Buletin KOBARKobari Edisi 158/XIV/Juli 2012 - Pusat Studi Siapa yang Tahu?

Page 1

Edisi 158 | Tahun Ke-14| Juli 2012 e-mail : lpmhimmah@gmail.com, sites : http://lpmhimmahuii.org 1 Inking oleh Revangga Twin T.IlustrasiolehMetriNikenL.|KOBARkobari Pusat Studi Siapa yang Tahu ?

UII menyediakan sarana yang berfungsi sebagai penyalur visi abdinya kepada masyarakat berwujud pusat studi. Pusat studi UII bersemai di seantero fakultas di dalamnya, misalnya saja Pusat Studi Gender (PSG), Pusat Studi HAM (Pusham), Pusat Studi Hukum (PSH), Pusat Studi Lingkungan (PSL), dll. Pusat Studi UII juga digadang-gadang menjadi sarana untuk mengejar sebuah research university. Sungguh misi yang semakin menyempurnakan rupa UII. Tapi apa mau dielakkan ketika keeksisannya di lingkungan eksternal UII tak seiring dengan tenarnya di kalangan intra kampus, khususnya untuk kalangan mahasiswa. Banyak mahasiswa yang tidak tahu hingar bingar dengan pusat-pusat studi ini, padahal jika saja mahasiswa tahu akan keberadaannya, maka hal ini akan turut menyokong kemajuan kajian-kajian didalamnya. Mengapa demikian ? Karena mahasiswa juga kaum berintelektualitas yang membutuhkan sarana untuk menuangkan kearifan ilmunya menjadi sebuah wujud aplikasi karya yang konkrit, salah satunya dengan bentuk partisipasinya dalam kajian pusat studi. Mahasiswa juga ingin mengemban amanah almamaternya untuk mengabdi kepada masyarakat. Tetapi jika sosialiasi pusat studi ini masih terbilang minim, apa mau dikata ? Ini menandakan tapak pusat studi UII belum sepenuhnya berjalan mulus.

Oleh: Rahmat Wahana dan Budi Armawan

Dewan Redaksi: T. Ichtiar Khudi A., B. Kindy Arrazy Pemimpin Redaksi: Irwan A. Syambudi. Sekretaris Redaksi: Alissa Nur Fathia Redaktur Artistik: Yusuf W. Redaktur Pelaksana: Zaitunah Dian S. Staf Redaksi: Moch. Ari Nasichuddin, Ahmad Satria Budiman, Dyah Ayu Ariestya, Hasinadra P., Fajar Noverdian, Raras Indah F., Choirul Anwar. Fotografi: Robithu Hukama, Aldino Friga P.S., Revangga Twin T. Penelitian dan Pustaka: Wening Fikriyati, Nuraini A. L., Fitria Nur Jannah, Aghreini Analisa, Anisa Kusuma W., Yuyun Septika L. Rancang Grafis: Bayu Putra P., M. Hanif Alwasi. Metri Niken L., Rahmat Wahana. Perusahaan: Maya Indah C. Putri, Erlita Fauziah, Herlina, Nur Karuniati, M. Muhasin Riha. PSDM: Lufthy Z., Rama Pratyaksa, Khairul Fahmi, Rahmi Utami Handayani, Bastian Galih I. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, M. Jepry Adisaputro, M. Alfan Pratama, Budi Armawan, Agam Erabhakti W. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia. Al, alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085647760101 (Maya Indah C. Putri, Iklan/Perusahaan). Saran dan kritik melalui email: lpmhimmah@gmail.com, http://lpmhimmahuii.org. pusat studi sendiri juga dipengaruhi oleh program kerjanya. Tidak semua pusat studi mampu tetap berjalan jika harus membiayai sendiri program kerjanya. UII selama ini tidak memberikan bantuan berupa dana ataupun staf. Mereka hanya memberikan bantuan berupa ruangan untuk melakukan kegiatan. Menanggapi masalah sosialisasi pusat studi, Ketua Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UII, Widodo Brontowiyono angkat bicara. Ia mengatakan kalau kurangnya sosialisasi itu memang benar tetapi tidak bisa dibilang nol. Hal ini karena ada sosialisasi dilakukan bersamaan saat perekrutan. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang dilibatkan oleh mereka. Selama ini keberadaan pusat studi lebih sebagai sambilan dosen. Selain itu belum ada mekanisme untuk saling mendorong antara pusat studi dan pihak universitas. “Biaya memang menjadi faktor, tapi bukan satu-satunya,” kata Widodo yang juga mantan ketua Pusat Studi Lingkungan ini. Menurutnya dana itu bisa dicari dengan mengajukan proposal. Ketika disinggung tentang banyaknya pusat studi yang tidak ada hingarbingarnya, Nandang Sutrisno sebagai Wakil Rektor (WR) I menjawab, “hidup tidaknya pusat studi tergantung dari kreatifitas pengelolanya, kalau hanya mengandalkan dana dari Universitas tidak bakal hidup,” tegas Nandang. Terkait masalah sosialisasi Nandang Sutrisno mengakui bahwa sosialisasi pusat studi ke mahasiswa memang kurang. Selain itu menurut Nandang selama ini mahasiswa berpikiran pusat studi merupakan kegiatan bagi dosen. “Bisa jadi karena mahasiswa tidak tahu bahwa mahasiswa juga boleh aktif (di pusat studi-red) atau memang para dosennya yang kurang mensosialisasikan,” jawab Nandang. Riky Rustam selaku staf Pusat Studi Hukum (PSH) menuturkan, kesibukan perkuliahan mahasiswalah yang menjadi kendala utama mahasiswa mengetahui keberadaan pusat studi. Terkait sosialisasi, selama ini PSH UII sudah melakukan penempelan–penempelan poster dan pemasangan spanduk. Hal itu agar mahasiswa dapat berpartisipasi di setiap acara yang diselenggarakan oleh PSH UII. Lain lagi dengan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham). Ditemui di kantornya, Tri Guntur Jayabaya, Staf Pengembangan Riset Pusham, berpendapat seharusnya bagian sistem akademik yang menjelaskan tentang pusat studi kepada mahasiswa. Karena orientasi program kerja Pusham adalah eksternal bukan hanya di lingkungan

