” lanjutnya. Sabtu pagi, 20 Januari pasca penari kan, para peserta diijinkan pulang. Sore harinya, ia mendapat pesan melalui via line dari panitia untuk cek kesehatan di Jogja Internasional Hospital (JIH). Saat pengecekan di JIH, Suryadi mengaku tidak melihat Asyam dan Ilham. Sehari setelah pengecekan, Minggu, 21 Januari, didapat kabar bahwa Asyam meninggal dunia di RS Bethesda dengan alasan yang masih belum diketahui pastinya. Kemudian Selasa, 24 Januari 2017, almarhum Ilham dirujuk ke RS Bethesda dan di hari itu juga ia menin ggalSetelahdunia. adanya korban ketiga, para peserta diwajibkan untuk diperiksa secara keseluruhan di JIH. Suryadi mencerita kan, pada saat ia melakukan cek kesehat an pertama di JIH pasca penarikan, yang dicek hanya bagian luar (luka) yang ter lihat. “Kayaknya disitu sih yang salah, itu kalo (organ) dalam kan nggak ketahuan dan yang diperiksa itu yang terlihat aja,” ujarnya.Beny
4 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017
Kondisi lapangan, Hukuman dan Kontak fisik Para peserta yang kami wawanca rai mengatakan bahwa mereka acap kali jatuh, karena medan yang dihadapi selama perjalanan menuju lokasi materi sering kali naik-turun dan terkadang sempit, ditambah kondisi licin karena selalu diguyur hujan. Moch Fachrul Abdullah – peserta dari regu empat –membena rkan, selama kegiatan TGC-37 kondisi cuaca disana tidak baik. Pasalnya hampir setiap hari lokasi diguyur hujan lebat. “Matahari bentar, kali cuma dua jam,” ujarnya. Selain itu ia mengatakan, selama kegiatan, peserta selalu mengenakan tas carrier, “ya kira-kira beratnya ada sampai 30 kilo, soalnya itu carrier 100 liter terus full,” ucapnya. Fachrul mengaku sering mendapat hukuman push up, merayap dan juga acap kali mendapat tamparan, “nampar itu juga buat nggak kedinginan kita,”Senadajelasnya.dengan pernyataan Fachrul, melalui media sosial line, M. Hafizal Fird hani dari regu dua, mengatakan bahwa semua peserta mendapat perlakuan yang sama. “Kalau merayap merata, semua kelompok disuruh merayap”. Hafizal juga mengatakan selama mendapat hukuman peserta masih mengenakan tas carrier. Kemudian menyikapi pemberitaan yang ada terkait adanya indikasi kekerasan, Fachrul mengatakan sempat melihat almarhum Asyam mendapatkan pukulan. “Bukan cuma aku yang liat tapi kami liat bareng-bareng,” ungkapnya.
Senada dengan Fachrul, melalui per cakapan via line Abyan Razaki, teman satu kelompok Fachrul mengatakan selama materi mountaineering, Asyam juga sering mendapatkan lecutan ranting dari oper asional. “Pernah ada pukul pakai tangan kosong, tapi seringnya dipukul pakai ranting,” tambah Abyan. Suryadi mengiyakan memang ada pemberian hukuman macam push up, merayap dan sebagainya, namun hal terse but akan terjadi apabila peserta melang gar ketentuan dari operasional. Ia melan

Reportase bersama: Haninda Lutfiana U., Nuraini Ika, Sirojul Khafid, Hanifah Puja P., Retyan Sekar.
KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017 5
Jumat malam, 20 Januari, halaman parkir kampus S2 Hukum UII terlihat lebih ramai dari biasanya. Orang berdatan gan dan langsung bergabung dengan titik kerumunan yang sedari tadi sudah ada. Kebanyakan dari mereka adalah anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi Universitas Islam Indonesia (UII). Ter dengar suara tangisan seorang lelaki dari arah hall. Teman-temannya mencoba menenangkan. Tersiar kabar bahwa kegiatan Pendidikan Dasar The Great Camping (Diksar TGC) Mapala Unisi ke-37 telah memakan korban. Kabar yang sudah menyebar di kalangan satpam dan kary awan gedung yang terletak di Jalan Cik Di Tempat materi lapangan berpindah-pindah. Jarak antara tempat survival dengan basecamp sekitar 30–45 menit jalan kaki normal. Sementara dari basecamp menuju puskesmas Tawangmangu sekitar 30 menit perjalanan menggunakan mobil.
Tidak Berhenti pada Indikasi Kekerasan
Oleh: Sirojul Khafid Kampus Terpadu, KOBARkobari Tiro Nomor 1 itu terbukti benar. Ambu lans datang dengan membawa korban meninggal. Pukul 22.44 jenazah dibawa ke masjid Baitul Qohar untuk disalat kan. Harsoyo selaku rektor UII bertindak sebagai imam salat jenazah.
