Komunikasi Edisi 300 September-Oktober 2015

Page 1


VISI MISI


UM Membangun Pendidikan

Papua

Ketimpangan pendidikan Indonesia perlahan membuka mata banyak pihak. Pemerintah mulai mengambil langkah untuk mengatasinya. Upaya menjalin kerja sama dengan UM dilakukan dengan mengirim mahasiswa terbaik mereka untuk belajar di sini. Simak cerita di balik kerja sama ini dalam rubrik Laporan Utama.

DAFTAR ISI 6

SURAT PEMBACA 5 LAPORAN UTAMA OPINI 10

Kegiatan Positif

12

SALAM REDAKSI 4

UP TO DATE

untuk Mahasiswa Aktif

SEPUTAR KAMPUS 13

Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Melalui self management strategy, sebagai salah satu topik yang diangkat dalam kegiatan kemahasiswaan UM, para mahasiswa diajak untuk lebih mengenal diri mereka pribadi. Baca selengkapnya di rubrik Up to Date.

PROFIL CERITA MEREKA 22 PUSTAKA 24

Nrima ing Pandum,

WISATA

Sang Putri Bidik Misi Jalan menuju kesuksesan tidaklah mudah. Hidup sebagai individu yang menerima dengan legowo setiap garis Tuhan bisa menjadi cara untuk menikmati keberhasilan. Terbukti, Wiwin Sang putri bidik misi berhasil sukses salah satunya dengan menjadi Juara 3 Mawapres UM. Simak cerita lengkapnya di rubrik Profil.

INFO 28 LAPORAN KHUSUS 31

19

AGAMA 32 RANCAK BUDAYA 34

Sekepal Tanah Surga di Indonesia

26

Jalanan terjal, licin, dan berbatu serta ancaman binatang buas tidak menjadi halangan bagi Nur Hadi untuk menaklukkan puncak gunung berapi tertinggi di Indonesia. Menikmati bekal dengan lauk sederhana bersama teman-teman mendaki semakin menjalin kekerabatan satu sama lain. Jelajah kisahnya dalam rubrik Wisata.

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

3


Salam Redaksi

Amanat Rektor,

STT: SK Menpen No. 148/ SK DITJEN PPG/STT/1978/ tanggal 27 Oktober 1978

“Kerja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas” dok. Pribadi

Oleh Yusuf Hanafi

"K

erja Keras, Kerja Cerdas, dan Kerja Ikhlas", itulah kutipan amanat Rektor UM, Prof. Dr. H. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd., yang bertindak selaku inspektur upacara dalam Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70 di Lapangan Upacara UM pada Senin (17/08). Tentunya, amanat Rektor UM di atas merupakan pengejawantahan dari slogan resmi pemerintah yang menetapkan “Ayo Kerja” sebagai tema sentral peringatan kemerdekaan tahun ini. Jika disimak secara seksama, tiga penggal slogan kerja yang dilontarkan oleh Rektor UM di atas mengusung filosofi makna yang dalam. Pertama, “kerja keras” itu erat kaitannya dengan olah fisik. Artinya, dalam bekerja kita harus mencurahkan segenap energi dan tenaga agar pekerjaan dapat dituntaskan secara maksimal. Tidak boleh berleha-leha, apalagi menunda. Penundaan pekerjaan kerap kali dilakukan dengan alasan yang tidak masuk akal, misalnya deadline masih lama, bad mood, atau lainnya. Penundaan semacam ini justru akan membuat pekerjaan menjadi terbengkalai. Dalam konteks ini, menarik untuk memperhatikan nasihat Hasan Al-Banna, pendiri sekaligus ideolog gerakan AlIkhwan Al-Muslimun Mesir yang legendaris itu, “Kewajiban yang dibebankan kepada kita itu jauh lebih banyak daripada waktu yang kita miliki.“ Slogan berikutnya adalah “kerja cerdas”. Seruan Rektor UM yang kedua ini mengajarkan kepada seluruh civitas akademik bahwa kerja itu bukan sekadar olah fisik, tapi juga olah akal. Pekerjaan tidak cukup hanya diselesaikan dengan kualitas ala kadarnya. Sebaliknya, pekerjaan harus dituntaskan secara profesional. Pada titik ini, intelegensi dan intelektualitas merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan output kerja berkualitas. Sayangnya sering dijumpai penyelesaian pekerjaan hanya berorientasi pada kuantitas, agar program-program yang dicanangkan sebelumnya terlaksana tanpa mempedulikan kualitasnya. Lebih memprihatinkan lagi, pelaksanaan pekerjaan hanya demi penyerapan anggaran tahun berjalan. Menyikapi fenomena ini, sungguh relevan jika kita menyimak tuntunan yang diberikan Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya, jika melakukan suatu pekerjaan, maka ia menuntaskannya secara bertanggung jawab.” (HR. Al-Baihaqi) Slogan kerja terakhir yang didengungkan adalah “kerja ikhlas”. Beda dari slogan pertama dan kedua

yang menitikberatkan pada olah fisik dan olah akal, slogan ketiga ini lebih mengarah kepada olah batin. Kerja bukan semata untuk mencari dan menumpuk materi. Jika itu yang menjadi tujuan, maka telah terjadi pengerdilan hakikat kerja. Singkatnya, kerja harus diniati ibadah, demikian kira-kira simpulan dari pesan Rektor UM yang terakhir. Atau, meminjam slogan rekan-rekan kita di Kementerian Agama (Kemenag), “Ikhlas Beramal.” Slogan ini juga sangat selaras dengan nasihat orangorang bijak, “Jika Kau mencari dunia, maka ia akan meninggalkanmu! Tetapi, jika Kau mencari akhirat, maka dunia akan datang kepadamu.” Penting untuk dicatat di sini, kerja ikhlas tidak berarti bekerja tanpa imbalan (baca: upah). Sama sekali tidak! Hanya saja, poin ini mengamanatkan agar pekerjaan itu dilaksanakan secara maksimal dengan segenap tenaga dan pikiran tanpa memperhitungkan imbalan yang nantinya diperoleh. Jika tiga slogan kerja yang diajarkan Rektor UM di atas dapat diimplementasikan di lapangan, maka kita semua akan memperoleh dua benefit sekaligus, yakni ganjaran dunia dan pahala akhirat. Diakui atau tidak, penerapan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) di UM, termasuk pemberlakuan remunerasi sejak awal tahun 2015, sedikit banyak menimbulkan “kegaduhan” internal, karena ada perubahan model penghargaan atas prestasi kerja. Dulu, begitu pekerjaan selesai, imbalan langsung diterimakan secara langsung (cash and carry). Kini, pola itu berubah, di mana insentif diberikan berdasarkan kinerja. Kami meyakini, jika tiga amanat kerja dari Rektor UM dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab oleh setiap elemen di kampus, maka akan tercipta harmoni di setiap sektor dan level. Pimpinan dan bawahan akan saling bersinergi, tanpa ada apriori. Tidak ada saling sikut antar pimpinan di tingkat atas, dan tidak ada benturan antar staf di lapisan bawah. Tidak terjadi saling tuding karena adanya asumsi pihak tertentu mendapat insentif lebih besar dari kinerjanya. Sebab, semuanya menyadari kerja itu adalah ibadah, sehingga harus dilakukan secara ikhlas. Last but not least, kepada segenap civitas akademik UM, terkhusus untuk kru Majalah Komunikasi: mari kerja keras, kerja berkualitas, dan kerja ikhlas. Jika itu sudah dilaksanakan, maka Anda layak menerima imbalan yang pantas. Penulis adalah Anggota Penyunting Majalah Komunikasi

KOMUNIKASI • Majalah Kampus Universitas Negeri Malang • Jl. Semarang No. 5 Gedung A3 Lt. 3 Telp. (0341) 551312 Psw. 354 • E-mail: komunikasi@um.ac.id • Website: http://komunikasi.um.ac.id KOMUNIKASI diterbitkan sebagai media informasi dan kajian masalah pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan budaya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, dan gagasan orisinil yang segar. Redaksi menerima tulisan para akademisi dan praktisi yang ditulis secara bebas dan kreatif. Naskah dikirim dalam bentuk softdata dan printout, panjang tulisan 2 kwarto, spasi 1.5, font Times New Roman. Naskah yang dikirim belum pernah dimuat atau dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang sepantasnya. Redaksi dapat menyunting tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah artinya. Tulisan dalam Komunikasi tidak selalu mencerminkan pendapat redaksi. Isi diluar tanggung Jawab percetakan PT. Antar Surya Jaya Surabaya.

4 | Komunikasi Edisi 300

Pembina Rektor (Ah. Rofi’uddin) Penanggung Jawab Wakil Rektor III (Syamsul Hadi) Ketua Pengarah Kadim Masjkur Anggota Amin Sidiq Ketua Penyunting A.J.E. Toenlioe Wakil Ketua Djajusman Hadi Anggota Ali Imron Sri Rahayu Lestari Didik Dwi Prasetya Maziatul Churiyah Yusuf Hanafi Redaktur Pelaksana Nida Anisatus Sholihah Editor Rizky Imaniar Roesmanto Layouter Dio Lingga P. Monica Widyaswari Desainer dan Ilustrator Aji Setiawan Reporter Binti Muroyyanatul A. Iqlima Pratiwi Muhammad Ajrul Mahbub Rodli Sulaiman Novi Fairuzatin A. Cattetiana Dhevi Arni Nur Laila Selvi Widiariastuti Iven Ferina Kalimata Shintiya Yulia Frantika Maria Ulfah Maulani Firul Khotimah M. Faris Alfafan Khalilan Administrasi Taat Setyohadi Imam Khotib Rini Tri Rahayu Imam Sujai Lusy Fina Tursiana Astutik Agus Hartono Badrus Zaman Habibie Distributor Jarmani


Surat Pembaca

Pendistribusian Majalah Komunikasi Aji Setiawan

Assalamualaikum Wr. Wb. Redaksi Komunikasi, saya ingin mengusulkan, ada baiknya jika pendistribusian Majalah Komunikasi lebih merata pada setiap fakultas. Hal ini dikarenakan hingga sekarang masih banyak mahasiswa yang belum sepenuhnya tahu seputar majalah kampus. Terima kasih. Dimas, Mahasiswa Pendidikan Jasmani dan Keolahragaan Karena untuk bermimpi bukan ras dan letak geografi yang membatasi. Cover Story

Repro Internet

Waalaikumsalam Wr. Wb. Dimas yang baik, sebelumnya terima kasih atas usulan yang diberikan kepada Komunikasi. Pendistribusian Majalah Komunikasi ke semua fakultas, Pascasarjana, lembaga, UPT, Biro, Kabag, Asrama Putra dan Putri, seluruh UKM, BEM UM, DPM, BEMFA, dan DMF. Apabila ada yang belum mendapatkan majalah, dapat menikmati versi online di laman kami: http:// komunikasi.um.ac.id atau fb: majalah Komunikasi UM. Redaksi

Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Socrates

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

5


Laporan Utama

UM membangun pendidikan papua

6

| Komunikasi Edisi 300

Foto: Dio

P

endidikan di Indonesia belum merata. UM sebagai salah satu perguruan tinggi pencetak guru, memiliki peran yang penting untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Salah satunya, pendidikan di daerah-daerah yang masih kurang tenaga pendidik, di antaranya daerah Papua. Di sana, tenaga pendidik masih kurang. Kondisi kurang guru sudah biasa. Banyak tenaga pendidik yang didatangkan dari Jawa, tapi mereka tak mau bertahan di sana dan lebih memilih pulang ke kampung halaman. “UM berperan sangat penting untuk membangun pendidikan daerah sana. UM perlu menjangkau daerah yang belum dijangkau pemerintah,� tutur Dr. I Wayan Dasna, M. Si., M.Ed., Wakil Rektor IV UM tersebut menjelaskan bahwa cara terbaik untuk memajukan pendidikan di sana, yaitu dengan mencetak pendidik asli sana. UM telah banyak menjalin kerja sama dengan daerah-daerah Indonesia timur sejak dahulu, sejak 2000-an. Hanya saja, model kerja samanya beragam. Di antara bentuk kerja sama UM dengan daerah Indonesia timur, yaitu dengan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat dan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme & Kamoro (LPMAK). Kriteria penilaian untuk mahasiswa Papua dibuat sama dengan kriteria mahasiswa Jawa. Bukan nilai yang dimudahkan, tetapi perlakuannya dibedakan dengan mahasiswa pada umumnya. Harusnya mereka diberi tambahan. Pemda juga mengharapkan kelasnya dicampur agar mereka berinteraksi dengan


> Dr. I Wayan Dasna, M. Si., M.Ed., selaku Wakil Rektor IV

Foto: Ajrul

Laporan Utama

mahasiswa Jawa sehingga bisa saling belajar. Dengan demikian, mereka bisa membawa perubahan yang dibawa pulang. Perkuliahan bersama Dosen “Sebenarnya tugas UM itu tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik. Di sana alamnya memang berbeda, sekolah mengenakan baju olahraga merupakan hal yang biasa bahkan sekolah tak mengenakan baju pun biasa. Mereka punya budaya yang berbeda karena tuntutan kehidupan di sana juga berbeda,” jelas Pak Wayan. Pak Wayan juga mengungkapkan bahwa para dosen diharapkan tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi disiplin dan karakter. Harapannya ke depan mereka membawa perubahan setelah kembali ke daerah masing-masing. Perubahan yang dimaksud adalah mengajar dengan disiplin, membentuk masyarakat yang lebih baik. “Sama dengan dosen-dosen kita yang belajar ke luar negeri. Harapannya bisa mengajak teman-temannya untuk bisa berkinerja seperti di luar negeri,” terang Pak Wayan. Masih menurut Pak Wayan, Pemda atau lembaga yang mengirim para mahasiswa asal Papua sudah menyadari bahwa kebiasaan mereka berbeda dengan mahasiswa Jawa sehingga beasiswa S1 tidak empat tahun, tetapi lima tahun. Pihak sana juga mengharapkan ada pendampingan dan remedial. Hal itu sudah tertera di dalam kontrak kerja sama. Hal yang senada diungkapkan oleh Dr. Roekhan, M.Pd., dosen Sastra Indonesia. Pihaknya memberikan perlakuan yang lebih

intensif terhadap mahasiswa dari wilayah Indonesia timur. “Kemampuan atau potensi tidak ada masalah,” tutur dosen yang menjabat sebagai Wakil Dekan II FS tersebut. Hanya saja, bekal yang mereka bawa dari daerah asal masih sangat kurang. Namun, menurut beliau ini merupakan masalah makro pemerintah, bahwa wilayah Indonesia timur memang masih sangat minim dalam hal pendidikan, beda dengan di Jawa. Pelajaran atau materi yang mereka dapatkan belum maksimal sehingga mereka kesulitan mengikuti perkuliahan kelas regular. Ini pula yang biasanya membuat tugas dosen lebih berat karena harus membantu mengangkat mereka. Ayah dari dua orang anak itu membenarkan bahwa untuk memajukan wilayah Indonesia timur diperlukan intervensi budaya. Ketika kuliah di Malang, para mahasiswa dari Indonesia timur hendaknya banyak mencari pengalaman serta mau terbuka dan belajar budaya yang lain. Perbedaan suku dan agama tidak perlu dipermasalahkan. Menurut Pak Roekhan, pendidikan yang paling penting adalah dari perilaku dahulu. Ketika di Malang, kebanyakan mahasiswa dari Indonesia timur masih membawa kebiasaan mereka ketika di tempat asal. Motivasi kerja dan budaya belajar yang mereka miliki masih rendah. Disiplin dan tanggung jawab juga masih kurang. Kebiasaan-kebiasaan nongkrong semalam suntuk dan bermain-main musik masih mereka lakukan, tanpa peduli dengan tugas kuliah. Bahkan beberapa mahasiswa sesama dari Papua pernah terlibat tawuran. Mereka pun sering terlambat masuk kelas pagi. Para dosen harus mendidik dan membenahi perilaku belajar dan sosial para mahasiswa. “Itulah konsep pendidikan yang sesungguhnya, dimulai dari perilaku,” tegas dosen yang memiliki hobi jalan-jalan itu. Para dosen memberikan bimbingan dan pendampingan intensif. Sering kali para dosen menanamkan pada mahasiswa bahwa untuk mendapat nilai yang baik perlu proses dan usaha keras. Terbukti, usaha yang dilakukan para dosen membuahkan hasil. Secara berangsur-angsur, para mahasiswa dari Indonesia timur mulai berubah dan menanamkan sikap-sikap lebih positif dalam kesehariannya, terlebih sikap disiplin dan tanggung jawab. Mereka juga lebih tahan, tak mudah mengeluh, dan lebih sabar, tak menggunakan kekerasan. Beberapa mahasiswa yang sudah lulus dan kembali ke daerah asalnya pun membawa perubahan yang baik ketika menjadi guru. Salah satu dosen jurusan Matematika yang mendapat tugas untuk memberikan pelajaran di luar kelas adalah Nur Atikah, S.Si, M.Si. Awalnya pihak jurusan mendapatkan surat pengantar dari WR IV agar menunjuk satu dosen untuk membimbing mahasiswa kerja sama. Dalam proses bimbingan, akan diberikan tambahan materi yang dibutuhkan mahasiswa tersebut dalam menempuh perkuliahan. Ibu Atikah menjelaskan, ia tidak membatasi materi yang ia sampaikan. Itu tergantung dari kebutuhan mahasiswa itu sendiri. Namun, ia tetap menjadwalkan materi setiap minggunya. Mengenai kemampuan mahasiswa yang ia bimbing, Atikah mengungkapkan ada beberapa mata kuliah yang sampai sekarang masih di bawah standar. Padahal itu adalah pelajaran yang masih terbilang dasar. Namun, jika dibandingkan dengan kemampuan pada awal masuk, pemahaman mahasiswa tersebut terhadap matakuliah yang diajarkan memang meningkat. “Setiap memulai bimbingan mereka sudah mempersiapkan soal-soal yang sudah dikerjakan untuk saya periksa hasil kerjanya. Dari hal ini dapat dilihat bahwa kemampuannya dalam memahami materi dan menerapkan dalam soal memang sudah lebih baik”, ungkap dosen statistika itu. Selama proses bimbingan, Ibu Atikah mengaku lebih sulit mengajar mahasiswa kerja sama daripada mahasiswa pada umumnya. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Baik dari bekal materi yang dibawa sebelum masuk perkuliahan sampai kurangnya minat dalam bidang matematika. Namun, di luar itu semua, Atikah sangat terkesan dengan kedisiplinan dan keseriusan dari mahasiswa tersebut. “Ia selalu datang ke meja saya selalu tepat waktu. Kalaupun ada halangan yang membuat ia terlambat, ia selalu memberikan kabar”, pungkasnya. Dari bimbingan yang khusus diberikan untuk mahasiswa kerja sama, diharapkan pada akhirnya mereka mampu memahami pelajaran dalam perkuliahan. Tahun 37 September-Oktober 2015 |

7


Laporan Utama Walaupun dengan dasar-dasar pelajaran yang dibawa memang kurang jika harus mengejar materi perkuliahan di UM.