Pusat studi merupakan salah satu sarana UII dalam mewujudkan research university, namun manfaatnya kurang dirasakan oleh mahasiswa. Mengapa demikian ?

2 KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012

Kampus Terpadu, Kobar Sebagai universitas tertua di Indonesia, Universitas Islam Indonesia (UII) mencanangkan dirinya sebagai kampus riset. Bentuk usaha UII untuk meraih predikat tersebut salah satunya ialah membentuk pusat studi. Tujuannya untuk memenuhi dan melayani kebutuhan masyarakat. Sedikitnya ada tiga puluh pusat studi di UII, akan tetapi masih ada mahasiswa yang tidak mengetahui keberadaan pusat studi tersebut. Ninik Sri Rahayu selaku Direktur Pusat Studi Gender (PSG), mengatakan kurang diketahuinya pusat studi selama ini karena kurangnya sosialisasi. Ia menambahkan memang mahasiswa UII sendiri kurang begitu tertarik (dengan Pusat Studi Gender-red). “Saat ini yang menjadi peneliti atau volunteer itu mahasiswa UGM dan UNY,” ujarnya. Ketika dilakukan open recruitment hanya ada dua mahasiswa UII yang mendaftar dan itu pun tidak lulus. Menurutnya yang paling mendasari hal ini karena memang isu gender merupakan hal yang sensitif sehingga hanya sedikit yang tertarik. Publikasi sudah ia lakukan dengan berbagai cara, seperti melalui siaran rutin di radio Unisi. Ninik berpendapat mungkin sekarang radio tidak menarik sehingga yang menjadi segmen pendengar aktif bukan dari UII. Eksistensi

Pusat Studi Siapa yang Tahu ?

3KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012

“Kami menerima hak jawab jika ada pihak - pihak tertentu yang keberatan dengan pemberitaan Kobarkobari.” kampus saja. Sosialisasi secara tidak langsung sudah sering dilakukan melalui website dan juga melalui buku terbitan Pusham sendiri. “Sosialisasi sebenarnya nomor kedua, kalau kita punya program dan program itu bekerja, melebar, maju atau bertumbuh maka orang akan kenal,” jawab Guntur. Hal yang berbeda dikatakan oleh Hady Anshori sebagai Ketua Pusat Studi Obat Herbal (PSOH). Menurutnya mungkin dana memang menjadi salah satu kendala dalam menjalankan program kerja suatu pusat studi. Tetapi hal ini dapat

