e Paper Koran Madura 09 Juni 2014

Page 2

2

KORAN MADURA

SENIN 9 JUNI 2014 | No. 0376 | TAHUN III

PAMANGGI

Paksa

Oleh : MH. Said Abdullah

Anggota DPR RI, asal Madura

Ramai-ramai perbincangan tentang oknum Babinsa (Bintara pembina desa) yang mengarahkan warga memilih Capres/Cawapres tertentu mengingatkan masa-masa silam pelaksanaan Pemilu Orde Baru. Saat itu warga seperti berada dalam pagar-pagar pilihan bahkan sampai saat di TPS. Berbagai bentuk tekanan dirasakan warga sehingga kadang dengan terpaksa harus memilih partai tertentu. Sulit menyebut moment politik di era Orde Baru itu sebagai ajang demokrasi, yang menjadi media ekspresi politik masyarakat. Sebab praktis pada tataran riil sebagian besar masyarakat bukannya memilih tapi “dipaksa” berada pada posisi pilihan tertentu. Yang ada pengerahan, tekanan, pemaksaan bahkan kadang berupa siksaan terutama di daerah-daerah terpencil bila seorang warga misalnya, diketahui memilih partai yang tak sejalan keinginan penguasa Orde Baru. Momen-momen suram bangsa Indonesia itu dari kasus oknum Babinsa, tampaknya ada yang ingin mengulanginya. Ada upaya menggunakan cara yang jauh dari harkat dan martabat kemanusiaan di tengah kondisi Indonesia yang sudah berubah itu. Dan tentu saja jika mencermati reaksi yang mengeliat, bangsa ini sangat jelas tak ingin kejadian pahit terulag kembali. Bahkan mengingatpun rasanya merupakan nestapa; membuka luka lama. Di sinilah seharusnya siapapun yang menjadi bagian dari pelaksanaan Pilpres menyadari suasana kehidupan sosial politik sudah berubah. Sudah tak ada lagi ruang cara-cara represif di negeri ini. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyadari memilih adalah hak yang tak bisa diganggu gugat, ditekan, diarahkan, dimobilisasi oleh siapapun. Belajar dari pelaksanaan Pilpres sebelumnya, termasuk Pileg yang baru saja selesai tampak sekali Independensi masyarakat Indonesia semakin masyarakat benar- cerdas dalam menentukan pilihan. benar terwujud ka- Alih-alih dalam persoalan memilih, dang dalam sikap pada setiap kegiatan politik partaidan perilaku mela- pun masyarakat kini tak bisa lagi mpaui batas-batas digiring, dimobilisasi. Jika mereka memiliki ketertarikan berangkat kewajaran. menghadiri, jika minat tak ada, jangan harap menghadiri. Bahkan secara faktual dari pelaksanaan Pileg April kemarin dengan mudah tertangkap fakta-fakta riil betapa masyarakat pada realitas tertentu sudah sampai taraf memahami kinerja partai politik. Masyarakat sangat cermat memberikan penilaian lalu memberikan reaksi yang kadang sulit diduga. Partai-partai yang sedang bergelut masalah hukum misalnya, sangat sulit mendapat dukungan apalagi kepercayaan masyarakat. Tak bisa lagi misalnya, partai bermasalah walau berkuasa mengarahkan, memaksa masyarakat dalam memilih. Independensi masyarakat benar-benar terwujud kadang dalam sikap dan perilaku melampaui batas-batas kewajaran. Jangankan dipaksa untuk memilih partai tertentu, mengajak datang saja ke TPS-TPS diperlukan tenaga ekstra. Semangat memilih baru tumbuh ketika tuntutan-tuntutan instan dalam bentuk transaksi dipenuhi oleh partai politik maupun para Calegnya. Istilah populer NPWP, nomor piro wani piro, walau tak terbukti secara riil sungguh sulit dibantah merebak sangat dasyat dalam pelaksanaan Pileg 2014. Karena itu sebenarnya ironis, jika di era sekarang ini dikembangkan cara-cara oknum Babinsa ketika logika masyarakat diduga lebih mengedepankan tuntutan instan dalam bentuk apa yang disebut money politic. Hampir pasti sudah berkurang ketakutan masyarakat termasuk di daerah pedalaman sekalipun terhadap tekanan-tekanan pemaksaan memilih. Diakui atau tidak, diduga masyarakat saat ini lebih luluh alias manut jika berhadapan dengan “maaf” lembaranlembaran rupiah; bukan lagi tekanan gaya oknum Babinsa. =

