1SOIOZIE 6 SocioZine Volume 6

Era digitalisasi telah membawa kehidupan manusia menuju kemudahan akses dan liberalisme informasi. Media sosial merupakan salah satu output dari digitalisasi teknologi. Namun, penggunaan media sosial secara berlebihandapatmenyebabkandampaknegatif,yakniFoMO(FearofMissingOut)atauketakutanakanketertinggalan tren. FoMO sendiri akan memberikan fantasi-fantasi palsu yang akan menimbulkan pola baru dalam masyarakat posmodern, salah satunya konsumerisme yang sangat berbahaya. SocioZine #6 yang bertajuk “FoMO dan Hiperealitas pada Mahasiswa” diharapkan dapat menjadi renungan serta membuka ruang dialektika bagi pembaca mengenaiproblemyangdisebabkanperilakuFoMO. (BagasDamarjati,KepalaDivisiPengembanganKeilmuan)
KataPengantar
2 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
Anak muda saat ini kerap dihantui oleh ketertinggalan, perasaan ini yang kemudian familiar disebut FoMO (FearofMissingOut).Tidakhanyadalamkapibilitasnyasebagaimahasiswa,tetapimencakuplanskapyanglebihluas, yaitu dalam ranah kehidupan sosial lainnya. Budaya ini muncul sebagai hasil konstruksi anak muda terhadap perubahanyangterjadidalamlingkungannya.Makadariitu,SocioZine#6hadirsebagairuangrefleksiparakontributor danpembaca.Harapannya,kitabersama-samadapatmerenungikembalibudayaFoMOdanhiperealitasyangterjadi dalamhidupanakmuda,terkhususmahasiswasaatini.
(TjokIstriSintawati,PenanggungJawabSocioZine#6)
3SOIOZIE 6 DaftarIsi KataPengantar 2 DaftarIsi 3 Esai 1.CIRCLEKAMPUS:ANTARAMAHASISWA,ORGANISASI, DANPERASAANFOMO 5 2. FEAR OF MISSING OUT DAN HUSTLE CULTURE DALAMKEHIDUPANMAHASISWA 6 3.KONSUMSI:ANTARAKEINGINANDANPERANG TANDADIJAGATDIGITAL 7 4. FEAR OF MISSING OUT AND SOCIAL CLIMBING: GAYAHIDUPPROBLEMATIKPADAMAHASISWAYANGMEMBUDAYA 8 Opini 1.PENYESALANITUDATANGTERAKHIR, LEBIHAWALNAMANYAFOMO 12 2.SEHARUSNYATAKUTKARENATINGGAL, BUKANTERTINGGAL 12 3.BAYANG-BAYANGKOMPULSIFBUDAYAFOMO 13 4.FOMODIKEHIDUPANKAMPUS 13 5.KEKHAWATIRANMAHASISWATERHADAPKETERTINGGALAN SUATUPENCAPAIANMAHASISWALAINDIMASAPERKULIAHANDARING 14 6.NONTONFILMKOKCUMAIKUT-IKUTAN? 15 Puisi 1.BERJALAN-MENJALANI 16 2.AKU:DIBERKATIMENJADI(MAHA)SISWA 17 Ilustrasi 19 Fotografi 20 TimKerja 22
4 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa

kontemporer yang mendukung tumbuhnya perasaan FoMO pada individu. Berdasarkan evidensi yang diperoleh Putri & Halimah (2019), mahasiswa bertendensi mengalami FoMO karena merasakan kecemasan akibat takut tidak mengetahui informasi mutakhir sehingga mahasiswa sering mengintai media sosial orang lain. Berkaitan dengan organisasi, media sosial kerap kali dimanfaatkan mahasiswa sebagai wadah untuk menunjukkan citra diri (personal branding)yangmampudiaksesolehpublik.Gencarnya mahasiswa dalam menggunakan media sosial menjadi titikpangkaltumbuhnyaperilakukomparasisosialpada kalangan mahasiswa. Hal tersebut tidak terlepas dari peran media sosial untuk mempresentasikan diri, misalnya dengan mengunggah dokumentasi berisi pengalaman yang mengesankan, status hubungan, prestasi, rekreasi, diseminasi ide atau opini, kepercayaan,dankegemaran(Reeretal.,2019). Iklim pergaulan kampus tentu berbeda dengan iklim pendidikan sebelumnya. Mahasiswa berasal dari kondisi dan latar belakang kehidupan yang heterogen. Hal tersebut menjadi motif banyaknya sisi perbedaan antarmahasiswa, seperti halnya dalam pengalaman organisasi.Pengalamanorganisasidinilaisebagaisalah satu aktivitas yang kerap kali ditonjolkan mahasiswa dalam personal branding Oviyanti (2016) beropini bahwa mahasiswa dapat menerima prestasi non akademik melalui berbagai aktivitas dalam organisasi yang dijalaninya. Platform media sosial yang kerap menjadi wadah memamerkan pengalaman organisasi adalah Instagram dan LinkedIn Dalam platform tersebut, mahasiswa berusaha untuk mengonstruksi citra diri positif dengan memposting atau mencantumkan partisipasi dan keaktifannya dalam program kerja organisasi Eksistensi media sosial menjadi arena baru bagi kalangan mahasiswa untuk berlomba lomba menjadi paling produktif Pamer pengalaman organisasi acapkali membuat individu tidakmampumengontroldiriuntukmengikutitendensi aktivitas sesama mahasiswa, bahkan mahasiswa tidak jarang memaksakan sesuatu yang sebenarnya bukan minatnya Hal tersebut tidak lain untuk memenuhi kebutuhan prestise dan gengsi di kalangan mahasiswa. Ajang pamer di media sosial menyebabkan mahasiswa selalumengalamiketidakpuasandalampencapaiannya. FoMO berlebihan yang dialami individu menjadi stimulusgangguanpsikologis,sepertinomophobiaatau cemas ketika jauh dari gawai, insomnia, adiksi media sosial, depresi, kesepian, dan minder (Rizaldhi, 2021). Berbagai gangguan tersebut merupakan konsekuensi negatif karena individu selalu menjadikan pencapaian
5SOIOZIE 6