Poling Pusat Studi

Untuk melayani masyarakat, Universitas Islam Indonesia (UII) membentuk berbagai pusat studi, serta badan-badan bantuan dan konsultasi. Dengan adanya pusat studi diharapkan dapat membantu permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Selain itu, bagi mahasiswa sendiri pusat studi dapat menjadi salah satu wadah untuk menggali potensi, kemampuan dan mengaplikasikan ilmu – ilmu yang didapat di perkuliahan kepada masyarakat. Guna mengetahui seberapa besar pengetahuan dan keterlibatan mahasiswa pada pusat studi tim Pelita Himmah UII melakukan poling dan menghasilkan 34,1 % mahasiswa UII mengetahui mengenai pusat studi yang ada di Universitas Islam Indonesia dan sisanya 65,9 % tidak mengetahui mengenai pusat studi yang ada di Universitas Islam Indonesia. Dari 168 mahasiswa yang mengetahui mengenai pusat studi yang ada di Universitas Islam Indonesia, 69,3 % diantaranya menjawab tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai pusat studi yang ada di Universitas Islam Indonesia dan 30,7 % menyatakan pernah mendapatkan sosialisasi terkait. Ketika ditanyakan perihal minat untuk terlibat dalam kegiatankegiatan di pusat studi UII mahasiswa yang menyatakan berminat berjumlah 43,8 % dari mahasiswa yang menyatakan pernah mengikuti sosialisasi mengenai pusat studi UII, 15 % menyatakan tidak berminat, dan 41,2 % menyatakan tidak tahu. Metode PengumpulanPoling pendapat melalui kuisioner ini dilakukan oleh Tim Magang Pelita Himmah. Responden adalah mahasiswa UII dari Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Ilmu Agama Islam, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknologi Industri serta angkatan yang dipilih secara proposional dengan metode accidental sampling. Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh populasi.

diatasi dengan memasukan unsur kewirausahaan ke dalam program kerja PSOH. Nantinya hasil kewirausahaan tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan dan penelitian PSOH. Disinyalir beberapa mahasiswa tidak tahu tentang keberadaan pusat studi yang ada di UII. Salah satunya Prahabri Warta Yudha mahasiswa Farmasi angkatan 2010, ia mengatakan selama ini dirinya tidak mengetahui pusat studi apa saja yang ada di UII dan manfaatnya bagi mahasiswa. “Malah baru tahu kalau UII ada pusat studinya,” akunya. Hal serupa juga dikatakan oleh Fauzan Miftahudin mahasiswi Teknik Industri 2011, ia juga kurang mengetahui tentang adanya pusat studi yang ada di UII. Hal ini menurutnya karena belum adanya sosialisasi dari pihak pusat studi kepada mahasiswa. Pernyataan yang sama juga dituturkan oleh Nadiani Rahmah bahwa ia sama sekali tidak mengetahui tentang adanya pusat studi di UII. Mahasiswi Teknik Sipil angkatan 2011 ini berkomentar kurangnya sosialisasi yang menjadi permasalahannya.

q Tahu atau tidak tahukah anda mengenai pusat studi yang ada di Universitas Islam Indonesia ? 34,1 TidakTahu65,9%%Tahu Pernah atau tidak pernahkah anda mendapat sosialisasi mengenai pusat studi yang ada di TidakPernahUII?69,3%Pernah30,7% 43,8 % 15 % 41,2 % Berminat atau tidak berminatkah anda untuk terlibat dalam kegiatankegiatan di pusat studi UII ? Ilustrasi oleh Metri Niken L. | KOBARkobari

Terpajang Rapi

Keringat KetidakpastianBerbuah

Rahmatullah Al F. | KOBARkobari

Mbah Harjo sedang menyayat bilah bambu. Ia adalah dusun Pandes, desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul. kecil para pengrajin di desa Pandes sudah memproduksi otok, kandang dan wayang-wayangan. Mereka membuat diberikan oleh orang tua. Hingga saat ini kegiatan penghasilan mereka. Para pengrajin mainan harus melakukan proses hanya bermodalkan piranti-piranti uzur peninggalan rupiah mereka olah menjadi bahan dasar rangka mainan. menempelkan kertas ke rangka payung-payungan. rangka dengan kertas yang telah diberi pewarna. Setelah mainan usai dibuat bukan berarti rupiah menanti tengkulak yang akan membeli mainan. Akan Biasanya dalam satu minggu tengkulak hanya datang bertahan dengan pekerjaannya. “Sudah tidak ada mbah Harjo salah satu pengrajin mainan.

