Koran Madura

Page 6

6

SAMPANG

KAMIS 21 PEBRUARI 2013 NO.0061 | TAHUN II

BUDAYA MADURA

Tradisi Mokka’ Blabar dalam Pesta Pernikahan Makin Luntur SAMPANG – Seniman yang aktif di DKS Sampang Mahalli (40) mengatakan budaya Mokka Blabar dalam setiap pesta pernikahan sudah mulai menghilang. Mahalli mengaku sangat menyayangkan atas menghilangnya budaya dalam pernikahan di daerah Sampang tersebut. Menurutnya, dalam tradisi adat, penganten pria beserta rombongan sebelum memasuki pekarangan pihak mempelai wanita, harus berhasil melewati tujuh tirai (blabar) berwarna merah yang dijaga oleh sesepuh dari pihak mempelai perempuan. Kemudian ketua rombongan atau sesepuh dari pihak mempelai pria menyobek blabar sambil menjawab pertanyaan dari sesepuh pihak mempelai wanita yang menjaga blabar dengan bahasa tembang seperti seni macapat. Itulah yang disebut budaya Mokka Blabar, yang kini mulai menghilang dari semarak pernikahan di wilayah Sampang dan kabupaten sekitarnya. “Sebenarnya Mokka Blabar ini sudah menjadi tradisi turun temurun di Sampang. Prosesi Mukka Blabar belakangan ini dinilai kuno. Padahal tradisi ini sangat menarik bila dilaksanakan dalam setiap pesta pernikahan. Selain itu, acara ini juga menunjukkan perjuangan mempelai pria untuk dapat meminang wanita idamannya. Sebab dalam sepuluh tirai yang harus dilalui itu masing-masing tirai ada sesuatu pertayaan yang harus dijawab oleh rombongan mempelai pria. Kalau tidak bisa menjawab bisa menggagalkan pernikahan itu,” ucapnya. Lebih lanjut, pria yang sehari-hari mengajar di salah satu SD Negeri di desa Gunung Maddah kecamatan Sampang ini menjelaskan, akhir dalam tradisi Mokka Blabar setelah masuk dalam tirai ke tujuh, mempelai pria akan ditanya mengenai kapur dan sirih, yang berarti suci dan berani untuk membina rumah tangga. Dalam prosesi Mokka Blabar yang merupakan tradisi pernikahan tradisional masyarakat Sampang ini, juga diiringi dengan musik daerah seperti kesinian hadrah atau rebana. Mahalli menambahkan, hakikat berumahtangga ialah memadukan dua hati untuk membangun masa depan. Tradisi Mokka Blabar merupakan simbol bagi kedua mempelai bahwa untuk mengarungi sebuah rumah tangga harus melalui proses yang sangat rumit. Jika tidak mampu menembus berbagai rintangan dalam mengarungi masa ke masa berumahtangga sebagaimana rintangan pertanyaan yang harus dilalui dengan baik di setiap blabar, maka besar kemungkinan sebuah rumah tangga akan cepat goyah. “Hal tersebut merupakan simbol, bahwa membina sebuah rumah tangga harus penuh rasa tanggung jawab dan bisa melewati semua rintangan dalam hidup,” ucapnya. Sedangkan Wahed (55), warga Permata Selong yang juga menjadi guru di salah saru SD Negeri di kota Sampang, mengatakan bahwa dahulu ketika dirinya masih kecil adik dari salah satu orang tuanya pernah melakukan pernikahan dengan budaya adat mukka blabar itu. “Dulu sewaktu saya masih kecil saya masih ingat, sekitar tahun 60-an, adik dari orang tua saya melakukan pernikahan dengan melakukan prosesi nikah Mokka Blabar. Sekarang sudah tidak ada lagi. Menghilangnya budaya adat Sampang itu karena terkikis oleh modernisasi. Di era modern seperti saat ini, warga lebih memilih acara yang sederhana dan tidak memakan waktu lama,” tuturnya. Menurut Wahed, andai ada masyarakat yang menggunakan tradisi ini saat menggelar pernikahan, itu juga tidak seutuhnya digunakan, karena memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. “Meskipun ada (warga menikah dengan menggunakan budaya adat mokka blabar) paling hanya sebagian prosesi yang diambil. Selain biaya yang mahal, juga karena waktu dalam proses pernikahan ini sangat lama. Itu yang menjadi kendalanya,” ujar Wahed. Sementara generasi mudi Sampang mengaku tidak mengetahui budaya adat Sampang yang bernama Mokka Blabar itu. Mamang (25), warga jalan Lawu, mengaku baru mengetahui adanya budaya adat tersebut setelah berbincang dengan wartawan koran ini. “Wah, saya tidak tahu. Soalnya di sekitar sini tidak pernah ada budaya Mokka Blabar. Dan memang tidak pernah dikenalkan dalam pelajaran bahasa daerah. Jadi saya tidak tahu,” kata Mamang. (cyo/msa/rah)

