Bahwa KM UII harus mengembalikan pinjamannya dalam waktu enam tahun. Setiap tahun, KM UII harus menyetorkan 100 juta rupiah. “Dengan catatan, DPM U menaikkan dana kemahasiswaan dalam SPP. Dari 7500 rupiah menjadi 12 ribu rupiah saat itu,” ujar Amri Zamani, Wakil Ketua DPM U periode 2010/2011. Semula, SCC ditargetkan rampung tahun 2008. Namun banyak faktor yang akhirnya membuat pembangunan terhambat. Di antaranya, tak ada titik temu antara Yayasan Badan Wakaf dan DPM U soal pengelolaan. Yayasan menginginkan SCC dikelola secara profesional, agar dapat menutupi biaya operasional dan pemeliharaan gedung. Sementara DPM U ingin mengurus sendiri SCC, karena khawatir tarif sewa gedung menjadi mahal jika dikelola secara profesional. Tak ada titik temu, pembicaraan mengenai SCC pun vakum selama rentang waktu tahun 2009-2010. Akhirnya, tanggal 18 April 2011 ketiga pihak meresmikan SCC. Dengan alur, Yayasan Badan Wakaf menyerahkan ke pihak Rektorat, yang langsung memberi kuasa ke DPM U. Dalam sambutannya, ketua Kantor Pengelola Tanah Bangunan dan Inventaris (KPTBI), Ilman Noor Terbaru Student Convention Center Oleh Hasta Mufti Satriawan & Muhammad Hanif Alwasi
Senin ( 18/4 ), dari kiri ke kanan, Mahfud Asyari ( Ketua DPM U ), Nandang Sutrisna ( Wakil Rektor I UII ), Luthfi Hasan ( Ketua Yayasan Badan Wakaf ) sedang berjabat tangan, setelah melakukan serah terima gedung SCC. Meski telah diresmikan, SCC belum dapat digunakan, karena interior gedung masih kosong.
Lunaskah Hutang Kita
Cerita
T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari
Edisi 149 | Tahun Ke-14| Mei 2011 e-mail : himmah_media@mailcity.com, sites : http://lpmhimmahuii.org 1
Empat tahun lalu, melalui Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM U), Keluarga Mahasiswa UII (KM UII) merencanakan pembangunan Student Convention Center (SCC). Berdasarkan perhitungan, gedung ini memerlukan biaya 3,6 miliar rupiah. Dana pun dihimpun. Yayasan Badan Wakaf menyumbang 1,3 Miliar rupiah. Sisanya, 1,3 miliar dari Rektorat dan 1 miliar rupiah dari KM UII. Namun, saat itu KM UII hanya memiliki uang 400 juta rupiah. Untuk menutupi sisa pembiayaan, KM UII pun meminjam 600 juta rupiah ke Yayasan Badan Wakaf. Keduanya pun menjalin kesepakatan


Reportase bersama Robithu Hukama, Fauzia Fitriya, dan Fitria Nur Jannah.
yang singkat. Setelah sempat terkatung-katung, pertengahan April lalu pembangunan SCC rampung dan akhirnya diresmikan. Walau telah berpindah tangan ke DPM U, mahasiswa UII belum bisa menggunakan. Ini karena masalahnya belum selesai. Interior yang kosong menjadi penyebab. Tak hanya itu, manajemen pengelolaan pun belum menemukan titik terang. Apalagi soal pinjaman. Benarkah Rektorat dan Yayasan Badan Wakaf telah menganggap pinjaman kita lunas? masih menjadi tanda tanya. Jika kita berkaca dari empat tahun terakhir, peralihan periode DPM U bukan tak mungkin menjadi akar masalah. Transfer informasi dari kepemimpinan terdahulu sering menjadi kendala. Lain orang, lain pula pengetahuannya soal SCC. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi DPM U periode baru. Tentu kita berharap, periode baru membawa semangat baru untuk menyelesaikan polemik SCC. Jika tidak, tentu kemelut SCC memasuki episode baru. Episode interior, manajemen, dan hutang. mengatakan bahwa total dana yang dihabiskan sekitar 4,1 miliar rupiah. Dana tersebut termasuk untuk perbaikan dan perawatan SCC sebelum dan sesudah erupsi Merapi. Juga didalamnya perbaikan lansekap dan pagar sebesar 300 juta rupiah. Sumber dana berasal dari Yayasan Badan Wakaf dan Rektorat. Amri yang kami wawancarai sebelum penyerahan SCC, mengatakan akan dibentuk semacam anak perusahaan untuk mengelola SCC secara profesional. Pembentukan manajemen ini menjadi pekerjaan rumah bagi DPM U periode 2011/2012.Perihalregulasi, jawaban narasumber saling menguatkan. Menurut Wakil Rektor III, Bachnas, regulasi SCC berada di tangan Rektorat dan DPM U. Yayasan Badan Wakaf tak ambil bagian. “DPM ingin membuat regulasi manajemen sendiri. Jika DPM sudah menetapkan harga peminjaman, maka ikuti saja harganya. Tak ada yang bisa meminjam gratis. Nanti siapa yang membayar Satpam dan pegawai di SCC?,” ujarSejalanBachnas.dengan pernyataan Bachnas, Amri tak bisa menjamin mahasiswa UII bisa meminjam gratis. “Kegiatan kemahasiswaan yang menggunakan hotel, bisa menggunakan SCC, karena terdapat hotel di belakang SCC dan tempat pertemuan. Tetapi DPM tidak dapat menjamin penggunaan SCC gratis.
Dipastikan membayar,” ujarnya. Berdasarkan pantauan Kobarkobari, fasilitas interior SCC belum terisi. Saat peresmian pun harus menyewa kursi. Kamar-kamar juga belum terdapat kasur. Pengisian interior menjadi tanggungan DPM U. DPM U menggulirkan wacana, di antaranya mencari dana dari alumni, sponsor, dan donatur. Selain itu, ada usulan menggunakan dana abadi yang jumlahnya puluhan juta rupiah.
Klarifikasi dari Redaksi Kobarkobari dan LKBH UII Kami dari redaksi Kobarkobari memberitahukan bahwa terjadi perbedaan persepsi antara redaksi kobarkobari dengan LKBH UII, mengenai tulisan editorial Kobarkobari edisi 148. Tulisan tersebut menyatakan LKBH UII tidak memberikan sumbangsih terkait kasus hukum Arif Johar. Tidak memberikan sumbangsih menurut kami adalah tidak ada upaya hukum dari LKBH UII. LKBH UII sendiri mengaku telah melakukan investigasi ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan dan mempelajari berkas perkara arif. Kami redaksi Kobarkobari tetap dalam pandangan kami sebagaimana yang tertulis di editorial edisi 148 berdasarkan liputan kami di lapangan. Kami mohon maaf atas implikasi tulisan editorial edisi 148.
Empathttp://lpmhimmahuii.org.tahunbukanwaktu
“Kami menerima hak jawab jika ada pihak - pihak tertentu yang keberatan dengan pemberitaan Kobarkobari”.
Kata Amri, pemakaian dana abadi untuk memancing Rektorat dan Yayasan Badan Wakaf ikut mengucurkan uang. Namun batal dilakukan. Karena penggunaan dana abadi harus melalui mekanisme rapat dengan Keluarga Mahasiswa UII. Menurut Mahfud Asyari, Ketua DPM U, mereka masih memikirkan soal pengisian interior dan pembentukan manajemen. Yang jelas, proses serah terima telah dilaksanakan, sehingga DPM U harus menanggung biaya pemeliharaan.Selainregulasi penggunaan dan interior, pinjaman KM UII senilai 600 juta rupiah kepada Yayasan Badan Wakaf dan Rektorat juga belum memiliki titik terang. Eskar Trimurti, Direktur Keuangan UII menyarankan Kobarkobari menanyakan hal ini ke Yayasan Badan Wakaf. Siti Nurul Ngaini, Bendahara Yayasan Badan Wakaf bersedia memberikan komentar, “Pinjaman 600 juta itu ditanggung Rektorat dan Yayasan Badan Wakaf. Sehingga masing-masing mengeluarkan dana 1,6 miliar.” Menurutnya, DPM U seharusnya menyetorkan 100 juta rupiah per tahun sampai lunas. Tapi hingga ini saat ini tak ada realisasinya. Kata Amri, pinjaman dana dari Yayasan Badan Wakaf, sebagian telah dilunasi melalui kenaikan dana kemahasiswaan. Namun ia mengaku DPM U tak memiliki rincian berapa besar hutang yang telah dibayar. Lalu bagaimana tanggapan mahasiswa soal SCC? Noor Rizqi Aulia, mahasiswi jurusan Farmasi 2010, mengaku tak masalah jika penggunaan SCC harus membayar asal tarifnya berbeda dengan tarif umum. “Jika uang mahasiswa dinaikkan, kenapa nggak pake itu saja?,” ujarnya. “Secara pribadi, saya tak setuju lokasi SCC yang jauh dari kampus terpadu,” ujar Mashudi Antono, mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2004. Selain itu, Endah Nurul Izzah mahasiswi jurusan statistika angkatan 2008 juga menyayangkan Rektorat dan Yayasan Badan Wakaf yang menyerakan tanggung jawab interior ke DPM U. q
2 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 Dewan Redaksi: M. Jepry Adisaputro, Wening Fikriyati . Pemimpin Redaksi: Anugerah I. R. Paputungan Sekretaris Redaksi: Lufthy Z. Redaktur Foto: Setiyaji Widiarto. Staf Redaksi: Bayu Hernawan, Fajar N. S., Zaitunah Dian S., Deden A. Fotografi: Ahmad Ikhwan Fauzi, T. Ichtiar Khudi A., Putri D. A., M Naufal F. Penelitian dan Pengembangan: Rahmi Utami Handayani, Rina Sari Utami., Nuraini A. L., Khairul Fahmi, NurHarisAli.NurHarisAli Rancang Grafis: Indira Prydarsini, Robby S., Perdana K. W. J. P., Yusuf W. Perusahaan: Ricky Riadi Iskandar, Siti Maemunah, RR. Flaury Calista D. P., Fitri A., Gesta D. B. PSDM: Rama Pratyaksa, A. Pambudi W., Arrofin Damaswara, Adib Nur S. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, Dwi Kartika Sari., Diana W. N. , B. Kindy Arrazy. Magang: Moch. Ari N., Bayu Putra P., Mellysa Virgin N.R., Fauziyah Dani F., Robithu Hukama, Alissa Nur Fathia, M. Hanif Alwasi, Galih Sapta W., Indah Eka S., Novita Agustiana, Erlita F., Citra Ayu Lestari, Herlina, Aulia Choiril F., Bastian Galih I., Dinar Sukma P., Dyah Ayu A., Fitri Andriani F., Embrie Nglun B., Nur Karuniati, M. Khoirul Anshor, Aldino Friga P.S., Silvia Wulandari, M. Alfan Pratama, M. Jeffry A. F., Aji Kurniawan, Rizal Kurniadhi, Marshallino P., M. Marjan Marhum, Achmad Mambaun, Yuliza A., Nadhio Andromeda M., Rafi Dinul Haque, Syafikah Nurul Atiyah, Fitria Nur jannah, Katrin Alifa P., Nahar Prasetyo R., Adhitya Trustha W., Hasta Mufti S., Septiandi Nugroho., Maya Indah C. Putri., A. Satria Budiman. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia Alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085643830277 (Mona, Iklan/Perusahaan), saran dan kritik melalui email: pers_himmah@lycos.com, himmah_media@mailcity. com,



