Buletin KOBARKobari Edisi 148/XIV/Maret 2011 - Balada Arif Johar

Page 1

Arif Johar

Arif Johar tak pernah menyangka akan masuk bui. Saat perjalanan ke Polres Sleman pun, firasat buruk tak ada di pikirannya. Bahkan ketika diperiksa oleh pihak kepolisian, ia mengira hanya berupa pendataan administrasi dan langsung dipulangkan. Namun dugaannya meleset. Arif kini dituntut melanggar Undang-Undang Darurat no. 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam oleh Kejaksaan Negeri Sleman. Ia diancam kurungan 10 tahun.

yang selama ini menjadi peralatannya saat mengevakuasi. Tanpa melawan, ia pun mengikuti kemauan sang polisi yang ingin membawanya ke Polres. “Katanya untuk pendataan Mas,” tutur Arif saat kami temui di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, 17 Februari 2011. MeskibisadigunakansebagaiMeskibisadigunakansebagai korek api dan senter, menurut polisi, Arif melanggar aturan kepemilikan senjata tajam. Sampai di Polres Sleman, polisi langsung membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuknya. Namun Arif masih mengira pembuatan BAP adalah pendataan yang dimaksud. Uniknya, meski tuntutan kurungan lebih dari lima tahun, Arif diperiksa penyidik tanpa didampingi kuasa hukum. Ada dua pandangan mengenai hal ini. Seperti yang

Balada

 Edisi 48 | Tahun Ke-4 | Maret 20 e-mail : himmah_media@mailcity.com, sites : http://lpmhimmahuii.org

Bagaimana seorang mahasiswa UII cum relawan bisa terjerat kasus hukum?

Oleh Anugerah I.R. Paputungan Semua berawal dari operasi yang dilakukan Polres Sleman, 23 November 2010 malam. Saat itu, Arif aktif menjadi relawan erupsi Gunung Merapi bersama rekan-rekannya di klub motor Honda CB. Usai membakar bangkai ternak di Balerante, Klaten, Arif bergegas pulang ke kosnya di Jalan Seturan, Sleman. Malang bagi Arif, perjalanannya harus terganggu. Ada operasi gabungan Kepolisian Resor (Polres) Sleman. Polisi kemudian menemukan pisau lipat (multi tool)

T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Arif Johar Cahya Permana terlihat di mobil tahanan Kejaksaan Negeri Sleman, saat bersiap menuju lembaga pemasyarakatan cebongan, selasa 8 Maret 2011. Hari itu, Pengadilan Negeri Sleman memutuskan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Arif Johar. Ia pun bisa pulang ke rumah setelah 3,5 bulan mendekam di Polres dan Lapas.

alat pendeteksi panas. Alat ini untuk jaga-jaga jika ada lahar yang turun sewaktu-waktu. Untuk memudahkan aktivitas di lapangan, lima hingga enam orang anggota ditemani satu marinir. Pagi itu, Dedy sekelompok dengan Arif. Dari Gondang, mereka bergerak bersamasama menuju Balerante. Bagi Dedy, Arif adalah yang terbaik dari anggotanya. Ia memberi Arif tanggung jawab untuk urusan logistik. Namun Arif kerap ikut membantu evakuasi dan membakar bangkai ternak. “Orangnya semangat, disuruh apa saja mau,” kata Dedy. Hari itu, kelompok Dedy dan Arif membakar 15 ekor bangkai ternak. Lebih banyak dibanding biasanya. Saat membakar itulah Dedy dan Arif menggunakan pisau lipat. Mereka memakai pisau untuk memotong tali yang melilit leher ternak. Alat ini yang kelak mengirim Arif ke pengadilan. Sekira jam empat sore, tim kembali ke posko di Gondang. Mereka melakukan evaluasi yang dilanjutkan istirahat. Selepas isya, anggota posko tak bisa berleha-leha. Masih ada kegiatan yang lain. Mereka bikin trauma healing Semacam kegiatan untuk memulihkan mental para pengungsi setelah bencana. Malam itu, para relawan mengadakan pemutaran film. Arif masih ikut serta. Barulah hampir tengah malam, Arif pamit. Ia ingin pulang ke kosnya di Seturan karena besoknya harus kuliah. Malam itu menjadi malam terakhir Arif di Posko CB. Upaya Pembebasan Kamis, 17 Februari. Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam. Kami menemui Marsum dan Sunarti, orang tua

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 20112 Dewan Redaksi: M. Jepry Adisaputro, Wening Fikriyati . Pemimpin Redaksi: Anugerah I. R. Paputungan Sekretaris Redaksi: Lufthy Z. Redaktur Foto: Setiyaji Widiarto. Staf Redaksi: Arya Nugroho, Bayu Hernawan, Fajar N. S., Zaitunah Dian S., Deden A. Fotografi: Ahmad Ikhwan Fauzi, T. Ichtiar Khudi A., Putri D. A., M Naufal F. Penelitian dan Pengembangan: Rahmi Utami Handayani, Rina Sari Utami., Nuraini A. L., Khairul F.NurNur Haris A Rancang Grafis: Indira Prydarsini, Robby S., Perdana K. W. J. P., Yusuf W. Perusahaan: Ricky Riadi Iskandar, Siti Maemunah, RR. Flaury Calista D. P., Fitri A., Gesta D. B. PSDM: Rama Pratyaksa, A. Pambudi W., Arrofin Damaswara, M. Bachtiar R., Adib Nur S., Yunanda., Adisty A. A. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, Dwi Kartika Sari., Diana W. N. , B. Kindy Arrazy. Magang: Moch. Ari N., Bayu Putra P., Mellysa Virgin N.R., Fauziyah Dani F., Robithu Hukama, Alissa Nur Fathia, M. Hanif Alwasi, Galih Sapta W., Indah Eka S., Novita Agustiana, Erlita F., Citra Ayu Lestari, Herlina, Aulia Choiril F., Bastian Galih I., Dinar Sukma P., Dyah Ayu A., Fitri Andriani F., Embrie Nglun B., Nur Karuniati, M. Khoirul Anshor, Aldino Friga P.S., Silvia Wulandari, M. Alfan Pratama, M. Jeffry A. F., Aji Kurniawan, Rizal Kurniadhi, Marshallino P., M. Marjan Marhum, Achmad Mambaun, Yuliza A., Nadhio Andromeda M., Rafi Dinul Haque, Syafikah Nurul Atiyah, Fitria Nur jannah, Katrin Alifa P., Nahar Prasetyo R., Adhitya Trustha W., Hasta Mufti S., Septiandi Nugroho., Maya Indah C. Putri., A. Satria Budiman. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia Alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085643830277 (Mona, Iklan/Perusahaan), saran dan kritik melalui email: pers_himmah@lycos.com, himmah_media@mailcity.com, http://lpmhimmahuii.org.

