Buletin KOBARKobari Edisi 157/XIV/Mei 2012 - Rapor Merah DPM U

Page 1

Edisi 157 | Tahun Ke-14| Mei 2012 e-mail : lpmhimmah@gmail.com, sites : http://lpmhimmahuii.org 1 Bayu Putra P. | KOBARkobari RAPOR MERAH DPM U

Dewan Redaksi: T. Ichtiar Khudi A., B. Kindy Arrazy. Pemimpin Redaksi: Moch. Ari Nasichuddin. Sekretaris Redaksi: Ahmad Ikhwan Fauzi. Redaktur Artistik: Yusuf W. Redaktur Pelaksana: Zaitunah Dian S. Staf Redaksi: Ahmad Satria Budiman, Alissa Nur Fathia, Dyah Ayu Ariestya. Fotografi: Robithu Hukama, Aldino Friga P.S., Hasta Mufti S. Penelitian dan Pustaka: Wening Fikriyati, Nuraini A. L., Fitria Nur Jannah. Rancang Grafis: Bayu Putra P., M. Hanif Alwasi. Perusahaan: Erlita Fauziah, Herlina, M Naufal F., Nur Karuniati. PSDM: Lufthy Z., Rama Pratyaksa, Khairul Fahmi, Ricky Riadi Iskandar, Rahmi Utami Handayani, Bastian Galih I. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, M. Jepry Adisaputro, M. Alfan Pratama, Maya Indah C. Putri Magang: Rahmad S., Choirul Anwar, Chasna Atika C., Dian Herlina, Anisa Kusuma W., Yuyun Septika L., Irwan Agus S., Fajar Noverdian, Agam Erabhakti W., Aghreini Analisa, Sanjaya Sancas, Fachrul Nurcholis, Ricky Agustianto, Fidiatussoliha, Dede Rinaldy, Muhammad Asadul M., Metri Niken L., Anggun Novita C., Hasinadra P., Anggi Pratama E., Rahmatullah Al F., M. Irwan K., Farah Sheila H., Hamlana MH., Revangga Twin T., Rudy Prietno, Retno Ariani S., Raras Indah F., Dhuha Syahida, M. Muhasin R., Budi Armawan, Fitria Nur A., Ade Henza A., Hanung Setyawan, Aditya YW., Radifan AL., Maratus Soliha, Yuli Wahyu P., Vina Urwatul W., Renanda P. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia. Al, alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085647760101 (Erlita Fauziah, Iklan/Perusahaan). Saran dan kritik melalui email: lpmhimmah@ gmail.com,(pertemuanhinggapertemuanCahyaKetuaacarasehinggaHMIacarayangPertemuandanmempertemukanpermasalahannamuntersebut2011/2012.jalannya(KMMahasiswatertinggiUniversitasDewanhttp://lpmhimmahuii.org.PermusyawaratanMahasiswa(DPMU)merupakanlembagadalamstrukturKeluargaUniversitasIslamIndonesiaUII).BulanAprillalutepatsetahunkepengurusanDPMUperiodeMeskipunkepengurusanakansegeraberakhir,masihtersisapermasalahan-yangbelumterselesaikan.Diawalkepengurusan,DPMUberjanjiLembagaKhusus(LK)HimpunanMahasiswaIslam(HMI).tersebutterkaitdariaksiHMImelakukanpenyebaranpamfletdiPesonaTa’aruf(Pesta).PadahalsendiriadalahorganisasieksternaltidakseharusnyamasukdalaminternalkampussepertiPesta.MarchingBandUII(MBUII),GalihPurnama,meng-iyakanbahwatersebutbelumterealisasisekarang.“BelumsempatadadenganHMI -red), dulu terpotong puasa. Katanya nanti setelah puasa. Setelah puasa kita tungguin, kok tetap tidak ada,” ujar Galih. Ditambahkan oleh Galih, alasan DPM U tidak kunjung meng-adakan pertemuan karena pihak dari HMI sedang sibuk. Namun baginya, hal tersebut lebih dikarenakan ketidaktegasan petinggi DPM U terhadap anak buahnya. Akhirnya masalah tersebut dibiarkan berlalu begitu saja tanpa adanya penyelesaian yang jelas. Menanggapi permasalahan di atas, Ketua DPM U, Herdika Oki Prasetya, me-ngaku telah mengusahakan berbagai cara untuk mempertemukan kedua belah pihak. Namun niat Herdika ternyata tidak mendapat dukungan dari jajaran di bawahnya. Anggota-anggota DPM U tidak ada usaha untuk menghubungi pihak HMI. Persoalan jas almamater merupakan masalah berikutnya yang masih belum terselesaikan. Kinerja tim kerja jas almamater dinilai tidaklah jelas dan transparan. Seperti yang dituturkan oleh Wakil Ketua Mahasiswa Pecinta Alam Unisi (Mapala Unisi), Bobi S. Tarigan, baginya persoalan jas almamater tersebut merupakan persoalan yang paling tidak jelas di antara seluruh persoalan dalam tubuh DPM U. Yang paling utama adalah segi mekanisme kinerja tim jas, dimulai dari proses pemilihan tender hingga pendistribusian. “Tibatiba sudah ada pemenang satu dan ternyata pemenang tersebut tidak dapat memenuhi tenggat waktu,” ujar Bobi. Ia pun mempertanyakan ketidakjelasan permasalahan yang dianggapnya lahan basah ini. Masih terkait persoalan jas almamater, Galih mengungkap ketidakjelasan kinerja tim jas telah terjadi sejak awal pembentukan. Menurutnya, pihak DPM U tidak memberitahukan kepada pihak LK terkait pemilihan anggota tim jas.