Berita Utama

2 Berita Utama

KORAN MADURA

SENIN 9 JUNI 2014 | No. 0376 | TAHUN III

Tim Prabowo-Hatta Angkat Tangan Indonesia Timur Diakui Cukup Berat JAKARTA-Dewan Pakar Tim Pemenangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Fadel Muhammad mengakui kesulitan dalam meraih suara untuk pasangan nomor satu di Indonesia bagian Timur. Sebab, wilayah tersebut mayoritas memilih pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. “Kita harus jujur, wilayah timur sangat kuat solidaritasnya dan sulit mempengaruhinya, karena wilayah ini suara JK,” kata Fadel dalam acara Silahturahmi Alumni ITB di Anjungan Sumatera Selatan, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu (8/6). Dalam merebut suara tersebut, kata Fadel, diperlukan pendekatan secara personal. Alhasil, Prabowo-Hatta bersama tim sukses wilayah tersebut mengunjungi masyarakat secara langsung. “Kita perlu membuat simpul-simpul yang baik serta terobos kantong-kantong itu dan ke depan diharapkan suara (Prabowo-Hatta) lebih tinggi dari yang satunya (Jokowi-JK),” ucap Fadel. Menurut dia, survei yang dilakukan oleh timnya saat ini su-

ara Prabowo-Hatta di Indonesia Timur baru mencapai 31 persen, sedangkan Jokowi-JK mencapai 43 persen. “Ketinggalannya cukup banyak, 10 persen lebih. Sehingga perlu bekerja keras,” tutur dia. Sementara itu, Tim Generasi Prabowo-Hatta menyebutkan tingkat keterpilihan atau elektabilitas pasangan PrabowoHatta mulai menyalip pasangan Jokowi-JK di satu bulan sisa penyelenggaraan Pilpres 2014 yang dilaksanakan pada 9 Juli 2014. “Dari jajak pendapat yang dilakukan Tim Generasi PH secara wawancara/tatap muka pada 1500 responden, didapatkan pasangan Prabowo-Hatta meraih 60 persen suara, sementara Jokowi-JK hanya meraih

35 persen. Sisanya, sebanyak 5 persen tidak memilih keduanya,” kata Sekretaris Nasional (Seknas) Generasi PH Jentel Chairnosia, Minggu (8/6). Hasil jajak pendapat yang dilakukan 300 anggota Generasi PH hanya ingin mengetahui sejauhmana perkembangan kekuatan kedua calon pasangan menjelang Pilpres 2014. “Warga yang dipilih sebagai responden secara acak di tujuh provinsi. Yakni, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara,” ujarnya. Ditambahkan Jentel, pihaknya melakukan jajak pendapat pada rentan waktu 6-7 Juni 2014 dengan pembiayaan secara mandiri dari masing-masing relawan. “Kita ingin menindaklanjuti hasil dua lembaga survei, LSI dan SPIN yang menyatakan pasangan Prabowo-Hatta mengalahkan Jokowi-JK. Ternyata hasil yang kita dapat di lapangan membuktikan kebenaran dua lembaga survei itu,” tuturnya. =GAM/ABD

ant/muhammad adimaja

BABINSA MEMIHAK CAPRES. Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (kanan) didampingi Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyono (kedua kanan) dan jajarannya menjawab pertanyaan wartawan terkait kasus Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan netralitas TNI di Base Ops. Lanud Halim Perdanakusuma, Jaktim, Minggu (8/6). Moeldoko membantah adanya perintah langsung secara terstruktur dari atasan pada babinsa untuk melakukan pendataan pilpres 2014.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.