Cerita Arif menjadi relawan berawal dari erupsi terbesar Merapi tanggal 5 November. Saat itu kampus UII meliburkan seluruh aktivitas akademik. Arif pun langsung berinisiatif menjadi relawan. Tak ingin jauh dari rumah, ia memilih bergabung bersama anggota klub motor honda CB Klaten. Mereka membuka posko relawan di Kelurahan Gondang, Kabupaten Klaten, tak jauh dari pabrik gula. Ada 20 orang yang mau bekerja tanpa dibayar. Dedy Santoso mengepalai tim. Pria muda sekaligus pendeta. Ia pula yang rela meminjamkan rumahnya untuk dijadikan posko. Sejumlah anggota CB berinisiatif mendirikan tempat ini sejak 28 Oktober 2010. Kegiatan mereka macam-macam. Mulai dari evakuasi, menyalurkan logistik untuk para pengungsi, hingga membakar bangkai ternak. Daerah kerja mereka mulai dari Deles hingga Balerante. Semuanya masuk Kabupaten Klaten. Pagi tanggal 23 November 2010, tak ada yang istimewa bagi para relawan di posko CB. Aktivitas dimulai seperti biasa, pukul enam pagi. Dedy Santoso memberi pengarahan untuk anggotanya. Ia membagi mereka menjadi beberapa tim kecil yang bergerak bersama Marinir dari Surabaya. Relawan CB tak bisa terjun sendirian, karena tak memiliki

Arif, di rumah mereka di Pondok Mulyo, Gergunung, Klaten Utara. Meski sudah larut, Marsum dan Sunarti bersedia membukakan pintu untuk kami. Di ruang tamu, keduanya bercerita bagaimana usaha mereka membebaskan anaknya. Mereka juga mengenang saat-saat Arif menjadi relawan. Sore hari tanggal 24 November 2010, telepon rumah mereka berdering. Di seberang sana terdengar suara Arif. Ia menceritakan kronologis kejadian malam sebelumnya. Kaget anaknya ditahan polisi, selepas magrib, Marsum dan Sunarti bergegas menjenguk anak mereka. Sampai di Polres, Marsum menjelaskan asal muasal kepemilikan pisau lipat. Arif membelinya di toko yang menjual peralatan penggiat alam bebas, tak jauh dari rumah mereka. Ia juga bilang kalau anaknya relawan. Marsum minta anaknya segera dibebaskan. Apalagi Arif ingin ikut Ujian Akhir Semester (UAS). Ternyata cerita Marsum tak sanggup mengeluarkan anaknya dari tahanan Polres. Penyidik beralasan Arif telah menandatangani BeritaAcara Pemeriksaan (BAP), sehingga harus diproses secara hukum. Mereka menyarankan Marsum membuat permohonan penangguhan penahanan melalui Kapolres Sleman. Tiga hari setelahnya, Marsum kembali ke Polres. Ia melampirkan surat rekomendasi dari klub motor Honda CB. Ini sebagai bukti bahwa Arif memang relawan. Meski telah menyerahkan surat rekomendasi, Polres Sleman tetap tak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Marsum untuk anaknya. Ayah Arif tak putus asa. Setelah mendengar Bersambung ke Halaman 4

Tamparan besar bagi UII. Ketika mahasiswanya terjerat kasus hukum yang tak seharusnya menimpa, UII lepas tangan. Kampus kita yang notabene sering mengklaim memiliki salah satu fakultas hukum terbaik di Indonesia, ibarat macan ompong. Gemar berkoar di media nasional, namun tak memiliki aksi nyata. Politik pencitraan yang sangat superfisial. Praktis selama proses hukum Arif, LKBH tak memberikan sumbangsih sedikit pun. Bahkan untuk saksi ahli hukum pidana, harus datang dari kampus lain. Lucunya, tak ada niat baik dari pihak kampus. Keinginan menghubungi orang tua Arif saja tak ada. Bagaimana bisa memberi konsultasi dan bantuan hukum untuk orang lain? menolong ‘keluarga’ sendiri saja tak mampu. Masalah lain terkuak ketika diketahui LKBH UII tak memiliki cukup pengacara. Meski meluluskan ratusan sarjana hukum setiap tahun, LKBH gagal melakukan regenerasi. Suatu hal yang sangat paradoks. Kalau sudah begini, wajar bila kita meragukan ada penerus ksatria hukum UII, macam Mahfud MD, Busyro Muqoddas, atau Ifdhal Kasim. Tak usah muluk-muluk mau menjadi universitas kelas dunia. Lebih baik benahi LKBH kita, dan ubah dulu pola pikir ‘lepas tangan’ menjadi pola pikir yang jauh lebih peduli mahasiswa. diutarakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat persidangan ketiga, 16 Februari, Arif bersedia diperiksa tanpa didampingi pengacara. Namun Arif mengaku tak tahu prosedur hukum yang berlaku. Singkat cerita, malam itu Arif harus mendekam di Polres Sleman. Sejak itulah, ia tak lagi menghirup udara bebas. Hari Terakhir di Balerante

T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari

Selasa, 15 Februari 2011. Meski di kalender tanggal merah, hari itu Fariyanto tak keluar rumah. Ia menghabiskan waktu liburnya bersama istri dan kedua anaknya. Awalnya ia ingin menemani Refa, putri sulungnya yang berumur enam tahun, menyaksikan gerebeg maulud di Masjid Gedhe Kauman. Namun ia harus menunda keinginannya, karena gerebeg maulud diundur esok harinya. Sore itu, bersama istri dan anaknya pula, ia menerima kami. Ia berjanji akan bercerita tentang kisahnya sebagai karyawan kontrak di UII. Fariyanto telah bekerja di UII sejak 15 tahun Fariyantosilam. berkulit putih. Tinggi badannya rata-rata. Rambutnya pendek. Orangnya periang. Kalau berbicara, ia sesekali menyelipkan guyonan dan tertawa. Meski lahir dengan nama Fariyanto, ia punya dua nama panggilan. Tetangga mengenalnya dengan nama Kelik, panggilannya waktu kecil. Kalau di kampus, sapaannya Feri. Rumah Fariyanto terletak di daerah Pakuncen, Yogyakarta. Ia tinggal bersama dua orang saudaranya yang sudah punya istri dan anak. Tiga keluarga dalam satu atap. Feri punya dua anak. Satu putri dan satu putra. Anak sulungnya telah menginjak sekolah dasar. Si bungsu, belum sekolah, umurnya empat tahun. Istrinya, Vita ia nikahi tahun 2003.

*** Ruangan itu berbentuk huruf L. Letaknya persis di bawah tangga sebelah selatan gedung FPSB. Tempat itu biasanya ramai pukul 12 siang, saat jam istirahat karyawan. Suara cengkrama dan derai tawa biasa terdengar. Di tempat ini pula Feri, 15 Tahun mengabdi bukan jaminan bagi Feri untuk menjadi karyawan tetap Oleh Anugerah I. R. Paputungan

*** Semua berawal di tahun 1995. Fariyanto baru lulus dari SMAN Tirtonirmolo. Tak ingin lama menganggur, ia bekerja di sebuah industri ukiran. Tak bertahan lama, setahun kemudian ia beralih pekerjaan menjadi teknisi suara bersama sang kakak. Karena UII menjadi klien tempat ia bekerja, Feri sering mondar-mandir di kampus. Walhasil, tahun 1996, kakaknya yang telah lebih dulu menjadi karyawan di UII, mengajaknya bekerja di kampus. Saat itu, belum ada istilah karyawan kontrak. Yang ada hanyalah honorer. Mereka digaji setiap bulan oleh pihak kampus, namun tak memiliki kontrak yang legal, hitam di atas putih. Feri tak sendirian, ia masuk UII bersama empat orang karyawan lain. Dua orang telah menjadi karyawan tetap, satu orang tak lagi bekerja di UII, dan satu lagi bernasib sama sepertinya, masih karyawan kontrak. Rektorat kemudian menempatkan Feri di jurusan Psikologi yang waktu itu belum menjadi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Ia mengawali kerjanya di UII sebagai petugas parkir. Tak lama berselang, peluang datang dari jurusan. Karena umurnya masih muda, jurusan menawari Feri untuk kursus komputer. Memang dasarnya pintar, Feri langsung menguasainya. Ia pun dipindahkan ke bagian administrasi akademik. Di tahun 1998, kampus mengubah kebijakan terhadap karyawan. Semula, setiap karyawan yang telah lama mengabdi, secara otomatis diangkat menjadi pegawai tetap. Tapi kebijakan yang baru, berbeda. Tak ada lagi pengangkatan otomatis. “Pas saya masuk itu jadi tahun terakhir,” kata Feri. Yang berkeinginan mengubah status menjadi pegawai tetap harus mengikuti seleksi. Bagi yang tak memenuhi kualifikasi, kampus hanya menawari kontrak hitam di atas putih dengan masa kerja tertentu. Karena hanya tamat SMA dan beberapa kali gagal lolos seleksi, Feri harus puas menjadi karyawan kontrak. Ada cerita menarik soal ini. Ia pernah mengikuti seleksi dan bagian SDM rektorat memintanya melampirkan kontrak kerja selama ia di UII. Semua surat lengkap dari tahun 1998, kecuali tahun 20002003. Rektorat pun hanya menghitungnya sebagai karyawan sejak tahun 2003. Feri sempat protes, karena ia memiliki surat kontrak dari tahun 1998-2000. Rektorat tak menggubris, lantaran mereka juga tak memiliki administrasi lengkap soal karyawan. Jika dilihat dari kinerja, sebenarnya Feri memiliki prestasi. Tahun 2005, ia sempat dinobatkan sebagai karyawan terbaik di FPSB. Ada insentif untuk itu. Namun tak seberapa. Di mata Aris Widada, Kepala Divisi Akademik FPSB, Feri pegawai yang baik. Segala macam tugas beres di tangan Feri. Tak heran saat evaluasi kinerja di setiap akhir kontrak, Aris memberi penilaian memuaskan. Feri juga pernah berjasa mengungkap perjokian saat penerimaan mahasiswa baru tahun 2009. Waktu itu, ia bertugas mengawas ujian Computer Based Test (CBT) bagi calon mahasiswa. Ia mulai curiga ketika seorang peserta ujian kerap memegang telinga dan menggeser tempat pensil. Ternyata, terdapat kamera berukuran kecil di tempat pensil, dan ada alat komunikasi tanpa kabel di telinga peserta. Feri pun melaporkannya kepada satpam dan ketua panitia ujian.