Disinyalir kurangnya koordinasi menjadi permasalahan terbesar DPM U pada periode ini.

2 KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

“Harusnya dia, ibaratnya ditransfer dulu ke teman-teman yang lain. Mereka hearing ke kita. Seperti apa nantinya. Kalau ini kan, seperti diam-diam. Tibatiba sudah bentuk tim,” ungkap Galih. Buruknya koordinasi DPM U kepada LK tidak hanya terjadi pada persoalan HMI maupun tim jas almamater. Komunikasi secara langsung pun masih sulit dilakukan, MB sendiri pernah mengalami kesulitan tersebut. Bagi Galih, DPM U mempunyai kantor namun tidak berfungsi dengan baik karena tidak pernah ditempati. Bahkan bagi Bobi, kepengurusan DPM U pada periode ini tidak berbeda jauh dengan DPM U pada tiga periode terakhir, yakni masih berkutat pada masalah koordinasi. Bahkan koordinasi DPM U periode 2011/2012 sangat kurang dibanding pendahulunya. Hal tersebut dinilai dari tidak diberitahu dan dilibatkannya LK dalam beberapa kegiatan, seperti jas dan Pesta. Koordinasi DPM U nyatanya tidak hanya buruk ke lembaga khusus. Safari DPM U kepada DPM Fakultas (DPM F) pun mengalami kegagalan dari yang telah diagendakan. Kegagalan tersebut bahkan diakui oleh Herdika Oki Prasetya, Ketua DPM U. Berkenaan dengan hal tersebut, Nurman Eka Pranata, Ketua Komisi II DPM F Teknik Sipil dan Perencanaan (DPM FTSP) mengungkapkan, “Koordinasi dengan semua fakultas lebih diseringkan. Paling tidak ada temutemu, tidak hanya pada saat ada kasus saja, lihat kinerja di bawah juga.” Nurman pun bercerita bahwa DPM U beberapa kali terlambat dalam memberikan dana triwulan kepada DPM FTSP. Padahal menurut Nurman dana triwulan seharusnya didapat setelah penyerahan LPJ ke Komisi III DPM U. Akibatnya, DPM FTSP mengalami keterlambatan penurunan dana ke lembaga yang berada di bawahnya, seperti Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FTSP maupun Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FTSP. Menurut

