KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011 Edisi 47 | Tahun Ke-4 | Februari 20 e-mail : himmah_media@mailcity.com, sites : http://lpmhimmahuii.org Menunggu Asa dari Prabuningrat Yusuf Wijanarko | KOBARkobari


KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 20112 Dewan Redaksi: M. Jepry Adisaputro, Wening Fikriyati . Pemimpin Redaksi: Anugerah I. R. Pa putungan Sekretaris Redaksi: Lufthy Z. Redaktur Foto: Setiyaji Widiarto. Staf Redaksi: Arya Nugroho, Bayu Hernawan, Nur Haris A., Fajar N. S., Zaitunah Dian S., Deden A. Fotografi: Ahmad Ikhwan Fauzi, T. Ichtiar Khudi A., Putri D. A., M Naufal F. Penelitian dan Pengembangan: Rahmi Utami Handayani, Rina Sari Utami., Nuraini A. L., Khairul F. Rancang Grafis: Indira Prydarsini, Robby S., Perdana K. W. J. P., Yusuf W. Perusahaan: Ricky Riadi Iskandar, Siti Maemunah, RR. Flaury Calista D. P., Fitri A., Gesta D. B. PSDM: Rama Pratyaksa, A. Pambudi W., Arrofin Damaswara, M. Bachtiar R., Adib Nur S., Yunanda., Adisty A. A. Jaringan Kerja: Wahyu Septianti, Dwi Kartika Sari., Diana W. N. , B. Kindy Arrazy. Magang: Moch. Ari N., Bayu Putra P., Mellysa Virgin N.R., Fauziyah Dani F., Robithu Hukama, Alissa Nur Fathia, M. Hanif Alwasi, Galih Sapta W., Indah Eka S., Novita Agustiana, Erlita F., Citra Ayu Lestari, Herlina, Aulia Choiril F., Bastian Galih I., Dinar Sukma P., Dyah Ayu A., Fitri Andriani F., Embrie Nglun B., Nur Karuniati, M. Khoirul Anshor, Aldino Friga P.S., Silvia Wulandari, M. Alfan Pratama, M. Jeffry A. F., Aji Kurniawan, Rizal Kurniadhi, Marshallino P., M. Marjan Marhum, Achmad Mambaun, Yuliza A., Nadhio Andromeda M., Rafi Dinul Haque, Syafikah Nurul Atiyah, Fitria Nur jannah, Katrin Alifa P., Nahar Prasetyo R., Adhitya Trustha W., Hasta Mufti S., Septiandi Nugroho., Maya Indah C. Putri. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia Alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085643830277 (Mona, Iklan/Perusahaan), saran dan kritik melalui email: pers_himmah@lycos.com, himmah_media@mailcity.com, http://lpmhimmahuii.org.
Universitas Islam Indonesia (UII) akan memberikan bantuan kepada sejumlah mahasiswa yang menjadi korban bencana Gunung Merapi. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor: 1343/SK-Rek/WR.III/XI/2010 tanggal 23 November 2010 tentang pemberian bantuan kepada mahasiswa Universitas Islam Indonesia asal provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah yang terkena dampak bencana alam erupsi gunungBerdasarkanmerapi. pengumuman yang dilampirkan bersama SK Rektor, formulir pengajuan bantuan dikumpulkan di Pengembangan Bakat Minat & Kesejahteraan (PKBM) paling lambat 29 Desember. Setelah itu PKBM akan mengajukannya ke rektorat.Berdasarkan data yang kami peroleh pertama kali dari Direktur Bidang Kemahasiswaan A.F. Djunaidi, ada tujuh mahasiswa yang mengajukan formulir pendaftaran. Empat orang berasal dari wilayah DIY dan tiga lainnya berasal dari Magelang dan Klaten. Jenis bantuan yang diberikan UII punya beberapa kriteria. Ada sangat ringan, ringan, sedang, hingga berat. Mahasiswa yang merasa menjadi korban bencana Gunung Merapi dapat mengisi formulir yang ada di tiap fakultas. Bagaimana dengan mahasiswa yang menjadi korban bencana namun telat mengajukan formulir? ”Kita harapkan sudah nggak ada, tapi kalau ada kita terima,” ungkap Djunaidi. Salah satu calon penerima bantuan, Tatik Gayanti, mengaku mendapatkan informasi dari papan pengumuman di Fakultas D3 ekonomi. Ia kemudian mengambil formulir di bagian akademik dan mengajukan diri sebagai penerima bantuan. Rumahnya di Dusun Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, rusak parah akibat diterjang awan panas. “Sekarang tinggalnya di rumah nenek,” terangnya. Ia berharap bisa menggunakan dana bantuan untuk pembayaran uang kuliah. Korban lainnya yang mengajukan bantuan yaitu Bayu Anggrawan. Mahasiswa asal Kepuharjo, Cangkringan ini awalnya tak tahu mengenai beasiswa bagi korban erupsi Gunung Merapi. Ia awalnya hanya menulis surat pribadi ke wakil rektor yang dititipkannya lewat satpam. Dalam surat itu, Bayu menceritakan kondisi dirinya saat kejadian dan sesudah bencana Merapi. Lahan pertanian milik keluarganya rusak. Beruntung rumah miliknya masih dapat ditempati. Ia pun meminta keringanan biaya kuliah, karena saudaranya Ferry Eko juga menempuh studi di Fakultas Teknologi Industri UII. “Keadaannya nggak memungkinkan untuk bayar dua-duanya, paling nggak bisa meringankan,” kata Bayu. Untuk sementara, biaya kuliah mereka ditanggung bibinya.Saat ini, ketujuh calon penerima bantuan telah melalui tahap wawancara. Djunaidi dan Refianto mewakili PKBM dan Divisi Akademik melakukan wawancara tanggal 18 januari. Seperti yang dituturkan salah satu calon penerima bantuan, Ernawati, PKBM dan Divisi Akademik bertanya sebatas kondisi keluarga. Belum ada kejelasan kapan dana bantuan akan cair. “Berapa pun dikasih, tolong diterima,” ujar Bayu menirukan Djunaidi dan Refianto. Menurut Djunaidi, pihaknya juga bertanya tentang kerusakan yang di-
Sebelas orang mahasiswa hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan mengenai bantuan yang akan mereka terima.
Oleh : Deden Ardiyawiranata Bencana. Istilah yang akhir-akhir ini akrab dengan kita. Meskipun manusia yang memberinya nama, namun ia sebenarnya milik Tuhan. Ibarat mata uang, ia memiliki dua sisi. Baik dan buruk. Masing-masing memiliki nilainya sendiri. Tak hanya kesedi han, kegetiran, dan tangisan milik si korban. Bencana, dengan segala nilai negatifnya, mengandung nilai positif. Ia menguak sisi terdalam dari manusia : kepedulian, ketulusan, dan semangat membantu sesama. Seberapa besar ketulusan kita? Pedulikah kita dengan mereka yang menderita? Sudahkah kita membantu mereka? Ia, tanpa sadar, membuat kita berkaca. Melihat dan menilai diri kita. Menguji kita. Dalam segala bentuk, bencana memiliki instrumen sendiri untuk menunjukkan siapa kita. Contohnya, bantuan bagi korban Merapi di kampus. Ia menilai kesungguhan rektorat membantu mahasiswa. Bak jauh panggang dari api. Rektorat hanya bisa menghidupkan asa. Lain dari itu, hanyalah prosedur yang sulit, sosialisasi yang minim, dan itikad baik yang perlu dipertanyakan. Bantuan, sebuah istilah yang mampu mengungkap itu semua. Mampu menun jukkan siapa yang tulus, dan siapa yang mengharap pamrih. Perlu kiranya bertanya pada diri masing-masing : Sudahkah bencana menunjukkan siapa kita?
Menunggu Asa dari Prabuningrat



