Koran Lensa Indonesia Edisi 164

Page 8

8

EDISI 164 | 30 JANUARI - 04 FEBRUARI 2017

KONSPIRASI

Widji Thukul Berpindahpindah Tempat dan Masih Hidup? Sebanyak 27 puisi pelarian yang dikirim Widji Thukul menunjukkan teka-teki jika orang bersangkutan diduga berpindah-pindah tempat dan masih hidup hingga sekarang.

KEMATIAN penyair dan aktivis Widji Thukul masih menjadi misteri. Teka-teki keberadaan pria yang memiliki nama asli Widji Widodo ini sempat merebak di sosial media. Berawal dari postingan akun path ndorokakung yang menyebut Thukul mendapat penghargaan dari Timor Leste karena ikut membantu kemerdekaan negara itu. Dalam akun itu juga disebut Widji Thukul ikut merakit bom untuk pejuang Timor Leste dan tewas di perbatasan kedua negara. Wakil Ketua DPR yang juga mantan aktivis ‘98, Fahri Hamzah, pernah mengungkakan kasus kematian Widji Thukul harus segera diungkap. Sebab, kasus penculikan aktivis kerap dijadikan senjata sekelompok orang untuk menyudutkan negara. “Karena ini adalah blackmail terhadap negara, terhadap institusi militer kita dan saya kira perlu klarifikasi, keluarga Widji dan orang yang selama ini mendukung, termasuk LSM yang selama ini besar juga melalui isu,” ujar Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, beberapa waktu lalu. Politisi PKS ini menuturkan, kabar tentang Widji Thukul itu seharusnya dijadikan intropeksi oleh semua pihak. Karena selama ini, kata dia, ada kekuatan yang selalu menyudutkan institusi seperti TNI, Kepolisian, dan Intelijen negara terkait kematian para aktivis. Menurutnya, negara selalu disalahkan atas hal-hal seperti peristiwa kematian aktivis. “Ya harus diluruskan kan, jangan sampai sejarah diluruskan selalu dianggap menyalahkan negara, tapi begitu ada gerakan sipil yang keliru ya juga harus diluruskan,” tandasnya. Mantan aktivis 98 yang juga mantan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief sempat membuka kisah lama tentang Widji Thukul yang hilang di era Orba. Menurut Andi Arief, Widji Thukul sebenarnya masih hidup. Berikut pengakuan Andi Arief dari dari laman pribadinya, 2 Juli 2014 lalu yang dirangkum Lensa Indonesia: Widhji Thukul, semoga kau membaca tulisan pendekku ini— Melihat Metro TV berulang mendagangkan kehilangan Thukul dalam acara memenangkan Jokowi, serta statemen Jokowi yang seolah-olah menyukai sajak-sajak Thukul dan meminta Thukul harus ditemukan, inilah saatnya saya saya akan berterus terang . Saya akan menepati janji bercerita tentang Widji Thukul. Sejak peristiwa 27 Juli 1996 kami kesulitan mencari dimana keberadaan penyair rakyat yang populer puisinya sampai ke jalan-jalan menjadi teriakan aktifis kiri, tengah sampai kanan yaitu: hanya satu Kata lawan !!. Suatu saat di milist apa kabar yang waktu itu media yang tak lagi bisa dikontrol oleh Orde Baru, ada puisi Thukul yang memberi signal dia masih hidup. Pertengahan 1997 akhirnya kami mampu bertemu Thukul. Setiap orang tidak sama dalam mengatasi represi, banyak kawan kami yang mundur, menghilang, ada yang terkena gangguan jiwa tapi mayoritas yang terkonsolidasi makin teguh iman perjuangannya dan yakin peristiwa 27 Juli itu pertanda senjakala usia diktator Soeharto. Laporan majalah Tempo 2013 tentang Widji Thukul ada kekeliruan besar. Disebutkan Widji Thukul menempati kontrakan di tanah tinggi. Itu Keliru, Widji Thukul bersama saya dan beberapa kawan berada pindah-pindah di dua tempat, pertama, di rumah susun Cawang, Kedua di Rumah susun Apron Kemayoran. Thukul adalah obor bagi kami. Dia penyair yang tidak cukup puisi adalah perlawanan, tapi berorganisasi adalah perlawanan sesungguhnya, Dia aktif dalam aksi-aksi buruh. Seperti juga Thukul, ada rekan kami Lukman yang juga bukan berbasis student tapi hasil dari pengorganisiran buruh, seorang buruh bergabung dan memimpin perjuangan. Thukul yang kembali bersama kami pertengahan 1997 adalah Thukul yang baru. Saya melihat dia mengalami perubahan besar. Kalau dasarnya represi 1996, rasanya sulit bisa menjelaskan thukul 1997 yang kehilangan spirit dan progresif. Karena aktifitas progresif Thukul bertahun-tahun di berbagai kota dan demonstrasi tak mungkin dengan gampang mengubah dirinya menjadi sosok yang kehilangan spirit. Thukul dalam setiap rapat dan diskusi tidak lagi bersemangat, bahkan saat akan pengambilan gambar pembacan puisinya yang akan dikirim ke pembukaan Kongres DSP di Australia, harus melakukan pengulangan berkali-kali karena Thukul bukan hanya tidak menjiwai tapi juga tak lagi hapal salah satu puisinya. Perubahan yang terjadi pada dirinya membuat saya dan kawan-kawan tidak memberikan tugas berat pada Thukul untuk melakukan pengorganisiran di hampir 50 titik lebih di Jakarta yang kami lakukan. Thukul saat Dollar tembus 18 ribu kami