Menjelang akhir kepengurusan periode 2011/2012, masih banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh DPM U. Diantaranya polemik jas almamater, gedung SCC, janji DPM U mempertemukan LK dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkait penyebaran pamflet HMI saat Pesta tahun 2011, dan masih ada yang lain. Akan tetapi, bukannya merampungkan tanggung jawabnya terlebih dahulu, mereka justru terburu-buru mengakhiri periodenya. Patut dipertanyakan dimana bentuk tanggung jawab mereka, atau memang tidak bertanggung jawab ? Jika sudah seperti ini harus ada evaluasi terkait kinerja DPM U. Pertanggungjawaban mereka wajib ditagih. Agar menjadi evaluasi untuk DPM U periode selanjutnya. Satu hal yang perlu kita ingat dan dicatat, bahwa DPM U periode ini cacat !

Oleh Alissa Nur Fathia

Nilai Merah DPM U

“Kami menerima hak jawab jika ada pihak - pihak tertentu yang keberatan pemberitaandenganKobarkobari.”

Tiro, ketua DPM U, Herdika Oki Prasetya mengatakan pembentukan Panwasla sudah dibicarakan di lembaganya sejak lama. Namun kendalanya anggota DPM U tidak ada yang mau menjadi ketua Panwasla. Padahal dalam PDKM tertulis ketua tim Panwasla yang dibentuk oleh DPM U harus berasal dari lembaga DPM U sendiri. Dika pun berpendapat, “Semisal ada point lain yang tertulis, jika dari DPM U tidak ada yang bisa menjabat sebagai ketua tim, maka bisa dari (lembaga-red) yang lain akan lebih enak.” Dika pun menceritakan kendala yang mereka alami ketika ingin membentuk

Nurman, keterlambatan ini akan menghambat keberlangsungan kegiatan kedua lembaga tersebut. Keterlambatan penurunan dana triwulan, tidak hanya terjadi antara DPM U dengan DPM FTSP, namun juga menimpa MB UII. Galih menerangkan bahwa DPM U tidak pernah tepat waktu dalam menurunkan dana triwulan kepada MB UII. Bahkan pada pertengahan periode kepengurusan DPM U 2011/2012 ini, DPM U terlambat memberikan dana triwulan hingga tiga minggu lebih.

Panwasla. Saat rapat, hanya beberapa orang yang hadir. Sedangkan sisanya tidak bisa hadir dengan berbagai alasan.

DPM U TIDAK AMANAH

“Tinggal Adi, Nuril, Sandy, Yoga, Nadia yang “kosong”. Ketika ditawarkan semua beralasan tidak bisa, seperti Sandy mau pergi umroh, Nuril tidak bisa, Yoga ortu sakit di Solo,” kata Dika. Menurutnya, orang-orang tersebut memang tidak begitu aktif dalam kinerja DPM U padahal ia sendiri sudah menegur. Akhirnya mereka diberi waktu dua hingga tiga Bersambung ke halaman 7...

3KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

Komentar lain datang dari Aditya Arifyandi, Ketua DPM Fakultas Teknologi Industri (DPM FTI). Ia mengkritisi kinerja DPM U pada ranah wacana. Sebagai contoh, seharusnya ketika demo yang mewacanakan adalah DPM U, namun yang terjadi justru penggerak demo berasal dari LEM U. Wacana terkait remidiasi pun dinilai Aditya tidak memberi hasil. “Dulu kita terkenal wacana ke luarnya itu seperti apa, ke rektorat juga. Mungkin kemarin ada, yaitu remidiasi. Tetapi itu juga hasilnya tidak terlihat,” tutur Adit. Sementara itu di mata mahasiswa sendiri, DPM U dinilai belum terbuka dalam menyampaikan arus dana yang mulanya berasal dari mahasiswa. Akhirnya mahasiswa pun kurang mengetahui penggunaan dana tersebut. Permasalahan ini diamini Irfan Prabowo, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010. Menurutnya, DPM U belum transparan dalam menyampaikan penggunaan dana kemahasiswaan. Pendapat Irfan sendiri transparansi terkait dana kemahasiswaan merupakan hal yang penting untuk diketahui mahasiswa.

