Edisi 162 | Tahun Ke-15 | Februari 2013 e-mail : lpmhimmah@uii.ac.id, sites : http://lpmhimmahuii.org 1 Ambisi BersambutJurnalAral Metri Niken L. | KOBARkobari


2 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013
Ambisi BersambutJurnalAral Mahasiswa UII dipastikan harus membuat jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan.
Oleh: Raras Indah F. Kampus Terpadu, Kobar Surat edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti), mengharuskan mahasiwa mempublikasikan jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan. Ini bisa disebut sebagai cara instan yang sedang tempuh pemerintah demi meningkatkan produktifitas jurnal. Begitupun dengan UII. Sekarang ini jumlah jurnal yang terakreditasi tak sampai 5 biji. Hal ini menggambarkan bahwa iklim penelitian kita sedang gersang. Hakikat universitas pada dasarnya adalah menciptakan masyarakat ilmiah dengan penelitian. Jadi sudah sewajarnya jika suatu universitas memiliki fasilitas dan lingkungan yang mendukung ke arah penelitan. Tapi apakah kita sekarang sudah memiliki iklim yang mendorong mahasiswa maupun dosen untuk meneliti? Pertanyaan itulah yang harus dijawab terlebih dahulu, jika nantinya jurnal ilmiah dijadikan sebagai syarat kelulusan. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (SK Dirjen Dikti) Nomor 152/E/T/2012 tentang Ketentuan Publikasi Jurnal Ilmiah, keberadaan jurnal ilmiah akan menjadi salah satu syarat kelulusan untuk program strata 1 (S1). Hal tersebut sesuai dengan apa yang diutarakan Wakil Rektor I (WR I) Nandang Sutrisno. Nandang mengiyakan, ada tuntutan pubikasi jurnal ilmiah yang harus dipenuhi mahasiswa, meskipun sebenarnya ia keberatan. “Kita jelas akan melaksanakan, walaupun kita tidak begitu sepakat dengan hal itu. Bagi Dikti sudah keharusan semacam itu, ya kita melaksanakan,” kata Nandang. Alasan terkait kurang sepakat, Nandang menjelaskan karena pada dasarnya tulisan di dalam jurnal bersifat selektif. Para dosen yang menulis jurnal pun tidak semua bisa dimuat karena ada penyeleksian yang ketat. Ironisnya, SK Dirjen Dikti yang baru terbit ini mewajibkan semua mahasiswa menulis dan mempublikasikannya sebagai syarat kelulusan S1. Belum ada waktu pasti kapan beban publikasi jurnal ilmiah ini akan diwajibkan kepada mahasiswa. Namun menurut Nandang, rektorat sudah membentuk tim untuk membuat mekanismenya. Kebijakan publikasi di lingkup UII ini masih dalam tahap penggodokan.Hampir sama dengan apa yang dikatakan Nandang, Wakil Rektor III (WR III) Bachnas menuturkan, dirinya ikut menyetujui kebijakan publikasi jurnal ilmiah yang dibebankan kepada mahasiswa. “Cuma, apakah kita sudah siap atau belum? Kemudian, apakah itu untuk internal saja, dalam artian, bahan-bahan dari mahasiswa UII, kita publikasikan di web UII sudah cukup apa belum? Itu yang masih perlu dibahas,” ujar Bachnas. Ditemui di ruang kerjanya, Ketua
Dewan Redaksi: T. Ichtiar Khudi A., B. Kindy Arrazy. Pemimpin Redaksi: Irwan A. Syambudi. Sekretaris Redaksi: Alissa Nur Fathia Redaktur Pelaksana: Zaitunah Dian S., Moch. Ari Nasichuddin, Ahmad Satria Budiman. Staf Redaksi: Dyah Ayu Ariestya S., Hasinadara P., Fajar Noverdian, Raras Indah F., Khairul Anwar. Fotografi: Robithu Hukama, Aldino Friga P.S., Revangga Twin T. Penelitian dan Pustaka: Wening Fikriyati, Nuraini A. L., Fitria Nur Jannah, Aghreini Analisa, Yuyun Septika L. Rancang Grafis: Bayu Putra P., M. Hanif Alwasi. Metri Niken L., Rahmat Wahana. Perusahaan: Maya Indah C. Putri, Erlita Fauziah, Herlina, Nur Karuniati, M. Muhasin Riha, Anisa Kusuma W. PSDM: Lufthy Z., Rama Pratyaksa, Khairul Fahmi, Rahmi Utami Handayani, Bastian Galih I. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, M. Jepry Adisaputro, M. Alfan Pratama, Budi Armawan, Agam Erabhakti W. Magang: M. Faiqurrohman, Siti Mahdaria, Laras Haqkohati, M. Khoirul Anam, Alan Dwi P., Kholid Anwar, Khalid Mufid, Ruhul Auliya, Ristina Zahra L. Nur Jamilah, Dara Asri W., Dimas Ricky R., M. Rahmat Akbar, Ayoni Sulthon, M. Ilham Ilyas, Hernita Bacing, Emma Wachida S., Alfa Nur S., Miranti Cahya N., M. Rifaldi Rahman, Yuan Palupi, Arga Ramadhana, M. Nasihun Ulwan, M. Syamsul Falah M., Saga Kusuma W. Nafiul Mualimin, Ahmad Taupik B. Windy Sugiarty, Indah Gamatia R., Galuh Ayu P., Ayunda Firdaus A., Transvivi A., Sjahril, Novian Aldy P., Zahrina Andini, Yuliza Fahmi, Riesky Diyanti P., Fikri Rais T., Yuyun Noviasari, Tri Pujiati, Aprilia Alifah P., Atry Kyka A., Fatimah Rizky R., Deby Hermawan, Okti Novita S., Atya Arma N., Sri Siska W., Marta Dwi K., M. Sahindrawan, Diah Handayani, Anne Mudya Y., Farah Ayuning T., Iqbal Galuh H., Fikrinisaa Fakhrun H. Himawan G. Pangestu, Desi Rahmawaty, Desy Duwy S., Nadira A. Nariswari Y., Wangga Angriandi P., Dian Hidayat, Wulan Oktantiya, Ikha Silviani, Alvina Anggarkasih, M. Noor Fadlany, Asharudin Wahyu, Ahmad Hanafi. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia. Alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085647760101 (Maya Indah C. Putri, Iklan/Perusahaan). Saran dan kritik melalui email: lpmhimmah@gmail.com, http://lpmhimmahuii.org.