Kevin juga menceritakan pada hari kedua survival, almarhum Fadhli sudah merasa tidak enak, namun belum men gadukan kondisinya kepada operasional. Kondisi Fadhli baru diketahui oleh oper asional pada saat hari ketiga survival, saat menuruni lereng. Kevin mengatakan, almarhum Fadhli sempat mendapat per tolongan pertama dengan diberikan oxycan. Namun setelah itu, dia tidak men getahui tindakan selanjutnya yang diberi kan oleh operasional. “Kami masih melan jutkan kegiatan,” tutupnya. Menyikapi pengalaman TGC-37 kemarin, Suryadi mengatakan bahwa sharing dengan kakak tingkat dan seman gat menjadi faktor yang cukup penting. Dirinya juga mengatakan bahwa sebelumnya, almarhum Asyam sempat tidak diper bolehkan ikut oleh anggota Mapal Unisi dari jurusan Teknik Industri. “Sempat dila rang ikut tapi dia tetep pengen ikut,” ujarnya. Selain itu Suryadi mengatakan kalau almarhum Ilham sendiri tidak tahu apa saja kegiatan yang akan dilakukan di lapangan, “justru itu factor X nya yang bahaya banget,” pungkasnya. Saat tim KOBARkobari mencoba mengklarifikasi pernyataan dari narasum ber kepada Mapala Unisi, Pihak Mapala Unisi belum bisa memberikan keteran gan. Sementara itu posko Mapala Unisi dalam keadaan tutup dan secara lembaga mereka tengah dibekukan oleh Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) UII sampai waktu yang tidak ditentukan. q
“Selama 37 kali diadakan, baru kali ini ada peserta meninggal di TGC,” kata Achiel Suyanto, anggota luar biasa Mapala Unisi.Muhammad Fadhli adalah peserta yang meninggal saat pelatihan hari keenam dari rencana delapan hari pelaksanaan, tepat nya pada tanggal 20 januari 2017. Keseluruhan kegiatan dihentikan dan peserta ditarik ke Yogyakarta. Fadhli bukan satusatunya peserta TGC ke-37 Mapala Unisi yang meninggal. Sehari setelah Fadhli, Syait Asyam meninggal. Sementara, Ilham Nurpadmy Listia Adi meninggal dua hari setelah Asyam. Asyam dan Ilham sebel umnya sempat dirawat di Rumah Sakit BethesdaMateriYogyakarta.lapangan TGC ke-37 berada di lokasi perkemahan Mrutu, Dusun Tlo godringo, Desa Gondosuli, Tawangmangu. Tempat tersebut bukan pertama kali digunakan Mapala Unisi untuk diksar. Beberapa diksar sebelumnya juga berada di tempat yang sama. Ada enam materi lapangan yang rencananya akan dilak sanakan. Tempat materi lapangan tersebut jutkan, Asyam seringkali kesulitan ketika mendapat hukuman push up. “Misal dia push up nya kurang turun nanti disuruh ngulang lagi semua, belum sampai 10 ngulang lagi, gitu terus,” jelasnya. Namun Suryadi mengatakan bahwa pemberian hukuman memiliki manfaat tersendiri. “Kalo dibilang capek ya capek, tapi disitu pula untuk menghangatkan diri, daripada mati kedinginan,” terangnya. Dari cerita Suryadi, Asyam juga sering terjatuh karena terpeleset dan kelelahan, lalu operasional akan mencari ranting dan melecut Asyam dibagian bahu, “disuruh bangun dia itu sempat nggak mau bangun, terus aku sama Ari (teman satu kelom pok Suryadi) disuruh bantu ngangkat”. Ia mengaku Asyam sempat dipisah dari kelompok saat materi mountaineer ing, namun tidak ada yang melihat. “Yang diminta operasional aku lakuin, nggak boleh liat kiri-kanan, operasional di depan ya aku pandangan ke depan,” pungkas nya. Suryadi menambahkan, selain Asyam, seluruh teman satu kelompoknya juga mendapat perlakuan yang sama. Di lain kesempatan, Kevin Fatahillah selaku teman satu regu almarhum Fadhli melalui telepon menceritakan, pada saat survival Fadhli sempat tidak mau makan. Teman satu regunya yang mengetahui almarhum memiliki riwayat penyakit maag mencoba memaksanya untuk makan. “Kami coba kasih dia makan tapi dia tetep nggak mau, dia itu malah kayaknya ingin muntah gitu,” jelasnya.
Reportase bersama: Haninda Lutfiana U., Nuraini Ika, Nalendra Ezra, Hanifah Puja P. , Retyan Sekar.
“Si Ops (panggilan untuk panitia operasional lapangan saat materi –red) itu muncul setiap jam 4,” kata Suryadi. “Pokoknya dia datang setiap ada siswa kedinginan, tau aja kalo kita ada yang kedinginan. Sebelum tidur diwajibkan ganti baju sama kasih minyak tawon biar hangat. Kita juga disuruh mendekatkan kaki ke dekat api biar nggak kutu air … karena kalau pagi dingin, biasanya disuruh push up. Memang kalau dibilang capek, ya, memang capek. Tapi kan, itu demi meng hangatkan diri daripada mati kedinginan.” Tanggal 14 Februari, Mapala Vogus Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK UNS) menerima Tim KOBAR kobari di kantor lembaganya yang berada di lantai dasar gedung FK UNS. Muham mad Shandia Mahardhika selaku ketua dan Nadira Rachmianti selaku sekretar is menceritakan apa yang mereka lakukan sebagai tim kesehatan pendamping dalam acara TGC. Mapala Vogus tidak bertugas sepanjang materi lapangan TGC ke-37, melainkan hanya saat pengecekan keadaan peserta sebelum dan sesudah materi sur vival, yakni tanggal 17 dan 20 Januari.
6 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017 berpindah-pindah. Materi survival meru pakan materi keempat setelah Sosiologi Pedesaan, Navigasi Darat, dan Mountain eering. Materi Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dan Save And Rescue (SAR) yang merupakan materi setelah sur vival tidak terlaksana. Menurut penuturan pihak Mapala Unisi, jarak antara tempat survival dengan basecamp sekitar 30–45 menit jalan kaki normal. Jarak antara basecamp menuju jalan raya sekitar lima menit perjalanan kaki dan perjalanan dari titik masuk basecamp menuju Puskesmas Tawangmangu sekitar 30 menit menggu nakan mobil. Seperti dilansir oleh Tempo. co, Kepala Puskesmas Tawangmangu Supardi mengatakan bahwa Fadhli sudah meninggal saat tiba di puskesmas. Tim KOBARkobari menemui salah satu peserta yang berada dalam satu kelom pok bersama Asyam dan Ilham. Bertem pat di masjid Ulil Albab Kampus Terpadu UII, Suryadi Sepriawan bercerita bagaima na kondisi saat pelatihan di lapangan. Ses ekali, dia bercerita sembari memperli hatkan bekas luka lecet dan kutu air di badannya. Suryadi memaparkan bahwa pada saat pelatihan sering kali hujan, bahkan tak jarang terjadi badai. Kami menyandingkan pernyataan Suryadi dengan data yang diambil dari situs freemeteo.co.id dari tanggal 15–20 Januari. Setidaknya cuaca di Tlogodringo mengala mi 111 jam berawan, 14 jam hujan dan 19 jam hujan guntur. Sementara suhu di Tlog odringo saat kami pantau secara langsung di situs yang sama, pada tanggal 31 Januari 2017 mencapai 14°C. Saat melihat riwayat suhu pada tanggal 15–20 Januari, terlihat kisaran 24–31°C. Seperti dilansir oleh Radarjogja.co.id, menurut Kapolsek Tawa ngmangu AKP Riyanto, hasil dari otopsi luar menyatakan bahwa korban pertama meninggal dikarenakan hipotermia. Agar mendapat gambaran tentang hipotermia, tim KOBARkobari meng hubungi Dwi Kartika Sari, dokter lulusan Fakultas Kedokteran UII tahun 2014 melalui pesan WhatsApp pada 26 Januari. Menurut dokter yang kini bekerja di RS Wishnu Husada Banyumas ini, tidak ada patokan pasti terkait suhu yang dapat mengakibatkan hipotermia. Hal tersebut dikarenakan hipotermia bukan hanya perkara suhu. Durasi paparan terhadap udara dingin atau air pun berpengaruh. Diagnosis hipotermia ditegakkan apabila suhu tubuh kurang dari 36°C dan disebut hipotermia berat apabila suhu tubuh kurang dari 32°C. Hipotermia berat bisa berdampak pada gangguan jantung yang menyebabkan kematian. Kartika yang pernah aktif di organisa si Lembaga Pers Mahasiswa Himmah UII menambahkan bahwa penderita hipo termia berat harus segera dibawa ke RS, kemudian segera dijauhkan dari area dingin. Selanjutnya pasien perlu diberikan cairan infus yang dihangatkan, oksigen, dan obat-obat yang sesuai. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pertolongan pertama adalah melepas semua pakaian yang basah, diberi selimut serta minuman hangat.