“Cukuplah ini yang busuk-busuknya. Kalau dianggap periode ini busuk pun saya terima,” tutur Herdika Oki Prasetya, Ketua DPM U periode 2011/2012. Oleh Moch. Ari Nasichuddin Pada Pasal 63 Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM) UII tertulis, “Dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Wakil Mahasiswa maka dibentuk Komisi Pemilihan Umum beserta pengawas pemilwa yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Keputusan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (DPM U)”. Namun nampaknya pasal 63 tersebut tidak terlaksana. Dari awal Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) hingga selesai, panitia Pengawas Pemilwa (Panwasla) tidak juga Ditemuiterbentuk.dikampus UII di jalan Cik Di

Begitu pula Acintia Anggiasti, mahasiswi Teknik Industri 2009, ia menyatakan bahwa dirinya belum mengetahui kemana dana mahasiswa untuk lembaga digunakan. Acintia menyarankan agar DPM U dapat menyampaikan pemakaian dana yang mereka pakai selama ini melalui media seperti buletin. DPM U sebenarnya berkewajiban melaporkan kinerja berikut penggunaan dana mereka dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ). LPJ tersebut kemudian akan dilaporkan atau dipublikasikan kepada mahasiswa umum. Pelaporan tersebut disebut hearing, yang diadakan selama tiga bulan sekali. LPJ yang disampaikan pada hearing tentunya juga menyangkut hasil kinerja beserta apa saja yang sudah dilakukan oleh lembaga. Namun yang terjadi di lapangan, LPJ dari DPM U sendiri belum dapat menjadi contoh bagi lembaga lainnya, seperti yang dituturkan oleh Alan Farabi Nasution, Ketua MAPALA UNISI. Menurutnya, LPJ DPM U harus dapat menjadi contoh bagi lembaga di bawahnya. “Ya harusnya jadi suri tauladan dong. Yang punya acuan kan harusnya dari mereka malah kenyataannya terbalik, LPJ-nya malah kelihatan sembarangan,” tutur Alan. Bobi, yang merupakan wakil ketua Mapala Unisi juga mengamini ketidakjelasan LPJ serta penggunaan dana oleh DPM U. “Belum ada transparansi keuangan. Laporan nggak jelas. Dana keluar dari mana, masuk dari mana,” ungkap Bobi. Begitu juga dengan yang disampaikan Reportase Bersama Hasta Mufti S., M. Alfan Pratama, M. Hanif Alwasi, Flaury Calista, B. Kindie Arrazy oleh Galih, ketua MB UII. Ia menuturkan, “Komisi III cuma berapa lembar itu doang. Kurang banget, kurang detail, terus yang lain itu kerjanya apa ?.” Galih menambahkan bahwa LPJ dari DPM U dirasa kurang lengkap dan tidak mencakup keseluruhan departemen dalam DPM U. Menurutnya LPJ sebuah lembaga harus mudah dipahami, yakni dengan memperinci tanggal terlaksananya agenda, kendala yang dihadapi, serta rencana ke depan. Berkenaan dengan LPJ, Dika menyatakan kekurangan LPJ dikarenakan belum adanya jutlak atau format pasti dari Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPM U. Hal tersebut telah diiyakan oleh Wakil Sekjend DPM sendiri, Ahmad Aditya. Ia menyatakan memang belum terdapat jutlak untuk LPJ hearing, selama ini DPM U hanya mengikuti format laporan pada umumnya, yakni sebatas pengaturan spasi serta margin Sedangkan mengenai LPJ Komisi III yang hanya berupa selebaran, Dika menyatakan bahwa pelaporan yang lebih terperinci akan dikeluarkan ketika Sidang Umum (SU) yang dilaksanakan Mei ini. Dika juga menambahkan bahwa persoalan yang terjadi di periode yang ia pimpin lebih kepada koordinasi antar anggota DPM U. Selain itu kebijakan yang mereka buat cenderung tidak bertanggungjawab. Anggota DPM U hanya berdebat ketika membahas kebijakan, namun tidak terdapat aksi yang nyata setelah perdebatan tersebut. q