Bagi mahasiswa kerja sama, proses kuliah di UM tidak bisa dianggap berjalan begitu saja. Ada banyak rintangan yang membuat mereka harus beradaptasi dengan lingkungan Malang. Salah satu yang merasakannya adalah Nelson Tenbak. Mahasiswa kerja sama LPMAK ini kadang merasa kesulitan untuk bersosialisasi. Alasannya, pergaulan yang mayoritas orang Jawa membuat teman-temannya kerap kali menggunakan bahasa daerah. Walaupun begitu, bagi Nelson hal itu tidak menjadi hambatan untuk tetap berkomunikasi. “Sosialisasi bisa menjadi mudah ketika mereka menggunakan bahasa Indonesia. Kita sama-sama satu negara,” ungkapnya pada kru Komunikasi. Mengenai pembelajaran di UM, Nelson menilai sudah proporsional. Walaupun mayoritas mahasiswa dan dosen berpikir dan interaksi dengan cara yang berbeda dengannya, ia memilih untuk menyesuaikan diri. Sejak ia masuk pada Januari 2014, ia merasa telah mendapatkan material dan materi pembelajaran yang sudah baik. “Jika dibandingkan dengan pengalaman saya kuliah di Sulawesi memang beda,” tuturnya. Sebelum pindah ke Malang, Nelson merupakan mahasiswa Universitas Negeri Manado semester dua. Kini, mahasiswa Teknik Elektro ini tengah dalam proses menyusun skripsi. “Kebetulan dosen pembimbingnya enak,” tambahnya. Tidak hanya terkesan dengan sistem pendidikan di UM, Nelson juga tertarik dengan UKM yang ada di sini. Ia menganggap UKM yang ada sudah proporsional. Ia pun mencoba untuk mengikuti beberapa organisasi non pemerintahan, di antaranya Imakris, Himafo, dan Opus. Dalam hal berorganisasi, Nelson bisa disebut sebagai mahasiswa yang tidak pasif. Bersama teman-temannya dari Papua, ia telah membentuk Himpunan Mahasiswa Papua pada 12 Agustus 2015. Organisasi itu terbentuk ketika Nelson dan temannya tengah berkumpul di gedung perpustakaan. Pada akhirnya jabatan ketua diamanatkan padanya. Latar belakang terbentuknya organisasi ini adalah wadah yang bisa menyalurkan aspirasi dan keluhan kepada pihak yang berwenang di universitas. “Kita membantu teman-teman untuk promosi ke bagian pendidikan dan orang-orang penting di kampus. Selain itu, untuk menyampaikan keluhan dari mahasiswa Papua,” paparnya. Menurut Nelson, mahasiswa kerja sama dibebani dengan IPK minimal. Kendati

8 | Komunikasi Edisi 300

Foto: Ajrul

Pengakuan Mahasiswa Papua

> Penuturan Dr. Roekhan, M.Pd., selaku Wakil Dekan II FS tentang layanan intensif kepada mahasiswa dari Indonesia Timur.

demikian, ia menganggap hal itu bukan hambatan dan tidak merasa kesulitan sehingga untuk mencapai target, ia berjuang dengan sungguh-sungguh dan terus meningkatkan kemampuan. Tidak hanya untuk meningkatkan nilai, semangat belajarnya pun muncul karena dukungan keluarga di rumah. “Orang tua mendukung dan selalu mendoakan. Mereka berpesan agar aku harus berhasil,” pungkasnya. Masalah yang sama juga diakui oleh Jemy Deikmom. Ia adalah salah satu mahasiswa kerja sama LPMAK yang sedang menempuh studi di Jurusan Matematika. Sebelum pindah ke UM, Jemy telah melalui dua tahun pertama perkuliahannya di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Kemudian, ia pindah ke Universitas Negeri Manado. Mengenai materi yang diajarkan oleh dosen ia masih belum dapat memahami dengan baik. Ia merasa kewalahan dalam mengejar materi, khususnya dalam langkahlangkah kerja. Pasalnya, sebelum masuk perguruan tinggi, ia belum pernah sama sekali mendapatkan pelajaran matematika. Keterbatasan fasilitas pendidikan juga mempengaruhi perkembangan belajar Jemy. Ia mengaku ketika di SD, SMP, maupun SMA gurunya sering tidak masuk. Hal itu mengakibatkan siswa tidak dapat belajar. “Kalau di sini teknologi sudah bagus. Mereka bisa belajar tidak hanya dari guru. Bisa belajar dengan teman lewat Facebook atau Line,” papar mahasiswa angkatan 2012 itu. Tidak hanya dengan pelajaran saja, Jemy kadang juga mendapat kendala berhubungan dengan mahasiswa. Teman-temannya cenderung untuk menutup diri terhadap Jemy. Hal ini terlihat ketika ada tugas. Ia merasa kecewa karena tidak pernah diajak belajar kelompok. “Mereka hanya membagi tugas yang sudah jadi kepada saya. Namun, tidak pernah menghubungi untuk kerja kelompok,” keluhnya. Selama kuliah di UM, banyak pengalaman yang didapatkan para mahasiswa kerja sama ini. Kesempatan untuk berinteraksi dengan mahasiswa dari budaya yang berbeda, menjadikan nilai tambah tersendiri untuk mereka. Meski sering kali bahasa masyarakat mayoritas tidak dipahami, hal ini menjadi pelajaran baru bagi mereka. Hal inilah juga yang dirasakan Fani Karamamea, mahasiswa Pendidikan Hukum dan Kewarganegaraan angkatan 2014. Beruntung Fani mempunyai teman yang bersedia untuk menerjemahkan beberapa kosakata Jawa yang belum ia mengerti. “Kadang di kelas dosen membuat lelucon. Saya ikut tertawa saja, padahal tidak tahu maksudnya. Setelah itu, baru saya bertanya teman dan baru paham,” ungkapnya. Perjalanan untuk bisa kuliah di Malang memang tidak mudah. Mereka harus menjalani seleksi yang tulis dan wawancara yang ketat sehingga mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Fani mengungkapkan, ia ingin membangun Papua ketika ia kembali dengan mengajarkan apa yang ia dapatkan sekarang, membagi semangat kepada anak-anak. Selama belajar di UM, para mahasiswa diberikan tunjangan untuk makan dan buku. Namun, untuk urusan pulang ke rumah, para pendonor biaya hanya mau menanggung jika


ada urusan penting. Misalnya, ada anggota keluarga yang meninggal. Di luar itu biaya ditanggung masing-masing individu. Hal inilah yang membuat Fani kadang merasa kangen orang tua. Meskipun tidak bisa sering pulang ke rumah, menelepon pun cukup untuk mengobati kerinduannya.

Foto: Ajrul

Laporan Utama

Kata Mereka

> Fani Karamamea, saat menceritakan sulitnya beradaptasi dengan kota Malang.

Foto: Ajrul

Dengan adanya mahasiswa kerja sama di UM, timbul banyak persepsi dari mahasiswa lain. Pandangan ini muncul seiring dengan interaksi bersama teman-teman di kelas mereka. Salah satunya Yuni Rosita Dewi, mahasiswa Jurusan Matematika yang pernah satu kelas dengan Jemy. Ia berpendapat bahwa mahasiswa kerja sama yang ia kenal masih cenderung pendiam. Walaupun ia tidak menyendiri, tapi masih belum berani untuk ngobrol, minimal dengan mahasiswa yang dekat dengan bangkunya pun tidak. “Mungkin karena dia baru pertama kali satu kelas dengan kita, jadi masih belum kenal,” ungkapnya. Tetapi, di balik sifat yang pendiam, Yuni melihat, mahasiswa tersebut memang rajin. “Saya pernah mendapat cerita kalau Jemy orang giat. Jadi, dosen-dosen merasa kasihan,” pungkas Yuni. Ido Nur Abdullah mengatakan bahwa para mahasiswa dari Papua giat belajar. Tetapi, kegiatan sehari-hari menurutnya bergantung individu masing-masing. Menurut mahasiswa Jurusan Ilmu Keolahragaan itu, berdasarkan pengalamannya tinggal berdekatan dengan kontrakan mahasiswa asal Papua, mereka cenderung tak paham aturan dan seenaknya tak kenal waktu ketika bermain musik. “Adaptasi mereka juga kurang. Mereka cenderung cuek dan tak terlalu peduli lingkungan,” ungkap Ido. Mahasiswa yang aktif di Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) FIK itu juga menyayangkan kurangnya partisipasi mahasiswa asal Papua dalam kegiatan di kampus. “Gak ada yang ikut ormawa,” tuturnya. Ido berharap agar para mahasiswa asal Papua lebih terbuka pada hal baru. Menurut mahasiswa asal Pasuruan itu, budaya Jawa dan Papua memang jauh berbeda. Tapi, karena mereka pendatang, mereka harus mau berusaha berbaur dan beradaptasi dengan lingkungan baru. “Memang butuh waktu, tapi juga harus mau berusaha,” kata Ido. Mahasiswa yang hobi bermain basket ini juga memberi saran, hendaknya mahasiswa asal Papua sering mengikuti pelatihan dan seminar yang diadakan oleh Lembaga Pengembangan Pendidikan Pembelajaran (LP3) UM. Dian Agustina, salah satu Satpam asrama putri UM mengungkapkan bahwa selama ini para mahasiswa dari Papua baik dan ramah ketika di asrama. Mereka juga mau berbaur dengan semua warga asrama. Namun, sempat ada mahasiswa baru asal Papua yang sakit

> Satpam asrama mengatakan jika mahasiswa dari Papua mudah berbaur dengan penghuni asrama yang lain.

lambung. “Mungkin karena kurang adaptasi dengan makanan di sini,” tuturnya. “Mereka beda-beda, ada yang menutup diri dari etnis lain,” kata Setyaji Kunto Pamungkas. Menurut mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi ini, para mahasiswa asal Papua mewarisi pengalaman seniornya bahwa orang Jawa meng-under estimate. Mereka dianggap tidak setara. Namun, mereka menerima saja hal itu. Intelengensi kadang lebih pandai bahkan lebih peduli karena hidup di rantau tidak enak. Pola pikir mereka beda. Mereka keras dan tegas. Mereka paling tak suka dihina dan disindir. “Bergantung kita sebagai tuan rumah. Mereka kan ngasih feedback,” ungkap mahasiswa yang hobi membaca ini. Menurut Aji, mereka lebih bisa menerima perbedaan. Mereka sadar sebagai pendatang harus bagaimana, ibarat peribahasa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Masih menurut Aji, masingmasing dari mahasiswa Papua dan Jawa harus bisa menekan ego. Mahasiswa yang lahir pada 1993 ini berharap akan semakin banyak putra terbaik daerah yang dikirim ke Jawa. “Apa yang didapat di Jawa, silakan dieksplorasi sebaik mungkin untuk membangun daerah,” paparnya. Jika berkemauan keras dan mau berusaha, pasti mereka bisa. “Tapi, kembalilah ke daerah asalmu dan bangunlah daerah asalmu agar lebih baik. Jangan lantas menetap di Jawa,” pungkasnya.Yana/Ajrul

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

9


Opini

ilustrasi oleh Dio Lingga

Jurnalisme Makna dalam Majalah Komunikasi UM Oleh Ardi Wina Saputra

T

erlalu bebasnya kebebasan pers hingga munculnya beragam media online merupakan masalah yang merambah persuratkabaran tanah air. Menanggapi kebebasan pers, Ketua Dewan Pers Indonesia, Bagir Manan, menemukan tiga persoalan besar. Pertama, ada yang menyebut kebebasan pers telah kebabalasan. Kedua, mutu jurnalistik sebagian pers tidak memadahi. Ketiga, sebagai fourth estate, pers masih tertarik pada persoalan politik baik menjadi partisipan politik maupun kontrol. Belum tuntas masalah tersebut diselesaikan, fenomena media online (media digital) mulai bermunculan. Budayawan, Radar Panca Dahana dengan keras mengatakan bahwa media massa dengan bentuk mutakhirnya tidak lain merupakan wujud imperialisme data yang paling komprehensif dan super represif. Inilah yang dianggap sebagai kebisingan di tengah masyarakat.

10 | Komunikasi Edisi 300

Istilah kebisingan sengaja diciptakan oleh Jacob melihat kondisi masyarakat yang dihujani berbagai informasi setiap harinya. Hujan informasi dianggap bising karena hujan tersebut berasal dari berbagai sumber sehingga masyarakat harus mampu memilih dan memilah sumber mana yang dapat dipercaya dan mana yang hoax belaka. Reinald Kashali secara tegas mengatakan bahwa pembaca sekarang memiliki perilaku membaca yang berbeda total dari 1020 tahun sebelumnya. Pembaca yang tersegmentasi, itulah istilah yang digunakan oleh Guru Besar Universitas Indonesia tersebut. Segmentasi baru, akan muncul berdasarkan kecepatan dan ketepatan. Tidak dipungkiri, pembaca yang sibuk membutuhkan informasi yang cepat dan tepat. Mereka mencari berbagai sumber berita dan membaca sekilas. Perilaku tersebut secara tidak langsung


Opini

menjadi bom waktu bagi perusahaan media cetak. Khususnya majalah yang juga harus bersaing dengan koran. Melihat fenomena tersebut, para awak pers yang menggeluti bidang majalah janganlah sampai gusar. Bekerja di bidang pers merupakan panggilan (vacatio) dalam diri seseorang. Bukan berdasarkan uang, jabatan, atau tuntutan. Realita tersebut sekaligus cambuk bagi awak pers mengingat dasar bertahannya media tidak dapat dilepaskan dari modal dan bisnis. Awak pers merupakan orang yang terjun langsung dalam bidang media publikasi, baik itu cetak maupun elektronik. Para mahasiswa dan pelajar yang mengabdikan dirinya dalam bidang media, baik skala mikro (media intern) ataupun media makro (media ekstern) juga termasuk awak pers. Di sinilah mereka dituntut untuk berdikari dari kebisingan informasi dengan cara yang elegan, akademis, dan santun, bisakah? Bisa! Jurnalisme makna adalah jawabannya. Jurnalisme makna atau yang disebut sebagai jurnalisme pembangunan diperkenalkan sebagai cara yang tidak hanya mengedepankan strategi survival, namun juga berani melakukan pembelaan terhadap underdogs yang dikemas dalam bentuk yang santun. Di era milenium ini, jurnalisme makna terbukti mampu bersuara lantang di tengah kebisingan arus informasi. Jangan sampai terintimidasi media online. Mengutip pidato Soekarno pada Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia , 23 Oktober 1965, Proklamator nomor wahid tersebut berpesan pada rakyatnya Dat wij onze kluts niet kwitz raken! (supaya kita tidak kehilangan akal). Pesan Dat wij onze kluts niet kwitz raken! harusnya dijaga oleh media cetak yang terintimidasi online. Para awak media harus tetap tenang dan yakin akan keterbacaan medianya. Mengantisipasi hal tersebut, jurnalisme makna layak dijadikan sebagai jawaban yang patut diprioritaskan awak media. Jurnalisme makna lebih mengedepankan cara memaknai sebuah fakta. Inilah yang membuat jurnalisme makna lebih dikenal sebagi jurnaisme pembangunan. Ikut membangun, mengonstruksi solusi pemecahan masalah bersama dengan pembaca. Pembangunan dan pemaknaan sebuah fakta tentu mengedepankan sisi kemanusiaan. Oleh sebab itu, jurnalisme makna membentuk pola perilaku humanisme transedental. Secara harfiah humanisme transedental merupakan roh kemanusiaan yang beriman. Suharyo, menerangkan bahwa humanisme transedental merupakan tindakan menghormati kehidupan, menjunjung tinggi martabat manusia, memperjuangkan kesejahteraan umum,

memperluas semangat solidaritas, dan memberi perhatian lebih pada sesama yang kurang beruntung. Saya bisa saja menyuarakan kritik asal dengan cara di mana tidak ada orang tertentu merasa terkena, ungkap Franz Magnis Suseno, Guru Besar STFT Diryakara Jakarta. Baginya, penulis harus sengaja menulis dengan kabur, atau kurang jelas, tetapi dikemas sedemikian rupa sehingga membuat pembaca tahu apa yang dimaksud. Level penulisan demikian merupakan level yang sangat cerdas. Bukan hanya menggunakan akal, namun juga diperlukan empati dalam menulis. Pembaca tidak diajak untuk menghakimi masalah, namun diajak berembug bersama memecahkan masalah. Majalah Komunikasi UM yang kini memasuki usia 37 tahun terbukti semakin matang dalam menentukan arah jurnalismenya. Kematangan tersebut terbukti dengan majalah ini, baik secara sadar maupun tidak sadar, telah menerapkan prinsip jurnalisme pembangunan dalam setiap tulisannya. Mulai dari laporan utama, hingga rubrik-rubrik berita soft news. Topik yang diangkat dalam laporan utama selalu cerdas, bebas, dan bermartabat. Bukan hanya mengkritisi tentang fenomena yang terjadi di kampus, namun juga turut memberi prespektif lain yang juga mengonstruk pemahaman pembaca untuk lebih arif, bijakasana, dan teredukasi dalam memandang setiap fenomena yang ada. Pemilihan berita soft news juga disajikan demikian. Kejadian atau peristiwa yang notabene telah berlangsung dan mungkin juga disajikan di media online UM, oleh Komunikasi disajikan dari sisi yang berbeda. Behind the scenes, itulah sudut yang diambil oleh para awak media Komunikasi agar berita yang ditampilkan tetap layak untuk dibaca dan memberi pemahaman lebih pada pembaca dalam menanggapi suatu peristiwa. Wujud humanisme transedental juga tampak dalam Majalah Komunikasi UM. Penulisan rubrik feature, merupakan wujud nyata bahwa media ini telah mampu mengemban fungsi memanusiakan manusia. Profil yang diangkat adalah orang orang yang keberadaanya berada di sekitar kampus, namun belum terekspose secara nyata. Uniknya lagi tidak sedikit inspirasi yang dapat dipetik dari mereka. Hal ini membuat para pembaca yang notabene adalah warga kampus akan terenyuh, tergelitik, bahkan terlecut hatinya untuk kembali tegar setegar para kaum inspiratif yang diangkat oleh majalah Komunikasi. Wujud jurnalisme makna yang mengemban sisi-sisi humanisme transedental ini alangkah baiknya tetap dijaga. Namun, dengan tetap rendah hati dan penuh kesederhanaan membuka diri terhadap kemajuan zaman yang semakin berkembang agar dapat lebih inovatif lagi dari waktu ke waktu, sesuai dengan semboyannya: cerdas, bebas, dan bertanggung Jawab. Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia UM. Opini ini Juara I kategori Opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015. Tahun 37 September-Oktober 2015 |

11


Up To Date

dok. Panitia

Kegiatan Positif untuk Mahasiswa Aktif

dok. Panitia

> Mahasiswa baru tampak memerhatikan pemateri dengan seksama.

>Wakil Rektor III saat memberikan sambutan.

G

encarnya arus media sosial sebagai alat komunikasi ternyata berdampak pada komunikasi yang kurang baik antara mahasiswa dengan dosennya. Beberapa dosen menyebutkan bahwa para mahasiswa kurang santun dalam bertanya baik melalui SMS, WhatsApp, Line, maupun BBM. Hal itulah yang menjadi salah satu topik pesan dalam sambutan Wakil Rektor III pada pembukaan Pengenalan Pendidikan Karakter bagi mahasiswa baru pada Selasa (29/10). “Mahasiswa hendaknya berkomunikasi secara baik dan efektif meskipun melalui media sosial,” tegas dosen Fakultas Teknik tersebut. Ratusan mahasiswa dari delapan fakultas memadati Aula Utama A3 Lantai II UM untuk mengikuti kegiatan positif non akademik yang digelar oleh Kemahasiswaan UM. Hadir sebagai pemateri para dosen UM, yakni Dr. Dedi Kuswandi, M.Pd., Dr. Fatchur Rohman, M.Si., Aji Bagus Priyambodo, S.Psi., M.Psi., dan dari UNAIR, Drs. Eko Supeno, M.Si..