Tim Publikasi Jurnal Ilmiah, Ilya Fadjar Maharika, menegaskan bahwa meski peraturan publikasi jurnal ilmiah belum diketuk palu, tidak ada kata mundur dari UII. Sejauh ini, Ilya mengakui bahwa masih banyak kendala yang dialami. “Tidak ada alasan untuk tidak jadi, Dikti juga sudah seperti itu. Kendala-kendala itu pasti, tapi hal ini harus kita selesaikan, bukan kok kemudian mundur,” tegas Ilya. Lebih lanjut Ilya menjelaskan, publikasi jurnal ilmiah akan dibagi menjadi dua jalur, yaitu hard print dan online. Jalur hard print akan diperuntukkan bagi jurnal mahasiswa yang terpilih. Sedangkan jurnal mahasiswa yang tidak terpilih akan dimuat dalam bentuk online. Mengenai kendala sistem informasi dalam memproses publikasi jurnal ilmiah, Ilya membantah hal tersebut. Menurut Ilya, UII tidak mempunyai masalah terkait teknologi informasi meski semua harus dipublikasikan dalam bentuk online dengan kapasitas server yang tinggi. Sebelumnya, UII sudah mempunyai sistem yang hampir mirip berupa laman yang berisi kumpulan-kumpulan hasil karya akhir mahasiswa. Soal sosialisasi kepada mahasiswa memang belum sampai, kemungkinan sebelum ketuk palu, akan ada hearing dengan mahasiswa. Walau begitu, Ilya menganjurkan agar mahasiswa bersiap untuk menulis. Menurut Ilya, yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana dengan nasib mahasiswa yang nilai skripsinya dibawah standar. “Solusinya mau tidak mau semua harus memperbaiki diri. Dulu kita berfikir kalau kita berani bicara tentang publikasi bahwa memang karya mahasiswa dipublish, maka kita memang harus secara sistematik memperbaiki diri. Semua level,” tuturnya tegas. Terakhir, Ilya berharap, publikasi jurnal ilmiah ini akan menjadi peraturan baru pada tahun akademik 2013/2014 mendatang.
Reportase bersama : M. Alfan Pratama dan Moch. Ari Nasichuddin
3KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013
Yulianti Dwi Astuti selaku Anggota Tim Publikasi Jurnal Ilmiah menuturkan, saat ini masih ada kendala yang menurutnya masih menjadi perdebatan di kalangan dosen, yaitu bagaimana dengan mahasiswa yang mendapatkan nilai skripsi tidak memuaskan, misal B/C atau bahkan C. Apakah skripsi dengan nilai seperti itu layak untuk ditayangkan? Yulianti bercerita panjang akan hal ini. Sebelumnya setiap skripsi mahasiswa yang dipajang di perpustakaan akan ada penyortiran terlebih dahulu. Yang disortir ini biasanya mahasiswa yang mempunyai nilai C ke bawah. Tidak mungkin jika skripsi mahasiswa yang nilainya di bawah standar dipajang di perpustakaan. Selain itu yang juga menjadi masalah adalah mengenai syarat kelulusan. Syarat kelulusan itu berbunyi semua skripsi mahasiswa harus dipublikasikan. Mengenai hal itu, Yulianti mengatakan mau tidak mau mahasiswa harus mau digenjot agar jangan sampai ada yang mendapatkan nilai C. Skripsi harus ditingkatkan mutunya supaya layak untuk dimuat, apalagi di jurnal online akan lebih banyak orang yang bisa leluasa membacanya. Ketika semua search engine bisa mengakses jurnal-jurnal tersebut, maka akan sangat rawan jika ada kejadian plagiasi. “Begitu ketahuan bahwa itu plagiat karya ilmiah orang lain, kan bisa kena UII-nya. Repot banget itu ya,”Diluartambahnya.ituYulianti menyatakan tidak mungkin jika jurnal mahasiswa yang tersedia sekarang memuat semua tulisan. Adapun tulisan yang terpilih akan dibuat cetakan jurnalnya. “Di (prodi-red) Psikologi saja nanti sudah seratus mahasiswa setiap tahun, apalagi fakultasfakultas yang besar,” imbuh Yulianti yang juga Ketua Program Studi (Kaprodi) Psikologi ini. Tanpa Jurnal Ilmiah Tak Ada Sanksi Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh, tidak akan ada sanksi bagi universitas yang menolak SK Dirjen Dikti tentang kewajiban publikasi jurnal ilmiah. Syaratnya, mahasiswa universitas yang bersangkutan memang belum paham mengenai kewajiban yang dimaksud. Hal tersebut, sesuai pernyataan Nuh di situs tvonenews.tv pada tanggal 18 Februari 2012.Lalu, untuk apa edaran surat itu? Nuh mengatakan, tujuan edaran surat itu bukan untuk meningkatkan jumlah karya ilmiah dan mengabaikan kualitas, namun lebih pada pertanggungjawaban universitas kepada masyarakat. Jika universitas bersedia mencanangkan program publikasi karya ilmiah via jurnal online, bersamaan dengan itu bisa mengangkat nama universitas itu sendiri.
