PEKA XVI

Page 5

S

u r a t

P

e m b a c a

Pengelola Perpustakaan Harus Lebih Bijak Banyaknya tugas yang diterima mahasiswa, menuntut mereka untuk lebih kreatif dalam mencari sumber referensi. Bukan hanya berasal dari diktat atau buku acuan yang dipakai dosen pengampu, mencari bahan dari internet maupun buku alternatif lain untuk menunjang tugas juga mereka lakukan. Perpustakaan, menjadi salah satu pilihan tempat untuk mencari buku acuan tersebut, khususnya perpustakaan kampus. Karena sebagian besar mahasiswa beranggapan perpustakaan kampus menyediakan buku-buku yang dibutuhkan mahasiswa. Tapi tempat yang semula diharapkan bisa memberikan pelayanan berkaitan dengan penyediaan buku untuk mahasiswa, hanya menjadi tempat singgah yang “kadang” tak lebih ramai dari tempat fotocopy. Banyak peraturan yang kurang mendukung mahasiswa dalam membuat tugas. Bagaimana tidak? Misalnya saja, aturan yang melarang mahasiswa membawa buku ke ruang baca. Padahal dalam mengerjakan suatu tugas tidak hanya dibutuhkan satu atau dua buku saja sebagai referensi. Ruang baca perpustakaan kampus yang diharapkan bisa menjadi tempat diskusi berubah fungsi hanya menjadi tempat singgah saja. Jika diperbolehkan diskusi di sana, mahasiswa hanya boleh membawa satu lembar kertas dan alat tulis saja. Bukankah dalam membuat tugas, mahasiswa juga perlu memadupadankan antara materi pada sumber yang satu dengan sumberyang lain? Tidak logis, bagaimana mahasiswa bisa melakukan hal tersebut, jika buku mereka “anteng” di loker. Bisa dilihat dari banyaknya mahasiswa yang lebih memilih diskusi lesehan di luar perpustakaan bahkan di tangga. Hal ini menunjukkan perpustakaan belum bisa menjadi tempat diskusi yang mendukung bagi mahasiswa. Seharusnya, pengelola perpustakaan kampus lebih bijak dalam menjalankan fungsinya. Nana, Fakultas Ekonomi UMK

Di Mana Lambang Negara? Globalisasi menjadi sebuah problema di negeri ini. Dicermati bebas masuknya berbagai informasi dari luar. Tanpa disadari secara tidak lagsung informasi tersebut membawa kebudayaan dari luar. Bahayanya apabila tidak ada yang menyaring kebudayaan itu akan dapat menghilangkan kebudayaan lokal. Sebagai lembaga pendidikan, universitas dituntut untuk membantu menyaring budaya dari luar. Tak terkecuali dengan Universitas Muria Kudus (UMK). Saat ini UMK telah menjalankan tugas mulia tersebut. Hal ini dibuktikan masih adanya mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Mata kuliah tersebut banyak membahas mengenai nasionalisme. Bekal seperti itulah yang diharapkan dapat menyaring kuatnya pengaruh negatif globalisasi. Terlebih mahasiswa adalah masa memperoleh tantangan yang nyata. Artinya pada masa tersebut diri mahasiswa itu sendirilah yang dapat mengarahkan dirinya sendiri. Sangat disayangkan hal tersebut tidak dilengkapi dengan praktik nyata. Dapat diamati ruang – ruang perkuliahan di UMK tidak dilengkapi dengan lambang negara. Padahal keraberadaan lambang negara dapat membantu dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh pernah terjadi ketika salah satu dosen menjelaskan tentang Pancasila. Sambil menunjuk ke atas dinding dan melihat sekeliling ruang tidak didapatinya lambing Negara Garuda Pancasila berada. Selanjutnya dosen tersebut meralat agar mahasiswa membayangkan dan mengingat lambang negara tersebut. Jika dinalar hal tersebut tentu perkara yang tidak perlu terjadi. Apalagi universitas merupakan garda terdepan dalam membangun manusia untuk melanjutkan kehidupan negeri ini. Banyak manfaat yang didapat dengan menghiasi lambang Negara di ruang perkuliahan. Di antaranya, hasil pembelajaran mata kuliah kewarganegaraan dapat benar – benar meresap di hati mahasiswa. Akhirnya, hal tersebut akan dapat memunculkan rasa nasionalisme dalam diri mahasiswa. Selain itu, memajang lambang negara

Pena Kampus akan menambah nilai estetika. Artinya menjadi penghias ruang kelas yang sekaligus bermakna. Semoga apa yang saya sampaikan tidak menjadi perdebatan melainkan dapat menjadi perbaikan. Taufiqur Rohman, Mahasiswa FKIP semester 3

Kapan Online Membudaya Kemajuan Universitsas Muria Kudus (UMK) saat ini patut dibanggakan. Dengan bertambahnya jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun menunjukkan UMK menjadi salah satu perguruan tinggi yang diminati di kota Kudus. Dari segi kualitas pendidikan, saya yakin dari masing-masing fakultas terus berusaha memperbaiki diri. Salah satunya dengan perbaikan fasilitas yang sudah ada. Dengan semakin berkembangnya teknologi yang ada, seharusnya juga diikuti kemudahan untuk mahasiswa berkaitan dengan hal tersebut. Tapi sayangnya, yang terjadi tidak sepenuhnya demikian. Misalnya saja dalam hal registrasi untuk pembayaran kuliah tiap semester. Meskipun masing-masing fakultas sudah diberi jadwal terpisah untuk registrasi, hal itu tidak cukup memberikan kenyamanan bagi mahasiswa. Khususnya mahasiswa yang berasal dari luar kota. Tak jarang tiap semester mahasiswa harus menunggu hingga sore hanya untuk mendapatkan bukti pembayaran. Mengingat aktivitas mahasiswa yang tak hanya berkutat di lingkungan kampus, tak jarang pula mayoritas mahasiswa sengaja menunggu hingga batas akhir pembayaran, karena mereka tahu betapa idak nyamannya harus antre begitu lama. Sudah banyak kritik terlontar, tapi sejauh ini belum terlihat solusi yang menjanjikan pembenahan pelayanan terkait dengan hal tersebut. Alangkah baiknya, jika disediakan sistem on line khususnya dalam hal registrasi. Bukan hanya jumlah gedung saja yang terus ditambah, tetapi peningkatan fasilitas untuk mahasiswa juga perlu ditingkatkan. Hartatik, Mahasiswa FE UMK [ Edisi XVI Maret 2011 ]


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.