Jasa Besar Pria Kontrak

Fariyanto, pegawai kontrak Divisi Akademik Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB). Hingga berita ini ditulis, ia masih berharap pihak universitas mengangkatnya menjadi karyawan tetap.

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 

Feri mendaftar untuk ketiga kalinya. Ia tak mau keinginannya untuk menjadi karyawan tetap, kandas. Feri berharap lama pengabdian menjadi pertimbangan UII untuk mengangkat karyawan tetap. Tak hanya untuknya, tapi juga untuk karyawan kontrak lain yang bernasib sama.q Reportase bersama Taufan Ichtiar Khudi Akbar

Lantas apa bedanya status kontrak dan tetap? Bagi mereka yang statusnya tetap, tak hanya jaminan bekerja di UII hingga usia 55, mereka juga mendapatkan tunjangan pensiun. Pun dengan tunjangan kesehatan, mereka yang tetap memiliki angka persentase biaya ganti kesehatan lebih tinggi dibanding kontrak. Bulan Maret ini, UII kembali membuka penerimaan dan pengangkatan pegawai.

Lanjutan

Surani, Widodo, dan beberapa karyawan lain menghabiskan waktu istirahat siang mereka sambil makan. Mereka berinisiatif sendiri mengumpulkan jatah ‘uang beras’ dan mengelolanya bersama-sama. Sebagian untuk beli beras, sebagian lagi untuk lauk. Alasannya apalagi kalau bukan penghematan. Untuk transportasi, sebagian dari mereka menyiasatinya dengan memilih naik bus UII saban pagi. Konsekuensinya, mereka harus berangkat lebih pagi dan pulang lebih sore. Di ruangan ini pula Feri sering berinteraksi dan mengobrol dengan karyawan lain. Surani memandang Feri sebagai sosok muda dan mau belajar. Ia cepat dalam mengerjakan sesuatu. “Pokoknya orangnya baik lah,” ujarnya. Surani yang telah menjadi karyawan tetap, mengenal Feri sejak tahun 1995. Di mata Vita, istrinya, Feri sosok ayah yang ideal. Meski bekerja seharian, Feri selalu meluangkan waktu untuk keluarganya. Tak pernah tugas kantor ia bawa ke rumah. Meski demikian, Vita sempat keberatan ketika Feri memutuskan naik bus UII untuk berangkat ke kampus. Pasalnya, Feri harus berangkat lebih pagi dari rumah, dan pulang lebih sore. Ini yang akhirnya membuat Feri beralih kembali menggunakan sepeda motor. Walau telah mengabdi 15 tahun dan masih berstatus kontrak, Feri tak pernah berpikir untuk beralih pekerjaan. Tawaran sempat datang dari orang tua Vita di Pemalang, Jawa Tengah. Mereka diminta mengurus warung makan milik keluarga Vita. Letaknya persis di tepi jalan pantai utara. Kendati memiliki prospek yang baik, Feri tak tergiur. Permintaan mertuanya ia tolak. Ia lebih nyaman bekerja di UII. Meski demikian, Feri punya masukan untuk UII. “Selama ini pendidikan kewirausahaan hanya diberikan bagi karyawan yang mau pensiun, harusnya yang muda juga dikasih,” ujar Feri.

Setahu Sinto ada perwira yang bernama Gogon di Satreskrim Polres Sleman. Arif yang ka-mi temui di rumahnya, kamis 10 Maret membenarkan kata-kata Sinto.

saran dari keponakannya yang juga polisi, 8 Desember 2010 Marsum dan Sunarti berangkat ke Kepolisian Daerah (Polda) DIY. Mereka ingin bertemu Kapolda DIY, Ondang Sutarsa. Di tangan mereka, ada surat permohonan bebas yang ditandatangani klub motor Honda CB. Ada juga foto dan kronologis kegiatan Arif sebelum kena razia, serta curahan hati Marsum dan Sunarti. Sialnya, usaha pasangan ini belum membuahkan hasil. Kapolda tak ada di tempat. Ia pergi ke Jakarta. Jumat 10 Desember, pasangan ini kembali menyambangi Polda DIY masih dengan keinginan yang sama, bertemu Ondang Sutarsa. Setelah menunggu beberapa jam karena Kapolda sedang senam, Marsum dan Sunarti gagal menemui Ondang. Alasannya, Ondang ada rapat dan pekerjaan yang tak bisa ditinggal. Melalui asisten pribadinya, Komisaris Polisi (Kompol) Rizal Jaya, Ondang menyarankan Marsum bertemu dengan Direktur Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda DIY. Reskrim adalah unit di kepolisian yang mengurus perkara pidana. Sampai di gedung Reskrim, setelah sholat Jumat, melalui Kepala Bagian Analisis barulah diketahui bahwa BAP milik Arif telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Sleman. Ini pula yang membuat Polda DIY mengaku tak bisa berbuat banyak. Arif harus mengikuti proses hukum yang berlaku. Meski usahanya membebaskan Arif gagal, Marsum tak menyerah. Ia kembali meminta saran kepada keponakannya di Semarang. Keponakannya kemudian menunjuk Sinto Ari Wibowo temannya, untuk menjadi kuasa hukum Arif Johar. Marsum setuju. Marsum menjalankan rencana kedua. Ia menghubungi penyidik. Ia minta segala hal yang menyangkut proses hukum anaknya dipercepat. Marsum tak ingin anaknya terlalu lama mendekam di tahanan Polres. Barulah saat itu diketahui bahwa penyidik telah memindahkan Arif Johar ke Lapas Cebongan. Hal ini memungkinkan karena berkas perkara Arif telah sampai di kejaksaan. Namun lagi-lagi Marsum harus bersabar. Kasus anaknya tak bisa segera diproses. “Katanya jaksanya lagi cuti, harus nunggu dulu,” ujar Marsum. Untuk mengetahui kebenaran cerita Marsum, kami mendatangi gedung Reserse dan Kriminal (Reskrim) di Polres Sleman. Gedung Reskrim terletak paling belakang dari semua bangunan di Polres. Mayoritas aparatnya pun tak menggunakan pakaian dinas berpangkat ala polisi. Namun, ada kesamaan yang membuat saya yakin mereka juga polisi. Berbadan tegap, dada membusung, rambut cepak, hati-hati jika berbicara, dan segan dengan atasan. Setelah bertanya sana-sini, kami akhirnya menemui Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Ajun Komisaris Polisi (AKP) Danang Kuntadi. Danang berambut cepak, berkemeja, dan berjalan dengan dada membusung. Ia juga menggunakan kalung penyidik dengan warna emas yang mencolok. Aksesoris ini tak ada di leher anggota yang lain. Dalam obrolannya dengan kami, Danang menegaskan bahwa baru menjabat Kasat Reskrim tanggal 6 januari 2011. Saat itu, berkas perkara Arif tak lagi di kepolisian. Dokumennya telah dilimpahkan ke Kejari Sleman. Ia tau perkara Arif berdasarkan BAP. Danang sempat mencarikan kami BAP Arif, namun tak menemukannya. Katanya, BAP juga ada di Kejari Sleman, dan Polres Sleman tak memiliki duplikatnya. Ia pun memanggil anggotanya yang bernama Wahyu Widodo. Seseorang berpangkat Brigadir yang mengaku sebagai penyidik pembantu. Kata Danang yang diakui Wahyu, Wahyulah yang menyidik Arif. Saat penyidikan Wahyu bertanya kepada Arif apakah ingin didampingi penasehat hukum, Arif menjawab tidak. Pun menurut Wahyu, saat orang tua Arif datang membawa surat keterangan relawan, berkas perkara Arif sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Sinto menanggapi pernyataan Wahyu. “Memang ditawarkan penasehat hukum. Tapi sudah jam satu (dini hari). Dia (Arif) harus menghubungi siapa? Secara logika lho ya.” Tak lama berselang, Sinto mengeluarkan pernyataan tak terduga. “Sebenarnya bukan Wahyu yang menyidik. Saya sudah tanya Arif. Kata Arif bukan Wahyu. Wahyu itu ada besok paginya. Dia cuma minta Arif tanda tangan BAP. Saya tanya Arif siapa yang menyidik. Arif bilang namanya gon.. gon.. gitu. Gogon? Iya Gogon,” kata Sinto bersemangat.