Kehidupan sebagai seorang mahasiswa tentu lebih kompleks dibandingkan dengan fase fase sebelumnya.Statussebagaimahasiswastratasatudapat dikatakan sebagai fase perantara menuju manusia dewasa sehingga individu dituntut untuk menjalani aktivitas produktif yang menunjang keberlangsungan masa depannya. Salah satu aktivitas di kampus yang menjadi preferensi bagi sebagian besar mahasiswa adalah organisasi. Banyaknya tuturan yang bersahutan terkaitsejumlahmanfaatmengikutiorganisasimenjadi motif fundamental bagi mahasiswa dalam menetapkan organisasi yang akan diikuti Eksistensi organisasi, menurut Oviyanti (2016) menjadi instrumen bagi mahasiswa untuk mengeskalasi sikap empati, kapabilitas mengelola waktu, problem solving, mengembangkan sikap kooperatif, kepemimpinan, dan memperluas relasi di luar lingkaran perkuliahan. Namun, mahasiswa sering kali tidak berorientasi pada dampak positif ketika memutuskan untuk mengikuti organisasi. Preferensi mahasiswa mengikuti organisasi justru didasarkan pada motif untuk menggaet berbagai informasidarisesamaanggota.Fenomenayangdialami mahasiswa tersebut dapat dikategorikan sebagai perasaanFoMO(Fear of Missing Out).PerasaanFoMO dapatmunculketikaindividumerasawaswasatautakut mengalami keterlambatan dalam menerima informasi atautakutkehilanganmomenketikadirinyatidakhadir dalam suatu kegiatan. Berkiblat pada perasaan FoMO menjadikan mahasiswa berambisi untuk mengikuti berbagai organisasi yang justru membuat mereka keteteranuntukmengharmonisasikanurusanakademik dan non-akademik. Eksistensi perasaan FoMO yang bergentayangan di kalangan mahasiswa, khususnya dalam menentukan pilihan organisasi cenderung membawakonsekuensinegatifbagiindividu.Pasalnya, mahasiswa mengikuti organisasi justru tidak berorientasi pada aktivitas yang sesuai dengan hasrat dan kapabilitas yang dimiliki dan selalu dependensi dengan informasi orang lain Pada hakikatnya, organisasikemahasiswaanmenyediakanaktivitasyang menunjang pengembangan diri mahasiswa (Oviyanti, 2016).Haltersebutmengindikasikanbahwamahasiswa yangterdeteksimengalamiFoMOtidakmemanfaatkan organisasisecaraefektifsehinggamahasiswaseringkali tidakmerasakankepuasandalamdirinya.Perasaanyang timbul diakibatkan karena mahasiswa tidak memiliki targetyangmembuatdirinyamampuberprogresdalam suatuorganisasi.Perasaan FoMO pada mahasiswa berpotensi meningkatseiringdenganeksistensimediasosial.Diera digital, media sosial merupakan manifestasi media
CIRCLEKAMPUS:ANTARAMAHASISWA, ORGANISASI,DANPERASAANFOMO
IrawatiAnindyaPutri
Media sosial melahirkan realita virtual yang mirip dengan dunia nyata, ada avatar yang merepresentasikan diri kita, juga ruang-ruang untuk
Oviyanti,F.(2016).PeranOrganisasiKemahasiswaan IntrakampusDalamMengembangkanKecerdasan InterpersonalMahasiswa. El-Idare: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam,2(1),61–79.
Reer,F.,Tang,W Y.,&Quandt,T.(2019). Psychosocialwell-beingandsocialmedia engagement:Themediatingrolesofsocial comparisonorientationandfearofmissingout. New Media and Society,21(7),1486–1505. salah satu saja hal tadi, lantas apakah memang benar Anda menginginkan hal itu terjadi? Sebab dalam kenyataannya, preferensi manusia atas apayangakandipilihnya,mulaidarimodefesyen;film yang ditonton; sampai makanan untuk dikonsumsi justru seringkali bukan berasal dari dirinya sendiri. Alih alih demikian, preferensi ini didorong oleh perilaku masyarakat secara kolektif. Pada era digital, takdapatdipungkiribahwamediasosialjugaberperan pentinguntukmentransmisikaninformasisecaramasif dan cepat. Dalam banyak cara, hal tersebut juga turut berdampak pada preferensi konsumsi manusia itu sendiri. Pertanyaannya, lalu bagaimana proses ini berlangsung?Sertaapakonsekuensiyangditimbulkan bagikehidupanmasyarakatsecaraluas?
6 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
oranglainsebagaipatokanbagidirinyasehinggaketika individutidakmampumengimbangipencapaianorang lain dan gagal mendapat validasi, maka individu berpotensiuntukmengalamigangguanpsikososial.
Sebagaiupayapreventifuntukmeminimalisasi perasaan FoMO, mahasiswa sebaiknya mampu bertindak selektif dalam menentukan aktivitas yang bertujuan untuk mencari kepuasan hidup atau tidak bergantung pada preferensi tren yang sedang berkembang. Mahasiswa memiliki kontrol untuk menentukan aktivitas yang diminati sehingga mereka mampu mengeksplorasi value yang dimilikinya. Motif tersebut berorientasi untuk menemukan fokus dan prioritas dalam diri sehingga individu tetap produktif meskipun melewatkan berbagai transformasi yang mutakhir Selain itu, mahasiswa sebaiknya mampu untuk membatasi penetrasi terhadap media sosial (social media detox) dalam rangka meminimalisasi munculnyakonsekuensinegatifdanmenjagakesehatan psikologis.
DAFTARPUSTAKA
Rizaldhi,https://doi.org/10.1177/1461444818823719A.F.(2021).FenomenaFearofMissingOut:BerdampakbagiKesehatanMental. Kumparan.Com. firhansyah/fenomena-fearhttps://kumparan.com/afillah--of-missing-out-berdampak-bagi-kesehatan-mental-1x9XqocCimz/3 KONSUMSI:ANTARAKEINGINANDAN PERANGTANDADIJAGATDIGITAL TjokIstriSintawati Sudahkah Anda menonton KKN di Desa Penari yang ditayangkan bulan April lalu? Apakah Anda mengikuti tren outfit ala cewek mamba; cewek kue; atau cewek bumi yang sempat ramai di TikTok? Bagi warga Jogja, pernahkah Anda mencicipi Tempo Gelato yang fenomenal itu? Jika Anda mengalami setidaknya
Putri,A.I.D.,&Halimah,L.(2019).Hubungan FoMO(FearofMissingOut)denganAdiksiMedia SosialpadaMahasiswaPenggunaInstagramdi UniversitasIslamBandung. Prosiding Psikologi, 5(1967),303–309.
