Edisi 03/Tahun VI/Maret 2010

Page 5

7

Tabloid Tempel

Edisi 03 Tahun VI Maret 2010

Diterbitkan oleh :

BADAN INFORMASI PUBLIK

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Air Kian Dekat Pipa air, bagi Irda Saparuddin (30) warga Langara Laut, bak urat nadi kehidupan masyarakat. Bagaimana tidak, dari pipa inilah warga mendapatkan pasokan air bersih. Pipa seukuran betis orang dewasa itu menjalar dari pegunungan menuju tepi pantai yang padat pemukiman penduduk. “Dengan pipa-pipa ini, kami tak perlu lagi melintasi hutan belantara untuk mengambil air,” kata Irda. Langara Laut adalah desa yang terletak di pesisir Laut Banda. Desa ini merupakan pintu gerbang masuk Kep u l a u a n Wa w o n i i , Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Untuk mencapai desa ini, dibutuhkan waktu kurang lebih empat setengah jam perjalanan laut dari Kendari melintasi Teluk Kendari. Desa ini dihuni sekitar 300 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk hidup dan tinggal di pinggir pantai, sementara mata air utama berada sebelas kilometer di atas pegunungan. Untuk sampai kesana, jalan yang harus dilalui menanjak dan berkelok, tak jarang harus menembus rimbun pepohonan yang lebat.

6

Jantung Kehidupan Sejak akhir tahun 2009 lalu, tepatnya di belakang komplek Polsek Langara, sudah terbangun bak penampungan air berkapasitas 4 ribu liter. “Masyarakat sudah bisa menggunakannya,” kata Irda. Bak yang terletak di atas lantai semen berdiameter 2 meter itu merupakan bagian dari proyek Kementerian Pekerjaan Umum untuk membangun 1.379 sarana air minum dan air bersih yang tersebar di seluruh Indonesia. “Ini jantung

kehidupan warga Langara,” kata Irda mantap. Mungkin Irda tak bermaksud melebih-lebihkan, karena dengan adanya bak penampungan ini kebutuhan air bersih bagi warga desa di pesisir, bisa terpenuhi. Kini Irda dan penduduk Langara Laut yang lain bisa mengambil air dengan mudah. Dibanding sebelumnya dengan memikul ember atau jerigen, harus menempuh jarak puluhan kilo untuk memperoleh air bersih. “Bayangkan, dahulu kami harus menguras tenaga belasan kilo untuk sampai ke mata air,” ujar Irda. Lurah Langara Laut, Djamaluddin mengenang, banyak waktu warganya dihabiskan hanya untuk memperoleh air bersih. Tak heran jika produktivitas penduduk untuk mencari nafkah sangat re nd ah .“D e ng an sa ran a i ni , warga tak lagi dipusingkan akan kecukupan air bersih. Mereka bisa fokus bertani dan berkebun untuk perbaikan ekonomi keluarga,” ujarnya. Di Langara, selain bak fiber, Kementerian PU juga membangun bak penampungan dari beton di sumber mata air di pegunungan yang mempunyai debit sekitar 5.000 liter perdetik. “Dari bak ini,

setelah tertampung, air kemudian mengalir menggunakan tenaga grafitasi bumi melalui pipa-pipa paralon yang ditanam menuju bak penampungan kedua yang berlokasi sekitar 4 kilometer ke arah bawah menuju desa,” jelas Djamaluddin. Menurut Djamaluddin, air memang tidak langsung dialirkan dari pusat mata air guna menjamin debit air yang sampai ke tengah desa tidak semakin berkurang. “Di sini ada tiga bak penampungan beton lagi yang masing-masing berkapasitas sekitar 3.000 liter. Nah, dari ketiga bak inilah air kemudian dialirkan lagi ke beberapa desa di bawah, salah satunya Langara,” jelas Lurah Langgara. Berdayakan Warga Kementerian PU bekerjasama dengan pemerintah daerah, akhir tahun 2009 lalu memang telah merampungkan pembangunan seluruh sarana dan prasarana air bersih di 1.379 lokasi yang sudah ditetapkan. “Selain Langara, sarana air bersih dengan kapasitas yang berbeda juga di rampungkan di daerahdaerah sulit, seperti di Kelurahan Alak, Kelurahan Lasiana, Baunase, Tuak Daun Merah Kupang. Ada juga Kelurahan Medong, Senaning Sintang,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Budi Yuwono. Menariknya, kegiatan yang termasuk dalam Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) ini tidak semuanya dibiayai pemerintah pusat. “Pembiayaan program ini 70 persen dari pemerintah pusat, 10 persen dari APBD dan sisanya berasal