“Namanya Margono,” ujar Arif. *** 23 Februari 2011, kami mendatangi Polda DIY. Kantornya terletak persis di bibir jalan lingkar utara. Hanya sepelemparan batu dari Rumah Sakit JIH. Di lantai dua gedung, kami menemui Komisaris Polisi (Kompol) Rizal Jaya.

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 20114

Berita “Balada Arif Johar“ dari halaman 2

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 

T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Hakim Ketua Riyanto Aloysius menunjukkan pisau lipat (multi tools), barang bukti kasus kepemilikan senjata tajam dengan terdakwa Arif Johar saat sidang di PN Sleman, selasa 22 Februari 2011.

“Mas Arif?,” kami bertanya. Ia mengangguk sambil tersenyum. Kami bersalaman. Saya mengeluarkan buku kecil untuk mencatat.“Udah. Nggak usah dicatat.” Arif menyuruh saya menyimpan alat tulis. “Tadi aku ditanya petugas, kenal nggak, Aku bilang kenal. Temen. Wartawan nggak dibolehin masuk soalnya,” Arif mengedarkan pandangan. Perlu usaha ekstra untuk mengobrol dengan Arif. Selain memerlukan surat jenguk, kami tak diperkenankan membawa kamera, dan telepon genggam. Kami juga harus rela digeledah. Petugas pun tak menyediakan banyak waktu. Siang itu kami hanya mengobrol 15 menit. Obrolan cuma seputar kronologis penangkapan. Kata petugas, ada apel untuk para warga binaan. Bahkan sebelum meninggalkan ruang jenguk, kami dimintai sejumlah uang seikhlasnya. Tak jelas untuk apa. Ada sebuah kardus di dekat pintu untuk tempat menaruh uang. “Sepuluh ribu nggak apa-apa,” kata seorang petugas. Teman saya Taufan Ichtiar menaruh tiga ribu rupiah. Kami bergegas pergi. Jika mahasiswa lain bebas mengikuti kuliah di pagi hari, Arif punya kesibukan baru di Lapas. Mengajar Iqra’ bagi sejumlah narapidana. Dan jika mahasiswa lain bisa dengan leluasa pulang ke kos di sore hari, maka Arif hanya bisa mendekam di kamar A1 tempat ia ditahan. Bagi penghuni Lapas, jam empat sore adalah batas terakhir beraktivitas di luar kamar. Segala macam aktivitas termasuk beribadah dilakukan di dalam kamar. Bagaimana rasanya dua bulan dikurung? Arif tersenyum getir,“ya mau gimana lagi, anggap aja apes.” Persidangan Pada 19 Januari berkas perkara Arif dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sleman (PN sleman). PN kemudian menunjuk Riyanto Aloysius sebagai hakim ketua serta Maskur dan Nuryanto menjadi hakim anggota. Dua pekan kemudian, 31 Januari 2011, PN menggelar sidang perdana. Agendanya pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Saat itu juga, Sinto Ari Wibowo mengajukan eksepsi (keberatan) atas dakwaan jaksa. Alasannya, pemeriksaan terhadap Arif tak sesuai prosedur. Sinto mengacu pada pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Di pasal tersebut, seseorang yang dituntut lebih dari lima tahun Bersambung ke Halaman 8

Saat kami tanya apakah pernah berte-mu orang tua Arif Johar, Rizal menerawang. Ia lupa. “Banyak yang datang ke sini, Mas.” Namun saat kami menyebut nama Marsum, barulah Rizal ingat. “Itu sudah lama, sekitar dua bulan lalu, waktu itu Ka-polda tak ada di tempat. Kami langsung mengarahkannya ke Reskrim,” ujarnya. Soal Marsum dan Sunarti yang menunggu lama ketika Kapolda sedang senam, Rizal enggan berkomentar. “Pokoknya, seingat saya waktu itu Kapolda tak ada di tempat. Kami langsung mengarahkannya ke Reskrim,” tutur Rizal. Ia menaikkan nada bicaranya.Esoknya, kami mendatangi gedung Reserse dan Kriminal Polda DIY. Melalui sekretaris pribadi yang tak mau disebutkan namanya, Kombes Napoleon Bonaparte menolak menemui kami. Setelah mengobrol sebentar, barulah kami mendapatkan informasi bahwa Napoleon tak pernah bertemu Marsum dan Sunarti.“Saya ingat ada yang ke sini. Namanya Pak Marsum. Waktu itu langsung diarahkan ke kepala bagian analisis,” ujar sekretaris. Senin 28 Februari, kami datang ke ruang bagian analisis. Di dalamnya tak ada yang mengenakan pakaian dinas polisi. Mereka memakai kemeja lengan panjang dan celana kain, layaknya karyawan kantor. Di pojok ruangan, Makmur duduk. Ia menekuri sejumlah berkas dengan kacamata miliknya. Kami mengutarakan tujuan kami bertemu Makmur. Intinya, memastikan pernyataan Marsum yang mengaku bertemu Makmur. Sejurus kemudian, Makmur mengernyitkan dahi, “Saya lupa mas.” Alasannya, tak ada buku tamu di ruangannya yang mencatat siapa saja yang bertandang. Ia merasa tak pernah mengeluarkan pernyataan soal kasus Arif. “Kalau soal kasus, biasanya saya mengarahkan langsung ke yang menangani, yaitu Polres Sleman,” tutur Makmur. Cebongan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan terletak tak jauh dari jalan raya Yogyakarta menuju Magelang. Jika berangkat dari perempatan Sumberadi, hanya perlu 15 menit untuk sampai ke sana. Orangorang di sekitar situ kerap menyebutnya LP Gentong. Mengacu pada tumpukan gentong di pertigaan terakhir menuju Lapas.Bangunan Lapas ini terdiri dari dua bagian. Gedung dua lantai untuk perkantoran, dan sejumlah hunian satu lantai untuk warga binaan. Kalau ingin masuk ke dalam, pengunjung harus mengintip melalui lubang kecil atau mengetukkan gerendel di pintu. Barulah kemudian ada petugas Lapas yang menanyakan maksud dan tujuan si pengunjung. Jika berkenan, petugas akan membukakan pintu. Untuk menemui Arif, kami harus mengurus surat izin jenguk dari Pengadilan Negeri Sleman melalui Panitera Muda Pidana I. Tentunya tak lepas dari biaya administrasi. Setelah menunggu 10 menit, petugas membawa kami ke dalam area binaan. Ia mempersilakan kami masuk ke ruangan khusus jenguk. Tampak sosok pria botak duduk. Badannya tak terlalu kekar. Ia sedang menunggu seseorang.