Lain halnya dengan pernyataan Nuh pada laman kompas.com pada tanggal 28 Februari 2012. Ia berujar bahwa SK Dirjen Dikti hanya berupa dorongan saja karena tidak mempunyai kekuatan hukum. Tetapi menurutnya, aturan publikasi jurnal ilmiah berbanding lurus dengan upaya memperbanyak produksi jurnal ilmiah. Nuh mengeluhkan, produksi jurnal ilmiah di Indonesia saat ini tergolong sangat rendah. Hal itu tidak sebanding dengan produksi jurnal ilmiah yang diterbitkan Malaysia. Produksi jurnal ilmiah Indonesia hanya sepertujuh saja dari Malaysia. Pendapat Mahasiswa Salah seorang mahasiswa yang hendak mengajukan skripsi atau tugas akhir (TA), Muhammad Irvan Fajar, ikut angkat bicara soal rencana publikasi jurnal ilmiah. Mahasiswa Teknik Sipil 2006 ini mengaku tidak masalah, dengan catatan, tulisan yang dibuat sejalan dengan TA. Irvan juga mengatakan, suara mahasiswa juga dibutuhkan dalam kebijakan ini karena dalam buku panduan akademik belum dijelaskan hal-hal terkait publikasi jurnal ilmiah. “Buku panduan akademik bisa disebut kontrak. Artinya, apabila tidak ada hal yang tercantum di buku, itu bisa disebut melanggar kontrak,” ujar Irvan. Sama halnya dengan Rabi’atul Aprianti. Mahasiswi Psikologi 2009 ini setuju dengan adanya kebijakan publikasi jurnal ilmiah yang tengah digodok ini. Aprianti berpendapat, mahasiswa bisa sekaligus belajar membuat karya ilmiah dan tidak menggampangkan skripsi. Tetapi di sisi lain, Aprianti mengkhawatirkan akan terjadi pembludakan jurnal. “Publikasi jurnal itu kan harusnya butuh editing dan review yang benar-benar layak untuk kemudian dapat dipublikasikan. Kalau hanya dipaksakan, takutnya nanti jadi banyak publikasi yang kurang sesuai standar,” tambah Aprianti. q

4 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013 KOBARkobari|AlwasiHanifM.


Fasilitas Kampus dan Uang Sewa
Pihak kampus mungkin merasa bahwa dana untuk fasilitas tertentu kurang, sehingga perlu ditarik sejumlah uang bagi mahasiswa yang ingin menggunakan. Wajar saja menurut saya. Karena sampai saat ini, saya sendiri pun tidak tahu berapa banyak uang yang dialokasikan untuk perbaikan serta pemeliharaan fasilitas kampus di setiap semesternya. Hal ini dikarenakan tidak ada rincian detail pada saat membayar uang semester. Setahu saya kita hanya membayar sekian rupiah dan alokasi dari dana tersebut untuk apa saya pun tidak begitu paham. Oleh karena itu sebaiknya pihak rektorat memberikan rincian keterangan setiap kali pembayaran semester. Berapa dana yang dialokasikan untuk pembayaran SKS, berapa dana untuk lembaga kemahasiswaan, serta berapa banyak yang dialokasikan untuk pemeliharaan fasilitas. Sehingga, saya dan teman-teman mahasiswa lain mengetahui secara pasti kemana dan untuk apa dana yang mereka bayarkan. Fasilitas dan uang pemeliharaan Tidak dapat dipungkiri sebuah fasilitas memerlukan pemeliharaan dan perawatan. Fasilitas yang tidak dibarengi dengan adanya perawatan maka akan berdampak pada kerusakan. Contohnya GOR. Terlihat jelas manakala musim hujan tiba, lapangan mendadak berubah menjadi danau kecil karena dipenuhi air yang masuk dari atap yang bocor. Itu merupakan salah satu penggalan kejadian tahun lalu. Saat ini GOR terlihat lebih terawat. Karena tahun ini UII mendapat kehormatan menjadi tuan rumah event tingkat regional Jateng & DIY. Atas dasar itu mau tak mau UII mesti berbenah. Tapi apakah pembenahan dilakukan ketika hanya akan menyelenggarakan event saja? Selain GOR, mestinya UII juga turut membenahi fasilitas lain. Seperti Anjungan komputer di setiap fakultas. Saya sempat merenung tentang nasib dari anjungan komputer disetiap fakultas. Kesannya mati tak mau hidup pun segan. Banyak anjungan komputer yang terbengkalai dan tidak bisa digunakan. Mungkin yang menyebabkan hal ini adalah tidak adanya biaya perawatan untuk anjungan komputer. Usul saya, bagaimana bila di setiap anjungan disediakan penjaga untuk memungut biaya perawatan bagi mahasiswa yang menggunakan. Memang terlihat menyerupai warnet. Namun, daripada anjungan komputer terbengkalai dan tak terurus? Kalau pihak kampus tidak menyetujui ide ini, maka segeralah perbaiki anjungan di setiap fakultas, karena kami memerlukan fasilitas yang memadai termasuk anjungan komputer.Harapan saya kepada pihak kampus baik rektorat, dekanat maupun badan wakaf agar memberikan kami fasilitas yang layak dan memperbaiki segala fasilitas yang rusak. Kami hanya ingin dapat menjalankan proses belajar dan kegiatan lainnya di kampus ini secara maksimal dengan fasilitas yang ada. Hilangkanlah penarikan uang untuk penggunaan fasilitas kampus tercinta ini!