Meski batas pengumpulan berkas Calon Legislatif (Caleg) diundur, Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) tetap berjalan sesuai rencana. KPU menganggap sosialisasinya sudah maksimal, tapi tahun ini persentase pemilih menurun.
Pemilwa 2011 tidak mundur dari jad wal. Tak seperti tahun lalu, jadwal pen coblosan tetap pada tanggal 28-30 Maret seperti agenda yang telah direncanakan. Rizki Mahendra Aswan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan pihaknya hanya mengundur batas pengumpulan berkas karena jumlah Caleg masih sedikit. Dari 69 pendaftar hanya tiga Caleg yang sudah mengumpulkan berkas. Meski demikian, pengunduran batas pengumpulan berkas tidak disosialisasikan kepada semua mahasiswa. Menururt Hendro, informasi mengenai mundurnya batas pengumpulan berkas tidak penting untuk dipublikasikan. Hendro beralasan bahwa informasi tersebut tidak penting untuk umum, karena info tersebut hanya untuk Caleg. Beberapa Caleg menanggapi mundurnya batas pengumpulan berkas Caleg. Hasan Asyhari, Caleg Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), mengatakan bahwa toleransi KPU dalam mengundur jadwal cukup dilematis. “Kalau hanya fakultas tertentu yang mendapat pengunduran nanti malah dipandang tidak adil. Jadi memang lebih baik diundur semua saja,” kata Hasan. Pendapat berbeda dilontarkan Yemi Meriyanti Sari, Caleg Fakultas Kedokteran. Yemi mengatakan pengunduran jadwal pengumpulan berkas tidak berpengaruh. Ia beralasan Caleg dituntut lebih aktif karena sosialisasi KPU kepada Caleg hanya berupa poster dan pesan singkat (SMS). Untuk informasi lain harus mencari sendiri, bahkan Ia sempat kelabakan dalam melengkapi berkas. Tanggapan lain datang dari Muhammad Rayi Mahendri, “Sayang sekali kalau sampai ada pengunduran seperti itu, tapi asalkan masalahnya jelas ya tidak apaapa.” Menurut Caleg Fakultas Ekonomi ini, KPU sudah cukup baik, hanya kesadaran mahasiswa saja yang perlu ditingkatkan.
PemilihSalah Siapa
T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Oleh Ahmad Satria Budiman
KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 Sepi
Lantas bagaimana partisipasi mahasiswa pada pemilwa tahun ini? Berdasarkan data dari KPU, persentase mahasiswa yang memilih tahun ini sebanyak 20 persen. Hal ini menurun dibanding persentase pemilih pada pemilwa sebelumnya yaitu 23,53 persen. Menanggapi hal ini Hendro mengatakan bahwa KPU sudah berusaha semaksimal mungkin. Berbagai media seperti poster dan baliho sudah ditempatkan hampir di setiap sudut kampus. Selebaran dengan kata-kata persuasif juga sudah disebar di mana-mana. Pihak universitas pun sudah cukup berperan aktif dengan menampilkan sosialisasi pemilwa di website kampus. Hendro menambahkan sempat ada usul menggunakan situs jejaring sosial. Ia tak mengkhawatirkan kalau sosialisasi terlalu terbuka. Namun dengan keterbatasan sumber daya manusia, Ia merasa tak mampu, bukan tak mau. “KPU kan juga masih berstatus mahasiswa Selasa (29/3), hari kedua pencoblosan dalam Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) 2011 di Fakultas Ekonomi UII. Mahasiswa UII umumnya dapat mengikuti pencoblosan ini, dengan syarat menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) yang masih berlaku.