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 Sedekah Gunung – Perhelatan 1 Muharam Warga Boyolali Sedekah Gunung – Perhelatan 1 Muharam Warga Boyolali T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobariT. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Menuju pasar bubar Tungku upacara adat Sirahing maeso Turut berpartisipasi Sesaji nasi jagung

Narasi

Nama tarian itu keprajuritan soreng. 17 penari dari Paguyuban Seni Budaya Mardi Santoso Dusun Tempursari, mem peragakannya dengan rancak. Coreng moreng merah – hitam meriasi wajah mereka. Kostum ala prajurit jawa dan tombak kayu menambah kesan garang. Tarian ini menjadi pembuka upacara ritual sedekah gunung yang dilaksanakan setiap tahun pada 1 Muharam. Selasa, 7 Desember 2010 Malam, ri buan warga memadati Desa Lencoh, Ke camatan Selo, Kabupaten Boyolali. Di iringi tari-tarian dan tabuhan gamelan, mereka ikut meramaikan suasana. Mer eka percaya, pagelaran ini adalah salah satu sarana memohon keselamatan dan menolak kesialan. Bangunan itu menyerupai joglo. Ter letak di pusat desa. Bentuknya persegi, sekitar 20 x 20 meter. Sisi - sisinya terbu ka, mirip pendopo. Empat meja diletak kan di tengahnya. Dua meja berhimpit di sisi yang panjang. Di meja itu warga menaruh sesaji berupa tujuh gunungan nasij agung dan dua nasi tumpeng berhias sayur mayur. Tidak ketinggalan ingkung dari ayam kampung. Di meja lain, ada tungku yang berisi arang yang menyala. Sementara di meja yang terpisah, tam pak kepala kerbau yang menjadi sesaji utama. Di kiri - kanan meja sesaji, puluhan orang duduk di kursi yang disediakan. Be berapa memakai baju adat Jawa, lengkap dengan blangkon. Mereka adalah panitia acara itu. Ada juga wartawan dan warga sekitar yang ingin menonton lebih dekat. Setelah pentas seni budaya, acara berlanjut dengan bacaan khas ritual se dekah gunung. Isinya kitab kidung dan do’a secara islam. Pembacaan kidung itu berbahasa Jawa kromo. Sedangkan do’a dipanjatkan dengan perpaduan Bahasa Jawa dan bait Al-Qur’an. Rangkaian aca ra ini dipimpin oleh tokoh yang dituakan oleh masyarakat. Hadirin khidmat. Mer eka menengadahkan kedua tangan, ses ekaliPergantianmengamini.hari menjelang. Pukul 24.00. Panitia bersiap. Beberapa berbaris rapi, yang lainnya mengangkat sesaji. Mi rip arak - arakan, mereka meninggalkan joglo itu. Sesaji ditinggalkan disekita ran joglo, yang langsung disantap warga beramai-ramai. Hanya sirahing maeso (kepala kerbau - red) yang terus diba wa. Butuh dua orang untuk nyunggi baki bermuatan kepala kerbau itu. Kira - kira sepuluh orang mengikuti arak - arakan itu. Lima diantaranya panitia sedekah gunung, sisanya warga dan wartawan. Tu juan mereka Pasar Bubar, 300 meter dari puncak Merapi. Sekiranya perlu tiga jam jalan kaki. Sampai ditempat tujuan, ke pala kerbau itu dibenamkan dalam tanah. Usailah ritual sedekah gunung tahun ini. Ritual itu sejak lama membudaya. Satu artikel di laman regional.kompas. com 8 desember lalu menuliskan, ritual tersebut pertama dilakukan Pakubuwono IX tahun 1939. Ketika itu, Pakubuwono IX memberikan sesaji berupa hewan kerbau dan ageman (pakaian raja). Sesaji itu kemudian dilarungkan di puncak Merapi. Kebiasaan itu lalu diikuti oleh warga se tempat hingga sekarang. Harapannya, bisa terus terjaga dari generasi ke gen erasi. q oleh : T.Ichtiar Khudi

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 

A. T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Tari keprajuritan soreng Penuntun ritual Khidmat

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 20118

penjara harus didampingi kuasa hukum saat pemeriksaan. Namun menurut pengakuan Arif, tak ada pengacara yang mendampinginya.Kamisendiri tak mengikuti sidang pertama dan kedua Arif. Saat datang ke PN Sleman pada 16 Februari, sidang telah memasuki tahap pembacaan putusan sela. *** Rabu 16 Februari siang, sidang ketiga Arif johar. Agendanya pembacaan putusan sela. Ratusan orang memadati Pengadilan Negeri Sleman. Sebagian dari mereka memenuhi ruang persidangan, sedangkan sisanya menahan terik di halaman kantor. Mayoritas dari mereka adalah relawan Search And Rescue (SAR) DIY. Sejumlah wartawan, aktivis, dan praktisi hukum juga hadir. Mereka membaur dengan puluhan aparat yang mengamankan PN Sleman. Saat pembacaan putusan, terdengar teriakan protes kepada majelis hakim. Hakim ketua, Riyanto Aloysius akhirnya menolak eksepsi Sinto Ari Wibowo, penasehat hukum Arif Johar. Pertimbangan Riyanto, Arif bersedia diperiksa tanpa didampingi kuasa hukum. Perkara pun dapat dilanjutkan dengan menghadirkan saksi dan bukti di persidangan selanjutnya. Sidang lanjutan digelar Selasa, 22 Februari 2011. Setelah majelis hakim menutup persidangan, tanpa ambil tempo Brotoseno bergegas keluar ruangan. Ia memberi aba-aba. Hanya dalam sekejap, puluhan relawan SAR DIY dengan baju oranye menyemut di depannya. Setelah memberi salam, komandan SAR DIY ini menjelaskan jalannya persidangan kepada rekan-rekannya. Tak hanya Brotoseno yang ada, budayawan Emha Ainun Nadjib juga hadir. Ia datang selaku Pembina Dewan Syuro SAR DIY. Keduanya menghimbau jangan sampai terjadi perbuatan anarkis. Usai bubar, Brotoseno mau bertemu kami. “Kalau dari SAR DIY satu saja mas. Catat, SAR DIY bersedia mati-matian berjuang supaya Arif bebas,” katanya setengah berteriak sambil mengacungkan telunjuk. *** Tanggal 22 Februari Hakim melanjutkan sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang memberatkan. Semuanya berasal dari kepolisian. MG Sutrisno dan Suprihono Hadi sebagai aparat yang menahan Arif saat operasi. Kesaksian keduanya tak menguntungkan Arif. Mereka bilang, Arif tak pernah memberitahu kalau dirinya relawan saat ditangkap. Ia tak keberatan dibawa ke Polres Sleman, bersedia tak didampingi kuasa hukum, dan menandatangani BAP. Sinto Ari Wibowo dan beberapa pengacara Arif pun bereaksi. Mereka menitik beratkan keterangan dua saksi yang tak sinkron. MG Sutrisno bilang Arif naik motor CB, sedang Supriyanto bilang Arif naik motor bebek. Mereka pun menyiapkan sejumlah saksi yang meringankan. Usai sidang, sejumlah relawan dari SAR DIY, SAR Kabupaten Klaten, dan Jogjakarta Police Watch bergantian berorasi. Mereka menentang hukum di Indonesia yang tak memihak relawan. Ada juga aksi teatrikal dari Institut Seni Indonesia yang menggambarkan bobroknya hukum di negeri ini. Sidang keempat Arif Johar, 1 Maret 2011. Polisi tampak berjaga di PN Sleman. Namun kali ini jumlahnya lebih sedikit. Tapi ada yang tak berubah, mobil barracuda dan mobil Samapta Polres Sleman tetap terparkir rapi di tepi jalan. Samapta adalah satuan khusus kepolisian untuk ketertiban masyarakat, yang dulu bernama Sabhara. Pukul 11.00 majelis hakim memasuki ruangan. Ada yang menarik. Bukan Riyanto Aloysius si hakim ketua yang menampakkan batang hidung, melainkan Suratno. Ia membawa selembar kertas, di belakangnya ada dua hakim anggota, Nuryanto dan Maskur. Tak butuh waktu lama untuk menjawab kebingungan hadirin. Sebelum memulai sidang, Suratno membaca surat keputusan ketua PN Sleman yang menunjuknya menggantikan Riyanto. Riyanto sendiri dipindahtugaskan dari PN SidangSleman.kelima digelar dengan agenda mendengarkan saksi yang meringankan. Tim Penasehat hukum berturut-turut menghadirkan Kamal Mustafa, Dedy Santoso, Sukamto, Brotoseno, dan Soema Suparsa. Nama terakhir batal menjadi saksi karena Jaksa Penuntut Umum, Dewi Sofiastuti keberatan. Dewi tak terima karena Soema berada di ruang sidang ketika saksi lain memberikan keterangan. Ini bertentangan dengan tata cara beracara di pengadilan. Keempat saksi memberikan keterangan yang meringankan Arif. Kamal Mustafa sebagai pemilik toko Jeram yang menjual pisau lipat (multi tool), mengaku Arif datang ke tokonya oktober 2010. Katanya untuk persiapan jikalau Merapi sedang genting. Kamal menjual pisau lipat secara bebas. Yang ia tahu, tak perlu izin khusus untuk menjual barang itu. Dedy Santoso dan Sukamto juga demikian. Dedy adalah ketua posko relawan CB di Kelurahan Gondang, Klaten. Ia membenarkan kalau dirinya bekerja bersama Arif saat erupsi. Sedangkan Sukamto aktif sebagai relawan sekaligus penggiat di 907, channel radio khusus saat bahaya Merapi. Pak Kamto, sapaan akrabnya, pernah melihat Arif di Balerante, bahu membahu untuk mengevakuasi warga.