melakukan komunikasi dengan manusia lainnya Media sosial memediasi interaksi antara individu dan masyarakatsecaraluastetapijugamenampilkan‘jarak pandang’ yang terbatas. Hal ini dikarenakan media sosialbiasadigunakanuntukmerepresentasikanhidup seseorang secara tidak utuh, maka tak mengherankan bila saat ini banyak yang tertipu oleh ‘kebahagiaan’ milik orang lain. Bersamaan dengan bertumbuhnya budaya pop di masyarakat, interaksi antara manusia makinkentaldiwarnaiolehpenggunaantanda.Gambar atau logo kian sarat akan makna tertentu, kaitannya dengan preferensi konsumsi tadi, yaitu bisa berujung pada citra diri seseorang dalam masyarakat. Ketika seseorang berlibur ke Jogja, Tempo Gelato disebutsebut menjadi salah satu destinasi hits yang wajib dikunjungi. Apakah alasannya karena Tempo Gelato (mungkin)memilikicitarasaberbedadibandinggelato lain di Indonesia? Ataukah tujuan utama pengunjung hanya untuk mendapat prestise lewat media sosial karena mengunjungi destinasi hits di Jogja tersebut? Contoh lainnya adalah penggunaan fesyen branded sebagaimana yang mudah dijumpai dalam postingan instagram para influencer Indonesia. Hal yang jadi sorotan bukanlah bagaimana desain dari fesyen
DAFTARPUSTAKA Koch,A.M.,&Elmore,R.(2006).Simulationand symbolicexchange:JeanBaudrillard’saugmentation ofMarx’stheoryofvalue. Politics and Policy,34(3), 556–575. 1346.2006.00028.xhttps://doi.org/10.1111/j.1747FEAR OF MISSING OUT DAN HUSTLE CULTURE DALAMKEHIDUPAN MAHASISWA PutriLalitaningtyas
Media sosial menjadi ruang penting bagi manusia untuk menegosiasikan posisinya di masyarakat saat ini Secara tidak disadari, realita digital lalu dianggap lebih penting harkatnya dibandingkanrealitadidunianyata.Takayal,perilaku sehari-hariatausecarakhususpreferensikonsumsikita tadi sejatinya tidak didorong oleh keinginan dan kebutuhan kita tetapi lebih-lebih oleh media sosial itu sendiri.FenomenasepertiFOMO(fear of missing out) lalu menjadi hal umum yang sering dikeluhkan generasiZsaatinimengingatmerekatumbuhbersama peran media sosial dalam kehidupan mereka Di samping itu, ada dampak lain yang presensinya
tersebutmelainkanmerkdariprodukfesyenitu.Logo ataumerkinimenjadisebuahsimbolisataskelassosial seseorang Jean Baudrillard menjelaskan hal ini sebagai symbolic exchange atau sign exchange, yakni suatu barang dipertukarkan sebagai komoditas tetapi dengan membawa hal baru berupa ‘status’ bagi konsumennya (Koch & Elmore, 2006). Mengunggah gambar di media sosial lantas menjadi tak sekadar membagikan pengalaman dengan publik tetapi juga menegaskanposisimerekadalam masyarakatlewatpengunaantanda-tandatadi.Apabila seseorang menjustifikasikan diri atau setidaknya berusaha membangun citra diri sebagai pribadi yang hits, barangkaliTempo Gelato tadi menjadi salah satu destinasi prioritas untuk dikunjunginya bila bertandangkeJogja.
mungkin diabaikan karena dianggap sebagai hal yang normal bagi masyarakat saat ini Transformasi preferensi konsumsi yang kini berbasis tanda secara luas nampaknya membawa pengaruh berupa false consciusness atau kesadaran palsu dalam masyarakat. Alhasil budaya konsumerisme begitu lekat halnya dengan masyarakat saat ini dan praktik kapitalisme sejatinya senantiasa berlangsung dengan bentuk barunya,yaitusymbolicexchangetadi. Dapat disimpulkan bahwa preferensi konsumsi masyarakat di era digital saat ini sesungguhnya dipengaruhi oleh tanda. Kontestasi mengenai citra diri individu bukan lagi berada dalam dunianyatatetapiperlahantergeserpadarealitavirtual. Hal yang juga perlu menjadi perhatian adalah berlangsungnyakapitalismemelaluibentukbaruyakni symbolic exchange sebagaimana yang diistilahkan olehBaudrillard.
Covid-19 juga meningkat. Hal ini ditunjang oleh data yang dikeluarkan oleh Hootsuite (We Are Social): Indonesia Digital Report 2022 yang menunjukkan bahwaterdapatpeningkatanpenggunaanmediasosial sebesar 12,6% dari tahun 2021 Selama pandemi, sebanyak 80,1% media sosial dimanfaatkan untuk mencari informasi Oleh karena itu, untuk tetap terkoneksi dengan lingkungan, mahasiswa memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan Whatsapp. Artinya, selama pandemi Covid-19 media sosialmemilikiperanyangcukupvital. Tidak serta merta berdampak positif, peningkatanaksesmediasosialjugamemilikidampak terhadap perasaan fear of missing out (FoMO). Menurut Przybylski et al. (2013), FoMO merupakan kondisi dimana seseorang memiliki ketakutan akan tertinggal oleh yang lainnya. FoMO terjadi ketika kebutuhan psikologis dan emosional seseorang tidak
7SOIOZIE 6
Pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap berbagai hal di kehidupan sosial manusia Untuk memutus rantai penyebaran Covid 19, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti pembatasan perjalanan dan Work From Home (WFH).Akibatnya, berbagai aktivitas tidak dapat dilakukan secara tatap muka Sehingga interaksi daring melalui berbagai kanal di internet menjadi alternatif yang ditempuh masyarakat Tak terkecuali dunia pendidikan, perubahaninijugadirasakan.Konseppendidikanyang semula dilakukan secara tatap muka di sekolah dan kampus berubah menjadi daring. Mahasiswa dan tenaga pendidik tidak lagi datang ke kampus untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Mereka memanfaatkan platform seperti Zoom dan Google Classroomuntukbelajar. Selain konsep belajar, penggunaan media sosial yang dilakukan mahasiswa selama pandemi
Dengan
demikian, work life balance dalam kehidupan mahasiswa dapat diterapkan. Hal tersebut merupakan bentuk antisipasi atas timbulnya permasalahan yang terjadi akibat hustle culture. Melalui work life balance, mahasiswa dapat mengetahui hal yang memang harus dilakukan dan dikembangkan, tetapi tetap dibarengi dengan istirahat dan penghargaan yang sepadan atas kerja keras yang telahdilakukan. DAFTARPUSTAKA Balkeran, A (2020) Hustle Culture and the Implications for Our Workforce (Thesis) CUNY AcademicWorks Digital 2022: Indonesia — DataReportal – Global Digital Insights. (2022, February 15). DataReportal –Global Digital Insights. Retrieved August 28, 2022, from DataReportal – Global Digital Insights website: https://datareportal.com/reports/digital 2022 Pertiwi,indonesiaE.,Hanifa,M.,&Baju,W (2017).Hubungan antara Beban Kerja Mental dengan Stres Kerja Dosen diSuatuFakultas.JurnalKesehatanMasyarakat,5(3), Pratiwi,260–268.F., Susilo, N., & Amelia, C. (2022). Fear of MissingOutpadaRemajadiMasaPandemiCovid-19. PHILANTHROPY: Journal of Psychology, 6(1), 6 1 6 7 h t t p s : / / d o i o r g / D O I : Przybylski,10.26623/philanthropy.v6i1.4861A.K.,Murayama,K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioralcorrelatesoffearofmissingout.Computers inHumanBehavior,29(4),1841–1848. Pujarama,W.(2021).TheUrgetoHustle:Narrativesof Mediated Higher Degree Learning Interaction among University Students during Covid 19 Pandemic. JurnalIlmuKomunikasi,1(1),1–8. Zaliha,Fitrian,E.,Puspitasari,Y.,&Anhar,V (2021). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HUSTLE CULTURE PADA MAHASISWA DI MASA PANDEMICOVID-19.JurnalIAKMI,1–11. FEAR OF MISSING OUT AND SOCIAL CLIMBING:GAYAHIDUPPROBLEMATIK PADAMAHASISWAYANGMEMBUDAYA BagasDamarjati
menjadi hustler atau orang yang melakukan hustle culture, beban kerja yang dimiliki oleh mahasiswa bertambah. Mahasiswa memiliki tuntutan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan dengan batas waktu tertentu, sehingga mereka terdorong untuk berperilaku hustle culture Bagi mahasiswa yang memiliki banyak kesibukan lain seperti bergabung dengan beberapa organisasi atau mengikuti program magang, tentu memiliki beban kerja yang tinggi di samping beban akademik yang mereka miliki. Artinya, mereka sering lembur dan memilikisedikitwaktuuntukistirahat.