BKD akan Tindak PNS yang Nongkrong di Waktu Dinas SAMPANG – Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sampang melalui Kabid Pembinaan dan Kesejahteraan Kepegawaian, Bambang Maryono menegaskan akan terus menindaklanjuti adanya oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sering tidak disiplin saat jam kerja berlangsung.

Dirinya juga akan berkordinasi dengan pihak dinas terkait untuk memberikan teguran. ”Sementara ini kami akan selidiki dan konfirmasi kepada dinas yang bersangkutan, jika sudah terbukti dan benar-benar keluar atas dasar kepentingan pribadi, akan kami tindak tegas,” jelasnya. Oknum PNS yang nongkrong di waktu jam kerja kedinasan tersebut bisa menjadi pemandangan sehari-hari di

salah satu warung yang berada di jalan Wijaya Kusuma Bangsa, dan di sejumlah tempat lain. Banyak oknum guru PNS yang sering nongkrong merupakan penyalahgunaan tugasnya sebagai pejabat negara. Mereka telah meyalahgunakan warung yang berada di areal tersebut. Oknum PNS tersebut saat jam kerja tampak santai sambil menyeduh secangkir kopi. Asmaun, salah satu pen-

gunjung warung saat ditemui wartawan koran ini sangat menyayangkan adanya oknum guru serta PNS yang masih menggunakan seragam dinas yang masih berada di warung yang berdekatan dengan salah satu Sekolah Menengah Atas. ”Sebetulnya tidak ada masalah minum kopi di warung, namun saat jam pulang, tidak apa-apa. Tetapi bila dilakukan ketika jam tugas dinas, sungguh tidak patut. Apalagi waktu tugas sebagai abdi negara,” terangnya, Rabu (20/2). Menindaklanjuti adanya oknom PNS yang melalaikan profesinya itu, kata Bambang, memang menjadi kewajiban, tetapi tetap ada prosedurnya. Ada peraturan menindak ketidakdisiplinan seorang PNS. Jika terbukti itu perbua-

KELUYURAN. Oknum PNS tampak sedang nongkrong di sebuah warung di dekat sebuah Sekolah Menengah Atas di Jalan Wijaya Kusuma Bangsa. tan yang tidak baik. “Itu akan bisa jadi menerima teguran atau sanksi disiplin. Kami tidak akan pan-

dang bulu, semuannya akan mendapat sanksi jika sudah lalai dalam kedisiplinan,” ucap Bambang. (ryn/msa/rah)