4 KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

Tua Tanpa Keluarga

Narasi dan foto oleh Robithu Hukama Kamar Panti Utara Karya. Jangankan sepeser harta bahkan beberapa dari mereka tak memiliki keluarga. Berbagai latar belakang menyebabkan mereka berada di sini. Ada yang memang tak jelas asal usulnya, ada pula yang keluarganya sudah tak sudi menerima.Delapan puluh persen kelayan adalah penderita psikotik. Di sini beberapa penderita psikotik tersebut juga termasuk gelandangan yang tak jelas asalusulnya. Mereka di rawat, tapi untuk hal mengobati, Panti Karya sendiri harus merujuk mereka ke rumah sakit jiwa di Magelang. Begitulah keterbatasan yang dialami Panti Karya. Diberikan perhatian, dilatih berkomunikasi, dan mendapat makan, seperti itulah fasilitas yang kelayan terima. Beberapa dari kelayan memang tak dapat berkomunikasi dengan jelas. “Ya seperti ngurusin anak kecil yang belum bisa apa-apa,” ujar Yanto, salah seorang perawat di panti karya. Bukan obat-obatan yang dibutuhkan seorang kelayan, namun mereka membutuhkan kehadiran serta perhatian keluarga.q

Goresan keriput terlihat di wajah mereka. Dengan pakaian ala kadarnya, mereka menatap kosong ke depan. Sesekali mereka tersenyum. Tapi senyum tersebut bukanlah sebuah senyuman kegembiraan, namun sebuah senyuman tanpa arti. Mereka adalah kelayan di Panti Karya, Karangkajen, Yogyakarta. Panti Karya merupakan sebuah tempat penampungan bagi gelandangan. Sedangkan kelayan merupakan sebutan untuk orangorang yang dilayani. Di tempat inilah kelayan ditampung dan dirawat. Tak memiliki apa-apa, begitulah kondisi mereka saat datang di Panti

Hari

5KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012 Daftar nama kelayan Dikunci untuk keamanan Senyum tanpa arti Waktunya makan