4 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 aktif, asumsinya tujuh ribu mahasiswa aktif di facebook. Bagaimana nanti kita menyaring setiap posting,” kata Hendro. Ia menambahkan bahwa berbagai persiapan tersebut sudah dipertimbangkan masakmasak. Dipilihnya jadwal pencoblosan seminggu menjelang Ujian Tengah Semester (UTS) karena pada masa itu mahasiswa aktif datang ke kampus. Meskipun KPU mengaku telah melakukan usaha semaksimal mungkin dalam mempersiapkan pemilwa, beberapa mahasiswa menyatakan baru tahu daftar Caleg saat Pemilwa berlangsung. Ahmad Faqih misalnya. Mahasiswa Manajemen 2010 ini mengetahui adanya Pemilwa, namun Ia tak tahu akan memilih siapa. “Masak iya, kita mau memilih berdasarkan siapa yang paling ganteng,” katanya. Ia berharap ke depan KPU mau memasang foto-foto para Caleg agar pemilih kenal. Hal senada juga disampaikan oleh Abdillah. Mahasiswa Teknik Elektro 2009 ini berkata,”Nggak usah repot sampai facebook, pajang saja gambar
Reportase bersama Aldino Friga Putra dan Mellysa Virgin Nabila. KOBARkobariFauziahErlita para kandidat dan visi misinya.” Ia menambahkan selain sosialisasi KPU, program yang diadakan lembaga juga turut mempengaruhi minat mahasiswa untuk memilih. “Kadang saya lihat kantor lembaga itu sepi, ramainya hanya kalau ada acara seperti ospek atau verifikasi,” kata Abdillah. Mafriyani Hamid mengatakan hal yang sama.“Dari dulu emang mentok masalah sosialisasi sih kalau KPU itu. Boro-boro mau milih, kita tahu wajah yang dipilih aja baru pas pencoblosan,” ucap mahasiswi Ilmu Hukum 2008 ini. Mafriyani menambahkan agar lembaga jangan hanya sibuk dengan program yang sama saja setiap tahun, namun mencari program berbeda yang efeknya sangat positif. Terkait penempelan foto caleg, Eko Budi, Panitia Wilayah (Panwil) Fakultas Teknologi Industri (FTI) menguatkan hal ini. Menurutnya, KPU baru menyerahkan foto caleg sehari sebelum pencoblosan, Panwil pun baru bisa menempelnya saat hari H.q





Belajar Kreatif dari Sosok Yunus yang Kaya Inisiatif
Penulis : Muhammad Yunus Penerbit : Marjin Kiri, Depok Cetakan : IV, April 2008 ISBN : 979-1260-01-X Halaman : 275 hlm, 14 x 20,3 cm Oleh Nur Haris Ali “Kaya inisiatif”, kesan itulah yang akan selalu muncul pada pikiran setiap pembaca setelah membaca buku Prof. Muhammad Yunus ini. Penulis buku ini begitu semangat dan memiliki seribu ini siatif untuk mewujudkan niat mulianya. Ya! Sebuah niat untuk mengentaskan kemiskinan bagi orang-orang di seki tarnya yang tidak henti-hentinya terus Ia lakukan dan Ia pertahankan. Dalam bukunya ini, sosok Muham mad Yunus begitu peka dengan lingkun gan sekitarnya. Jabatan dekan Fakultas Ekonomi Chittagong University yang diembannya itu, tidaklah membuat dir inya lupa akan lingkungan sekitar, akan tetapi justru malah membakar gelora hatinya untuk lebih peka terhadap ling kungannya. Ia menguliahi para maha siswanya dengan teori-teori ekonomi elegan yang dianggap mampu mengatasi segala macam persoalan kemasyaraka tan, akan tetapi di luar sana begitu ban yak masyarakat yang mati kelaparan, orang-orang baik dihajar, terhempas tanpa ampun dan kehidupan sehari-hari semakin buruk bahkan yang miskin pun semakinKeadaanmiskin.tersebut membuatnya ingin kuliah lagi di luar sana, dan menjadikan warga Jobra untuk menjadi dosen-dosen nya. Sumpah yang diangkatnya sungguh sangat menyentuh getaran hati bagi siapa saja yang membaca pikirannya, seolah-olah hati ini bergetar dengan kencang dan ingin mengatakan “ Ya! Aku ikut bersamamu Yunus”. (baca hal. 3) Lika-liku kehidupannya yang men jadikan grameen sebagai inti inisiatif nya untuk mengentaskan kemiskinan, penuh akan cobaan. Walaupun sekian ribu rintangan yang Ia hadapi, Yunus tak pernah lengah dan putus asa. Ditancap kannya niat kuat untuk mengangkat para kaum perempuan, yang setiap hari hanya “mabni” dirumahnya saja, diam seribu bahasa, tidak ada aktifitas yang dilaku kannya satu pun, yang jika seandainya hal ini terus-terusan dibiarkan akan ber
Judul : Bank Kaum Miskin
KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 dampak negatif pada segi psikologisnya. Yaitu stressfull karena tidak ada aktifitas yang dapat Muhammaddilakukan.Yunus mampu membuk tikan bahwa pinjaman bank tidak hanya diperuntukkan untuk orang-orang kaya saja. Akan tetapi juga untuk kaum mis kin guna membangun usahanya sendiri. Paradigma yang mengatakan bahwa kaum perempuan hanya boleh “diam” saja dirumah telah ditampiknya dengan kehe batan inisiatifnya itu. (baca hal. 173)
Yunus mampu meyakinkan kepada orang-orang khusunya kaum perempuan untuk ikut bergabung dalam programnya itu, Ia rela berdiri di tengah hujan di atas tanah yang kosong di antara rumah-ru mah para penduduk, agar setiap orang bisa melihatnya dan mengamati tingkah lakunya, sehingga seribu pertanyaan akan terpikirkan oleh para penduduk rumah— yang terhalang oleh budaya purdah—dan dengan bantuan mahasiswinya, Yunus pun akhirnya mampu meyakinkan para per empuan penduduk untuk mendapatkan pinjaman dari Grameen (baca hal. 76) Keberanian dan inisiatif Yunus lagilagi muncul ketika Ia dilempari keke salahan dan pertanyaan atas tingkah lakunya yang menganggap bahwa ban tuan yang diberikan oleh organisasi-or ganisasi “pemberi bantuan” seperti Bank Dunia tidaklah memberi pencerahan akan tetapi justru malah menyelewengkan amanah yang diberikan (baca hal. 148).
“Dari pada mencela melulu, bisakah Anda sebutkan langkah-langkah konkret apa yang akan Anda lakukan seandainya menjadi Presiden Bank Dunia?”, “Saya tidak pernah memikirkan apa yang akan saya lakukan jika menjadi Presiden Bank Dunia”, jawabnya kalem. “Tetapi yang pertama-tama saya kira akan saya laku kan adalah memindahkan kantor pusat ke Dhaka”. Dhaka adalah sebuah daerah terpencil yang sangat miskin dan di huni oleh orang-orang menderita, di mana banyak orang-orang yang mati kelaparan di sana. “Buat apa Anda lakukan itu?”, “Ya!, seadainya seperti yang diucapkan Lewis Preston (Presiden Bank Dunia saat itu), ‘tujuan utama Bank Dunia adalah memerangi kemiskinan dunia,’ maka bagi saya seperti Bank Dunia harus pin dah lokasi ke tempat yang kemiskinan nya paling parah. Di Dhaka, Bank Dunia akan dikelilingi oleh orang-orang yang menderita dan melarat. Dengan berada di tempat yang dekat dengan persoalan, para pejabat Bank Dunia mungkin bisa mengatasi masalah lebih cepat dan lebih realistis”. Sungguh! Sebuah kehebatan dan inisiatif bombastis tersendiri baginya yang telah berani menggelontarkan pen dapatnyaDikesempatanitu. yang lain pun, Yunus mampu meyakinkan inisitifnya itu ke pada Gubernur Clinton bahwa, program Grameen mampu menjawab permasa lahan kemiskinan di negara bagiannya (baca hal. 174). Yunus menyarankan kepada Clinton yang besar akan curi ous-nya itu untuk membentuk bank yang dirancang secara khusus bagi para kaum miskin di Arkansas, hingga akhirnya Yunus pun diundang ke Arkansas (Februari 1986) untuk berbicara masalah Grameen. Sete lah Yunus bercerita hanya dalam waktu setengah jam, Bill Clinton dan istrinya pun larut dalam ceritanya dan langsung menyatakan “Kami mau itu, Bisakah kami memilikinya di Arkansas?”, “Men gapa tidak?” Ujar Yunus. Ketidaksabaran Gubernur Clinton untuk segera membuka program itu di Arkansas terus menggebu, dan besok paginya pun program itu lang sung dapat di mulainya. Sejak awal, metode Grameen untuk memberikan uang tanpa satu pun upaya memberi pelatihan keterampilan terlebih dahulu memang berlawanan dengan me tode pengentasan kemiskinan lazimnya, Yunus berkali-kali menuai kritik atas keb ijakan yang diambilnya itu. Namun, Yunus



KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
Tumpukan kertas bermap merah teletak di hadapan Suratno. Itulah berkas perkara Arif Johar, mahasiswa UII yang terjerat kasus kepemilikan senjata tajam. Suratno, si hakim ketua membiarkannya tersusun rapi di atas meja. Sesekali ia mengedarkan pandangan namun tetap menyimak Maskur, rekannya yang menjadi hakim anggota. Dengan suara pelan, Maskur membaca keputusan majelis hakim atas terdakwa Arif Johar yang dituntut lima bulan penjara. Belasan wartawan media cetak menyimak informasi yang meluncur dari mulut Maskur, termasuk saya.Ini sidang kedua belas sekaligus sidang terakhir terdakwa Arif Johar Cahya Permana. Ia kedapatan memiliki pisau lipat saat operasi gabungan Kepolisian Resor (Polres) Sleman di jembatan timbang Maguwoharjo, 23 November 2010. Jaksa Penuntut umum mendakwanya dengan Undang Undang (UU) Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam. Arif mengaku seorang relawan erupsi merapi sekaligus anggota Search And Rescue (SAR) DIY. Untuk mendapatkan vonis bebas, bukan perkara mudah bagi Arif. Sejak polisi menggiringnya ke Polres Sleman, ia harus rela mendekam sebulan di tahanan
Kisah vonis bebas Arif Johar.
Senin(18/4), Marsum dan Sunarti memeluk Arif Johar anaknya, sesaat setelah vonis bebas Arif di PN Sleman. Selain memvonis bebas, majelis hakim meminta pemerintah merehabilitasi nama baik Arif.
Keharuan di Beran
T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari
Oleh Anugerah I.R. Paputungan tetap yakin pada niatnya, bahwa manusia memiliki keterampilan bawaan sejak la hir, ia menyebutnya dengan keterampi lan hidup. Fakta bahwa kaum miskin bisa hidup—jelas membuktikan kemampuan itu (Baca hal. 141) Grameen sesungguhnya memang bu kan bank, akan tetapi Grameen mampu membawa struktur perbankan yang baru, sebuah konsep ekonomi baru yang mampu merevolusi praktik perbankan. Para bank er komersial lebih senang memberikan pinjaman dalam jumlah besar ke sejum lah kecil nasabah. Sebaliknya, Grameen mampu membanggakan besarnya jum lah nasabah. Laporan tahunan mem buat daftar ratusan kredit mikro yang ditawarkan ke bermacam-macam usaha baru. Banyak manajer muda menyambut Grameen sebagai peluang besar. Mereka menyenangi gairah eksperimentasi dan petualangannya. Asumsi yang diterapkan masih tetap sama yakni keyakinan teguh bahwa kaum miskin pasti akan selalu membayar kembali pinjamannya. Demikianlah kehebatan Yunus dalam kisah nyatanya itu. Meskipun Yunus terke san agak “mekso” dengan pemikirannya itu, namun Ia mampu menghadirkan re alita yang ada dengan inisiatif kayanya itu. Buku yang ditulisnya ini penuh akan kisah-kisah fakta historis yang menge jutkan, menyentuh hati, penuh akan praktik teori psikologi, sosok keluarga yang ditampilkannya sangat cocok un tuk dijadikan sebuah pelajaran penting bagi para orang tua, para pemuda dan khalayak pada umumnya. Dengan bahasa cerita naratif, kaya akan imajinasi, pem baca akan larut tenggelam ke dalamnya, seolah-olah pembaca benar-benar ikut dalam ceritannya itu, dan tidak akan sa dar bahwa, otak pun ikut berputar-putar, dan kepala akan menganggunk-ngangguk. Selamat membaca!.q



KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
meminta Mahkamah Konstitusi menghapus Undang Undang Darurat yang sekarang sudah tidak relevan,” ujarnya. Saat giliran Arif berbicara, massa yang ribut sontak hening. Kata-kata meluncur dari mulut Arif. “Sekarang saya hanya mau mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya untuk Komandan SAR, Brotoseno, teman-teman SAR DIY, CB Klaten, 907, pengacara, dan semua yang mendukung saya. Tanpa temanteman, tak mungkin saya bisa sekuat ini. Juga kepada Bapak, ibu, dan keluarga. Kemenangan ini menjadi kemenangan bersama.” Tak jauh dari situ, Marsum dan Sunarti orangtua Arif, tersenyum. *** Sejak sidang ketiga Arif pertengahan Februari lalu, saya dan teman saya Taufan Ichtiar Khudi Akbar kerap menyambangi PN Sleman. Ia terletak di Pedukuhan Beran, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman. Dari sepuluh sidang terakhir, saya hadir sembilan kali. Taufan yang memotret, tak pernahSakingabsen.seringnya, saya dan Taufan bisa membedakan siapa saja yang sudah pernah datang sidang, dan siapa yang baru nongol. Pun siang itu, 18 April 2011. Di daftar wajah yang familiar, ada Marsum dan Sunarti orang tua Arif, serta Brotoseno dan Fery Ardianto dari SAR DIY. Ada juga muka-muka asing mulai dari orang yang gemar menenteng perekam gambar, hingga simpatisan Arif. Bagi wartawan atau siapa pun yang gemar masuk ruang sidang, ada yang menarik. Seperti batas antara bangku pengunjung dan area persidangan yang kerap berubah. Pernah lapang, pernah pula sempit. Saya tak paham apa maksudnya. Yang jelas, ketika sempit, wartawan yang kerap berpindah tempat jadi kesulitan. Sungguh tak nyaman. Ada juga yang khas selama persidangan Arif. Barracuda, kendaraan tempur polisi sering nangkring di depan PN. Juga puluhan polisi berpentungan. Mereka lebih sering lalu lalang daripada mengamankan. Bahkan ada beberapa polisi yang ikut merekam video atau memotret menggunakan ponsel mereka. Wajar saja, karena selama tiga bulan persidangan tak ada aksi anarkis. Siang itu di Beran, menjadi akhir kisah Arif Johar. Tak ada lagi Barracuda, tak ada lagi teriakan dukungan dari relawan yang selalu memakai baju oranye. Kerumunan terakhir hanyalah kuli tinta dan sejumlah fotografer. Mereka mengabadikan Arif dan orangtuanya yang saling mencium pipi. “Ckrek.. ckrek.. ckrek..” bunyi rana dalam kamera yang saling beradu. Seorang dari mereka setengah berteriak, “Dipeluk bu.. dipeluk bu..,” Sunarti pun memeluk Arif. Air matanya berlinang.q Reportase bersama Taufan Ichtiar Khudi Akbar
Polres. Sembari menunggu proses persidangan, kejaksaan memindahkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan. Dua setengah bulan ia habiskan di sana. Keluarganya pun sempat menyetorkan sejumlah uang ke kas negara agar pengadilan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Arif. Karena kasus ini, orangtuanya sempat khawatir kalau-kalau UII men-Drop Out Arif. Di dalam proses pengadilan pun, Arif benar-benar diuji. Setiap pekan ia harus datang ke Pengadilan Negeri (PN) di Beran, Sleman. Kecuali sidang terakhir yang mengharuskannya menunggu dua pekan untuk mendengarkan putusan. Tak ada satu pun alur peradilan pidana yang terlewatkan. Mulai dari pembacaan dakwaan, eksepsi (keberatan), putusan sela, mendengarkan keterangan saksi, pemeriksaan terdakwa, pembacaan tuntutan, pledoi (pembelaan), replik, duplik, hingga pembacaan putusan oleh hakim. Masing-masing agenda sidang punya tenggang waktu satu minggu. *** Tak sulit bagi Suratno mengubah suasana persidangan. Hanya dalam tempo lima menit, Ia bisa membuat pengunjung yang semula tenang, menjadi ribut. Saat ia membuka dan membaca lembaranlembaran terakhir surat keputusan majelis hakim, pengunjung bertanyatanya. Pasalnya, Suratno berkata bahwa Arif terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Namun di kalimat selanjutnya, ia bilang tindakan Arif tak memenuhi unsur pidana.Barulah di kalimat terakhir Suratno membuat semuanya menjadi jelas. Majelis hakim membebaskan Arif dari tuntutan. Barang bukti berupa pisau lipat dikembalikan. Pengadilan pun mewajibkan negara merehabilitasi nama baik Arif. Belum selesai Suratno membaca putusan, pekikan dukungan telah lebih duluSuratnomembahana.punya alasan mengapa ia dan dua hakim anggota lainnya, Maskur, dan Nuryanto, membebaskan Arif. Mereka mengambil keputusan setelah mempertimbangkan latar belakang UU Darurat dan UU Nomor 81 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Suratno dan kawan-kawan menilai tak ada unsur-unsur pidana dalam perbuatan Arif. Ini terungkap dalam fakta persidangan, bahwa Arif tak memiliki musuh, dan saat itu tak ada konflik di masyarakat. Secara materil, perbuatannya tak tergolong melawan hukum. Arif yang menjadi relawan, secara sosial membantu masyarakat korban erupsi Merapi. Demi kepastian hukum, manfaat, dan keadilan, Arif pun Majelisbebas.hakim berharap, dengan adanya putusan ini, masyarakat tak perlu takut membawa senjata tajam jika memang tak dimaksudkan untuk tindak pidana.Setelah palu diketuk, orang-orang berhamburan mengucapkan selamat dan memeluk Arif. Saya yang sudah dua bulan mengikuti kasus ini ikut larut dalam luapan emosi. Dada saya bergetar. Di luar ruang sidang, Arif, Brotoseno, dan seluruh kuasa hukum berdiri di depan kerumunan massa. Selain menjelaskan keputusan sidang, Brotoseno dan sejumlah penasehat hukum Arif mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan. Brotoseno mengingatkan relawan agar jangan takut membawa pisau lipat. “Kalau perlu kita