“Kami datang tanggal 17 malam dan pulang besok paginya,” kata Nadira. “Kami melakukan wawancara, periksa tensi dan nadi kepada peserta,” tambahnya. Sedangkan untuk tanggal 20 Januari, Mapala Vogus urung melakukan tugasnya sebab kegiatan TGC sudah diambil alih pihak kampus UII. Kondisi 37 peserta dinyatakan normal saat dilakukan pengecekan sebelum sur vival. Hanya Asyam yang kondisinya sudah menurun. Nadira menerangkan bahwa Asyam sudah tidak fokus tatkala rekannya melakukan wawancara, sehingga Mapala Vogus merekomendasikan kepada panitia agar Asyam tidak melanjutkan materi survival dan dibawa ke puskesmas terdekat. Berdasarkan rekomenda si tersebut, Asyam pun dibawa ke base camp untuk diistirahatkan. Baju basah yang dipakai Asyam diganti dengan baju kering. Minuman hangat pun diberikan agar tubuhnya tak lagi kedinginan. Hal tersebut dibenarkan Suryadi. Dia tidak melihat Asyam kembali bersama kelom pok setelah pengecekan kesehatan. Pengecekan kepada peserta oleh tim kesehatan dilakukan sebagai tolok ukur kelayakan peserta untuk melanjutkan materi. Apabila ada peserta yang kesehatannya sedang tidak prima, maka akan diistirahatkan dan terbebas dari materi. Pengecekan tidak hanya dilakukan di lapangan. Sedari pendaftaran sudah ada pengecekan kesehatan dari Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM) UII. Saat Tim KOBARkobari menghubun gi melalui pesan singkat untuk menge tahui kondisi kesehatan peserta saat pendaftaran, pihak TBMM UII tidak ber sedia memberikan keterangan. TBMM UII mempersilakan Tim KOBARkobari untuk melihat hasil konferensi pers oleh pihak berwajib, yaitu Tim Pencari Fakta UII dan kepolisian.TimKOBARkobari akhirnya menan yakan soal ini kepada Suryadi.“Pengecekan meliputi apa yang terlihat dari luar,” ujarnya menceritakan pemeriksaan pertama setelah penarikan kegiatan TGC. “Aku nggak lihat Ilham periksa di RS JIH.” Terdapat satu peserta yang dirawat inap di JIH pada pemeriksaan pertama, namun setelah pemeriksaan kedua— beberapa saat setelah meninggalnya Ilham—korban yang dirawat inap bertam bah lima orang. Peserta yang dirawat silih berganti pulang dan datang. Total peserta yang dirawat berjumlah empat belas orang. Sampai berita ini ditulis, seluruh pasien rawat inap sudah ke luar dari JIH.
(Baca selengkapnya hasil konferen si pers Mapala Unisi UII di situs Himmah Online dengan judul “Mapala UII Meminta Maaf Kepada Masyarakat”.)
Tim KOBARkobari mengirim surat elek tronik kepada bidang Hubungan Masyara kat (Humas) UII guna menanyakan perihal tim kesehatan TGC ke-37 dan tragedi Mapala Unisi ini. Sayangnya, Humas UII tidak menyanggupi dengan alasan tidak memiliki ranah untuk menjelaskan. Tetapi, Humas UII membenarkan bahwa tidak ada lagi peserta TGC yang dirawat inap di RS JIH.Hal senada juga terjadi ketika kami menghubungi pihak Mapala Unisi. Mereka mengutarakan bahwa semua hal terkait TGC ke-37 sudah diungkapkan melalui konferensi pers pihak Mapala Unisi pada tanggal 27 Januari silam. q
Jam tangan, cincin, kalung, dan segala hal yang menyerap dingin harus dilepaskan dari penderita. Penderita hipotermia juga sebaiknya berendam air hangat dengan suhu di bawah 39°C.
The Great Camping (TGC) ke-37 Maha siswa Pecinta Alam (Mapala) Unisi UII di lokasi perkemahan Mrutu, Dusun Tlogodringo, Desa Gondosuli, Tawangman gu. ”Ini pertama kali Asyam naik gunung,” kata Handayani. “Saya mengizinkan Asyam ikut Mapala karena waktu Ospek (Acara perkenalan awal di kampus) aman-aman saja. Dan lingkungan sekolahnya juga islami. Tapi kok justru Mapalanya yang seperti ini,” lanjutnya.
Oleh : Sirojul Khafid Kampus Terpadu, KOBARkobari Pihak kelurga korban merasa janggal atas kematian almarhum Asyam. Pasal nya, terdapat beberapa bekas kekerasan fisik pada tubuh korban. Termasuk kuku jempol kaki ada yang lepas. Asyam bukan satu-satunya korban meninggal dalam kegiatan tersebut. Ada dua korban menin ggal lainnya, Muhammad Fadhli (20) mahaBersambung ke halaman 12 Sri Handayani, Ibunda Alm. Syaits Asyam, menunjukan piagam dan medali emas milik putranya. Sirojul Khafid | KOBARkobari
Cium Tangan Terakhir
Sri Handayani masih sering menangis di sela-sela dia bercerita. Di teras rumah sederhananya dia menerima para jurnalis. Raut muka yang dibalut dengan kerudung hitam itu masih terlihat sedih. Hari itu, sabtu, 22 januari 2017, di halaman rumahn ya yang seluas lapangan voli masih meny isakan kursi plastik tempat para pelayat duduk. Syait Asyam (19), anak tunggalnya, mahasiswa Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII), dimakamkan sehari sebelumnya. Asyam meninggal setelah
Pak Menteri Tempat materi lapangan berpindah-pindah. Jarak antara tempat survival dengan basecamp sekitar 30–45 menit jalan kaki normal. Sementara dari basecamp menu ju puskesmas Tawangmangu sekitar 30 menit perjalanan menggunakan mobil.
serangkaian kegiatan Pendidikan Dasar


M. Nadhif Fuadi| KOBARkobari

10 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017
Selamat Sore Patukan






Barangkali, menghabiskan waktu sore hari bersama keluarga adalah hal yang sem purna bagi sebagian orang. Pepatah jawa mengatakan “mangan ora mangan, sing penting kumpul”. Sore itu,sekitar pukul 16.30 tak sengaja saya lewat perlintasan kereta api sebidang di daerah Patukan, Sleman Yogyakarta. Sembari menunggu kereta lewat saya lihat sekeliling, nampak banyak warga orang duduk ramai diping gri rel kereta api. Rasa penasaran mengan-
Hidup di Jogja bisa jadi akan selalu sederhana, namun tetap penuh warna dan makna. Tidak peduli dimana tempatnya, karena konon setiap sudut kota ini adalah “Istimewa” . Sesedarhana sore itu, menuju senja dan kereta. Selamat sore Patukan …
KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017 11
Foto dan Narasi Oleh: Wean Guspa U. tarkan langkah untuk melihat lebih jauh interaksi sore itu. Sore dan kereta. Cuaca sore itu sedikit berawan, langit di utara tampak hitam. Tanda daerah itu sudah turun hujan. Kereta tiba silih bergan ti. Tua, muda, hingga balita hadir sembari melepas penat menuju senja. Jajan penga nan, bermain, atau mungkin pula ada yang tidak tahu mau apa. Ketika sinar mentari perlahan mulai meredup dicelah-celah langit. Mereka pulang kandang.