SEPI PEMBELI

Pasir Hitam Makin Menumpuk di Pelabuhan

Ryan HariyantoKoran Madura

Junaidi/Koran Madura

MENUMPUK. Pasir hitam di sekitar Pelabuhan Tanglok, Banyuanyar, kecamtan Kota Sampang, tampak menumpuk. Seorang kuli sedang mengangkut pasir ke atas pik-up dari tumpukan pasir hitam di Pelabuhan Tanglok. SAMPANG – Di musim hujan seperti sekarang, Permintaan pasir hitam di Pelabuhan Tanglok, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Kota Sampang, menurun drastis dibandingkan pada saat musim kemarau. Permintaan dan kebutuhan konsumen berkurang karena pelaksanaan proyek sudah banyak yang selesai. Konsekuensinya tumpukan pasir hitam semakin banyak berjejer di sekitar pelabuhan. Pekerja kuli angkut pasir lebih banyak menggunakan waktunya untuk menganggur dan berkumpul dengan teman-temannya sambil menunggu

pembeli pasir yang datang di pelabuhan tanglok. Moh. Syafi, seorang kuli angkut pasir, mengatakan di musim hujan seperti saat ini, mulai dari pukul 07.00 wib hingga siang hari hanya bisa mengangkut pasir sampai dua mobil pik-up, padahal pada musim kemarau biasanya lebih banyak kerjanya dari pada menganggurnya. “Memasuki musim hujan seperti saat ini, kami lebih banyak menganggurnya,” ungkapnya, Rabu (20/2). Masih kata Syafi, dengan adanya penurunan pembeli maka upah yang

didapatnya lebih sedikit dibandingkan saat musim kemarau, karena semakin banyak pembeli yang datang maka akan semakin banyak pula upah yang ia dapatkan. “Kalau seperti ini terus, mau makan apa istri dan anak saya mas,” imbuhnya. Sementara H. Zaini, salah satu pedagang pasir yang ada di Pelabuhan Tanglok mengatakan, permintaan pembeli pada tahun ini lebih berkurang dibandingkan tahun kemarin. Pada saat musim kemarau biasanya bisa menghabiskan pasir hingga 300 mobil pik-up setiap hari. Pada awal tahun ini

yang bertepatan dengan musim hujan, yang laku hanya berkisar 100 pik-up. “Menurunnya permintaan pasir ini masih tergolong wajar, apalagi pelaksanaan proyek pembangunan banyak yang sudah selesai,” ujarnya. H. Zaini juga menambahkan, di saat musim kemarau dirinya bisa mendatangkan pasir hitam sampai empat perahu ukuran besar dari Probolinggo. Akan tetapi memasuki musim penghujan seperti awal tahun ini hanya satu perahu. “Karena sepinya pembeli, perahu pengangkut pasir banyak yang tidak beroperasi,” tandasnya. (jun/msa/rah)

KINERJA WAKIL RAKYAT

Empat Pimpinan DPRD Tidak Terima Kunker DPRD Tasikmalaya SAMPANG - Kunjungan Kerja (Kunker) anggota DPRD Kota Tasikmalaya, Jawa Barat ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sampang, Rabu (20/02), dalam rangka mengkaji tentang Perda penyertaan modal di Kabupaten Sampang. Akan tetapi, terdapat empat pimpinan DPRD Sampang tidak ikut menyambut kunjungan kerja DPRD Tasikmalaya Jabar tersebut karena keempatnya tidak masuk kerja. Menurut Ketua Komisi A DPRD Sampang Mohammad Hodai menerangkan absennya keempat pimpinan DPRD Sampang karena kemungkinan masing-masing mereka mempunyai kepentingan lain yang tidak bisa digantikan serta mendesak. “Masih wajar, mungkin mereka masih ada kepentingan mendadak, sehingga tidak bisa dating. Empat pimpinan DPRD Sampang

yang tidak hadir dalam acara tersebut yaitu Imam Ubaidillah, Kian Santang, Lutfiyanto, dan Ahmad Hakiki, tapi kami tidak tahu apa alasannya sehingga tidak hadir,” terangnya, Rabu (20/2). DPRD Tasikmalaya melakukan kunker ke DPRD Sampang dengan maksud mengkaji tentang peraturan daerah penyertaan modal di Sampang selama ini untuk diterapkan juga di Tasikmalaya. Selama ini di Tasikmalaya diketahui baru memiliki dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sedangkan di kabupaten Sampang sudah memiliki enam BUMD. Sementara itu hingga berita ini ditulis, Ketua DPRD Sampang, Imam Ubaidillah saat dikonfirmasi melalui jaringan telepon selulernya tidak ada jawaban meski terdengar nada sambung di dalam telpon genggamnya. (ryn/msa/rah)