Judul Buku : dalam Sandera Penulis : Hafid Penerbit : : 2007

I, September

Sebagai penikmat berita, kita tentu ingat kisah penculikan dua warga negara Indonesia (WNI) oleh sejumlah orang dari kelompok Mujahidin Irak. Ketika itu, suasana perpolitikan Irak tengah berubah drastis pasca tergulingnya kursi Saddam Husein. Dua WNI yang dimaksud tengah bertugas meliput pemilu bebas pertama di Negeri 1001 Malam itu pasca tumbangnya rezim sang diktator. Dan buku ini bercerita tentang kisah keduanya.Reporter Meutya Viada Hafid dan kamerawan Budiyanto sama sekali tidak menyangka, tugas jurnalistik mereka akan jadi tujuh hari penuh ketegangan. Tujuh hari tak terduga saat kedua jurnalis Metro TV itu harus menghabiskan waktu di gua yang gelap dan sempit. Sesekali di luar, terdengar deru pesawat tempur dan desingan peluru. Belum lagi udara dingin menusuk tulang dan alas tidur bebatuan. Komunikasi terputus karena ponsel keduanya disita, jikapun tidak, siapa menjamin sinyal sampai ke sana. Selasa, 15 Februari 2005. Cerita bermula dari sebuah SPBU di wilayah Ramadi. Mobil GMC yang digunakan Meutya dan Budiyanto menuju Karbala tengah mengisi bensin. Tiba-tiba, tiga sosok lelaki datang menghampiri. Dengan wajah tertutup kafiyeh dan menenteng senjata laras panjang, mereka meminta paspor dan menghardik dalam bahasa Arab. Ibrahim, sopir mobil, berusaha menjelaskan sebisanya. Nihil. Mobil justru diambil alih dan dibawa lari. Mereka bertiga ditutup matanya lalu dipaksa merunduk, tak tahu dibawa ke mana. Cerita bersambung ke dalam gua di sebuah gurun pasir. Para penculik yang dipimpin seorang rois berniat mengambil gambar Meutya dan Budiyanto untuk disiarkan ke penjuru dunia, terutama Indonesia. Mereka meminta penjelasan pemerintah, dengan tujuan apa hingga keduanya berada di Irak. Mereka berjanji melakukan pembebasan setelah mendapat jawaban dari pemerintah Indonesia.Selama menunggu itulah, kedua jurnalis tersebut menjalin “persahabatan” dengan para penyandera. Suasana perlahan mencair. Mereka mulai saling mengenal latar belakang satu sama lain, bertukar cerita tentang orang-orang yang dicintai, sampai pada kisah-kisah seru seputar profesi masing-masing. Keakraban kian terjalin. Para penyandera rela bertaruh nyawa dalam mengantarkan barang-barang logistik demi kenyamanan Meutya dan Budiyanto. Begitu juga ketika pembebasan akhirnya bisa dilaksanakan. Hidup yang tidak mudah di dalam gua antah berantah, tanpa tahu dunia luar, membuat rasa optimis sulit dijaga di tengah serbuan rasa pesimis. Bukan hal mustahil, keberadaan mereka diketahui tentara koalisi, lantas digempur dengan hujan bom dan amunisi. Tidur nyenyak semalaman saja sudah patut disyukuri. Pada titik inilah, penulis akhirnya mengerti arti kedekatan dan kepasrahan kepada Sang Pencipta. “Terkadang, berbicara tentang kematian membuat kita sepenuhnya menghargai arti hidup,” tulis Meutya di halaman 97. Buku ini terdiri dari dua belas bab yang dikemas dengan bahasa yang mengalir. Entah karena kompetensi penulis yang jurnalis ataukah bakat seorang Meutya Hafid, tidaklah jadi soal. Buku nonfiksi yang membacanya serupa buku fiksi, tidak ingin berhenti sebelum benar-benar selesai. Pujian figur publik, dokumentasi foto, hingga deskripsi kepanikan ruang redaksi turut membuat buku ini semakin menarik dan tidak membosankan. Hanya saja, sebagai salah satu negara muslim, rasanya ada yang kurang jika aktivitas ibadah tidak diceritakan penulis. Bagaimana dalam gua yang kecil, seorang bertubuh besar seperti Budiyanto, atau mungkin Ibrahim, melaksanakan shalat lima waktu? Tentu ini akan memberikan imajinasi yang menarik bagi pembaca Indonesia yang mayoritas muslim. Meutya hanya menuliskan bagaimana mereka menggosok gigi dan mencuci gelas, serta mendapatkan hadiah berupa peci, kerudung, tasbih, dan Al-Qur’an, dari paraTerlepasMujahidin.dari itu, buku ini mengisahkan kepada kita bahwa pengalaman penulis tidaklah semata rasa takut akan penyanderaan atau rasa pasrah memahami kematian. Ada kisah lain berupa persahabatan singkat dari Irak yang terajut antara para penyandera dengan yang disandera. Serta sebuah renungan singkat, bahwa dalam beberapa hal, negara kita peduli terhadap keselamatan warganya di negeri orang.q Oleh Ahmad Satria Budiman Pada berita “Kuantitas Mahasiswa FIAI” KOBARkobari edisi 156. Tepatnya di halaman 5, seharusnya di infografis “Jumlah Mahasiswa FIAI dari 2006-2011” tercantum “sumber : Bagian Akademik FIAI”. Mohon maaf atas kelalaian ini. RALAT

