Peka 18

Page 1

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


Salam Redaksi

Redaksi PEK A

D

i dalam suatu organisasi pasti terdapat re-organisasi. Begitupun dengan UKM Jurnalistik. Meskipun UKM ini terbilang sudah agak cukup lama berdiri. Namun, adanya suatu regenerasi belum tentu mendapatkan bibit-bibit yang unggul. Ada kalanya kami memulai dari nol lagi karena para senior PEKA secara otomatis sudah tidak lagi menjadi anggota PEKA karena sudah lulus. Hal tersebut lah yang kami alami selama pembuatan majalah edisi XVIII. Oleh karena itu, banyak sekali kendala bagi kami saat pembuatan majalah edisi ini. Mulai dari penentuan tema. Lantaran belum terbiasa, kami harus berulang kali melakukan rapat redaksi. Di dalam proses liputan pun kami tersendat ka‑rena bertepatan dengan liburan UAS dan pembagian KHS. Dengan otomatis kami ke­ sulitan untuk menemui narasumber. Namun, segala keterbatasan yang kami miliki membuat kami semakin bercermin bahwa dengan adanya kemauan tidak ada yang tidak mungkin. Akhirnya kekurangan itu pulalah yang mampu menyatukan visi kami untuk menerbitkan PEKA XVIII ini dengan tepat waktu . Pada edisi ini, kami mengangkat “Kemacetan

Merebak di Kota Kudus” sebagai Laporan Utama (Laput). Sebagai Kabupaten terkecil di Jawa Tengah, Kudus mengalami peningkatan jumlah kendaraan bermotor baru secara continuitas pertahun. Kondisi ini membuat sejumlah peng­ambil kebijakan menganalisa dampak yang ditimbulkan beserta mencari solusi pencegahan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Sedangkan, penerapan SCL di UMK menjadi pilihan kami untuk menjadi tema pada Laporan Khusus (Lapsus). Kompetensi yang dimiliki mahasiswa lah yang nantinya menjadi tolok ukur sukses tidaknya mahasiswa saat lulus nanti. Untuk itu, peran mahasiswa dituntut lebih ekstra dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga, mereka tidak hanya menerima pengetahuan dari dosen tetapi juga mampu mencari sendiri. Disamping itu berita seputar kampus , opini , sastra tetap dihadirkan untuk selalu menemani civitas akademika dalam memperluas wawasan. Salam hangat kami ucapkan kepada pembaca baru sekalian, baik mahasiswa baru maupun mahasiswa lama UMK. Seperti yang sudah kami ucapkan diatas bahwa kami akan selalu bercermin. Jadilah cermin bagi kami agar senantiasa kami berbenah diri menuju suatu kesempurnaan majalah kami.

Universitas Muria Ku­dus me­­­­­­­nerima tulisan da­ri lu­­ ar be­­­­rupa artikel, re­­sen­­si, opi­­­­ n i, cerpen, dan pui­si de­­­­ngan syarat me­­nyer­ ta­­­kan foto iden­ti­­tas yang leng­­­kap. Nas­­kah di­ketik de­­­ngan ra­­pi atau da­lam ben­­­tuk di­­gital maksi­mal em­­­­pat ha­­­laman A4. Re­dak­si ber­­hak menge­ dit tan­pa me­­­­­ngubah esen­si tuli­san. Su­­rat dialamatkan me­lalui: ALAMAT REDAKSI Gedung PKM UMK Lt. II - Gondangmanis Bae PO BOX 53 Kudus 59352 Telp: (0291) 438229 e-mail: penakampus@yahoo. co.id

Diterbitkan Oleh: UKM JURNALISTIK divisi penerbitan Universitas Muria Kudus Periode 2010 - 2011 Pelindung Rektor UMK – Pengarah Pembantu Rektor III – Dewan Redaksi Zamhuri, S.Ag Pemimpin Umum Much Harun – Sekretaris Onik Rianasari – Bendahara Dina – Pemimpin Redaksi Sri Haryati – Sekretaris Redaksi Karmila Sari – Redaktur Pelaksana Lina Budianti – Redaktur Bahasa Nor Kholidin – Fotografer Kholidin – Reporter Imam, Wardah, Naili, Hanif, Taufiq, Kisin, Dwi, Elsya, Titik, Septi, Nurus, Dara, Weni, Lina, Lailis, Resti, Ulum, Riska, Idni.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


D Dari Redaksi Daftar Isi Surat Pembaca Gapura Harus Ada Sinergi..................................................5

a f t a r

I

s i

Laporan Utama Bayangan jalanan macet dan penuh sesak oleh kendaraan bermotor mungkin tak pernah terpikirkan orang ketika membeli sepeda motor atau mobil pribadi. Tingginya kebutuhan mobilitas semakin mendorong orang untuk memiliki kendaraan pribadi.

Lapuran Utama Bom Waktu Pertumbuhan Kendaraan...................6 Kendaraan Berhimpit di Jalan Sempit ..................8 Sepeda Motor Menyemut....................................10 Udara Kota yang Makin Tercemar.......................12 Antara Kebutuhan dan Tergiur Diskon Diler........14 Ketera Api Solusi Terakhir Atasi Kemacetan.......15 Laporan Khusus Dosen dan Mahasiswa Harus Fahami SCL.........18 Mengemhasilkan Lulusan Berkualitas . ..............19 SCL (Bukan) Sekadar Kemasan Baru.................21 Opini Model Pembelajaran Berkelas Internasional.......24

Laporan Khusus

Tokoh Kemauan Menjaga Lingkungan...........................28

Mahasiswa dituntut lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan perguruan tinggi. Tujuannya untuk menghasilkan mahasiswa yang mempunyai softskill yang baik. Sehingga dapat digunakan atau diterapkan dalam dunia kerja. Salah satu cara untuk mewujudkan itu dengan menerapkan metode Student Centered Learning (SCL).

Sudut Kampus.................................... 29 Bahasa Belajar Cinta tanah Air dari Lagu Kebangsaan....34 Resensi Menuju Demokrasi Konstitusi..............................36 Tanggungjawab Pemuda.....................................37 Bung Karno, Pancasila dan Syariat Islam...........38 Opini Rapot Ganda UN.................................................39 Kesadaran Buang Sampah.................................40 Wacana Commandate; KBK atau Ormawa Fakultas.........41 Menuju Good University Governance ................42 Tidak Pintar Tapi Sukses.....................................44 Budaya Sinom dan Kinanti Simbol Sunan Muria . ...........45 Bulusan; Suci yang Sesungguhnya.....................46 Memmoar Masih Pantas Menggunakan Seragam Kebesaran?..47 Sastra Puisi.....................................................................48 Cerpen “Sebuah Film Berjudul Sin�.....................51

Tokoh Penelitian, merupakan salah satu poin dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib ditunaikan dosen. Hal inilah yang mendasari Mochamad Widjanarko mencintai penelitian, terutama dalam hal pelestarian lingkungan. Di selasela kesibukannya mengajar di Fakultas Psikologi UMK, Widjanarko meluangkan waktu khusus untuk melakukan penelitian. Tak puas hanya aktif melakukan penelitian di lingkup universitas, sekretaris Fakultas Psikologi UMK ini aktif pula di Muria Research Center (MRC) Indonesia, organisasi non politik yang banyak melakukan penelitian masalah sosial dan lingkungan.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


S

u r a t

P

e m b a c a

Butuh Tanggapan Universitas Dengan berjalanya waktu kini Universitas Muria Kudus (UMK) semakin berkembang. Terlihat jelas dengan adanya gedung mewah yang hampir selalu dibangun setiap tahunnya. Namun, jangan hanya gedung yang mewah dan sarana prasarana yang memadai yang hanya diperbaiki dan dikembangkan, tetapi juga sistem yang ada di UMK harus juga diperhatikan dan dikembangkan ke arah yang lebih baik. Baik dari sistem saat ngentri, registrasi pembayaran dan pelayanan pegawai kepada mahasiswa masih kurang baik. Terlebih sistem pengajaran dosen ke mahasiswa dan lain sebagainya yang selama ini masih banyak dikeluhkan oleh para mahasiswa. Bahkan, sudah ratusan surat yang dikirim oleh mahasiswa kepada UMK . Namun, belum juga mendapat tanggapan . Ini juga salah satu kekurangan dari UMK. Sebagai mahasiswa hanya bisa berdo’a , semoga UMK kedepannya akan lebih baik dan semakin maju, sehingga UMK tetap Jaya ! Anik Fatmawati/PBI/semester V

Butuh Tanggung Jawab Dosen “Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru …. ”, begitulah sepenggal bait lagu sebagai wujud rasa terim a kasih untuk pahlawan tanpa tanda jasa sang guru. Karena guru-lah yang akan menentukan maju tidaknya bangsa itu sendiri. Generasi-generasi muda yang handal banyak diciptakan oleh guru-guru yang handal pula. Hal serupa juga terjadi di Universitas kita tercinta. Apalagi di era KBK yang sedang ngetren-ngetrennya yaitu dengan sistem SCL (student centeredlearning). Maka akan menjadi sebuah sistem yang “super sekali”. Di setiap kelas, jam, dan mata pelajaran khususnya di FKIP banyak terlihat diskusi dan presentasi yang mengedapankan mahasiswa sebagai pelaku utamanya. Tentu itu adalah sesuatu yang indah seperti

apa yang telah diamanatkan SCL. Namun, dengan adanya SCL tentunya tidak menapikkan peranguru atau dosen sebagai pendamping, motivator dan evaluator. Mereka harus tetap mendampingi dan mengevaluasi jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM), bukannya malah memasrahkannya pada mahasiswa yang sedang kebagian tugas berpresentasi atau memimpin diskusi. Karena sehebat apapun mahasiswa adalah orang yang sedang belajar. Jadi, masih sangat memungkinkan untuk berbuat kesalahan dan di situlah seharusnya peran guru sebagai pandamping dan evaluator. Sayangnya, kejadian “memasrahkan KBM” itu seringkali dijumpai di FKIP. Beberapa dosen seringkali tidak masuk kelas atau terlambat. Sialnya, mahasiswa tetap diminta presentasi walaupun tidak ada dosennya. Saya menjadi terbayang bagaimana jika mahasiswa tersebut salah saat berpresentasi? Bagaimana jika semua tidak mengetahui kesalahan itu? Bahkan bagaimana jika mereka mengamini kesalahan itu? Mungkin yang terlintas hanyalah sebuah kata “sesat”. Dan yang paling parah bagaimana jika kesessatan itu nantinya akan mereka ajarkan kepada murid-muridnya kelak?? Saya jadi takut membayangkannya. Astaghfirullah… Beni Dewa/PBI/VII

Entri Online Lebih Efisien Rutinitas mahasiswa dipergantian semester adalah mengentri. Seperti yang kita ketahui, selama ini kegiatan mengentri memerlukan kesabaran yang tinggi. Mahasiswa diharus datang pagipagi ke kampus agar bisa mendapatkan nomor antrian untuk mengentri. Terlambat sedikit saja nomor antrian sudah habis, sehingga mahasiswa harus kembali mengambil nomar antrian di hari berikutnya. Padahal mahasiswa di Universitas Muria Kudus sebagian pertempat tinggal di luar kota. Kegiatan mengentri yang ada selama ini kurang efisien bagi mereka, karena mengharuskan untuk datang ke kampus pagi-pagi. Belum lagi jika terlambat datang, mereka akan kehabisan nomor antrian dan kembali

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

pada hari berikutnya untuk antri mengentri. Sementara jarak dari rumah ke kampus tidaklah dekat. Sebagai mahasiswa saya mengharap pihak Universitas membenahi system entri yang ada selama ini agar lebih efisien. Dengan kemajuan teknlogi saat ini, system entri dapat dilkukan secara online. Sehingga mahasiswa tidak perlu lagi datang ke kampus pagi-pagi untuk antri mengentri jadwal. Idni Irsalina, Mahasiswa semester II, Teknik Informatika

Penggadaan ATM terlalu lama Banyak sekali perkembangan yang terjadi di kampus tercinta ini. Baik itu dari segi pembangunan gedung bertingkat maupun dari segi pembayaran yang akan menggunakan ATM. Tapi ada rasa kekecewaan yang tumbuh di hati saya. Realisasi dari pada kartu ATM yang sekaligus sebagai kartu mahasiswa itu terlalu lama. Padahal saya dan temanteman seperjuangan saya sudah mengumpulkan segala persyaratan yang dibutuhkan. Dulu saja dari pihak universitas menyuruh mengumpulkannya sesegera mungkin, tapi kenapa untuk mereleasikannya tidak sesegera mungkin? Sudah satu semester lebih hal ini tidak terealisasikan . Butuh penjelasan dari pihak universitas. Raditya Agusta/BK/semester 9

Butuh Ruang Hijau Kampus universitas Muria Kudus (UMK) memang masih berada dikawasan yang agak jauh dari keramaian kendaraan bermotor. Yang notabennya masih berada di kawasan pedesaan yang seharusnya menjadi kampus yang sejuk dan nyaman. Namun, saat ini kenyataannya tidak seperti itu, didalam area kampus sendiri kini sudah terasa panas dan gerah. Hal tersebut dikarenakan pepohonan sudah jarang ditemukan di dalam kampus. Padahal seharusnya dengan adanya pepohonan dapat menjadikan kampus terasa lebih asri, sehingga menjadikan proses


S perkuliahan menjadi nyaman. Terlebih akhir-akhir ini, pembangunan gedung baru dilaksanakan. Tepatnya didepan ruang G,H,I fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) kini telah dibangun gedung baru berlantai 4. Tempat yang biasanya digunakan mahasiswa untuk berdiskusi dan berlatihan drama karena memang tempatnya yang sejuk kini tidak dapat kita temukan lagi. Kami tidak mennyalahkan pembangunan gedung baru. Namun, alangkah baiknya pembangunan tersebut diiringi dengan pengadaan tempat atau semacam taman bagi mahasiswa yang dapat digunakan untuk kegiatan seperti diskusi dan latihan Drama. Bahkan dapat digunakan untuk perkuliahan diluar ruangan. Entah berapa tahun lagi kampus kita tersayang akan menjadi asri, sejuk, dan nyaman untuk digunakan beraktifitas. Semoga kebijakan membuat gedung baru juga diiringi dengan adanya usaha untuk mrnjadikan kampus yang hijau. septi/smster 3 Pend. Bahasa Inggris

Fasilitas Kuliahku Tak Semahal Uangku Perguruan tinggi maupun universitas merupakan wadah-wadah para mahasiswa dalam mengembangkan diri untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu, universitas dituntut untuk menyediakan berbagai macam fasilitas untuk membantu mahasiswa dalam mengembangka dirinya, baik melalui sarana prasarana yang berbentuk fisik maupun sarana penunjang yang lain. Namun, hal ini berbeda jauh dengan sarana dan prasarana di UMK yang nota benenya merupakan universitas terbesar di kota Kudus. Sarana yang disediakan begitu sangat kurang dan sangat tidak memuaskan. Biaya study yang sangat mahal tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai. Ruangan yang digunakan untuk pembelajaransangat panas karena tidak adanya pendingin ruangan atau AC. Selain itu, alat-alat penunjang lainnya seperti LCD, microfon,dll juga banyak yang rusak. Sehingga proses pembelajaran tidak berjalan dengan se-

u r a t

layaknya. Selain itu, area taman hijau untuk mahasiswa juga tidak disediakan di dalam kampus ini. Keinginan mahasiswa untuk berteduh sejenak ketika beristirahat tidak bisa terlaksana. Sebagai akibatnya, dengan tidak adanya taman hijau ini udara disekitar jalan di UMK hampir semuanya mengandung debu. Apalagi ketika ada kendaraan yang lewat di sepanjang jalan dalam kampus. Hal ini tentunya sangat tidak layak dihirup bagi mahasiswa. Sungguh realita yang sangat ironis yang ditanggung mahasiswa. Harga yang dibayar tidak sepadan dengan apa yang diharapkan. Sungguh tercela. Rama, PBI, semester 7

ORMAWA di FKIP dan Gedung UMK Penerimaan mahasiswa baru Universitas Muria Kuds (UMK) tahun 2011/2012 sudah dimulai. Sehingga, mau tidak mau seluruh organisasi mahasiswa (ORMAWA) di UMK harus mempersiapkan diri untuk mempersiapkan acara penerimaan mahasiswa baru. Begitu juga di FKIP. Banyaknya mahasiswa baru di FKIP membuat BEM dan ORMAWA bersiap diri. Namun, seluruh kesibukan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi kekinian ORMAWA di FKIP. Banyaknya mahasiswa tidak berbanding lurus dengan kondisi ORMAWA di FKIP. ORMAWA di FKIP tidak memiliki ruang yang memadai untuk dijadikan basecamp atau kantor. Satu-satunya ORMAWA yang memiliki kantor adalah BEM FKIP. Itupun belum mendapatkan kejelasan yang pasti pada kantor tersebut.

P

e m b a c a

Karena masih meminjam salah satu ruangan di Fakultas Psikologi. Tidak adanya basecamp pada ORMAWAORMAWA di FKIP mengakibatkan sulitnya koordinasi antar ORMAWA. Padahal tuntutan dari dosen dan pihak fakultas secara umum, baik secara langsung ataupun tidak, menuntut kita untuk bisa menjalin koordinasi dan komunikasi dengan efektif. Untuk itu, diharapkan pihak fakultas maupun universitas mampu mengusahakan ruangan yang layak dan jelas bagi ORMAWA. Dani Lutfi H Mahasiswa FKIP

Butuh Dosen Teladan Rasa tanggung jawab sangatlah penting diterapkan dalam kehidupan kita. Dengan demikian kita dapat mengetahui seberapa besar kepedulian seseorang terhadap tugas yang diembannya. Begitu juga dengan tenaga pengajar atau dosen di Universitas Muria Kudus. Dosen yang selalu tepat waktu berada di ruang kelas, meski terkadang harus menunggu mahasiswa yang datang terlambat. Namun selalu menunjukkan rasa tanggung jawab dengan tetap mengajar. Mungkin ada di UMK yang seperti itu. Dan itu patut di contoh oleh dosen yang lain. Tidak ada rasa pamrih atau apapun dimata dosen yang selalu menjalankan amanatnya dengan baik. Dosen yang selalu memberikan bimbingan kepada para mahasiswanya dengan ceramah agamanya. Dosen yang luar biasa. Elsya, Mahasiswa Fakultas Teknik UMK semester 2

Kirimkan kritik dan saran lewat surat pembaca di majalah peka ke penakampus@yahoo.co.id Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


G

a p u r a

Harus Ada Sinergi Oleh : Sri Haryati

J

ika mahasiswa dihadapkan pada pilihan mendapat nilai tinggi dengan cara mudah dan dengan usaha yang keras, sudah pasti opsi pertama lah yang akan diambil. Tidak jadi soal meskipun itu tidak halal, yang terpenting nilai yang diperoleh bagus. Mungkin itulah dominasi paradigma mahasiswa di Universitas Muria Kudus (UMK). Maka, tidak mengherankan jika hanya sedikit minat mahasiswa untuk bergabung di suatu organisasi baik di kampus maupun di luar. Bagi mereka, organisasi tidak memberikan keuntungan apa-apa, kecuali ketika organisasi tersebut masuk dalam penilaian suatu mata kuliah. Mahasiswa sekarang tak ubahnya sebagai sang pemburu nilai. Kecenderungan mementingkan nilai akademik ketimbang kompetensi yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Tak ayal kalau kualitas lulusan UMK dipertanyakan. Sekarang, masa itu kian meredup karena timbul sebuah arahan UMK untuk mencetak lulusan berkualitas. Demi membenahi tatanan pendidikan yang ada, penyesuaian dan pengembangan kurikulum selalu dilakukan. Seperti sekarang, merubah kurikulum lama (kurikulum 1994) ke kurikulum KBK dengan menggunakan Student Centered-Learning (SCL). Untuk mendukung SCL, ditetapkannya prasarat gelar minimal magister bagi dosen. Masih nampak juga proses pembangunan gedung tinggi menjulang di kawasan UMK yang rencananya sebagai gedung Psikologi. Pembangunan itu adalah salah satu bukti fisik. Selain itu, pemberian short course bagi tenaga non-kependidikan agar meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Namun, persoalan tidak cukup sampai di situ. Kegagalan seolah menjadi bayang-bayang setia dalam kurikulum baru. Bahkan, terjadi kebimbangan. Sebenarnya, dosen ataukah mahasiswa yang lebih tidak siap menghadapi perubahan. Di tambah lagi dengan sarana dan prasarana yang tidak pas dengan kurikulum sekarang.

Persoalan atau mempersoalkan tidak match nya kurikulum dengan implementasinya di lapangan masih menjadi perbincangan yang patut dibahas untuk mencari titik temu. Akan tetapi, keselarasan dan keserasian mustahil untuk dicapai apabila tidak adanya perubahan paradigma dari seluruh civitas akademika. Bahwa perlu adanya suatu sinergi antara mahasiswa, dosen dan seluruh sarana dan prasarana. Terlebih untuk mengatasi dinamika tantangan global yang semakin kompleks, para lulusan tidak mungkin jika hanya mengandalkan pengetahuan yang didapat saat perkuliahan. Karena yang berhak menilai berkualitas atau tidaknya seorang lulusan bergantung pada stake holder. Bukan karena nilai Indeks Prestasi (IP) yang tinggi. Melainkan, mampu tidaknya lulusan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Atmosfer untuk menciptakan lulusan seperti itu kurang terjalin di lingkungan UMK. Seperti halnya saat kegiatan perkuliahan. Meski metode diarahkan ke SCL, masih banyak ditemuinya mahasiswa yang duduk manis. Butuh kerja

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

keras memang untuk melunturkan apatis pada mahasiswa. Disinilah peran dosen yang tidak lagi mentransfer pengetahuannya kepada mahasiswa, tetapi harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Menjadi fasilitator sekaligus evaluator. Kesalahan tidak mutlak berasal dari mahasiswa saja. Tidak sedikit juga dosen yang kurang begitu paham akan perubahan kurikulum sehingga masih menggunakan cara yang lama. Lantas apa bedanya perubahan kurikulum tersebut. Proses belajar menjadi lebih dinamis. Belajar tidak hanya berdasar pada apa yang kita temukan dan baca dalam buku pedoman. Tetapi proses belajar yang sesungguhnya adalah mencari dan menyusun bahan kajian sehingga dapat mengembangkan bahkan dapat membuat IPTEK baru, guna menjawab perkembangan zaman. Seperti yang tertera dalam empat pilar pendidikan UNESCO, yakni learning to know, learning to do, learning to live together dan learning to be.