8 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
Perasaan tidak ingin tertinggal di kalangan mahasiswa menimbulkan fenomena hustle culture Hustleculturemerupakangayahidupyangmendorong seseorang untuk bekerja secara terus menerus demi mendapatkan pencapaian tertentu, sehingga mereka tidak memiliki banyak waktu untuk beristirahat. Banyak mahasiswa yang memilih untuk memiliki banyak kesibukan dalam satu waktu tertentu seperti kepanitiaan, organisasi, dan lomba karena tidak ingin tertinggalolehpencapaianoranglainyangditunjukkan dimediaDsosial.engan
terpenuhi Tentu media sosial berpengaruh besar terhadap hal ini. Sebab, media sosial dapat menjadi wadah untuk menunjukkan eksistensi seseorang Misalnya, melalui fitur di Instagram mahasiswa dapat mengunggah foto aktivitas mereka saat magang atau organisasi yang tengah mereka ikuti. Pencapaian tersebut yang kemudian mendorong lahirnya standar tertentu untuk mendapatkan sebuah pencapaian. Seakan mau tidak mau, mahasiswa akan berusaha mencapai standar tersebut agar mereka tidak FoMO atautertinggalolehyanglainnya.
Pola aktivitas hustle culture yang bekerja secaraterusmenerusdanmemilikiwaktuistirahatyang sedikit akibat perasaan FoMO dapat berdampak pada kesehatan. Jika mahasiswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan banyaknya tuntutan dan tanggung jawab yang dimiliki, mereka akan mendapatkan tekanan tertentu. Tekanan inilah yang kemudian berpengaruh terhadapkondisiemosidanstres.Halinididukungoleh penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi E.M, et. all (2017) yang memaparkan bahwa mahasiswa di UniversitasSurabayamemilikistresyangtinggiakibat banyaknyabebankerjayangmerekamiliki.Takhanya mental,kondisifisikjugadapatterganggu.Kesibukan yang padat yang tidak didukung dengan pola hidup sehatdapatmembuatkelelahandanmudahsakit.
Kini, masyarakat dapat dengan mudah mengaksesinformasidimanapundankapanpun.Hal ini karena pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengantarkan masyarakat menuju digitalisasi.Selainmenjadipenunjangaksesinformasi, digitalisasi yang ditunjang dengan jejaring internet juga menawarkan berbagai platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, TikTok, Snapchat dan lain lain, guna membantu edukasidaninteraksimasyarakat. Dewasa ini digitalisasi telah menjadi kebutuhan primer baru bagi masyarakat era modern. Hal ini selaras dengan pendapat Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, “Bahwa ada instrumen baru di generasi milenial dan situasi ini membuat kebutuhan tidak hanya sandang, pangan dan papan. WiFi atau sinyal internet juga sekarang memiliki peran seperti kebutuhan layaknya makan setiap hari” (Selvia, 2020). Riset dari DataReportal (2022) menunjukkan bahwa terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia hingga Januari 2022 atau sekitar 73,7 persen dari seluruh populasinya. Sedangkan, pengguna media sosial di Indonesiaberjumlah191,4jutapengguna. Parker(2003,dalamSuga2020)menjelaskan mengenai kegunaan media sosial sebagai sarana interaksi masyarakat satu sama lain dengan cara membuat,membagi,dansalingbertukarinformasidan idemelaluikata-kata,gambar,sertavideodalamsuatu jaringan dan komunitas virtual. Sedangkan, Menurut Boyd dalam Nasrullah (2015) media sosial— sebagai kumpulan platform memungkinkan individu atau komunitasuntukberkumpul, berbagi,berkomunikasi, bahkan saling berkolaborasi atau bermain. Media sosial sendiri memiliki kekuatan pada user-generated content (UGC), di mana konten yang dihasilkan berasal dari penggunanya, bukan dari editor sebagaimanadiinstansimediamassakonvensional. Media sosial kini digemari oleh masyarakat, tak terkecualimahasiswa.Mahasiswa—umumnyaberusia 18 sampai 24 tahun menduduki peringkat kedua dalamkelompokusiayangmendominasipenggunaan media sosial (We Are Social and Hootsuite, 2021). Masifnya penggunaan media sosial pada kalangan mahasiswa umumnya disebabkan oleh intensifnya interaksi dengan teman atau kerabat melalui pelbagai platform di media sosial atau sekadar berselancar di dunia maya. Konsumsi mahasiswa akan sosial media cenderung menimbulkan ketergantungan atau kecanduan untuk terus terhubung dengan orang lain (Suga,2020).Bahkan,studiyangdilakukanUniversity of Chicago Booth School of Business menemukan bahwa adiksi konsumsi media sosial lebih menimbulkan kecanduan dibandingkan alkohol dan rokok(Ngazis,2012).