Hikmah Cetakan

168 Jam

Meutya

6 KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

Antara Sandera dan Sahabat

....sambungan dari halaman 3

Reportase Bersama Robithu Hukama

Di lain tempat Ahmad Aditya, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) DPM U memandang pengawasan Pemilwa yang dilakukan oleh anggota DPM U akan menjadi rancu. “Sebenarnya Panwasla termasuk dalam tim kerja. DPM U lah yang berwenang membentuk tim kerja tersebut. Dan saya rasa aneh jika anggota DPM U menjadi pengawas Pemilwa, terus kalau semua turun menjadi pengawas siapa yang menjadi anggota DPM U ?,” tanya Adit. Di Pemilwa yang berlangsung Februari hingga Maret lalu Adit tidak ikut mengawasi Pemilwa. Ia beralasan bahwa dirinya tidak mendapat instruksi untuk mengawasi Pemilwa. “Seandainya saya tidak menjadi ketua Badan Pekerja (BP) saya juga ikut mengawasi. Tapi saat proses wawancara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saya ikut membantu. Tetapi setelah itu saya off,” tambah Adit. Dihubungi melalui pesan singkat, Ahmad Musadad, Koordinator Panitia Wilayah Fakultas Kedokteran (Panwil FK), mengatakan selama Pemilwa berlangsung ada anggota DPM U yang melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut ada saat pemilihan dan penghitungan. Namun keadaan Pemilwa di FK berbeda dengan Pemilwa di Fakultas Hukum (FH). Menurut Koordinator Panwil FH, Muhamad Azhar Buyung, selama 4 hari pelaksanaan Pemilwa tidak ada anggota DPM U yang datang untuk mengawasi.Dikatidak menyangkal pendapat panitia Pemilwa di atas. Dika mengakui bentuk pengawasan Pemilwa yang dilakukan DPM U selama ini memang tidak maksimal. “Semisal saya datang ke fakultas, tidak semua fakultas bisa saya datangi karena ada keterbatasan waktu. Selain itu saya juga ada kegiatan lain,” kata Dika. Selain itu Dika mengatakan pihaknya kurang mengkomunikasikan kepada LK terkait masalah Pemilwa. Alasannya karena masalah tersebut terjadi mendadak dan sudah masuk hari penyelenggaraan. “Kebetulan saat itu lagi repot juga. Seharusnya untuk mengkomunikasikan ke LK harus ke Sekjend DPM U, mungkin ini yang belum berjalan dengan baik,” ungkap Dika. Menurut Dika konsekuensi tidak dibentuknya Panwasla hanya sebatas sanksi moral. Ia pribadi sudah merasakan sanksi moral itu. Dia berharap agar kedepannnya hal seperti ini tidak terulang. “Cukuplah ini yang busuk-busuknya. Kalau dianggap periode ini busuk pun saya terima. Harapannya dari busuk ini muncul yang harumnya,” tegas Dika. Sedangkan Adit berpendapat terdapat kecacatan dalam PDKM terkait Panwasla. Menurutnya PDKM seharusnya mencantumkan sanksi tentang tidak dibentuknya Panwasla. “Ketika tidak ada sanksi yang nyata, kita tidak bisa menentukan sanksinya,” tutur mahasiswa Teknik Lingkungan ini. LK pun melontarkan pendapatnya terkait tindakan ketidakamanahan DPM U. Galih Cahya Purnama, ketua Marching Band (MB) UII berpendapat apa yang sudah ditetapkan seharusnya dilaksanakan. Dia menyayangkan alasan tidak terlaksananya Panwasla itu terlalu pribadi . “Itu bukan alasan seorang DPM U, lucu malah. Soalnya ini masalah tanggung jawab. Itu yang menurut saya sangat disayangkan,” tegas Galih. Lain lagi komentar dari Kepala Bidang PSDA Koperasi Mahasiswa (Kopma), M. Fadli Rohman. Ia mengatakan seharusnya DPM U bisa membentuk Panwasla. Konsekuesinya semua permasalahan harus dijelaskan lebih rinci di Laporan Pertanggungjawaban (LPJ). Sedangkan Bobi S. Tarigan, wakil ketua Mapala Unisi, mengkritik masalah DPM U tidak hanya sebatas Panwasla. Kebijakan yang muncul dari DPM U tanpa sepengetahuan lembaga yang tergabung dalam KM. Ia berharap untuk kedepannya harus ada perbaikan terkait masalah DPM sekarang. “Harus ada evaluasi untuk pembenahan kedepannya, baik mengenai masalah Panwasla maupun DPM U yang tidak menjalankan titah Sidang Umum (SU),” tutur Bobi.q