L

a p o r a n

U

t a m a

Bom Waktu Pertumbuhan Kendaraan Reporter : Sri Haryati dan Taufiqur Rohman

A

Wahyudi Satriyo Bintoro

ncaman kemacetan lalu lintas di berbagai tempat ibarat bom waktu. Kapan pun bisa meledak, tak terkecuali di Kabupaten Kudus. Apalagi kabupaten terkecil di Jawa Tengah ini mengalami peningkatan jumlah kendaraan baru pertahun secara signifikan. Kepala Unit Pelayanan Pendapatan dan Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD)/SAMSAT Kudus, Kotot Rachmana menyebutkan adanya peningkatan jumlah kendaraan baru, baik kendaraan roda dua maupun roda empat rata-rata mencapai 20.404 unit pertahun. Fakta ini menunjukkan daya beli masyarakat cukup tinggi. Selain itu, menurut Kotot, diler sepeda motor serentak memberikan kemudahan kepada calon pembeli untuk mendapatkan kendaraan baru. ”Bayangkan, sekarang hanya dengan 500 ribu sudah dapat motor,” ujarnya. Untuk menekan ledakan populasi ken­ daraan, Pemerintah mulai Juni lalu me­nerapkan kutipan pajak progresif. Pajak progresif merupakan pajak yang ditanggung pemilik kendaran se­cara berjenjang sesuai d e­ n g a n ju­m­lah k­e­­pe­

milikan kendaraan bermotor. Semakin banyak seseorang memiliki kendaraan bermotor, maka semakin tinggi pajak yang harus dibayar. Hanya saja cara itu dinilai belum ampuh. Sebab ketentuan pajak ini hanya dikenakan untuk kenda­raan pribadi jenis sedan, jeep, dan microbus dan kendaraan pribadi roda dua diatas 200 cc dengan nama dan alamat kepemilikan yang sama. “Jika kendaraan pertama dikenai pajak progresif sebesar 1,5 persen dari nilai jual kendaraan, maka pajak yang ditanggung pada kendaraan kedua sebesar 2 persen, ketiga 2,5 dan seterusnya,” ungkap Kotot. Meskipun begitu, bapak empat anak ini menanggapi positif kenaikan jumlah kendaraan baru. Sebab, hal ini justru memberi kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah (PAD). Pendapatan dan penerimaan pajak yang masuk akan semakin bertambah sebanding dengan jumlah kendaraan baru yang terdaftar. Data Kantor UP3AD menyebutkan, jumlah PAD dari kendaraan bermotor baru pada 2010 lalu sebesar Rp 46,3 milliar. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk keperluan pembangunan, seperti perbaikan jalan rusak, atau yang lainnya. Ditemui terpisah, Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polres Kudus AKP Wahyudi Satriyo Bintoro, S.H, SIK menyatakan, bertambahnya jumlah kendaraan baru justru akan menambah deret permasalahan lalu lintas. Wahyudi mencontohkan, di jalanan Kecamatan Kota misalnya, kerap mengalami masalah kemacetan terutama pada saat jam sibuk. Persoalan lain juga muncul, seperti meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di wilayah Kabupaten Kudus. FOTO: TAUFIQ/PEKA

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L

a p o r a n

U

Data Polres Kudus menyebutkan, angka lakalantas selalu bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2010, jumlah kecelakaan hanya sebesar 209 kejadian, dengan jumlah korban sebanyak 327 orang. Sebanyak 12 korban meninggal dunia, 57 orang luka berat dan 258 orang korban lainnya mengalami luka ringan. Kerugian material yang diderita sebesar Rp 180.125.000. Pada 2011 (Januari – Juli), angka lakalantas melonjak hingga 255 kejadian. Korban keseluruhan mencapai 351 orang. Sebanyak 26 korban meninggal dunia, luka berat (52) dan luka ringan (373). Kerugian material yang diakibatkan mencapai Rp 208.325.000. Dari pantauannya, ada empat faktor penyebab kecelakaan, yakni faktor manusia, keadaan kendaraan, kondisi jalan dan lingkungan. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka laka lantas. Salah satunya dengan membuat pos

t a m a

jaga di daerah rawan kecelakaan seperti di KM 8 sampai KM 12 jalan raya Kudus – Pati. “Kondisi jalan yang lurus, sempit, bergelombang dan kurang penerangan memicu banyak terjadi kecelakaan hingga jatuh korban jiwa,” jelasnya. Upaya lainnya yang tengah digalakan adalah pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas). Kegiatan Dikmaslantas diberikan kepada masyarakat yang terorganisasi seperti anak sekolah maupun yang tidak terorganisasi seperti masyarakat umum. “Sudah ada sebanyak 70 persen seluruh TK dan SD di Kudus kami didatangi setiap seminggu sekali untuk menyampaikan program Polisi Sahabat Anak (PSA). Langkah ini sebagai upaya pengenalan sejak dini mengenai tertib berlalu lintas dengan menggunakan alat peraga rambu-rambu lalu lintas,” paparnya. Kegiatan pelatihan safety riding di sejumlah SMA di Kudus dan perusahaan

juga sudah sering digelar. Koordinasi bersama dinas instansi terkait terkait permasalahan di lapangan juga terus dilakukan. Apabila permasalahan yang ditemukan seputar kerusakan jalan, kata dia, maka secepatnya akan dikoordinasikan dengan dinas yang berwenang seperti pihak Bina Marga. Sedangkan, menyangkut rambu-rambu lalu lintas koordinasi dengan Dishubkominfo. “Terkadang rekomendasi sudah dilayangkan dari pihak kami, tetapi tidak ada tindak lanjut dari instansi terkait,” keluh Wahyudi. Kasatlantas yang baru dilantik 19 Juli 2011 lalu itu berharap kondisi lalu lintas di Kudus aman, tertib dan lancar. Untuk itu ia berpesan kepada para pengendara agar tertib berlalu lintas sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan pengemudi lain. Sehingga, angka Lakalantas pun dapat ditekan.

Sri/peka

PENUH SESAK: Kendaraan memadati jalan raya di Kabupaten Kudus seiring laju pertumbuhan peningkatan kendaraan baru.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L

a p o r a n

U

t a m a

Kendaraan Berhimpit di Jalan Sempit Reporter : Karmila Sari

B

ayangan jalanan macet dan penuh sesak oleh kendaraan bermotor mungkin tak pernah terpikirkan orang ketika membeli sepeda motor atau mobil pribadi. Tingginya kebutuhan mobilitas semakin mendorong orang untuk memiliki kendaraan pribadi. Belum lagi persoalan terus menurunya kualitas angkutan umum. Ini semakin menguatkan warga untuk membeli kendaraan pribadi. Bak gayung bersambut, perusahaan diler sepeda motor melihat peluang ini dengan gencar memberi iming-iming kemudahan kredit. Bisa ditebak, pertumbuhan populasi sepeda motor terus membeludak. Nahasnya, pertumbuhan kendaraan tak diimbangi pelebaran jalan atau penambahan ruas baru. Badan jalan yang ada seolah dipaksa untuk terus menampung ledakan populasi kendaraan bermotor. Kemacetan pun tak terelakan. Terus meningkatnya jumlah kendaraan ini,

menurut Hendro Martoyo, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Kudus, menjadi biang munculnya kemacetan. Terlebih Kudus yang terletak ditengah–tengah Kabupaten Jepara, Pati dan Demak, menjadi jalur perlintasan kenda­ raan bermotor. Sebab warga di Jepara yang hendak menuju Pati, dipastikan melalui jalanan Kudus. Sebaliknya, warga di Pati yang hendak ke Demak, juga melintas di jalanan Kudus. Hendro menambahkan, potensi kemacetan tertinggi terjadi manakala pengendara dari satu sudut kota secara bersamaan melewati jalur yang sama untuk menuju ke suatu tempat yang lain. “Kami tentu tak bisa melarang warga melintas di jalur yang sama,” katanya. Namun tak semua jalanan Kudus berpotensi mengalami kemacetan. Dari pantauannya, hanya di titik-titik tertentu pada jam – jam sibuk saja kemacetan terjadi.

MELANGGAR: Seorang pengendara sepeda motor melanggar marka jalan.

“Seperti saat jam sekolah dan jam kerja saja. Untuk mengatasi ini kami bersama Satlantas Polres Kudus menerjunkan tim untuk mengurai penumpukan kendaraan agar kembali lancar,” ungkapnya. Saat ini masyarakat cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi, ketimbang naik angkutan umum. Hendro menambahkan, kesadaran masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan umum masih rendah. Padahal setidaknya, langkah tersebut mampu mengurangi dampak kemacetan. Data Dishubkominfo menyebutkan, sedikitnya terdapat sebanyak 651 unit angkutan umum yang beroperasi di wilayah Kudus. Namun seperti yang bisa dilihat, kini banyak angkutan umum yang sepi penumpang. Padahal jika dihitung – hitung, setiap angkutan umum setidaknya mampu mengangkut sebanyak 15 orang penumpang. Jika warga sadar untuk menggunakan

HARUN/PEKA

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L

a p o r a n

U

angkutan umum, tak hanya kemacetan yang bisa dihindari. Hendro mengatakan, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pun bisa terus dihemat. “Kalau bisa begitu, tentu tak ada kemacetan. Hanya saja kami tentu tidak bisa memaksa warga untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan massal,” katanya Upaya mengoptimalkan angkutan massal untuk mengurangi dampak kemacetan di kota besar, seperti Jakarta dan Semarang, bisa ditiru. Salah satunya dengan mengoperasikan bus trans yang nyaman, murah dan mampu menampung banyak penumpang. Di Kudus, lanjut Hendro, Pemerintah sebe­

t a m a

nar­nya sudah merencanakannya. Hanya saja, pengadaan bus khusus yang diperkirakan menelan dana tak sedikit, memerlukan pertimbangan yang lebih matang lagi. “Termasuk mempertimbangkan asas manfaat dan kemampuan anggaran,” katanya. Serangkaian kajian juga masih perlu dilakukan, terutama untuk mengetahui kesediaan masyarakat menggunakan angkutan massal seperti itu. “Sia-sia saja jika kebijakan tersebut sudah terealisasi namun masyarakat masih tetap memilih kendaraan pribadi,” ujarnya. Selain persoalan kesadaran warga untuk menggunakan angkutan umum, kesadaran berlalu lintas merupakan salah satu solusi untuk m e­ n g u r a n g i kemacetan di Kudus.

Hendro Martoyo

10

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

FOTO: KHOLIDIN/PEKA

Pihaknya berharap semua pihak, terutama pelajar dan mahasiswa, terus meningkatkan tertib berlalu lintas dengan menaati rambu lalu lintas yang ada. Sejauh ini pihaknya telah memasang rambu dan alat pemberi isyarat lalu lintas (Apil). Ia mencontohkan, saat ini sudah terpasang sebanyak 1.334 rambu lalu lintas, 32 rambu portable, 24 traffic light, dan 9 warning lamp. Rambu dan Apil tersebut, dipasang di sejumlah titik rawan kemacetan dan kecelakaan. “Selain jumlah kendaraan bertambah, kemacetan juga dipicu adanya pasar tumpah dan parkir angkutan umum di pinggir jalan. Padahal jika semua patuh, tentu arus kendaraan menjadi lancar. Macet pun bisa dicegah,” tandasnya. Meski berbagai jurus mencegah kemacetan dilakukan, upaya pelebaran jalan tetap diperlukan. Hanya saja, Kepala Kepala Dinas Bina Marga, Pengairan dan ESDM Kabupaten Kudus, Arumdyah Lienawati mengatakan jika pelebaran jalan sulit dilakukan. Selain terkendala pengadaan lahan, kemampuan anggaran juga terbatas. “Sejauh ini penambahan badan jalan diupayakan dengan membongkar pulau atau median jalan yang ada,” katanya. Pihaknya kini hanya sebatas melakukan upaya perbaikan sejumlah ruas jalan yang rusak (lihat grafis). Apalagi kerusakan jalan belum semuanya diperbaiki. Kendaraan pun makin berhimpit di ruas jalan yang terasa makin sempit. “Anggaran bantuan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp 1 milliar hanya cukup untuk perbaikan sejumlah ruas saja,” jelasnya.


L

a p o r a n

U

t a m a

Sepeda Motor Menyemut Reporter : Imam Khanafi

K

epadatan lalu lintas di Kota Kudus sudah makin semrawut terutama pada jam – jam sibuk. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, sementara volume jalan tidak bertambah. Hal tersebut diungkapkan oleh Muhammad Sholehan (43) seorang supir Angkutan Kota (Angkot) Hijau trayek Pasar Bareng – Terminal Kudus. Banyak sopir – sopir mengeluhkan karena penurunan jumlah penumpang akhir – akhir ini. ”Hal ini disebabkan oleh semakin mudahnya orang mendapatkan motor (kebanyakan dengan cara kredit). Dengan begitu, orang-orang yang dulunya menggunakan jasa angkot, kini mengendarai sepeda motornya sendiri,” ujarnya memaparkan keluhan. Banyak sopir angkot yang pada berhenti atau Ngetem tanpa penumpang. Bahkan bisa dibilang mereka mempunyai pekerjaan saat jam berangkat buruh – buruh pabrik dan anak – anak sekolah saja. ”Memang ada kecenderungan penurunan penumpang angkot di tahun ini diband-

ing pada tahun 2007. Mulai tadi pagi saya cuma memuat penumpang saat jam – jam anak sekolah berangkat, setelah itu kebanyakan para sopir ngetem di pasar, terminal dan malah ada yang istirahat sambil nunggu bubaran sekolah,” tambahnya. Ojek Semakin Banyak Abdul Ghofar (41) pengemudi angkot Ungu trayek Terminal - Jetak mengaku, penghasilannya menurun drastis setelah banyak sepeda motor dan sekarang di terminal pun ada ojek sepeda motor. Bagi dia, banyaknya pengguna sepeda motor dan ojek yang semakin marak, merupakan ancaman dari sisi penghasilan dan kelangsungan usaha. Selama sembilan tahun menjadi sopir angkut, baru satu tahun belakangan ini penumpang mulai sepi. ”Dibandingkan angkot, ojek memiliki keunggulan tidak mempunyai trayek sehingga bisa melayani penumpang ke berbagai arah dan tujuan,” tambahnya. Menurut dia, persaingan antara angkot dan ojek tidak sehat karena masing – mas-

SEMRAWUT: Lalu lintas di jalan raya Kota Kudus, saat jam sibuk.

ing tidak berada dalam posisi yang sejajar. Angkot diharuskan memenuhi aspek– ­ aspek legalitas sebagai angkutan umum, sementara ojek statusnya tetap sebagai angkutan pribadi. ”Saya yakin, kalau kondisi seperti sekarang tidak segera ditata, nasib sopir angkot makin terpuruk,” ujar Ghofar saat menunggu penumpang di depan SMA NU Al – Ma’ruf. Bebeda dengan sudut pandang Eko Nurul Huda (22) seorang pengendara motor yang dulunya menggunakan angkot saat sekolah, berpikir bahwa menggunakan motor dapat lebih hemat dan memiliki waktu yang efektif. ”Tak jarang, angkot­– angkot sering mengetem terlalu lama dengan alasan untuk mengejar setoran padahal itu malah merugikan seorang penumpang,” tambah pemuda yang tinggal di Desa Terban, Kecamatan Jekulo itu. Masyarakat berharap mempunyai alat tranportasi secara utuh dan nyaman untuk di tumpangi. ”Bagi saya seorang penumpang yang penting nyaman dan aman,”ujarnya.

FOTO: AGUS/PEKA

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

11


L

U

a p o r a n

t a m a

Jumlah kendaraan bermotor baru No 1. 2. 3. 4. 5.

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010

Jml. Obyek 18.252 16.826 19.272 21.527 26.144

Jml. Uang 23.182.435.425 3.329.270.525 29.696.728.550 34.862.560.700 46.307.807.375

Jumlah kecelakaan lalu lintas No Tahun Jumlah kejadian Meninggal Dunia Luka Berat Luka Ringan Materi 1. 2006 119 24 21 67 2. 2007 202 36 76 205 3. 2008 134 20 12 171 4. 2009 268 37 17 413 5. 2010 209 12 57 258 6. 2011 (Juli) 255 26 52 373

Kerugian 64.695.000 64.900.000 108.305.000 216.945.000 180.125.000 208.325.000

Penyebab Laka No. Tahun Jumlah Kejadian Penyebab Kecelakaan Kurang Hati-hati Menyalip Selip Kecepatan Tinggi 1. 2006 119 96 21 0 2 2. 2007 202 147 52 0 2 3. 2008 134 112 16 3 2 4. 2009 268 191 71 0 6 5. 2010 209 162 46 0 1 6. 2011 255 193 48 0 3 (Jan s/d Juli

Rem Blong 0 1 1 0 1 2

Daerah Laka Per Polsek No Tahun Jumlah Kejadian 1 2006 119 2 2007 202 3 2008 134 4 2009 268 5 2010 209 6 2011 255 (Jan s/d Juli)

Kota 26 43 24 40 27 46

Jati Kaliwungu 31 8 42 20 32 19 67 26 33 23 44 28

Cendono 3 4 0 5 10 15

Dawe 2 7 10 16 11 10

Bae 21 31 14 42 25 32

Jekulo 14 24 26 38 39 39

Mejobo Undaan 10 4 19 12 4 4 17 15 27 14 34 7

Sumber: Polres KUDUS

12

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L

a p o r a n

U

t a m a

Udara Kota yang Makin Tercemar Reporter: Naili Sayyidatul M dan Septianti

M

enyandang predikat Kota Urban, jalanan Kota Kudus tak mampu menolak meningkatnya kepadatan arus lalu lintas. Imbasnya, emisi gas buang kendaraan pun meningkat dan memberi andil besar terhadap polusi udara. Meski pencemaran udara tak semuanya diakibatkan emisi gas buang kendaraan, Kepala Bagian Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kudus Abdul Aziz Achyar mengungkapkan, jika gas buang kendaraan lah yang memberi kontribusi tertinggi terhadap pencemaran udara. Selain gas buang kendaraan, pencemaran udara diantaranya berasal dari asap

pabrik, rokok, dan pembakaran sampah. Menurut data Dinkes setempat persentase perbandingan pemicu polusi udara masing-masing akibat gas buang kendaraan bermotor (60%) dan sisanya (40%), berasal dari asap asap rokok, pabrik, pembakaran sampah, maupun debu. “Dengan persentase tersebut, gas buang kendaraan bermotor sudah memasuki tingkatan berbahaya bagi kesehatan masyarakat,� jelasnya. Kenyataan tingginya tingkat pencemaran udara akibat kendaraan bermotor mulai membuat miris. Aziz menjelaskan, kandungan yang berbahaya dari gas buang kendaraan bermotor adalah berupa gas karbon monoksida (CO). Gas berba-

POLUSI: Kendaraan kian cemari kota kudus udara

haya ini muncul akibat proses pembakaran yang tidak sempurna. “Dalam jumlah konsentrasi yang amat tinggi, karbon monoksida bisa menyebabkan kematian karena memicu gangguan sistim kerja jantung dan paruparu manusia,� katanya. Sebab kandungan gas yang banyak dibutuhkan tubuh manusia adalah oksigen. Selain itu, di dalam tubuh manusia terdapat Hb (Hemoglobin) dengan daya ikat (Afinitas) pada karbon monokisida 20 kali lipat lebih besar dari pada oksigen. Bila tubuh lebih banyak menyerap gas CO, maka Hb pun cenderung mengikat CO lebih banyak dan melepaskan oksigen yang berada dalam tubuh. Jika ini

SRI/PEKA

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

13


L

a p o r a n

U

terjadi, maka tubuh akan kekurangan oksigen. Akibatnya sangat mematikan karena kerja jantung dan paru-paru yang terganggu hingga berujung kematian. Aziz menuturkan, setiap lima liter bensin mengandung 1-5 kg gas CO. Zat tersebut apabila terus-menerus masuk ke tubuh dapat menyebabkan masalah bagi kesehatan. Pencemaran udara sendiri, kata dia, dibagi menjadi empat tingkatan. Pertama, pencemaran udara yang tidak menimbulkan masalah bagi kesehatan. Kedua, pencemaran udara ringan yang mengakibatkan penyakit seperti iritasi. Ketiga, pencemaran udara dengan konsentrasi sedang. Tingkatan ini dalam jangka panjang menimbulkan penyakit kronis, seperti jantung dan paru-paru. Keempat, pencemaran udara dengan konsentrasi tinggi yang berujung kematian. Azis mengakui belum memiliki data akurat terkait jumlah pasti penderita penyakit kronis akibat pencemaran udara di kabupaten itu. Dalam waktu dekat, pihaknya berencana melakukan penelitian terkait pencemaran udara, terutama yang berasal dari kendaraan serta dampaknya bagi masyarakat. Untuk mengetahui tingkat pencemaran, kata dia, sebenarnya bisa diukur menggunakan alat uji emisi dengan satuan part per million (ppm). Udara yang dianggap baik kadarnya berkisar 1-2 ppm. Pada pengukuran terakhir kadar udara di Kudus, diketahui tingkat pencemaran sudah mencapai tingkatan 10-15 ppm. “Dalam tingkatan ini, Kudus masuk dalam katagori kota kurang bersih atau tercemar,” ungkapnya. Menyikapi kondisi udara di Kudus yang semakin buruk tersebut, Dinkes bersama Dishubkominfo secara rutin melakukan pengukuran kadar emisi terhadap pencemaran. Emisi gas buang, lanjut Azis, sebenarnya dapat ditekan dengan mengupayakan pembakaran sempurna pada kendaraan bermotor. Jika pembakaran sempurna maka zat yang dihasilkan tidak lagi berupa karbon monoksida, melainkan gas Karbondioksida (CO2). Gas CO2 terhitung tidak terlalu berbahaya bagi tubuh manusia. Gas ini juga berperan penting pada proses fotosintesis pada tanaman. 14

t a m a

Selain itu, ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan bakar. Kualitas dari bahan bakar ini, menyangkut masalah kualitas hasil atau sisa pembakaran bahan bakar yang digunakan. “Apabila kualitas bahan bakarnya bagus maka akan menghasilkan gas buang yang baik pula,” terangnya. Untuk menekan dampak emisi gas pada kesehatan, Aziz menyarankan agar menghindari kawasan berpolutan tinggi, seperti terminal atau tempat-tempat yang sesak dengan kendaraan bermotor. Jika terpaksa, lanjut dia, pakailah masker untuk mengurangi damak buruk tersebut. Demi menjaga kesehatan, Azis memberikan lima langkah yang dapat dilakukan masyarakat. Pertama, pengguna mo-

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

tor diharapkan tidak merubah sistim pada kendaraan yang telah diterapkan dari pihak produsen, sehingga pembakaran menjadi tidak sempurna. Kedua, selalu melakukan perawatan berkala atau service rutin agar kendaraan tetap stabil. “Kita harus selalu memastikan bahwa kondisi kendaraan dalam keadaan baik sehingga gas buang yang dihasilkan juga baik,” tambah pria penyuka batik itu. Ketiga, membuat paru-paru kota seperti penanaman pohon yang dapat mengurangi polusi di sepanjang jalan. Keempat, menggunakan masker saat berada di daerah yang banyak polusi. Kelima, yang terpenting adalah menjaga kesehatan tubuh dengan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi.