12 | Komunikasi Edisi 300

Dalam kegiatan ini, Bapak Aji menyampaikan self management strategy, “Berlatihlah mengenal dan mengarahkan diri dalam kehidupan sehari-hari, mengamati dan mencatat sendiri tingkah laku yang diinginkan, dan memberikan penghargaan pada diri sendiri setelah keberhasilan langkah-langkah tindakannya.” Dari latihan ini, Dosen FPPsi tersebut melanjutkan, dapat meningkatkan keterampilan pengawasan mahasiswa terhadap lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain sehingga perasaan mengawasi lingkungan seringkali memotivasi untuk melakukan tindakan yang positif. Sementara itu, Pak Eko Supeno memberikan tipstips SDM yang kreatif dengan gamblang, di antaranya terbuka pada pengalaman baru, rasa ingin selalu mengetahui, mengamati sesuatu secara tidak umum, menerima pendapat yang berbeda, menoleransi ketidakpastian, percaya diri, berkeinginan menghadapi risiko, peka terhadap masalah, mampu menghasilkan banyak ide, gigih dan ulet, tidak takut kegagalan, mampu berimajinasi, selalu termotivasi, dan terbuka akan fenomena baru. Tips panjang dan lengkap tersebut disimak dengan antusias oleh peserta. Tidak hanya itu, bentuk kepedulian kampus terhadap mahasiswa juga terlihat pada Rabu (30/10). Di hari tersebut, mahasiswa yang aktif diberi pelatihan secara gratis tentang Penyusunan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 bidang, yakni Penelitian Eksakta (PKM-PE), Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH), Pengabdian kepada Masyarakat (PKMM), Penerapan Teknologi (PKMT), Kewirausahaan (PKMK), dan Karsa Cipta (PKM-KC). Para pakar di bidang karya tulis ilmiah mahasiswa pun didatangkan, Bapak Solichin, Purbo Suwasono, Saichudin, Karkono, Deny Yudo Wahyudi, Hadi Sumarsono, Ibu Djum Djum Noor Benty, dan Pravissi Shanti yang tergabung dalam Tim Penalaran Universitas. Ketua Pelaksana Kegiatan, Drs. Imam Khotib, M.AP. menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam karya ilmiah dan merangsang mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi mereka mengenai berbagai permasalahan pembangunan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. “Sebesar apa Saudara menyerap ilmu yang diberikan oleh pemateri, sebesar itu pula manfaat yang akan Saudara dapatkan dari pelatihan ini,“ jelas Pak Khotib dalam sambutannya. Jadi, gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya agar Saudara mendapatkan hasil dan manfaat sebanyak-banyaknya“, lanjut Kepala Sub Bagian MPIKA tersebut.Nida


Seputar Kampus

Seminar Nasional Berujung Luncurkan Buku

dok. pribadi

A

lquran Study Club (ASC) kembali punya hajat. Kali ini mereka punya empat agenda besar, yakni Lomba Karya Tulis Ilmiah Alquran, Konferensi Nasional, Seminar Ilmiah Alquran Nasional, dan launching buku. Empat agenda besar tersebut terangkum dalam Maqalah Madhmun Alquran (MAMAQ). M. Alifudin Ikhsan selaku Ketua Pelaksana mengungkapkan bahwa MAMAQ ini telah dipersiapkan selama enam bulan lamanya. “Kegiatan ini memang memerlukan persiapan yang sangat matang, untuk itu kita persiapkan jauh-jauh hari sekitar enam bulan sebelumnya,” tuturnya. Puncak acara MAMAQ berlangsung selama tiga hari di Gedung Aula E1 FIP (18-20/09). Rangkaian acara tersebut ditutup dengan Seminar Ilmiah Alquran Nasional dan launching sebuah buku Divine Solutions From The Quran: Dialektika Langit dan Bumi. Tema seminar pada waktu itu, mereka mengusung “Menguak Keilmiahan Alquran Guna Membangun Peradaban Insan” yang menceritakan tentang proses pencarian ilmu yang telah banyak terkandung fakta ilmiah dalam Alquran. Hal tersebut disampaikan oleh pemateri utama seminar, Abdul Kadir Riyadi, Ph.D, “Kebingungan adalah awal pencarian ilmu kita. Kita bingung sehingga kita menjadi berusaha mencari ilmu. Dalam Alquran sendiri pun telah terkandung fakta ilmiah, tetapi yang ada di dalamnya hanya sebuah petunjuk untuk selanjutnya manusialah yang menafsirkannya,” jelasnya. Salah satu peserta seminar mengungkapkan, “Pembicaranya cukup motivatif, bikin jadi lebih tertarik mempelajari Alquran. Terlebih dari sisi keilmiahannya juga menggugah semangat menulis karya ilmiah Alquran dan menyadarkan akan pentingnya menulis. Jadi secara

> Bapak Abdul Kadir Riyadi saat menyampaikan materi.

konten sih bagus,” ungkap Saiful dari Jurusan Matematika. Acara kemudian dilanjutkan dengan launching dan bedah buku. Acara langsung dibina oleh Pembina ASC, Ustadz Yusuf Hanafi dan Ustadzah Asri Diana Kamilin. Buku Divine Solutions From The Quran: Dialektika Langit dan Bumi merupakan buku yang ditulis oleh anggota ASC, terdiri dari kumpulan karya ilmiah Alquran yang pernah mereka lombakan di tingkat nasional dan sebagian besar pernah mendapat juara sehingga buku tersebut telah di juri hingga mencapai delapan juri.Shintiya

Job Market Fair II: Berkarya untuk Bangsa

> Pemotongan pita oleh Abah Anton, sekaligus membuka acara Job Market Fair.

dok.Panitia

P

ersaingan dalam pencarian kerja sudah tak dapat dielakkan lagi, berbagai job fair juga sudah sering diselenggarakan oleh berbagai instansi. Kali ini UM dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (DISNAKERTRANS) kota Malang bekerja sama menyelenggarakan Job Market Fair II. Acara ini berlangsung selama dua hari di Graha Cakrawala (2223/09). Job Market Fair II merupakan agenda tahunan UM yang dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam satu periode sesuai dengan jumlah wisuda yang ada di UM. Mengusung tema ‘Berkarya untuk Bangsa’, Job Market Fair II bertujuan untuk mendekatkan alumni UM dan para pelamar kerja umumnya dengan dunia usaha dan industri. Dimeriahkan oleh 49 perusahaan yang terdiri dari finance, perbankan, dan marketing. Terlihat antusiasme para pelamar kerja dari padatnya aktivitas di Graha Cakrawala pada hari tersebut. Acara dibuka langsung oleh Abah Anton selaku Walikota Malang. Dalam sambutannya beliau menegaskan bahwa pemerintah mencoba membuat kebijakan yang mempermudah pelamar kerja dan menghimbau kepada perusahaan untuk meminimalisasi PHK. Dalam acara tersebut dihadiri juga dihadiri Rektor UM Prof. Dr. Ah. Rofi’uddin, M.Pd bersama segenap jajarannya.

Beliau menyampaikan, negara tidak boleh menyimpan ilmu untuk diri sendiri, tetapi harus bisa diaplikasikan ke dunia usaha dan itu merupakan tugas pokok bagi seluruh perguruan tinggi. “Dengan adanya kegiatan seperti ini juga untuk kepentingan internal kampus dalam jangka waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan SDM seperti apa yang harus disiapkan,” tegasnya. Faris

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

13


Seputar Kampus

dok. Panitia

Metamorforself

> Terry Putri menceritakan awal mula ia ber-metamorforself.

“J

ilbab bukan simbol seseorang sempurna akhlaknya, namun sebagai pijakan untuk semakin taat kepada Tuhannya. Yang belum sempurna pun menyempurnakan, alih-alih kejahatan dan pelecehan dapat dihindarkan. Kini nyatanya berjilbab makin digemari, banyak muslimah yang berjilbab sejak dini. Ber-metamorforself, memperbaiki diri sedikit dengan arah yang

pasti”. Begitulah kurang lebih moderator mengawali acara talk show kemuslimahan bertema “Metamorforself” yang diselenggarakan oleh Muslim Studi FE, Sabtu (12/08) di Gedung D4 Lantai IV. “Metamorforself sendiri filosofinya adalah berubah menjadi yang lebih baik. Dalam tema kali ini diharapkan bukan hanya mengubah dari segi ibadah, namun juga dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Ariska Dian Saputri selaku Ketua Pelaksana. Ustadzah Rismayanti selaku pemateri memaparkan beberapa contoh figur wanita-wanita di jaman Rasulullah yang rela berhijrah karena Allah dan Rasulnya. Wanitawanita ini adalah simbol keteladanan bagi muslimah yang senantiasa ingin memperbaiki dirinya. Proses menuju jalan kemenangan tidaklah mudah, salah satunya dalam berhijrah. Begitu pula yang dialami oleh Terry Putri yang baru mengawali hijrahnya dalam memakai hijab. Terry menceritakan pada peserta yang hadir mengenai pengalaman hidupnya, dimana banyak kontrak kerja yang dibatalkan karena keputusannya tersebut. Ia sempat ragu untuk berhijab mengingat dirinya adalah seorang entertainer. Di samping itu acara yang sempat dibawakannya merupakan program televisi dengan rating penyiaran tinggi. Namun, hal ini tidak lantas membuatnya patah semangat dalam menapaki karir di dunia entertaiment. Pasalnya setelah berjilbab justru banyak tawaran kerja yang datang menghampiri mulai dari pembawa acara sampai pengisi acara. Maulani

dok. Panitia

PSM Konser Soaring Dreams

> Pancaran penuh asa dari para anggota PSM dalam Konser Soaring Dreams.

D

inding Sasana Budaya kembali tergema oleh alunan nada yang terlantun dari penyanyi Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UM. Berbalut gaun ungu dan basecap silver, mereka mengalunkan nada-nada bertema “Soaring Dreams” melalui konser Pre-Competition 5th Satya Dharma Gita (SDG) National Choir Festival 2015 (04/09). Sebuah kompetisi untuk menumbuhkan kebersamaan komunitas paduan suara di Indonesia yang akan diselenggarakan pada pekan ketiga (16-20/09) di Universitas Dipenogoro, Semarang. Tidak sembarang panitia penyelenggara memilih tema. Soaring Dreams bermakna mimpi yang membumbung tinggi, menggambarkan keinginan PSM untuk terus berusaha menjadi yang lebih baik. Hal ini tersirat dalam konser saat penayangan video tentang mimpi-mimpi setiap penyanyi SDG yang berjumlah 34 orang. Diikuti penayangan foto bersama keluarga masing-

14 | Komunikasi Edisi 300

masing, suatu bentuk apresiasi yang menumpahkan kesan istimewa di hati mereka beserta orang tua yang turut hadir. Konser yang dimulai sekitar pukul 19.00 ini terdiri dari dua sesi, enam lagu di sesi pertama dengan penambahan dua lagu, diikuti dengan tujuh lagu di sesi kedua. Lagu demi lagu yang mampu menghipnotis para penonton yang semakin larut malam semakin rapat memenuhi 350 kuota kursi. Acara ditutup dengan pelepasan para penyanyi SGD menuju kompetisi oleh pihak rektorat yang diwakili oleh Wakil Rektor III, Dr. Syamsul Hadi M.Pd M.Ed. Banyak bekal yang disampaikan beliau terlebih lagi agar mereka tetap menjaga prestasi dan kuliah mereka. Setelah itu, ada kejutan di penghujung acara, yaitu tambahan lagu Nascatur Pax. Tidak sia-sia PSM yang sudah berkiprah selama 26 tahun ini senantiasa melakukan latihan, juga menggelar konser pre-competition. Melakukan perbaikan demi perbaikan. Menyempurnakan kekurangan dalam proyeksi bunyi yang jauh dan penyamaan warna bunyi. Berujung saat kompetisi, Juara 2 tataran Gold Medal berhasil disabet oleh PSM UM dengan kategori paduan suara dewasa. Momen indah lainnya adalah conductor mereka berhasil mengantongi penghargaan sebagai conductor terbaik. Mereka juga mendapatkan kesempatan untuk mencicipi panggung Grand Champion 5th SDGCF 2015. Dari 70 PS, hanya 6 PS yang masuk ke Grand Champion dan PSM UM bisa berbangga diri bisa menjadi salah satunya.Maria


Seputar Kampus

Mengupas Budaya POP

dok. Panitia

“O

rang-orang yang sukses dan punya kemerdekaan tinggi adalah orang-orang menghargai seni dan budaya,” ungkap Dr. H. Kholisin, M. Hum., dalam pembukaan Seminar Budaya Fakultas Sastra (FS) pada Kamis (17/09). Sastrawan Seno Gumira Ajidarma dihadirkan dalam Seminar Budaya yang bertema “Di Balik Budaya Pop” dengan subtema “Berpikir Kritis dalam Arus Budaya Pop” itu. Menurut Wakil Dekan III FS, kemahasiswaan FS memiliki agenda yang diselenggarakan BEM dan HMJ, ada pula yang diselenggarakan oleh pimpinan. Seminar Budaya ini merupakan salah satu agenda tahunan yang dipanitiai langsung oleh dosen dan pegawai FS, di samping seminar bahasa, sastra, seni, dan karakter. “Tujuannya agar bermanfaat bagi seluruh mahasiswa, khususnya FS, bahkan banyak pula yang dari luar UM,” tutur Kholisin. Masih menurut Wakil Dekan III FS, Seno Gumira diundang karena memang mumpuni dalam bidang budaya. Dalam seminar yang digelar di Gedung E6 Lantai II, sastrawan yang lahir pada 19 Juni 1958 itu mengupas tentang budaya pop. “Budaya pop selalu tumbuh sebagai perlawanan terhadap budaya kelompok dominan yang mapan,” terang laki-laki yang juga seorang jurnalis itu. Criticism merupakan bagian dari budaya pop. Menurutnya, makna tak selalu bergantung pada kamus, tetapi produksi sosial. Makna selalu diperjuangkan dan merupakan hasil perjuangan. Perjuangan produksi makna itu melibatkan proses negosiasi sesuai teks dan konteks. Dari situ muncullah identitas yang sekaligus berarti multiple identity. Sastrawan yang pernah memperoleh penghargaan Khatulistiwa Literary Award itu menjelaskan konsep budaya pop dengan potret perjalanan punakawan, misalnya cerita Dagelan Petruk dan Gareng. Timbul banyak penafsiran tentang punakawan. Punakawan bisa melawan, menerima, dan bernegosiasi sehingga sekarang banyak

> Seno Gumira Ajidana dalam pembukaan seminar Fakultas Sastra.

alternatif komik dengan beragam cerita tentang punakawan. Awalnya sesuatu yang abstrak, kemudian ada di relief candi, wayang kulit, komik wayang kulit, namun di sisi lain ada pula wayang orang sehingga komik punakawan berangsur-angsur berkembang dan lahirlah macam-macam komik bahkan manga dengan tokoh punakawan. Kisahnya pun beragam, mulai dari kisah konflik klasik, konflik masyarakat Jawa bahkan luar negeri. Bagi seorang Seno Gumira Ajidarma, budaya pop terus lahir dan berkesinambungan. Ia tak pernah mati. “Budaya bukan untuk dimiliki, tapi dipelajari oleh siapa saja yang suka,” tutur sastrawan yang sedang produktif menulis serial “Naga Bumi” di Jawa Pos itu.Yana

Haornas XXXII

Foto: Arni

P

eringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) jatuh pada 9 September. Begitu pun BEM FIK UM tak mau ketinggalan untuk memperingatinya. Tema yang diusung adalah “Giatkan Olahraga, Tingkatkan Prestasi Menuju Indonesia, Ayo Kerja”. Pada kegiatan ini turut berpartisipasi seluruh civitas akademik dari FIK, mulai dari mahasiswa hingga dosen. Acara dimulai pukul 06.00 dengan di awali arak arakan serta sorak yel-yel. Rute yang dilalui rombongan dimulai dari Gedung FIK hingga finish di lapangan A2 sebagai tempat pusat perayaan. Setelah itu, dilanjutkan dengan kegiatan apel pagi diikuti dengan pelepasan balon sebagai pembukaan acara secara simbolik. Kemudian, kegiatan aerobik dimulai selama kurang lebih selama 30 menit dilanjutkan dengan lomba. Lomba yang dilaksanakan kali ini terdiri dua jenis, yaitu lomba tradisional dan modifikasi. Lomba tradisional yang dipilih adalah tarik tambang. Sementara itu, lomba modifikasi bersifat estafet dimana dalam permainan terdapat sebuah jalur persegi. Di setiap sisinya terdapat lomba yang berbeda, yaitu egrang, gerobak orang, balap karung, dan sendok kelereng. Tahun ini peringatannya dilakukan lebih meriah dari tahun lalu karena memang acara kali ini banyak nuansanya. Jefri Asistia selaku Ketua Pelaksana menyampaikan, ”Acara peringatan kali ini berlangsung lancer, tapi ada masalah kendala waktu. Pihak universitas hanya membatasi hingga pukul 12.00”. “Melalui kegiatan ini saya ingin menyampaikan pesan kepada mahasiswa FIK dan seluruh mahasiswa UM untuk lebih berpartisipasi dalam memajukan olahraga baik di lingkungan universitas, nasional, maupun internasional. Selain itu, saya ingin olahraga dijadikan mata kuliah wajib karena kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu”, tambah Jefri. Setelah kegiatan peringatan Haornas selesai dilaksanakan, agenda berikutnya adalah Nightrun yang dilaksanakan Jumat (11/09) pukul 18.00. Rute yang dilalui berada di dalam kampus. Acara yang diikuti oleh mahasiswa

> Lomba tarik tambang sebagai rangkaian acara Haornas.

FIK angkatan 2013, 2014, dan 2015 ini bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan antara mahasiswa. Lanjutan kegiatan dilaksanakan pada 19/09, yaitu Seminar dan Mini Workshop Olahraga dan Kesehatan. Kegiatan ini mengangkat tema “Applied sport and health science in society”. Materi yang diberikan yaitu pertolongan pertama perawatan dan pencegahan cedera olahraga dan fisio terapi. Peserta yang hadir kurang lebih dua ratus orang dari berbagai kampus, seperti UNESA dan sekolah olahraga dari Kediri. Pemateri seminar adalah dr.Edi Mustamsir Sp.OT, dokter spesialis bedah, ortopedi, dan traumatologi RS Saiful Anwar Malang dan dr.Devilliya Agustin dari dokter olahraga Dinas Kesehatan UPT PPKO kota Malang.Rodli Tahun 37 September-Oktober 2015 |

15


Seputar Kampus

Foto: Iven

Percaya Diri Sabet Gelar Juara

> Suasana upacara pembukaan Pomda.

P

agi kala itu lumayan terik, sang surya menyambut perwakilan dari sembilan perguruan tinggi negeri maupun swasta di Lapangan Tenis Cakrawala UM. Selasa (08/09), sembilan perguruan tinggi, di antaranya UNEJ, UB, UNESA, UNAIR, ITS, Petra Surabaya, UMM, Universitas Oratama Surabaya, termasuk juga UM sebagai tuan rumah telah bersiap. Masing-masing universitas mengirim atlet terbaiknya untuk beradu memperebutkan gelar juara. Hari pertama diawali dengan pembukaan acara, senandung lagu Indonesia raya terdengar. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari

Ketua Pelaksana Drs. Supriatna, M.Pd. Dalam sambutannya dijelaskan bahwa baik tunggal putra maupun putri diterapkan sistem pertandingan yang sama dengan ganda putra maupun putri, yakni sistem gugur. Acara pembukaan Pomda ini juga dihadiri oleh Wakil Rektor III, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd, M.Ed. UM dipercaya sebagai tuan rumah diharapkan menghasilkan jawara yang dapat membawa nama Jatim di tingkat nasional pada November di Banda Aceh. “Memang kita bertanding, berkompetisi bahkan bersaing. Di samping itu kita juga menjalin silahturahmi antar perguruan tinggi,” ungkap Syamsul Hadi disela sambutannya. Cita-cita mengalahkan kelompok lain memang dihalalkan, tapi jangan melumpuhkan tali persaudaraan, tambah Wakil Rektor III tersebut. Pertandingan adalah kompetisi yang pastinya menghasilkan pemenang yang patut dibanggakan. Kali ini tuan rumah dapat mengembangkan senyumnya sebab ganda putri mampu menyabet Juara 1 mengalahkan perwakilan dari UB dan UNESA yang berada di urutan kedua dan ketiga. Selain itu, ganda putri yang beranggotakan Tri Sakti Oktaviani dan Nurika Dyah Lestarining ternyata masing-masing juga meraih Juara 3 pada kelompok tunggal putri. Meskipun tunggal putra belum mampu mendapatkan gelar kemenangan, usaha dan kerja keras yang dilakukan layak mendapat apresiasi. Siapapun yang menjadi pemenang diharapkan mampu mempertahankan kemenangan itu. Selamat berkompetisi meraih kemenangan dan menjalin persahabatan demi kejayaan Jatim. Salam Olahraga!Iven

dok. Pribadi

Best Poster KIPNAS XI

> Ahmad Syarif (paling kanan) bersama peserta KIPNAS XI.

P

artisipasi mahasiswa UM dalam event nasional maupun internasional semakin gencar dilakukan. Ahmad Syarif Fajarul Ihsan (Teknik Sipil, 2012) beserta timnya menjadi best poster di ajang bergengsi Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke-XI. Ajang tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan bekerja sama dengan Kemristekdikti, Bappenas, lembaga pendidikan, dan kementrian terkait. KIPNAS merupakan agenda empat tahunan ilmuwan Indonesia untuk mendiskusikan perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus menciptakan inovasi baru bagi bangsa. Dalam menyambut abad ke-21, KIPNAS XI mengangkat tema “Signifikansi dan Kontribusi Ilmu Pengetahuan bagi Indonesia Sejahtera”. Acara yang dihadiri lebih dari enam ratus peserta ini diadakan di Gedung LIPI, Jalan Jend. Gatot Subroto No. 10 Jakarta, selama dua hari (08-09/10).