Permasalahannya adalah ketidakmampuan secara ekonomi dalam mengonsumsi komoditas
Kecanduan bermedia sosial dapat menimbulkan dampak negatif, yakni perasaan takut dan khawatir apabila tidak mengakses media sosial untuk mencari informasi atau sekadar membagikan
serta melihat kabar orang lain dalam satu hari saja. Fenomena ini sering disebut Fear of Missing Out (FoMO).Przybylski,dkk.(2013)menyebutkanbahwa FoMOmerupakankeadaankekhawatirandariindividu ketika dirinya tidak mengetahui kegiatan atau pengalaman orang lain dan saat ketidakhadiran dirinya Selain itu, FoMO juga dimaknai sebagai keinginan individu untuk terus terhubung dengan orang lain dan mengetahui apapun aktivitasnya di media sosial (Akbar, dkk., 2018). Hetz (2015) memaknai FoMO sebagai ketakutan akan kehilangan momen. Maksudnya adalah adanya konstruksi sosial yang menyelidiki apakah individu khawatir akan kehilanganpengalamanyangindividulainmiliki,dan Hetz menyelidiki relasi tersebut dengan keprihatinan mereka atas aktivitas yang hilang dalam budaya mereka(Akbar,dkk.,2018).FoMOdapatmemberikan dampakpadaindividuuntukterusterhubungdimedia sosial,melihat“keseruan”aktivitasindividulainyang dirasa lebih baik daripada kehidupannya. Tak jarang, merekayangmelihat“keseruan”aktivitasindividulain merasa hidupnya tidak semenyenangkan dan semenarik itu. Cemburu. Alhasil, mereka yang mengalami FoMO cenderung mencoba meniru gaya hidupindividuKecemburuanlain.iniakanmenciptakankeinginan untuk berkompetisi—menyaingi atau sekadar meniru gaya hidup Mereka pun akan masuk dalam “lingkaran” konsumerisme Jean Baudrillard memaknai pola konsumsi pada era kontemporer tidak dapat dipahami sebagai konsumsi nilai guna, tetapi sebagai konsumsi tanda atau simbol (Mahyudin, 2017). Konsumsi kini menjadi tindakan penggunaan simbolsecarasistematisuntukmenandaiposisidalam struktur sosial tertentu karena pada realitanya simbol dan identitas kultural dibentuk untuk menemukan makna makna sosial tertentu Baudrillard menganalisisgejalakonsumerismesebagaibagiandari gaya hidup masyarakat kontemporer Saat ini, komoditas dijadikan cara dalam menciptakan klasifikasi identitas pembeda dalam kerangka yang lebih luas. Dengan demikian, masyarakat konsumer istilah yang diperkenalkan Baudrillard—tidakterpisahdarikompetisigayahidup, kelompok,dankelassosial. Individu pada akhirnya akan mengonsumsi identitas kultural berdasarkan kelas sosialnya. Setiap kelas sosial akan menjadi representasi karakteristik konsumsikulturalnya(Mahyudin,2017).Dengankata lain, masyarakat dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan konsumsi kulturalnya. Akibat dari klasifikasitersebut,muncullahindividu-individuyang berusaha melakukan tindakan sosial dengan tujuan meningkatkan kelas atau status sosialnya. Individuindividu ini disebut dengan social climber. Mereka akan melakukan segala hal demi pengakuan akan peningkatanstatussosialnya.
9SOIOZIE 6
Kondisi ini tidak dapat terelakan Memudarnya kemampuan berpikir kritis dan tergerusnya nilai spiritual karena keseruan dan kebahagiaantidakdipahamisebagaiekspresidarirasa syukur, tetapi diposisikan menjadi kenikmatan yang bergantungpadatandadansimbolyangmemengaruhi pandanganindividulain.Konsumsiakanobjekbukan berdasar pada nilai guna, tetapi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan makna sosial yang tersembunyi didalamnya.Kompetisiakanfantasidalammelakukangaya hidup mewah tidak lagi terbendung. Bahkan, mereka rela melakukan gaya hidup layaknya konglomerat dengan mengikuti tren gaya hidup sesuai dengan tuntutanperkembanganbudayanya.Dengandemikian, fenomenainimerupakan produkkulturalyangdibuat
Dalam lanskap kehidupan mahasiswa, tidak sedikit mahasiswa banyak menghabiskan waktu mereka untuk berselancar di media sosial. Terlebih, ketikapembelajarandaringyangmembuatmahasiswa semakin intens menggunakan perangkat digital, termasuk gawai Diantaranya, terdapat mahasiswa yang mengalami depresi karena adanya obsesi untuk mempertahankan eksistensinya di media sosial (Fauziah, 2021). Dalam mempertahankan eksistensinya, mahasiswa juga memiliki kecenderungan dalam melakukan praktik social climbing Salah satunya berawal dari nongkrong di tempat fancy dan mewah Agustiani (2020) menyebutkan bahwa budaya nongkrong menjadi “healing” mahasiswa setelah disibukkan dengan aktivitas perkuliahan. Tempat nongkrong yang fancy dan mewah menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa dalam membentuk status sosial mereka. Salah satu caranya dengan mengunggahnya pada media sosial agar mendapat pengakuan dari individu lain. Adapun, individu yang menyaksikan unggahan tersebut mungkin akan masuk dalam fantasinya dan mengikuti hal yang serupa. Pola seperti ini akan terus berputar hingga fenomena konsumerisme masif menjadiPerkembanganbudaya. teknologi dan informasi telah
membawa masyarakat pada era digitalisasi dengan pelbagai dampak positif dan negatifnya. Adapun fenomena-fenomena yang memiliki dampak negatif bagimasyarakat,terkhususmahasiswayangmemiliki intensitas aktivitas tinggi di dunia maya, mulai dari FoMO, social climbing, hingga konsumerisme. Budaya masyarakat modern dan gaya hidup kekinian yang dibuat oleh masyarakat ekonomi berkecukupan merupakan perihal yang melatarbelakangi masifnya fenomena fenomena tersebut Banyak mahasiswa yang memaksakan dirinya untuk mengikuti gaya hidup masyarakat kelas sosial atas demi eksistensial, pengakuan, dan penerimaan di lingkungannya Dengan demikian, konsumerisme pada mahasiswa semakin menjamur akibat pemenuhan akan hasrat dan fantasi untuk bergayahidupkekinian.
Pskiostudia 7(2):38-47. Fauziah,JihanA.(2021,7September).Problematika FearofMissingOut(FoMO)diKalangan Mahasiswa. Lini Kampus.Diakses fearhttps://linikampus.com/2021/09/07/problematika-dari-of-missing-out-fomo-di-kalangan-mahasiswaMahyudin.(2017).SocialClimberdanBudayaPamer:ParadoksGayaHidupMasyarakatKontemporer Jurnal Kajian Islam Indisipliner 2(2): Ngazis,117-135.AmalN.(2012,7Februari).Kecanduan MediaSosialLebihParahdariRokok.Viva.co.id, Diakses https://wwwdari.viva.co.id/digital/digilife/286128-twitter-dan-facebook-lebih-nyandu-dari-rokokSelvia,Novitri.(2020,15Oktober)PerilakuBaruAkibatPandemi,DigitalisasiKinijadiKebutuhanPokok. Padek.Diakses NegeriMediaMissingTkebutuhan-pokok/-baru-akibat-pandemi-digitalisasi-kini-jadi-https://padek.jawapos.com/iptek/15/10/2020/perilakudariidarAdityaSuga.(2020).HubunganAntaraFearOfOut(Fomo)DenganIntensitasPenggunaanSosialPadaMahasiswaPsikologiUniversitasSurabaya(Unesa). Skripsi thesis,Universitas Airlangga.
kultural kelas sosial di atas akan membuat mereka melakukan berbagai cara demi memenuhi kebutuhan sesuaituntutangayahidupkekinianagarterlihatkaya. Aulawi (2017) berpendapat bahwa para pelaku social climbingakanmerasatidaknyaman,tidakpercayadiri, serta khawatir tidak diterima oleh lingkungannya apabilatidakbergayahidupkekinian.Olehkarenanya, berbagai cara akan dilakukan agar tampil mewah. Konsumsi atas simbol dan komoditas yang mewah akanmembuatmerekamemilikiidentifikasinilai-nilai sosialtinggidanprestisetertentu(Aulawi,2017dalam Mahyudin,2017).
oleh mereka yang berkecukupan secara ekonomi Namun, tidak sedikit masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi di bawahnya yang melakukan gaya hidupyangsamakarenahasratdanfantasinyasendiri, hinggamenjamurnyabudayakonsumerisme.