L

a p o r a n

U

t a m a

Antara Kebutuhan dan Tergiur Diskon Diler Reporter: Farah Dina Y dan Onik Rianasari

lARIS: Dealer motor Kudus selalu ramai dikunjungi.

J

IKA sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, entah masuk pada kelompok yang mana kendaraan pribadi dalam daftar kebutuan dasar lahiriah tersebut. Yang jelas, setiap orang kini membutuhkan kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil untuk menunjang kebutuhan mobilitas sehari – hari. Sri Wijayanti, Staf marketing CM. Jaya Motor, mengemukakan, fenomena yang terjadi sekarang sepertinya ada semacam keharusan setiap orang untuk memiliki sepeda motor. Jika tidak, tentu akan repot sendiri. CM Jaya Motor, salah satu diler sepe­da motor terbesar di Kudus mencatat, penjualan sepeda motor rata-rata mencapai 400 unit/bulan. Jika saja angka tersebut dikalikan 12 bulan dalam setahun, didapat angka kasar penjualan yang cukup fantastis mencapai 4.800 unit. Disebutkan, pertumbuhan penjualan per tahun rata-rata mencapai 20 persen.

HARUN/PEKA

“Jika dipersentase, penjualan motor masih didominasi jenis matik sebanyak 60 persen, sisanya tipe bebek dan sport sebanyak 40 persen,” paparnya. Angka ini baru catatan satu dari sekian diler di Kota Kretek itu. Kemudahan penawaran sistim kredit memacu setiap orang untuk membeli sepeda motor.“Saat ini mudah sekali orang membeli sepeda motor. Hanya dengan Rp 500 ribu, orang sudah bisa membawa pulang satu unit sepeda motor,” katanya. Budi Kristanto, dari dealer Suzuki Wahid menambahkan, tren kenaikan penjualan sepeda motor sangat terasa selama musim liburan (pergantian tahun ajaran) dan menjelang Lebaran. Anti , marketing CM. Jaya Motor juga mengatakan, diskon khusus pada awal pengajuan kredit cukup ampuh menjaring konsumen baru. Meski begitu, pihaknya menyatakan masih banyak warga yang membeli kendaraan secara tunai. “Namun perbandingannya tetap banyak yang

membeli secara kredit. Sekitar 70% kredit, 30% tunai,” katanya. Terkait pandangan ledakan populasi kendaraan pribadi memicu kemacetan, dia memiliki pandangan lain. “Adanya kemacetan bukan semata-mata jumlah ken­ daraan yang bertambah, kesadaran tertib berlalu lintas setiap individu juga menjadi faktor utamanya,” ucapnya. Disebutkan, ada sebagian warga yang masih enggan mematuhi aturan lalu lintas. Mereka bahkan kerap ugal-ugalan di jalan, menerobos lampu merah, tidak memenuhi standar keamanan berken­ dara lainnya. Jika semua tertib, arus kendaraan pun bisa lancar. Soal emisi gas buang, sebagian konsumen meang cenderung tak menghiraukannya. Di sejumlah diler, calon pembeli sedikit yang menanyakan soal emisi kendaraan yang hendak dibelinya. Meski begitu, sepeda motor keluaran terbaru mulai menyertakan mesin yang ramah lingkungan untuk menekan emisi gas buang. Disebutkan, setiap sepeda motor keluaran terbaru kini harus memenuhi standar emisi gas buang EURO(European emission standard) II. Standar emisi gas buang Euro II mengatur produksi emisi gas buang yang harus memenuhi standar ramah lingkungan. Standar aturan itu lah yang menentukan batasan emisi gas buang kendaraan baru bisa diterima atau tidak. Euro II yang diperkenalkan pada 1996 kini telah berkembang menjadi Euro III. Pengembangan ini paling mencolok terlihat pada pengawasan pada gas buang kendaraan yang lebih mengikat. “Bahkan negara-negara maju sudah menerapkan Euro III. Ini adalah salah satu upaya mengurangi polusi akibat emisi gas buang kendaraan dan menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan,” tandasnya.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

15


K

a r ik a t u r

WENI/PEKA

16

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L

a p o r a n

U

t a m a

Kereta Api Solusi Terakhir Atasi Kemacetan

K

emacetan telah mulai merambah Kudus. Kota yang hanya seluas 42. 517 ha memiliki pertumbuhan motor 20.404/tahun. Ini juga yang menyebabkan pakar transportasi, Djoko Setijowarno menilai Kudus sudah masuk pada posisi yang rawan kemacetan atau pada golongan C. “Kota kayak Kudus ini termasuk golong an C, beda dengan Jakarta yang sudah masuk pada wilayah D,” tambah Djoko. Djoko menilai kereta api sudah menjadi solusi bukan alternatif lagi. “Kita tidak bisa meneruskan pembuatan jalan tol karena itu hanya proyek belaka. Tol selama ini belum bisa menuntaskan kemacetan. Terlebih biaya yang dikeluarkan untuk jalan tol terlalu mahal beda dengan kereta api, “terangnya. Saat ini Jaringan kereta api yang beroperasi di Indonesia saat ini sekitar 4.678 km (Jawa 3333 km dan Sumatera 1345

Oleh: Much Harun km) dari 6.714 km jaringan eksisting dengan produksi 203 juta penumpang dan 18,8 juta ton barang (Tahun 2010). Menurut Djoko permasalahan pada jalan sekarang tidak hanya kendaraan pribadi saja. Permasalahnnya juga terletak pada angkutan barang yang selalu bertambah setiap hari. Angkutan barang jalan raya menempati pada posisi pertama dalam share angkutan barang berdasarkan moda transportasi. Angkutan barang di jalan pada tahun 2006 bisa mendistribusikan barang mencapai 2.514.150.000 kg/tahun. “Meskipun aslinya ongkos kereta lebih murah dari pada truk (untuk jalan raya). Ongkos kereta itu 2.500.000 dari Jakarta ke Surabaya dan itu lebih murah 500.000 ribu dengan menggunakan truk, “ ujarnya. Selain itu, tambah Djoko, waktu yang cepat kereta dari pada truk yakni selisih

KERETA KUDUS: Sebuah Kereta yang melintasi Kudus tempo dahulu.

14 jam. Untuk Jakarta Surabaya kereta membutuhkan 22 jam sedangkan truk membutuhkan 36 jam. Padahal bahan bakar yang digunakan kereta api tanpa subsidi, jadi lebih mahal dua kali lipat dibanding memakai truk. Untuk itu Djoko berpendapat bahwa Kereta api merupakan sistem transportasi massal yang mampu memberikan solusi transportasi nasional dan emisi karbon yang bertumpu pada transportasi jalan raya. Transportasi jalan raya yang digunakan angkutan barang mengakibatkan berbagai permasalahan. Pertama, kondisi prasarana kurang dan tidak memadai akibat beban berlebih, pertumbuhan sarana tidak dapat diimbangi pertumbuhan prasarana. Kedua, kebutuhan konsumsi energi terpusat pada BBM, padahal subsidi sangat besar dan harga BBM dunia selalu meningkat,

Djoko/peka

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

17


L

a p o r a n

U

t a m a

JALUR KERETA: Peta zaman Belanda yang memuat jalur kereta Semarang-Rembang

sedangkan Indonesia telah menjadi net importir. Ketiga , dampak pencemaran kendaraan meningkat mengakibatkan pemanasan global, padahal Indonesia membuat target penurunan emisi karbon sebesar 26% (apabila dibantu 40%) pada tahun 2020. Dan keempat adalah dampak kemacetan mengakibatkan penurunan produktifitas dan biaya sosial yang besar. “Akibatnya kepadatan lalu lintas di jalan raya mulai jenuh, kemacetan lalu lintas tak terkendali, kecelakaan di jalan raya meningkat,”tambah Djoko. Menurut teori keunggulan moda, disebutkan untuk jarak pendek (kurang 500 km) angkutan jalan atau truking lebih sesuai digunakan. Sedangkan pada jarak menengah (500 – 750 km) angkutan KA peranannya cukup besar. Selanjutnya untuk jarak jauh ( lebih 750 km) angkutan udara dan laut sangat sesuai dan tepat untuk digunakan (Rodrigue and Comtois, 2004) Untuk jarak menengah dan jauh, angkutan KA secara strategis semestinya lebih menguntungkan untuk dikembangkan disamping moda angkutan 18

laut. Mengingat angkutan KA punya berbagai kelebihan antara lain mampu mengangkut dalam jumlah besar atau massal, hemat energi, hemat penggunaan lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, adaptif terhadap perkembangan teknologi dan mampu menembus jantung kota. “Tetapi pada kenyataannya justru angkutan jalan atau truking lebih banyak dipilih oleh pengguna jasa angkutan barang,” terang Djoko. Djoko menyebutkan bahwa pada 2020 kereta api di Kudus akan hidup lagi. Hal ini menyesuaikan target pemerintah pusat dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (Ripnas). Dalam Ripnas tersebut, akan meningkatkan jumlah angkutan baik untuk penumpang maupun barang. Rencananya peningkatan dari tahun 2010 yang hanya mengangkut 202 juta orang dan barang 19 juta ton akan dinaikkan menjadi 929 juta orang untuk penumpang dan 995 juta ton untuk barang dengan panjang rel 12.100 km pada tahun 2030. Untuk menunjang hal tersebut PT KAI membutukan 2.840 unit lokomotif, 28. 335 KA antar kota dan 6.020 unit KA perkotaan. Sedangkan untuk

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

Dok. Djoko

angkutan barang dibutuhkan Lokomotif 1.985 unit dan Gerbong 39.645 unit. Salah satu target pada tahun 2030 adalah dihidupkannya lagi jalur KA Semarang-Kudus. Menurut Djoko, KA mempunyai beberapa keunggulan. Pertama, mengurangi kepadatan dan kerusakan jalan raya. Disini angkutan barang yang menjadi penyebab utama kerusakan jalan akan mulai terkurangi. Karena beban tersebut akan dialihkan ke KA. Kedua, mengurangi kecelakaan lalulintas. Tercatat dalam dalam data Polda Jateng kecelakanan di Kudus dan Demak mencapai 657 kecelakaan pada tahun 2009 dan 438 pada tahun 2010. Dan total kerugian pada 2 kota dalam 2 tahun mencapai 1,3 milyar. Ketiga, meminimalisir biaya angkutan dan meningkatkan daya saing ditingkat Global. Hal ini sangat berhubungan dengan keunggulan KA yang keempat yakni kapasitas angkut besar, efisien dan efektif bagi angkutan dalam jumlah besar. Kita bisa melihat bahwa setiap sekali jalan KA akan bisa membawa puluhan ton. Bandingkan dengan apabila kita memuat barang dengan menggunakan truk.


L

a p o r a n

K

h u s u s

Pembelajaran Harus Berpusat Pada Mahasiswa

Dosen dan Mahasiswa Harus Memahami SCL Reporter: Harum Wardati

Onik/Peka

Sarjadi

M

ahasiswa dituntut lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan perguruan tinggi. Tujuannya untuk menghasilkan mahasiswa yang mempunyai softskill yang baik. Sehingga dapat digunakan atau diterapkan dalam dunia kerja. Salah satu cara untuk mewujudkan itu dengan menerapkan metode Student Centered Learning (SCL). Dengan penerapan SCL, peserta didik diharapkan mampu menjadi peserta aktif dan mandiri yang mampu bertanggung jawab atas semua kebutuhannya. Ini sesuai dengan empat pilar pendidikan yang dicanangkan United Nationas Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) untuk masa sekarang dan masa depan. ”Empat pilar itu ada di SCL,” kata Rektor Universitas Muria Kudus (UMK), Prof. Dr. dr. Sarjadi, Sp PA. Empat pilar itu berupa, learning to know atau penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu. Kedua, learning to do atau belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam tim dan belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Ketiga, learning to be, maksudnya belajar untuk dapat mandiri dan menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Keempat, learning to live together, maksudnya, Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Empat pilar itu merupakan pendukung pengembangan pendidikan khususnya di perguruan tinggi. Jadi, SCL sendiri dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang menekankan pada mahasiswa sebagai pembangun pengetahuan. ”Sedangkan dosen sebagai agen yang memberikan pengetahuan,” terangnya. Untuk itu, proses pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa. Sehingga mahasiswa dituntut aktif, seperti berdiskusi dengan membahas permasalahan terbaru ataupun tugas-tugas mandiri. Sedangkan dosen memposisikan diri sebagai fasilita-

tor, motivator atau dinamisator. ”Mereka akan belajar bagaimana untuk menjadi seorang manusia ,” ujarnya. K������������������������������������ etika proses pembelajaran dengan menerapkan konsep SCL, antara dosen dan mahasiswa memiliki peran penting. Dosen diharapkan selalu mengembangkan dan menyesuaikan sistem belajarnya. Tujuannya agar dosen mampu mengimbangi mahasiswa, selain itu juga harus memberikan metode baru dalam setiap pertemuan. Sehingga proses pembelajaran tidak berjalan monoton. Sedangkan mahasiswa, harus mempersiapakan materi dan bahan yang akan didiskusikan. Sebelum melakukan diskusi, mahasiswa harus memiliki pengetahuan tentang hal sesuatu yang akan didiskusikan, baik melalui buku atau pun sumber lainnya. Dia menambahkan, jika dipahami, antara Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan SCL memiliki tujuan yang berkesinambungan. Dia menganalogikan, KBK seperti memasak nasi goreng, sedangkan SCL bisa diibaratkan seperti cara memasak nasi goreng. Ketika kurang asin, maka memerlukan sedikit tambahan garam, apabila kurang manis maka ditambahkan kecap dan begitu seterusnya. ”Sedangkan hasil atau nasi gorengnya bisa dikatakan sebagai KBK atau kompetensi yang dihasilkan,” terang Sarjadi. Jadi SCL bisa disebut sebagai proses untuk memperoleh kompetensi yang baik dan benar. Ketika berbicara tentang format ideal SCL maka program tersebut tepat untuk diterapkan di dalam dunia perguruan tinggi. Menurut Sarjadi, tujuan dari SCL berupa inovasi yang meningkatkan tata cara belajar mahasiswa. Kemudian mengetahui bagaimana menjalankan kewajiban untuk memperoleh kompetensinya. Dalam SCL mahasiswa diharapkan untuk melakukan tiga cara, mendengar, melihat kemudian melakukan.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

19


L

a p o r a n

K

h u s u s

Terapkan SCL

Menghasilkan Lulusan Berkualitas Reporter: Elsya Vera dan Rizka Haryati

K

emampuan mahasiswa menjadi modal yang besar dalam menentukan kinerjanya nanti setelah lulus dari perkulihan. Student Center Learning (SCL) merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan karakter mahasiswa yang aktif, kritis, kreatif dan mandiri. Hal tersebut diungkapkan oleh Latifah Nur Ahyani, Kepala Program Studi Psikologi. Sistem SCL , menurut Latifah, mempuyai beberapa tujuan. Pertama, mahasiswa lebih aktif membaca bahan–bahan perkuliahan yang bisa didapat dari mana saja. Kedua, mahasiswa bisa mengerjakan tugas dan aktif dalam presentasi.” Dengan menggunakan SCL, Universitas Muria Kudus (UMK) dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap untuk terjun di dunia kerja,” tambahnya. Kepala Program Agroteknologi Fakultas Pertanian Untung Sudjianto

menjelaskan bahwa sistem yang telah diterapkan ini bertujuan agar mahasiswa di samping bisa mengetahui perkembangan ilmu, juga dapat mengembangkan sendiri ilmu yang diperoleh. Mahasiswa bertugas mencari, mengolah, menganalisa, dan menyimpulkan. Kemudian dari kegiatan tersebut mahasiswa diharapkan dapat membuat suatu penemuan baru. Dari proses di atas mahasiswa akan terbiasa dan memiliki pengalaman dalam penelitian yang kemudian akan meningkatkan kualitas mahasiswa. ”Mahasiswa akan berkompetisi, jadi mereka dianjurkan tak hanya menunggu ilmu datang tetapi juga mencarinya,” tuturnya. Progdi Agroteknologi menerapkan SCL dengan beberapa metode seperti diskusi kecil (small group discution), dan studi kasus. Menurut Untung, diskusi kecil merupakan cara yang paling mudah. Dengan membentuk kelompok-

AKTIF: Mahasiswa harus bisa aktif dalam model pembelajaran SCL.

20

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

kelompo­k diskusi, di sana mahasiswa dapat saling bertukar ilmu. Dengan demikian cakupan ilmu yang diperoleh mahasiswa akan lebih meluas. Berbeda dengan sistem (Teacher Center Learning) TCL yang diterapkan sebelumnya. TCL mengurungi pengetahuan mahasiswa dan membatasi daya kembang ilmunya. Dalam sistem ini dosen memberikan ilmu yang dimilikinya berkaitan dengan materi yang dipelajari, sedangkan mahasiswa menjadi penerima ilmu tersebut. SCL yang lebih banyak memberikan tugas kepada mahasiswa ini menuntut dosen untuk mendalami materi yang diajarkan. ”Dikatakan demikian karena dapat diprediksikan pengetahuan mahasiswa akan melampaui pengetahuan dosen. Dosen lebih banyak mengoreksi dan memantau pengetahuan mahasiswa,” tambah bapak tiga anak tersebut. Selain yang disebutkan diatas, dosen

HARUN/PEKA


L juga harus selalu mengupdate wawasan yang dimiliki. ”Jadi dosen tidak hanya sekedar menghafalkan materi” tandasnya dengan lantang. SCL juga menuntut dosen untuk berperan menjadi fasilitator, motivator dan penengah. “Beda dengan dosen yang hanya mentransfer ilmu, SCL menuntut dosen untuk memberikan informasi lebih,”terangnya. Menurut Kepala Program Studi Psikologi, Latifah, dosen hanya membe rikan arahan kemana harus mencari materi yang diperlukan. Dosen juga membantu mencari solusi ketika mahasiswa belum memahami materi yang tengah dipelajari. ”Selain beberapa hal di atas dosen juga bisa menjadi penengah ketika dalam diskusi terjadi perselisihan pendapat,” jelas dosen berkacamata tersebut. Sistem yang diterapkan Fakultas Psikologi melalui diskusi kelompok dan presentasi ini membawa pengaruh yang beragam bagi mahasiswa. ”Ada mahasiswa yang berhasil mengikuti dan ada

a p o r a n

juga yang tidak,” ungkapnya. Latifah menjelaskan, ketika mahasiswa tidak dapat menyesuaikan diri mereka cenderung merasa berat untuk menjalani kegiatan perkuliahan. Kemudian mengakibatkan mahasiswa jarang mengikuti perkuliahan. “SCL itu lebih berat daripada Teacher Centered Learning karena beban mahasiswa yang bertambah,”terang Latifah. Sedangkan mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri akan menjadi pribadi yang kritis dan aktif di dalam kelas. Maka dari itu presentase kehadiran, dan keaktifan dalam proses pembelajaran berpengaruh besar dalam penilaian mahasiswa. “Disini mahasiswa akan menemukan jati diri mahasiswa apabila mereka bisa mengikuti SCL dengan benar,”tambah Latifah. Di Progdi Psikologi, jelas Latifah, hanya 5 persen saja dari total mahasiswanya yang tidak bisa mengikuti sistem ini. ”Bagi mahasiswa yang tidak aktif akan diberikan penjelasan tentang kekurangannya dalam pembelajaran,” terangnya.

K

h u s u s

Untuk mahasiswa yang aktif dan dapat mengikuti proses tersebut mahasiswa akan mudah mendapatkan pekerjaan. Karena mahasiswa dari awal sudah terlatih untuk bisa menampilkan diri sehingga tidak akan canggung ketika tes wawancara kerja. Kelemahan dalam SCL yaitu sistem mengalami hambatan ketika mahasiswa jarang mengikuti kuliah. Hal itu menyebabkan dosen mengalami kesulitan dalam pengambilan nilai. ”Kehadiran mahasiswa sangat penting dalam sistem ini karena penilaian dilakukan saat proses pembelajaran sedang berlangsung” tambahnya. Mengenai fasilitas penunjang yang dimiliki oleh Progdi Agroteknologi, untuk periode ini sudah cukup baik. Laboratorium menerima bantuan peralatan yang lebih canggih dan sedikit membantu dalam kegiatan perkuliahan. Untung berharap SCL dapat diterap kan lebih baik, ditunjukkan dengan proses pembelajaran yang baik dan kemudian menghasilkan alumni yang berkualitas.

MANDIRI: Setiap mahasiswa dituntut untuk bisa belajar mandiri saat mengikuti SCL.