| KOBARkobari Ahmad
Ahmad Ikhwan Fauzi | KOBARkobari
PirantiPelestari
KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
|
Yang Hampir Punah
Budaya
SenjaWalauBertahanMasih
T. Ichtiar Khudi A. Ikhwan Fauzi KOBARkobari
Mbah Karto bersimpuh di teras rumahnya, Dusun Pandes, Kelurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Di sekitarnya, berserakan bilah-bilah bambu sepanjang 30 sentimeter. Kardus bekas yang dibeli dari toko kelontong, berserak di sampingnya. Benang kenur, jarum, pisau, serta gunting, siap sedia di sela punggung dan dinding Tangannyarumahnya.trengginas memotong kardus dengan gunting usangnya. Hasilnya menyerupai tokoh pewayangan. Saya sempat terbelalak. Ia menggunting kardus itu tanpa sketsa. Wayang dari kardus sudah terbentuk. Setelah itu, ia mulai membelah satu bilah bambu. Sekitar 10 centimeter saja. Belahan itu digunakan untuk menjepit wayang tadi. Belum usai, ia menjahit kardus itu dengan benang kenur. Matanya tak mampu memasukkan ujung benang melalui lubang jarum. Sang cucu yang masih TK nol kecil, menawarkan diri membantunya. Benang sudah menjadi kesatuan dengan jarum. Mbah Karto mulai menjahit wayang-wayangan itu agar menyatu dengan bambu. Proses akhirnya, mbah Karto harus menggambar wayang kardus. Agar wayang itu mirip aslinya. Sayang, ibu delapan anak itu tak bisa menggambar. Untung ada anak pertamanya, Katiyem. Ia yang membantu mbah Karto menggambar di wayang kardus. Dengan bambu yang ujungnya runcing, Katiyem menggoreskan nopal, semacam pewarna pada wayang kardus.Sudah sejak bocah, mbah Karto berkecimpung dalam kerajinan wayangwayangan. Keterampilannya ia dapat dari orangtuanya. Saat muda, ia bersama suaminya sempat merantau di Purworejo guna menjual mainan tradisional. Aktifitas yang rutin mereka lakukan di bulan Ramadhan dan kembali ke kampung saat lebaran.Sekarang ia sendiri. Suaminya telah




Ahmad Ikhwan Fauzi | KOBARkobari
Mbah Karto
Rupa Wayang lama menarik nafas penghabisan. Menurut kartu keluarga, usia mbah Karto sudah 96 tahun.“Satus seket. Wes tuwo,Mas”, jawab mbah Karto saat saya bertanya usianya.Mbah Karto tak kuat lagi berkeliling. Kakinya sudah tak kuasa menapak jauh, berjualan mainan hasil karyanya. Ia hanya membuat. Tetangga-tetangga mendatanginya, membeli mainan tradisional untuk dijual lagi. Dari tangannya, ia melepas wayangwayangan seharga 600 rupiah per biji. Biasanya, tetangganya membeli sekitar 50 buah. Namun, itu tak berlangsung tiap hari. Kadang seminggu, kadang lebih. Dulu hasil penjualannya bisa untuk hidup sehari-hari. Tidak bila dibawa pada kehidupan era ini. Terlibas perkembangan teknologi dari mainan modern. Mbah Karto, wanita senja pembuat wayang-wayangan. Keterampilan itu tak bisa mengisi perutnya lagi. Kenapa masih bertahan? “Ben ora ilang,Mas, budaya pewayangane”, pungkas mbah lima cucu itu.q
9KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari




Universitas Islam Indonesia (UII) memberikan berbagai macam program beasiswa bagi mahasiswanya yang menempuh studi di UII. Salah satunya adalah beasiswa Abdul Kahar Mudzakkir Sarjito (AKMS), beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu. Rektor telah menetapkan dan merevisi prosedur dan kriteria beasiswa melalui SK rektor nomor 49 tahunYogi2006.Prasetya, salah seorang mahasiswa kurang mampu mengaku belum mendapatkan beasiswa AKMS. Ia baru mengetahui ada beasiswa untuk mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa. Setelah menyeleksi, jurusan kemudian menyerahkan kembali nama calon penerima ke universitas. “Prodi yang berwenang untuk menilai dan merekrut mahasiswa yang pantas untuk mendapatkan beasiswa. Prodi juga berperan sebagai fasilitator bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan bantuan keringanan biaya dalam bentuk beasiswa,” ungkap Nurcholis, Kepala Jurusan Ekonomi Islam. Mengenai sosialisasi, Nurcholis ikut berkomentar. Menurutnya, setiap tahun ajaran baru, jurusan sudah melakukan sosialisasi tatap muka dan menempelkan pengumuman. “Biasanya mahasiswa yang menyobek media sosialisasi yang kami sediakan,” paparnya.TitoYuono, Kepala Jurusan Elektro mengaku sosialisasi di jurusannya tidak mendapatkan umpan balik dari mahasiswa. Ia pun berinisiatif melihat database penghasilan orang tua, untuk kemudian direkomendasikan menerima beasiswaBeasiswaAKMS.AKMS terbagi menjadi dua jenis yaitu tipe I dan tipe II. Yang membedakan dari dua jenis ini adalah
10 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
Beasiswa AKMS Tak Tepat Sasaran
Penyaluran beasiswa Abdul Kahar Muzakkir Sarjito (AKMS) bagi mahasiswa belum tepat sasaran. Apa penyebabnya ? mahasiswa kurang mampu setelah kami wawancarai. Yogi mendapatkan biaya kuliahnya dari sang kakak. Ia pun bekerja di warung internet untuk meringankan pengeluaran. Menurut Yogi, sosialisasi yang dilakukan oleh kampus tidak maksimal. “Sejauh ini saya masih belum menemukan bentuk sosialisasi terbuka yang dilakukan oleh pihak jurusan maupun fakultas. Yang terlihat hanya beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) dan PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) saja,” ungkap mahasiswa jurusan Teknik Informatika angkatan 2009 ini. Berdasarkan pantauan Kobarkobari, hanya ada pengumuman beasiswa BBM dan PPA saja di sudut-sudut fakultas di UII. Tak ada penjelasan mengenai beasiswa AKMS. A.F Junaidi, selaku Direktur Kemahasiswaan memaparkan, pihak universitas sudah melakukan sosialisasi melalui portal resmi milik UII, uii.ac.id. Selain itu ia mengakui telah menjalin kerjasama dengan para Dekan di UII untuk sosialisasi. “Universitas sudah menyediakan portal seputar informasi beasiswa, jadi tergantung mahasiswa aktif nggaknya mencari informasi beasiswa,” ujarnya. Berdasarkan data dari Direktorat Kemahasiswaan, ada 152 orang dari seluruh fakultas yang telah mendapatkan bantuan sejak tahun ajaran 2007/2008 hingga 2009/2010. Dadan Muttaqien, Dekan Fakultas Ilmu Agama Islama (FIAI) membenarkan bahwa Rektorat telah menyampaikan sosialisasi beasiswa AKMS. Dekanat kemudian melanjutkan informasi ini ke Kepala Program Studi (Prodi). Pihak jurusan yang selanjutnya mengelola dan menyeleksi jumlah nominal yang diterima oleh mahasiswa. Setiap fakultas punya besaran dana yang berbeda. Sesuai surat Wakil Rektor untuk Dekan di setiap fakultas yang ada di UII, ada dua kriteria penerima beasiswa AKMS. Yaitu mahasiswa dari keluarga tidak mampu dan mempunyai IPK minimal 2,50. UII menghimpun dana beasiswa dari dua sumber, internal dan eksternal. Internal berasal dari sedekah para dosen dan karyawan sebesar dua setengah persen dari total gaji. Sedangkan sumber eksternal didapat dari beberapa instansi yang sifatnya tidak mengikat. Selain mengajukan beasiswa, eh nggak tahunya namaku sudah tercantum di daftar penerima beasiswa AKMS”, ujarnya.q
Perdana K. W. J. P. | KOBARkobari dari instansi, tahun ini pemerintah juga mengucurkan dana sebesar dua miliar rupiah untuk beasiswa. Bachnas, Wakil Rektor III mengklaim hibah ini merupakan yang terbesar untuk perguruan tinggi seIndonesia.SelainYoga, ada beberapa kasus lain yang menguatkan beasiswa AKMS tak tepat sasaran. Sudarman, mahasiswa Teknik Elektro 2009 mendapatkan beasiswa AKMS meski ia merasa tak mengajukannya ke pihak jurusan. Sudarman mengakui bahwa orang tuanya secara finansial masih mampu membiayai kuiahnya. “Dulu aku sempat kaget tiba-tiba mendapatkan beasiswa ini, setelah aku tanyakan ternyata Kajur (Kepala Jurusan) aku yang merekomendasikan beasiswa ini. Secara ekonomi dibilang mampu ya mampu dan dibilang enggak mampu ya gitu lah mas,” ungkapnya. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Yuniken Laily Dewi mahasiswa Ekonomi Islam angkatan 2009. Yuniken tak pernah mengajukan diri untuk mendapatkan beasiswa AKMS, namun tanpa disadari namanya tercantum sebagai penerima beasiswa tersebut. “Dulu niatnya cuma mengantar teman buat Oleh Bethriq Kindy Arrazy Reportase bersama KhairulFahmi


11KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 Fauziyah Dani F. | KOBARkobari





HANYAVERSIKOBARDOWNLOADKOBARIVERSIPDFDIlpmhimmahuii.org
12 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011


Oleh Bastian Galih Istyanto Pada bulan Februari 2009, UII menandatangani nota kesepahaman dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan ESDM (Dinas PUP ESDM) Propinsi DIY. Dalam nota tersebut, Dinas PUP ESDM menunjuk UII sebagai mitra penelitian alat prediksi gempa Atropatena. Dinas PUP ESDM mendatangkan alat ini dari International Academic of Science (IAS) Austria. Indonesia merupakan satu dari tiga negara selain Azerbaijan dan Pakistan yang menjadi lokasi penempatan Atropatena. Alat ini dibuat oleh ilmuwan asal Azerbaijan, Elchin Khalilov. Dalam nota kesepahaman, UII berkewajiban menanggung biaya operasional dan honorarium bagi dosen UII yang menjadi peneliti.Menurut Moch. Teguh, Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Minimnya dana dari Rektorat karena biaya operasional Atropatena yang tinggi dan tidak masuk dalam anggaran UII. Rektorat Dekan FTSP, Prof. Ir. Moch. Teguh, MSCE, Ph.D., menunjukan surat perjanjian tentang Atropatena antara rektor UII dengan gubernur DIY, Senin (18/4). Awalnya Atropatena diletakan di FTSP. Seringnya mati lampu, membuat pihak FTSP memindahkan Atropatena ke Kantor Pusat Informasi Pengembangan Permukiman Dan Bangunan (PIP2B).
Moch. Ari Nasichuddin | KOBARkobari selalu menolak jika FTSP meminta dana. FTSP sendiri juga kewalahan untuk membiayai penelitian Atropatena, karena tak memiliki dana yang cukup. Ditemui di ruangannya, Eskar Trimurti selaku Direktur Keuangan UII menyampaikan bahwa dana penelitian Atropatena memang tak masuk anggaran UII, sehingga tidak pernah ada pembahasan dana atropatena. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa biaya operasional dibebankan ke FTSP, karena secara teknis merekalah yang melakukan penelitian. Eskar juga mengaku kalau pihak FTSP tak pernah mengajukan permohonan dana. Ia pun bilang bahwa soal dana penelitian merupakan wewenang dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM). Rektorat sempat beberapa kali menurunkan dana untuk atropatena. Namun, berdasarkan rekam data yang dimiliki Eskar, hanya tercantum satu kali penurunan dana, yaitu bulan Agustus 2009. Jumlahnya sebesar tiga juta tujuh ratus ribu rupiah.
Anggaran
DanaMinimnyaPenelitian Atropatena untuk penelitian belum menjadi prioritas di kampus kita
Direktur DPPM, Widodo punya alasan soal minimnya dana penelitian di UII. Menurutnya, identitas UII yang termasuk teaching university dan bukan riset university menjadi penyebabnya. DPPM hanya menurunkan dana yang sifatnya memberi rangsangan penelitian. Sedangkan untuk dana yang sifatnya jangka panjang, peneliti harus memanfaatkan dana dari luar melalui proposal yang akan difasilitasi oleh DPPM. Kucuran uang biasanya datang dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Lebih lanjut, Widodo merasa tak ada komunikasi yang terjalin antara DPPM dan Rektorat soal pembiayaan penelitian Atropatena. Setidaknya sejak ia menjabat, bulan Juni 2010.Ketua Tim Peneliti Atropatena sekaligus dosen FTSP, Widodo, mengaku secara umum UII tak lagi intens ikut serta dalam penelitian. Ini karena alat tersebut telah dipindahkan ke Kantor Pusat Informasi Pengembangan Pemukiman
1KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011