KobarkobariDownloadversipdfhanyadi http://lpmhimmahuii.org
KOBARkobariSRobby.M.Infografis
alami keluarga korban, apakah termasuk kriteria ringan, sedang, atau berat. Ada satu nama yang dihilangkan dari daftar penerima bantuan. Ia adalah Ika Pratiwi Wibawanti, mahasiswi Magister Psikologi.
Ika tak mendapatkan surat panggilan wawancara dan telepon. Kata Djunaidi, mahasiswa strata satu (S1) yang menjadi prioritas utama. “Anak-anak S2 biasanya aspek kemampuan ekonominya masih ada,” ungkapnya. Ditemui selepas kuliah, Ika mengaku tak tahu ada wawancara dari pihak universitas. Ia sebenarnya tak terlalu mempermasalahkan bila dirinya tidak mendapatkan bantuan. ”Kalau yang sana (rektorat) ngasih alhamdullilah, tapi kalau saya ngoyak-ngoyak (mengejarngejar) juga nggak enak,” lanjutnya. Apa yang dialami Ika menuai tanggapan dari calon penerima bantuan yang lain. “Kok dicoret? Padahal kan dia korban dan mahasiswa UII juga,” ujar Tatik membela. Khairulina sependapat dengan Tatik, menurutnya ini tak adil, apalagi jika ternyata Ika dari keluarga tak mampu. Mereka juga menyayangkan sikap universitas yang terkesan tidak tanggap. Sutrisno misalnya, ia mengaku tidak mengetahui informasi mengenai bantuan ini. Ia pun tidak menyerahkan formulir bantuan ke pihak universitas.”Saya nggak tahu prosedurnya harus ke mana,” katanya. Menurutnya Program Studi Ilmu Komunikasi sendiri tidak pernah memberitakan bahwa ada bantuan bagi korban bencana Merapi. Saat erupsi Merapi tanggal 5 November 2010, keluarga Sutrisno mengungsi di SMK Muhamadiyah 1 Turi. Ia sendiri pada saat itu menjadi salah satu relawan. Keluarganya merugi akibat erupsi Gunung Merapi. Kebun salak milik orang tuanya rusak parah. Sebagian besar salak yang siap panen, ambruk dan harus menunggu tunas baru. Bila menanam kembali diperlukan waktu satu hingga dua tahun lamanya. Akibatnya, panen yang dipastikan merupakan panen raya pada Desember lalu gagal total. Orang tuanya akhirnya beralih menanam cabe seperti yang dilakukan petani-petani lainnya yang senasib. Sebelum bencana Merapi, salaklah yang memenuhi kebutuhan keluarganya. Sekarang keluarganya mengandalkan uang simpanan hingga menunggu panen selanjutnya. Sutrisno punya keinginan mendapatkan bantuan. ”Tapi kalo prosedurnya ribet lebih baik nggak usah.” Ia mengaku keluarganya mendapatkan santunan dari pemerintah, sebagai tunjangan
tanaman salaknya yang rusak. Namun bantuan tersebut belum turun hingga saat ini.Di Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi sendiri tidak ditemukan adanya pengumuman pemberian bantuan bencana. Hal ini diakui oleh Zarkoni, Bagian Akademik Prodi Komunikasi. Menurutnya selama ini sosialisasi secara terbuka belum pernah dilakukan. Dan pengumuman hanya ditempel di fakultas. ”Bila ada surat pengumunan dari universitas, biasanya fakultas yang menerima, dan menempelkan di papan pengumuan,”Djunaidituturnya. meyakini pihak universitas telah memberitahukan perihal bantuan ke setiap fakultas. “Kita kan sudah mengumumkan bagi mahasiswa korban Merapi agar segera melapor ke sini, apa itu bukan mendata?,” kata Djunaidi.Nanang Jatmiko menyayangkan sikap universitas. Manurut Nanang, seharusnya rektorat bisa mengetahui jumlah mahasiswa UII yang menjadi korban merapi hanya dengan melihat alamat domisili. Nanang Jatmiko sendiri termasuk salah satu mahasiswa yang mengajukan bantuan. Ia mendapatkan info dari Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia di fakultasnya dan mengumpulkannya pada jurusan. Mengenai kejelasan turunnya bantuan dan sampai kapan bantuan itu berlanjut, Junaidi tak bisa menjawabnya.”Saya belum bisa memberi jawaban, kebijakan ada pada rektoriat, kami sebatas mengonsep.” Djunaidi mempersilakan kami bertanya ke Wakil Rektor II bila ingin meminta kejelasan kapan bantuan akan turun. Bersambung ke halaman 6
KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011