TahapPiranti Awal Robithu Hukama | KOBARkobari

4 KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012

adalah satu dari pengrajin mainan tradisional di Bantul. Desa itu dikenal dengan “Desa Dolanan”. Sejak memproduksi berbagai jenis mainan. Seperti kitiran,otokmembuat semua mainan itu berbekal ilmu yang memproduksi mainan tradisinal menjadi sumber dari awal produksi hingga siap jual dengan peninggalan orang tua mereka. Bambu seharga tiga ribu mainan. Butir nasi digunakan sebagai lem untuk Mereka merekatkan satu demi satu ujung-ujung rupiah akan langsung ditangan. Lantaran mereka harus Akan tetapi para tengkulak pun tidak tentu datangnya. datang sesekali saja. Meskipun begitu, mereka tetap kerjaan lain mas, pekerjaan saya yaa ini,“ tutur Oleh: Revangga Twin T.

5KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012 Langkah Akhir Aldino Friga P.S. | KOBARkobariSiap Jual

Aldino

KetidakpastianBerbuah

Friga P.S. | KOBARkobari Aldino Friga P.S. | KOBARkobari

Minimnya

Guru Besar Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Amir Mu’alim juga membenarkan apa yang disampaikan Teguh. Tanggung jawab dengan apa yang didapatkan sebagai Guru Besar tidak sebanding. Kemudian mengenai target UII ia mengatakan ”Kalau 100 doktor mungkin bisa, tapi kalau 50 guru besar pada tahun 2015 itu sulit.” Menurutnya, masalah yang cukup menghambat adalah kendala dalam menghasilkan karya internasional dan kedudukan seorang Guru Besar yang memakan waktu lama. “Untuk karya nasional saja harus diproses berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, tidak bim-salabim begitu saja,” tambah Amir.Berbeda dengan Teguh dan Amir, Guru Besar prodi Ilmu Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Harjono Sastrohamidjojo berpendapat bahwa target UII tersebut sangat mungkin tercapai. Sebagai salah satu penggagas target 50 guru besar UII tahun 2015, Harjono menerangkan bahwa telah dibentuk Dewan Guru Besar yang juga merupakan salah satu upaya mencapai target. Dewan Guru Besar mempunyai tugas membuat aturan dan memfasilitasi calon-calon Guru Besar dalam mengajukan sertifikat sebagai Guru Besar. Fungsi dewan ini lebih kepada memberikan pembekalan kepada calon Guru Besar. Untuk selanjunya calon Guru Besar yang telah memenuhi persyaratan diarahkan untuk kemudian dapat menjadi seorang Guru Besar. Mahasiwa UII mempunyai pandangan masing-masing soal Guru Besar dan juga tentang target UII. Seperti Gatot Suharjono, mahasiswa Teknik Sipil 2005. ”Harapan saya semoga target itu dapat benar-benar tercapai.” Ia juga mengatakan bahwa jumlah Guru Besar yang semakin banyak akan berdampak positif kepada mahasiswa. Kemampuan seorang Guru Besar dalam memberikan materi perkuliahan dirasa sangat kompeten, sehingga mahasiswa dapat belajar dengan maksimal. Salasin Yaskur Nadziir, mahasiswa Ilmu Agama Islam 2010 juga mengatakan hal serupa. “Kalau Guru Besarnya banyak nanti enak, karena kalau mengajar sangat jelas dan mengajarnya juga tepat waktu.” q Revangga Twin T.| KOBARkobari

“Harapan 50 Guru Besar itu obsesi yang tinggi. Kalau hanya himbauan dan seruan itu belum mempan,” tandas Teguh.

Oleh: Irwan A. Syambudi tunjangan atau insentif tambahan, jika mempunyai kinerja yang bagus. Hal ini dimaksudkan dengan setiap insentif yang diberikan akan mampu mendorong seorang profesor untuk Gurupada50UIIgurupersyaratandapatkinerjanya.meningkatkanSehinggamemenuhisebagaibesar.TerkaittargetuntukmemilikiorangGuruBesartahun2015,Besarprogram