Oleh Anugerah I.R Paputungan (Pemimpin Redaksi Kobarkobari/ Mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan 2007)
ia nyaris tak punya nilai tawar. Walau faktanya, sekali lagi, si buruhlah yang mengubah nilai suatu bahan mentah menjadi komoditas. Bukan si bos. Perbedaan antara siapa yang memiliki kuasa dan tidak adalah dasar dari teori kelas. Meski pada akhirnya, akses kuasa yang timpang akhirnya melahirkan ketertindasan. Borjuis yang menjadi si kuat, dan proletar yang menjadi si lemah. Borjuis yang menjadi penguasa, proletar yang menjadi wong cilik.
Meski konteks gagasan Karl Marx adalah kelas dalam lingkup masyarakat ekonomi, namun faktanya, gagasannya bisa menjadi cara pandang tersendiri dalam struktur sosial masyarakat. Inilah yang sebut sebagai sudut pandang luas menurut kacamata saya. UII Saya mengajak anda sebagai mahasiswa dan civitas UII untuk mencoba melihat struktur sosial di kampus kita. Seperti yang saya utarakan di atas, teori kelas berpusat soal akses kuasa. Ada Rektorat, ada yayasan, ada mahasiswa, dan ada karyawan. Ada banyak struktur sosial di kampus kita. Di bidang akademik misalnya, Rektorat dan Yayasan menjadi borjuis, mahasiswa menjadi proletar. Jika kuliah bisa kita sebut sebagai ‘kerja’, maka sebenarnya belajar kita adalah ‘kerja’ untuk mendatangkan modal yang berlipat bagi kampus. Kita kuliah, maka tentunya kita wajib pula membayar SPP. Semakin banyak yang kuliah, maka uang SPP yang terkumpul semakin banyak pula. Tentunya ini menjadi berkah tersendiri bagi kampus—dalam hal ini Rektorat dan Yayasan—yang memang menginginkan keuntungan dan akumulasi kapital yang berlipat. Ini pula yang membuat Rektorat dan Yayasan memiliki akses kuasa yang lebih dibanding dan Bangunan (PIP2B). Alat ini dipindah, karena di kampus terpadu yang menjadi lokasi awalnya, sering mati listrik. Hal ini mendapat komplain lansung dari Khalilov , karena dapat merusak perangkat lunak Atropatena.Meski dipindah, sesuai dengan nota kesepahaman, UII tetap memiliki kewajiban ikut dalam penelitian. “Bisa diakui, tidak ada seorang pun yang full time mengurus, menangani, dan mempelajari secara langsung Atropatena,” ujar Widodo. Ia sesekali menyempatkan diri ke kantor PIP2B untuk memantau dan meneruskan penelitian. Widodo menambahkan, faktor jarak yang jauh dari kampus UII juga menjadi kendala. Selain itu, penelitian Atropatena yang memakan waktu lama dan masih dalam tahap pengembangan, juga mempengaruhi komitmen para peneliti dan orang yang tidak terjun langsung di lapangan.Kata Widodo, hingga saat ini belum ada manfaat langsung untuk mahasiswa karena mahasiswa dianggap
belum memiliki kemampuan untuk memahami atropatena. Hanyadoktor doktor dan profesor di fakultas tersebut juga bisa belajar tentang ilmu kegempaan. selain itu,kerjasama dengan IAS dapat menaikan akreditasi. BerdasarkanBerdasarkandatadata dari nota kesepahaman tahun 2009, ada 12 peneliti Atropatena yang merupakan gabungan dari dosen UII dan Dinas PUP ESDM. Tim ini terdiri dari Ketua, lima orang anggota, lima orang pengarah, dan dua orang pembantu pelaksana. Wahyudi, peneliti dari Dinas PUP ESDM membenarkan pernyataan Widodo. Menurutnya, hanya ia dan Widodo yang masih intens meneliti Atropatena. Awal mula kedatangan Atropatena ke Indonesia berawal dari ketertarikan Junun, seorang profesor dari Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM). Ia pun mendapat restu dari Gubernur DIY untuk mendatangkan alat ini ke Yogyakarta. Rencananya, Pemprov DIY akan bekerjasama dengan UGM. Namun karena tak mendapat Reportase bersama Moch. Ari Nasichuddin dan Alissa Nur Fathia restu dari Rektor UGM, akhirnya penelitian Atropatena dialihkan ke UII. Selain membiayai operasional, UII juga berkewajiban menyediakan Sumber Daya ManusiaDalam(SDM). proses penelitian, UII melalui dosennya mendapat tugas untuk mengirimkan data rekaman dari alat prediksi gempa, Atropatena. Rekaman ini diperoleh dari aktifitas anomali kegempaan yang dibaca atropatena. Hingga saat ini, masih terjadi perdebatan soal tingkat akurasi Atropatena dalam memprediksi gempa. Tahun lalu, gempa yang terjadi di Mentawai tak dapat dideteksi Atropatena. Namun tujuh hingga sepuluh hari sebelum gempa yang mengguncang Jepang beberapa waktu lalu, Atropatena mampu mendeteksinya. q
14 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
Saya tertarik dengan sebuah kelompok diskusi di jejaring sosial facebook. Namanya ‘Baca Marx yuk’. Di sana, para partisipan mengupas tuntas segala macam tentang Karl Marx. Mulai dari pemikirannya, sejarahnya, hingga perkembangan ideologi gerakan kiri. Siapa saja bebas ikut serta. Saya sangat antusias dengan salah satu pokok bahasan. Teori kelas. Jujur, saya belum membaca Das Kapital, karya paling fenomenal Karl Marx. Tapi tak ada salahnya mencoba memahaminya melalui orang yang sudah membaca. Saya mencoba menguraikan apa yang saya pahami. Pertama, kita melihat melalui sudut pandang sempit Das Kapital. Teori kelas berkutat soal perbedaan strata sosial akibat dari struktur ekonomi kapitalis. Ada kelas borjuis dan proletar. Borjuis adalah kelompok yang menguasai alat-alat produksi. Mereka mengandalkan modal (kapital) dan kerja fisik kaum proletar untuk mengumpulkan kekayaan tanpa batas, bukan sekadar memenuhi kebutuhan hidup. Ilustrasinya sama seperti seorang bos dari sebuah industri besar dan buruhnya. Si bos dari tahun ke tahun semakin kaya. Dalam waktu singkat, modalnya semakin berlipat. Ia tinggal berleha-leha dan duduk di kursi nyaman. Tanpa mengucurkan keringat, ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah masuk ke kantongnya. Berbeda dengan si buruh. Setiap hari, ia harus rela banting tulang mengolah bahan mentah menjadi komoditas siap pakai. Gajinya pas-pasan. Lingkungan kerja tak nyaman. Walau sebenarnya kerja fisiknya yang mengubah nilai suatu barang, namun seluruh keuntungan masuk ke kantong si bos. Dari fenomena inilah kita bisa melihat apa yang disebut ‘kelas’. Si bos yang selalu menentukan apa yang harus dikerjakan buruh, dan komoditas apa yang harus dihasilkan. Si buruh tak punya kuasa. Bahkan, untuk menentukan besar gajinya pun
UII dan Teori Kelas Karl Marx