*Mahasiswa jurusan Hukum Islam 2009/Ketua LEM UII
“Kaka, sekarang kalau mau pinjam GOR harus bayar ka?” Sebuah pesan singkat saya terima dari salah seorang kakak angkatan dengan dialek khas Papua. Ya, isi dari pesan tersebut menanyakan peminjaman gelanggang olahraga yang ternyata harus menggunakan sejumlah uang. Terlintas di benak saya kenapa ketika meminjam Gedung Olahraga (GOR) yang notabene fasilitas yang disediakan untuk mahasiswa harus membayar? Mungkin bagi teman-teman mahasiswa yang belum pernah meminjam GOR akan terkejut membaca isi pesan singkat yang saya terima. Pasti di benak kita muncul pertanyaan, selama ini kemana larinya uang yang kita bayarkan? Saya sendiri pernah mengalami hal ini manakala masih diamanahi menjadi perwakilan mahasiswa di tingkatan fakultas. Pada saat itu teman-teman di lembaga ingin mengadakan latihan rutin futsal di GOR. Namun untuk sekedar meminjam GOR, mereka diharuskan membayarkan sejumlah uang. Jika tidak ingin membayar, mereka diharuskan membuat surat peminjaman yang ditandatangi oleh ketua LEM Fakultas, Universitas serta Dekan maupun Wakil Rektor III. Tidak jauh berbeda ketika kita hendak meminjam bis untuk kepentingan kegiatan mahasiswa. Pihak peminjam diwajibkan untuk memberikan sejumlah uang untuk menyewa bus tersebut. Padahal di bus tersebut tertulis “Bis Mahasiswa”. Cukup mengherankan memang. Apabila kita menanyakan, kenapa harus membayar sejumlah uang? Maka jawaban yang diberikan : ini sudah sesuai dengan surat edaran dari pihak rektorat. Karena memang besaran uang yang harus dibayarkan sudah ditetapkan dalam surat edaran dari pihak rektorat.
Oleh: Muhammad Shadily R.*
5KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013
Tidak hanya GOR dan bis mahasiswa, rusunawa pun tak luput dari penarikan biaya. Suatu saat salah seorang panitia seminar kegiatan yang akan menggunakan rusunawa melaporkan kepada saya, untuk menggunakan rusunawa dirinya harus membayar Rp 10.000,- perorang untuk perharinya. Bayangkan apabila target peserta seminar ada 100 orang. Maka perharinya, panitia seminar tersebut harus membayar Rp. 1.000.000 kepada pihak pengelola rusunawa. Dan apabila kegiatan seminar dilakukan selama 3 hari, maka panitia harus membayar sebesar Rp. 3.000.000. Memang apabila jumlah ini dibandingkan dengan penyewaan penginapan untuk 100 orang dalam 3 hari terkesan lebih murah. Tapi apabila peminjaman rusunawa digratiskan, akan sangat meringankan panitia dalam pencarian dana. Karena untuk mencari dana sebesar 3 juta rupiah tidaklah mudah. Perguruan tinggi dan sifat nirlaba Apa yang saya sampaikan diatas merupakan sekelumit problematika fasilitas yang ada di kampus UII tercinta ini. Perguruan tinggi pada dasarnya bersifat nirlaba yang dalam kesehariannya tidak mencari keuntungan (non profit). Tetapi pada realitanya, UII saat ini seakan-akan jauh dari sifat nirlaba. Hal tersebut terlihat dengan pemungutan biaya bagi penggunaan fasilitas tertentu yang sebenarnya bisa digratiskan.
Pada berita “Di Balik Jadwal Kuliah Farmasi” KOBARkobari edisi 160. Tepatnya di halaman 1, terjadi kesalahan dalam penulisan nama narasumber Lutfi Chabib menjadi Lufti Chabib : seorang dosen Farmasi. Mohon maaf atas kelalaian ini.