6 KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012

Target Tinggi, Upaya Seadanya

upaya membuat target UII untuk memiliki 50 Guru Besar pada tahun 2015 tidak realistis Kampus Terpadu, Kobar Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 23 Ayat 2 berisi “Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.” Lingkungan satuan pendidikan tinggi yang dimaksud adalah perguruan tinggi atau universitas. Dalam undang-undang ini dijelaskan pula tugastugas yang diemban oleh seorang Guru Besar. Pertama, sebagai jabatan akademik tertinggi yang mempunyai wewenang dalam membimbing calon doktor. Kedua, berkewajiban khusus untuk menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat. Ketiga, memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya. Sebagai universitas Islam, UII memiliki tambahan satu kewajiban yaitu dakwah islamiah.Berdasarkan data yang dimiliki oleh Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), Guru Besar yang dimiliki UII hingga Juni 2012 tercatat 19 orang. Dari jumlah tersebut 12 orang melewati seluruh jenjang pendidikan yang ada di UII, begitu juga dengan jenjang kariernya. Sementara itu, sisanya menjadi Guru Besar dengan tidak melewati seluruh jenjang pendidikan dan karir di UII. Atau dengan kata lain mereka menempuh sebagian jenjang pendidikan dan jenjang karir di luar UII. Direktur PSDM, Ery Arifudin, mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada standar yang baku mengenai jumlah guru besar di dalam sebuah universitas. Namun, semakin banyak jumlah Guru Besar akan ikut berpengaruh pada standar kualitas universitas tersebut. UII menargetkan untuk memiliki 50 orang Guru Besar pada tahun 2015. Asumsinya 5 orang per semester, sehingga selama satu tahun sudah melantik 10 orang Guru Besar.Upaya yang kini tengah dilakukan untuk mewujudkan target yang dimaksud adalah dengan memberikan penilaian terhadap kinerja profesor. Profesor juga diberikan reward yang berupa

Reportase bersama: Chairul Anwar studi Teknik Sipil, Mochammad Teguh mengatakan bahwa jika pada tahun 2012 ini baru ada 19 orang Guru Besar, artinya target UII tersebut masih jauh dari harapan. Meskipun sudah ada upaya pemberian insentif tambahan, hal ini belum cukup untuk mendorong dosen atau profesor untuk menjadi Guru Besar melalui kriteria yang disyaratkan.

DuaGagal SatuGagal

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Melalui rubrik ini, saya ingin menyampaikan permasalahan terkait jalur kendaraan yang ada di UII. Jalur kendaraan yang sekarang cukup merepotkan. Misalkan saja kami dari rektorat UII ingin menuju ke kampus FMIPA, maka harus melalui jalan yang ada di depan perpustakaan pusat. Tentu saja hal tersebut membuat perjalanan menuju kampus menjadi lebih jauh. Hal ini terjadi akibat jalur yang ada di sebelah rektorat telah ditutup. Sebenarnya apa alasan jalur tersebut ditutup? Selain itu, satu lagi masalah mengenai jalur kendaraan yang ada di belakang perpustakaan pusat, tepatnya di sebelah tempat parkir perpustakaan tersebut. Sebelumnya. jalur itu memang ada, akan tetapi sekarang telah ditutup. Padahal, jika kita berasal dari arah barat (jalur kendaraan yang diapit kampus FTSP dan FMIPA) kemudian menuju ke tempat parkir perpustakaan pusat, sebenarnya dengan jalur tersebut kita dapat sampai ke tujuan dengan lebih cepat. Sayang sekali jalur ini telah ditiadakan. Harapan saya, seharusnya pihak UII yang mengurusi permasalahan ini dapat memperbaiki manajemen jalur kendaraan agar pengguna jalan dapat menggunakan waktunya lebih efisien.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Riatun MahasiswiAzmiJurusan Farmasi

Jalur Kendaraan UII Berbelit

2008/FMIPAAssalamu’alaikum

Wr.Wb. Saya mendapati masalah mengenai informasi pekerjaan yang disampaikan ACC (Alumni Career Center), menurut saya penyebaran informasi tersebut Yunita Dwi Ertanty Mahasiswi Jurusan Teknik Informatika 2008/FTI

Tugas Dilalaikanyang sangat kurang. Sehingga, lembaga ini terkesan tidak hidup. Berbeda dengan UGM. Informasi yang disampaikan selalu update dan mereka sering mengadakan job fair. Kalau dari Fakultas kami (Fakultas Teknologi Industri), justru aliran informasi lebih banyak datang dari masing-masing jurusan, seperti BEWARA (Berita Warga Informatika). Permasalahan yang lain yaitu perusahaan-perusahaan yang bergabung dengan lembaga ACC tidak begitu banyak dan bukan dari perusahaan-perusahaan besar. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut dari lembaga ini untuk lebih deras mengalirkan informasi bagi seluruh mahasiswa sehingga berita tersebut dapat tersebar merata. Dengan demikian, informasi yang disampaikan tidak ambigu dan hal ini akan sangat membantu para alumni UII. Wassalamu’alaikumWr.Wb.