tempatkan sebagai divisi penggandaan selebaran, majalah dan lain-lain. Belum 24 Jam rapat selesai, Thukul izin pada saya yang waktu itu memimpin untuk izin bertemu keluarganya yang menurut dia belum pernah disambangi sejak 27 Juli 1996. Sejak itulah Thukul tidak pernah ada komunikasi kembali dengan organisasi. Kemana Thukul setelah 27 juli 1996 sampai bertemu kami pertengahan 1997? Dia bercerita pada saya (mungkin juga yang lain) dia ditampung oleh jaringan yang posisinya juga kontra terhadap Orde baru. Berpindah-pindah rumah dan berpindahpindah Propinsi, kata Thukul. Kepergian Thukul 1997 itu jauh dari masa-masa penangkapan-penangkapan tertutup yang dilakukan sekitar februari sampai Maret 1998. Kami tidak tahu kemana Thukul sebenarnya. Namun saya menjadi saksi sekitar dua bulan sejak saya dikeluarkan dari tahanan Polda Metro Jaya tahun 1998, bertempat di coffe shop sebuah hotel di bilangan Cikini. Saya bertemu Thukul sekitar 1 jam lamanya. Saya senang karena artinya Thukul masih ada. Perlu diketahui Kontras dan Ikohi di awal-awal tidak memasukkan Thukul sebagai daftar orang hilang. Lalu dimana Thukul? saya yakin dia masih ada dan masih hidup. Entah di mana. Namun, saya masih menyimpan jelas nama yang disebut Thukul adalah nama Stanley, nama yang tak asing bagi dunia pers dan Tempo. Sampai saat ini saya belum pernah bertemu Stanley untuk menanyakan kabar itu. Faktanya entah dimana Thukul penyair rakyat berada. Sebagai rasa tanggungjawab saya dan kawan-kawan karena setelah pertemuan dengan saya di Cikini Thukul misterius keberadaannya, suatu malam saya kebetulan menelpon rekan saya satu kost di Yogya yaitu mas Eko Widodo yang juga pengajar di Univ Atmajaya Jakarta. Di akhir pembicaraan rekan saya itu bilang, Iki Wahyu adeknya Thukul di sebelahku (kalau tidak salah satu kost2an di Jakarta). Kesempatan itu saya manfaatkan bertanya dengan perot panggilan Wahyu tentang Kakaknya. Wahyu Bilang : “Widji Thukul dalam kondisi sehat dan aman”. Legalah hati dan perasaan saya. Thukul tidak pernah sama sekali memberikan puisi ini pada kami. Hal yang aneh tentunya karena kalau ditulis Agustus 1996, tahun 1997 itu Thukul sudah bisa konsolidasi bersama kami. Apa yang dibilang Thukul soal Stanley, aku yakin benar. Stanley dan jaringannya yang membantu tukul. Tentu perlu diapresiasi. Saya berharap saat terjadi rusuh 1997 Thukul juga masih dibantu Stanley.

dia bersama Thukul dan beberapa kawan lainnya sempat berpindah-pindah tempat persembunyian.