FOTO: HARUN/PEKA

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

21


L

a p o r a n

K

h u s u s

SCL (Bukan) Sekadar Kemasan Baru Oleh: Sri Haryati

M

engubah kurikulum lama (1994) menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tak semudah seperti membalik telapak tangan. Ungkapan itulah yang dapat mewakili kondisi Universitas Muria Kudus (UMK) saat ini. Butuh proses yang panjang dan kerjasama dari berbagai pihak. Mulai 2006, universitas yang berada di ka-

Sedangkan peran dosen hanyalah sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran. Sehingga tujuan akhir yang dicapai bukan hanya sekedar tuntas materi belaka melainkan berupa kompetensi. Adakalanya perubahan kurikulum tersebut nampak hanya sekadar merubah kemasan suatu produk. Dalam artian, meskipun sistem pembelajaran sudah berubah. Namun, aplikasinya masih sama dengan kurikulum yang terdahulu Selain itu, minimnya fasilitas dan civitas akademika yang kurang mendukung juga ber­pe­ng­a­­­ruh dalam terla­k­sananya perubahan kuri­kulum tersebut. Kondisi tersebut me­­ni­­m­­­bulkan sejumlah tanda tanya bagi redaksi Pena Kampus. Untuk mengetahui sejauh ma­na penerapan SCL di UMK, kami bermaksud me­lakukan jajak pendapat dengan menyebarkan kuesioner. Sebanyak 305 responden mahasiswa pada enam fakulatas HARUN/PEKA di UMK dipi­lih secara PUSAT INFORMASI: Perpustakaan menjadi center of knowledge (Pusat Pengetahuan). acak. Jumlah responden tersebut ditentukan wasan pantura timur ini melakukan perubahan secara proporsional sesuai dengan jumlah makurikulum. Sistem pembelajarannya pun beru- hasiswa di tiap-tiap fakultas. bah dari Teacher-Centered Learning (TCL) Hasil dari penyeba­ran kuesioner ini diharamenjadi Student-Centered Learning (SCL). pkan mampu menjadi cerminan bagi semua Ternyata, sejauh ini, pergantian kurikulum elemen di UMK, baik dosen, staf karyawan masih menjadi persoalan yang belum tuntas maupun mahasiswa untuk bekerjasama dalam dalam dunia pendidikan. melakukan pembenahan-pembenahan dalam SCL pada perguruan tinggi (PT) mempo- mewujudkan UMK berkualitas. sisikan mahasiswa sebagai pusat pembelajaran. Pada item yang pertama redaksi ingin meng22

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


L etahui seberapa besar responden yang mengetahui SCL dengan menanyakan tahukah Anda Student Centered Learning (SCL) atau sistem pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa? Setengah lebih dari jumlah responden atau 56 persen menyatakan tahu tentang SCL. Sementara itu 10 persen mengaku tidak mengetahui akan SCL. Sedangkan sebanyak 33 persen menjawab kurang tahu. Sisanya sebesar 1 persen tidak menjawab. Hasil dari pertanyaan pengantar tersebut menandakan kurangnya sosialisasi kurikulum yang baru kepada mahasiswa. Bisa jadi juga kepedulian mahasiswa terhadap perubahan kurikulum sangat kurang. Sehingga belum semua mahasiswa bahkan masih banyak mahasiswa yang tidak begitu paham dengan sistem tersebut. Menginjak pertanyaan kedua, guna memancing responden untuk mengetahui sejauh mana partisipasinya dalam pelaksanaan SCL. Hasilnya, 34 persen responden menjawab sudah turut aktif dalam pelaksanaan SCL. Sungguh mencengangkan ketika setengah lebih dari jumlah responden atau sejumlah 52 persen mengaku belum ikut turut aktif. Bukankah mahasiswa di sini sebagai pusat pembelajaran yang seharusnya berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian, 13 persen menjawab tidak tahu apakah dirinya termasuk

a p o r a n

ikut aktif ataukah tidak dan sisanya sebanyak 1 persen tidak memberikan jawaban. Pertanyaan berikutnya mengacu pada metode apa yang dominan digunakan dosen di kelas? Jawaban menunjukkan bahwa UMK sudah menerapkan SCL yaitu dengan didukung oleh sebagian besar responden atau sejumlah 64 persen yang menjawab presentasi. Peringkat kedua diduduki oleh pemberian tugas sebesar 18 persen. Cukup disayangkan, ketika melihat fakta meskipun SCL sudah diterapkan sebanyak 13 persen responden mengaku masih ada dosen yang menggunakan cara lama atau dengan metode ceramah. Sisanya, 5 persen responden memilih untuk tidak menjawab. Bisa jadi, mereka beranggapan bahwa ketiga metode tersebut diatas digunakan oleh dosen secara seimbang. Atau, mungkin juga dosen mempunyai metode lain diluar ketiga pilihan diatas. Ketika ditanya, lebih sering mana, dosen atau mahasiswa yang menerangkan dalam kelas? Bagi responden, sebesar 29 persen menyatakan dosen lebih berperan daripada mahasiswa dalam perkuliahan. Sementara 38 persen responden yang lain menjawab mahasiswa lah yang lebih aktif. Sedangkan 32 persen menjawab dosen dan mahasiswa berperan seimbang dalam proses

K

h u s u s

pembelajaran dan sisanya yang tidak menjawab sebesar 1 persen. Selanjutnya responden ditanya mengenai, sudah mendukungkah fasilitas di UMK terhadap sistem SCL? Responden yang menjawab fasilitas di UMK sudah mendukung hanya sebesar 15 persen. Dalam pandangan responden, sebagian besar yaitu sebesar 70 persen menyatakan bahwa fasilitas kurang mendukung. Terkejutnya kami ketika mendapati 14 persen jawaban responden yang menyatakan bahwa fasilitas di UMK tidak mendukung. Sisanya 1 persen tidak menentukan pilihannya. Terakhir, redaksi menanyakan kepada responden mengenai keefektifan pelaksanaan system SCL di UMK. Ternyata, hanya sebesar 14 persen responden yang mengganggap SCL sudah efektif. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 75 persen mengaku pelaksanaan SCL belum efektif. Kemudian 10 persen menjawab tidak efektif dan lagi-lagi sisanya sebesar 1 persen tidak menjawab. Dari hasil jawaban seluruh pertanyaan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan SCL di UMK belum efektif. Masih butuh adanya perubahan paradigma secara menyeluruh terhadap perubahan yang ada. Sehingga, perubahan kurikulum tidak hanya sekedar mengubah kemasan luarnya saja.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

23


L

K

a p o r a n

h u s u s 1. Tahukah Anda tentang Student Centered-Learning (SCL) atau sistem yang berpusat pada mahasiswa?

1%

33 %

56 %

10 %

2. Apakah Anda sudah turut aktif dalam pelaksanaan SCL?

1%

13 %

a. Tahu 56 % b. Kurang tahu 33 % c. Tidak tahu 10 % d. Tidak menjawab 1 %

34 %

a. Sudah 34 % b. Belum 56 % c. Belum tahu 13 % d. Tidak menjawab 1 %

56 % 5% 13 %

64 %

3. Teknik apa yang dominan diberikan dosen Anda di kelas?

18 %

a. Presentasi 64 % b. Ceramah 18 % c. Pemberian tugas 13 % d. Tidak menjawab 5 %

4. Lebih sering mana, dosen atau mahasiswa yang menerangkan dalam kelas?

1% 29 % 32 %

a. Dosen 29 % b. Mahasiswa 38 % c. Seimbang 32 % d. Tidak menjawab 1 %

38 %

1% 14 %

14 %

5. Menurut Anda, sudah mendukungkah semua fasilitas di UMK dalam pembentukan sistem SCL?

a. Sudah mendukung 15 % b. Kurang mendukung 71 % c. Tidak mendukung 14 % d. Tidak menjawab 1 %

71 %

10 %

1%

14 %

75 %

24

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

6. Menurut Anda, efektifkah pelaksanaan sistem SCL di UMK?

a. Efektif 14 % b. Belum Efektif 75 % c. Tidak Efektif 10 % d. Tidak menjawab 1 %


O

pi n i

Student Centered Learning (SCL)

Model Pembelajaran Berkelas Internasional

P

Mila/Peka

Farida Yuliani

roses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk penyampaian secara tatap muka (lecturing), searah. Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, kegiatan mahasiswa sebatas membuat catatan (yang kebenarannya diragukan). Pola proses pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifi tasnya rendah, dan tidak dapat menumbuhkembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran. Intensitas pembelajaran mahasiswa umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian. Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diakses. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satusatunya sumber ilmu. Oleh karenanya UMK perlu melakukan perubahan dalam proses dan materi pembelajaran tidak lagi berbentuk TeacherCentered Content-Oriented (TCCO),tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL) Bila ditinjau esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan membentuk atau mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengeta huan yang telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian materi (ceramah). Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan, mahasiswa sebagai penerima pengetahuan. Menurut Abd. Takko’, salah seorang dosen Filsafat di Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Hasanudin , SCL banyak dipakai oleh universitas-universitas berkelas internasional dan banyak diikuti oleh universitas di Indonesia. Selain itu metode SCL juga memiliki potensi untuk mendorong mahasiswa belajar lebih aktif, mandiri, sesuai dengan irama belajarnya masing-masing dan sesuai dengan perkembangan usia. Irama belajar mahasiswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan mempunyai tingkat kompetensi yang tinggi Sisi positif SCL adalah mahasiswa lebih giat dalam memperoleh data dan bisa mengetahui hal lebih banyak. Biasanya mahasiswa secara mandiri mencari materi kuliah selain yang diberikan dosen, sehingga ilmunya lebih tinggi,wawasan bertambah dan lebih luas. Sisi negatifnya, pada mahasiswa yang baru mempraktekkan SCL awalnya sulit beradaptasi dan merasa bahwa dirinya tak akan mampu mengikuti proses belajar. Kebiasaan semasa di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) yang masih banyak memakai TCL, menjadikan sebagian besar mahasiswa sulit untuk merubah pola belajar. Dalam hal ini peran dosen sebagai fasilitator amat penting. Pelaksanaan SCL di UMK belum efektif sepenuhnya. Belum semua fakultas memberlakukan metode ini. Bahkan di beberapa fakultas sebagian dosen ada yang memberlakukan SCL ,sebagaian lain ada yang konvensional. Diantaranya adalah dosen yang ternyata juga belum siap melakukan pengajaran dengan metode ini. Hal ini terlihat dari saat dosen dalam memimpin diskusi, memberikan jawaban, dan lainnya. Bahkan yang lebih parah lagi adalah ketidaktahuan dosen tentang metode SCL sehingga dosen tersebut melepaskan amanahnya dari mengajar dengan hanya memberikan tugas pada setiap pertemuan. Tenaga pendidik semestinya berusaha lebih keras untuk menerapkan SCL. Keterbatasan jumlah dosen juga menjadi penghambat pelaksanaan SCL karena adanya

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

25


O

pi n i

kompetensi yang harus disusun oleh team work dosen. Misal mata kuliah dengan 6 SKS dan mempunyai jumlah kelas 2 dengan jumlah pengajar 3. Maka ke tiga dosen dalam tim minimal harus bertatap muka 2 kali, dikalikan 2 kelas (4 kali tatap muka dalam satu minggu untuk satu mata kuliah) . Seandainya dosen tersebut mengajar 2 matakuliah dengan bobot sama maka dalam satu minggu waktu akan habis hanya unutk tatap muka saja. Selanjutnya adalah dari mahasiswa itu sendiri. Dalam penjalanan metode ini mahasiswa dikelompokkan menjadi beberapa orang dalam satu tim. Negatifnya adalah dalam satu kelompok tersebut maksimal sekitar 40 persen yang benar– benar serius karena yang lain mengganggap bahwa diskusi itu tidak penting, yang penting adalah ketika ujian bisa mengerjakan soal. SCL baru dijalankan di UMK , maka masih ada kekurangan disana-sini. Untuk optimalisasi diperlukan evaluasi bahan kajian setiap semesternya.

26

Apakah kompetensi sudah tercapai? Jika belum,maka perlu dievaluasi tahapan pembelajarannya. Sudahkah dosen menjalankan perannya sebagai fasilitator? Sudah tepatkah penggunaan metode dalam SCL (seperti Problem Base Learning (PBL) ,Jig saw atau lainnya) untuk suatu komunitas dalam kelas tersebut? Apakah bahan pengajaran seperti modul dan alat uji sudah disiapkan? Jika optimalisasi metode ini dapat dijalankan dengan baik, maka hasilnya akan sangat lebih baik dari pada metode lama yang membudaya. Hal diatas menjadi pekerjaan wajib yang mesti dipenuhi oleh masing – masing pihak yang sedang melaksanakan metode SCL tersebut. Tanggung jawab keberlangsungan dan keberhasilan metode SCL ada pada dosen dan lembaga (progdi dan universitas). Jadi apa dan bagaimanapun kualitas dan kuantitas mahasiswa, dosen dan lembaga harus bisa mendorong mahasiswa untuk menyusun sendiri il-

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

munya sesuai konsep yang diinginkan dalam metode SCL. Untuk itu dituntut kemampuan dosen dalam melaksanakan SCL dan lembaga dalam memfasilitasi sarana prasarana. Agar metode SCL dapat berlangsung secara optimal, perlu dikembangkan suatu sistem untuk memonitor dan mengevaluasinya. Dengan sistem itu akan diketahui sampai seberapa jauh SCL dilaksanakan pada suatu progdi atau bahkan pada suatu mata kuliah. Memang merubah itu tidak semudah membalik telapak tangan.Butuh proses Pertama kita membangun kebiasaaan (budaya), berikutnya kebiasaan itu yang akan membangun kita. Intinya adalah perubahan ke arah kebaikan itu biasanya memang akan mengalami proses yang sangat panjang dan sulit, namun harapannya adalah agar pihak terkait dapat melakukan evaluasi dan mengambil pelajaran dari kekurangan kita bersama. Baik mahasiswa, dosen, sistem , sarana-prasarana dan lain – lainnya.


T

o k o h

KOMPETENSI: SCL menuntut mahasiswa untuk lebih aplikatif.

SCL Tepat Diterapkan di Universitas Muria Kudus (UMK) Reporter: Annisa Puspa Dhara dan Septianti

S

tudent centered learning (SCL) adalah sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan di Universitas Muria Kudus (UMK). Begitu pula,dengan Fakultas Psikologi yang menerapkan sistem SCL yang dimulai tahun 2010 / 2011. Berikut ini wawancara tim reporter Pena Kampus (Peka) dengan salah seorang dosen psikologi Mochamad Widjanarko.

Sejak kapan bapak mengajar di UMK terutama di Fakultas Psikologi? Saya mengajar di UMK sejak September 2002 Bagaimana perkembangan kurikulum yang dipakai di Fakultas Psikologi Banyak kurikulum yang telah dipakai di Fakultas Psikologi. Yang baru-baru ini diantaranya kami menggunakan kurikulum 2002, 1994 dan untuk angkatan 2010 / 2011 kami menggunakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Menurut Bapak, apa sebenarnya SCL itu? Menurut pengetahuan saya, SCL merupakan Metode pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulun Berbasis Kompetensi (KBK). Sedangkan pelaksanaannya sendiri lebih dipusatkan pada mahasiswa. Kalau dahulu dosen yang aktif namun sekarang mahasiswa justru yang harus lebih aktif.

Bagaimanakah pelaksanaan SCL sendiri, terutama di UMK dan di Fakultas Psikologi? Kalau di Fakultas Psikologi, kami lebih menekankan mahasiswa untuk mengkaji dan mencari bahan-bahan materi yang telah kita siapkan. Berdasarkan tema-tema yang ada diharapkan mahasiswa dapat mencari dari berbagai referensi. Sehingga, mahasiswa dapat memahami materi secara utuh. Jikalau SCL lebih ditekankan pada mahasiswa, bagaimana peran dosen yang seharusnya? Walaupun pada SCL ditekankan atau dipusatkan pada mahasiswa, seorang dosen harus selalu mendampingi dan memonitoring serta mengamati/meluruskan materi yang telah didapatkan mahasiswa. Sebenarnya, peran dosen hanya sebagai fasilitator. Oleh karena itu, dosen harus selalu mendampingi dan mengetahui perkembangan

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

27


T

o k o h

mahasiswa dalam pelaksanaan presentasipun dosen harus ada ditengah-tengah diskusi. Apa kelebihan dari penerapan metode SCL? Untuk kelebihannya sendiri, banyak kelebihan yang bisa didapatkan oleh mahasiswa. Metode SCL dilaksanakan secara berkesinambungan. Artinya disini dosen tidak hanya melihat satu kemampuan/ kompetensi yang dimiliki mahasiswa. Dosen harus jeli terhadap kemampuan masingmasing mahasiswanya yang memiliki kompetensi pada mata kuliah yang berbeda-beda. Kemudian, adakah kelemahan SCL? Selama ini banyak mahasiswa yang kurang siap dengan metode yang baru. Sehingga dengan banyaknya tugas mereka dituntut mahir dalam hal manajemen waktu. Untuk dosen, tugas mereka tidaklah mudah. Mereka harus selalu mendampingi dan terus melihat perkembangan mahasiswanya. Mengapa Fakultas Psikologi UMK memutuskan menggunakan KBK? Sebenarnya KBK sudah menjadi anjuran dari DIKTI yang diputuskan berdasarkan SK Mendiknas No. 232/ U/2000 dan 045/U/2002. Untuk menerapkan sistem SCL seutuhnya, apa saja hal-hal yang harus dipersiapkan? Ada 4 hal yang saling mendukung yang harus disiapkan dan semuanya itu harus berjalan berkesinambungan dan saling mendukung, yakni dosen, mahasiswa, fasilitas dan sarana dan prasarana. Bagaimana pandangan dan tanggapan Bapak terhadap mahasiswa dalam menjalankan sistem pembelajaran yang baru tersebut? Kami baru menerapkan sistem SCL ini pada angkatan 2010/2011 yang kini telah purna di semester dua. Di semester dua ini, kami melihat mahasiswa sudah dapat beradaptasi 28

dengan sistem pembelajarannya yang baru, yang tentunya berbeda dengan kondisi mereka di tingkat SMA. Kemandirian dan pengerjaan tugastugas juga telah mereka lakukan. Lalu, bagaimana standart penilaian yang diterapkan di KBK? Karena baru Fakultas Psikologi di UMK di seluruh Indonesia yang menerapkan KBK, utamanya SCL. Kami belum menemukan standar penilaian, karena masih dirumuskan. Bahkan, sistem yang kita gunakan kini telah dipelajari dan diterapkan di Fakultas Psikologi di seluruh Indonesia. Bagaimana sebenarnya model pelaksanaan SCL? Ada beberapa model dalam pelaksanaan SCL antara lain adalah small group discussion dan study kasus. Sedangkan penggunaan modelnya terserah pada pengajar yang dianggap layak untuk dipersuasifkan. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di UMK, apakah sudah menunjang pelaksanaan SCL? UMK telah menyediakan fasilitasfasilitas yang diperlukan mahasiswa, seperti perpustakaan yang sudah cukup lengkap. Jika referensi yang dicari tidak ditemukan, dapat mencari dari universitas lain dengan cara menggunakan jasa pusperti yang juga disediakan di perpustakaan pusat universitas. Selain itu, di setiap fakultas juga telah ada perpustakaan fakultas yang banyak terdapat referensi. Terutama seiring fasilitas hotspot area yang bisa digunakan untuk mencari bahan kuliah dengan mudah. Jadi, lengkap sudah fasilitas yang disediakan. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Apa harapan Bapak terhadap Fakultas Psikologi, terkait dengan SCL? Harapan saya Fakultas Psikologi semakin maju, mahasiswanya banyak, lulusannya berkualitas bisa cepat mendapatkan kerja.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

Nama Mochamad Widjanarko Tempat tanggal lahir Kudus, 25 Januari 1970 Alamat Jl. Mlati Norowito III No. 3 Kudus Pengalaman organisasi Yayasan Lingkaran Konsumen Hijau Indonesia, Yogyakarta. Yayasan Lembaga Study Psikologi dan Lingkungan, Semarang. Forum LSM Lingkungan Semarang. MRC(Muria Research Center) Indonesia. Jenjang Pendidikan S1 Psikologi Unika Soegijapranata Semarang S2 Psikologi Sosial Unika Soegijapranata Semarang Nama istri Hartuti Pudji Rahayu , S.Psi Jumlah anak 2 anak Motto Hidup Terus Belajar dan Membumi Pesan untuk Mahasiswa Ayo, Bergerak...Untuk Perubahan


T

o k o h

Kemauan Menjaga Lingkungan Reporter: Annisa Puspa Dhara dan Septianti

P

enelitian, merupakan salah satu poin dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib ditunaikan dosen. Hal inilah yang mendasari Mochamad Widjanarko mencintai penelitian, terutama dalam hal pelestarian lingkungan. Di sela-sela kesibukannya mengajar di Fakultas Psikologi UMK, Widjanarko meluangkan waktu khusus untuk melakukan penelitian. Tak puas hanya aktif melakukan penelitian di lingkup universitas, sekretaris Fakultas Psikologi UMK ini aktif pula di Muria Research Center (MRC) Indonesia, organisasi non politik yang banyak melakukan penelitian masalah sosial dan lingkungan. Selain karena kewajiban, penelitian di MRC, Widjanarko lakukan didasari karena kepeduliannya pada lingkungan, terutama di daerah Gunung Muria Kudus. “Gunung muria memiliki ciri khas, baik dari sisi sosial, ekonomi dan kebudayaannya, “ ujarnya. Kecintaan pada lingkungan menggugahnya untuk menyalurkan ilmu pada orang-orang disekitarnya. “Walaupun saya bukan di jurusan lingkungan, saya ingin terus memberikan pendidikan lingkungan pada masyarakat umum. Terutama masyarakat di sekitar objek penelitiannya, ” terang bapak dua anak ini. Dalam pelaksanaan penelitian, Widjanarko selalu melibatkan mahasiswanya. Menurutnya, mahasiswa harus dilibatkan dalam proses penelitian, agar maereka punya pengalaman yang nantinya bisa untuk bekal membuat skripsi atau PKM. Di Fakultas Psikologi UMK, mahasiswa juga sudah dilibatkan dalam penelitian dan pengabdian masyarakat, tambahnya. Selain melibatkan mahasiswanya, Widjanarko juga melibatkan warga sekitar Muria, objek utama penelitiannya. Dengan harapan me numbuhkan kecintaan pada lingkungan dapat dimiliki warga, sehingga kelestarian gunung muria akan terjamin. Meskipun sibuk melakukan penelitian, Widjanarko tidak pernah melupakan kewa-

jiban utamanya untuk mengajar. Widjanarko mengaku tidak ada kendala untuk membagi waktu antara menjadi dosen UMK dan sebagai peneliti sekaligus penggagas MRC. Malah keduanya saling mendukung. Karena bila ada kritik yang tidak bisa dijalankan di UMK, maka bisa dilakukan di MRC. “Penelitian di MRC memperkaya pengalaman penelitian saya dan menambah ilmu untuk mengajar psikologi lingkungan,” ujar Widjanarko. Untuk menyeimbangkan peran dosen di dalam dan di luar kampus, Widjanarko mengajak teman-teman dosen di UMK untuk melakukan penelitian juga pengabdian masyarakat. “Dosen harus melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, karena dengan melakukan penelitian, secara tidak langsung akan memperkaya bacaan dosen tersebut,” tambahnya saat ditemui diruang kerjanya. Menurut Widjanarko kemauan merupakan kunci utama bagi diri kita untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Tanpa ada kepedulian dari diri kita, tidak akan terwujud lingkungan yang terjaga. Dapat kita mulai dengan kecintaan lingkungan dari hal terkecil yang dapat kita lakukan. Lingkungan yang dekat dengan diri kita dapat kita lakukan terlebih dahulu, selanjutnya mulailah kepedulian kita terhadap daerah-daerah yang butuh perhatian lebih. Misalnya daerah rawan bencana.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