Tanya Syafii “Saya Rektor UII,” kata Harsoyo “Wah, saya sangat menyayangkan kejadian itu, Pak. Apakah tidak ada pembi naan awal sejak pelaksanaan (Diksar) ini?”
"Kami menerima hak jawab jika ada pihak-pihak tertentu yang keberatan dengan pemberitaan KOBARkobari."
Lanjutan dari halaman 7 siswa Teknik Elektro dan Ilham Nurpad my Listia Adi (20) mahasiswa Fakultas Hukum. Fadhli yang merupakan anggota kelompok satu —peserta dibagi menjadi lima kelompok— meninggal saat masih di tempat pelatihan. Diperkirakan kematian Fadhli terjadi saat dilarikan ke puskesmas Karanganyar. Kondisi almarhum memang sudah turun secara drastis saat di tempat pelatihan. Di formulir yang dikumpulkan Fadhli saat pendaftaran ada riwayat sakit maag. Sementara, Ilham yang merupak an rekan satu kelompok Asyam di kelom pok lima meninggal di Rumas Sakit (RS) Bethesda. Tempat yang sama dengan meninggalnya Asyam. Awalnya, pelatihan diikuti total 37 peserta. Terdiri dari 34 putra dan 3 putri. Pelatihan dimulai dengan materi kelas selama dua hari dari tanggal 11 januari 2017. Dilanjutkan dengan materi lapangan pada tanggal 15 sampai 22 januari 2017. Namun, karena terjadi musibah dengan jatuhnya korban pertama pada tanggal 20 januari 2017 (Fadhli-red) pelatihan dihen tikan total. “Kami tarik semua peserta menuju ke Jogja,” kata Wildan, selaku ketua panitia TGC ke-37. Selama 37 kali Mapala Unisi UII men gadakan TGC, baru kali ini jatuh korban meninggal. Setelah panitia menarik semua peserta TGC ke-37 ke Yogyakarta, semua peserta diperiksa di RS. Pada pemerik saan awal, sebagian besar peserta diper bolehkan pulang. Hanya Asyam yang dirawat di RS Bethesda dan satu peserta di rawat di RS Jogja Internasional Hospital (JIH). Almarhum Ilham termasuk peserta yang diperbolehkan pulang pada pemer iksaan awal. Namun, di indekosnya dia sempat pingsan dan terjatuh. Mengetahui kejadian itu, ibu indekosnya membawa Ilham ke RS Bethesda. Namun, beberapa waktu setelahnya Ilham meninggal. Jatuh nya korban ketiga, membuat pihak UII memeriksa ulang 34 peserta lainnya di RS JIH. Beberapa peserta TGC yang sudah pulang ke Klaten dan peserta lain yang melakukan Kuliah Kerja Nyata di Purworejo ditarik ke Jogja lagi untuk diperik sa. Berdasarkan pemeriksaan kedua ini lima orang dirawat inap. Setelah itu peserta silih berganti pulang dan datang ke JIH.“Asyam itu orangnya aktif. Semua organisasi dia ikuti,” kata Handayani. “Saking sibuknya saya panggil dia Pak Menteri,”Denganlanjutnya.sesekali ditenangkan oleh kakaknya, Handayani melanjutkan cerita kematian anaknya. Dia mengetahui bahwa Asyam dirawat di RS Bethesda bukan dari pihak Mapala Unisi UII, melainkan dari teman satu jurusan program studi. Han dayani bertemu dengan Asyam bebera pa jam sebelum anaknya meninggal. Atas rekomendasi dokter, Handayani meminta kesaksian anaknya tersebut yang kemudian dicatat dalam secarik kertas. Dalam per temuan singkat itu, Asyam sempat mengatakan bahwa dia dipukul menggunak an rotan. Disuruh bawa air di leher. Serta diinjak-injak. Bahkan Asyam sempat men gatakan siapa pelakunya. Catatan tersebut menjadi bukti pemeriksaan kepoli sian Karanganyar. Pihak keluarga Asyam menyayangkan tidak adanya panitia yang datang ke rumahnya untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Walaupun pada saat pemakaman terlihat beberapa anggota biasa masih menjabat dalam struktural pengurus— serta anggota luar biasa —anggota yang sudah tidak masuk kepengurusan atau sudah lulus dari kuliah— Mapala Unisi UII. Tapi yang pihak keluarga Asyam inginkan bertemu dengan panitia TGC ke-37. Pihak Mapala Unisi UII mengiyakan bahwa nama yang disebut oleh Asyam merupakan salah satu panitia TGC ke-37. Namun tidak membenarkan bahwa di Standart Operating Prosedure (SOP) memperbolehkan adanya kekerasan. “Semua SOP sama, namun mungkin cara penyampaiannya bisa berbeda,” kata Wildan.Terkait dengan pemberitahuan ter hadap pihak keluarga Asyam bahwa almarhum dirawat di RS, mereka men gakui terlambat. Karena berkas yang berisi kontak keluarga tertinggal di base camp. Sehingga, Mapala Unisi UII meminta bantuan teman satu jurusan program stu dinya di kampus untuk mencari kontak keluarga Asyam. Sementara luka-luka yang ada pada korban dan juga peserta lain seperti goresan di tangan, itu disebabkan saat kegiatan merayap. Selain korban yang memakai pakaian kekecilan. Adanya tum buhan tajam juga berpotensi mengakibat kan luka tersebut. Sepatu yang kekecilan, sementara hujan terus-menerus menim bulkan adanya jamur yang berakibat pada terkelupasnya kuku pada korban Asyam. Handayani mengajak para jurnalis ke kamar Asyam. Kamar berukuran tiga kali lima meter itu tampak sederhana. Perabo tan pun tidak banyak. Hanya ada dipan, dua lemari serta meja. Di salah satu tembok terpajang tiga medali emas penghargaan olimpiade kimia. Dua medali olimpiade nasional di Jakarta dan satu medali olim piade internasional di Belanda. Di kanan tiga medali itu, ada kertas bergambar seg itiga. Gambar itu rancangan sukses Asyam saat kuliah. Almarhum bercita-cita kuliah di Oxford. “Asyam pernah diundang oleh Presiden Jokowi ke Istana karena dia ber prestasi,” Handayani kembali menangis. “Penelitiannya tentang penyelamatan alam, khususnya limbah laut yang membuat dia mendapat penghargaan. Asyam itu selain membanggakan keluarga juga sudah mem banggakan negaranya. Saya bercita-cita Asyam menjadi menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi,” lanjutnya dengan suara tangisan yang semakin tinggi. Kekecewaan bukan hanya dirasakan oleh Handayani, Syaifii —ayah Ilham— pun demikian. Sama halnya dengan Asyam, sebelum meninggal, Ilham sempat men gatakan bahwa dia sempat dipukul saat TGC. Pengakuan tersebut dilontarkan melalui telepon beberapa saat sebelum Ilham menghembuskan napas terakh ir. Awalnya almarhum tidak mengakui hal tersebut kepada ayahnya. Di tempat berbeda, saat konferensi pers, pihak UII membenarkan adanya kekerasan dalam temuan Tim Pencari Fakta. Namun, bentuk kekerasannya seperti apa, siapa yang melakukan, dan sebagainya masih dalam proses investigasi. Datang dari Lombok Timur, Syafii langsung menuju ke kamar jenazah RS Bethes da nomor dua. Harsoyo, Rektor UII sudah menunggu di depan kamar jenazah saat Syafii“Bapakkeluar.siapa?”