sendiri. Ia tak ingin hidupnya menjadi beban bagi anak cucunya. Jam 3 sore, duda beranak sembilan itu merapikan peralatannya. Ia mengemasnya dalam koper kayu. Ia beranjak pulang. Dengan bus kota, ia menuju rumahnya di kampung Genitem, Godean. Mbah Narto tak pernah mengenyam bangku sekolah. Kreatifitas dan semangat membuatnya tetap bertahan dalam modernitas zaman.q Narasi oleh : M.Naufal F.
Mbah Narto T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari M. Naufal F. | KOBARkobariRefleksi Kerja Yang dalamBertahanModernitas Zaman
Jam 8 pagi, Mbah Narto mempersiapkan segala peralatannya. Gunting rambut, cermin, bedak, dan alat–alat lain yang ia butuhkan untuk bekerja. Ia pemangkas rambutSudahtradisional.62tahun Mbah Narto menekuni profesinya. Keahliannya bukan dari pendidikan formal atau belajar dari orang lain. Ia belajar secara otodidak. Mengamati lalu mencoba. Sebagai pemangkas rambut, ia sempat merantau ke Semarang, Demak, dan Madiun. Sejak 22 tahun lalu ia menetap di Jogjakarta.Saatini, ia mempunyai lapak di kawasan alun-alun utara. Tepatnya di depan gedung Persaudaraan Haji Indonesia (PDHI). Bukan lapak permanen. Tak berdinding, beratap terpal. Koper kayu usang tempat Mbah Narto membawa alat pangkasnya ia gantungkan di pagar PDHI.Zaman sekarang, kita banyak menjumpai salon modern. Itu tak membuat “salon” Mbah Narto sepi pelanggan. Dalam sehari ia bisa mendapatkan sepuluh pelanggan, bahkan lebih. Pelanggannya kebanyakan pria paruh baya. Mbah Narto tak mematok harga pada pelanggannya. Ia membiarkan pelanggan menilai sendiri hasil kerjanya. “Sak ikhlase mas, penilaiane wong bedobedo,” ucap pria bernama lengkap Narto WiyonoPenghasilannyaitu. tak tentu. Saat sepi, ia membawa pulang 30 ribu rupiah. Bila ramai pelanggan, Ia bisa mendapatkan 70 ribu rupiah. Dengan penghasilannya itu, Mbah Narto mampu menghidupi anak istrinya.Sepeninggal istrinya, Mbah Narto tinggal bersama satu anaknya. Pria 86 tahun itu sekarang bekerja untuk dirinya
KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 20114




KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011 Perkakas Potong Rambut T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Layanan pada Pelanggan T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari



Reportase bersama Nur Haris Ali.
Wakil Rektor II, Neini Meidawati tak bisa dihubungi karena sedang berada di luar kota. Namun Direktur Keuangan dan Anggaran, Eskar Trimurti, bersedia angkat bicara. Menurut Eskar, instruksi penurunan dana ada di tangan Neni Meidawati. ”Kita akan mengeluarkan apa-bila sudah ada intruksi dari wakil rektor dua,” lanjutnya. Ia mengaku belum mendapatkan data mengenai jumlah mahasiswa yang mengajukan bantuan.”Datanya belum masuk ke saya, masih di Direktur Kemahasiswaan,” katanya. Eskar juga mengaku belum ada kejelasan apakah berupa bebas uang kuliah atau dalam bentuk lain. Eskar juga berjanji akan menghubungi jika bantuan sudah bisa diturunkan. Namun hingga saat ini, belum ada konfirmasi dari Eskar. Eskar juga menambahkan, selain mahasiswa, ada wacana karyawan UII juga akan diberikan bantuan.”Tapi masih dirapatkan kategorinya seperti apa,” tuturnya.Hingga tanggal 10 Februari 2011 ini, terhitung jumlah mahasiswa yang mengajukan formulir hanya 11 orang. Perubahan tersebut terjadi karena ada penambahan mahasiswa (lihat tabel). Data ini pun dapat bertambah nantinya. q
KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011 !?
M. Robby. S | KOBARkobari







KOBARkobariPutraJatiWijayaP.K.
KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011 7
Bagi kawan-kawan yang ingin mengirimkan tulisan berupa opini, surat pembaca, mempublikasikan suatu kegiatan baik lembaga, organisasi dan sebagainya di KOBARkobari dapat mengirimkan langsung ke sekretariat LPM HIMMAH. jalan Cik Di Tiro no. (utara gramedia), atau melalui e-mail : pers_himmah@lycos.com/himmah_media@mailcity.com. Buku foto Surga Kaldera Kawah Ijen bisa di dapat kan di Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH UII, Jl. Cik Dik Tiro no. 1 TelpYogyakarta.(0274) 3055069. SMS 083869443808 (Flo)





KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // FEBRUARI 2011