29


S

u d u t

K

a m p u s

Mahasiswa Jangan Kuliah Pulang

P

engembangan kreativitas mahasiswa merupakan hal yang mutlak dilakukan setiap perguruan tinggi di Indonesia, agar bangsa ini memiliki generasi penerus yang bisa dihandalkan. Namun, untuk mewujudkan semua itu tidak lah semudah membalik telapak tangan, dibutuhkan proses yang panjang dan ketelatenan. Untuk itu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), setiap tahunnya mengadakan lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), yang diikuti mahasiswa dari perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS)diseluruh Indonesia. Program yang dirancang khusus untuk menyaring ide-ide kreatif dan inovatif mahasiswa, sehingga proposal yang masuk dapat diseleksi dan dinyatakan lolos dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas). Tahun ini Universitas Muria Kudus (UMK) berhasil mengirim satu delegasi untuk maju dan mewakili UMK di ajang satu tahunan tersebut. Sebenarnya UMK berhasil meloloskan sembilan wakilnya pada tahap seleksi administrasi dan sudah di danai oleh Dikti. Namun, hanya satu PKM yang maju ke Pimnas yang berlangsung di Makassar (18-23/7). PKM milik Muh Syamsul Arifin dan kawan-kawan yang berjudul “Mengembangkan Gergaji Andang dengan Penga turan Kecepatan Motorlistrik Sebagai Alat Produksi Monel” yang pada akhirnya bisa bersaing di PIMNAS. Samsul dan kawan-kawan mengembangkan gergaji andang, sebuah alat yang digunakan untuk membuat kerajinan monel sehingga dapat menjadi accesoris yang bernilai seni tinggi. Di kalangan pengrajin monel, gergaji andang sudah tidak

30

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

asing lagi dalam hal pembuatan monel, namun yang menarik adalah modifikasi gergaji tersebut dengan menambahkan pengatur kecepatan motor listrik, sehingga pembuatan kerajinan monel bisa lebih efektif, cepat dan lebih modern. “Mestinya para pengrain bisa memproduksi monel lebih banyak dari biasanya bila menggunakan perangkat tambahan tersebut, dibandingkan dengan gergaji andang yang tidak menggunkan motor listrik,” ujar samsul. Samsul menjelaskan, alat pengukur kecepatan atau disebut pula saklar automagnetik pada mesin gergaji andang, dipergunakan untuk menyesuaikan menggunakan mesin gergaji andang, dengan ketebalan dan kerumitan motif. “Dapat pula meminimalisasi putusnya mata gergaji yang sering terjadi ketika tidak menggunakan alat pengukur kecepatan,” jelas pria mungil ini. Ide membuat PKM awalnya hanyalah sekadar iseng bersama kedua temannya. Namun, dari keisengan tersebut menghantarkan mereka maju ke PIMNAS untuk mewakili UMK. “Walaupun sudah kuliah, kita jangan hanya ikut kuliah terus pulang. Jika ada media diluar untuk mengembangkan diri, diikuti saja. Belum tentu setelah kita lulus akan ada kesemaptan seperti ini lagi,” ujar pria semester lima ini. Dia berharap di tahun berikutnya lebih banyak lagi mahasiswa UMK yang membuat penelitian, tidak hanya mereka yang mendapatkan beasiswa saja yang membuat sebuah penelitian. “Agar nantinya tercipta generasi penerus yang kreatif, inovatif yang sekaligus dapat memperkenalkan dan mempromosikan UMK dikancah nasional,” imbuhnya. (Mukhlisin/Peka)


S

u d u t

K

a m p u s

Belajar Bahasa Inggris dengan Si Kancil

M

asa kanak-kanak merupakan masa yang peka. Dimana anak sebagai aset negara lebih mudah mempelajari bahasa inggris dibanding masa-masa yang lain. Hal tersebut menjadi alasan diselenggarakannya Teaching English to Young Learner (TEYLIN) oleh Program pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Muria Kudus (UMK), Selasa (19/7). Seminar yang bertaju­k Re­vitaling the Practice of Te a c h i n g Eng­lish to You­ng LearnWENI/PEKA ers in Indo­ nesia. “Seminar tersebut merupakan yang pertama diselenggarakan tahun ini dan merupakan wujud tindak lanjut dari para dosen PBI

yang biasanya hanya sebagai peserta, “terang Much Syafi’i, ketua panitia. Seminar paralel menghadirkan pembicara dari Itje Khotijah MA. Bertubitubi pertanyaan sekitar pelajar pemula bahasa inggris terlontar dari mulut wanita yang bergerak dibidang English Language Teaching (ELT) dan Education Consultant ini kepada para peserta. Suasana di gedung rektorat lantai empat itupun semakin ricuh dibuatnya. Pendidikan Untuk Anak Suasana berbeda di ruang 3C gedung orange UMK. Cerita legendaris Si Kancil berhasil disulap Oikurema Purwati menjadi bahan pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak-anak dalam membangun karakter generasi penerus bangsa. Menurut Oikurema anak-anak

perlu diajarkan bagaimana belajar membangun karakter sejak dini. Seiring dengan banyak ditemukannya kenakalan remaja di sekitar kita. Sehingga “Local Literature ‘Si kancil’ (The Mouse Deer) for Young English Learners to Build Good Character(s)” dipilih oleh kepala jurusan di Universitas Negeri Surabaya sebagai judul dalam presentasinya di TEYLIN. Wanita yang akrab disapa Pungki menuturkan bahwa karakter yang baik itu terdiri dari pengetahuan akan sesuatu hal yang baik, kemauan untuk menjadi baik, dan melakukan yang hal-hal baik. “Dari cerita tentang si kancil bukan kelicikan kancil yang akan kita ikuti. Namun, kita mengarahkan kepada siswa dengan mengajukan pertanyaan seputar sudah benarkah apa yang dilakukan kancil dan bagaimana seharusnya. T ujuannya adalah untuk mengubah perilaku.,” tambahnya. (Sri/Peka)

Pimpin dengan Kolektifitas

A

rif Choirul Amir, Mahasiswa Semester 7 Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus (UMK) terpilih sebagai presiden Badan Eksekutif � Mahasiswa (BEM) 2011. ������������������� Pemilihan ������������� dilaksanakan pada������������������������� ������������������������ Senin-Selasa (22-23/08)� di Balai ��������������������������������� Desa Margorejo Dawe Kudus. Arif dalam visi misinya akan membentuk kepengurusan BEM UMK yang solid. Kepengurusan diupayakan ����������� mengakomodasi seluruh wakil dari ��� semua perwakilan BEM ����������������� yang terdapat di UMK. Selain itu������������������������ , ���������������������� Arif ����������������� juga menyatakan keinginannya untuk ���������������������� membentuk kader yang ulet dan berintelektual tinggi. Menurut Arif selama ini BEM UMK yang sudah berjalan cenderung centeris.

Artinya presiden adalah satu-satunya pemegang kekuasaan. “Kalau presidennya ga jalan, BEM UMK juga ga jalan. Itu yang terjadi sebelumnya, “ terang Arif. Di pengurusannya ini, Arif berencana mengubah hal tersebut. Lelaki kelahiran 1989 ini berencana membuat BEM UMK itu milik bersama. “Kita kan satu, jadi anggota BEM UMK juga harus berfikir bagaimana menjalankan kepengurusan BEM UMK agar berjalan dengan lancar, “tambahnya. Disinggung tentang Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UMK, Arif berpendapat bahwa setiap UKM merupakan warna tersendiri. “Mahasiswa bisa memilih mana yang dia suka di UKM

sesuai dengan bakat dan minat mahasiswanya, “terang Arif. Pergerakan mahasiswa di lingkungan UMK juga dinilai Arif sudah baik. Ini terbukti dengan aktifitas UKM yang mempunyai nilai kritis yang tinggi. “Mahasiswa UMK bisa membuat kegiatasn penalaran yang baik, “ kata Arif. Namun Arif menyayangkan komunikasi antara organisasi mahasiswa dengan rektorat yang kurang. Dia berharap nantinya ada sarana yang bisa menghubungkan antara mahasiswa dengan pihak rektorat. “Biar tidak ada masalah, mahasiswa dan pihak rektorat harus bisa berkomunikasi dengan baik,” harapnya. (Harun/Peka)

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

31


S

u d u t

K

a m p u s

FOTO: TAUFIQ/PEKA

WASPADA: Bahaya politik uang, Endang (Tengah) sadarkan mahasiswa UMK melalui materinya.

Politik Uang Ancam Demokrasi

P

olitik uang menjadi penyebab terbesar pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) diulang. Penyelenggaraan pemilukada tahun 2010 mencapai 224 daerah. 25 pemohon dari 229 gugatan telah dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). 14 dari 25 gugatan yang dikabulkan penyebabnya adalah praktik politik uang. Endang Sulastri, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat menyampaikan permasalahan itu di hadapan peserta seminar nasional program Magister Ilmu Hukum Universitas Muria Kudus (UMK). Acara yang bertemakan Menuju Pemilihan Kepala Daerah yang Bersih dan Demokratis berlangsung pada hari sabtu (16/7). Acara yang bertempat di gedung rektorat ruang seminar lantai 4 diadakan oleh mahasiswa program magister Ilmu Hukum UMK. Endang sulastri memaparkan politik uang adalah sumbangan uang dalam jumlah banyak ke suatu partai politik atau calon presiden atau calon kepala daerah untuk melindungi kepentingan bisnis sang donatur dengan mempengaruhi tindakan atau kebijakan pemerintah jika calon presiden atau kepala daerah yang disumbangnya menjadi penguasa pucuk 32

pimpinan jabatan publik. Dia juga menambahkan politik uang sangat berbahaya terhadap demokrasi. Sebab dapat merampas hak seseorang untuk menjadi pemimpin.”Bahaya politik uang adalah berkurangnya kesempatan seseorang yang tidak memiliki uang tetapi potensial,”jelasnya. Selain itu politik uang juga dapat menghambat pemerintahan yang bersih dan pro rakyat. Kebijakan yang diambil diarahkan demi kepentingan pribadi untuk mengembalikan modalnya. Berbagai upaya telah dilakukan KPU untuk meminimalkan politik uang. Setiap partai politik atau calon Presiden dan calon kepala daerah wajib melaporkan rekening sumbanganya ke KPU. Lalu KPU akan melakukan audit terhadap dana kampanye. “Partai politik, calon presiden maupun calon kepala daerah wajib melaporkan rekening yang menerima sumbangan,”paparnya. Namun kendala yang dihadapi adalah sering kali para peserta pemilu tidak berlaku jujur. Rekening yang didaftarkan hanya satu saja. Padahal jumlah rekening penerima sumbangan lebih dari satu. Dalam penegakan hukum KPU juga memperoleh hambatan. Diantaranya sulitnya menemukan bukti dalam praktik

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

politik uang. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi penyumbang yang melebihi batas maksimal. Serta tidak adanya pengadilan khusus pemilu yang dapat menyelesaikan perkara politik uang dalam waktu yang singkat. “KPU dapat membatalkan pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang, namun harus mendasarkan diri pada putusan pengadilan yang berkekuatan tetap,” ujarnya. Dia menambahkan politik uang mengingkari cita–cita etis masyarakat untuk membentuk, mengembangkan, dan mengelola pemerintahan yang demokratis. Sehingga berbagai pihak harus ikut serta dalam memutus budaya politik uang.“Terima saja uangnya tetapi jangan dipilih, sebab politik uang pasti akan membawa dampak buruk dimasa depan,” jelasnya. Dia juga memaparkan ada tiga hal penting untuk mengurangi politik uang. Pertama, perbaikan instrumen hukum pemilu. Kedua, strategi dan kerjasama pemantau, baik oleh LSM, organisasi mahasiswa, dan media massa harus diefektifkan. Ketiga, pendidikan politik terhadap masyarakat juga harus gencar dilakukan. (Taufiq/Peka)


S

u d u t

K

a m p u s

Jual Beli Saham, Mengapa Tidak?

U

niversitas Muria Kudus (UMK) telah mendirikan Pojok Bursa Efek Indonesia (BEI). Pendirian ini merupakan kerjasama antara tiga instuisi yakni PT. BEI, IPOT dan UMK, menawarkan cara lain untuk berinvestasi yakni jual beli saham. Jual beli saham , menurut Dwi Sugiarto salah seorang dosen Fakultas Ekonomi UMK, adalah usaha perdagangan yang cukup meng­untungkan.”Jual beli saham memiliki potensi yang layak dilirik apalagi dengan menguatnya nilai Rupiah,” jelasnya. Sasaran Pojok BEI bukan hanya ditujukan kepada masyarakat umum tetapi juga ditujukan untuk mahasiswa UMK sendiri. “Untuk investasi saham di Pojok BEI ini masyarakat dapat mendepositkan uang minimal lima juta dan untuk mahasiswa minimal dua juta Rupiah,” terang Dwi. Masyarakat tidak perlu merasa keberatan akan nilai nominal yang disyaratkan untuk didepositkan di Pojok BEI. “Karena uang yang didepositkan bukan hanya dari perorangan saja tetapi boleh diperoleh dari hasil patungan ,” tambahnya. Dalam BEI kurang lebih terdapat sepuluh kategori perusahaan yang memperjualkan sahamnya antara lain perusahaan manufaktur, plastik, makanan dan minuman, jasa dan hotel. ”Datadata berbagai perusahaan dapat dilihat secara terbuka sehingga memudahkan kita dalam memilih perusahaan yang diinginkan,” terang Dwi. Jual beli saham memang sudah tidak terdengar asing lagi dikalangan masyarakat maupun di kalangan mahasiswa. Namun, sebagian besar dari mereka masih awam pengetahuannya akan bagaimana cara mengelola usaha tersebut. Hal ini dapat diketahui dari minimnya masyarakat dan mahasiswa yang bergelut dalam jual beli saham. Dwi juga menjelaskan sebagian dari masyarakat dan mahasiswa dengan “setengah hati” meyakini akan keuntungan yang diperoleh. Bahkan sebelum mencoba banyak dari mereka yang takut akan kegagalan usaha tersebut dengan

berbagai macam pertimbangan. “Hal ini karena permasalahan krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Eropa, tsunami di Jepang, sampai permasalan politik Indonesia sendiri,” terangnya. “Investasi seperti jual beli saham memang memiliki ikatan perekonomian secara global.Namun, hal itu seharusnya bukanlah hal yang dapat menghambat seseorang untuk investasi saham,” terang dosen yang mempunyai andil dalam pendirian BEI. Sebelum terjun masyarakat dan mahasiswa akan dibekali pengetahuan akan jual beli saham. Seperti bagaimana cara bertransaksi jual beli saham dalam BEI, mengelola keuntungan, memprediksi

keuntungan, mempelajari data perusahaan, kebijakan perusahaan dan juga mempelajari isu-isu ekonomi dunia. “Pembekalan pengetahuan akan jual beli saham dilakukan selama enam bulan yang juga dipandu oleh staf dari IPOT secara gratis,” tambahnya. Dwi yakin Investasi saham melalui Pojok BEI UMK diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dan menggali potensi enterpreneur di kalangan mahasiswa. “Kesuksesan akan di dapat mahasiswa melalui investasi saham untuk jangka pendek maupun jangka panjang,” terang Dwi. (Weni Rahmawati/Peka)

WENI/PEKA

Gagah: Petunjuk pojok BEI Universitas Muria Kudus tegak berdiri di depan gedung ekonomi.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

33


S

u d u t

M

K

a m p u s

Pengobatan Gratis KRS UMK

eringankan penderitaan manusia apapun sebabnya tanpa membedakan golongan, bangsa, agama maupun kepercayaan menjadi selokan alah satu tujuan dari UKM KSR– PMI ( Unit Kegiatan Mahasiswa Korps Sukarela-Palang Merah Indonesia). Dengan semangat perjuangan Pada Rabu (27/7/2011) UKM KSR-PMI Unit Universitas Muria Kudus melakukan pengobatan gratis di Desa Tempur Kecamatan Keling Kabupaten Jepara. Mengenai lokasinya, Zulkifli Zaenudin Fahmi menjelaskan bahwa sebenarnya rencana awal dari Bakti Sosial ini adalah bertempat di Desa Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. “Tapi karena saya merasa masih punya hutang dengan warga Tempur, jadi saya putuskan di pindah di Tempur”, jelasnya. “Sebetulnya acara ini sudah direncanakan akan diadakan di tahun kemarin, tapi baru direalisasikan tahun sekarang

disebabkan oleh kendala dana dan obatobatan. Dengan kata lain, kegiatan Bakti Sosial yang diadakan di desa Tempur ini adalah sebagai pelunasan hutang pada masyarakat Tempur yang pada tahun lalu belum jadi, “ terang Fahmi. Kegiatan pengobatan gratis dimulai kurang lebih jam 1 siang bertempat di TPQ Rudlotul Murottilin Desa Tempur. “Siang itu sebagian warga desa datang untuk berobat mulai dari anak-anak, remaja sampai bapak-bapak berbonduung-bondong untuk ikut dalam acara, “ Tambah Fahmi. Salah satunya adalah Sunoto (40), salah seorang warga Rt 01 Rw 05 desa tempur, yang datang berobat karena sakit batuk. Sunoto mengaku senang dengan adanya kegiatan seperti ini. “Orang sini senang semua dengan kegiatan ini, nanti sore pasti tambah banyak karena warga sini kalau siang biasanya belum pada pulang,” ungkapnya. Kegiatan tersebut berlangsung sam-

pai jam 17.00. Selanjutnya pengobatan dipindah dirumah Sudarto. Terlihat jumlah pasien yang datang sore itu begitu banyak sampai-sampai ruang yang dipakai tidak mampu menampung seluruhnya. “Bahkan beberapa pasien ada yang rela mengantri diluar luar ruangan. Sehingga mengharuskan pindah lokasi di rumah depan rumah sebelumnya. Pengobatan ini selesai sampai jam 10 malam,” tambah fahmi. Jumlah pasien yang datang mulai siang sampai malam kurang lebih mencapai 120 pasien. Menurut dr. Iwan Setiawan, dokter yang menangani pengobatan tersebut, penyakit/keluhan pasien sebagian besar dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat tersebut yang sering mengkonsumsi kopi. Dia Mencontohkan seperti sakit maag, hipertensi dsb. Karena rata-rata penduduknya memang berprofesi sebagai petani kopi. (Hanif/Peka)

Workshop Untuk Bekal Dunia Kerja

K

etatnya persaingan kerja menuntut kita untuk peka terhadap masalah yang terjadi di lingkungan sekitar. Kita juga harus pandai mengolah masalah untuk dijadikan sebagai peluang kerja. Dalam rangka menambah pengetahuan dan pengalaman kepada Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi (HMJ SI) mengadakan workshop SMS Gateway pada Senin (25/7). Workshop ini mengambil tema “Membuat Desain Web Berbasis SMS Gateway”. Begitulah pernyataan Ahmad Hilmy Aditya selaku ketua panitia workshop. “Acara ini bertujuan memberikan kete rampilan kepada peserta workshop untuk membuat desain web yang berbasis SMS Gateway” imbuhnya. Sedangkan menurut Setyorini ketua HMJ SI, keterampilan dalam membuat SMS Gateway bisa dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja. “Misalkan untuk mengetahui nilai UAS kita tidak perlu ke kampus untuk melihat pengumuman, dengan SMS Gateway kita dapat melihatnya melalui SMS saja” jelasnya. Peserta workshop begitu antusias mengikuti acara ini. Terlihat dari keseriusan mereka dalam memperhatikan dan mempraktekkan instruksi-instruksi dari narasumber. Workshop diisi oleh Danang Heri Wibisono, S.Kom, yang pernah meraih juara I lomba IT yang diselenggarakan oleh Telkom. Fahrur Rochim salah satu peserta workshop mengatakan 34

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

berhasil mendapatkan keterampilan dari pelatihan ini. “Saya berhasil membuat SMS Gateway” ungkapnya. Di akhir wawancara Hilmy berharap peserta dapat mengaplikasikan keterampilan yang telah diperoleh dalam dunia kerja. “Pelatihan ini tidak hanya sebatas teori, peserta harus bisa mengaplikasikannya setelah pulang dari sini karena inovasi yang dibutuhkan untuk menjadikan pelatihan ini benar-benar bermanfaat,” tambahnya. (Elsya dan Nurus/Peka)

ELSYA/PEKA PEMATERI: Sampaikan materi desain web berbasis sms gateway.