Lanjutan Berita “Balada Arif Johar“ dari halaman 5 Gambar oleh Muhammad Robby Sanjaya | KOBARkobari Teks oleh Anugerah I. R. Paputungan 7.1.3.5.9. Inking oleh Anugerah Yusuf Wijanarko

Senin 21 Februari, ia tampak terburuburu. Katanya, mau menghadiri rapat di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Namun ia masih bersedia buka suara. Bachnas membantah UII tidak turun tangan menangani kasus Arif. Saat berjalan dari ruang kerja menuju parkir, Bachnas bercerita bagaimana UII melibatkan diri. Saat itu ia mendapat kabar ada mahasiswa yang ditahan dari Wakil Dekan Fakultas Ekonomi (FE), Diana Wijayanti. Bachnas langsung melacak biodata yang bersangkutan dan menemukan nama Arif Johar. Saat itu juga ia membentuk tim dan meminta Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) UII turun tangan. Tim ini dibawah komando Abdul Jamil, Direktur LKBH UII. Tak cukup itu, awal Februari Bachnas mengumpulkan wartawan dari media lokal maupun nasional. Ia mengeluarkan pernyataan akan membantu kasus Arif. Namun saat itu, Bachnas mengaku belum mendapat laporan perkembangan kasus dari Jamil. “Tanya pak Jamil, dia yang mengurus.”Sudahkah UII menghubungi orang tua Arif? Bachnas berkilah. Ia menganggap pihak keluarga yang seharusnya menghubungi kampus. “Analoginya seperti anda sakit. Anda yang harus datang ke dokter menyampaikan keluhan. Baru kemudian diobati,” kata Bachnas sambil tersenyum lebar. Kemungkinan Drop Out (DO) yang dikhawatirkan Marsum juga menuai tanggapan dari Bachnas. Ia menilai Arif tak melakukan tindak kriminal. “Yang penting kasus di pengadilan selesai dulu,” ujarnya. Sinto Ari Wibowo mengaku belum ada bantuan dari LKBH UII. Tapi Direktur LKBH Abdul Jamil pernah menghubunginya. Kata Sinto, LKBH kekurangan pengacara. LKBH juga sedang fokus menangani perkara lain. Sinto mempersilakan jika LKBH mau membantu. “Saya sangat welcome sekali. Bahkan saya yang datang ke jalan Lawu (Kantor LKBH UII) menyerahkan dokumen Arif. Saya kan alumni UII juga. Masak LKBH mau membantu saya halang-halangi.” Sinto bahkan bersedia menghubungi Rizky Ramadhan Baried dari LKBH UII untuk kami. Dalam perbincangan via telepon tanggal 23 Februari, Rizky mengaku LKBH UII sedang mempersiapkan tim untuk membela Arif. “Lebih jelasnya tanya pak Jamil saja.” *** LKBH memiliki kantor sendiri di jalan Lawu, Kotabaru, Yogyakarta. Berbeda dengan beberapa lembaga atau pusat studi milik UII yang kantornya bergabung dengan gedung kuliah. Bangunan LKBH sendiri lebih mirip hunian ketimbang kantor. Rumah satu lantai dengan arsitektur khas tahun 60-an. Suasananya pun relatif sepi. Tak banyak hingar bingar yang menunjukkan aktifitas orang di dalamnya.

*** Siang itu, matahari tak tampak. Ia bersembunyi di antara selubung awan tipis. Hanya dalam hitungan menit, gerimis turun. Butir-butir air menghiasi kaca ruang persidangan di PN Sleman. Di dalam ruangan, puluhan orang berjejal mendengar kesaksian Yudhi Sudiman dari penempuh rimba Wanadri. Ia menjawab pertanyaan hakim dengan logat sunda yang khas. Yudhi datang jauh-jauh dari Bandung sebagai saksi ahli untuk kasus Arif. Yudhi adalah saksi ahli kedua setelah Markus Setyo Gunarto seorang pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain mendengarkan saksi ahli, agenda sidang 8 Maret juga mendengar keterangan dari terdakwa, Arif Johar Cahya Permana. Belakangan terungkap, Arif sering membawa pisau lipat miliknya saban malam ketika pulang ke jogja. Bukan apa-apa, ia kerap menggunakan senter di pisau lipat miliknya untuk melihat bensin motornya. Tak sampai dua jam, sidang usai. Sebelum bubar, hakim ketua Suratno membacakan keputusan majelis hakim mengenai permohonan penangguhan penahanan. Mereka mengabulkan permohonan Marsum dan Sunarti. Arif pun bisa pulang ke rumah dengan syarat harus hadir setiap sidang digelar. Keputusan ini disambut tepuk tangan meriah oleh hadirin yang datang. Di mana UII?

Yang fenomenal adalah kesaksian Brotoseno, Komandan SAR DIY. “Saya minta Kapolres Sleman dihadirkan sebagai saksi. Kalau memang untuk memiliki alat-alat seperti ini (pisau lipat) harus memiliki izin, tolong katakan izinnya di mana. Biar kejadian ini tak terulang lagi pada anggota saya yang lain. Biar saya yang urus. Kalau perlu pakai uang saya,”tutur Brotoseno lantang. Ia juga membenarkan bahwa Arif adalah anggota SAR DIY. Hal ini diperkuat dengan adanya kartu anggota atas nama Arif. Sinto kemudian menunjukkannya kepada Jaksa dan Hakim.

Kamis 17 Februari, kami bertanya kepada Marsum dan Sunarti, Apakah ada pihak kampus yang menghubungi mereka? Mereka menjawab belum ada. Keduanya pun masih berpikir untuk menghubungi pihak kampus. Mereka takut UII akan menghapus status Arif sebagai mahasiswa karena terjerat kasus hukum. Kami pun berinisiatif menghubungi Bachnas, Wakil Rektor III BachnasUII. mudah dikenali dengan rambut dan jambangnya yang putih. Perawakannya tinggi besar. Hampir setahun Bachnas terpilih menjadi Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan, alumni, dan kerjasama. Saat jumpa dengan saya,

10.8.2.4.6.