Narasi Oleh: Revangga Twin T. Penghidupan Suratno Hari sudah malam. Udara Jalan Kaliurang KM 5,8 makin dingin. Di pinggir jalan, berdiri sebuah kios dengan penerangan yang cukup. Ukuran kios itu sekitar 2 x 1,5 meter. Pada dindingdinding kios tertem-pel tulisan “Tukang ServicePemilikJam”.kios ini adalah Suratno. Pria berusia 36 tahun ini berprofesi sebagai tukang reparasi jam sejak tahun 1999. hidupnya tak banyak berubah sejak ia memulai profesi ini. Meski begitu, Suratno mampu menghidupi istri dan satu anaknya yang berusia 3 tahun. Suratno mematok tarif untuk sekali reparasi sebesar 10-25 ribu, itu pun tergantung kerumitan dan sparepart yang mesti diganti. Rasanya tarif sebesar itu menjadi tidak adil jika melihat resiko yang harus ditanggung. Saat ada pelanggan yang tidak mengambil jam yang telah di reparasi, Suratno lah yang harus menanggung kerugian. “Jika hanya mesin, bisa saya ambil lagi. Namun ,jika ganti batu (baterai-red) yah mau gimana lagi, batu yang saya sudah pasang kan sudah tidak bisa dicopot lagi,” tutur Suratno.Belum lagi maraknya jam tangan impor dari China, membuat resah Suratno dan teman-teman se profesi. Pasalnya, hal itu akan mempengaruhi pendapatannya. Dengan harga jam tangan China yang cenderung murah, konsumen akan lebih suka membeli jam tangan baru daripada mereparasikan jam tangan mereka yang rusak. Meski begitu, Suratno tetap tidak akan meninggalkan profesinya ini. Baginya, menjadi tukang reparasi jam sudah menjadi jalan hidup.
Revangga Twin T. | KOBARkobari Jam Penopang Kehidupan
6 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013



7KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013 Mengecek Putaran TidakSuratnoDiambilAldino Friga P. S. | KOBARkobari Aldino Friga P. S. | KOBARkobari Revangga Twin T. | KOBARkobari Revangga Twin T. | KOBARkobari Spare Part






Menunjukan koleksi - Cahyo sunarko (24), pengelola museum sekaligus Humas Perpus menunjukkan koleksi museum yang tersimpan rapi di lantai dasar Perpustakaan Pusat, senin (7/01). Museum tak kunjung dibuka untuk umum karena masih kekurangan tenga kerja.
Oleh: Hasinadara P. Aldino Friga P. S. | KOBARkobari
“Mungkin banyak mahasiswa yang belum pernah masuk ke museum. Sebaiknya disediakan jadwal tersendiri untuk kunjungan museum. Misal hari sabtu untuk kunjungan umum, hari lain untuk mahasiswa UII,” tukas Sumi Vidati. Pendapat berbeda diutarakan Qoyimudin. “Ke depannya museum dibuka setidaknya seperti perpustakaan namun dengan jam yang lebih terbatas”, tutur Qoyimudin, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2010. Ia juga menilai, selama ini pihak perpustakaan kurang mensosialisasikan keberadaan museum kepada mahasiswa. Sehingga, banyak mahasiswa yang tidak tahu bahwa ada museum UII di lantai basement perpustakaan pusat UII. q
Kampus Terpadu, Kobar Sejak peresmian gedung perpustakaan UII pada 17 Oktober 2011, belum banyak yang mengetahui keberadaan museum UII di gedung tersebut, hal itu seperti yang diutarakan oleh Farham Saleh, Direktur Direktorat Perpustakaan. Menurut Farham, semula museum UII memang tidak dibuka seperti museum pada umumnya. Ada syarat-syarat yang mesti dilalui oleh setiap calon pengunjung museum. Salah satunya untuk mengunjungi museum, baik pengunjung dari warga UII atau pun masyarakat umum harus mengajukan surat permohonan izin. “Kalau dibuka untuk umum pelayanannya belum memadai. Soalnya tenaga yang diperbantukan museum itu kan cuma satu orang jadi kalau satu orang melayani sekian banyak agak tidak mudah juga” terang Farham.Iajuga menjelaskan, jumlah karyawan menjadi faktor kenapa museum belum bisa dibuka untuk umum. Karena, menurut Farham, ini berkaitan dengan masalah keamanan barang-barang yang ada di museum. Mengenai penambahan karyawan untuk penjagaan museum, Farham mengatakan saat ini belum dapat dilakukan, karena memang pegawai perpustakaan yang khusus dialokasikan untuk menjaga museum dan candi saat ini belum disediakan. Biasanya bila ada tamu dari luar UII dalam jumlah banyak, pustakawan akan membantu memberi penjelasan seputar museum UII dan Candi Kimpulan. Sebelumnya pustawakan tersebut juga sudah diberikan pelatihan dan informasi mengenai museum dan Candi Kimpulan.Rencananya, pada bulan Februari setelah usai UAS akan diselenggarakan kunjungan terbuka untuk museum UII dan Candi Kimpulan. Dengan persyaratan, mahasiswa yang mengunjungi harus membawa kartu mahasiswa UII dengan kuota rombongan berkisar 10 hingga 30 orang. Kunjungan terbuka ini merupakan sebuah uji coba dari pihak Direktorat Perpustakaan. Apabila animo pengunjung memang tinggi, maka pembukaan kunjungan museum akan dilanjutkan. Menurut Suwarsono selaku Ketua II Pengembangan dan Usaha Badan Wakaf yang juga sebagai pengelola museum UII, tujuan berdirinya museum UII ialah sebagai sarana mengingatkan kepada khalayak UII akan tujuan yang diinginkan oleh pendiri UII. Museum UII merupakan tempat untuk mempertunjukkan bagaimana sejarah perjalanan UII dari awal berdiri hingga sekarang. Karena di dalam museum terdapat berbagai benda bersejarah, seperti kursi, meja, mesin ketik hingga surat sertifikat. Selain itu juga terdapat informasi seputar sejarah UII danBeberapapendirinya.mahasiswa mengaku belum mengetahui tentang museum UII, mereka mengira bahwa museum UII itu adalah Candi Kimpulan. Salah satunya Sumi Vidati mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2009, ia menyarankan sebaiknya museum dibuka untuk umum.