16 | Komunikasi Edisi 300

Peserta terdiri dari perusahaan/industri, lembaga pemerintahan, LPM, PT, para ilmuwan, peneliti, akademisi, anggota legislatif, eksekutif, profesional, pelaku usaha, tokoh masyarakat, penggiat lembaga masyarakat, dan pihak-pihak lainnya yang memiliki minat dan potensi untuk memberikan sumbang saran bagi kemajuan bangsa. Dari UM sendiri diwakili oleh Khozinatus Sadah (Teknologi Industri, 2011), Ahmad Syarif Fajarul Ihsan (Teknik Sipil, 2012), Mohammad Thobib (Psikologi, 2011), Syifaul Fuada S. Pd (Alumni Teknik Elektro UM), dan Nurul Hidayati S. Pd, M. Sn sebagai dosen pembimbing. “Setelah melalui proses seleksi, dari enam abstrak yang di-submit, Alhamdulillah lolos dua judul. Satu tim dari kelompok saya yang berjudul "Pemberdayaan Masyarakat Comboran Melalui Industri Kreatif Limbah Elektronik" dan dari tim yang kedua oleh Saayidul Kahfi (Teknik Elektro, 2012), Khozinatus Sadah, Mohammad Thobib, Rudi Nurdiansyah S.T, M. T yang berjudul "Pengembagan Aplikasi Tekstil-Cluster Kain Digital Berbasis Android sebagai Software Pendukung Industri Fashion di Indonesia," jelas Ahmad Syarif. Syarif beserta rekan-rekannya sempat terkejut ketika diumumkan sebagai best poster dalam kegiatan ini. Pasalnya tidak ada pemberitahuan jika poster juga diikutsertakan dalam lomba. “Teman-teman lainnya banyak yang berhalangan hadir dan lebih mengejutkan lagi, mahasiswa hanya ada enam orang. Dua dari UM, dua dari UB, satu dari PNJ, dan satu dari ITB,” ungkap Syarif. Pencapaian ini tentunya menjadi motivasi bagi civitas akademik UM untuk lebih giat lagi bersaing dalam event nasional maupun internasional. Maulani


Seputar Kampus

Kiprah Perempuan-perempuan Peneliti

dok. Panitia

P

ernah ditangkap polisi di Bundaran Hotel Indonesia akibat berdemonstrasi dengan mengusung isu kelangkaan susu pada tahun 1998 merupakan sekelumit cerita perjalanan kelam yang dialami oleh Dr. Gadis Arivia, S.S. Aktivis perempuan yang menyuarakan tentang feminisme dan jender. Pendiri Yayasan Jurnal Perempuan sekaligus pengajar tetap di Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (UI) hadir menjadi pembicara utama di Seminar Nasional pada Senin (12/10) yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Bidang Jender dan Kependudukan (P3JK) dibawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) UM. Mengusung tema “Kiprah Perempuan Peneliti dan Peneliti Jender dalam Pembangunan Partisipatif dan Berkelanjutan”, seminar tersebut digelar di Aula FT UM, Gedung H5 Lantai IV. Acara yang dimulai pukul 09.30 tersebut dibuka oleh bapak rektor, Prof. Dr. Ah. Rofi'uddin, M.Pd. Kepala pusat P3JK sekaligus Ketua Pelaksana seminar memaparkan, “Banyak perempuan-perempuan peneliti dan peneliti-peneliti perempuan, kalau peneliti perempuan bisa laki-laki bisa perempuan. Namun, kalau perempuan peneliti adalah perempuan-perempuan yang sudah melakukan penelitian, sudah ada penemuan-penemuan, hasil- hasil di lapangan seperti apa sih jender itu di masyarakat, apakah ada peminggiran ataukah bagaimana. Nah, itu kalau tidak disosialisasikan begini, kita tidak bisa tahu, karena ini dari beberapa propinsi. Jadi, kalau kita dapat penelitian yang cuma dipresentasikan di LP2M misalnya di kampus sendiri, kita tidak tahu ada solusinya ataukah tidak. Tujuan utamanya memang seperti itu,” papar Dr. Titi Mutiara Kiranawati. Seminar tersebut mengundang sekitar seratus peserta, tapi ada

> Rektor UM saat membuka acara Seminar Nasional.

juga dari mahasiswa yang mendaftar secara mandiri. Peserta tersebut ada dari beberapa propinsi, seperti Kalimantan, Bali, Makasar, Banten, dan Pontianak. Usai materi dari Dr. Gadis Arivia, S.S. akan ditampilkan peneliti dari beberapa makalah yang terpilih, kemudian akan dipresentasikan secara paralel. “Pemakalahnya dari yang saya sebutkan tadi, dari Kalimantan dan sebagainya itu. Jadi, mereka sebagai pemakalah sekaligus sebagai peserta,” ungkap Ibu Mutiara. Selain dosen ada juga dari mahasiswa yang akan mempresentasikan makalahnya, “Nanti ada juga yang presentasi dari mahasiswa, yang pernah meraih juara presentasi tingkat internasional dari tata busana”. Shintiya

Belajar dari Sang Punggawa Berita

dok. Panitia

T

eriknya siang di kota Batu, Jumat (02/10) tidak membuat acara Jurnalista, pelatihan jurnalistik bersama wartawan-wartawati profesional yang diselenggarakan MetroTV kala itu sepi pengunjung. Stadion Brantas yang menjadi lokasi terselenggaranya event tersebut dipenuhi peserta yang berasal dari berbagai universitas di Malang Raya. Hal ini dapat dilihat dari beragam warna almamater yang dikenakan oleh peserta. Selain itu ada pula peserta umum selain mahasiswa-mahasiswa delegasi yang sengaja diundang oleh Metro TV. Tidak ketinggalan, kru Komunikasi siang itu juga mengahadiri Jurnalista untuk belajar jurnalistik dari para profesional, yaitu Putra Nababan selaku wartawan senior dan juga kepala redaksi Metro TV, Zelda Savitri, Robert Harianto, dan Marializia. Tepat pukul 14.00 WIB acara dimulai, sesi pertama diisi oleh Robert dan Maria. Para reporter andalan Metro tersebut berbagi pengalaman kepada para peserta mengenai suka duka selama menjadi jurnalis. “Jadi jurnalis itu bisa dari jurusan apa saja, tidak harus anak ilmu komunikasi, yang penting memiliki passion dan kemauan belajar yang tinggi”, ungkap Maria. Tidak hanya kegigihan untuk belajar, Robert dan Maria menunjukkan bahwa menjadi seorang jurnalis berarti memilih menjadi pribadi yang sederhana. Menjadi jurnalis bukan perkara digaji berapa, namun bagaimana kita dapat menggali berbagai pengalaman yang tidak bisa dirasakan sembarang orang. “Jurnalis harus punya rasa lapar, lapar akan ilmu, lapar akan informasi”, jelas Robert. Kemudian pada sesi berikutnya, Zelda Savitri yang merupakan seorang wartawati multitalent, menuturkan bahwa dalam dunia redaksi, menjadi seorang presenter, tampan atau cantik hanya

> Putra Nababan menyampaikan ilmu jurnalistik.

berlaku lima menit, sisanya adalah bagaimana konten pembicaraan presenter itulah yang akan dinilai. Begitupun Putra Nababan, wartawan senior yang telah berkecimpung dalam dunia berita, dan satu-satunya wartawan Indonesia yang pernah mewawancai Presiden Amerika, Obama, mengatakan bahwa, konten berita adalah suatu masterpiece, mahakarya yang tidak bisa orang curi dari seorang wartawan. Nilai wartawan ditentukan oleh seberapa penting konten yang iya sampaikan, seberapa berguna konten itu bagi kebutuhan informasi orang lain. “Ketekunan merupakan satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk jadi pemenang”, tutup Putra Nababan.Catte Tahun 37 September-Oktober 2015 |

17


Seputar Kampus

dok. Pribadi

Pupuk Pengalaman dari Konferensi

> Isnawati (berjilbab merah muda) bersama peserta AFLES 2015.

J

alan-jalan lintas tiga negara memang menyenangkan. Melihat tempat-tempat yang menggambarkan budaya serta mengenal dengan orang-orang baru menjadi pengalaman tak terlupakan. Kesempatan itulah yang didapatkan oleh salah satu mahasiswa FE, Isnawati Hidayah. Selama sepuluh hari (23/07-09/08) ia berkeliling Malaysia, Thailand, hingga Singapura. Namun, perjalanan itu bukan hanya sekedar jalan-jalan saja, melainkan untuk menghadiri tiga event yang dilaksanakan secara berurutan. Acara yang pertama adalah Asian Future Leadership Summit (AFLES) (24/07-02/08) di Malaysia. Kegiatan ini merupakan hasil

kerja sama dari dua Universitas Malaysia dan satu Universitas Thailand, serta juga menggaet AKEPT. Dalam kegiatan ini Isnawati diajak berkeliling ke tempat-tempat yang menyenangkan di sana. Misalnya, kota Negeri Sembilan dan Kuala Kangsa di Kuala Lumpur.“Dari kunjungan ini saya bisa mengetahui kebudayaan dari negaranegara lain”, ujar mawapres I UM itu. Dari Malaysia, Isnawati dan kawan-kawannya harus bertolak ke Bangkok. Di kota tersebut, Isnawati harus menghadiri International Converence on ASEAN Studies (ICONAS) (03-05/08). Ia mempresentasikan dua paper yang telah dibuat sebelumnya. “Kami bersama Suaheli dan Eni mahasiswa UB mempresentasikan makalah tentang usaha mikro kecil menengah”, jelasnya. Sebagai penutup rangkaian perjalanan di tiga negara terebut, Isnawati harus kembali ke Malaysia. Selama tiga hari digelar event Young South Asean Leaders Initiative (YSEALI) (07-09/08). Acara yang diadakan oleh kedutaan Amerika itu mampu membuat kejutan yang menarik bagi peserta. Panitia menghadirkan Menteri Luar Negeri Amerika, John Kerry, untuk memberikan materi. “Jadi kedatangan John Kerry tidak kita ketahui sebelumnya. Pada saat itu kita hanya diminta untuk masuk satu ruangan. Ada satu pernyataannya yang sangat berkesan bagiku, yaitu visi seorang itu tidak terbatas”, ungkap mahasiswa yang menjadi finalis Mawapres Nasional itu. Jika sudah terlanjur basah keliling luar negeri, belum puas jika tidak melanjutkan jalan-jalan. Isnawati dan rombongan mengakhiri agenda perjalanan dengan mampir ke Singapura. Ada banyak pengalaman yang memotivasi yang didapatkan Isnawati dari perjalanan tersebut. Ia sangat terkesan ketika apa yang ia sampaikan mampu diapresiasi dengan baik. Bahkan ia sampai mendapatkan standing applause. “Salah satu teman saya dari Malaysia mengungkapkan kalau apa yang saya bicarakan sangat menyentuh hatinya. Jadi, permasalahan di Indonesia yang saya sampaikan dapat mereka rasakan, itu yang tak terlupakan”, pungkasnya.Ajrul

dok. Pribadi

Setali Tiga Uang

>Dari kiri ke kanan: Novi Fairuzatin Aushoni, Dewi Puspitasari, Prof. Katsuhiko Sasaki, dan Deby Yangin Drajat.

I

barat menyelam sambil minum air, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh dua kelompok mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, yakni Deby Yangin Drajat, Za’im Zarkasi, M. Ilman Nur Sasongko, Dewi Puspitasari, Novi Fairuzatin Aushoni, dan Suci Trisna Wati, dibawah bimbingan Ibu RR. Poppy Puspitasari, S.Pd., M.T., Ph.D., ini telah lolos PKM bidang Penelitian Eksakta didanai tahun 2015. Sebagai keberlanjutan dari kegiatan penelitian mereka, hasil penelitian yang berupa artikel ilmiah ini pada bulan Mei kemarin disubmit ke dalam International Conference on Mechanical Engineering (ICOME).

18 | Komunikasi Edisi 300

Konferensi yang diselenggarakan dua tahun sekali oleh Jurusan Teknik Mesin ITS ini bertempat di Hotel Patra Jasa Bali pada KamisSabtu (03-05/09) dengan menggandeng Mechanichal Engineering NCU Taiwan dan Mechanical Engineering Universitas Udayana. Semua artikel ilmiah yang disubmit dalam ICOME tersebut akan terbit dalam salah satu di antara dua jurnal ini, yakni Applied Mechanics and Material (AMM) dan ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences (ARPN JEAS). “Senang sekali pastinya, anggaplah ini sebagai pengganti karena PKM kami tidak lolos Pimnas”, ujar Deby salah satu ketua dalam kelompok penelitian tersebut ketika ditanya tentang perasaannya setelah mendapat kabar bahwa artikelnya lolos. Selain didanai Dikti dan dipublikasikan secara internasional, hasil penelitian mereka juga akan dipatenkan. Hal tersebut dilakukan untuk merealisasikan wacana yang dicetus oleh Prof. Dr. Ah. Rofi’udin, M.Pd., selaku Rektor UM tentang pematenan penelitian yang dilakukan oleh dosen ataupun mahasiswa agar cita-cita UM untuk menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum segera terwujud. Kamis (03/09) agenda ICOME diawali dengan pembukaan dan dilanjut dengan seminar yang disampaikan oleh ke empat keynote speaker, di antaranya adalah Ir. Lukman Mahfoedz selaku CEO dari PT Medco Energi International Tbk, Prof. Katsuhiko Sasaki dari Hokkaido University Japan, Prof. VolodymyrYartys dari NTNU Norway, dan Prof. Jyh- Chen, Chen dari NCU Taiwan. Keesokan harinya kedua kelompok tersebut mempresentasikan artikel didepan forum sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh panitia penyelenggara.Novi


Profil dok. Pribadi

Nrima ing Sang Pandum, Putri Bidik Misi

Nama TTL Alamat

: Wiwin Januaris : Malang, 17 Januari 1994 : Jl.Purworejo No.8 Dusun Purworejo RT.02 RW.03 Kel.Tunjungtirto Kec.Singosari Kab.Malang

Riwayat Pendidikan: • MI Alma’arif 07 Singosari (2000-2006) • SMPN 1 Singosari (2006-2009) • SMKN 2 Malang Jurusan Pekerjaan Sosial (2009-2012) • Universitas Negeri Malang, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (2012-sekarang)

Prestasi: • Juara 2 Essay Nasional Symphoni Edupreneur Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta 2012 • Juara 1 Writing Competition Jawa Timur (Kategori Essay) DIKNAS Kota Batu, Batu 2012 • Juara 2 Writing Competition Jawa Timur (Kategori Menulis Surat untuk Presiden) Diknas Kota Batu, 2012 • Juara 1 Essay Indonesia Ramah Difabel Universitas Negeri Malang, Malang 2013 • Juara 2 LKTI Nasional UNEJ Creative Competition (UCC), Jember 2015 • Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS), Semarang 2014 • Pemakalah dalam SEMNAS Kebijakan Pendidikan Indonesia 2015 • Delegasi Jawa Timur dalam IYMC, Jakarta • PKM Lolos DIKTI 2013 hingga 2015 • Mawapres III FIP 2014 • Mawapres I FIP 2015 • Mawapres III UM 2015 • Top 5 UNY Accounting Fair, Jogjakarta 2015

dok. Pribadi

Pengalaman Organisasi: • Vokalis Terbang Jidor Albanjari NURUL ILMI (2006-sekarang) • Vokalis UKM PSM SSC (2012-2013) • Ketua Divisi Kewirausahaan UKM Sanggar Minat UM (2013-2014) • Perkumpulan Pedagang FIP UM (2013-sekarang) • Komunitas Bisnis Ekspor Impor Nasional (2015- sekarang) • Inspirator Indonesia (2015-sekarang)

Disebutlah seorang putri Berparas cantik meneduhkan nurani Hidup dipenuhi rasa rendah hati Melangkah pasti penuh percaya diri Tiap frasanya bercirikan Jawa Mampu membangun banyak tawa Banyak prestasi tak menjadikan jumawa Karena setiap garis Tuhan ia jalani legawa

> Wiwin Januaris, Mawapres III UM.


Profil

W

iwin Januaris. Mahasiswa Bidik misi dengan segudang prestasi, jiwa sosial yang tinggi, serta semangat untuk terus berkembang yang tak pernah surut menjadikan gelar Mawapres 3 merupakan hal yang pantas untuk diraihnya. Mahasiswa yang selalu aktif di dunia penulisan serta kegiatan di luar kampus ini memang tidak pernah bisa diam. Setiap waktu selalu ada hal baru yang dia lakukan dan berikan sehingga dapat memotivasi mahasiswa lainnya. Disela-sela padatnya kegiatan rutin dan PPL, September lalu Komunikasi berkesempatan mewawancarai Wiwin di depan Ruang Registrasi Gedung A3 Lantai I UM. Berikut hasil wawancaranya. Bagaimana kesan setelah terpilih sebagai Juara 3 Mawapres? Ya gimana ya mbak, sebenernya bangga pastinya. Tapi, ya nggak nyangka juga. Pertama kalau tingkat fakultas ya masih mungkin lah, tapi yang tingkat universitas itu yang agak shock. Semacam kecelakaan lah, hehehe. Soalnya aku lihat saingannya ada yang ke Singapura, ke Malaysia, pokoknya yang sudah go international gitu lah, ngalah-ngalahin Agnes Monica. Sementara aku kan masih tingkat nasional kayak Pimnas gitu. Pokoknya nggak nyangka, soalnya aku lihat sendiri banyak yang juga peserta yang punya prestasi lebih dari aku. Jadi waktu moro-moro bisa sampai gini itu wes ya subhanallah, wallahualam pokoknya.

Mengikut Mawapres sejak angkatan berapa? Aku ikut Mawapres itu sejak semester 5, berati ya tahun 2014. Waktu itu ikut yang Mawapres fakultas, alhamdulillah Juara 2. Tapi, untuk tingkat universitasnya masih belum. Nah, baru tahun ini bisa jadi Juara 3 Mawapres Universitas. Apakah tahun depan berencana kembali berpartisipasi? Untuk tahun depan rencananya aku nggak ikut Mawapres lagi. Ini kan sudah semester akhir, ada PPL dan skripsi, aku juga mulai merintis usaha, terus juga fokus ke pengabdian masyarakat. Jadi, untuk Mawapres sudah cukup tahun ini saja biar bisa memberikan peluang bagi adik-adik. Sebagai Juara 3 Mawapres ada rasa kecewa tidak? Tidak, sama sekali tidak. Soalnya tadi itu ya, kita harus tetap beryukur pada apa yang kita dapatkan. Dulu waktu masih mahasiswa baru ada kakak yang Mawapres 3 juga. Dia itu sering diundang, jadi pembicara di sana sini, sedangkan aku cuma jadi penonton saja. Tapi sekarang justru aku yang jadi pemain, itu sudah menjadi suatu kebahagiaan. Jadi, dalam kompetisi itu menang kalah sudah biasa. Yang kita dapatkan itu ya segitulah kemampuan kita, aku tidak harus memaksa harus juara pertama. Selain itu, ya yang jadi juara pertama dan kedua itu memang orang-orang yang pantas menurut aku. Apakah fokus kegiatan saat ini? Kalau aku itu fokus di bidang kepenulisan, lebih fokusnya karya tulis ilmiah, seperti KTI, esai, terus PKM gitu. Aku juga suka bidang kesenian, tapi cuma untuk sekedar hobi bukan jadi fokus hal yang aku dalami. Lalu, bidang enterpreneur, kalau ini aku suka dari dulu, soalnya dulu aku tinggal di panti, di sana aku jadi koordinator wirausaha untuk anak-anak. Di UKM dulu aku juga bagian

dok. Pribadi

Apa sih yang memotivasi untuk ikut ajang Mawapres? Ceritanya gini, dulu aku waktu masih jadi mahasiswa baru masuk sini itu kan atas bantuan seseorang, bukan nyogok ya. Dulu aku masuk UM ikut jalur undangan nggak lolos, terus ikut jalur ujian tulis. Tapi, sebelumnya ikut jalur prestasi khusus, gitu. Nah, waktu itu aku ketemu seseorang, beliau yang banyak membantu aku dalam banyak hal seperti administrasi, dan lain sebagainya. Awalnya di jalur prestasi ini aku nggak masuk jalur bidik misi. Suatu hari aku sama ibuku ke kampus untuk minta pindah jurusan ke PGSD, tapi kan pindah jurusan itu sulit. Akhirnya aku dikasih tawaran sama beliau untuk pindah jurusan ke PGSD atau tetap di PLS tapi didaftarin ikut bidik misi. Ya kalau tak pikir-pikir mending didaftarin bidik misi. Ya dari situ, mungkin kalau nggak dibantu beliau aku nggak mungkin bisa bidik misi waktu itu. Jadi, ya ini sebagai timbal balikku. Aku kan bidik misi, aku ingin memberikan inspirasi ke teman-teman kalau bidik misi itu bukan berarti mahasiswa yang nggak bisa ngontribusi apa-apa. Aku inginnya membuat anak bidik misi itu semangat, yakin bahwa kita itu bisa, karena sukses itu milik siapapun. Nggak orang kaya, nggak yang pas-pasan

sama aja. Terus aku juga kan sudah dibiayai negara, biaya itu kan uang dari rakyat. Kan tidak mungkin kita sudah dibiayai oleh rakyat, tapi kita justru menyia-nyiakannya. Makanya itu, sebagai rasa terima kasih aku juga ingin berprestasi, banyak berkontribusi untuk rakyat. Meski mungkin sekarang masih sedikit tapi kan paling tidak kita ada usaha, toh sedikit-sedikit tapi kalau sering kan jadinya terkumpul banyak. Caranya ya seperti bersungguh-sungguh dalam belajar, terus berbagi ilmu, meski cuma sedikit tapi paling tidak itu sudah memberi arti dalam masyarakat.

> Wiwin Januaris saat menjadi sinden di salah satu pementasan wayang.