12 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017
Reportase bersama: Haninda L.utfiana U., Nuraini Ika, Nalendra Ezra, Hanifah Puja P., Retyan Sekar.
laporan.”“Kami
KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017 13
“Sudah ada, Pak. Mungkin kondisi cuaca yang tidak diketahui saat itu.” “Ya, tapi kan anak saya babak belur. Apa itu terjadi karena cuaca?” “Saya tidak tahu persis, tapi katanya mereka“Kalauitu…”cuaca apakah babak-belur, Pak? Dan tidak berak darah kalau (karena) cuaca. Itu karena kesalahan manusia, Pak.” “Kami juga sangat prihatin, Pak. Karena tidak pernah terjadi seperti ini. Selama ini sudah 37 kali TGC.” “Iya, sampai tiga orang yang mening gal. Itu info yang saya dapat. Bahkan ada yang diopname. Belum lagi yang belum undang peserta (Red-Diksar) untuk periksa ulang biar tidak terjadi yang tak diinginkan.” Syafii menyekolahkan anaknya di ling kungan islami dengan harapan anaknya menjadi sholeh. Tapi naas, malah maut yang didapat. Sebenarnya Syafii sudah alergi dengan hal terkait Mapala. Kakak dari Ilham juga berkegiatan di Mapala saat kuliah. Kegiatannya itu yang membuat kakak Ilham kuliah sampai delapan tahun. Atas kejadian ini, Syafii melaporkan kepada kepolisian agar ditindaklanjuti. Sementara selang dua hari setelah kematian Ilham, Harsoyo mengundur kan diri dari jabatan rektor. Menurut beliau, itu sebagai tanggungjawab moral pemimpin UII. Namun, beliau berkomit men untuk tetap membantu permasalah an Mapala Unisi UII ini sampai selesai. Handayani mengingat-ingat kembali saat terakhir bersama Asyam di RS Bethes da. Menjelang meninggal, Asyam meminta badannya yang semula berbaring ke arah kiri untuk dibalikkan ke arah kanan, meng hadap ibunya. Asyam meminta maaf dan mencium tangan ibunya untuk terakhir kalinya. “Semoga Asyam termasuk golon gan kanan,” kata Handayani. “Saya sudah mengikhlaskan. Tapi ayah Asyam tetap ingin ini (kematian Asyam) ditindak secara hukum.” Lanjutnya. q
Dewan Redaksi: Nurcholis Ainul R. T., Fahmi Ahmad B. Pemimpin Redaksi: Dedy Tulus W. Sekretaris Redaksi: Dian Indriyani. Redaktur Pelaksana: Adilia Tri H., Rabiatul Adawiyah. Redaktur Foto: Danca Prima R. Redaktur Artistik: Tsania Faza. Staf Redaksi: Fatimah Intan K., Regita Amelia C., Nuraini Ika, Retyan Sekar. Fotografi: Wean Guspa U., RB. Radix Sabili D. P., Hanifah Puja P. Penelitian dan Pustaka: Fauzi Farid M., Fitri Sarita, Nur Al Farizi. Rancang Grafis: Didik Firmansyah, Herpan Sagita. Perusahaan: Haninda Lutfiana U., Egi Andrea, Amalia Ratna P. PSDM: Nurcholis Ma’arif, Sirojul Khafid. Jaringan Kerja: Nalendra Ezra A., Zikra Wahyudi Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia. Alamat Redaksi: Jln. Cik Ditiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 087809716650 (Haninda Lutfiana U., Iklan/Perusahaan). Saran dan kritik melalui email: lpmhimmah@gmail.com, http://lpmhimmahuii.org.
Vivi Melia Ningrum - Ilmu Komunikasi 2015 Rahmat mawardi - Hukum Islam 2015 Banyak teman-teman yang memperbincangkan tentang jam gadang yang berada di boulevard, termasuk saya juga mem perbincangkannya. Adanya jam gadang yang sudah lama berdiri tetapi tidak berfungsi membuatnya terlihat seperti barang aneh yang tidak bermanfaat. Terkadang orang baru melihatnya merasa seperti masih mempertanyakan benda yang berdiri tanpa ada fungsiMenuruttersebut.saya, jika jam tersebut masih ingin dipasang, seha rusnya segera diperbaiki atau jika tidak lebih baik jam tersebut dihilangkan. Mungkin bisa diganti dengan benda lain yang lebih sesuai dengan yang dibutuhkan. Demikian saran dari saya, semoga pihak yang berwenang dalam pengadaan jam tersebut berkenan untuk lebih memper hatikan hal tersebut. Pergerakan mahasiswa pada pra kemerdekaan sampai pra reformasi dituntut oleh kondisi tangan besi penguasa yang men jalar dari akar sampai pucuknya. Tidak aneh jika kemudian melahirkan gerakan-gerakan semangat perlawanan yang masif. Selan jutnya, bagaimana potret gerakan mahasiswa hari ini, pasca reformasi yang dulu diperjuangkan berdarah-darah? Bagaimana dengan tujuan dan konsistensinya? Atau mungkin pertanyaan ini keliru? Barangkali kita butuh waktu lebih untuk ngopi bersama, atau sekedar duduk satu meja dan berdiskusi di pojok-pojok kampus yang tampaknya terlalu ironi untuk kampus sebesar ini tapi sepi. Ralat: Pada berita berjudul “Kakom Hanya Berorientasi Konser” di KOBARkobari edisi 182, tepatnya di halaman 2, disebutkan Mozaic Al Isamer sebagai ketua Kakom periode 2013. Penulisan nama narasumber yang benar adalah Mozaik Al Isamer dengan jabatan Ketua Himpunan Mahasiswa Komunikasi (Himakom) 2015-2016. Berita ini juga menyebutkan bahwa Wakil Rektor III Abdul Jamil merupakan mantan staf pengajar Fakultas Hukum UII. Seharusnya beliau dituliskan sebagai staf pengajar Fakultas Hukum UII. Mohon maaf atas kekeliruan ini.