Teka Teki Pelarian di Kumpulan Puisi

Yosep Adi Prasetyo alias Stanley, mantan anggota Komnas HAM menulis artikel di Jurnal Dinitas yang diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam). Jurnal Volume VIII No. 1 Tahun 2012 itu memuat tulisan Stanley berjudul “Puisi Pelarian Widji Thukul”. Widji Thukul, penyair asal Solo Jawa Tengah itu hingga kini masih hilang. Ia menjadi salah satu dari 13 aktivis lainnya yang hilang antara 1997-1998. Nama Widji Thukul disebut sebagai salah satu orang yang dicari pemerintah Soeharto yang menuding Partai Rakyat Demokratik sebagai dalang Peristiwa 27 Juli 1996. Widji Thukul aktif di Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jakker), organ underbouw PRD. Stanley mendapatkan kumpulan puisi Widji Thukul saat Thukul menjadi buron. “Saya bertemu dengan Widji Thukul beberapa kali. Saya mendapatkan kumpulan puisi ini saat-saat terakhir kali sebelum dia memutuskan untuk pindah ke luar kota, mengingat Jakarta dinilainya sudah tidak aman,’ tulis Stanley di Jurnal Dignitas. Kepada Stanley, Widji Thukul mengatakan: “Tolong ini kamu pegang. Siapa tahu suatu saat ada gunanya”. Kumpulan puisi ini total berjumlah 27 buah puisi yang sebagian besar belum ada judulnya. Jumlah puisi adalah perkiraan Stanley, karena bisa jadi larik-larik pusi itu memiliki judul sendiri. Puisi tersebut ditulis dengan pensil di atas kertas surat putih bergaris sebanyak 13 halaman bolak-balik. Dalam tulisannya, Stanley menyebut tulisan ini dibuat setelah Widji

Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser. Kasus penghilangan paksa ini kembali mencuat saat Mayor Jendral (Purn) Kivlan Zen kembali mengungkapnya di acara Debat tvOne pada Senin (28/4/2014) malam. Mantan Kepala Staf Kostrad itu mengaku tahu di mana 13 aktivis itu ‘dihilangkan’. Untuk diketahui, Kivlan menjabat sebagai Kakostrad pada 1998 atau saat Pangkostrad dijabat Letjen Prabowo Subianto. “Yang menculik dan hilang, tempatnya saya tahu di mana, ditembak, dibuang,” kata Kivlan dalam debat yang dipandu pembawa acara Alfito Deannova di tegah ramainya Pilpres 2014 lalu. Bahkan, Kivlan mengatakan, jika nanti disusun sebuah panitia untuk menyelidiki lagi kasus penghilangan 13 aktivis itu, dia bersedia bersaksi. “Kalau nanti disusun nanti suatu panitia, saya akan berbicara ke mana ke-13 orang itu hilangnya, dan di mana dibuangnya,” ujar Kivlan dengan nada berapi-api. Dalam acara debat itu, Kivlan diposisikan sebagai pembela Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang dituding bertanggung jawab atas penghilangan paksa tersebut. Di kubu Prabowo, ada juga Wakil Ketua Umum Partai Gerinda Fadli Zon.