20 | Komunikasi Edisi 300


Profil dok. Pribadi

kewirausahaanya. Sekarang balik ke kampung juga ikut karang taruna dan mungkin tahun depan itu sudah ada divisi wirausaha. Kalau di Malang ini aku juga ikut komunitas ekspor-impor. Untuk bidang enterpreneur aku dapat waktu SMK. Ceritanya waktu SMK aku sekolahnya pakai sistem shift. Aku yang kebagian masuk siang oleh ibu kantin aku dipanggil disuruh bantu-bantu. Ya menata barang di toko dan cuci piring. Upahnya itu ya dikasih nasi bungkus sama tempura. Terus coba memberi bimbel anak SD, kerja di Matos jadi pramuniaga, jual tahu crispy juga, jual cilok waktu SMK, dan waktu kuliah ini jual gorengan. Selama berwirausaha apakah pernah mengalami kerugian? Ya pernah, sampai ditipu juga pernah. Waktu kulakan baju, uangnya sudah di transfer, tapi barangnya nggak dikirim, dihubungi terus tapi nomernya sudah nggak aktif. Kerugian-kerugian waktu usaha ya juga pernah. Namanya usaha itu kan ya ada enaknya, ada nggaknya. Tapi kan dari kejadian-kejadian ini aku bisa introspeksi. Belajar dari pengalaman, supaya ke depannya hal-hal yang seperti ini tidak terjadi lagi. Mau sukses kan memang harus berani mencoba, jangan takut. Kesuksesan itu tergantung dari perasaan kita, selama kita positive thinking, ada semangat, kemauan untuk maju, kesuksesan sudah di depan mata.

Sejak kapan mulai berprestasi? Sejak SD aku sering diikutkan lomba-lomba, olimpiade bahasa, matematika, gitu itu. Terus SMP aku tidak terlalu aktif dalam lomba-lomba, baru SMK. Di SMK aku ikut lomba kepenulisan. Tapi di sana aku nggak ikut ekstrakurikuler jurnalistik, aku dapat basic nulis itu waktu kelas 3 SMP terus aku kembangin sendiri waktu SMK dan kuliah. Sebenarnya aku tidak suka menulis, tapi karena menulis itu penting, seperti tugas, skripsi, RPP, itu semua kan menulis semua. Jadi ya mau nggak mau aku dalami. Selain itu, kalau kita ingin mengenal dunia maka membacalah, tapi kalau kita ingin dikenal dunia maka menulislah. Jadi ya kenapa tidak? Bagaimana tanggapan para dosen dan teman-teman? Alhamdulillah, mereka semua selalu memberi dukungan dan banyak membantu saya, untuk teman-teman banyak juga yang justru terinspirasi, terus mengajak saya untuk sharing, diskusi, serta berbagi cerita.

> Keakraban bersama anak-anak Panti Asuhan di kota Malang.

dok. Pribadi

Gimana cara membagi waktu? Aku ini orangnya tidak suka diam. Rasanya kalau nganggur itu aku malah wegah. Jadi, kalau misalnya satu kegiatan itu selesai, aku ingin cari lagi, cari lagi, gitu terus. Selama kita masih muda kumpulkanlah pengalaman sebanyak mungkin. Apa lagi aku kan seorang calon pendidik. Calon pendidik itu harus kaya akan pengalaman, kalau kita tidak memiliki pengalaman sama sekali lantas ketika menjadi pendidik kita akan bercerita apa pada para siswa.

> Segudang prestasi bukti kemampuan diri.

Bagaimana tanggapan orang tua terhadap kegiatan yang banyak? Kalau orang tuaku sih selama itu positif itu nggak papa, pokoknya nggak ngganggu kuliah, aku suka, ya lakukan saja. Tapi kan namanya orang tua pasti ada rasa khawatir gitu kan tapi asalkan kita bisa memberi penjelasan itu nggak masalah. Bagaimana tanggapan orang tua terhadap perolehan prestasi sebagai Mawapres 3? Ikut senang pastinya. Sebenarnya kan orang tuaku bukan tipe yang heboh gitu, pokoknya bersyukur lah. Soalnya kan bapak ibuku tidak terlalu mengerti masalah Mawapres, terus dunia perkampusan juga tidak begitu paham. Bapak ibu cuma lulusan SD, bapak sampai kelas 3, sedangkan ibu sampai kelas 6.

Kalau nanti lanjut S2, fokus apa yang diambil? Kan kalau kita ingin jadi seorang profesional, maka tekunilah satu bidang. Jadi, untuk S2 nanti inginnya tetap lanjut PLS.

dok. Panitia

Bagaimana rencana ke depan? Rencananya mau lanjut S2, tapi kan ya nggak tau juga. Allah yang menentukan, tapi aku punya cita-cita ke sana.

Apakah cita-cita yang ingin dicapai? Aku ingin jadi enterpreneur dan pendidik, tapi masih belum tahu nanti pendidik dalam bidang apa. Jadi dosen, atau jadi pendidik yang terjun ke masyarakat, atau yang lainnya aku masih belum tahu. Pokoknya pendidik.Iqlima > Pengalaman menjadi moderator di salah satu seminar.

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

21


Cerita Mereka

Teater:

T

dok. Pribadi

untuk Sebuah Jiwa yang Sedekat Nadi > Muhammad Aminudin saat memerankan tokoh di sebuah pementasan teater.

iada kata sempurna di muka bumi ini. Terbentang luas semua karunia-Nya pada setiap titik dan hembusan napas. Cemooh dan keraguan tak perlu menjadi halang untuk melanglang berputar dengan kenyataan. Penerimaan dan kepercayaan diri hal yang mudah terucap dengan sebuah kerja keras. Kurang dalam pandangan manusia, bukan berarti tak ada karya dan asa. Bagai selasar dan bambu runcing yang siap membidik cakrawala. Tergambar pada kilas balik mahasiswa Sastra Indonesia, Muhamad Aminudin yang tiada henti untuk berseloroh sesuai dengan jiwanya. Lincah dan energik yang selalu menjadi karakteristik sehari-hari. Siapa menyangka jika di balik kelakarnya

22 | Komunikasi Edisi 300

yang renyah berpadu sebuah harapan dan impian. Terlahir dari keluarga yang membudayakan hidup sederhana dan mandiri. Mandiri menjadikan ia tak sedikitpun untuk berpangku tangan kepada orang lain. Bisa dibilang berbeda dari teman yang lain dengan postur tubuh lebih istimewa daripada umumnya. “Berani mengakui kekurangan sendiri, lebih baik dalam proses menghargai diri sendiri sehingga tidak menjadikan sebuah beban,� tutur Amin. Namun, tidak menjadikan Amin urung diri untuk mengeksplor kemampuannya. Berinteraksi dengan rekan-rekan juga tidak menjadi masalah dalam dirinya. Amin berusaha dan mampu menghapus statement orang awam dalam


dok. Pribadi

dok. Pribadi

Cerita Mereka

Tak malu terlihat jelek, amin mampu mendalami setiap peran memandangnya sebagai manusia yang biasa tanpa kelebihan sedikitpun. Buktinya, ia juga mampu untuk berkarya dengan keahlian sebagai lakon teater. Sempat pula bermain di istana negara dengan membawa nama Jula July yang menaunginya dalam hajatan yang diselenggarakan oleh Menteri Kesehatan. Beberapa kompetisi dan pagelaran teater yang diikuti, membuat Amin menemukan berbagai celah kelebihan dan kekurangan dengan talent nya. Ia juga sering ditawari untuk bermain film indi di antaranya Kremi dan Darah Biru Arema. Tidak tanggung-tanggung ia pun menjadi pemeran penting di dalamnya. Tidak jarang pula ia menjadi pelatih drama di beberapa komunitas teater. Salah satunya teater di SMP nya dahulu dengan skenario yang ia tulis. Tidak berhenti di sini, darah seni yang sudah mengalir membuat Amin lihai pula dalam bermusik. Menjadi bagian dari Rumah Serem, komunitas musik Fakultas Sastra UM dengan lagu-lagu karya sendiri. Musik yang beraliran semi reggae dengan suara khasnya. “Modal PD sebenarnya,” kelakarnya saat ditemui dalam perbincangan di Ormawa Sastra di tengah waktu luangnya. Berjiwa teater yang menjadi landasannya. Memudahkan Amin untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Tidak cukup hanya lingkup seni yang ia tekuni. Dagangpun ia lakoni sebagai wujud bahwa seorang Amin mampu berjuang tanpa berpangku tangan. “Saya jualan mengikuti musim, jadi pinterpinter aja ngambil peluang. Meskipun harus jatuh bangun,” tambah Amin. Hingga kini ia masih berbisnis batu akik dan kopi Arabika bekerja sama dengan kolega-koleganya. Tidak berhenti di situ, saat berbincang tentang banyak hal, pada umumnya mahasiswa selalu bersanding dengan secangkir kopi atau coklat panas. Melihat peluang tersebut Amin pun ikut mengelola kedai CopiBo. Aktivitas tersebut sebagai selingan di celah-celah kejenuhan saat di pagi hari dalam perkuliahan dan berorganisasi. Amin juga sebagai salah satu bagian dari manajemen organisasi di Ormawa Sastra. Keloyalannya dan konsep berpikir kritis, ia dan temanteman mampu mengadakan acara-acara bergengsi dari buah hasil kerja sama dengan HMJ Sastra Indonesia. “Kalau tidak bisa menghasilkan apa-apa saat di organisasi, ya apa bedanya dengan teman-teman yang nggak ikut organisasi dan hanya diam,” seloroh pencinta mancing tersebut.

Energik dan nyentrik adalah gaya khas seorang aminudin

Berbagai cara Amin agar bisa menyeimbangkan antara akademik dan nonakademik. “Jujur saja saya biasanya malu, karena nilai akademik saya hanya pas-pasan. Jadi, untuk menyeimbangkan, saya mengikuti berbagai aktivitas di luar perkuliahan untuk mengisi celah kemampuan saya,” tukas Amin sembari melirik jam di ponselnya untuk memastikan jadwal kuliah belum dimulai. “Saya juga memiliki kewajiban sosial sebagai salah satu mahasiswa beasiswa Bidikmisi untuk bisa berprestasi,” terlihat simpulan senyum dari balik kalimatnya. Ia juga harus pandai-pandai untuk membagi waktu di berbagai hal. Dini hari ia harus membantu orang tuanya berjualan di pasar. Setelah membantu memotong daging ayam untuk dibawa ke pasar. Sesekali ia juga membantu keluarganya di rumah untuk menjahit baju. Walaupun sekadar membenahi pakaian dan tas yang perlu di permak. “Ini batik perca yang saya manfaatkan untuk pelapis goodybag seminar, sehingga dapat saya pakai untuk kuliah. Kalau nggak saya jahit lagi ya dibuat sekali dua kali sudah tidak berbentuk tas lagi. Berhubung ada jahitan di rumah, ya bisa dimanfaatkan,” penjelasan Amin saat di tanya mengenai tas yang ia pakai berbeda pada umumnya dengan kain batik di bagian dalam tas. Zaman sekarang, banyak karakter anak bangsa yang harus dibentuk dan dibenahi sebagai landasan untuk melangkah. Amin bercita-cita untuk menjadi seorang pendidik yang benar-benar mendidik dengan jiwa sastranya. “Tidak jarang guru memberikan pressing kepada muridnya dibawah kepercayaan diri siswa, yang dulu pernah saya alami,” ucap Amin. Rupanya saat Amin dibangku sekolah dengan berbagai karakter guru yang ia temui dan tidak jarang menumbuhkan berbagai persepsinya hingga kini. “Saya ingin seperti salah satu guru SMA saya. Guru yang menjadi inspirator saya untuk menjadi sebuah alasan sebagai pendidik ke depannya,” kenang Amin sesekali mengembalikan memorinya. Amin membentuk impian sebagai pendidik yang welcome dan kekinian untuk siswa-siswinya sebagai guru bahasa Indonesia. Sosok pecinta makanan ekstrem ini juga tak henti-henti untuk meningkatkan kemampuannya dalam berbagai bidang yang ia senangi. Juga tak ketinggalan untuk berburu kuliner buaya, kalajengking, dan sejenisnya. Masih berpetualang dengan passion teaternya. “Karena teater yang memberiku pengalaman, dan dari teater pula makna hidup perjuangan di balik kekurangan yang membuatku sebagai kelebihan tak terkirakan,” ungkapnya sebagai penutup perbincangan penuh makna hari itu.Arni

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

23


Pustaka

Mengenal Alquran dari Berbagai Perspektif

Judul buku Penulis Cetakan Tebal Penerbit

S

: Divine Solution From The Qur’an : Dialektika Langit dan Bumi : Tim Penyusun UKM ASC UM : I (Pertama), Agustus 2015 : XVI + 240 halaman : Dream Litera Buana

dok. ASC UM

Oleh Shintiya Yulia Frantika

ebagai umat Islam, Alquran merupakan sebuah pedoman hidup karena di dalamnya terkandung petunjuk hidup dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, tidak banyak orang yang memahami akan hal itu. Berpegang teguh pada Alquran, kita akan mampu menghadapi permasalahanpermasalahan yang terjadi saat ini, yang mana oleh Allah SWT telah dituliskan solusinya pada kitab suci-Nya. Perlu diketahui bahwa dalam Alquran juga mengandung fakta ilmiah. Dalam buku Divine Solutions From the Quran: Dialektika Langit dan Bumi memperlihatkan bahwa dalam Alquran mengandung fakta ilmiah. Isinya membahas empat kajian yakni, Alquran dan Sains, Alquran dan Teknologi, Alquran dan Sosial Humaniora, serta Alquran dan Pendidikan. Setiap kajian terdapat delapan belas judul yang ditulis oleh sembilan belas penulis. Buku yang ditulis oleh anggota UKM Alquran Study Club (ASC) menghadirkan solusi dalam menghadapi problematika kehidupan saat ini dengan berlandaskan Alquran. Seperti dalam

24 | Komunikasi Edisi 300

kajian Alquran dan Sains. Pada kajian tersebut misalnya pada judul “Pemanfaatan Zat Histatin pada Ludah Sebagai Pengganti Analgesik Opioid Morfin pada Pengobatan: Solusi Cerdas Mengurangi Efek Negatif Penggunaan Analgesik Opiod Berlebih�. Seperti yang kita tahu, ludah merupakan suatu hal yang menjijikan bagi kita. Namun, dalam salah satu judul yang ditulis oleh Wahyu Rahmawati ditunjukkan bahwa ludah menggandung zat histatin yang berguna sebagai penenang. Zat yang diproduksi secara alami oleh manusia ini dapat menjadi solusi pengganti dari penggunaan morfin yang mana dapat digunakan sebagai penghilang rasa nyeri. Pengobatan dengan memanfaatkan air liur bukanlah hal baru lagi, karena telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Permasalahan lainnya, orang sering mengeluh bila ketika ia akan mandi airnya terasa dingin sehingga sering membuatnya malas mandi. Jika tidak begitu, mereka akan menggunakan air hangat untuk tetap bisa membersihkan diri. Tahukah? Bahwa mandi dengan air dingin memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan kulit. Manfaat itu salah satunya menjadikan awet muda atau bagi wanita dapat mempertahankan kecantikan karena jaringan sel-sel kulit akan membaik. Air dingin yang baik ialah air dingin sebelum waktu subuh. Namun, tidak banyak orang yang bisa bangun sebelum waktu subuh. Jadi, untuk membuat air dingin seperti sebelum waktu subuh, Fatihatus Syahida dan Wahyu Rahmawati merancang sebuah alat yang disebut IA-CONDITIONER. Alat ini diharapkan mampu membuat air dingin yang sama dengan sebelum waktu subuh. Pada kajian Alquran dan Sosial Humaniora mengulas juga kandungan protein belalang yang tinggi sekaligus sebagai solusi masalah undernutrition masyarakat ekonomi lemah. Karena buku ini merupakan buku kumpulan karya ilmiah sehingga bahasanya lebih ilmiah. Bagi pembaca yang awam, seperti mereka yang tidak tahu tentang karya ilmiah maka harus dibaca berulang-ulang agar dapat memahami maksudnya. Setelah membaca buku ini, tentunya dapat membuat kita semakin mencintai Alquran dan sering membacanya sekaligus memahami arti dan maknanya karena kita telah tahu bahwa ayatayat yang diturunkan oleh Allah tersebut mengandung solusi jitu dalam menghadapi permasalahan masa kini. Penulis adalah mahasiswa Akuntansi


Pustaka

Tak Sengaja Poligami, Mungkinkah? Oleh Rina Sri Utami

S

Sutradara Produser Pemain

: Kuntz Agus : Manoj Punjabi : Laudya Cynthia Bella, Fedi Nuril, Raline Shah, Sandrinna Michelle, Kemal Palevi, Tanta Ginting, Zaskia Adya Mecca, Vitta Mariana, Hj. R.A.Y. Sitoresmi, Landung Simatupang Rilis : Lebaran 2015 Durasi Film : 124 menit

repro. internet

ebagaimana ‘surga’ yang sering kita dengar, seharusnya setiap surga pastilah dirindukan, karena di dalam surga terdapat berbagai kenikmatan. Lalu mengapa surga yang satu ini justru Surga Yang Tak Dirindukan? Ya, Manoj Punjabi kembali memproduksi film religi dengan tema poligami, adaptasi dari novel best seller karya Asma Nadia. Dengan pemeran utama Laudya Cynthia Bella sebagai Arini, Fedi Nuril sebagai Prasetya, Raline Shah sebagai Meirose, dan Sandrinna Michelle sebagai Nadia, film ini sukses menembus angka 1.523.050 penonton dan menjadi Box Office. Arini dan Prasetya, mereka membangun surga bersama hingga Nadia lahir ke dunia. Hidup Arini dalam ‘surga’ ini bak dongeng-dongeng yang ia yakini. Indah. Bahagia. Harmonis. Prasetya menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab dan penyayang. Dia berprofesi sebagai arsitek yang cinta membangun panti asuhan, tempat tinggalnya sejak kecil. Sementara Arini, meskipun menggiati dunia kepenulisan, dia tetap menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, berbakti kepada suami, setia, dan selalu mendampingi Nadia hingga ibu dan anak ini menjadi begitu dekat. Dengan segala yang ada, keluarga kecil ini terlihat begitu ideal. Kesetiaan Prasetya pun tak luput dari pengamatan Lia, sahabat Arini yang membuatnya merasa iri. Mengunjungi orang tua Arini adalah salah satu hal yang Arini dan Prasetya sering lakukan. Pada hari itu, Arini berangkat bersama Nadia karena Prasetya harus menengok proyek jembatan di Kulonprogo. Dalam perjalanan menuju rumah orang tua Arini, Prasetya mendapati kecelakaan. Dalam keadaan yang sepi dan tiada siapapun selain dirinya, Prasetya memutuskan untuk menolong korban dan membawanya ke rumah sakit. Prasetya kaget ketika dimintai persetujuan bahwa Meirose, korban kecelakaan tersebut harus segera dioperasi caesar dengan alasan keselamatan sang jabang bayi. Prasetya setuju, hanya karena asas kemanusiaan meskipun dia sadar sepenuhnya dia tidak punya tanggungjawab atas itu. Setelah menerjunkan mobilnya ke jurang, sekali lagi Meirose mencoba untuk bunuh diri dengan harapan kali ini dia akan mati. Meirose mencoba bunuh diri lagi dari atap rumah sakit. Prasetya mencegah Mei, namun apalah daya, Meirose kecewa terlalu dalam dengan laki-laki. Ayahnya, yang menyiksa dan membunuh ibunya. Pacarnya yang menghamili dan meninggalkannya begitu saja. Semua laki-laki sama! Itu yang ada dipikirannya. Meirose terjun, dengan sigap Prasetya berlari ke arahnya dan berhasil menggapai tangan Meirose. Mei bersikeras. Pras mencoba memberi pengertian tentang bayi yang membutuhkan ibunya, tentang Mei yang pasti akan menemukan laki-laki yang baik suatu hari. Prasetya tidak tahu harus mengatakan apa lagi. “Aku akan menikahimu, sekarang juga,” itulah yang kalimat keluar dari mulut Prasetya. Ya, Prasetya hanya tidak ingin dunia Akbar Muhammad–anak yang baru lahir dari rahim Meirose–seperti dunianya ketika ditinggal dengan sengaja oleh ibunya dulu. Pernikahan terjadi. Tanpa sepengetahuan Arini. Prasetya hanya bisa melamun tak tentu arah dengan apa yang baru saja dia lakukan. Suara dering telpon membuyarkan lamunan Prasetya. Arini menelpon. “Kamu dimana Mas?” terdengar suara isak tangis Arini diujung telpon hingga Prasetya tersadar semalaman dia tidak pulang. Ayah Arini meninggal, keluarga berkabung. Untuk kedua kalinya Prasetya gagal memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Pras memilih menyimpannya rapat, hingga waktu yang tepat tiba untuk menyampaikan kepada Arini. Arini terlanjur mencium bau yang selama ini disembunyikan Pras sebelum waktu yang dinanti Pras itu tiba. Kartu pembayaran rumah sakit yang ada di saku celana Pras memberi petunjuk pada Arini. Bagai pohon yang diterpa angin topan, surga Arini dan Pras mulai roboh. Arini marah besar. Prasetya menghentikan Arini yang akan pergi dari rumah mereka. Prasetya mengalah, dia meninggalkan rumah. Nadia yang merindukan adik laki-laki itu bertanyatanya, mengapa ayahnya sering tidak pulang ke rumah? Belum berhasil upaya Prasetya menyatukan Arini dan Mei, Pras justru dikeroyok preman ketika menolong seorang wanita hingga dilarikan ke rumah sakit. Di sanalah Arini sadar bahwa Arini masih mencintai suaminya yang setia itu. Suami yang tidak sengaja poligami sehingga mengajarkan keikhlasan di hati Arini untuk

menerima kehadiran Mei dan adik baru Nadia, Akbar Muhammad. Satu dongeng harus dihilangkan untuk menghidupkan dongeng yang lain. Mei melakukan itu. Meski dalam hidup Mei, satu-satunya hal baik yang pernah singgah hanyalah Pras. Mengakhiri dongengnya di antara Pras dan Arini adalah yang terbaik. Mei menyerahkan Akbar untuk dirawat Arini supaya bisa menjadi pangeran kecil seperti impian Nadia. Mei memilih memulai lagi dongengnya, masih dengan kesedihan yang menyertai. Mei berubah. Justru menjadi pribadi yang satu tingkat diatas Arini. Surga Yang Tak Dirindukan menyampaikan bahwa tidak semua wanita siap untuk dipoligami. Ketika pihak ketiga hadir dalam suatu keluarga, rumah bukan lagi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Seorang wanita shalihah seperti Arini pun pada awalnya tidak serta merta menerima Meirose sebagai anggota keluarga barunya. Padahal Pras melakukan poligami karena ketidaksengajaan. Lalu, bagaimana dengan mereka melakukan poligami dengan praktik yang salah? Mengatasnamakan poligami untuk meraih surga-Nya. Maka pesan itulah yang menjadi kelebihan pada film ini. Sementara itu, kekurangannya terletak pada peran Raline Shah sebagai Meirose. Meirose diceritakan sebagai gadis yang nakal, hingga ia hamil di luar nikah. Namun, kenakalan Raline Shah pada saat memerankan Meirose tidak terasa. Penulis adalah mahasiswa Geografi Tahun 37 September-Oktober 2015 |

25


dok. Pribadi

sekepal tanah surga >

Shelter 3, basecamp terakhir menuju puncak dilihat dari punggung Gunung Kerinci.