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 20110 P.K. Wijaya Jati Putra | KOBARkobari

menghubungi

AJURnalistikKOMIK

Abdul Jamil, Direktur LKBH UII menerima kami di ruangannya, Senin siang 28 Februari. Hal yang paling khas dari Jamil adalah kumisnya yang lebat. Selain menjabat sebagai direktur LKBH, Jamil juga menjadi dosen di Fakultas Hukum UII. Ia membenarkan pernyataan orang tua Arif yang mengaku belum bertemu dengan pihak UII. Tapi Jamil merasa LKBH telah berupaya untuk pembelaan Arif. Ia dan Bachnas bahkan sudah bertemu Arif di Cebongan. “Saya lupa tanggal berapa. Kalau nggak salah tanggal 6 Februari, hari Minggu,” kata Jamil dengan suara berat. Ia sedang flu. Ketika kami mengkonfirmasi hal itu kepada Arif di PN Sleman, Arif mengaku lupa. Meski mengaku telah bertemu Arif dan Sinto, LKBH tak kunjung memberi bantuan hukum. Jamil beralasan, ketika ia Sinto, sidang telah sampai tahap putusan sela. Ia juga tidak enak mencampuri kasus Arif yang notabene telah memiliki penasehat hukum. Jamil mengambil keputusan ini berdasarkan etika profesi. “Mas sinto memang tak keberatan. Tapi kan ada pengacara lain. Kita nggak enak.” Jamil sudah berkonsultasi dengan Bachnas. “Kami memantau saja. Kalau Arif membutuhkan saksi ahli, kami siapkan.” Jamil berkomitmen memperjuangkan Arif agar tak mendapat hukuman. Ia bersedia memberi bantuan hukum jika pengadilan sampai ke tingkat banding. Soal jumlah pengacara yang minim di LKBH, Jamil tak membantah, “Memang, sekarang regenerasinya kurang.” *** Kami kembali bertandang ke rumah Arif, Kamis 10 Maret untuk menjalin silaturahmi. Saat itu, barulah kami tahu kalau Bachnas telah bertamu ke rumah Arif sehari sebelumnya. Ia datang sebelum maghrib bersama tiga orang lainnya. Semua dari UII. Mereka bertemu langsung dengan Arif dan orang tuanya. Kata Marsum, Bachnas ikut prihatin atas musibah yang menimpa Arif. Mereka minta maaf tak bisa memberikan bantuan hukum, dan berjanji akan terus memantau kasus Arif. Hingga kini, meski Hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan, Marsum dan Sunarti terus berharap agar Arif divonis bebas supaya kembali melanjutkan kuliah. Mereka tak pernah absen saat sidang. Kami pun kerap menemui mereka dan bertegur sapa saat di Pengadilan. Saya masih ingat ketika Sunarti mengenang saat-saat Arif menjadi relawan. “Dia biasanya pulang sore. Bajunya yang orens langsung dicuci, buat dipakai besok pagi. Dia siul-siul sambil menjemur. Kayaknya seneng banget,” tutur Sunarti. Matanya berkaca-kaca. q Reportase bersama Taufan Ichtiar Khudi Akbar dan Anugrah Pambudi

Eko mengatakan bahwa acara diundur karena ada bencana sehingga tidak memungkinkan untuk mengadakan acara ini. Menurutnya tidak mungkin bersenang-senang dengan mengadakan acara ini sedangkan di sekitar kita sedang sedih karena bencana merapi. Selain itu kampus terpadu UII juga ditutup akibat erupsi Merapi. Eko menambakan konsep acara tersebut mengolaborasikan pengisi undangan dengan Debu. Alasan memilih konsep acara seperti ini menurut Eko, sebagai dakwah Islam. Ia menganggap dakwah Islam tidak harus dengan pengajian melainkan bisa dengan musik, selama tidak keluar dari nilai-nilai Islam. Mengenai sumber dana acara ini, Eko mengatakan tidak menggunakan dana dari mahasiswa, karena dana yang digunakan murni dari sponsor. Acara ini dibuka untuk mahasiswa umum, dan tidak dipungut biaya. Dian Kartikasari selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap teknis pelaksanaan acara ini mengatakan pihaknya hanya melaksanakan mandat dari Ketua LEM meskipun dirinya bukan dari Departemen Krema. “Karena aku mendapat mandat dari ketua LEM, aku sebagai kepala bagian Akademik dan Riset Mahasiswa merasa, kalau itu sudah menjadi mandat aku harus melaksanakan dan aku merasa berhutang dengan anakanak UKM, mungkin anak-anak Krema sedang sibuk, kalau anak-anak Krema nggak datang tanyain mereka”. Dian tidak setuju jika acara ini dibilang untung-untungan, “Kalau dibilang acara dari Telkomsel nggak, karena memang sebenarnya ada beberapa universitas islam yang ditawari untuk menyelenggarakan Debu. Kita bisa saja menolak.” Dian menambahkan, saat itu Ketua LEM menganggap bahwa acara ini

Ketua

merekaacaratersebutmengatakanMahasiswaEksekutif(LEM)acaramerupakanpenggantibagiyangdiundangdiPesta.

bisa dapat digunakan untuk mengganti UKM seni yang gagal tampil pada acara Pesta, kalau untung dalam artian profit itu nggak.” Dian mengaku dirinya bahkan tidak diberi dana untuk mempersiapkan acaraMeskiini. hanya dihadiri oleh Sakarepe, Dian merasa lega karena setidaknya ia tidak lagi berhutang pada UKM yang gagal tampil di penutupan Pesta. Dian berkata, “untuk acara pengganti Pesta, insya Allah sudah impas, karena sudah berusaha maksimal untuk menghadirkan mereka.” Dian menambahkan dirinya sudah berdialog dengan UKM yang tidak hadir dan masing-masing pihak dapat menerima. Ketua Kosmik Brainy Javanika Putra mengatakan pihaknya tidak datang karena sedang mengisi acara. “Kendala kami, bukan player tapi karena alat. Untuk mengikuti acara ini kita harus menyediakan alat sendiri sedangkan alat sudah dipakai di fakultas,” kata Brainy. Brainy menambahkan acara kemarin tidak ada sosialisasi, tidak seperti Pesta. Pada saat Pesta ketua Kosmik bukan Brainy. Tapi sebagai ketua yang baru Brainy mengatakan tidak mempermasalahkan acara ini. Ia hanya memberikan saran kepada pihak LEM untuk memberikan acara yang dapat menjadi media mereka tampil dan dapat mengakrabkan. Choki ketua Unisi mengatakan mereka tidak bisa datang ke acara ini karena personilnya masih mudik dan belum pulang. Mereka tidak mempermasalahkan karena sudah tampil di Pesta walaupun hanya dua lagu. Kami pada waktu Pesta memprotes untuk membantu UKM fakultas, karena porsi tampil mereka sangat minim apalagi di UII. “Tahun ini kalau nggak ada Debu mungkin nggak ada acara seni,” kata Choki. Koordinator Krema Rifky Yaqob tak bersedia diwawancara karena sedang berada di luar kota. Sebelumnya, Rifky sempat berjanji untuk bertemu dengan KOBARkobari Jumat 11 Februari 2011. Namun pertemuan batal terlaksana karena Rifky tak kunjung datang.q

Reportase bersama : Anugerah I.R Paputungan, Wening Fikriyati “Ini adalah acara untung-untungan, bukan murni acara LEM, ini adalah acara Road to Campus,” kata Sandra Sastra dari Sakarepe.