Hentikan PerdaganganManusia
14 KOBARKOBARI EDISI 183 // XIX // Maret 2017
Perjalanan Conor dimulai saat ia tiba di Kathmandu ibukota Nepal, menuju kantor organisasi nirlaba yang dikenal dengan CERV (sebuah organisasi penyaluran relawan dari luar negeri) Nepal. Mengikuti orientasi dengan terjun lang sung ke masyarakat desa sebagai adapta si, lalu setelah seminggu Conor di jemput oleh seorang pria bernama Hari yang berkerja sebagai pengurus panti asuhan di Desa Godawari yang akan menjadi tempatnya. Panti asuhan Little Princes, menurut novela Prancis karya Antoine de saint Exupery, Le Petit Prince, didirikan oleh seorang wanita Prancis.
Oleh: Dinda Tri Lestari
Bisa kau bayangkan, Conor? Bagaimana perasaan para orangtua itu mendapatkan anak-anaknya kembali? Menjadi sebuah kelu arga kembali? –Farid
Penulis: Conor Grennan Penerjemah: Eva Y. Nukman Penerbit: Qanita Tebal: 436 halaman Tahun terbit: 2011
Begitulah yang terdapat pada lembar pertama dalam Little Princes, buku yang mengisahkan tentang seorang warga Negara Amerika bernama Conor Grennan yang selama delapan tahun berk erja untuk East West Institute (kelompok pemikir tentang kebijakan publik inter nasional) di Praha. Merasa bosan dan sangat membutuhkan perubahan radikal, ia memutuskan untuk keluar dari perk erjaannya. Conor menjadi relawan dan mengurus panti asuhan di Nepal selama dua bulan. Nepal yang menjadi salah satu Negara termiskin di dunia, dengan sistem pemerintahan Monarki, memiliki Raja yang mempunyai hak penuh dalam Negara lalu ada pemberontak Maois menuntut ker ajaan untuk memiliki Republik Rakyat Nepal dengan prinsip Komunis. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di Nepal menyebabkan banyak anak-anak dengan kondisi yang mengenaskan (kurus kering).
Selain Conor juga terdapat sukare lawan lain. Sandra, perempuan Prancis pendiri Little Princes. Jenny, gadis Amerika. Chris sukarelawan Jerman dan terakhir Farid pemuda Prancis. Total anak di Little Princes ada 18 anak dengan 16 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Banyak yang ia dapat saat ia beradaptasi dengan anak-anak di panti asuhan terse but. Mereka memanggil saudara laki laki ‘brother’ dengan aksen Nepal yang menu rutnya menggelikan. Ia juga mengetahui bahwa adanya hari Bandha (seluruh keg iatan dihentikan atau mogok atas hasutan pemberontak Maois). Tak ada satu pun bus, taksi atau kendaran umum lainnya di perbolehkan berada di jalan raya. Hari Bandha sering belangsung berhari-hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Apabila ada yang melanggar maka harus siap dengan kehilangan segalanya. Conor penasaran dan menaruh curiga. Setelah hampir satu bulan ia menjadi relawan di panti asuhan tersebut, ia melihat seorang laki-laki meninggalkan panti dan sepengetahuannya tak banyak orang tahu bahwa ada panti asuhan di desa Godawari. Kemudian ia bertanya dengan relawan lain tentang laki-laki tersebut, Sandra menjelaskan bahwa laki-laki tersebut bernama Golkka seorang pedagang Anak, dengan cara menipu orang tua dari anak tersebut. Ia terkejut saat mengeta hui bahwa anak di Little Princes adalah korban perdagangan manusia. Hati nurani Conor ingin menyelamat kan anak-anak lain di luar Little Princes Anak-anak percaya bahwa orang tua mereka telah meninggal dan mereka telah diambil dari orang tuanya. Ada satu misi lain yang harus dia selesaikan yaitu, meny elamatkan anak-anak lain korban perda gangan manusia serta menemukan keluarga mereka. Ia menemui banyak halangan rintangan yang menguras energi dan emosinya dalam upaya mendirikan sebuah organisasi guna menampung anak-anak korban perdagangan lainnya di Nepal. Di Indonesia sendiri kasus perdagan gan manusia telah banyak terjadi. Di kirim menjadi tenaga kerja dengan upah rendah di berbagai Negara dan berakhir dengan adanya kekerasan yang dialami. Pemerin tah Indonesia juga telah banyak mengaga lkan aksi perdagangan manusia yang bermodus tenaga kerja elegal. Pada tahun 2015 polisi menangkap dua orang yang diduga pelaku tindak pidana perdagan gan manusia, mereka menawarkan korban untuk berkerja di Abu Dhabi dengan gaji US$ 300,- per bulan. Pemerintah juga telah memberikan ultimatum bagi peda gang manusia dengan ancaman hukuman lima belas tahun penjara dan membayar denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah sesuai dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberan tasan tindak pidana perdagangan manusia. Buku yang menjadi Goodreads Choice Award kategori BestTravel and Outdoor pada tahun 2011, dapat menginspira si orang lain dari pengalaman seorang Conor Grennan yang mencari dana untuk membangun sebuah organisasi agar dapat menyelamatkan anak-anak di Nepal. Penulis sangat ekspresif dalam setiap kali matnya menyiratkan tentang keadaan, menjelaskan secara detail tentang situasi dan kondisi di Nepal sehingga pembaca seakan-akan berada di tempat tersebut. Buku ini juga mengajak para pembaca untuk membantu menyelamatkan korban dari perdagangan anak.Tidak ada kekuran gan dalam buku ini karena salah satu karya terbaik yang menceritakan tentang pengalaman positif serta kehidupan nyata sang penulis.