Museum UII Belum Dibuka Untuk Umum
8 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013
Reportase bersama: Irwan A. Syambudi Kerterbatasan tenaga kerja menjadi penyebab museum UII belum dibuka untuk umum.


Judul Buku : SitusWikiLeaks,Paling Berbahaya di Dunia
Pentingnya memiliki sikap berani, rasa peduli, dan kebaikan murni tanpa berharap imbalan, adalah hal-hal yang dapat dipelajari dari buku ini. Mengutip istilah Ambrose Redbone, seorang motivator, “Keberanian muncul bukan karena tidak adanya ketakutan, tetapi ada sesuatu yang lebih penting dari ketakutan itu sendiri.” Meski demikian, sifat kritis juga perlu ada ketika membaca buku ini. Penulis hanya melakukan penelusuran dari pihak-pihak pendukung Assange dan WikiLeaks. Alangkah baiknya, penulis memberikan ruang bagi pihak-pihak yang kurang sependapat dengan keduanya, agar apa yang tersaji oleh buku berada dalam format cover both side (tidak sepihak).
9KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013
Tebal Buku : 244 Halaman Oleh: Metri Niken Larasati Butuh keberanian luar bisa untuk menerbitkan buku “WikiLeaks, Situs Paling Berbahaya di Dunia”. Pasalnya, isu yang dibahas tergolong sangat sensitif, terkait masalah politik di seluruh dunia. WikiLeaks merupakan satu dari banyak media yang paling berani membocorkan data rahasia negara. Sumber data yang diolah tidak sedikit dan tidak sembarangan: 91.000 laporan Afghan War Diary, 391.832 catatan rahasia Iraq War Logs, 6.780 laporan Congressional Research Service, dan 251.287 bocoran kawatPerludiplomatik.diketahui, WikiLeaks adalah sebuah situs yang mengklaim diri sebagai media baru dengan cara kerja jurnalisme investigatif. WikiLeaks mengubah gaya jurnalisme pada umumnya. Ia pun mematahkan anggapan orang yang mengatakan bahwa WikiLeaks berada di bawah kepentingan kapital (permodalan). WikiLeaks dikelola oleh para sukarelawan yang tidak dibayar dan tidak berpihak secara kapitalis ataupun politis. Strategi penyampaian berita dilakukan secara bertahap, agar apa yang disampaikan mendapat perhatian publik yang memadai. Jika dilepas sekaligus, rahasia negara yang penting bisa luput dari perhatian masyarakat.Salah satu kasus yang pernah diungkapkan situs WikiLeaks adalah rilis video Collateral Murder pada April 2010. Video tersebut menggambarkan pembantaian oleh militer Amerika Serikat terhadap belasan orang di pinggiran Baghdad, Irak, termasuk dua orang staf berita Reuters. Reuters telah berusaha mendapatkan video yang dimaksud dari Freedom of Information Act, namun tidak berhasil. Rekaman video yang diambil dari helikopter Apache jelas memperlihatkan pembunuhan yang tak beralasan itu. Sebelumnya, video terkunci kode rahasia sehingga sulit ditembus. Butuh waktu tiga bulan bagi WikiLeaks untuk dapat Tujuanmemecahkannya.utamadidirikannya WikiLeaks adalah membantu masyarakat membuka mata terhadap apa yang ada di balik jubah diplomasi dunia. Di antaranya, yaitu agenda kebohongan, kekejaman perang, dan kejahatan kemanusiaan. “Jika keadilan belum ditegakkan, paling tidak saya belum mati,” tegas Julian Paul Assange, salah seorang pendiri yang juga pemimpin situs WikiLeaks. Demikianlah, keberanian yang dimiliki WikiLeaks tidak terlepas dari peran pendiri dan pemimpinnya. Diakui Assange, tidak mudah memimpin WikiLeaks. Ia sering merasa diintai dan diancam pembunuhan. Melalui buku ini, penulis juga menceritakan kehidupan Assange. Assange nyaris dipenjara karena terbukti bersalah dalam 25 kasus peretasan komputer di tahun 1995. Assange adalah sosok cerdas dengan IQ, konon, di atas 170. Sayangnya, ia seorang introvert yang cenderung menarik diri dari pergaulan sosial. Pada tahun 2006, Assange keluar dari University of Melbourne dan memutuskan untuk mendirikan WikiLeaks. Saat itulah, gaya hidupnya semakin unik. Dia tidak pernah tinggal lebih dari dua hari di tempat yang sama. Dia meminta para pendukungnya untuk menggunakan telepon seluler bersandi rumit. Keamanan bagi Assange adalah hal yang utama. Tak heran jika dia sering mengganti ponsel seperti sesering ia mengganti baju. Kadang dia menginap di rumah teman yang dikenalnya, menginap di hotel dengan nama palsu, dan menyamarkan diri dengan mewarnai rambutnya. Demi alasan keamanan, markas WikiLeaks pun sering berpindah tempat. Di antaranya, yaitu Inggris, Islandia, dan terakhir adalah bunker anti nuklir di Swedia. Lalu, bagaimana WikiLeaks memperoleh dana yang jumlahnya tidak sedikit? Jawabnya dari para donator yang memiliki pemahaman sejalur dengan WikiLeaks. Salah satunya adalah George Soros, seorang filantropis dan hartawan dunia. Soros memiliki lembaga yang bernama Open Society Institute.