Terkait bentuk pengawasan Pemilwa oleh anggota DPM U, Sekjend DPM U yang juga Mahasiswi Teknik Sipil 2008 ini menuturkan, ketika ia mengawasi Pemilwa lebih melihat ada tidaknya kecurangan dan kemungkinan suara lebih. Agri menerangkan telah melakukan pengawasan di FTSP dan MIPA. Selama pengawasan ia mengaku tidak menemukan masalah dalam Pemilwa.

Rabu (21/3), seorang mahasiswa sedang mamakai hak pilihnya dalam Pe milwa di Fakultas Hukum (FH). Berlangsungnya Pemilwa 2012 tidak disertai pengawasan oleh Panwasla, hal ini tak sejalan dengan Peraturan Dasar keluarga Mahasiswa (PDKM) pasal 63. Robithu Hukama | KOBARkobari hari. Tapi ketika hari penentuan tidak ada kabar kesanggupan mereka. Dika merasa kecewa dengan sikap jajaran di bawahnya. Mereka selalu sulit berkumpul untuk rapat, padahal pemilihan ketua Panwasla sendiri harus dihadiri semua anggota DPM U. “Seharusnya, ketika sudah menjadi anggota DPM U harus mau ditugaskan apapun, selama untuk ke-perluan Keluarga Mahasiswa Unversitas Islam Indonesia (KM UII),” tegas Dika. Akhirnya Panwasla pun tidak terbentuk. Pemilwa yang berlangsung 21 Februari hingga 22 Maret lalu bergulir tanpa pengawasan. Namun, Dika berkelit bahwa Pemilwa tetap dalam pengawasan. Menurutnya, anggota DPM U sepenuhnya mengemban fungsi pengawasan tersebut. “Tentunya dengan bantuan teman-teman organisasi yang lain contohnya Lembaga Khusus (LK), dalam hal ini konteksnya LPM. Karena aslinya Panwasla dibentuk dalam PDKM agar lebih legal,” tutur Dika. Agri Kusumaningrum selaku Sekertaris Jendral (Sekjend) DPM U angkat bicara. Ia berujar perubahan pengawasan dari Panwasla ke anggota DPM U dilakukan tanpa pleno, karena hal itu sudah terlambat untuk dilakukan. Agri mengaku menghadirkan seluruh anggota DPM U merupakan faktor penyulit dalam pengambilan keputusan. Sehingga, pengambilan keputusan oleh DPM U pun menjadi tertunda dan pada akhirnya hanya diikuti oleh anggota DPM U yang hadir saja. Menurutnya, miss koordinasi yang menjadi masalah paling besar pada DPM U periode ini. “Di DPM U sekarang, pada kenyataannya banyak anggota yang bentrok dengan urusan masing-masing. Dan saya tidak tahu kenapa hal itu terjadi,” tutur Agri.

7KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

8 KOBARKOBARI EDISI 157 // XIV // MEI 2012

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.