Judul buku: Little Princes




Oleh: Fitriyan Zamzami
Iya, ada kekerasan dalam pelaksanaan TGC walaupun bisa jadi berlebihan tahun ini.Yang jelas, “ia” tak terjadi dalam TGC kali ini saja. Para senior Mapala Unisi berkilah bahwa dalam kondisi ter tentu, misalnya untuk memaksa para peserta bergerak agar ter hindar dari hipotermia, kontak fisik diperlukan. Sejauh ini, pihak kepolisian juga telah menetapkan sedikitnya dua tersangka.
tanyaan yang lebih urgen buat segenap civitas UII adalah apa yang harus dilakukan selanjutnya? Bagaimana selepas pembekuan ini? Nah, peliputan yang kami lakukan ternyata mengungkap juga sisi-sisi lain dari Mapala Unisi. Stereotip yang kerap saya bay angkan semasa jadi mahasiswa terhadap anggota Mapala Unisi banyak yang luruh. Tanpa banyak pamer, Mapala Unisi ternyata kerap terjun dalam rerupa penanganan bencana di Indonesia. Tanpa banyak diberitakan, mereka mengharumkan nama bangsa di Turki tahun lalu. Senior mereka juga bukan sedikit yang berha sil menekuni karier mentereng. Ada juga kekompakan yang mengharukan di antara anggota dan senior Mapala Unisi. Berkebalikan dengan penampilan gahar di kampus, banyak sekali dari anggota Mapala Unisi menangis menyusul kejadian di hutan Gunung Lawu. Bukan hanya karena kehilangan adik-adik mereka, tapi juga karena deretan prestasi dan reputasi yang rusak seketika. Seluruh prestasi dan persatuan internal tersebut sedikit banyak berhutang pada mekanisme dalam menjalankan TGC selama ini. Latihan keras di kaki Gunung Merapi dan belakangan di kaki Gunung Lawu adalah bahan utama yang memben tuk Mapala Unisi. Berada di ambang batas ketahanan tubuh menyiapkan para anggota Mapala Unisi untuk peran-peran yang menjelang dan membuat mereka merasa senasib sepenanggungan.Kematian para peserta tentunya adalah hal tragis yang perlu diusut penyebabnya dan ditindak pihak-pihak yang menyebab kannya. Keadilan tersebut sudah sepantasnya didapat keluarga korban yang kehilangan orang terkasih mereka serta harapanharapan yang disematkan kepada yang berpulang. Kendati demikian, apakah malapetaka ini mesti jadi pembena ran untuk memutus sama sekali sejarah panjang Mapala Unisi? Apakah prestasi-prestasi Mapala Unisi pantas disapu ke bawah karpet karena kejadian itu? Apakah pembekuan harus diterap kan tanpa batas waktu? Bagaimana kalau kita memberi mereka kesempatan untuk memulai dari nol lagi? Untuk menyingkirkan yang buruk-buruk dan membangun kembali rumah yang roboh diterjang badai. Merancang mekanisme yang lebih manusiawi dan beradab serta sistem pengawasan yang lebih ketat dalam melatih anggota-anggota baru. Mencoba kembali membangun legasi yang pada akh irnya tak hanya membuat bangga Mapala Unisi, tapi juga seluruh keluarga besar UII.
Tapi apakah kekerasan itu semata yang jadi penyebab kema tian? Apakah kekerasan itu faktor utama yang menyebabkan kematian? Faktanya, ada faktor cuaca yang sangat tak bersaha bat selama pelaksanaan TGC. Ada peserta-peserta yang mengeluhkan sakit dan meminta mundur sedari awal kegiatan di alam bebas.Apakah panitia-panitia selain yang jadi tersangka tak layak dipersalahkan karena bersikeras menggelar kegiatan dengan jadwal yang ketat di tengah kondisi cuaca sedemikian? Mencegah para peserta yang minta mundur meski yang bersangkutan ber sikeras sudah tak tahan lagi? Bagaimanapun pandangan kita masing-masing, hal tersebut kini di tangan para penegak hukum untuk menyimpulkan. Per
Kenangan kerap kali datang seperti pencuri.Tak diundang, tak permisi terlebih dahulu. Detail-detail renik peristiwa-peristiwa tetiba berkelebat di kepala tanpa dipanggil. Saat mendengar musibah yang menimpa para peserta The Great Camping (TGC) ke-37 Mapala Unisi beberapa waktu lalu, persis demikianlah yang terjadi. Meski lebih sewindu meninggal kan kampus, salam komando dengan saling petik jempol lawan khas anggota Mapala Unisi kembali di ingatan.
*) *) Wartawan Republika/ Staf Redaksi LPM HIMMAH UII 2005
Gerombolan-gerombolan mahasiswa yang kadang mengun dang kagum dan pada lain kesempatan bikin kesal, muncul lagi dalam ingatan. Celana-celana jeans yang nampaknya lama tak kenal sabun cuci, rambut-rambut gondrong yang sepertinya jarang kena sampo, sepatu-sepatu gunung yang dipakai masuk kelas, nomor mahasiswa di daftar absen yang kasih tahu bahwa empunya sudah lama di kampus. Mahasiswa dan alumni Universitas Islam Indonesia (UII) nonMapala Unisi, saya rasa sebagian akrab dengan stereotip-ste reotip terhadap anggota Mapala Unisi tersebut. Awalnya, kema tian tiga adik-adik di TGC, Muhammad Fadhli, Syait Asyam, dan Ilham Nurpadmy, seperti menegaskan pandangan tersebut. Pihak Mapala Unisi yang terlambat mengeluarkan pernyataan resmi dan membiarkan opini digiring pemberitaan media juga membuat kondisi kian runyam.
Kebetulan, sebagai alumni UII yang punya tak sedikit kenalan senior Mapala Unisi, saya ditugaskan kantor mengkoordinasi liputan terkait insiden tersebut. Kami kemudian mewawancarai banyak anggota dan senior Mapala Unisi, peserta TGC-37, dan pihak-pihak lainnya, untuk membuat tulisan panjang. Yang kami temukan, ternyata tak sesederhana narasi populer yang beredar.
Bagaimana Selepas Badai?

Jenazahmu diterima orang nomor satu di universitas ini. Jajaran saf pria dan wanita di Masjid Baitul Qohar UII Cik Di Tiro tanpa dikomando siap dalam barisan salat di belakang imam, Harsoyo. Penghormatan terakhir untuk mengantarkan Fadhli menemui SangSaatKhalik.langit masih pekat, rombongan peserta diksar lainnya hadir dari Gunung Lawu menjelang subuh. Nyala di mata kalian meredup, semangat di dada kalian menguap, asa di hati kalian terhisap, yang ada hanya tubuh-tubuh kurus dan bau menjadi satu. Tak ada gebyar sorak kedatangan kalian. Mungkin mars hanya akan menjadi nyayian satire di tengah duka. Air mata haru dan bangga yang seharusnya tumpah, menjadi nestapa kerena kehilangan.DanAllah berkehendak lain. Di saat Fadlhi telah sampai dan diterima keluarga di Batam dengan didampingi Ketua Mapala Unisi, ketua panitia, keluarga besar alumni UII dan beberapa senior. Di saat seluruh tenaga dan pikiran sejenak rehat dari pilunya kehilangan Fadhli dan mulai berinstrospeksi, Asyam berpulang! Di bangsal tempatnya dirawat, setelah diantar ke Rumah Sakit Bethesda enam jam lalu. Sungguh enam jam yang melenakan. Saat dirasa Asyam sudah ditangani oleh pihak yang tepat. Alarm tanda bahaya kembali berbunyi. Kali ini terasa lebih keras dan memekakkan. Bagaimana tidak, hanya dalam dua hari kami kehilangan adik-adik kami. Belum kering benar air mata kehilangan Fadhli, Asyam membuat kami bersimpuh dalam tangis dan duka yang mendalam. Kejadian ini memaksa seluruh keluarga besar Mapala Unisi berkumpul untuk kembali bersatu mendampingi pengurus. Kami berinisiatif menjemput seluruh mantan peserta diksar ke tempat tinggal mereka satu per satu untuk melakukan medical check up karena tak ingin kehilangan untuk yang ke sekian kali. Kami pun larut dalam bingar permasalahan ini.