Kancah WikiLeaks di Mata Dunia
Penulis : Haris Priyatna Penerbit : Mizan Cetakan : I, Maret 2011



Terdapat sejumlah kriteria yang jadi bahan pertimbangan, antara lain mengikuti kejuaraan yang membawa nama UII, minimal dalam skala regional provinsi ataupun nasional. Untuk izin perseorangan, misalnya mengikuti kejuaraan sains. Izin perseorangan adalah kegiatan mahasiswa di luar akademik tidak berhubungan dengan kegiatan lembaga mahasiswa.Menanggapi hal tersebut, Nandang Sutrisno selaku Wakil Rektor I (WR I) berpendapat bahwa jatah 25% sudah cukup mengakomodasi seluruh kegiatan mahasiswa. Nandang beranggapan, persyaratan 75% kehadiran tidak akan menghalangi kegiatan mahasiswa yang berorganisasi. Lebih lanjut, ia menyatakan, jika dihitung dari masa aktif kuliah sekitar empat bulan, maka 25% dari masa aktif yang dimaksud adalah satu bulan. “Sesibuk apa mahasiswa, sehingga tidak berkuliah selama itu?” tanya Nandang. Terkait legalitas surat izin dari WR III, Nandang menyatakan tidak ada aturan tertulisnya. Sampai saat ini, surat izin yang tidak disetujui dosen terhitung ke dalam jatah 25% tidak masuk. Yudi Prayudi selaku Kaprodi Teknik Informatika menjelaskan, terkait perizinan ini, tidak ada masalah selama ada pihak yang bertanggung jawab terhadap surat tersebut. Artinya, surat izin dapat menunjukkan bahwa aktivitas mahasiswa dilakukan secara legal dan untuk kepentingan kampus.
Surat izin kuliah dari organisasi mahasiswa tetap tidak diindahkan meski sudah disetujui WR III.
10 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013 Surat Izin Organisasi Mahasiswa Tidak Bertaji
Sementara Ilya Fadjar Mahardika selaku Kaprodi Arsitektur mengatakan, akan memungkinkan terjadi ketidakserasian apabila tidak ada aturan yang menaungi masalah perizinan tersebut. Oleh karena itu, prodi tidak dapat sepenuhnya mengizinkan mahasiswa untuk tidak mengikuti kuliah. Di sisi lain, prodi juga memiliki kondisi khusus yang menuntut mahasiswa harus aktif mengikuti kuliah. Ilya mencontohkan, pada mata kuliah Studio Perancangan, jika dalam tiga kali berturut-turut tidak hadir, mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan gugur. Menurut Ilya, solusi dari masalah surat izin adalah perlunya komunikasi antar tingkat struktur organisasi dari rektorat ke fakultas, sehingga nantinya ada hubungan instruksi dalam bidang akademik. Dosen pun memiliki sudut pandang lain. Seperti disampaikan Farham H.M. Saleh yang mengajar jurusan Teknik Informatika. Jika ada mahasiswanya izin tidak mengikuti kuliah dengan surat izin yang telah disetujui Bachnas, Farham akan mengizinkan mahasiswa yang bersangkutan untuk tidak mengikuti kuliahnya. “Sebagai dosen, kita harus memberikan izin,” kata Farham. Ia beralasan, WR III adalah pimpinan universitas yang perlu dihormati terkait otoritas dan pertimbangannya menyetujui izin. Farham menambahkan, izin tersebut harus dipertimbangkan dengan baik oleh mahasiswa.Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) ikut memperhatikan perihal masalah surat izin ini. Ketika dimintai keterangan, Mico Yuhansyah sebagai Ketua DPM U menjelaskan, secara administratif seharusnya izin diajukan jauh-jauh hari sebelum kegiatan berlangsung. Tujuannya agar dapat dipertimbangkan oleh kaprodi atau dosen yang mengampu. Mico berpendapat, seharusnya terdapat regulasi yang baku dari WR I, sehingga aturan surat izin ini dapat diterapkan di jajaran fakultas. Sejauh ini, pihak DPM U telah mewacanakan masalah tersebut hingga ke tataran rektorat untuk dicarikan solusinya.q
Oleh: Agam Erabhakti W.