Inilah kelas terpilih. Mereka berani mengambil sikap melawan borjuis, dan mengajak proletar untuk merebut hak mereka. Disebut intelektual, karena merekalah kelompok yang punya ‘pengetahuan’. Mereka mengerti di mana titik lemah borjuis, bagaimana menarik simpati proletar, dan bagaimana menggalang dukungan. Peran ini sebenarnya bisa diemban siapa saja yang sadar akan ketertindasan proletar. Apabila kita sesuaikan dengan kondisi di kampus kita, maka masing-masing struktur sosial punya kelas intelektual sendiri. Di bidang akademik misalnya, lembaga mahasiswa dapat mengambil peran sebagai kelas intelektual. Mereka bisa mengambil peran sebagai pembela hak mahasiswa kebanyakan. Kelompok ini bisa menggalang dukungan mahasiswa kebanyakan untuk memprotes ‘kesewenangan’ rektorat. Menuntut pembangunan fasilitas yang memadai, memberi saran perbaikan kurikulum, hingga melawan kenaikan SPP yang sepihak. Mahasiswa juga bisa menjadi kelas intelektual atas ‘ketertindasan’ karyawan dari pihak Rektorat dan Yayasan. Sebagai kaum yang punya ilmu, kita bisa menjadi corong bagi karyawan. Bersama-sama, kita bisa memprotes gaji kecil karyawan, tunjangan mereka yang tak sesuai, atau pengabdian mereka yang tak dihargai. Lantas, siapa yang bisa menjadi kelas intelektual bagi kondisi sosial mahasiswa? Ya siapa saja. Orang-orang lembaga bisa, orang-orang non lembaga juga bisa. Beberapa waktu lalu, saya membaca selebaran dari kelompok yang menamakan dirinya Provoc. Mereka mengkritik Dewan Permusyawaratan Mahasiswa dan Lembaga Pers Mahasiswa. Secara tak langsung, mereka mengambil peran sebagai kelas intelektual. Menyadarkan mahasiswa kebanyakan, akan kinerja lembaga yang kian tak beres. Pilihan juga berlaku bagi mahasiswa yang ada di lembaga. Mau menjadi kelas borjuis atau kelas intelektual. Jika pilihan jatuh pada opsi pertama, maka silakan duduk manis, tak usah melakukan apa-apa, dan harus siap menerima kritik. Kalau memilih opsi kedua, maka turunlah ke lapangan, jaring aspirasi, dan suarakan keinginan mahasiswa kebanyakan. Serta siap melawan mahasiswa lembaga yang memilih menjadi borjuis. Keputusan ada di tangan masing-masing. Teori kelas terus berlaku selama ada penindasan. Karl Marx mungkin tak pernah menyangka, gagasannya juga berlaku untuk sebuah universitas islam. Karena memang pemikiran dan pengetahuan tak terikat dimensi waktu dan ruang. Iya kan? q
1KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011 mahasiswa. Mereka bisa menentukan, gedung apa yang harus dibangun, fasilitas apa yang harus ditambah, dan apa yang perlu dibenahi dari kurikulum. Kita sebagai mahasiswa, tak punya kuasa untuk itu. Kita sebagai proletar, harus menerima keputusan dari borjuis. Meski secara fakta, ‘kerja’ kitalah yang mendatangkan uang. Kita yang membuat mereka ‘hidup’ dan menyebut diri mereka Rektorat dan Yayasan. Itu baru satu contoh saja. Ada kasta sosial lain. Antara Rektorat dan Yayasan dengan karyawan. Meski secara kerja fisik karyawan mengucurkan keringat lebih banyak, mereka tak bisa menentukan berapa jam mereka harus kerja, berapa gaji mereka, dan berapa tunjungan mereka. Karyawan lagi-lagi harus menerima kebijakan Yayasan dan Rektorat yang secara tak langsung kembali menjadi borjuis. Walau sebenarnya, kedua kelompok ini memiliki tugas yang sama. Kerja menghidupkan UII. Tapi mengapa ada yang menjadi lebih superior? Yang tak kalah penting, adalah struktur sosial di antara mahasiswa sendiri. Tanpa kita sadari, lembaga mahasiswa membentuk diri mereka menjadi borjuis kecil. Sama-sama membayar dana kemahasiswaan—yang besarnya rata-rata 40 ribu per tahun—tetapi akses kuasa hanya berpusat pada sekelompok orang di lembaga mahasiswa. Hanya mereka yang punya hak menggunakan dana kemahasiswaan yang totalnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Dalihnya, penggunaan uang juga untuk kepentingan mahasiswa. Mahasiswa yang mana? Bagi anda mahasiswa yang tak berkecimpung di lembaga, bertanyalah pada diri anda, apakah anda merasakan manfaat dari dana kemahasiswaan yang anda bayarkan? Hanya mahasiswa di lembaga pula yang bisa membuat kebijakan. Mereka yang menentukan program apa yang layak diberikan untuk mahasiswa kebanyakan. Atau bahkan tak usah ada program, toh tak akan ada yang protes. Dana kemahasiswaan pun bisa mereka naikkan. Legitimasinya, tentu pemilihan wakil mahasiswa. Meski hanya seperempat dari 15 ribu mahasiswa yang memilih, mereka mengatasnamakan mahasiswa kebanyakan. Ini menjadi semacam cap ‘halal’ atas segala tindakan mereka. Kritik ini buat temam-teman yang aktif di lembaga, termasuk saya. Mulailah kita refleksi, janganjangan apa yang sudah kita perbuat, tak memberikan manfaat untuk mahasiswa kebanyakan. Dari tiga ilustrasi di atas, kita bisa melihat betapa borjuis punya kuasa atas proletar. Mereka memiliki kekuatan tak terlihat. Namun, kata Karl Marx, kita bisa merubah kondisi ini. Harus ada yang bisa menyadarkan kaum proletar atas ‘kesewenangan’ borjuis. Kelompok penyadar menjadi satusatunya harapan akan perubahan dan tercapainya hak-hak kaum proletar. Ini yang Karl Marx sebut sebagai kelas intelektual.
Kelas Intelektual


Menjadi wakil dari mahasiswa dalam jajaran legislatif tentu menjadi nilai tawar tersendiri dalam sebuah pergerakan mahasiswa. Banyak hal yang akan didapatkan saat menjadi wakil mahasiswa, mulai dari pengalaman, popularitas hingga hal-hal lain yang di luar nalar kita semua. Dan sudah menjadi tulisan mati manusia yang setiap kegiatannya pasti dilatarbelakangi banyak motif. Pertanyaannya adalah siapa yang dari jajaran legislatif yang benar-benar punya motif dan niatan yang lurus? Orasi dalam rangkaian Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum belajar di Kelima,kost/rumah.soal birokrasi. Kami menginginkan adanya struktur akademik yang memuat foto dan identitas dosen atau karyawan. Sehingga ada kejelasan mengenai posisi dan fungsi. Semoga kritik dan saran kami dapat membangun fakultas kedokteran menjadi lebih baik. Wassalam. H. Dadang Erianto dan Imammuddin Mahasiswa PendidikanJurusanDokterAngkatan2007 (KPU) di kampus telah menunjukkan bahwa niat dari teman-teman legislatif banyak yang dilatarbelakangi oleh motif tertentu. Pengembangan pribadi sebagai bentuk eksistensi pribadi, pemegang estafet kedigdayaan ‘kelompok’ tertentu atau bahkan hanya ‘genep-genep’ formasi legislatif? Semua bisa saja benar atau salah 100%. Karena pada dasarnya kita juga tidak terlepas dari motif perjuangan dalam hal ini dedikasi, murni pengembangan dan penonjolan pribadi eksibisi atau lebih dari itu semua merupakan bentuk eksistensi dari budaya dan kekuatan yang dilanjutkan. Dan sebenarnya apapun motif di balik jajaran legislatif tidak akan menjadi titik kegagalan jika dari para legislatif yang terhormat ini benar-benar memegang komitmen mengembangkan birunya almamater kita, bukan yang lainnya. Menjadi doa kita bersama almamater kita menjadi jauh lebik baik dari sebelumnya bukan malah terpuruk dalam permasalahan internal yang terus menggelayut. Saatnya kita bangkit, tinggalkan banyak kepentingan. Hidup Mahasiswa!!! Hidup Mahasiswa!!! kasi?EkshibisiEksistensi,danDediMahasiswiKartikasariJurusan Psikologi Angkatan 2008
Antara
1 KOBARKOBARI EDISI 149 // XIV // MEI 2011
Kritik dan Saran Untuk FK
Dian
Kami ingin menyampaikan saran dan kritik untuk fakultas kami, fakultas kedokteran. Ada beberapa fasilitas dan sistem yang menurut kami tak efektif. Pertama, soal koneksi internet dan wifi. Di ruang diskusi tutorial, perpustakaan, labkom, dan area sekitar FK, koneksi lambat dan putus-putus. Kedua soal situs fkuii.org, Situs ini seharusnya memuat rincian nilai yang lengkap, faktanya beberapa nilai keterampilan medik tak tercantum.Kedua,soal beberapa AC dan absensi elektrik (atau entah apa namanya) di ruang tutorial yang tak berfungsi. Ketiga, soal fasilitas penunjang perkuliahan seperti buku-buku di perpustakaan FK yang sedikit dan nyaris tak update. Perpustakaan ini pun tak dilengkapi fasilitas pencari buku. Juga dengan beberapa alat keterampilan medik yang kurang lengkap. Mudah-mudahan fakultas bisaKeempat,menambahnya.soalsistem dalam kegiatan akademik. Ujian keterampilan medik seyogyanya memiliki prosedur tetap penilaian yang jelas, agar tak ada unsur untung-untungan dalam ujian. Selain itu, kami juga mengkritik sangsi bagi mahasiswa yang tidak membawa kartu ujian. Denda lima puluh ribu tergolong mahal. Kami juga berharap biaya inhal gratis atau tidak memberatkan. Saat ujian tulis kami juga meminta agar soal bisa dibawa pulang, supaya kami bisa