Lembaga

Oleh : Bayu Hernawan Beberapa anggota Sakarepe berkumpul di timur gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP). Mereka sedang melakukan evaluasi. Sandra dan kawankawan berkumpul setelah mengikuti acara Debu Road to Campus di gedung Kahar Mudzakir pada 18 Januari lalu. Sakarepe merupakan satu-satunya pengisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) yang berkolaborasi dengan grup musik Debu. Sejatinya panitia tak hanya mengundang Sakarepe untuk mengisi acara ini, tapi juga ada Kosmik, Unisi, dan Rukun Rencang.Ditemui setelah evaluasi bersama teman-temannya, Sandra Sastra selaku perwakilan dari Sakarepe mengaku kecewa. Ia tak melihat panitia yang berjanji membuat acara pengganti Pesona Ta’aruf (Pesta) yaitu Bidang Kreasi Mahasiswa (Krema). “Mereka yang menjanjikan tapi saya tak melihat mereka di acara ini,” kata Sandra. Sandra menambahkan, “Kalau saya bilang, acara ini acara untung-untungan bukan acara murni LEM, karena Debu ini Road to Campus. Kami hanya diundang untuk menemani Debu, kami tahu kalau ini acara pengganti Pesta ketika kami konfirmasi ke mereka,” tambah Sandra. Menurut Sandra, Sakarepe menyanggupi mengisi acara karena pihak LEM mengundang secara baik-baik. Namun, pihaknya mengeluhkan sedikitnya jumlah penonton dan acara yang molor. “Di undangan tertera jam satu, tapi acara mulai jam tiga, itu mengecewakan banget,” ujarnya Ditemui di Fakultas Hukum UII Eko Nurisman Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) mengatakan acara tersebut merupakan acara pengganti bagi mereka yang diundang di Pesta. Rencananya acara tersebut akan dilaksanakan pukul 13.00-17.00. Pengisi acara yang diundang pada acara ini antara lain Sakarepe, Kosmik, Unisi Band, dan Rukun Rencang. Namun hanya Sakarepe yang bisa datang pada acara ini, karena peserta lain berhalangan hadir. Menurut kobar-kobari edisi 144 Agustus 2010, acara pengganti rencananya akan dilaksanakan pada bulan November atau tiga bulan setelah Pesta, namun acara baru terlaksana bulan Januari.

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 2011 

Nada Kecewa di Konser DebuEkoNurisman

Jika kita menerapkan kriteria tersebut dalam pemilihan presiden ataupun Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia, maka kriteria tersebut telah melanggar hak asasi warga negara, karena disebutkan dalam pasal 28 C ayat 2 setiap orang mempunyai hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif. Kemudian pasal 28 D ayat 3 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Sehingga seseorang yang ingin menjadi calon presiden ataupun DPR tidak dibatasi pada orang yang sebelumnya pernah terlibat langsung, melainkan juga membuka peluang bagi warga negara baik yang pernah terlibat langsung maupun tidak, tentunya dengan tujuan membawa misi untuk menjadikan indonesia lebih baik. Begitu juga seharusnya yang diterapkan dalam Pemilwa di UII, sehingga kampus ini mendapat suasana yang berbeda dari sebelumnya yang hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu saja yang bisa jadi akan mengulang sejarah sehingga membuat lembaga mahasiswa sebagai ‘simbol’ atau ‘pajangan’ saja. Untuk mencapai tujuan tersebut kita membutuhkan orang-orang baru yang berada di luar lingkup lembaga, yang mempunyai pemikiran yang baru dan dapat membangun budaya lembaga kemahasiswaan yang baru.q * Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum UII angkatan 2009

HANYAVERSIKOBARDOWNLOADKOBARIVERSIPDFDIlpmhimmahuii.org

Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) merupakan agenda rutin setiap tahun yang diselenggarakan untuk mencari pemimpin baru yang dapat menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pihak Kampus. Hal ini sesuai dengan slogan yang diangkat, “pentas aspirasi terbesar dan demokrasi Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII)”. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara membentuk sistem pemerintahan yang melibatkan seluruh mahasiswa untuk masuk dalam sistem pemerintahan atau mewakilkannya pada wakil yang dianggap dapat menyampaikan aspirasi. Oleh karena itu setiap orang yang telah terdaftar sebagai mahasiswa UII mempunyai hak yang sama untuk mencalonkan diri asalkan orang tersebut mempunyai visi dan misi yang dapat membawa UII lebih baik ke Pertanyaandepannya.yangmuncul, apakah Pemilwa sekarang ini telah sesuai dengan slogan? untuk menjawab pertanyaan tersebut kita bisa mencermati bagaimana persyaratan dan kriteria bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri dalam Pemilwa. Karena dengan cara tersebut maka kita dapat mengambil kesimpulan apakah Pemilwa saat ini memang benar-benar terbuka bagi semua mahasiswa atau hanya pada kalangan tertentu saja. Oleh karena itu penulis mencoba mengamati dan menganalisis syarat dan kriteria tersebut.

Oleh Yuda Sanjaya*

Menggugat Pemilwa Yang Melanggar Hak Asasi Mahasiswa

KOBARKOBARI EDISI 148 // XIV // MARET 20112

Dalam pamflet yang penulis lihat di fakultas, ada beberapa syarat dan kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa mencalonkan diri dalam Pemilwa. Secara keseluruhan persyaratan dan kriteria tersebut sebenarnya mengandung makna bahwa mahasiswa UII ingin mencari sosok seorang pemimpin yang dapat menjadikan UII sebagai rahmatan lil’alamin. Selain itu juga terkandung bahwa mahasiswa UII ingin mencari pemimpin yang tidak hanya unggul dalam dunia organisasi semata melainkan juga menjadi teladan yang baik dalam dunia akademik maupun organisasi. Akan tetapi ada kriteria bagi calon DPM U maupun calon DPM F yang menurut penulis tidak sesuai dengan slogan Pemilwa yang cenderung membatasi orang-orang yang ingin mencalonkan diri sebagai DPM baik di tingkat universitas maupun fakultas. Kriteria tersebut adalah pernah mengikuti kegiatan kelembagaan dengan bukti sertifikat atau surat keterangan dari lembaga untuk calon DPM fakultas dan pernah menjadi fungsionaris lembaga kemahasiswaan dengan bukti sertifikat atau surat keterangan dari lembaga untuk calon DPM UniversitasDilihat sekilas kedua kriteria tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa bagi mahasiswa yang tidak ingin mencalonkan diri, tetapi berdampak buruk bagi mahasiswa yang ingin mencalonkan diri. Jika syarat ini digunakan dengan tujuan agar para calon DPM U dan DPM F adalah orang-orang yang telah mengetahui seluk-beluk KM UII mungkin bisa dibenarkan. Tetapi apakah orang yang pernah menjadi fungsionaris dan mengikuti kegiatan lembaga saja yang mengetahui tentang KM UII? dan apakah orang-orang di luar itu tidak mempunyai pemahaman yang mendalam tentang KM UII? Menurut penulis, orang yang tidak pernah menjadi fungsionaris dan kegiatan kelembagaan belum tentu orang yang tidak mempunyai pemahaman tentang KM UII. Bisa jadi dia adalah orang yang sangat paham tentang seluk beluk KM UII, tetapi tidak mau menjadi bagian dari lembaga ataupun terlibat dalam kegiatan. Karena dalam pandangannya, para fungsionaris lembaga saat ini tidak mencerminkan nilai demokrasi dan tidak mempunyai visi misi yang jelas. Hal ini wajar karena jika kita melihat selama ini baik Lembaga Eksekutif dan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang ada di UII tidak mempunyai peran yang signifikan dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa. Kedua lembaga tersebut hanyalah sebagai ‘simbol’ atau ‘pajangan’ yang menggambarkan bahwa UII juga mempunyai Lembaga Eksekutif dan Dewan Perwakilan Mahasiswa. Oleh karena itu semua mahasiswa (baik yang tidak pernah atau pernah menjadi fungsionaris lembaga atau kegiatan kelembagaan) seharusnya dapat mencalonkan diri untuk maju dalam Pemilwa.

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.