dari dana swadaya masyarakat desa bersangkutan. Swadaya bisa dalam bentuk uang (in cash) atau tenaga pengerjaan program (in kind),” tutur Budi Yuwono. Program ini yang membedakan dengan program lainnya, “Program Pamsimas jangan dianggap hanya program air minum biasa. Tapi dibalik itu ada pembelajaran dimana masyarakat harus dilibatkan dalam program tersebut. Program ini adalah dari, oleh dan untuk masyarakat,” kata Budi Yuwono. Benar juga, sebagaimana diceritakan Irda dan Lurah Djamaluddin. Warga bergotong royong mengalirkan air dari gunung tersebut menuju daerah terdekat dengan penduduk, tentu dengan peralatan dan fasilitas seadanya. Kini masyarakat bisa dengan bebas mencuci, mandi dan menggunakannya untuk berbagai keperluan. Biasanya warga akan langsung memanfaatkan air di lokasi untuk mandi dan mencuci. Usai itu, warga mengisi ember ataupun jerigen untuk kebutuhan air di rumah. Bak penampungan air akan ramai ketika air laut pasang. Ini karena sebagian besar masyarakat Langara mendiami pinggiran laut dengan rumah berbentuk panggung di atas air. Dan, hanya ketika air pasanglah masyarakat akan berbondong-bondong menuju Polsek menggunakan sampan. Warga langsung memarkirkan perahunya sekitar 5 meter dari lokasi air bersih. Djamaluddin mengatakan bak penampungan di tengah desanya mampu mencukupi kebutuhan air seluruh warganya. “Air bersih dapat kami peroleh sepanjang hari. 24 jam,” katanya.

Ikut Merawat P e n g e l o l a a n a i r, k a t a Djamaluddin, dilakukan oleh wakil warga yang dibentuk melalui rembug desa. U n t u k p e m e l i h a r a a n , khususnya bak penampungan beton di dua lokasi di pegunungan, warga setempat secara bergantian membersihkannya sekali dalam sebulan.“Ini semua sebenarnya lebih karena kesadaran kami untuk menjaga fasilitas penting ini,” ujar Djamaluddin. Sebenarnya, warga bisa menyalurkan pipa air langsung ke rumah masing-masing. Namun, menurut Djamaluddin, sebagian warga masih keberatan dengan biaya penyambungan. “Memang ada biaya yang ditimbulkan. Tapi ini semata-mata hanya untuk biaya perawatan nantinya,” ujar bapak dua anak yang belum lama menjabat lurah ini. Untuk penyambungan langsung, warga memang dikenakan biaya Rp550.000 per satu meteran air. Tiap bulannya pun pemakai sambungan langsung dibebani biaya pengelolaan, yang dikutip melalui koordinator sebesar Rp2.000 hingga Rp3.000 per kepala keluarga. Tapi warga Langara kini tengah berembug untuk menentukan tarif bisa terjangkau oleh masing-masing kepala keluarga. Tapi kini, “Kita punya air dekatmi pa’. Nda susah mi’ ki lagi,” teriak Hendra (11), bocah Langara yang sering mandi di dekat bak penampungan air. Kita tak akan susah lagi, karena air sudah sangat dekat dengan kami. Begitu kirakira, arti teriakan Hendra saat bermain air dengan kawan-kawan sebaya. (Taofiq Rauf).


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.