G

unung Kerinci di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) secara administratif masuk wilayah Propinsi Jambi, tapi untuk menuju ke wilayah tersebut lebih mudah diakses dari kota Padang, Propinsi Sumatra Barat. Perjalanan saya mulai dari kota Malang, dengan menggunakan pesawat menuju Bandara Internasional Minangkabau, Padang, Sumatra Barat. Setelah semalam menginap di Padang, perjalanan darat dimulai pagi hari, dengan menumpang minibus L-300 langsung menuju desa Kersik Tuo. Perlu diketahui bahwa di Padang tidak ada terminal untuk bus-bus besar seperti di kota-kota Jawa. Untuk menuju ke berbagai jurusan hanya ada bus-bus kecil dengan pusat pemberangkatan di beberapa perempatan tertentu. Bus besar hanya untuk wisata dan kelihatan satu atau dua di kantor-kantor travel. Perjalanan darat yang lumayan jauh sekitar delapan jam. Ini merupakan akses terdekat daripada lewat Jambi memakan waktu sekitar sepuluh jam. Perjalanan mulai pukul 09.00 sampai di desa Kersik Tuo, melewati Kabupaten Solok dan Muara Labuh. Jalanan yang terhampar membelah hutan rimba, berkelok naik-turun. Sore hari saya sampai di Kersik Tuo, sebuah desa tua yang ada di TNKS. Di desa ini terdapat beberapa tempat penginapan dengan harga yang murah, sekitar Rp 100.000 per malam. Walaupun berada di kaki gunung,

26 | Komunikasi Edisi 300

dok. pribadi

Wisata

di Indonesia Oleh Nur Hadi desa ini ternyata sudah sangat maju. Semua perlengkapan ada dan bisa dibeli. Sarana dan prasarana umum sudah tersedia, seperti masjid, sekolah (dari TK sampai SMP), dan puskesmas. Banyak berdiri warung dan toko yang menjual kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan peralatan sehari-hari. Alat-alat untuk mendaki dapat disewa. Terdapat hamparan kebun teh yang sangat luas. Di antara kebun teh dan desa dipisah oleh sebuah jalan yang membujur dari timur-barat. Perjalanan Mendaki Kerinci Berbeda dengan mendaki gunung berapi lainnya, seperti Merapi, Semeru, Ijen, Batur atau Rinjani, perjalanan menuju gunung Kerinci dimulai dari tempat yang landai, indah, dan mudah untuk ditempuh. Perjalanan dimulai dari Tugu Macan sebagai batas desa Kersik Tuo. Dilanjutkan menempuh jalan beraspal yang membelah kebun teh. Kebetulan ada lima teman baru yang saya kenal semalam dan berencana mendaki Kerinci. Kami membawa perbekalan yang cukup, berupa air putih maupun makanan kecil. Beberapa teman ternyata punya kebiasaan yang sama, tidak biasa sarapan pagi dan hanya pesan nasi bungkus. Tampaknya perjalanan indah meninggalkan Kersik Tuo selama 1,5 jam hanya pemanasan saja. Perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai ketika memasuki

gerbang hutan rimba. Boleh dikatakan perjalanan menuju puncak gunung Kerinci dilihat dari tingkat kesulitan, melalui beberapa etape. Semakin lama semakin sulit dan berbahaya. Kewaspadaan harus selalu dimiliki melewati jalanan terjal, licin, dan berbatu. Baru di pos I (Bangku Panjang, 1889 mdpl) napas terengah-engah, kami berhenti sejenak untuk istirahat sambil minum air putih. Memasuki pos II (Batu Lumut, 2020 mdpl) yang paling mengganggu dan menakutkan adalah suara binatang (siamang). Para pendaki takut jika suara itu membangunkan harimau yang sedang tidur. Ketinggian di bawah 2.000 mdpl masih rawan didatangi harimau. Itu sebabnya para pendaki diminta untuk tidak mengkonsumsi atau membawa makanan yang amis, khususnya telur. Hal ini karena rawan didatangi binatang liar. Juga lonceng yang biasa dikalungkan di leher sapi sebaiknya tidak dipakai. Selain itu sebaiknya mendirikan tenda atau kemah di atas ketinggian 2.000 mdpl. Mulai dari pos I sampai menuju pos II, kita melewati jalanan sempit dengan landasan berupa lumpur padat yang licin dan lengket. Pohon-pohon besar dan tinggi berusia puluhan bahkan ratusan tahun, menjulang berada di sekitar jalan. Berbagai macam tanaman saya jumpai dalam perjalanan, termasuk anggrekanggrek liar. Perjalanan sungguh melelahkan. Selepas duhur rombongan baru sampai Pos


Merasa kecil di tengah alam, puncak gunung kerinci.

> Puncak sekepal tanah surga yang behasil ditaklukkan dok. Pribadi

dok. pribadi

II. Walaupun kondisi sudah sangat lelah, kami hanya istirahat sebentar, khawatir hujan akan turun. Menurut kebiasaan yang terjadi akhirakhir ini di wilayah Kerinci, hujan biasanya turun sekitar pukul 14.00. Kami segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju ke pos III (Pondok Panorama, 2225 mdpl). Akhirnya sampai juga di pos III. Barang bawaan terasa semakin berat. Kami yang sudah di depan berhenti menunggu teman-teman yang masih tertinggal di belakang. Ada informasi dari mereka yang turun dari puncak, ketika berpapasan dengan kami, bahwa shelter 2 dan 3 penuh dengan para pendaki yang akan menuju puncak sambil melaksanakan upacara 17 Agustus 2015. Bahkan banyak pendaki dari shelter 2 yang turun ke shelter 1 karena tidak mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda. Maka kami mempercepat langkah agar segera sampai ke shelter 1 (2504 mdpl). Tiba di lokasi, benar adanya, sudah dipenuhi tenda-tenda, tapi masih tersisa sedikit tempat. Saya dan seorang teman sambil menunggu anggota tim lain, mendirikan tenda. Badan terasa penat, kami tiduran di dalam tenda. Anggota tim datang lengkap, nasi bungkus mulai saya makan. Hanya dengan lauk sepotong ayam goreng dan tahu, serta sedikit sayur kering, dalam suasana perjalanan mendaki, terasa sangat nikmat dan kenyang. Sambil melanjutkan tidur, kami sepakat nanti malam sekitar pukul 22.00 melanjutkan perjalanan menuju puncak, lewat shelter 2 dan 3. Terasa banyak bagian tubuh yang terasa sakit, ngilu, dan kram. Hawa dingin saya yakini akan banyak membantu untuk kembali memulihkan tenaga, karena itu secukupnya saja saya menggunakan jaket, sleeping bad justru saya pakai untuk bantal. Pukul 22.00 saya sudah bangun, tapi temanteman masih tidur. Sekitar pukul 00.00 kami bersiap mendaki kembali. Alat-alat yang berat, termasuk tenda kami tinggal. Di dalam tas hanya berisi makanan dan minuman. Beberapa rekan dari tenda lain juga bergabung sehingga semuanya berjumlah empat belas orang. Perjalanan menuju shelter 2 sangat sulit. Jalurnya terasa lebih sempit dan tanjakannya lebih tajam. Alat utama yang harus digunakan oleh setiap pendaki adalah lampu senter. Kini saya merasakan pada jalur menuju shelter 2 dengan tingkat kesulitan yang tinggi, kadang kami harus bergelantungan di akar-akar pohon untuk melewati jalan sempit dan tajam. Tiba di shelter 2, terlihat beberapa tenda berdiri, sebagian kosong karena sudah ditinggal penghuninya naik ke puncak, sebagian berisi orang yang sedang tidur. Tanpa menunggu seluruh teman berkumpul, perjalanan segera kami lanjutkan menuju shelter 3, pemberhentian terakhir menuju puncak. Saya agak bergegas sampai di atas, untuk melihat matahari terbit dari sudut yang paling strategis. Maksud hati tampaknya berlawanan dengan kemampuan kaki yang semakin berat melangkah. Sambil menunggu

dok. Pribadi

Wisata

dimulai dengan mendaki, persaudaraan terjalin dengan naluri.

> Bersama teman baru mengibarkan bendera merah putih.

teman-teman, saya menanti matahari terbit. Sayang hanya pancaran merah yang dapat terlihat karena tertutup awan yang agak tebal. Menuju Puncak Kerinci Saya segera bergegas menuju etape terakhir menuju puncak. Hanya pohon-pohon kecil, rimbun, dan rendah yang dilalui, sesudah itu jalanan terdiri dari bebatuan tajam, kerikil, dan pasir. Di etape ini ada sebuah monumen yang dikenal sebagai Tugu Yudha, tempat seorang remaja dari Jakarta hilang. Walaupun telah dicari oleh tim SAR dan satu regu pasukan TNI, tapi jasadnya tidak ditemukan. Ada beberapa orang yang putus asa dan kembali ke shelter 3 karena sulitnya mendaki. Lewat perjuangan panjang, dengan tabah saya melangkahkan kaki sedikit demi sedikit. Akhirnya saya dan teman-teman sampai di puncak sekitar pukul 09.30. Dengan rasa bahagia dan bersyukur kepada Allah, atas segala karunia dan rahmat-Nya kami dapat mendaki ke puncak. Hari ini tepat tanggal 17 Agustus. Keadaan puncak Kerinci tempat pijakan kaki, bentuknya melingkar selebar sekitar satu sampai empat meter, mengitari sebuah kawah raksasa yang menakjubkan dan sedang mengeluarkan asap serta bau belerang yang sangat menyengat. Keadaan kawah tersebut mirip dengan gunung Bromo, hanya ukurannya lebih luas. Di puncak Kerinci, ketika saya melihat ke bawah nampak beberapa lokasi bergunung dan jauh. Saya merasa diri sangat kecil di tengah alam. Jika hari sedang terang, beberapa tempat seperti Samudra Hindia, Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh, akan dapat dilihat dari puncak. Setelah puas berada di puncak, segera kami lakukan perjalanan turun menuju basecamp. Perjalanan sedikit lebih ringan daripada naik, tapi tenaga rasanya sudah habis. Demikian juga minuman dan makanan sudah tidak ada, tinggal beberapa permen. Kadang ada pikiran-pikiran aneh, bagaimana kalau tersesat tanpa makanan dan minuman? Tapi segera pikiran itu saya hilangkan. Tidak baik berpikir yang aneh-aneh di gunung. Kembali melewati Tugu Yudha juga shelter 3. Terlihat betapa jelas tempat yang sudah kami lalui semalam. Kadang ada tempat yang curam dan mengerikan yang semalam tidak terlihat karena gelap. Tiba di basecamp, keadaan masih cukup terang, tapi tidak lama, seorang teman sudah sampai duluan di dalam tenda. Saya masuk tenda dan merebahkan diri. Malam ini kami kembali menginap di shelter 1. Sambil berbaring hati terasa lega, bahwa puncak Kerinci sudah berhasil saya daki. Besok pagi kami akan kembali turun. Penulis adalah dosen Sosiologi Tahun 37 September-Oktober 2015 |

27


dok. Panitia

> Kafilah UM dalam ajang MTQMN ke-14 Tahun 2015.

Perjuangan Membangun Tradisi Juara Umum Oleh Asri Diana Kamilin

K

afilah UM di ajang MTQ Mahasiswa Nasional (MTQMN) XIV 2015 layak disebut “the Golden Team”. Tim yang memperlihatkan kilau emas dalam bentuk kegigihan perjuangan mulai dari awal pembinaan hingga pembacaan pengumuman. Mereka layak menang bukan hanya karena kemampuan, tetapi karena penyerapan nilai-nilai keagamaan yang terwujud dalam kelakuan. Air dan Sambutan Kekeringan Pagi itu, suara perempuan memecah keheningan. Fitri Annisa, peserta cabang Hifzil Quran 5 Juz (Hafalan Alquran) menggedor pintu kamar putra. Diiringi suara serak karena terlalu sering latihan, ia menyatakan air di Wisma Ringgit Jalan TGP No. 11 Malang mati total! Wisma ini adalah tempat penginapan kafilah sebelum esok hari menempuh perjalanan panjang yang diawali prosesi pelepasan. Jika air mati, bagaimana mereka akan mempersiapkan penampilan diri terbaik dihadapan rektor dan para pimpinan nanti? Mulailah perjuangan mereka berpencar mencari air menuju berbagai sudut yang bisa digapai. Kegigihan mereka ternyata merupakan “jalan Allah” untuk menunjukkan kondisi sebenarnya di penginapan asrama yang disedikan Universitas Indonesia (UI) Depok nantinya. Kafilah perempuan

28 | Komunikasi Edisi 300

mendapatkan kamar lantai empat yang sangat jarang air. Selama perlombaan, setiap pagi mereka naik turun tangga untuk menemukan sumber air. Poin yang ingin ditekankan di sini bukan sekadar pencarian air, melainkan efektivitas model pembinaan karantina yang dirancang oleh penanggung jawab kafilah UM, Dr. Yusuf Hanafi, M.Fil.I. sebagai upaya menyamakan kondisi dengan medan perlombaan. Pembinaan kafilah UM dilakukan dengan beberapa model, yakni pembinaan lepas (tanpa menginap), karantina di wisma kampus, dan dimagangkan ke sejumlah pesantren. Selain upaya optimalisasi kemampuan, kafilah UM juga dipersiapkan secara fisik, psikis, serta spiritual. Segala keperluan selama pembinaan mulai dari tempat tinggal, konsumsi, kesehatan, dan berbagai macamnya disediakan oleh pihak kampus. Peserta juga mendapatkan dukungan psikis melalui training motivasi oleh konselor senior, Dr. Hj. Muslihati, M.Pd. Selain itu, tiap malam kafilah juga melakukan istigasah sebagai bentuk penyerahan diri atas usaha yang telah dilakukan. Perjalanan via Bus selama 62 Jam Suatu kali, Pak Ali, sopir senior yang ditugaskan kampus untuk menemani perjalanan kami menuju UI berkomentar, ”Rombongan iki tenang yo, penak”. Berdasarkan pengalaman beliau, biasanya

rombongan selalu ramai dan rewel. Namun, kafilah MTQ UM dinilai relatif santun dan penurut. Ketenangan ini berbanding terbalik jika Pak Ali dimasukkan dalam grup WhatsApp yang sengaja dibuat untuk koordinasi kegiatan MTQMN XIV ini. Selama di UI, model koordinasi kelompok memafaatkan teknologi ini merupakan hal yang sangat efektif. Grup WA Kafilah UM sengaja dibuat untuk memudahkan koordinasi berbagai pihak dalam keikutsertaan di ajang MTQMN XIV. Anggotanya beragam, mulai dari jajaran pejabat kampus yang berkaitan dengan bidang kemahasiswaan, dosen, pembina, dan peserta. Segala perkembangan lomba, mulai dari waktu, nomor tampil, hingga halhal ringan, di share melalui grup WA ini. Jika salah seorang akan tampil, semua anggota kafilah UM yang sedang tidak berlomba dimobilisasi agar bergerak menuju lokasi untuk mendukung. Rekaman suara, video, maupun foto selanjutnya diunggah di grup untuk evaluasi sekaligus dukungan moral bagi peserta lainnya. Keberhasilan Kaligrafer yang Tertunda dan Fasilitas Pijat Plus-Plus Para pendukung final kaligrafer UM merapat di sekitar lokasi lomba. Mereka berdiri sembari memberikan semangat


Info untuk Vemi Latifah Hidayah, finalis kaligrafer putri UM yang mendapatkan penghargaan peserta terbaik kedua. Seorang juri menghampiri rombongan pendukung ini dan menanyakan perihal asal kampus. Beliau menanyakan tentang kaligrafer putra UM, Alfiyan Arief Mahfudzi. “Sebenarnya, kaligrafer putra UM itu favorit semua juri. Dekorasinya paling bagus, tulisannya paling sempurna karena mengikuti hampir semua kaidah. Awalnya, karya kaligrafer putra UM ini ada di urutan pertama, tapi setelah diperiksa lagi, ada satu kata yang salah total. Ini kesalahan fatal, bukan cuma satu huruf tapi satu kata. Karena itulah, dia tidak bisa melanjutkan ke babak final.” Kami semua tercengang mendengar penjelasan beliau. Kaligrafer putra UM, Alfiyan, merupakan kaligrafer yang sangat berbakat. Ketika pameran karya, kaligrafi miliknya mendapat banyak perhatian. Sangat rapi dan bagus, namun karena Allah belum berkehendak, maka terjadilah kesalahan yang benar-benar di luar dugaan itu. Di sisi lain, kami percaya bahwa Allah merupakan perencana kehidupan terbaik. Kemenangan Alfiyan yang masih semester lima itu hanyalah tertunda. Cabang kaligrafi merupakan cabang perlombaan terberat, apalagi untuk seorang wanita. Peserta membuat karya kaligrafi selama sembilan jam dengan ukuran media 80 x 60 cm. Selepas babak penyisihan dan dinyatakan masuk babak

final, Ustadz Yusuf Hanafi mempersilahkan Vemi untuk mendapatkan fasilitas spa untuk menyegarkan kondisi tubuh. Mulanya kami mencari tempat spa yang bisa didatangi pada malam hari. Kami mendapatkan rekomendasi di sebuah tempat pijat yang konon informasinya berafiliasi dengan hotel tempat pembina menginap. Malam itu, kami (dua perempuan) mendatangi tempat pijat yang direkomedasikan. Hati berdegup kencang ketika melihat apa yang ada di hadapan. Tempat remang-remang dengan lelaki pemijat. Kami memberanikan diri masuk ruangan, mencari kebenaran. Ada seorang resepsionis (perempuan berjilbab) menyambut kedatangan kami. Kami pun berbincang dan menyampaikan maksud. Saya pun menanyakan kepada Vemi, apakah ia tetap akan dipijat? Dengan tegas, ia pun menolak. Dengan cara sopan, kami pun pergi dari tempat tersebut. Sebagai upaya pengganti, badan Vemi ditutupi koyo sebagai penghangat dan penghilang nyeri.