DAFTARPUSTAKA Agustianti,Suci,B.,RahmaAmir.(2020).Fenomena SocialClimberdalamPandanganHukumIslam: StudiKasusMahasiswaFakultasSyariahdan Hukum. Sahutna 1(3):558-573.
Akbar,RizkiS.,dkk.(2018).KetakutanAkan KehilanganMomen(FoMO)padaRemajaKota Samarinda.
10 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
11SOIOZIE 6 OPINI A

misalnya, mungkin banyak diantara kita yang merasa bahwabutuhsegalainformasiyangterbaru,singkatnya harusmeluluuptodate.Memang,terutamadijurusan saya, yang terlanjur sering menerima teori lama atau klasikkadangmembuatmuakjuga.Sayaadalahsalah satu mahasiswa sosiologi yang mendambakan pembaharuan terus menerus dalam jurusan ini Menerima informasi baru adalah keharusan, terutama bagaimana mengimajinasikannya, mendedah intrik, mencarimotif,begitudanberkelanjutan.
PENYESALANITUDATANGTERAKHIR, LEBIHAWALNAMANYAFOMO AlitAkhiral SEHARUSNYA
Mahasiswa sekarang itu dihadapi dengan situasi yang bikin geleng geleng. Situasi centang perenang yang dihadapi mahasiswa itu sebenarnya ya akibattidakdapatmengaturwaktuitu.Geleng-geleng yangdimaksudpadakalimatpertamaparagrafinibisa jadi karena tidak dapat menerima pengetahuan sekaligus geleng geleng untuk meringankan sakit kepala.
Dampak dari FOMO terhadap organisasi dan kepanitiaan ini saya alami sendiri di kampus selama dua semester ini. Berkaca dari pengalaman saya, FOMO organisasi dan kepanitiaan mengakibatkan turunnya semangat belajar dan tidak fokus pada kehidupan akademik. Abai dalam lingkup akademik tentunyaberakibatpadaturunnyaIndeksPrestasi (IP) semester. Turunnya IP membuat saya menyesal, mengapa tidak sungguh sungguh
FOMO atau Fear of Missing Out biasa dikenal dengan perasaan takut tertinggal dari orang lain. Sebagai seorang mahasiswa, saya sendiri merupakan salah satu orang yang mengalami FOMO di lingkungan kampus. Terutama FOMO mengenai organisasi dan kepanitiaan. FOMO dalam konteks organisasi dankepanitiaanbisadilihatdarisikapseseorang yangkurangpuasdanmerasa“iri”ketikamelihat orang lain sibuk karena mengikuti banyak organisasi Sehingga ia merasa tidak mau tertinggal dan merasa tersaingi lalu mulai mengikutibanyakkegiatanagardapatmenyamai oranglaintersebut.
12 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
dalam memperhatikan penjelasan dosen atau mengapa tidak serius ketika mengerjakan UTS dan UAS. Padahal awal mulanya saya merasa biasasajadenganurusanakademik,tetapibegitu nilaisemestersayamuncul,penyesalanitumulai ada.Sayasadarpadasaatitusayaberpikirbahwa mengerjakan urusan organisasi jauh lebih menyenangkan daripada mengerjakan tugas, UTS, dan UAS Pemikiran tersebut yang membuat saya abai pada perihal akademik dan memilih untuk mendedikasikan waktu sepenuhnyapadaorganisasi.Selainitu,sayajuga ingin memberikan kesan bahwa saya mampu bekerjadenganbaikdandapatdiandalkan.
Sebenarnya tidak masalah jika ingin mengikuti organisasi untuk melatih softskill atau apapun itu. Namun, juga harus paham dengan porsi kemampuan masing masing Apakah bisa membagi prioritas antara akademik dan organisasi Apabila merasa sudah kewalahan dalamurusanorganisasiataukegiatanlain,lebih baik tidak usah menambah kegiatan daripada menyesal ketika nilaimu muncul di akhir semester TAKUTKARENATINGGAL,
BUKANTERTINGGAL
Namun yang menjadi masalah bukan bagaimana selalu up to date, tetapi bagaimana membingkainya. Terkadang yang sering dijumpai adalah takut tertinggal informasi tetapi tetap tinggal dalam situasi yang telah didapat. Tidak ada pembaharuan Jadi setali tiga uang, sama saja
AlfianaRosyidah
Sedikit bercerita, dulu ketika ospek (baca: PPSMB), kami diajari bagaimana cara menyusun kegiatan, bagaimana mengatur skala prioritas, bagaimana mengatur jadwal agar tidak merasa kerepotan. Namun pada kenyataannya, memukul rata suatu pengajaran yang metode-metodenya acapkali tidak bisa diterima oleh seluruh mahasiswa jelas memunculkan implikasi lain Perilaku FOMO
Duniaperkuliahanyangdijalankanmahasiswa mendorong mereka untuk membangun relasi pertemanan yang lebih luas dengan karakteristik latar belakang dan pencapaian yang berbeda-beda. Hal ini seringkalimembuatmerekamembanding-bandingkan pencapaian dirinya dengan orang lain. Kebiasaan tersebut dapat memunculkan sikap FOMO dan keinginan untuk selalu setara atau lebih baik dengan memaksa diri melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menghindari ketertinggalan dari orang orang disekitarnya.Dalam kehidupan perkuliahan, mengikuti banyak organisasi dan kegiatan non-akademik sangat
13SOIOZIE 6
Berlin
dan ini menjadi salah satu faktor pendorong di balik tingkat pengaruh FOMO yang lebih tinggi Oleh karenanya, seharusnya masalah ini perlu disingkirkan darirutinitasSetiapsehari-hari.orangharusmengetahuiefekberbahaya dari FOMO dan memperbaiki kebiasaan ini. Bahwa tidak semua yang ada di media sosial seperti yang terlihat,danrasatakutakanketinggalanpadasuatuhal itujelasmembuatseorangseolah-olahmerekamerasa kekurangan sesuatu. Keinginan kompulsif ini yang selalu membuat kita ragu dan kadang kadang memaksakan diri untuk mengesampingkan keinginan yang sebelumnya ada. Padahal kebanyakan dari kita mungkin tidak akan melompat dari jembatan bila semua orang melakukannya. Terkadang ada baiknya perlumundurselangkahhanyauntukmelihatapayang terlewatkanatautidak.Semuaorangpunyaprosesnya masing-masing, tanpa memaksa untuk sesuai dengan versi orang lain Sepertinya sejauh kita masih berangan-anganbahwa "seharusnya aku mengikuti hal ini" FOMOpastiterasamenyakitkan.