B

a h a s a

Bahasa Indonesia dan Chairil Anwar Oleh: Mohammad Kanzunnudin

B

ahasa telah banyak dikemukakan oleh para pakar linguistik. Berpijak pada berbagai pendapat para pakar dapat disimpulkan bahasa adalah sistem lambang bunyi berifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang bermakna dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh anggota masyarakat pemakai bahasa. Batasan tersebut menunjukkan bahwa bahasa itu dihasilkan oleh kesepakatan masyarakat. Begitu juga bahasa Indonesia, bahasa yang dihasilkan dari kesepakatan masyarakat Indonesia untuk menunjukkan eksistensi bangsa dan ke-indonesia-an. Kesepakatan yang sudah melalui pergulatan berbagai aspek, seperti budaya, sosial, dan politik. Misalnya terjadi pergulatan mengapa yang menjadi bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu bukan bahasa Jawa, Madura, Sunda yang memiliki penutur asli lebih banyak? Hal ini didasari pertimbangan sebagai berikut. Pertama, bahasa melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan) selama berabad-abad di seluruh kawasan tanah air (nusantara). Kenyataan ini tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, Madura, ataupun bahasa daerah lainnya. Kedua, bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana dan mudah pelajari, tidak mengenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa dan Bali, tidak mengenal perbedaan pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Jawa dan Sunda. Ketiga, psikologis, suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan manfaatnya dan keikhlasan mengabaikan se-

Pribadi

Kanzunuddin

mangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan. Keempat, kesanggupan bahasa Melayu dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti luas. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa Indonesia dapat untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas. Adapun dalam perjalanan sejarah, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda yang merupakan semangat juang bersama-sama dalam memperoleh kemerdekaan dalam satu ikatan: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa (bahasa Indonesia). Hal ini meunjukkan bahwa bahasa Indonesia merupakan kesepakatan nasional untuk mengikat dan mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri berbagai suku dan memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) sendiri-sendiri. Bahasa Indonesia dalam sejarah kemerdekaan, tidak hanya menjadi bahasa nasional, tetapi sekaligus berkedudukan

sebagai bahasa negara yang tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Dijelaskan bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, memiliki fungsi sebagai (1) bahasa resmi negara; (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Amanah UUD 1945 terhadap eksistensi, fungsi, dan perkembangan bahasa Indonesia tersebut sangat mulia. Akan tetapi, kenyataan sekarang menjadi sangat berbeda. Terutama munculnya sekolah-sekolah RSBI atau SBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau Sekolah Bertaraf Internasional), bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia. Pemerintah berdalih bahwa pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah RSBI, karena sekolah bertaraf internasional harus menggunakan bahasa internasional, yakni bahasa Inggris. Terungkap juga alasan lain yang dicetuskan oleh pemerintah, yakni selama ini bahasa Inggris siswa-siswa lemah, karena tidak menggunakan pengantar bahasa Inggris didalam memberikan pelajaran di sekolah. Oleh sebab itu, satu-satunya cara agar siswa RSBI (SBI) lancar berbahasa Inggris (bahasa internasional), maka bahasa pengantarnya bahasa Inggris. Jelas hal itu mengingkari amanah UUD 1945. Namun celakanya hal tersebut justru merupakan kebijakan pemerintah sebagai pihak pelaksana amanat UUD 1945. Pemerintah yang seharusnya menjaga nilai-nilai luhur bangsa, tetapi justru nilai-nilai luhur dibuat

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

35


B

a h a s a

kabur, dan akhirnya hancur. Pemerintah lupa bahwa bahasa Indonesia itu merupakan identitas dan kebanggaan bangsa Indonesia. Pemerintah lupa bahwa bahasa Indonesia merupakan salah satu landasan karakter (kepribadian) bangsa Indonesia. Pengahancuran indentitas bangsa Indonesia berupa bahasa Indonesia mulai nyata, yakni nilai ujian nasional (UN) bahasa Indonesia secara keseluruhan tingkat SMA tahun ini menurun (rendah) jika dibandingkan dengan nilai bahasa Inggris. Hal ini merupakan tekanan yang sangat berbahaya ditinjau dari sisi eksistensi berbangsa dan bernegara. Mengapa? Karena suatu bangsa secara sadar telah mengebiri identitasnya sendiri. Penulis setuju bahwa di era persaingan pangsa kerja internasional, siswasiswa harus dibekali dengan bahasa internasional atau bahasa Inggris. Namun caranya tidak dengan mengebiri bahasa nasional dan bahasa negara sendiri yang merupakan identitas dan karakter bangsa. Banyak cara yang bisa diterapkan. Misalnya menambah waktu belajar, memperbanyak pratik berbahasa Inggris baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan bimbingan guru bahasa Inggris baik secara lisan maupun tulis. Adapun dalam kehidupan seharihari juga sering terjadi pemakaian bahasa Indonesia seenaknya, yakni menyalahi kaidah dan konteks. Bahkan hal itu sudah menjadi Pekat (penyakit masyarakat) secara umum. Misalnya spanduk-spanduk yang dipasang di tempat-tempat umum untuk mempublikasikan suatu informasi, masih banyak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kita sebagai bangsa Indonesia seperti cuek atau semau gue dalam pemakaian bahasa sendiri, yakni bahasa Indonesia. Hal itu seperti suatu yang sepele. Akan tetapi, kalau kita cermati secara saksama hal itu berkaitan dengan karakter bangsa kita, yakni kita sebagai orang (bangsa) yang tidak bertangung jawab. Atau kita sebagai bangsa yang miliki watak yang lemah didalam memperjuangkan nilainilai kebenaran. Kita sebagai bangsa yang memiliki karakter lemah didalam mempertahan identitas diri.

36

Bahkan menurut guru besar dan kriBahasa sebagai Pribadi tikus sastra dari Belanda, A. Teeuw Berkaitan dengan pendidikan ka- (1980:207-208) mengungkapkan puirakter yang saat ini dicanangkan oleh si-puisi Chairil Anwar mematangkan Pemerintah Indonesia, bahasa merupa- bahasa Indonesia yang belum matang kan pribadi sesorang atau suatu bangsa dan belum cukup digerakkan. Melatertentu. Bahasa Indonesia merupakan lui karya (puisi-puisi) Chairil Anwar pribadi (kepribadian) bangsa Indonesia. bahasa Indonesia jadi terangkat. BaDalam konteks inilah penulis teringat hasa Indonesia merupakan bahasa yang sosok penyair kelahiran 26 Juli 1922 lengkap untuk mengekspresikan karya. di medan dan meninggal 28 April 1949 Begitu juga, bahasa Indonesia tidak di Jakarta, yakni Chairil Anwar (CA). hanya sebagai alat perhubungan pada Seorang penyair yang dikenal sebagai tingkat kehidupan sehari-hari, lapangan pelopor Angkatan 45 di kancah dunia politik dan pemerintahan; tetapi juga sastra (kebudayaan) Indonesia. Seorang untuk saling mengerti antara manusia penyair yang sebagian sajak-sajaknya pada tingkat yang tertinggi, yaitu untuk telah dikenal oleh siapapun puisi. Begitu juga tenaga yang pernah duduk di bangdan kehebatan hidup dapat ku kelas menengah. disalurkan melalui bahasa Pilihan kata-kata CA Indonesia sebagaimana bayang akrab, di telinga hasa-bahasa yang lainnya. masyarakat dikagumi oleh Mengungkap- Chairil Anwar memiliki WS Rendra. Rendra menankan puisi-puisi tanggung jawab yang luar daskan bahwa kemampuan didalam mengemChairil Anwar biasa CA menggunakan bahasa bangkan bahasa Indonesia. mematangkan yang sangat dekat dengan Figur, semangat, tangbahasa Indone- gung jawab, dan karakter bahasa percakapan seharihari di tengah masyarakat sia yang belum yang mawujudkan dalam kita yang suka bahasa basasikap dan karya seperti matang” basi dan ungkapan yang peyang ditunjukkan CA pernuh tata rias, ungkapan CA mengandung lu dihidupkan kembali. Sebagaimana obat kesegaran yang mendekatkan kita CA membangkitkan kembali semangat kepada aktualisasi kehidupan dan kristal juang Pangeran Diponego dalam sajak perenungan yang jernih dari batin dan berjudul “Diponegoro”:/Di depan sekapikiran sang penyair. li tuan menanti/Tak gentar. Lawan banPemakaian bahasa sehari-hari dalam yaknya seratus kali./Pedang di kanan, setiap karya CA, oleh Paus Sastra Indo- keris di kiri/Berselempang semangat nesia, H.B. Jassin, menyatakan bahwa yang tak bisa mati//…./MAJU//Bagimu CA telah mengangkat derajat dan mar- Negeri/Menyediakan api./ tabat bahasa Indonesia. Karena bagi Kita perlu kontemplasi dan instropekCA bahasa Indonesia merupakan ba- si, peran apa yang telah kita mainkan dihasa yang dapat untuk mengungkapkan dalam mengembangkan bahasa Indonesegala bentuk ekspresi, pikiran, dan sia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa naperasaan. Bahasa sehari-hari yang digu- sional dan bahasa negara yang sekaligus nakan CA dalam setiap karyanya telah sebagai identitas bangsa Indonesia. Janmemberikan inspirasi perjuangan ke- gan justru sebaliknya, kita sendiri yang merdekaan seperti sajak “Diponegoro”: merusak dan menghancurkan harga diri /Di masa pembangunan ini/tuan hidup dan identitas diri. Sungguh suatu bangsa kembali//Dan bara kagum menjadi yang teramat malang jika mengebiri api//; dan “Krawang-Bekasi”:/Kami martabat (harga diri) dan identitas diri sudah beri kami punya jiwa/Kerja be- sendiri, yakni bahasa Indonesia. lum selesai, belum bisa memperhitungkan/arti 4-5 ribu nyawa// …//Menjaga *Penulis adalah Dosen Program Bung Karno/menjaga Bung Hatta/men- Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar jaga Bung Sjahrir/. (PGSD) FKIP Universitas Muria Kudus

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


R

e s e n s i

Menuju Demokrasi Konstitusional Peresensi: Naili Sayyidatul Musfiroh Judul Demokrasi Konstitusional Penulis Adnan Buyung Nasution Penerbit Kompas Cetakan Pertama, Juli 2010 Tebal Xii + 218 halaman

I

ndonesia merupakan negara demokrasi. Dalam dua periode Orde Lama dan Orde baru jiwa demokrasi pasang surut. Demokrasi ditelikung sebuah kepentingan penguasa pada saat itu. Demokrasi bukanlah alat atau cara yang bisa dinomorduakan di bawah tujuan utama yaitu peningkatan dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Semakin demokrasi suatu bangsa semakin kokoh pula penghormatan kepada kemanusiaan atau kepada jaminan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan warga Negara. Buku ini menjelaskan buah pemikiran dan langkah-langkah yang dilakukan Adnan Buyung Nasution untuk mematangkan dan mewujudkan demokrasi konstitusional di Indonesia. ABN begitu sapaan Adnan, mengungkapkan keberanian seseorang dalam menjaga konstitusi sekarang dirasa kurang. Konstitusi Negara Indone-

sia bukan saja mengenai apa yang tertulis dan dirumuskan dalam pasal-pasal UUD 1945, melainkan juga aspirasi, nilai-nilai, dan norma-norma kehidupan bernegara dan berbangsa yang dicita-cita serta dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Disini ABN mengakui ada sejumlah tokoh yang berperan penting dan konsisten dalam menjaga demokrasi dan konstitusionalisme, yakni Mohammad Hatta, K.H Abdur Rahman Wahid (Gus Dur), dan Indonesianis, Daniel S. Lev Sejak berdirinya republik ini, Mohammad Hatta dan Moh. Yamin telah berusaha memperjuangkan jaminan perlindungan kebebasan perorangan dan agar dasar kehidupan diletakkan agar tegaknya konstitusionalisme di Indonesia. ABN berpendapat, sosok seperti Hatta salah seorang peletak dasar utama Negara Demokrasi Konstitusional. Baik dalam tataran konsep, pelembagaan maupun praktik pelaksanaannya. Hatta selangkah membawa Indonesia kearah Negara demokrasi konstitusional dengan terbitnya Maklumat X Oktober 1946, Maklumat Pemerintah 3 November 1946 tentang pendidikan partai-partai, manifesto politik tentang kemerdekaan ke dalam, kemerdekaan keluar, pembentukan kabinet parlementer, dan janji pemilihan umum. Hatta ketika itu sudah menyadari bahwa kekuasaan selalu menjadi masalah yang kronis. Di satu sisi negara memerlukan kekuasaan, di lain sisi kekuasaan tidak boleh tidak dibatasi. Ia menolak konsep negara integralistik, karena negara seperti itu memberikan peluang dan legitimasi terhadap kekuasaan yang mutlak pada pejabat negara. Oleh karena itu, Hatta cenderung memilih model negara pengurus, yang kekuasaannya dibatasi (power must be tamed) sejalan dengan demokrasi konstitusional. Dalam merealisasikan konstitusionalisme di Indonesia rupanya banyak tantangan yang menghadang. Buku karangan pengacara ini memperlihatkan adanya kalangan yang menginginkan konstitusi dikembalikan pada UUD 1945. Konstitusionalisme sebenarnya bukan berarti tunduk pada

ketentuan yang termuat dalam konstitusi. Konstitusionalisme bertujuan membatasi kekuasaan negara, agar ia tak berlaku sewenang-wenang. Sehingga kebebasan para warga dijamin oleh negara dan menjalani kehidupan secara bermartabat. Buku ini juga mengupas tentang ancaman yang menghantui demokrasi, rule of law, HAM, dan konstitusionalisme. Salah satunya praktek korupsi yang merajalela baik di pusat maupun di daerah. Ironisnya, kejahatan moral dilakukan para pejabat, birokrat, dan penegak hukum. Di luar lingkaran pemerintah, ada pihak yang ingin memaksakan cita-cita Negara integralistik untuk menemukan jalan kembali ke UUD 1945. Artinya, negara ini kembali ke negara integralistik Soepomo. Sementara kelompok fundamentalis juga berusaha memaksakan nilai-nilai yang mereka anut sebagai dasar negara. Jalan kekerasaan dirasa perlu bila menemui jalan buntu. Menariknya buku ini ketika menyinggung pula kondisi hukum dan pemerintahan di Indonesia. Tentang kerja aparat penegak hukum yang digambarkan berjalan sendiri-sendiri dan seakan tidak terjadi kerja sama yang baik antara polisi, jaksa dan hakim. ABN memaparkan begitu banyak masalah hukum yang kacau balau, pelik, dan menyita perhatian kita semua. Mulai masalah korupsi yang kunjung tuntas. Kasus Bank Century menyeret tokoh penting dalam pemerintahan, sampai kriminalisasi pejabat KPK yang melibatkan BibitChandra. Buku cukup menarik ini disertai album foto perjuangan Adnan Buyung dan aktivis lain yang bisa menjadi bukti perjuangannya selama ini. Perjuangan mewujudkan demokrasi konstitusional di Indonesia memang belum barakhir. ABN mencatat penegakan hukum di negeri ini seringkali tak sejalan dengan konstitusi yang sudah disepakati sebagai hukum dasar. Itu sebabnya sudah menjadi tugas kita bersama untuk mempertahankan dan menghidupkan cita-cita sebuah negara konstitusional bagi Indonesia.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

37


R

e s e n s i

Tanggungjawab Pemuda Peresensi: Taufiqur Rohman

R

eformasi disalah-artikan sebagai alat pembersih terhadap kotoran warisan kekuasaan sebelumnya. Bahkan, filosofi dan ideologi bangsa tak luput dari praktek otak atik otak. Sebut saja UUD 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali. Tema nasionalisme, politik perwakilan, musyawarah mufakat dan konsepsi gotong royong dianggap tradisional mengalami pereduksian nilai-nilai. Buku ini mengungkapkan kesalahan–kesalahan mendasar yang dilakukan pemerintah sekarang. Demokrasi pancasila justru mengarah pada praktik demokrasi liberal secara ekstrim. Akibatnya banyak kebijakan pemerintah justru menguntungkan para investor asing. Sementara rakyat hanya bisa gigit jari karena dikorbankan oleh negara. Indonesia harus kembali ke Pancasila dan UUD 45 (asli). Ideologi hasil dari histori bangsa itu jauh sebelum negeri ini bebas dari penjajahan. Kekuatanya pun telah dirasakan karena mampu mempersatukan dan memerdekakan negeri ini. Misi berat mengembalikan UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar negara diembankan kepada pemuda. Pembuka gerbang pintu reformasi 1998. Pemuda harus menuntaskan tujuan reformasi demi satu tujuan kemakmuran rakyat. Suatu cita–cita yang telah dituliskan dalam pembukaan UUD 45. Penulis menyebut pemuda di era reformasi adalah pemuda sebagai komoditi (hal xxviii). Pemuda lupa jika reformasi adalah tanggungjawabnya. Saat ini mereka menyibukkan diri dengan urusan individu dan terjebak pada rutinitas. Penulis menyebut pemuda di era reformasi adalah pemuda sebagai komoditi. Mentalnya disiapkan agar haus dengan harta dan jabatan. Sehingga mereka tersibukkan dalam berkompetisi untuk saling mengalahkan. Apa yang akan terjadi dengan negeri ini ke depan jika mental pemuda telah dirusak. Pasti tinggalah kita menunggu waktu negeri ini tergulung hancur oleh perilaku anak bangsanya sendiri. Pemimpin saat ini justru bangga mengadopsi sistem pemerintahan negara barat. Hasilnya yang berkembang di Indonesia adalah ilmu sosial yang lepas dari keadaan sosialnya, antara ilmu dan keadaan sosialnya tidak memiliki titik temu. Solusi yang dihasilkan malah justru menimbulkan benturan disana sini. Rakyat Indonesia justru menjadi babu di negeri sendiri. Pemerintah merelakan kekayaan negara yang dimiliki digondol dan dikeruk oleh investor asing. Pemimpin tunduk menghadapi kemauan pasar yang mengeksploitasi rakyat sebagai konsumen. Kegagalan lain pemerintahan saat ini adalah tidak mampu menegakkan hukum secara adil. Hukum sangat garang ter38

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

hadap rakyat biasa. Mbok Minah harus menerima hukuman 1,5 bulan hukuman percobaan akibat mencuri beberapa buah kakao. Berbanding terbalik dengan kasus bank Century yang terus ditutup–tutupi pemerintah dari publik. Buku ini juga mengungkapkan kegagalan yang telah berulang kali dialami oleh negara kapitalis. Krisis ekonomi yang dialami Eropa saat ini adalah kegagalan dari penyatuan ekonomi yang diiringi oleh kepentingan kapitalisme di benua Eropa. Kejatuhan ekonomi di salah satu negara memicu ambruknya ekonomi lainya (hal. 96). Utang obligasi yang besar memaksa satu membantu lainya. Krisis yang terjadi pada negara kapitalis terjadi pada tiga tingkatan yang bagian per-bagianya berkaitan dengan cara bekerjanya. Pertama, krisis over produksi. Dimana produksi barang dan jasa melebihi batas kebutuhan manusia untuk mendapatkanya. Kedua, krisis over akumulasi. Dimana kekayaan dunia tersentralisir ditangan segelintir orang di negara–negara maju sebagai hasil eksploitasi kekayaan rakyat dan negara–negara miskin selama beratus– ratus tahun. Ketiga, financial buble. Yaitu akumulasi likuiditas keuangan di Amerika Serikat (AS) menyebabkan pembesaran ekonomi kertas yang disebut ketidakseimbangan global. Bagi Indonesia belum ada kata terlambat untuk kembali menata negeri ini. Jalan satu–satunya adalah kembali ke UUD 45 dan Pancasila (asli) seperti yang pernah dilakukan oleh Soekarno pada tahun 1959. Keputusan itu berarti kembali pada demokrasi politik perwakilan, musyawarah dan mufakat. Kembali pada semangat gotong royong dan ikhlas tanpa mengharap imbalan untuk membangun negeri ini. Buku ini sangat cocok bagi para calon pemimpin di masa yang akan datang. Serta baik untuk dibaca segala umur. Tak terkecuali para pemimpin yang seenaknya sendiri membuat peraturan. Agar segera bertaubat dan kembali menepati janji­– ­janjinya ketika pemilu dan memihak rakyat. Sayangnya, pada bagian halaman belakang buku ini dimuat juga foto kerbau dalam aksi demo beberapa waktu yang lalu. Kerbau sibuya yang menuai kontroversi. Gambar tersebut bertentangan dengan ajaran Pancasila untuk tidak merendahkan dan melecehkan orang lain.