Feeling Istri Widji Thukul

Di tempat terpisah, istri Widji Thukul, Dyah Sujirah mengamini pernyataan Andi Arief, jika suaminya tersebut saat ini masih hidup dan berada di suatu tempat. Wanita yang akrab disapa Sipon tersebut mengaku beberapa teman Widji yang kembali dari penahanan dan penculikan juga mengatakan bahwa dia suaminya masih hidup. “Feeling saya mengatakan, hingga saat ini suami saya masih hidup,” ujar Sipon kepada wartawan di rumahnya, Kampung Kalangan, Jagalan, Jebres, Solo, belum lama ini. Menurut Sipon, Andi Arief sebagai tokoh Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) mestinya mengetahui banyak tentang hal tersebut. Sipon menduga Andi baru sekarang ini bersedia buka suara. “Mungkin itu sebagai bagian dari tanggung jawabnya untuk menyampaikan kenyataan ini,” ucapnya. Sipon berharap, jika masih hidup, suaminya tersebut segera muncul di hadapan publik serta memberikan kesaksian sejujurjujurnya apa yang pernah dialami selama ini. “Kalau masih hidup lebih baik segera tampil di hadapan publik untuk memberikan penjelasan terkait semua kejadian tanpa merasa tertekan,” katanya. Sebaliknya, adik kandung Widji Thukul mengaku ragu dengan pernyataan Andi Arief tersebut. “Pernyataan Andy Arief itu tak bernilai. Sebab dia sedang menikmati kekuasaan (masih Stafsus Presiden SBY),” tegasnya. Wahyu yang saat ini sering mendampingi buruh migran tersebut juga menantang Andi Arief untuk bersaksi di Komnas HAM atas pernyataannya tersebut. Widji Thukul menghilang dari berbagai aktivitas umum semenjak sejumlah tokoh partai dikejar-kejar aparat Orde Baru. Partai dimaksud adalah Partai Rakyat Demokratik. Di mana Thukul bergabung dengan Jaker (Jaringan Kesenian Rakyat), yang merupakan organisasi sayap partai. Widji Thukul disebut-sebut sebagai salah satu korban penculikan aktivitis di masa Orde Baru. Belakangan Andi Arief menyebut Thukul masih hidup. Mantan Ketua SMID tersebut mengaku saat dikejar-kejar aparat,

Thukul menempuh perjalanan Solo, Salatiga, dan Jakarta dengan menumpang truk dan berpindah-pindah bus. Sebagian tulisan diberi catatan tanggal penulisan, sebagian tidak. Namun dari catatan yang ada bisa diperkirakan bahwa puisi ini ditulis antara tanggal 10 sampai 15 Agustus 1996, saat Thukul menjadi buronan pasca Peristiwa 27 Juli. Puisi Widji Thukul ini dapat menjadi jejak melacak keberadaan Widji Thukul yang hingga kini belum kembali. Thukul berhenti sekolah di bangku SMA karena kesulitan keuangan. Namun, karyakarya puisinya luar biasa, banyak membakar semangat perlawanan. Hampir semua karya puisinya berisi protes tajam terhadap kediktatoran rezim Soeharto. Sebelum ‘dihilangkan’, Thukul sejak Juni 1996 sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Dalam pelariannya itu, Thukul tetap menulis puisi-puisi yang terus menyulut api pemberontakan. “Hanya ada satu kata: lawan!” demikian kata Thukul dalam puisinya yang berjudul ‘Peringatan’. Thukul dinyatakan hilang bersama 13 aktivis, yang jasadnya masih hilang hingga kini. Mereka adalah Widji Thukul, Petrus Bima W W W. L E N S A I N D O N E S I A . C O M

Berikut ini satu dari 27 Puisi Pelarian Wiji Thukul yang tidak ada judulnya. Sipon dan Wiji Thukul (insert)

Sayang, sampai kini kasus penghilangan paksa tersebut tak pernah terungkap. Bahkan, nasib maupun jenazah dari ke-13 orang tersebut tak jelas rimbanya sampai kini. Jadi manakah yang benar, Thukul pernah berjibaku bersama pejuang Timor Leste dan tewas di perbatasan Indonesia dan Timortimur atau dia diculik penguasa di era Orba atau justru masih hidup di Jawa dan lokasinya berpindah-pindah? nov


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.