Reportase bersama: Raras Indah F., Alfan Pratama dan Moch. Ari Nasichuddin Kampus Terpadu, Kobar Surat izin organisasi mahasiswa untuk izin kuliah akan dianggap sah jika memiliki tanda tangan atau persetujuan dari Wakil Rektor III (WR III). Faktanya, tidak semua dosen menerima surat tersebut. Seperti yang dialami Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Futsal UII. Hajiji Kamaludin selaku Ketua UKM Futsal UII menyampaikan, ada dua orang anggotanya yang tidak dapat mengikuti kejuaraan futsal se-Jawa Tengah pada Februari 2011. Mahasiswa Teknik Informatika 2008 tersebut menjelaskan karena mereka tidak mendapatkan izin dosen untuk mengikuti perkuliahan. Padahal, surat izin yang diberikan kepada dosen yang bersangkutan sudah memiliki persetujuan dari Bachnas selaku WR III. Kejadian serupa dialami pula oleh Marching Band UII (MB UII). Ketua MB UII, Alfian Hendra Saputra menerangkan, tidak jarang anggota MB UII yang akan berkegiatan mengikuti lomba tidak memperoleh izin dari dosen. Sebagai wakil rektor yang berwenang dalam urusan kemahasiswaan, WR III Bachnas menjelaskan bahwa pintu perizinan untuk kegiatan mahasiswa di luar akademik memang hanya dari WR III. Sebabnya, WR III-lah yang mengetahui kegiatan mahasiswa. Bachnas juga berupaya untuk menginformasikan kepada para dekan agar mengizinkan mahasiswa berkegiatan di luar akademik. Bachnas pun menyayangkan surat yang diteken olehnya tidak diindahkan dosen. “Mbok diperhatikanlah surat-surat saya itu,” ujarnya.Bachnas mengakui, sebenarnya WR III tidak memiliki akses hingga ke Kepala Program Studi (Kaprodi) dan dosen. Ia juga mengatakan, sebenarnya izin itu diambilkan dari jatah 75% kehadiran mahasiswa. “Ada yang berpikiran bahwa izin itu 25%-nya, nah jika seperti itu ngapain izin?” ungkap Bachnas. Dalam memberikan surat izin tidak mengikuti perkuliahan, Bachnas tidak sembarangan.

11KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013 RUU Keamanan Nasional: Cikal Bakal Orde Baru Gaya Baru
Oleh: Taufan Ichtiar Khudi A*
*Mahasiswa jurusan Akuntansi 2008/Pemimpin Umum LPM HIMMAH UII Belakangan, pro – kontra atas Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) kembali merebak. Ada yang bilang RUU Kamnas ini dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Alasannya, belakangan banyak gerakan separatis, bahkan ekstrimis yang mengancam keamanan negara. Dengan adanya UU Kamnas ini (nantinya), aparat keamanan mendapatkan pengakuan khusus untuk memberantas segala bentuk ancaman pada negara. Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Intelijen Negara (BIN) mendapatkan peran secara luas sebagai penyelenggara undang-undang ini. Bukankah dalam aturanaturan yang ada, peran TNI dan Polri sudah jelas. Untuk masalahmasalah sosial juga sudah ada di UU Penyelesaian Konflik Sosial. Saya berada pada pihak yang tidak sepakat bila RUU Kamnas ini disepakati. Saya melihat berbagai hal janggal di kandungan undang-undang ini. Pertama, di pasal 20 RUU Kamnas tertulis : Pemberian kewenangan khusus penangkapan dan penyadapan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Intelijen Negara(BIN). Dari pasal ini, aparat Negara memiliki wewenang untuk menangkap dan menyadap segala hal yang menurut mereka mengancam. Pertanyaannya, mengancam menurut mereka itu seperti apa? Bisa saja bila sekumpulan mahasiswa berdiskusi mengenai bobroknya perekonomian negeri ini, aparat lalu datang dan menangkap mereka. Ditambah lagi dengan RUU Pasal 28: Kewenangan penyadapan. RUU Kamnas tanpa ijin pengadilan berhak melakukan penyadapan kepada siapa saja yang berpotensi menyebabkan keamanan Nasional. Bukankah ini akan mengulang sejarah kelam orde baru? Dimana setiap perbincangan yang “dianggap” mengancam keamanan nasional akan disadap, lalu pelakunya “dibuang” entah kemana. Selain itu, RUU Kamnas Pasal 17 ayat 4 berbunyi “Ketentuan mengenai ancaman potensial dan aktual diatur dengan Peraturan Presiden.” Ini seperti memberi kekuasaan presiden untuk membuat skenario apa saja yang menjadi ancaman. Misalnya, bila di bundaran Hotel Indonesia terjadi unjuk rasa yang menuntut dirinya mengambil sikap, Presiden bisa leluasa menunjuk mereka lalu memberi perintah untuk “meringkus” mereka lantaran tuntutannya tak sesuai kepentingan sang Indonesia satu. Dari beberapa contoh draft RUU Kamnas di atas, saya menilai bahwa ini adalah upaya menegakkan Orde Baru gaya baru. RUU Kamnas menjadi alat untuk melegitimasi penyisiran, bahkan pemberangusan masyarakat yang kritis atas pemerintahan. RUU Kamnas ini akan menjadi pagar berduri yang membatasi opini dan suara masyarakat seperti era kepemimpinan Soeharto. Demokrasi kembali terpasung oleh belenggu otoritas rezim tertentu. RUU Kamnas bisa saja mencabut kembali prasasti reformasi yang tertanam lebih dari satu dekade ini. Untuk itu, saya mengajak kawan mahasiswa untuk turut mengkaji RUU Kamnas ini. Analisis, disksusi, lalu ambil tindakan. Sekarang memang belum kita rasakan dampaknya. Namun, apa yang terjadi pada diri kita, adik-adik kita nanti bila RUU Kamnas ini disahkan? Kita dilarang berpikir kritis, dijejali sejarah-sejarah palsu, buku-buku yang mengandung unsur kritik dibumihanguskan. Lalu, apa kita masih akan diam? Niken L.
Metri
| KOBARkobari



12 KOBARKOBARI EDISI 162 // XV // Februari 2013