Judul: SBY Mundur Pertanggungjawaban Politik Pemuda Indonesia Penulis: Tim Penulis Petisi 28 Penerbit: Doekoen Coffee, Jakarta Tahun: Kedua, April 2011 Tebal: Xxxiv+124 halaman


R

e s e n s i

Bung Karno, Pancasila dan Syariat Islam

P

Peresensi: Onik Riana Sari

residen Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Repubik Indonesia 17 Agustus 1945 silam. Kebanyakan masyarakat mengenal Bung karno sebagai tokoh politik dan penggerak kemerdekaan Indonesia. Tak banyak yang mengetahui jika Bung karno yang bernama kecil Kusno Sosrodiharjo adalah sosok yang sangat taat pada syariat Islam. Dalam buku yang berjudul Pancasila 1 Juni dan Syariat islam ini penulis menjelaskan hubungan erat antara Bung Karno dengan Syariat Islam. Bung Karno lahir di Surabaya dari pasangan Raden Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa kecil, Soekarno tinggal dalam pengasuhan kakeknya di Tulung Agung, Jawa Timur. Sampai umur 14 tahun ia kembali ke Surabaya bersama Oemar Said Tjokroaminoto, teman ayahnya dan pendiri sekaligus pemimpin Syarekat Islam, ormas islam terbesar kala itu. Setelah menyandang gelar insinyur dari Technische Hogeschool (sekarang ITB). Soekarno mulai aktif dalam kegiatan politik dan mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia). Dengan perjuangan yang tak henti hingga ia memproklamirkan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Sebelum Proklamasi, pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaikan pidato yang mengusulkan lima dasar negara yang disebutnya sebagai Weltanschauung. Yang digali dari jati diri dan budaya bangsa Indonesia sendiri yaitu pertama nasionalisme atau kebangsaan Indonesia. Sila kedua tentang perikemanusiaan. Ketiga mufakat dan demokrasi. Keempat adalah kesejahteraan social. Kelima adalah ketuhanan yang maha esa. Walaupun sempat terjadi perubahan pada teks pancasila atas desakan dari golongan Islam yang dikenal dengan piagam Jakarta. Namun, akhirnya Pancasila kembali pada rumusan teks yang diusulkan oleh Bung karno. Rumusan teks tersebut kemudian diubah susunannya dan disahkan sebagai dasar negara serta dituangkan dalam UUD 1945. Soekarno memang lebih dikenal sebagai tokoh politik. Namun, sebenarnya Soekarno adalah sosok yang dekat dengan syari’at agama. Bahkan dalam perumusan Pancasila Soekarno pun merujuk pada syari’at Islam. Pada awalnya Bung karno merumuskan pancasila dengan sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila kelima. Jika dipandang dari sudut filsafat, Bung Karno telah menjadikan sila ketuhanan sebagai dasar pemikiran final clause, atau ultimate clause. Ini berarti bahwa Bung Karno menjadikan tuhan sebagai tujuan akhir dari segala amal perbuatan manusia. Penulis menjelaskan bahwa filosofi ini sejalan dengan filosofi Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Bahwa sebelum ia sampai menghadap Allah SWT, ia telah melakukan interaksi social di muka bumi. Yang berhadapan dengan masalah kemasyaraka-

tan yang tidak lain adalah bagian dari masalah kebangsaan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang bermakna kehidupan keagamaan bangsa Indonesia, bukan agama-agama itu sendiri. Dalam hal ini substansi sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah interaksi ritual dan social umat beragama yang notabene mereka adalah warga republik Indonesia. Dalam buku ini penulis juga menjelaskan spirit syari’ah yang terkandung dalam Pancasila. Penulis menyebutkan ada enam tujuan pokok syari’ah yang secara tersurat dan tersirat telah tertuang dalam pancasila. Keenam tujuan pokok itu adalah pertama adalah memelihara agama yang merupakan landasan fiqih ibadah, kedua memelihara jiwa dan akal yang merupakan landasan fiqih jinayah (hokum pidana). Ketiga memelihara keturunan yang menjadi landasan fiqih munakahat (hokum keluarga), keempat memelihara harta benda yang menjadi landaan fiqih mu’amalat (hokum ekonomi), kelima memelihara kesatuan jamaah merupakan landasan fiqih siyasah (hokum politik dan tata negara). Keenam adalah memelihara persatuan. Meskipun Soekarno kadang tidak sependapat dengan kajian fiqih Islam karena ia berpendapat kajian fiqih tidak mengikuti modernitas zaman. Namun, ia tetaplah sosok yang taat beribadah kepada tuhan. Penulis menggambarkan hal itu dalam penggalan kisah hidup sehari-hari seorang Soekarno. Dalam buku ini penulis juga mencantumkan beberapa teks pidato Bung Karno yang dapat menjadi tonggak semangat bagi masayarakat Indonesia. Teks pidato dalam buku ini disertai dengan kronologi penyampaian teks pidato tersebut sehingga benar-benar menggambarkan persatuan kala itu. Buku ini layak dibaca oleh kalangan pelajar, politisi, orang tua dan masyarakat umum. Harapanya, agar nilai nilai pancasila dan syari’at Islam bisa disemai kembali Judul Buku : Panca­sila 1 Juni dan Syari’at Islam Penulis : Prof. Dr. Hamka Haq, M.A. Penerbit : PMBOOKS Ce­ takan : Pertama, 2011 Tebal : xvi + 237 halaman

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

39


O

pi n i

Rapor Ganda UN Peresensi: Abdul Latief

H

ajatan tahunan dunia pendidikan Indonesia kembali Namun berbekal semangat tanpa modal belum cukup. Pemdigelar, bertajuk Ujian Nasional (UN). Sebagaimana baca tentu pernah mendengar pembukuan ganda bukan? Kaorang punya hajat, pernak pernik pendukung disiap- lau rapor ganda, adakah? Karena aturan harus dijalankan, dan kan. Panitia, menu hidangan, susunan acara hingga seksi ke- nilai yang terpampang di depan mata menggelisahkan, serta amanan disiapkan. Bak menyambut tamu VVIP, prosedur op- kemungkinan mengatur strategi mengerjakan unas sulit dierasional standart (POS) ditata sedemikian bagusnya. Secara lakukan, ada upaya membuat rapor ganda. hitam putih UN dijamin aman dari gangguan apapun. Setidaknya ada penggantian nilai rapor. Kegelisahan ini Formula kelulusan siswa bagaikan air hujan di musim ke- ternyata ditangkap pihak lain. Tidak ingin kecurangan UN marau. Namun apa yang terjadi berikutnya. Memperhatikan pindah motif, beberapa pihak mengusulkan penarikan rapor peraturan pemerintah dan melihat rapor siswa, formula ini ke tingkat atas. Dikumpulkan di dinas pendidikan atau di temjustru menggoda iman. Para guru, kepala pat tertentu. Bukan hanya dinas pendidikan sekolah harus menghela nafas panjang. Foryang urun rembug, dewan pendidikan dan mula kelulusan itu sedap dipandang namun para pemerhati pendidikan juga usul sama. tidak enak dimakan. Jika nilai anak dimasuLangkah pengamanan dokumen penilakkan, membuat sekolah kuatir. Bukan akan ian mulai rapor, legger atau buku induk menolong kelulusan, tetapi justru bisa memsebenarnya langkah efektif mencegah mabunuh nasib anak. nipulasi data. Termasuk proses ujian yang Sesuai KTSP, setiap sekolah punya kebimenjadi kewenangan sekolah. Pengawasan, jakan mengembangkan kurikulum termasuk koreksi silang penuh ataupun koreksi denperangkat evaluasi. Beracuan belajar tuntas gan komputer juga dapat menjadi antisipasi yang didasarkan pencapaian nilai terhadap kecurangan sejak dini. Namun, semua kemKKM, kebanyakan KKM untuk mata ujian bali kepada kemauan dan keberanian. Kenasional seperti Matematika, Bahasa Inggris besaran jiwa guru, kepala sekolah, kepala Pribadi dan IPA nilainya rendah. Tentunnya ini sudah dinas sampai kepala daerah melaksanakan didasarkan analisis unsur KKM yaitu komdan menerima hasil UN adalah kunci UN Abdul Latief pleksitas, daya dukung dan intake siswa. jujur dan berprestasi. Nilai rapor diperoleh melalui jalan terjal. Maka tidak heran jika menjelang Ujian Mulai penentuan KKM, pembelajaran, hingNasional 2010/2011 tidak lagi terdengar gĂĄ evaluasi beserta remedinya. Bahkan untuk sekolah yang penekanan fakta kejujuran, ikrar ataupun apel siap melakmerasa peserta didiknya bermodal kemampuan pas-pasaan, sanakan UN dengan jujur. Siap lulus dan siap gagal UN berKKM-nya pun dibuat rendah. Sesuai kondisi riil lapangan. semboyankan UN Fair Paly. Jadi mudah dijumpai nilai anak mepet dengan KKM. Nampaknya pelaksaan UN dengan kode soal berbeda diDisinilah permasalahnya. Berdasar hitungan dan simulasi, anggap cukup mewakili kejujuran UN. Mengapa tidak sekalbanyak anak yang jika nilainya digabung belum membantu ian 20 kode beda? Toh dengan teknologi hal ini tidak lagi kelulusan siswa. Formula kelulusan hanyalah benda mati menjadi kendala. yang tidak bisa menilai kompetensi anak yang dinyatakan Kebijakan UN tahun ini menjawab sebagian harapan bukan dalam bentuk angka. masyarakat. Namun Formula kelulusan bukan harga mati, Artinya sebaik apapun kompetensi anak di luar penila- ke depan model UN tetap harus dievaluasi secara kritis dan ian dalam rapor atau UN, tidak akan membantu kelulusan. jujur. UN 2011 ini harus menjadi momentum terbaik unIni salah satu kelemahan formula kelulusan itu. Lantas apa tuk evaluasi dan instrospeksi dunia pendidikan. Tidak perlu yang akan dilakukan dalam waktu sesingkat ini? Sekolah ha- mengkatrol nasib anak. Biarlah anak berjuang menentukan rus kerja ekstra. Memberi pelajaran tambahan, mengadakan nasibnya sendiri dan bangga dengan kemampuannya. Guru try out berulang kali, mempersiapkan mental spiritual dsb. dan sekolah perlu mengkontrol perkembangan belajar anak. Ibaratnya, siswa bagaikan bahan baku. Memberi bekal ilmu dan pesan moral yang benar. UN bukan Diolah sedemikian rupa agar siap menghadapi segala ke- ritual yang harus ditakuti. Sehingga menjalani UN dengan jumungkinan. Sementara keinginan Kemendiknas melaksana- jur dan benar bukan lagi sekedar jargon atau mimpi. kan UN secara jujur tetap menjadi jargon utama. Jujur dan berprestasi. Sebuah semangat membangun kader bangsa Abdul latief , Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Uniberkarakter mulia dan handal. versitas Muria Kudus 40

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


O

pi n i

Kesadaran Buang Sampah Oleh: Panji Suko Mulyanti*) ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari. Dari pengertian etika diatas berbanding terbalik dengan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Manusia diciptakan untuk memelihara dan memanfaatkan semua apa yang ada di bumi tetapi dengan cara yang baik tentunya. Tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang mau memelihara lingkungan terdekat, contohnya lingkungan rumah. Apabila lingkungan rumah kita bersih, terawat dan tidak ada sampah yang berserakan maka orang yang melihatnya pun akan merasa senang dan orang yang berkunjung kerumah kita pun akan merasa nyaman dan betah. Karena manusia mempunyai kewenangan dan kebebasan sering kali mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka. Alangkah senangnya hati kita kalau melihat lingkungan rumah kita bersih dan terhindar dari kotoran sampah. Tentunya kita ingin menjadikan alam kita menjadi bersih dan setiap orang pun sadar akan pentingnya memelihara lingkungan, maka sebaiknya kita mulai dari lingkungan keluarga kita. Generasi muda pun dari sekarang harus kita latih mulai dari usia dini dan ini pun tidak lepas dari lingkungan keluarga yang selalu mengajarkan kepada putra- putri mereka untuk membiasakan membuang sampah pada tempatnya. Selain dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dengan selalu mengingatkan pada siswa- siswi untuk membuang sampah pada tempatnya apabila kita berada jauh dari tempat sampah sebaiknya kita simpan dulu sampah yang akan kita buang tadi setelah kita berada dekat dengan tempat sampah barulah kita buang s­ampah. Sekarang kita renungkan, kalau banyak sampah yang berserakan disekitar kita apakah kita akan merasa nyaman? Apakah kita akan mempunyai tubuh yang sehat kalau kita berada dilingkungan yang kotor? Istimewa

S

ampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu Pribadi proses. Sampah memang Panji sering kita jumpai disetiap tempat. Sampah berdasarkan sifatnya adalah sampah organik dan sampah non organik. Sampah organik adalah sampah kering seperti sampah daun yang dapat di daur ulang, sedangkan sampah non organik adalah sampah yang tidak dapat di daur ulang. Kebersihanlingkungan.comze.com. Sering kita jumpai diberbagai tempat yang menyediakan 2 tong sampah, 1 untuk sampah organik dan 1 lagi sampah non organik. Tidak sedikit orang yang mau membuang sampah pada tempatnya. Hal yang demikian sepertinya sulit untuk dilakukan, selain mereka malas mencari tempat sampah yang tersedia sehingga mereka mau tidak mau membuang sampah secara sembarangan. Kita tentunya telah mengetahui dampak dari pembuangan sampah sembarangan, seperti contoh membuang sampah diselokan dan disungai mengakibatkan air tidak dapat mengalir sebagaimana mestinya dan itu menyebabkan banjir. Musibah yang sering terjadi di negara kita adalah bencana banjir, sebut saja kota Jakarta yang tiap tahunnya mengalami musibah banjir dan seperti kita lihat di TV banyak sungai yang meluap karena banyaknya sampah menumpuk. Yang mengherankan adalah kita semua sudah tahu akibatnya tetapi kenapa kita masih melakukannya? Membuang sampah secara sembarangan sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Sepertinya kita harus mengetahui apa itu etika atau kebiasaan yang sesungguhnya. Secara etimologis, etika berasal dari bahsa Yunani ethos yang berarti “adat istiadat� atau “kebiasaan�. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. (Etika Lingkungan, A. Sonny Keraf). Oleh karena itu, etika sering dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia. Atau, etika dipahami sebagai

*) Mahasiswa Fakultas Psikologi UMK semester V

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

41


W

a c a n a

El Comandante; KBK atau Ormawa Tingkat Fakultas Oleh: F. Kartika *)

Cogito Ergo Sum takuliah ini (PPL) sangat khas Keguruan Dalam rangka mendukung bidang I (aku berpikir maka aku ada) dan sangat meminta perlakuan khusus maka bidang III FKIP melakukan beRene Descartes pula. PPL kependekan dari Program Prak- berapa perubahan pada gaya kepem-

D

alam Politeia atau The Republic, Platon atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Plato– seorang filsuf Yunani, mensyaratkan tertibnya struktur dan administrasi pemerintah agar pemerintahan bisa berlangsung lancar dan menguntungkan rakyatnya. Struktur yang tertib menurut Platon adalah struktur yang benar-benar memperhatikan hirarki kekuasaan. Sebagaimana pola pemerintahan yang riil, dunia kemahasiswaan di UMK merupakan miniatur dari situasi politik riil di masyarakat. Harapan agar dunia kemahasiswaan di UMK juga bisa berbentuk lebih rapih dan tertib. Dalam hal administratif, perlu juga dipikirkan kembali susunan pengurus yang memakai istilah campur aduk, semisal pemakaian jabatan sekjend yang disandingkan dengan jabatan di atasnya; presiden. Demi efektifitas tupoksi (tugas pokok dan fungsi) jika dipaksakan maka seseorang yang semestinya menjabat sebagaisekjend sebaiknya dialihkan menjadiwakil presiden. Agak berbeda dengan masa sebelumnya, susunan pengurus BEM FKIP 2011/2012 ini diisi sepenuhnya oleh mahasiswa/i dari semester 3 dan maksimal 5. Perubahan ini mutlak diperlukan mengingat kondisi objektif di lingkungan fakultas juga mengalami pergeseran. Dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang condong ke KBK (kurikulum berbasis kompetensi), FKIP mengubah struktur sajian mata kuliahnya menjadi lebih efektif (dalam upayanya mencapai kompetensi yang dituju) dan efisien. Perubahan desain sajian tersebut salah satunya menyebabkan hadirnya matakuliah PPL pada semester ke-6. Ma-

42

tek Lapangan, maksudnya adalah setiap mahasiswa/i yang mengambil matakuliah ini akan ditempatkan di SMP, SMU, SMK, MTs dan atau MA selama tiga bulan. Tugas utama mereka adalah untuk melakukan praktek mengajar dan seringkali dijumpai beberapa sekolah menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap peserta PPL seperti sulitnya ijin keluar dari lingkungan sekolah di jam sekolah. Jika pada masa sebelumnya BEM fakultas diisi oleh mahasiswa/i dari semester 6, 8 bahkan 10 maka mulai tahun ajaran 2011 ini hanya mereka yang ada di semester 3 dan 5 yang bisa mengisi posisi sebagai pengurus BEM fakultas. Sementara semester 6 keatas dipersilakan untuk kembali fokus ke perkuliahan. Kabar baik dari perubahan ini tentunya adalah cepatnya proses kaderisasi di lingkungan ormawa FKIP. Di era Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini, segala macam pelaksanaan pembelajaran di institusi pendidikan formal mengalami perubahan yang sangat mendasar. Semua pelaksanaan pembelajaran harus didasarkan pada kemampuan akhir yang hendak dicapai. Hal ini tidaklah mudah, terutama di masa-masa awal perubahan. Setelah sekian lama doktrin pembelajaran adalah berkutat pada isi materi ajar maka kini digeser kepada capaian kemampuan. Posisi bidang III di era KBK adalah jelas. Mendukung bidang I. Tantangan besar sebenarnya ada pada tingkat fakultas baik bidang I-nya dan apalagi bidang III-nya. Pada tataran ini, masing-masing bidang harus mampu menerjemahkan KBK untuk konsumsi fakultas. Artinya; kemampuan akhir lulusan menjadi sangat vital untuk dicapai melalui berbagai proses pembelajaran.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

impinan ormawa fakultas dan sekaligus pada pilihan kegiatannya. Dalam Republik Platon, tulang punggung laju pemerintahan ada pada pihak yang bernama “guardian�. Dari namanya, guardian adalah penjaga nilai bangsa yang bekerja untuk negara. Para guardian adalah orang-orang yang terpilih secara fisik dan akademis yang secara terus menerus bertugas mewujudkan negara yang memakmurkan dan menyejahterakan warganya. Demikian juga pengurus BEM FKIP yang berposisi mirip dengan para guardian dalam Republik Platon, mereka mesti mampu menyebarkan nilai-nilai berkehidupan akademik di lingkungan FKIP. Para guardian BEM tersebut haruslah berisikan orang-orang yang tangguh yang mengemban misi mencerdaskan warga FKIP.Dan supaya mereka mampu melakukan hal tersebut, beberapa perubahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menjadi sangat mendesak dilaksanakan. Demikianlah perubahan yang dilakukan oleh FKIP bersama-sama dengan BEM FKIP sebagai wujud dukungan terhadap bidang I fakultas. Diharapkan dengan kegiatan-kegiatan tersebut dan ditambah dengan beberapa kegiatan kreatif lainnya maka penyakit mahasiswa/i seperti malas membaca buku teks, malas beradu argumentasi dengan bahasa yang baik, malas bertanya di kelas, menghindari duduk di bangku depan di tiap kelas serta pemuja nilai akan runtuh dan luruh tergerus budaya baru yang diterapkan baik oleh fakultas dan juga oleh BEMnya. Kepada pengurus BEM FKIP 2011/2012 diucapkan selamat melaksanakan tugas dengan tertib dan kreatif. *) Pembantu Dekan III FKIP UMK


W

a c a n a

Implementasi University Social Responsibility

Menuju Good University Governance Oleh: Dr. Suparnyo

U

ndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia eksternal di antaranya adalah pemerintah, universitas lainnya, Tahun 1945 menjamin setiap warga Negara untuk satuan pendidikan menengah, masyarakat sekitar, masyarakat mendapatkan pendidikan. Pemerintah mengusahakan luas dan lain-lain. dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan yang meninUniversitas sebagai perguruan tinggi mempunyai kewagkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam jiban yuridis, yang sekaligus harus dipertanggungjawabkan rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. (sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial) yaitu adanPenyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan melalui jalur ya kewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan formal, nonformal, dan informal pada setiap pengabdian masyarakat. Salah satu tangjenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan gung jawab sosial dari Universitas adalah formal adalah jalur pendidikan yang teruntuk ikut menyelesaikan permasalahan struktur dan berjenjang yang terdiri atas penmasyarakat dan bangsa, yaitu masalah ketdidikan dasar, pendidikan menengah, dan erbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi disDemikian juga Universitas Muria Kudus elenggarakan oleh suatu satuan pendidikan sebagai salah satu perguruan tinggi yang yang disebut dengan perguruan tinggi. berbentuk universitas di wilayah kabupaten Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, Kudus harus memperhatikan dan melakpoliteknik, sekolah tinggi, institut, atau unisanakan tanggung jawab sosial baik terhaversitas. Perguruan tinggi tersebut berkedap stakeholder internal maupun eksternal. wajiban menyelenggarakan pendidikan, Universitas Muria Kudus dalam menyepenelitian, dan pengabdian kepada masyarlenggarakan pendidikan tinggi telah melakakat. Konsekuensi dari adanya kewajiban sanakan USR terhadap stakeholder internal Pribadi perguruan tinggi ini adalah adanya tangmisalnya adalah kegiatan meningkatkan Dr. Suparnyo gung jawab. Tanggung jawab yang secara kualitas para tenaga pendidik, tenaga kependluas diemban oleh suatu perguruan tinggi idikan dan mahasiswa melalui beberapa even tersebut adalah adanya tanggung jawab sosial (social respon- pendidikan, workshop, seminar, pelatihan, diskusi dan lain-lain. sibility) yang dalam dimensi perguruan tinggi, khususnya Di samping itu pemenuhan gaji bagi pegawai yang mengikuti universitas maka tanggung jawab sosialnya disebut dengan kebijakan pemerintah, penyediaan sarana prasarana yang setanggung jawab sosial universitas (University Social Respon- lalu dikembangkan dan masih banyak kegiatan-kegiatan lain sibility/USR). Tanggung jawab sosial tersebut termasuk di juga merupakan wujud tanggung jawab sosial bagi stakeholder dalamnya adalah tanggung jawab secara yuridis atau tang- internal. gung jawab hukum. Tanggung jawab sosial yang bersifat eksternal juga dilakukan oleh Universitas Muria Kudus, seperti misalnya adanya University Social Responsibility kerjasama dan menjalin hubungan baik dengan berbagai perPerguruan tinggi diantaranya diselenggarakan melalui ben- guruan tinggi lain, menyelenggarakan pendidikan kepada tuk universitas, yang terdiri dari beberapa fakultas dan pro- masyarakat melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyargram studi. Universitas yang menyelenggarakan pendidikan akat, bakti sosial (seperti menyelenggarakan khitanan mastinggi selalu berhubungan dengan stakeholder, baik yang sal), jalan santai bersama masyarakat sekitar, dan lain-lain. bersifat internal maupun eksternal. Stakeholder internal dari universitas adalah yayasan, tenaga pendidik, tenaga kepend- Good University Culture idikan dan mahasiswa, sedangkan stakeholder yang bersifat Cultur sering diterjemahkan dengan budaya, yang menurut

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

43


W

a c a n a

Ashley Montagu dan Christopher Dawson sebagaimana dikutip Djokosantoso Moeljono (2005) diartikan sebagai cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu dari suatu bangsa (way of live). Istilah culture juga sering diterjemahkan dengan kebudayaan atau peradaban, atau budi, yang dalam bahasa Arab disebut akhlak. Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dengan dan dikembangkan dari nilai-nilai yang ada di dalam para warganya. Jadi, pembentukan budaya perguruan tinggi (universitas) yang baik menjadi kunci dari Good University Governance (GUG). Budaya perguruan tinggi adalah ramuan yang berpola topmiddle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap organisasi. Dalam konsep Good University Governance, pengertian “baik” tidak hanya berarti “baik“ an sich, melainkan “baik plus” dan “plus” nya adalah “kuat”. Budaya organisasi haruslah mampu menjadikan budaya organisasi (perguruan tinggi) itu dapat bekerja dalam organisasi yang bersangkutan. Budaya organisasi menurut Djokosantoso Moeljono adalah sistem-sistem nilai yang

44

diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Budaya yang kuat setidaknya adalah budaya yang mampu mengikat seluruh warganya, menjadi sistem perekat. Perguruan tinggi yang mengembangkan budayanya diharapkan mampu berperan sebagai pendorong pertumbuhan daya saing bangsa melalui pemanfaatan, pengembangan dan kreasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi ikut serta membentuk masyarakat yang demokratis dan bermoral tinggi, menjaga persatuan bangsa, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai kebenaran. Agar dapat menjalankan peran ini, perguruan tinggi harus memiliki organisasi yang sehat dan dikelola mengikuti prinsip-prinsip good governance. Organisasi yang sehat memungkinkan perguruan tinggi menjalankan kegiatannya sesuai visi dan misi yang ditetapkannya,

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

serta memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Organisasi perguruan tinggi yang sehat dapat dicapai melalui pemberian otonomi, sehingga adaptif dan responsif terhadap perubahan namun tetap akuntabel. Di dalam suatu organisasi perguruan tinggi yang sehat, kesadaran tentang penjaminan mutu akan terbentuk karena didorong oleh kebutuhan perguruan tinggi untuk tanggap terhadap tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Implementasi University Social Responsibility (USR) yang merupakan salah satu prinsip GUG dan merupakan perwujudan pengakuan budaya baik universitas (Good University Culture) dalam berinteraksi dengan stakeholder-nya akan mewujudkan universitas kebudayaan (culture university) yang ingin diwujudkan Universitas Muria Kudus. Budaya baik universitas yang dipakai sebagai pedoman bagi Universitas Muria Kudus dalam menyelenggarakan pendidikan akan menuju pada pengelolaan universitas yang baik (Good University Governance/GUG) pula sebagaimana didambakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.