Untuk beberapa sajak memang kita semua ingin menjadi terdepan, atau setidaknya memproyeksikan bahwa kita tidak tertinggal ‘dari yang lain’. Seperti ada halnya rasa risau dan gelisah yangmungkintakkunjunghilangbilatidakadaini,itu, atauhalapapunyangmembuatkitamerasakekurangan dalam beberapa titik tertentu. Setiap orang telah menyaksikanbentuk-bentukperkembangandansetiap orang ingin menjadi ter up to date di beberapa kesempatan.Tapi,sepertinyapentinguntukmundurke belakang dan mengajukan satu pertanyaan, “sampai manakitabersikapselainpuasdengankeberadaandiri kitasekarang?”Dalambeberapatahunterakhir,jendelainstan mediasangatjelasmembawaFOMO(FearOf Missing Out)ketitikyanglebihgemerlang.Apakahdikatakan bahwa sama sekali tidak ada yang berguna mengenai FOMO?Tentutidakjuga.Tapiintinyasemakinbanyak waktu yang kita habiskan melirik pembeharuan seorang; semakin kita menyerap FOMO dan/atau menyuntikkannya ini menjadi kebiasaan Momen seperti ini seharusnya tidak menjadi opsi cadangan,
DianTryWahyuni
DI
Perubahan dalam mahasiswa yang merasa sudah paling up to date tidak ada, sebab kecemasan justru menjebak mahasiswa itu. Bagaimana? Bila demikian yang menjadi masalah bukan karena kamu takut tertinggaltapikenapatetaptinggal.
FOMO KEHIDUPANKAMPUS
memberikan keuntungan seperti dapat meningkatkan softskill dan hardskill,memperluasrelasipertemanan, menambah pengalaman, dan manfaat positif lainnya. Oleh karenanya, mengikuti organisasi dan kegiatan non akademik sangat direkomendasikan bagi mahasiswa karena dapat membantu mereka ketika memasuki dunia kerja Hal inilah yang terkadang membuat mahasiswa, khususnya mahasiswa baru memutuskan untuk mengikuti banyak organisasi di awalperkuliahan.Namun,terkadang keputusan mahasiswa untuk mengikuti berbagai macam organisasi dan kegiatan non akademik tidak disesuaikan dengan passion mereka. Tidak sedikit dari mahasiswa yang
SyahputraSitumorang BAYANG-BAYANGKOMPULSIFBUDAYA FOMO
KEKHAWATIRANMAHASISWATERHADAP
SafaNur’ainiYunisawijayanti
penggunaan media sosial, mahasiswa akan selalu berupaya untuk terus terkoneksi dengan media-media sosialmereka,agartidaktertinggaldenganinformasiinformasi dan materi yang diberikan. Selama perkuliahan daring, banyak mahasiswa yang tidak memiliki teman diskusi sehingga mereka takut akan tertinggaldenganupdatemateridaninformasilainnya. ContohperilakuFoMOyangdialamimahasiswayaitu seperti, apabila mahasiswa mengetahui orang lain mampu memperoleh nilai tinggi dan dapat menyampaikan argumen secara logis Mahasiswa tersebutakanmerasaminderdantakutapabiladiatidak dapatmengimbangiteman-temannyasaatdikelas,dan merasa paling bodoh dalam kegiatan perkuliahan tersebut. Mahasiswa yang mengalami FoMO akan memikirkanapakahbelajardiakurang,apakahmateri yang dia dapatkan tidak relevan, dan lain sebagainya. Perasaantakutyangdirasakanolehmahasiswatersebut akan memicu memunculkan rasa stress sehingga mengasingkan diri perkumpulan teman-teman akibat terlalu sibuk dengan ketakutannya. Sehingga hal tersebut mampu menurunkan konsentrasi belajar dari mahasiswa yang mengalami FoMO terhadap pencapaianoranglain.
mengikuti banyak organisasi karena tidak ingin tertinggal dari teman-temannya. Dengan kata lain, mereka mengikuti kegiatan tersebut karena merasa FOMO.Halinibiasanyamunculketikadirinyamelihat teman-temannya sibuk mengikuti organisasi sehingga memutuskan untuk ikut serta demi memperoleh pencapaian yang sama tanpa menyesuaikan dengan passionyang Dalamdimilikinya.halini,FOMOjugamenjaditantangan tersendiri bagi mahasiswa introvert. Di satu sisi, mereka tidak ingin tertinggal dari teman-teman yang lain sehingga memaksa diri untuk mengikuti banyak organisasidankegiatan.Sedangkandisisilain,mereka
14 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa
harusmembiasakandiriuntukberinteraksidanbergaul dengan orang-orang baru. Akibatnya, mereka akan merasa kesulitan dan cenderung memiliki kepuasan yangrendahterhadapdirisendiri.
DARING
KETERTINGGALANSUATUPENCAPAIAN MAHASISWALAINDIMASAPERKULIAHAN
UntukmembentengidiridariFOMOdidunia perkuliahan,mahasiswadapatmengendalikandiri merekauntuksenantiasaberfokuspadatujuan pribadi,konsistendalammemaksimalkankelebihan diri,dantidakmementingkanopinioranglain.Selain itu,FOMOjugadapatdihindaridenganmembatasi diridalammengaksesmediasosialyangdapat menimbulkanperasaanmembanding-bandingkandiri sendiridenganoranglain.
Perkuliahan yang dilakukan secara daring disebabkan karena adanya pandemi Covid yang telah merajaleladihampirseluruhdunia,yangsalahsatunya Indonesia. Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO telahmendapatkaninformasiterkaitpenemuanvirusdi kota Wuhan China. Virus Covid-19 yang merupakan jenisvirusbaruyangbelumdiidentifikasiolehmanusia sebelumnya (Fathurrochman, 2021). Munculnya pandemi Covid menyebabkan setiap aktivitas dilakukan secara online, salah satunya pada kegiatan pembelajaran. Pembelajaran di tingkat perkuliahan yang dilakukan secara daring dapat memunculkan banyak masalah-masalah yang dihadapi dari masingmasing mahasiswa Pembelajaran secara online, memunculkan pemikiran yang terlalu berlebih pada mahasiswa salah satunya. Hal ini mahasiswa merasa adanya kekhawatiran akibat kurangnya bersosialisasi dengan teman Sehingga memunculkan rasa takut tertinggal dengan informasi terkait perkuliahan dari diri mahasiswa Perkuliahan daring yang model komunikasinya cenderung menggunakan alat seperti gadget Hal tersebut mengharuskan mahasiswa selalu standby di depan layar untuk menunggu informasiinformasi yang penting, terlebih pada saat ujian Dengandemikian,munculnyarasakhawatirdantakut yang berlebih tersebut dapat disebut dengan FoMO (FearOfMissingOut).