dok. Panitia

Menonton Musabaqah Hafalan Alquran yang Menegangkan Siang itu, lomba hifz Alquran (hafalan) diberhentikan mendadak. Penonton yang memenuhi ruangan hingga duduk di bawah dirapikan oleh panitia. Beberapa saat setelahnya, datang tamu perwakilan dari negara Arab dan negara tetangga lainnya. Mereka datang untuk menyaksikan final lomba hafalan Alquran pada ajang MTQ. Para tamu ini datang tepat ketika final hifzil Quran 10 juz hendak akan dimulai. Seolah hendak turut serta mendukung dua kafilah UM pada cabang 10 juz yang masuk final, yaitu Fazlur Rahman Rahawarin dan Makiatul Madaniah. Kafilah putra UM, Fazlur Raharawin mendapatkan nomor urut tampil pertama. Penampilannya menjadi pembuka yang dinikmati berbagai kalangan. Semua terpukau oleh keindahan suara menggunakan lagu berbeda pada lima pertanyaan yang diberikan dewan juri. Mahasiswa Jurusan Akuntansi ini merupakan hafizh 30 juz, santri Pondok Pesantren Salaf Alquran Asy-Syadzili. Penampilannya mendapatkan penghargaan sebagai juara kedua dan menyumbangkan tiga poin untuk UM. Sesaat setelahnya, peserta putri UM pun dipanggil untuk tampil. Pendukung kafilah UM pun tegang. Pasalnya, nada yang digunakan oleh Makiyah, perwakilan putri UM ini, sangat merdu dan lambat sehingga semua ikut terbawa dalam hanyutan > Vemi Latifah Hidayah, bersama karya kaligrafinya yang menyabet medali perak

hafalannya. Ternyata, sempurna! Dari lima pertanyaan yang diajukan, Makiyah berhasil melanjutkan ayat tanpa ada kesalahan. Hal unik dari mahasiswi Jurusan Sastra Arab yang sudah hafal 30 juz ini adalah ia selalu menangis setiap selesai tampil. Tangisnya baru berhenti setelah ditenangkan oleh Ustadz Yusuf Hanafi. Juri pun mengakui kemampuan Makkiyah dengan menganugerahkan medali emas juara pertama kepadanya. Cabang hifz Alquran 10 juz memberikan sumbangan poin terbesar dalam keberhasilan UM sebagai juara umum. Dari total 16 poin yang diperolah, 8 di antaranya berasal dari cabang ini. Keduanya juga merupakan hafizh-hafizhah 30 juz yang secara tidak sengaja dimiliki UM dan dibina secara intensif. Mahasiswa potensial seperti mereka hendaknya bisa dikader secara berkala di kampus kita. Misalnya, dengan membuka jalur khusus beasiswa prestasi tahfizh bagi calon mahasiswa UM. Dalam hal ini, Menristek Dikti juga menyampaikan bahwa akan adanya penambahan cabang untuk bidang tahfizh untuk MTQMN XV 2017 mendatang, yakni hifz Alquran 15 juz. Qira’at Sab’ah Banyak peserta Qira’at Sab’ah yang menyatakan mengundurkan dari perlombaan. Pasalnya, riwayat bacaan yang harus dibaca pada saat perlombaan berbeda dengan ketentuan awal. Perwakilan kampus UM merupakan qari’ah yang telah berpengalaman dan mendapatkan banyak penghargaan bidang qira’ah. Rofi’atul Muna telah berjuang keras untuk mempelajari riwayat bacaan dari berbagai Imam qira’at. Mahasiswi semester tujuh Jurusan Sastra Arab ini telah mendapatkan medali emas pada MTQMN XIII 2013 sebelumnya pada cabang Tilawatil Quran. Pengalaman yang disertai doa dan kerja keras membuatnya mulus mendapatkan nilai tertinggi yang jauh dari pesaingnya. Gotong Royong Membangun Semangat Total kafilah UM berjumlah dua puluh delapan orang. Semuanya telah berjuang ekstra selama pembinaan hingga usainya perhelatan MTQMN XIV 2015. Pembina pun telah berupaya optimal untuk memberikan diskusi dan pelatihan terbaik bagi kafilah, namun lomba hanya diikuti oleh pemenang: pemenang yang mendapatkan predikat juara dan pemenang yang tertunda predikatnya. Ya, sejatinya semua peseta adalah pemenang. Mereka telah berhasil melawan keinginan diri yang beragam dan berfokus untuk meningkatkan kemampuan. Dari merekalah, UM mendapatkan kehormatan untuk kembali menyandang predikat Juara Umum MTQ MN. Kali ini, ada dua piala umum berjejer di kampus tercinta kita. Penulis adalah Pembina sekaligus official Kafilah MTQ UM.

di ajang MTQMN XIV tahun 2015.

Ralat edisi 299 Juli-- Agustus 2015: Pada cover dalam majalah, Juara 2 MKQ 10 Juz Putri seharusnya Juara 2 MKQ Putri. Tahun 37 September-Oktober 2015 |

29


Info

Kemilau Emas Fakultas Teknik

Foto: Iven

Cakrawala pada (04/10), di antaranya bazar kuliner. "Harga yang ditawarkan cukup ramah dikantong mahasiswa di samping kualitas makanan yang sehat dan enak," ujar Yuni Rahmawati, S.T., M.T seksi acara. Tak hanya bazar garage, service gratis untuk masyarakat umum juga ada konsultasi teknis, dan kontrol kesehatan. Sebelumnya, senam pagi dilaksanakan di Stadion Graha Cakrawala.Tak kalah menarik pada (29/0902/10) terdapat gelar produk inovatif yg dihasilkan oleh civitas akademik FT UM dan Fakultas Teknik dari universitas/politeknik seMalang raya di Graha Cakrawala. Perjalanan 50 tahun merupakan sejarah yang cukup panjang. Salah satu bentuk syukur kepada Tuhan berkaitan dengan perjalanan FT bagaimanapun banyak jasa yang telah ditorehkan para sesepuh. Apresiasi jasa para founding father direalisasikan dalam kegiatan yang dirangkum dalam bentuk kegiatan pada perayaan ulang tahun kali ini. Bagaimanapun perjalanan FT dengan berbagai dinamika yang kemudian telah lama dilalui untuk mengukuhkan cita-cita FT menjadi fakultas yang unggul dan menjadi rujukan di tingkat nasional ingin melangkah lebih jauh di tingkat internasional. Oleh karena itu, tema besar yang diangkat adalah “Gemilang Emas 50 tahun Fakultas Teknik Menuju Reputasi Internasional” dan salah satu target, yaitu 50 judul masuk jurnal international. Teknik Industri telah melanglang buana dengan konsep acara Malang Flower Carnival yang menjadikan Malang berkibar. Hingga di akui secara internasional mulai Afrika Selatan, Rusia, dan Papua Nugini. Hebat, berjaya, dan terus berkarya untuk Fakultas Teknik membangun generasi emas yang membanggakan.Iven

B

ertepatan dengan hari jadi Fakultas Teknik yang menaungi empat jurusan, yaitu teknik mesin, teknik sipil, teknik elektro, dan teknik industri yang meliputi tata boga dan tata busana serangkaian acara menyemarakkan ulang tahun mulai digelar. Awal September menjadi awal bulan sejarah kiprah FT UM menginjak usia 50 tahun. “Gemilang Emas 50 Tahun Menuju Reputasi International” menjadi tema yang diusung dengan serangkaian acara yang berlangsung selama seminggu penuh dari (29/09-04/10). Dimulai dengan opening ceremony digelar pada (01/09) di Aula FT UM Gedung H5 Lantai IV. “Acara diselenggarakan pada akhir September dan awal Oktober dikarenakan proses persiapan serta penganggaran selain juga menyatukan banyak kepentingan baik dari kegiatan kemahasiswaan maupun seminar yang bertepatan dengan event rutin pada setiap tahunnya yang jatuh pada bulan-bulan tersebut,” papar Dr. Sukarni, S.T., M.T. menjawab jarak perayaan dan pembuka acara terpaut cukup jauh. Berbeda dengan tahun sebelumnya. Perayaan ulang tahun emas kali ini dikemas dengan menarik. Ada tambahan inagurasi pada (03/10) dengan menggelar acara Freshtacular Night dengan “Payung Teduh” sebagai guest star dilanjutkan dengan puncak acara yang juga menjadi penutup seluruh rangkaian kegiatan yang digelar pada (04/10). Adapun acara yang sudah tersusun terdapat lima inti rangkaian acara, yakni seminar baik internasional maupun nasional, berbagai kompetisi oleh masing-masing HMJ, baksos, bazar peduli, gelar produk inovatif, serta puncak acara gemilang emas FT.

30 | Komunikasi Edisi 300

Seminar Nasional Teknik Sipil dan International Conference on Electrical Engineering, Informatics, and Its Education 2015 (CEIE) merupakan rangkaian acara yang digelar pada (30/09) di Sasana Budaya dan pada (03/10) di Graha Cakrawala dengan keynote speaker yang mumpuni di bidangnya, antara lain Prof. Dr. Ir. Anita Firmanti, M.T sebagai kepala pengembang SDM, Kementrian PU, Prof. Ir. Priyo Suprobo, M.S,. Ph.D sebagai Guru Besar Fakultas Teknik dan perencanaan ITS, juga Prof. Hajime Miyauchi bagian dari Associate Professor Graduate School of Science and Technology. Sukarni sebagai Ketua Pelaksana ulang tahun FT juga menambahkan bahwa seminar yang diselenggarakan mengangkat tema green yang relevan dengan FT sebagai fakultas rekayasa yang peduli pada dunia di tengah isu global warming dengan permasalahan energi, diharapkan juga dapat sejalan dengan kebijakan-kebijakan fakultas dimasa yg akan datang. Misalkan ada manufakturing menuju terealisasinya konsep-konsep green energi dapat memanfaatkan energi matahari dan sebagainya, maka seminar dengan tema green teknologi sangat berkaitan erat. Untuk menyemarakkan hari jadinya, FT mengadakan kompetisi sebagai pengukur kemampuan serta kreatifitas bagi mahasiswa dan siswa SMK se-Indonesia. Kompetisi yang diadakan meliputi Auto CAD Speed and Accuracy Competition pada (02-03/10) dan National Fibrous Concrete Competitiondengan tema pemanfaat serat alami untuk meningkatkan sifat mekanik beton untuk semua mahasiswa teknik sipil seIndonesia. Kegiatan baksos dan bazar peduli juga di selenggarakan di Lapangan Parkir Graha

Foto: Iven

> Pelepasan balon sebagai penutup kemilau 50 tahun Fakultas Teknik.

> Teknik Industri telah melalang buana dengan konsep acara Malang Flower Carnival.


R

embulan menyongsong menggantikan sinar mentari. Udara dingin menyelinap masuk di setiap lorong UM. Nuansa formal akademik berganti. Kegiatan yang mulanya hanya belajar mengajar di ruang persegi empat, ditemani papan tulis atau layar LCD, bertatap muka dengan dosen, berubah menjadi tempat yang tidak dibatasi ruang. Kegiatan mahasiswa tidak terhenti dengan berakhirnya jam kuliah dan pengawasan dosen. Terlihat mahasiswa masih memenuhi kampus dengan buku dan laptop yang terbuka. Bukan lagi di kelas atau terperangkap di dalam gedung. Masih dalam ranah akademik, terlihat di RR A3 para mahasiswa tengah mengerjakan tugas, diskusi kelompok, atau sekedar memanfaatkan fasilitas wifi gratis untuk berselancar di dunia maya (21/09). Beberapa mahasiswa yang ditemui adalah mahasiswa FT angkatan 2014. Mereka sedang mengerjakan laporan untuk tugas praktek. “Saya bersama teman-teman sering mengerjakan tugas laporan praktek di sini. Selain lampunya yang terang, tempat ini letaknya tidak jauh dari fakultas saya,� ujar Yulia Dwi Savitri, mahasiswi Teknik Elektro. Memang merupakan tempat yang strategis jika memilih kampus sebagai tempat untuk mengerjakan tugas kelompok. Akan sulit dilakukan jika lokasi kerja kelompok berada di kos salah satu anggota kelompok karena pembatasan tamu yang berlawanan jenis, belum lagi ruangan yang terbatas menjadi salah satu hambatannya. Selain itu, kampus merupakan tempat yang sangat mudah dijangkau jika dibandingkan dengan kos atau kontrakan yang belum tentu semua anggota mengetahui lokasi tersebut. Di sisi lain, ramainya suasana kos terlebih jika ada suara TV yang dapat mengganggu konsentrasi dari kegiatan belajar kelompok. “Setiap hari saya selalu mengerjakan tugas dikampus. Selain di RR, biasanya saya mengerjakan tugas di depan Cafe Warna atau H5. Alasan saya memilih kampus dari pada kos sendiri atau kos teman bahkan tempat ngopi adalah suasana yang kondusif pada malam hari serta tidak ada pembatasan jam malam. Di sini saya bisa mengerjakan tugas sampai larut malam, bahkan saya pernah sampai pukul 01.00 dini hari,� tutur Windu Aji P, mahasiswa jurusan Teknik Elektro. Masih di lingkungan Gedung A3, pada sisi gedung terlihat beberapa mahasiswa yang tengah asyik memainkan peran dalam drama. Saat didekati, ternyata mereka adalah anggota dari UKM IKK yang tengah Latihan Pentas dan Aksi Maba. Mereka menyebutkan bahwa latihan ini terdiri dari beberapa kelompok. Di samping mereka, tampak kelompok lain sedang menirukan pemutaran video pada laptop yang bersandar di tangga Gedung A2. Mereka berjajar di halaman depan gedung seraya melenggak lenggokan badan mengikuti tiap gerakan yang ditunjukkan dalam video tersebut. Mengalihkan mata ke Lapangan Depan A1 dan A3, bola-bola terpantul dari tangan ke tangan. Sisi kiri terdengar suara riuh gaduh penonton yang mengelilingi lapangan ketika salah seorang memasukkan bola basket ke ring lawan. Tak mau kalah, suara penonton di sisi kanan nampak terus menerus bersorak menyemangati, ketika pemain voli melakukan smash terhadap lawannya.

Foto: Dio

UM Masih Terjaga

Laporan Khusus

> Potret kampus di malam hari.

Meneruskan langkah keluar dari halaman A3, nampak dari kejauhan depan Gedung Pascasarjana dan Gedung PTIK, para mahasiswa sedang melakukan diskusi dengan lembaran-lembaran kertas yang berserakan serta sejumlah laptop yang terbuka. Tak kalah, di gazebo depan asrama laki-laki yang bertempat di pojok halaman perpustakaan, para mahasiswa berjajar dengan laptopnya masing-masing. Mereka sedang browsing dengan memanfaatkan fasilitas wifi gratis yang tersedia. Memasuki halaman perpustakaan pusat, tampak mahasiswa baru FS angkatan 2014 tengah berlatih peran dalam drama yang sudah disiapkan. Tak peduli orang berlalu lalang, mereka tetap melakukan peran drama mereka, melantangkan dialog demi dialog, serta melakukan improvisasi gerakan dengan gemulai. Mereka sedang mempersiapkan diri dalam menyambut malam inagurasi di depan mata yang akan diselenggarakan oleh fakultas mereka. Di sudut kanan perpustakaan, samping Gedung E3 FE, kembali tampak sejumlah mahasiswa berjajar dengan laptop yang terbuka. Sama seperti lokasi lain, mereka juga turut memanfaatkan wifi gratis yang difasilitasi oleh UM untuk browsing dan mengerjakan tugas. Ada juga penjaja makanan yang berasal dari mahasiswa, menawarkan makanan ringan ataupun minuman bagi mahasiswa lain yang masih aktif berada di kampus pada jam-jam tersebut. Menyusuri jalan demi jalan, sisi demi sisi, saat melintasi FIP, tidak sedikit mahasiswa terlihat sedang berlatih menyanyi. Mereka tampak melantunkan lagu demi lagu dengan syahdu, salah satu dari mereka ada yang memainkan gitar. Tertangkap sang penyanyi mengulang beberapa bait beberapa kali, melakukan perbaikan dari sebelumnya. Sudut lain, nampak sejumlah mahasiswa tengah melakukan pemasangan baliho suatu kegiatan secara bersama-sama di depan FE. Lokasi lain yang paling sering adalah jalan dekat Masjid Al-Hikmah karena ini merupakan salah satu lokasi strategis dalam mempublikasikan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan di kampus UM. Ranah non akademis lain dijumpai di depan Gedung Sasana Budaya. Selain Perpustakaan Pusat, dua sampai tiga kali dalam satu minggu tempat ini selalu digunakan untuk latihan para anggota UKM Pendekar. Selain alasan karena area ini cukup luas digunakan untuk berlatih, masih belum adanya fasilitas ruang atau tempat untuk latihan bela diri membuat mereka memanfaatkan tempat ini. Di awali berbaris dan seterusnya dilanjutkan dengan melakukan teknik demi teknik bela diri yang diajarkan di tempat ini, latihan berjalan dengan baik meskipun tidak jarang merasa terganggu dengan suara kendaraan yang lewat. Dibandingkan dengan menghabiskan waktu di cafe atau sekedar ikut nongkrong bersama teman-teman di sepanjang jalan, semua kegiatan yang berjalan dengan menghabiskan waktu di dalam kampus ini merupakan suatu hal yang terlihat lebih positif, baik itu kegiatan akademik maupun non akademik.Maria Tahun 37 September-Oktober 2015 |

31


Agama

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Reaktualisasi Spirit Hijrah Oleh Nur Atikah

W

aktu terus berputar tanpa henti, tidak dapat diperlambat ataupun dipercepat, meskipun kita menginginkannya. Kini, waktu membawa kita ke lembaran hidup baru, yakni tahun baru Islam 1437 H. Kalender Sejarah

Hijriyah

dalam

Kilasan

Kalender Hijriyah adalah kalender Islam, karenanya dipakai sebagai standar acuan dalam penentuan waktu-waktu ibadah dalam Islam. Puasa misalnya, diwajibkan

32 | Komunikasi Edisi 300

pada bulan Ramadan, haji pada bulan Dzulhijjah, dan seterusnya. Sebenarnya, nama-nama bulan itu telah dikenal di zaman Rasulullah SAW. Tak heran, terkait dengan perhitungan waktu dalam tahun hijriyah ini, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah itu ada dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di saat Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram� (Q.S. At-Taubah: 36). Permasalahan muncul pada masa kekhilafahan Umar bin al-Khattab (khalifah yang kedua setelah Abu Bakar al-Siddiq).

Saat itu, Abu Musa Al-Asy’ari, sebagai salah seorang gubernur, menulis surat kepada khalifah yang isinya menanyakan surat-surat beliau yang tidak ada tahunnya (hanya tanggal dan bulan saja) sehingga membingungkan. Menerima keluhan ini, Khalifah Umar bin al-Khattab menggelar musyawarah. Dalam musyawarah itu, muncul beberapa usulan mengenai patokan penghitungan tahun Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad (kelahiran) Rasulullah SAW. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan


Agama

Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Ada pula yang mengusulkan berdasarkan hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. Usul terakhir ini datang dari Ali bin Abi Thalib RA, dan usul inilah yang kemudian disepakati. Maka, ditetapkanlah tahun pertama dalam kalender Islam adalah tahun hijrahnya Rasulullah SAW. Pelajaran Terpetik dari Penetapan Kalender Hijriyah Betapa luar biasanya para pendahulu kita dari kalangan sahabat. Mereka menyepakati bahwa kalender Islam dimulai dari peristiwa hijrah ke Madinah. Bukan dari waktu kelahiran Rasulullah, bukan pula dari saat diangkatnya Muhammad SAW sebagai rasul, dan bukan pula peristiwa-peristiwa lainnya. Jika direnungkan lebih dalam, sungguh dalam penentuan awal kalender Islam ini terkandung sebuah hikmah besar. Jika kelahiran Rasulullah SAW itu skenario Allah. Demikian pula diangkatnya Muhammad SAW sebagai rasul adalah kehendak Allah. Maka, sulit bagi kita untuk mengambil keteladanan dari peristiwa itu. Karena kedua momentum itu adalah karunia, anugerah sekaligus rahmat Ilahi. Bukan ikhtiar dan perjuangan insani yang sesungguhnya. Namun hijrah, betapapun itu adalah skenario dan kehendak Allah, ia tetap sebuah proses manusiawi yang penuh dengan nilai perjuangan dan semangat untuk diteladani generasi berikutnya. Kita tahu, dakwah Rasulullah SAW selama tiga belas tahun di Makkah tidak membuat wilayah itu menjadi negeri Islam. Bahkan yang terjadi, semakin banyak orang yang memeluk Islam, kaum kafir Quraisy makin gencar menghalangi dakwah. Berbagai bentuk celaan dalam ribuan variannya telah dilancarkan. Siksaan kepada kaum muslimin yang lemah juga dilakukan. Berbagai negosiasi dan diplomasi ditempuh agar dakwah berhenti. Sampai-sampai kaum Muslimin diboikot hingga mereka terpaksa memakan daun-daunan. Semuanya tidak menghentikan dakwah. Hingga puncaknya, kafir Quraisy pun berencana membunuh Rasulullah SAW. Sementara itu, dari arah Yatsrib, datang dukungan dakwah. Ternyata Allah memberikan pertolongan dari jalan yang lain. Penduduk Yatsrib berbondong-bondong masuk Islam dan bersumpah melindungi Rasulullah melalui Bai’atul Aqabah. Mereka juga mengabarkan bahwa Yatsrib telah

siap menjadi basis sosial bagi kaum muslimin. Dua bulan setelah Bai’atul Aqabah, kaum Muslimin Makkah (yang kemudian dikenal dengan nama Muhajirin) berhijrah ke Yatsrib yang kemudian diganti nama oleh Rasulullah SAW dengan Madinah. Hijrah bukanlah perjuangan ringan. Marilah kita bayangkan, orangorang yang telah disiksa di kampung halamannya harus berpindah ke negeri lain yang tidak mereka kenal sebelumnya. Di sana, masa depan mereka masih samar-samar dan belum jelas. Di saat yang sama, mereka harus meninggalkan rumah dan harta benda yang tidak mungkin dibawa. Seakan-akan mereka terusir. Terusir dari kampung halaman, tanpa bekal, dan tanpa kejelasan nasib. Namun, karena faktor iman, mereka sanggup menempuh perjuangan sulit dan melelahkan itu. Terlalu banyak catatan luar biasa dari peristiwa hijrah untuk diuraikan di sini. Betapa hebat perjuangan para imigran Muslim itu, yang tidak mungkin dikupas secara keseluruhan di sini. Sahabat Nabi bernama Suhaib, sebagai contoh. Ia adalah seorang yang kaya raya. Namun ketika hendak hijrah, kaum kafir Quraisy menghadangnya. Mereka tidak rela Suhaib hijrah dan membawa sebagian hartanya. “Dulu engkau orang yang hina dan miskin,” kata mereka ketika menghadang Shuhaib, “lalu setelah engkau kaya raya engkau akan membawa hartamu keluar Makkah. Kami tidak rela.” Mendengar itu, Suhaib menawarkan pilihan, “Bagaimana jika kutunjukkan tempat penyimpanan hartaku dan kalian bebas memiliki semuanya. Tapi, biarkan aku berhijrah.” Orang-orang kafir Quraisy itu pun setuju dan membiarkan Suhaib hijrah tanpa bekal harta. Mendengar kejadian ini, Rasulullah bersabda: “Shuhaib beruntung, Shuhaib beruntung” (H.R. Ibnu Hibban). Demikianlah, para sahabat rela meninggalkan kampung halaman dan semua harta benda mereka. Bahkan siap mengambil resiko kehilangan nyawa, karena tidak ada jaminan bahwa hijrah itu berjalan mulus tanpa halangan kaum kafir Quraisy. Tidak heran, jika kaum Muhajirin dipuji oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Bagi orang fakir yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orangorang yang benar” (Q.S. al-Hasyr: 8).