Oleh: Januar Sidharta *)
Gunung laut hutan rimba Kuatku tantangan alam Jadikan semangat Mapala Unisi Angin ombak badai arus Tegarku berdiri kukuh Jadikan semangat Mapala Unisi
Toh, nyala di mata kalian tak meredup, semangat di dada kalian tidak menguap, asa di hati kalian tiada terhisap. Mars Mapala Unisi lantang terucap dalam haru dan kebanggaan.Terisak saat pelukan kokoh nan erat, merangkul tubuh-tubuh kurus dan bau menjadi satu. Kita seharusnya dipertemukan dalam momen seperti itu, Adikku!Teman-teman kampus dan kosmu, kekasih hatimu, rektor dan para wakilnya, pengurus lembaga eksekutif dan legislatif, temanteman lembaga khusus, para kakak-kakak alumni beserta anakanaknya, para senior kalian; kami sudah menunggumu! Gelaran maha akbar, merayakan kedatangan kalian dari tugas mulia Pendidikan Dasar The Great Camping (Diksar TGC) Mapala Unisi di kampus tercinta, UII. Kami berebut menjabat kalian. Dalam dekap erat dan dada yang berguncang hebat karena tangis bahagia. Tak lupa usapan mesra di rambut kalian yang rontok parah dan kini tak tampak indah, tiada malu bercucur air mata meski berambut panjang dan berbadan kekar. Kita satu dalam rasa bangga dan cinta menyambut kalian, wahai Adik-adik, calon penerus perjuangan kami.Kita seharusnya dipertemukan dalam momen seperti itu, kepergian teman kalian untuk selamanya saat akhir materi survival di TGC-37 itu. Fadhli, adalah alarm tanda bahaya yang bunyinya kami takutkan selama ini. Ya, alarm yang sungguh tidak ingin kami dengar bunyinya. Selama hampir 43 tahun berdiri, 36 kali pelaksanaan diksar, Mapala Unisi tidak punya pengalaman kehilangan anggotanya saat kegiatan di alam bebas. Teringat cerita di waktu lampau, yang didongengkan hampir di seluruh generasi, cerita horor kejadian demi kejadian di tebing, gunung, sungai dan goa yang nyaris merenggut jiwa. Entah itu karena pengaman yang jebol saat melata di tebing, terpeleset ke jurang saat navigasi di rimba gunung, terjepit antara arus sungai dan batu setelah perahu terbalik atau berjam-jam menggantung di seutas tali di ketinggian nyaris 100 meter dalam gua vertikal. Siapa nyana, alarm itu berbunyi juga. Serta merta dari segala penjuru alumni dan senior berkumpul untuk membantu tanpa diminta. Sejenak meninggalkan hirukpikuk kehidupan dan rutinitas. Karena kami sepakat bahwa kejadian ini akan menjadi pukulan luar biasa bagi keluarga, teman, dan Mapala Unisi. Fadhli akhirnya hadir lebih dulu di antara kami, terbungkus kain putih tak bernyawa. Sirine ambulans yang mengantarkannya bagai nada pilu yang menyayat kalbu.
Penggalan lagu mars di atas konon membuat bulu kuduk audiens di hall Kampus UII Cik Di Tiro bergidik, merinding saat lagu itu dikumandangkan. Pun, bait per bait mars itu keluar dari manusia-manusia berbibir pucat, dengan kulit ari yang terpecah karena sengatan panas dan guyuran hujan, kerongkongan yang tercekat penat dan didera haus yang hebat, wajah-wajah kuyu yang melegam dan tonjolan tulang pipi yang mencuat.
Untukmu, Adik yang Tak Sempat Kujabat!
Adikku!Berita

*) Ketua Mapala Unisi 2001-2003/ Anggota Luar Biasa Mapala Unisi
Tak ada sungging senyum tersisa, tak ada kata yang terucap. Tenggorokan kami tercekat. Seluruh pasang mata memandang rendah. Sumpah serapah memenuhi hari-hari. Emosi bercampur aduk, kadang keluar dalam bentuk tak bijak. Banyak pihak terpaksa terlibat dalam masalah ini. Simpuh sujud kami untuk Ayahanda Harsoyo yang harus menjadi korban dari kelalaian kami. Almamater kami yang membesarkan kami, pataka yang kami kibarkan setinggi-tingginya dalam setiap kegiatan harus tercoreng. Rusak. Nama besar organisasi pecinta alam seluruh Indonesia jadi bulan-bulanan.
Hantaman duka kehilangan Fadhli masih mampu kami tahan, namun kepergian Asyam membuat kami roboh.
Dua hari kemudian kabar yang tak kalah mengagetkan datang. Ilham menyusul kepergian Fadhli dan Asyam setelah dirawat sekitar enam jam di rumah sakit yang sama dengan Asyam. Sungguh air mata ini sudah tak mampu lagi mengalir. Bagaimana bisa orang yang sudah tiga hari beraktivitas normal di kosnya, lolos medical check up tanpa harus diinapkan seperti beberapa temannya, justru berakhir tragis? Kami nista! Kami terima.
Kepada seluruh keluarga Fadhli, Asyam dan Ilham yang ditinggalkan, tak akan sepadan kata maaf dan khilaf yang kami sampaikan. Mapala Unisi siap bertanggung jawab. Mapala Unisi harus berbesar hati dan berjiwa ksatria menjalani proses ini. Para pihak yang berwenang juga diharapkan mampu menguak semua kemungkinan yang menjadi penyebab musibah ini. Banyak faktor yang berperan dalam kejadian ini. Manusia sebagai pendidik dan peserta didik, alam, cuaca, tumbuhan, penanganan medis dan banyak lainnya. Perlu dihadirkan orangorang yang berkompeten dalam setiap variabel agar kasus ini menjadi terang sehingga hasilnya dapat menjadi pembelajaran yang konkret dalam berkegiatan alam bebas. Usut tuntas kematian adik-adik kami dengan seadil-adilnya. Selamat jalan, Fadhli, Asyam, Ilham. Nama kalian selalu dalam sanubari kami.