HOBBI

Rela Rogoh Jutaan Rupiah Untuk Koleksi Burung

PIARAAN MAHAL. Beberapa pasang burung lovebird milik Ellyanti. SAMPANG – Ellyanti (42), warga yang tinggal di Jalan Imam Bonjol menggandrungi burung. Bahkan dia rela merogoh koceknya hingga jutaan rupiah untuk mengoleksi bermacammacam jenis burung koleksinya, yang disebut love bird. Guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di salah satu desa di ke-

Cahyo Wuriyanto/ Koran Madura

camatan Kedungdung ini mengaku menyukai love bird karena burung itu sangat cantik. Menurutnya sesuai dengan namanya, love bird adalah burung yang melambangkan cinta. “Selain cantik dan lucu, burung ini penuh dengan cinta,” ucap Ellyanti sambil tersenyum. Dia menjelaskan jenis-jenis love

bird koleksinya. Dia memiliki empat pasang burung love bird, yaitu satu pasang jenis Latino, tiga pasang olive atau yang biasa disebut pastel, yaitu sepasang berwarna hijau berkepala merah dan satu pasang berwarna hijau berkepala hitam. “Saat ini saya mempunyai empat pasang love bird, yaitu sepasang Latino dan tiga pasang Olive. Saya sebenarnya pingin tambah lagi satu pasang yaitu jenis Albino, tapi nunggu dulu, dananya masih kurang,” tuturnya sambil tersenyum. Ellyanti juga mengakui bahwa dia harus merogoh kocek jutaan rupiah untuk koleksi love birdnya ini. Menurutnya yang paling mahal dia akui adalah jenis Latino. Meski tidak mengatakan nilai nominalnya, dia mengakui mengeluarkan dana jutaan untuk memperoleh sepasang love bird jenis Latino. “Ya beberapa juta, Mas. Kebetulan uang saya pas, jadi saya beli. Selain itu memang saya menginginkan jenis ini dan saya paling suka dengan jenis ini, warnanya kuning dengan mata yang merah, cantik sekali,” jelas ibu dengan dua anak ini sambil menunjuk burung kesukaannya. Kadir (39), warga Jalan Permata seorang pencinta burung yang juga sebagai juri untuk lomba burung berkicau, dia menjelaskan bahwa untuk love bird

jenis Albino dan Latino ini untuk anakan bisa seharga dua jutaan. Sedangkan untuk induk jenis burung tersebut bisa mencapai tiga jutaan lebih. Sementara burung jenis Olive bervasriasi, sekitar 800 sampai 1,5 jutaan. “Yang paling mahal adalah jenis Latino dan Albino, bisa mencapai 10 jutaan lebih untuk sepasang. Sedangkan Olive bervariasi 800 sampai 2 jutaan gitu lah,” jelas Kadir kepada wartawan koran ini. Asep Priyadi (42), suami dari Ellyanti mendukung kegemaran istrinya mengoleksi love bird ini karena memang burung ini sedang menjadi tren juga bentuk burungnya yang cantik. Bahkan menurut Asep, putra dan putrinya juga menyukai burung ini. “Selain istri saya dan saya, anakanak saya juga senang terhadap love bird. hampir setiap pagi mereka duduk di depan sangkar, melihat pasangan love bird dan tak jarang mereka pula yang mengasih makan,” tutur Priyadi. Sebetulnya, kata Priyadi, pernah ada yang menawar sepasang Latino peliharaannya, tapi olehnya tidak dijual karena permintaan Ellyanti dan anaknya. “Yang Latino ini pernah ada yang nawar di atas harga waktu saya beli, tapi tidak dibolehkan oleh istri saya,” ucapnya. (cyo/msa/rah)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.