Aktualisasi Kehidupan

Makna

Hijrah

dalam

Hijrah secara bahasa berarti “meninggalkan”. Sedangkan secara istilah, makna hijrah itu adalah seperti yang diterangkan Rasulullah SAW:“Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah” (H.R. Bukhari). Dengan demikian, hijrah secara maknawi terus relevan sampai kapan pun. Bahwa nilai dan semangat hijrah harus kita bawa dalam kehidupan modern ini. Kita berhijrah dari kejahiliyahan menuju Islam. Hijrah dari kekufuran menuju Iman. Hijrah dari kesyirikan menuju tauhid. Hijrah dari kebatilan menuju kebenaran. Hijrah dari nifaq menuju istiqamah. Hijrah dari kemaksiatan menuju ketaatan. Dan, hijrah dari yang haram menuju yang halal. Dalam hijrah, terkandung pula tiga dimensi nilai untuk kita internalisasikan dalam kehidupan modern ini. Pertama, dimensi personal, bahwa setiap mukmin harus selalu lebih baik kualitas keimanannya dari hari kemarin. Maka, kita berhijrah dari kualitas saat ini menuju kualitas yang lebih baik. Kita terus memperbaiki diri. Islahul fardi, istilahnya, hingga mencapai kualitas pribadi muslim yang sejati. Kita harus terus berupaya agar bisa menjalankan Islam secara kaffah dan komprehensif. Kedua, dimensi sosial, bahwa seorang mukmin harus memperbaiki lingkungan sosialnya. Ia perlu menghijrahkan keluarga dan tetangganya hingga mencapai karakteristik komunitas Islami (sya’biyah Islamiyah). Mungkin dalam konteks sekarang kita tidak perlu berpindah ke kota lain, tetapi bagaimana menghijrahkan kota atau daerah kita menjadi lebih baik. Dimensi sosial juga berarti menata diri kita untuk menjadi bermanfaat secara sosial dan memiliki kesadaran untuk berkontribusi. Ketiga, dimensi dakwah. Sebagaimana dakwah ke Madinah adalah dalam rangka pemenangan dakwah dari satu tahapan ke tahapan berikutnya. Kita semua harus terpanggil untuk menebarkan Islam, menguatkan nilainilai kebaikan, dan mendukung dakwah Islam agar terwujud masyarakat yang Islami dan negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, hingga Islam menjadi ustadziyatul ‘alam (soko guru peradaban). Penulis adalah dosen Matematika

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

33


Rancak Budaya

ilustrasi oleh Aji Setiawan

Memoar Syekh Nairud Oleh Teguh Dewangga

S

elama kau berjalan mengunjungi kampung kami, maka tak akan kau temui warga yang miskin dan melarat. Semua orang hidup berkecukupan. Tak berlebihan. Dan tak akan ada orang yang perangainya pongah, sombong apalagi pesong. Masjid dan mushola berdiri

34 | Komunikasi Edisi 300

dengan sederhana tanpa ada rumah yang dapat mengalahkan kesahajaannya. Tapi, ketika kau sampai di tepi sungai, kau akan melihat gubuk yang amat memilukan. Hanya berdindingkan bambu, beratapkan pandan dan daun puan. Tapi, aku sangat menghormatinya lebih dari masyarakat

kampung, ia yang menyelamatkan hidupku. Bapak sekaligus guru. Aku melangkah menuju gubuknya membawa serantang gulai kepala ikan. Namun, yang kudapati hanya gubuk yang hening dengan pintu yang ternganga tak terkunci. Aku mencium bau harum. Seperti


Rancak Budaya

bunga kenanga manis. *** Sore itu baru serupa kecambah, namun cakrawala nampak seperti roman perawan yang tengah jatuh hati sedangkan sekawanan burung bengal terbang dengan riuh dan segera kembali pulang ke sarang. Aku duduk dengan tenang, menikmati angin yang berhembus bimbang. Diriku hendak mengusir jauh kenangan dan rindu yang memadat, namun memoar tentangnya memilih untuk diputar kembali. Masyarakat menyebutnya Syekh Nairud, dirinya lebih memilih kedamaian, lebih senang tinggal di gubuknya yang jauh dari rumah-rumah orang kampung. Tubuh tuanya amat senang menikmati gerusan air sungai yang bersenandung pelan di belakang gubuknya sembari memandang hamparan kebun sawi yang hijau di beranda depan. Di samping gubuknya terlihat sebuah pohon durian yang lebat. Buahnya ranum dan elok. Warnya hijau kekuningan. Saat aku jatuh dari pohon kelapa, beliaulah yang menolongku. Tubuhku menghantam pematang sawah. Mataku hanya bisa mengerjap sedangkan rasa sakit perlahan menjalari punggungku. Kala itu uluran tangannya sangat kuat dan tegas. Matanya hijau, sewarna daun seledri dengan kelopak coklat yang berkerut. Angin mengibaskan gerai lebat rambutnya. Aku hanya ingin mengambil sebuah kelapa hijau. Karena aku merasa lapar setelah berhari-hari aku menembus hutan dan sampai di kampung ini dengan keadaan lusuh. Perang saudara telah pecah di desaku. Maka seketika itu ayah menyuruhku pergi menembus hutan untuk melindungi diri. Dan kini, mungkin kepala kedua orang tuaku telah tergantung di tiang rumah, menyisakan hatiku yang semakin remuk redam. Aku segera dibopong dan dibawa ke gubuknya. Gubuk yang sejuk membuatku sedikit tenang dan perlahan dadaku dapat menghirup udara segar.

Ia segera beranjak menuju halaman. Dari celah dinding, aku melihat dirinya sedang mengetuk batang pohon durian dengan jemarinya sembari menggumam sesuatu, tak lama buah durian yang ranum jatuh menghantam belukar. Dan kelak aku tahu bahwa pohon durian tersebut bukan pohon durian biasa dan gumamannya merupakan sholawat nabi yang ia lantunkan dengan begitu indah. “Bukankah sekarang tak musim durian?” “Pohon ini senantiasa berbuah tanpa mengenal musim,” ujarnya. Luka-luka lebam dipunggung dan tubuhku yang lain segera ia lumuri dengan buah durian yang melumer. Baunya harum dan jika menilik dari kulit luarnya saja, semua orang akan paham bahwa durian tersebut merupakan durian yang paling nikmat. Seketika perutku kembali bergejolak, mengingatkanku bahwa aku tak makan apapun sejak semalam. “Makanlah sisa durian itu, lekas ambil air wudhu dan mari kita sholat!” Sejak saat itu aku menyambung kehidupan di bawah naungan Syekh Nairud. Selang beberapa waktu aku mengerti mengapa Syekh Nairud sangat dihormati oleh warga kampung. Setiap pagi, siang dan sore selalu ada warga yang membawa makanan untuknya. Bukan tanpa alasan warga bersikap demikian. Ketika salah satu warga mempunyai sanak saudara yang sakit maka Syekh Nairud akan mengetukan jarinya ke batang pohon dengan membaca sholawat nabi, maka buah durian yang telah masak akan jatuh dengan sendirinya. Seolah dengan patuh menerima perintah untuk berpisah dari reranting pohonnya. “Bawalah dan bacakan ayat-ayat Alquran yang kamu hafal, insya Allah saudaramu lekas sembuh.” Salah satu warga tersebut kembali membawa rantang kosong dan sebuah durian ranum. Aku tahu bahwa dengan demikian Syekh Nairud telah membantu

warga yang dilanda musibah. Jika menilik pohon duriannya yang senantiasa tumbuh, maka akan terlihat satu buah durian yang nampak selalu hijau, seperti tak bisa matang dan tak pernah jatuh ketika Syekh Nairud menyentikan jarinya. Aku pernah bertanya, mengapa durian tersebut tidak pernah matang? Syekh Nairud memperlihatkan senyumnya, wajahnya yang halus semakin membuat hatiku serasa damai. “Jika durian hijau tersebut menguning, maka umurku di dunia ini tinggal sebentar lagi. Dan jika suatu saat durian itu jatuh maka tugasku di dunia ini juga telah usai.” “Bukankan kematian tidak diketahui oleh seorang pun?” “Allah memang menjadi penentu dan tak ada seorang manusia pun yang akan tahu ajalnya. Tapi yakinlah bahwa tandatanda berakhirnya kehidupanku telah digariskan melalui durian tersebut.” Aku kembali termenung, sekali lagi menatap wajahnya yang sederhana dan matanya yang kehijauan. Sekian lama aku bersamanya, aku dapat memahami semua makna hidup di dunia. Dan aku berdoa, semoga durian hijau tersebut tak kunjung menguning dan jatuh menghantam tanah. *** Setiap hari aku mengurus sawah Syekh Nairud. Tanahnya yang gembur dan udara lembab di kampung ini sangat cocok untuk bertanam sayuran. Sore itu aku menuju pasar sayur usai pagi tadi memanen sawi. Perangai warga di kampung ini tak banyak berubah, tetap dengan kesederhanaan, tak saling menonjolkan kekayaan. Hampir semua menggarap sawah dan beberapa memilih menanam sayuran seperti diriku ini. Tak ada jual beli yang alot, semua saling percaya. Ketika harga sayur turun maka petani akan legowo membawa hasil yang didapat dan ketika harga sayur naik maka para tengkulak akan

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

35


Rancak Budaya memberikan harga yang tinggi pula. Mungkin kampung ini benar-benar diberkati oleh Allah sehingga menjadi kampung yang amat didamba-dambakan oleh semua orang. Namun, ada yang membuatku lebih takjub, aku melihat senyum manis seorang gadis yang turut serta ayahnya menjadi tengkulak sayur. Sejak beberapa lama aku telah memendam perasaan kepadanya, namun aku sungguh tak berani berbincang barang sepatah kata. Hanya berharap dapat memandang semburat merah pipinya lebih lama dari biasanya. Barangkali memiliki gadis tersebut hanya sebuah angan-angan dari risalah hati yang mendadak bergejolak. Entahlah. Selepas menjual sayur Syekh Nairud tengah menungguku di beranda. Dirinya beranjak menuju pohon durian, mengetukan jarinya tiga kali dan bunyi durian yang terhempas ke tanah tertangkap pendengaranku. Lantas aku duduk menunggunya. “Sekarang berapa umurmu?” tanyanya bersamaan dengan hempasan tubuhnya di kursi bambu miliknya. “Dua puluh enam tahun Syekh, mengapa?” “Mari kita ke rumah Amin, sudah waktunya kau membangun rumah tangga sendiri.” Aku tergagap. Siapa pula si Amin itu? Ia segera mengganti baju dengan yang lebih pantas. Kemudian berjalan melewati sawah dan jalanan kampung yang lengang saat sore hari. Aku mengikutinya dengan langkah pendek dan berat. Syekh Nairud berjalan dengan membawa durian di tangan kanannya. Aku berhenti. Berpikir sejenak. Ini adalah kejanggalan yang kesekian kalinya. Dan mengapa pula aku harus mengikutinya? Sudah waktunya menikah? Mendadak keringat dingin membasahi tengkukku. Sampai di rumah Amin tersebut kami disuguhi minuman dan kudapan yang beraneka ragam. Rasa hormat kepada Syekh Nairud tak akan luntur dari benak warga kampung. Amin yang disebut-sebut Syekh tadi segera muncul, rambutnya masih kebas seusai mendirikan sholat Ashar. Dan aku benar-benar tergagap ketika Amin yang dimaksud oleh Syekh Nairud adalah pria yang menjadi tengkulak sayur tadi sore, sekaligus

36 | Komunikasi Edisi 300

bapak dari gadis yang menggetarkan perasaanku. Amin merasa terkejut karena didatangi oleh tamu seagung Syekh Nairud. Mukanya menjadi lebih lembut dan ramah. Berulang kali kami diminta untuk meminum atau memakan kudapan yang tengah dihidangkan. Syekh Nairud meminumnya dengan santai. Sedangkan aku memilih diam karena tenggorokanku mendadak terasa tersumpal kapas dan getah cempedak. “Amin, kedatanganku kemari untuk menyampaikan keinginan anakku ini. Aku ingin anak gadismu menjadi menantuku. Istri dari anakku. Sama kita ketahui bahwa anak gadismu telah lewat umur dua puluh tahun. Tak baik membiarkan dirinya berjalan sendiri tanpa ada pendamping.” Untuk kali ini dadaku benar-benar semakin berdebar. Aku berkeringat saat gadis tersebut dipanggil oleh bapaknya dan duduk bersama kami. Sikap Amin tak menunjukkan penerimaan secara sepihak. Sehormat apapun dirinya kepada Syekh Nairud tapi keputusan tetap berada di tangan gadis tersebut. Roman mukanya mendadak senang, semburat merah dipipinya menjadi lebih kentara kala Syekh mengutarakan maksud dari kedatangannya. Dan gadis tersebut mengangguk malu. Aku sendiri seperti tengah melayang. Bagaimana bisa sore tadi aku menatapnya dan tak berani berucap, lantas kini dia mengangguk ketika diminta menjadi istriku? “Makanlah durian ini, dan tentunya sebagai mas kawin pernikahan kalian.” Perasaan senangku segera berubah. Aku bertanya-tanya elokkah durian dijadikan sebuah mas kawin? Namun, Syekh Nairud tak menujukkan gelagat yang meragukan. Ia tetap tenang berjalan dengan santai seperti biasanya. Kembali menyusuri jalanan kampung. Terkadang beberapa anak yang telah pulang mengaji berebut untuk mencium tangan Syekh Nairud. Maka beberapa minggu selanjutnya aku benar-benar orang yang paling buncah di kampung. Pernikahan yang sederhana namun tetap saklal, terlebih lagi istri yang cantik dan menjadi dambaanku. Dan aku paham mengapa Syekh Nairud memberikan durian sebagai mas kawin. Daging durian tersebut memang harum

dan manis layaknya durian ternikmat, namun biji buahnya berubah menjadi bongkahan-bongkahan emas yang mengilat. Kala berbutir-butir hujan menggelayuti puak kemangi pagi itu, aku masih memilih merengkuh tubuh istriku. Senyum manisnya membuat ulu hatiku menghangat. *** Bau harum kenanga manis tersebut segera menyeruak sampai sudut-sudut kampung. Membuat penciuman siapapun akan melunak dan beberapa orang segera mencari sumber wewangian tersebut. Ada warna jingga di sore hari, langit yang cerah dengan gumpalan awan rangah yang seolah tengah berbahagia. Aku tahu bahwa langit dengan senang hati menyambutnya. Saat aku melangkah masuk, dirinya sedang tidur dengan tenang. Bau harum kenanga yang menyeruak nampak seperti keluar dari tubuhnya. Ia tengah tersenyum namun matanya tak terbuka. Dadanya tak bergerak naik turun. Aku berlari menuju beranda. Memandang ke atas. Melihat tak ada satu pun buah durian yang berada di atas pohon. Desir penyesalah tiba-tiba merambati diriku. Keheningan serupa bentangan jurang petaka yang amat luas. Bahkan aku tak sempat melihat durian yang selalu hijau miliknya berubah menjadi kekuningan. Di balik belukar aku menemukan durian yang menjadi pertanda hidupnya. Aku teringat bahwa durian tersebut mulai kuning dan jatuh maka tugasnya di dunia ini telah usai. Rasa bersalah itu semakin dalam, mengingat semakin lama semakin aku jarang menjenguknya. Air mataku mendadak pecah sehingga membiaskan penglihatanku. Syekh Nairud telah pergi. *** Sepeninggal Syekh Nairud, tak ada lagi orang yang menjadi panutan semua warga kampung. Tak ada lagi warga yang bertegur sapa dengan ramah. Mereka lebih sibuk menumpuk kekayaan. Lebih sibuk jadi orang kantoran dari pada petani. Aku merindukan kesederhanaan dan kesehajaan kampung seperti dulu. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Teknik Otomotif


Oleh Amalia Rahma Keke

Tema Komik Edisi depan 301 (Nopember--Desember 2015) adalah Pahlawan Kita Komik bentuk soft file dan print out dapat dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi@um.ac.id selambat-lambatnya tanggal 25 November 2015. Ukuran komik 21x25 cm full color.

Tahun 37 September-Oktober 2015 |

37


Setengah Hari Oleh Rizky Imaniar Roesmanto Senja... Jingga semburat magentaku perlahan sirna Kelam... Bulat rembulan temani hadirnya langit malam Ngilu... Organ dada kiriku mengerut pilu Malam ketujuh di musim kemarau Petak tiga berbanding dua meter tak lagi memukau Kacau... Paruh memekik lirih Sengaja menandakan datang pagi yang diratapi Ini pagi apakah dinanti? Tidak. Ini pagi, pagi yang terlanjur disesali

Merindumu Rembulan membulat pancarkan sinar Bintang benderang tergantung tegar Di malam yang merangkak gelap Tertidur wanita terindah dalam lelap Malam ketujuh di musim kemarau Terselip rindu yang semakin parau Ibu‌ Aku anakmu, izinkan mengucap kata satu-satu Ibu‌ Tersemat harapan, Terbentang tak temu ujungnya jalan Hitung mundur waktu denganmu Semoga cukup membuat Ibu bahagia Membuat Ibu merasa bangga Di antara kening dan ubin beku Selalu ku minta restu Agar jalan membahagiakanmu Tak ada sandungan batu Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia ilustrasi oleh Aji Setiawan


Ini aku coba melangkah. Derap pasti untuk sebuah hijrah. Endap keraguan harusnya musnah.

Ilmu iku kelakone kanthi laku. Sebuah ilmu dapat dimiliki seseorang dengan suatu proses belajar. Dies natalis UM, tak sekadar perayaan, namun juga sebuah pembelajaran.

Lokasi Fotografer

Lokasi Fotografer

: Lapangan A2 : Aji Setiawan

: Gedung Graha Cakrawala : M. Ajrul Mahbub

Pancar cahaya menelisisk celah, rimbun dedaunan beri ruang mengalah. Cakrawala menanti setia asa, menyatu esa di dalam rasa. Lokasi Fotografer

: Depan Panggung Terbuka Trapesium : Prasetio Utomo

Seluruh civitas akademika UM dapat mengirimkan karya fotografi dengan tema dan tempat bebas dalam bentuk soft file yang dikirim langsung ke Kantor Redaksi Majalah Komunikasi Gedung A3 Lantai III UM atau via email: komunikasi_um@ymail.com selambat-lambatnya tanggal 25 September 2015 disertai keterangan foto dan lokasi.

Haluan air mengalir bersulur, sedikit cemas mengikuti alur. Tergar diterpa lebur membaur, menunggu hilir mengucap syukur. Lokasi Fotografer

: Coban Pelangi : Dio Lingga P.



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.