FoMOmerupakansuatubentukrasakhawatir, cemas, dan takut yang muncul akibat pemikiran, pengalaman, serta pembicaraan orang lain (Nisa, 2020) FoMO yang didasari dengan adanya
15SOIOZIE 6 DAFTARPUSTAKA Fathurrochman,P.S.(2021).HUBUNGAN ANTARAFEAROFMISSINGOUTDENGAN STRESAKADEMIKPADAMAHASISWADIERA ADAPTASIKEHIDUPAN _1.pdfhttp://eprints.undip.ac.id/82869/1/Abstrak_dan_BAB[Diponegoro]. Nisa,K.(2020).PERANFEAROFMISSINGOUT (FoMO)TERHADAPATENSIMAHASISWA FAKULTASPSIKOLOGIUNIVERSITAS SUMATERAUTARADALAMPROSESBELAJAR [UniversitasSumatera 89/25823/151301057.pdf?sequence=1&isAllowed=yhttps://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/1234567Utara]. HasnaRoliansyah NONTONFILMKOKCUMAIKUT-IKUTAN? Keren banget nget nget nget! Dibanding yang pertama. Pengabdi Setan 2: communion hantunya lebih diperjelasdancloseup,pocinyajugabanyak. Itulah sedikit cuplikan yang membuat film Pengabdi Setan menjadi topik perbincangan hangat di tengahgenerasiZ.Belumlamaduniahiburantanahair dihebohkan dengan viralnya film Pengabdi Setan 2 besutan Joko Anwar. Film tersebut berhasil mendapatkanlebihdari5jutapenontonsetelah12hari penayangansejak4Agustus2022.Reviewfilminiyang disampaikan oleh influencer maupun masyarakat menjadi salah satu penyebab mengapa masyarakat, terutama generasi Z, berbondong-bondong ke bioskop agar tidak kehabisan tiket dan bisa menonton film tersebut Fenomena inipun tidak terjadi sekali Sebelumnyapernahterjadibeberapakaliketikaadafilm yangditunggu-tungguolehmasyarakatdanviral.Tidak heranjikabioskoppenuhhanyauntuknontonfilmyang laginaikdaun.Bagaimanahalinibisaterjadi?
media.Layaknyaalgoritmayangberubah-ubahseperti sikap pemerintah, algoritma media sosial selalu menyesuaikan konten-konten yang tengah happening hingga viral seperti film Pengabdi Setan 2. Kekuatan sosialmediayangluarbiasaakhirnyadapatmenggiring generasi Z turut penasaran dan ingin segera menontonnya. Lalu munculah celotehan netizen netizenbudimansepertiini:

Takjarang,kesempataninikadangdigunakanpasangan muda mudi untuk berkencan yang biasa disebut bioskopdate.Kelarkuliahcabs-nyakebioskop,nikmat mana yang kau dustakan? Back to the topic, pada akhirnya timbullah story story sosial media orang orangyangberisikanfototiketbioskoplengkapdengan latar belakang tempat tunggu atau dalam studio bioskop. Unggahan story ini pun juga bagian dari FOMO,yaitubentukpengakuankitasedangmengikuti tren,entahnontonfilmkarenabeneransukaatauhanya ikut-ikutanorangsaja.




Fenomena tersebut bisa dikategorikan sebagai Fear of Missing Out (FOMO) yang mana individu merasa tertinggal jika tidak mengikuti trend yang sedang berlangsung. Dalam kasus menonton film, kita merasa tertinggal atau tidak gaul jika tidak menonton filmPengabdiSetan2sepertiyanglainnya.Ketikatahu teman-teman kita menonton film Pengabdi Setan 2 terlebihdahulu,lalumempostingtiketbioskopkesosial media, kita akan merasa cemas dan juga ingin cepatcepatikutmenontonsupayatidakketinggalan.Dengan demikian, FOMO juga dapat muncul diakibatkan oleh media sosial yang notabene generasi Z merupakan generasi yang paling banyak menggunakan sosial mediauntukmengunggahkegiatansehari-harinya.Saat kita mengetahui launching filmnya, trailernya, reviewnya,hinggaspoilerpunjugaberawaldarisosial

16 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa Didahulunyapadamasamasihputihabu Angannyadiaadalebihdarisatu Lalugagalberkalian Dia Mendung-mendungIaKecewakagetanberlebihanmenjadiketakutanselamaenambulan Matabasah,mukamasam,remukredam Sore-sorediabangunogah-ogahan Iadisuruhmembukapengumuman Tandakelulusanyangdaring Iatakuthabisinijadigering Lalurupanyaiamasukperguruan Diamenghelanapas Legadanlepas Diterimasajasudahbersyukur Tidakmaumimpilagitakuttersungkur Iakinisedangberjalan-menjalani Meskitertatihbutaarah PadaBerserahmaratonlombahidupyangpanjang Lambatialemahtidakkaruan Tapikesempatanberjuta-jutadiberikanoleh Jalan-jalanTuhan.baikselaluIacurahkan. Semogadirinyaterusdibalutikebaikan NajmaAlyaJasmine BERJALAN-MENJALANI PUISIKARY

17SOIOZIE 6
AnnisaBerlianaRedinaP (MAHA)SISWA
Mahasiswaideal? Hm,kurasaakutak.... RasanyaTunggu,
menjadi"sesuatu", Tanpamelibatkanakuyangtakbenar-benarmerasa Pijarhidup?maknaini,tentangdiriku. Nyalaasaini,untuksekitarku. Semuataklepasdariperkarabilikkapasitasdan muaratuju. Yangkuyakini,begitu. Akutegaskankembali, Aku(maha)siswaataspemaknaankusendiri.
narasikutelahmelencengdarimaknaberkat yangtersurat. Aku Gelarmahasiswa,“maha”telahtersemat, PalingBijaknya,Paling,YMaha,angpaling,tausiapaaku. UntukLantas,Ya.apa
Perihal Rasanya,MengejarMengalirkuliah,,sajalah.nilaipun,taklagijadipalingrelevan.
AKU:DIBERKATIMENJADI
Tersiar Mahasiswakabar,katanyaharusbegitu, Nyatanya,akuhanyabegini. Terdengar Mahasiswaditelinga,biasanyasihturunaksiuntuknyata Realitanya,berkontribusi,punyakeberanianturunkejalan,malah dikecamnampangtakadaesensi. Bebasnya'maha', Terbatasnya'siswa'.
18 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa ILUSTRASI FOTOGRAFI

LatifahNajwaKhoirunnisa
19SOIOZIE 6

AnnisaBerlianaRedinaP.

20 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa



NindyaMarsyaLarasati


21SOIOZIE 6

FarahYondaAshilla



22 Budaya FOMO dan Hiperalitas Mahasiswa TimKerja Penanggungjawab: PengembanganKeilmuanKMS Kontributor:1.AlfianaRosyidah 2. AlitAkhiral 3. AnnisaBerlianaRedinaP. 4. BagasDamarjati 5. BerlinSyahputraSitumorang 6. DianTryWahyuni 7. FarahYondaAshilla 8. HasnaRoliansya 9. IrawatiAnindyaPutri 10.LatifahNajwaKhoirunnisa 11.NajmaAlyaJasmine 12.NindyaMarsyaLarasati 13.PutriLalitaningtyas 14.SafaNur’ainiYunisawijayanti 15.TjokIstriSintawati Ilustrator :HamidaAmalia Editor&Layouter:BagasDamarjati
23SOIOZIE 6 PengembanganKeilmuan KeluargaMahasiswaSosiologi KabinetTerasering 20September2022