KOBARkobari|L.NikenMetridanT.TwinRevangga

7KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012

*Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi 2010/Staf Bidang Redaksi LPM HIMMAH UII

Kesenjangan sosial dalam pelaksanaan RSBI ini, bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 1, yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Tidak hanya hak memperoleh pendidikan bermutu saja, tapi bagaimana pemerintah menjamin pelayanan pendidikan yang tidak diskriminasi bagi siswa RSBI, tanpa melihat aspek ekonomi keluarga. Dengan segala kompleksitas masalah dunia pendidikan, terutama kemunculan RSBI dengan polemik di masingmasing daerah. Agaknya persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, bahkan bila sampai terbaikan berarti sama halnya sedang mempertaruhkan masa depan bangsa ini. Pada dasarnya baik buruknya suatu bangsa merupakan gambaran dari apa yang dihasilkan dari perjalanan proses perjalanan panjang pendidikan Indonesia. Paradigma yang sudah mengakar dipikiran masyarakat bahwa RSBI adalah “Rintisan Sekolah Berbayar Internasional”, hingga timbul sebuah pertanyaan besar bila urgensi tumbuhnya RSBI untuk mengejar gengsi atau mengejar kualitas ?

Mahalnya bersekolah di RSBI secara tidak langsung membentuk mindset masyarakat kurang mampu, bahwa menyekolahkan anaknya di RSBI adalah sebuah neraka sosial, psikologis dan ekonomi yang tak layak mereka rekomendasikan buat masa depan anaknya. Meskipun pemerintah menyiasati dengan memberikan kuota 20 persen bagi calon peserta didik yang berasal dari kalangan kurang mampu. Kuota ini tak memberikan dampak signifikan secara kuantitas. Seakan tidak membuang kesempatan, sebagian besar RSBI menutupnya dengan menambah kuota calon peserta didik dari kalangan orang kaya. Ketidakseimbangan ini berdampak langsung memperlebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, kondisi sosial yang seperti inilah melatarbelakangi tumbuh suburnya bibit eksklusifisme diantara masyarakat.

Walaupun pemerintah telah mensubsidi RSBI ini, dalam kenyataannya calon anak didik harus menyediakan dana awal minimal Rp 6 juta untuk bisa mendaftar pada sekolah RSBI. Mungkin nominal tersebut memiliki jumlah yang sedikit bagi kaum elitis, namun jumlah yang banyak bagi kaum tak mampu. Komersialisasi oleh RSBI ini seakan menggambarkan suatu kondisi baru, bahwa pendidikan sudah menjadi komoditas yang diperdagangkan.

Mengejar Kualitas ?

8 KOBARKOBARI EDISI 158 // XIV // JULI 2012 Oleh: Hasinadara P.* RSBI: Mengejar Gengsi atau

Keberadaan Sekolah Berstandar Internasional dan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) memang tidak bisa dipungkiri sebagai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 Ayat (3), pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berstandar internasional. Namun apakah pelaksanaan RSBI sepenuhnya berjalan mulus sesuai dengan harapan pemerintah ? Bila dilihat dari segi infrastuktur, rata-rata bangunan bisa dikatakan sangat layak pakai, dilengkapi dengan berbagai teknologi canggih guna menunjang kegiatan belajar mengajar berstandar internasional. Menurut data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada bulan September tahun 2011 jumlah RSBI mencapai 1395 RSBI, dengan spesifikasi 239 SD, 356 SMP, 359 SMA dan 351 SMK. Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan jumlah sekolah rusak hingga mencapai 132 ribu sekolah, dan 180 ribu sekolah yang mengalami kerusakan ringan yang tersebar di seluruh Indonesia. Anggaran yang dikucurkan untuk pelaksanaan RSBI ini tidak sedikit jumlahnya, pada tahun 2011 sebanyak Rp 289 miliar diperuntukan RSBI. Hanya Rp 250 miliar yang dianggarkan pemerintah untuk Sekolah Standar Nasional (SSN), keduanya diambil dari anggaran dana pendidikan yang mencapai Rp 281,4 triliun. Anggaran dirasa lebih efektif bila dipergunakan untuk perbaikan sekolah rusak yang mayoritas sebagian besar menimpa daerah terpencil. Sekaligus peningkatan kualitas SDM guru yang masih tertinggal. Kondisi tersebut semakin diperparah untuk aksesibilitas sekolah yang terbilang susah dijangkau bagi siswa yang ingin bersekolah.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.