W

a c a n a

Tidak Pintar Tapi Sukses Oleh : Masruki Kabib

M

Istimewa

enyaksikan hiruk pikuk panggung politik dan kisah para koruptor di negeri ini sungguh sangat memprihaPribadi tikan. Mereka telah menMasruki Kabib gabaikan keberadaan dua ratus juta lebih rakyat Indonesia yang setiap hari bekerja, berjuang dan hidup dalam kesederhanaan. Seolah-olah negeri ini hanya milik kelompoknya. Mereka telah mengabaikan keberadaan generasi muda yang sedang belajar di Perguruan tinggi, generasi yang sedang berjuang membekali diri untuk masa depan negeri ini. Generasi muda yang disebut dengan mahasiswa merupakan agen perubahan yang diharapkan dapat belajar dari pengalaman sejarah negeri ini dan mewujudkan masa depan yang lebih baik. Mahasiswa menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk menjadi generasi yang lebih baik. Untuk mewujudkan harapan masyarakat itu tentunya tidak mudah, melihat kondisi mahasiswa sekarang dengan kebiasaan yang serba instan dengan gaya hidup hedonisme, diperburuk dengan pemanfaatan teknologi yang tidak dibekali etika. Kondisi ini menimbulkan kecemasan akankah mahasiswa tersebut benarbenar tumbuh menjadi generasi yang baik. Untuk menjawab masalah ini diperlukan peran dari masyarakat khususnya kalangan perguruan tinggi dalam mendidik dan membimbing mahasiswa. Mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi tidak semuanya memiliki potensi akademik yang sangat baik, bahkan banyak diantara mereka mempunyai modal kepintaran(IQ) yang cukup. Kondisi ini sangat perlu diperhatikan, sejak mereka mendaftar sebagai calon mahasiswa ada potensi melakukan tindakan tidak jujur, ujian masuk memakai joki, mendapatkan bocoran soal ujian dengan modal uang atau masuk perguruan dengan memanfaat rekomendasi para pejabat, sehingga sebagian mereka tidak menghargai sebuah kompetisi dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Setelah menjadi mahasiswa tidak sedikit yang melakukan tindakan tidak jujur, menyontek saat ujian, tugas-tugas menyalin punya orang lain(copy paste), mendapatkan bocoran soal ujian dari oknum dosen yang tidak bermoral, atau bahkan mengunakan cara-cara pendekatan yang “haram� untuk mendapatkan nilai baik. Yang perlu dipahami oleh mahasiswa adalah untuk menjadi mahasiswa atau orang yang sukses tidak harus mempunyai modal kepintaran yang tinggi, setiap mahasiswa den-

gan kemampuan akademik yang pas-pasan juga mempunyai kesempatan untuk sukses dalam belajar atau sukses hidup dalam masyarakat, sehingga sebagai mahasiswa tidak perlu melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur untuk meraih prestasi(menjauhkan diri dari bibit koruptor). Bagi mahasiswa dengan modal kemampuan yang terbatas, perlu usaha yang lebih dibanding yang lain. Mahasiswa untuk meraih sukses yang perlu dilakukan adalah pertama peduli pada diri sendiri. Kepedulian ini dapat diwujudkan dengan selalu meluangkan waktu untuk belajar, aktif dalam kuliah, konsultasi dengan dosen, mencari sumber belajar di perpustakaan atau internet, kerjasama dengan teman, mengerjakan tugas-tugas, meningkatkan kemampuan skills, memenuhi administrasi kuliah, meningkatkan prestasi dari semester ke semester. Kepedulian ini juga perlu dilakukan pada aspek pembentukan karakter diri melalui kegiatan organisasi, kepemimpinan, pelatihan-pelatihan, kegiatan ilmiah, aktif mengikuti program krativitas mahasiswa, dan lain sebagainya. Yang kedua peduli pada lingkungannya atau masyarakat, kepedulian ini diwujudkan dengan tanggap terhadap dinamika politik, sosial, ekonomi dan budaya di masyarakat, sehingga dapat menjadi modal kelak bila terjun di masyarakat. Kepedulian pada masyarakat dapat diwujudkan dengan kegiatan bakti masyarakat, donor darah, bencana alam, bantuan fakir miskin dan yatim piatu. Jangan takut terhadap kegagalan. Sikap selalu berusaha, berjuang dan bangkit dari kegagalan harus ditumbuhkan. Orang-orang yang telah sukses memberikan teladan bagi kita, Thomas Alva Edison pada masa kecilnya dianggap anak bodoh oleh sekolahnya, tapi dengan perjuangan yang gigih menjadi penemu yang sukses, Abraham Lincoln adalah orang yang sering mengalami kegagalan, tetapi dengan perjuangan yang gigih menjadikan dirinya presiden AS yang sukses. Yang perlu dihindari oleh mahasiswa adalah penyakit kronis yang banyak diderita oleh mahasiswa yang akan lulus atau diwisuda. Penyakit itu tidak lain adalah penyakit tidak bisa buang air kecil(kencing). Penyakit ini tidak ada obatnya dalam bidang kedokteran apalagi kalau berobat ke dukun. Penyakit ini juga membuat resah orang tua mahasiswa apalagi calon mertua. Ahli urologi tidak dapat mendeteksi penyebab dan mengobati penyakit ini. Bagi mahasiswa yang menderita penyakit ini sebaiknya konsultasi dengan dosen pembimbingnya. Karena penyakit tidak bisa kencing ini disebabkan mahasiswa tidak cukup minum air ilmu pengetahuan selama kuliah, sehingga mau kencing apa?

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

45


B

u d a y a

Sinom dan Kinanti Simbul Sunan Muria Oleh : Taufiqurohman

Padha gulangen ing kalbu Ing sasmita amrih lantip Aja pijer mangan nendera Kaprawiran denka esthi Pesunen sarira nira Sudanen dhahar lan guling Samangsane pasamuan Memangun marta – martini Sinambi ing saben mangsa Kala – kala neng ngasepi Lelana teki – teki Nggayuh geyongan ning kayun Kayung yun oning ing tyas Sanityasa pinrihatin Puguh panggah, cegah dhahar lawan mendra

T

embang Jawa diatas merupakan tembang kinanthi dan sinom. Tembang yang merupakan karangan Sunan Muria. Pada awalnya tersebut dipergunakan sebagai alat dakwah di sekitar Pegunungan Muria. Meski belum ada bukti yang ditemukan untuk menguatkan bahwa tembang diatas adalah karangan Sunan Muria, namun masyarakat sekitar lereng muria sangat mempercayai senandung Sinom dan Kinanthi adalah karya Sunan M­uria. Tembang kinanthi diatas berjudul Kinanthi Laras Slendro Pathet Sanga. Syairnya dibuat oleh pakubuwono IV. Isinya merupakan ajakan untuk melatih diri. Tembang kinanthi diatas memiliki arti “latihlah diri dan hati, meraih wahyu atau ilham agar cerdas, jangan Cuma bermalas – malasan, kecakapan harus dimiliki, siapkan jiwa dan raga, kurangilah makan dan tidur”. Sedangkan syair yang kedua tembang sinom merupakan ajakan untuk hidup

46

bersahaja. Hidup tidak perlu bermewah – mewahan untuk mencapai ketenangan batin. Berusaha mencegah diri dari makan yang bukan haknya. Kedua syair tersebut menggambarkan kepribadian Sunan Muria. Dia lebih suka hidup dalam kesederhanaan untuk mencapai ketenangan batin. Sehingga akan lebih mudah mendekatkan diri pada Tuhan penguasa alam. Mastur, tokoh masyarakat desa Colo, mengungkapkan tembang kinanthi dan sinom awalnya adalah untuk berdakwah. Sunan Muria ingin menunjukkan islam itu indah dan cinta damai. “Untuk melawan orang non muslim yang pandai membuat syair, maka Sunan Muria membuat tembang kinanthi dan sinom,” jelasnya. Dia menambahkan tembang kinanthi memiliki patokan guru wilangan dan guru lagu yang sudah ditentukan. Guru wilangan yaitu jumlah suku kata yang ada di setiap bait. Sedangkan guru lagu adalah huruf vokal terakhir yang ada disetiap bait. Patokan guru wilangan dan guru lagu

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

itulah yang membuat unik tembang kinanthi dan sinom. Sedangkan syairnya bebas berdasarkan kreasi pembuatnya. Kinanthi terdiri dari enam bait. Patokan guru wilangan dan guru lagu adalah 8u,8i,8a,8i,8a,8i.Sinom juga memiliki patokan tersendiri. Terdiri dari sembilan bait. Memiliki patokan guru wilangan dan guru lagu 8a,9i,8a,9i,7i,9u,7a,7i. Pada zaman Sunan Muria tembang kinanthi dan sinom bertemakan tentang agama. Sekarang ini tembang kinanthi dan sinom memiliki tema yang beragam. Diantaranya adalah pendidikan, alam dan budaya. “Sekarang tema yang dibuat syair tembang kinanthi dan sinom telah berkembang. Tidak hanya bertema agama saja namun ada juga yang bertema sosial, pendidikan dan budaya,” tambahnya. Saat ini tembang kinanthi dan sinom sering dimainkan dalam pementasan ketoprak. Temanya bersifat sosila dan kritik terhadap perilaku menyimpang pada masyarakat.


B

u d a y a

Oleh : Much Harun

S

uasana begitu ramai ketika rombongan berpakaian tempo dulu melintas di depan pengunjung. Diawali oleh sekelompok orang yang berpakaian seperti santri. Tidak lupa dua ekor bulus menjadi sebuah simbol bahwa itu merupakan perayaan bulusan. Bulusan (baca; mbulusan) merupakan tradisi yang ada di dukuh Sumber desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kudus. Tidak disebutkan kapan bulusan ini ada. Tetapi bulusan ada pada sejak zaman Sunan Muria sekitar abad 15. Menurut Ibu Sudarsih, Dukuh Sumber dulu mrupakan sebuah hutan belantara. Setelah K. Dudo datang dengan pengikutnya, Sumber diubah menjadi sebuah padepokan dan menjadikan Sumber sebagai lahan pertanian untuk penghidupan. Bulusan diyakini oleh warga sekitar sebagai jelmaan dari santri dari Dudo. Santri yang ingin menyelesaikan tugasnya untuk

bercocok tanam agar nanti waktu Idul Fitri, santri-santri itu tidak lagi berfikir untuk menyelesaikan tugasnya. Sudarsih juga menambahkan bahwa penjelmaan itu karena sabda dari Sunan Muria karena santri masih bererja meski matahari sudah terbenam. “Para santri dengan pekerjaannya dengan air menimbulkan suara, “ tambah Sudarsih. Tidak di sangka pekerjaan para santri itu terdengar sunan muria tanpa melihat siapa yang sedang melaksanakannya. “Sunan muria bertanya kepada santrinya suara apa itu kayak suara bulus,” terang Sudarsih. Sehingga santri itupun menjadi bulus. Melihat hal tersebut, tambah Sudarsi, Dudo memohon kepada sunan muria untuk mengembalikan para sansti menjadi manusia lagi. Namun Sunan Muria tidak bisa melaksanakannya karena ini adalah kehendak Allah SWT. Setelah itu Sunan Muria menantapkan tongkat adem Ati ketanah dan meminta

Dudo untuk menjabutnya. Setelah dicabut tanah yang ditancapkan tongkat itu mengeluarkan air yang jernih dan bersih. “Sejak itu desa ini disebut sebagai dukuh Sumber, “ kata Sudarsih. Selain itu Sunan Muria juga memberikanpesan meskipun sudah menjadi bulus, masyarakat sumber harus memberikan makanan ketika mempunyai hajat dengan makanan yang sudah matang, “ ujar Sudarsih. Sunan Muria juga mempunyai pesan agar setiap 8 Syawal masyarakat Sumber harus mengunjungi Bulusan. “Jadi pesan Sunan Muria ini yang menjadikan setiap 8 Syawal ada perayaan seperti ini, “terang Sudarsih. Siti Asrofah, salah satu warga desa sumber, mengatakan kalau biasanya masyarakat Sumber memberikan nasi dan telur matang. “Setiap ada khitanan, nikahan ataupun hajat yang lain masyarakat sumber selalu memberikan hal tersebut, “tambah Siti. Menurut Siti ada salah satu warga yang sedang menggali sumur. Biasanya sumur di desa sumber itu dangkal, namun sumur yang digali ini sampai dalam tidak mengeluarkan air. Ternyata pemilik rumah tidak memberikan makanan kepada bulus ini. Setelah makanan itu di berikan maka sumur itu pun menyemburkan air. Mulai tahun 1432/2011 bulusan mempunyai tradisi yang berbeda. Ada tarian bulusan, resik-resik bulusan dan juga visualisasi bulusan serta kegiatan lain. “Semoga dengan kegiatan ini bulusan akan menjadi sebuah kahanah budaya Kudus, “tambah Sudarsih. VISUALISASI BULUSAN: Dua orang laki-laki terlihat seolah-olah menjadi bulus dalam arak-arakan ritual bulusan.

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

47


M

e m o a r

Masih Pantas Menggunakan Seragam Kebesaran ?

P

ergulatan mendapatkan simbol tertinggi baru saja usai digelar. Pergulatan yang masih digelar di tengah-tengah pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang katanya penilai dilakukan lewat proses keseharian, menyibukkan mahasiswa dua kali lipat dibanding hari-hari biasanya. Mahasiswa pun berwas-was diri akan perolehan yang dicapainya. Tak peduli itu sesuai dengan kecakapan dirinya atau tidak. Terpenting adalah simbol tertinggi harus mereka peroleh. Panasnya terik matahari tak menghalangi langkah-langkah penasaran para mahasiswa. Langkah itu hanya tertuju ke satu tempat, ke papan pengumuman di fakultas masing-masing. Beberapa kertas yang memuat daftar nilai beberapa mata kuliah sudah berjajar. Semangat juang mahasiswa untuk melihat perolehannya membara. Hingga tak peduli meski harus berdesak. Namun diantara desakan, tak sedikit pula mahasiswa yang memilih duduk untuk menunggu longgarnya sekitar papan tersebut. Suasana kampus yang tadinya sepi karena tak ada proses perkuliahan, sejenak ramai, berubah seperti suasana pasar. Beragam ekspresi yang mencerminkan pencapaiannya pun mulai nampak. Keriuhan semakin menjadi dengan banyaknya mahasiswa yang saling tukar informasi mengenai simbol yang diperoleh. Ditengah keriuhan itu, salah satu teman dengan keras memanggil saya. Sontak saya pun bergegas mendekat. Penasaran menyelimuti perjalanan saya menuju sang pemanggil. Tak ketinggalan, temanteman yang duduk disampingku pun ingin mengetahui latar belakang panggilan keras si teman. Setiba di dekatnya, jari telunjuknya dengan lantang menunjuk ke salah satu kertas. Kertas itu berisi uraian simbol yang hampir seluruhnya berpredikat je-

48

Oleh : Karmila Sari lek. Sedikit menggeser arah pandangan, kami pun terhenyak. Berbeda kertas. Kali ini jenis kertasnya berbeda dengan kertas nilai lainnya. Ukurannya pun lebih kecil. Kertas ������������������������������� itu bertuliskan tulisan bernada protes pada salah satu dosen. Sang dosen disebut-sebut pernah menjajakkan nilai. Sang dosen pernah membuat handout yang kemudian dijualnya pada mahasiswa. Tak ada kata fotocopy untuk handout tersebut. Yang ada hanya dosen menjual dan mahasiswa membelinya. Hasil akhir pembelajaran, hampir semua mahasiswa pun diganjar predikat tinggi. Melihat kejadian tersebut, banyak mahasiswa yang melempar kritikan. Tak ketinggalan, berondongan pertanyaan pun muncul di benak saya. Harus seperti itukah saya selepas mengenyam pendidikan di sini? Apa memang seperti ini dunia pendidikan kita? Padahal, sejatinya pendidikan merupakan proses memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Yang muncul selanjutnya, apakah pendidikan untuk melakukan komersialisasi yang diajarkan di universitas terbesar di karisidenan pati ini? Lantas, masih pantaskah orang yang demikian mengenakan seragam kebesaran sebagai dosen? Tidak malukah universitas terbesar di karisidenan pati ini mempunyai dosen yang demikian? Dan inikah cerminan budaya cerdas dan santun yang selama ini didengungkan? Inilah sedikit potret komersialisasi yang dilakukan oknum terpelajar di dunia pendidikan kita. Jika hal tersebut terus berlangsung dan menjalar ke semua lini dunia pendidikan, bukan tidak mungkin bangsa ini akan hancur. Karena generasi muda yang tidak dapat mengenyam pendidikan akibat mahalnya pendidikan. Yang kemudian

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

muncul, kemana lagi kaum kecil akan mengenyam pendidikan? Padahal, selayaknya dosen sebagai orang tua mahasiswa di kampus, dapat menjadi teladan yang baik. Ibarat buah yang tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Begitu pula mahasiswa, yang sifatnya tak akan jauh berbeda dengan sifat sang dosennya. Seharusnya dosen melakukan pengajaran dengan cara yang baik dan memberi penilaian sesuai dengan kemampuan si anak. Sehingga si anak pun lebih berusaha belajar ketika pencapaiannya belum memuaskan dirinya. Bukan malah mengajarkan melakukan komersialisasi di dunia pendidikan. Terlebih pada calon guru. Namun, pasca banyaknya protes yang melayang, kabar segar kini hadir. Semester ini, sang dosen disebut-sebut tidak lagi meneruskan untuk melakukan bentuk komersialisasi pendidikan kembali. Tidak ada handout yang dijual. Mengajar seperti dosen-dosen lainnya ia lakukan. Namun, hasil akhir yang kemudian muncul adalah simbol yang diberikan sang dosen pada mahasiwa, hampir semuanya jelek. Hal itu pun lagi-lagi menyulut emosi mahasiswa untuk kembali melempar kritikan. Kini antara yang benar dan salah menjadi bias. Apakah sang dosen atau mahasiswa. Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah. Marilah kita sebagai insan berpendidikan sama-sama membangun dunia pendidikan yang bersih. Dosen mengajar dengan cara yang baik dan memberikan penilaian sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Mahasiswa pun bisa berlapang dada menerima hasil yang diberikan dosen yang objektif. Hanya dengan pendidikan yang bersih, kita dapat membangun bangsa. Karena masyarakat berpendidikanlah yang dapat merubah dunia. Kita semua pasti bisa!


P

u i s i

S A D A R - K U

Oleh: Handini

Aku titipkan salam lewat hembusan angin malam Untuk sampaikan salam penuh kerinduan Dari hati yang paling dalam untuk penggenggam alam semesta Begitu jauh langkah kaki menapak liku hidup penuh duri diujung jalan tak bertepi tertatih-tatih meraih mimpi Dihamparan kain yang lusuh jiwa tertunduk dan bersimpuh memohon ampun dari yang maha pengampun atas segala dosa-dosa setelah begitu jauh melangkah hanyalah setitik debu yang hina yang rapuh dan tak luput dari hilaf serta dosa tersadar didalam gelisah setelah begitu jauh melangkah setelah terlalu lama terlena akan kenikmatan nafsu dunia fatamorgana mungkinkah tubuh ini akan menjadi putih kembali? Hanya engkau yang maha mengetahui‌.

P r e s i d e n k u Oleh: Penceng

Aktor... yang tak tau siapa dirinya Aktor... yang tak tau perannya

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

49


P

u i s i

K I T A

S A L I N G

B I C A R A

Oleh: Najib Khoirul Muhyiddin

Hai! Semua nafas dari rahim seorang ibu Apa kabarmu? Ku lihat hari ini sebuah tulisan telah bimbangkan harimu Kau tampakkan nyalimu pada kertas Kau ayunkan pikiranmu dari inspirasi Inspirasi! Ku panggil kau untuk bukti Setiap karya telah aku hakimi Setiap cerita telah aku gauli Tetapi haus ini tetap selimuti angin-angin birahi Begitu gelap Suatu keindahan terpancar dari karya Hati berpena menuliskan ceritanya pada dunia Diam bukanlah jawaban Mulailah kau tatap cermin dan pantulkanlah sebuah kreasi Ya, Biarkanlah aku duduk sejenak Dan mencoba menyingkirkan kegelapan Sebuah karya adalah karsa Karsa tertata karena dicipta Karsa dalam hati, Terciptalah sebuah karya Dan hadirlah sebuah emosi Biarkanlah aku duduk sejenak Begitu banyak problema menerkam hariku Begitu pula usia yang akan tutup selanjutnya Sementara keabadian yang akan aku pantulkan belum tercipta Lihatlah kembali kepada crmin Sesosok maya tampak menari dihadapanku Kita tergerak melangkah dan bertatapan irama Kau katakan aku tentangmu Dan aku katakan tentangku Aku tergerak berlari dari bimbang Dan tergoreslah beberapa kata dari sebuah hitam di atas putih Kemudian rasailah mereka begitu hangat menyentuh dinding-dinding hati Aku menulis Dan aku melihat cahaya

50

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011


P

u i s i

Uji Coba

Oleh: Nor Kholidin Al-Alawi

Para koki begitu rapi Berjajar dan bergelar Beradu meracik menu Nasgor tak boleh ditawar Satu cara majikan meminta Beda-beda cara koki memasaknya Satu dua koki patuhi pinta Tiga empat lima koki yang semaunya Nasgor tercipta beragam rasa Nasgor rasa ayam special america Nasgor rasa empedu ayam america Bahkan nasgor dengan rasa cuka Salahkah rasa menempel pada rupa? Atau koki tak tahu cara memasaknya Mungkin pula bumbu-bumbu perpustakaan kurang tersedia? Wahai nasi-nasi putih semoga saja kau bersabar menunggui koki-koki menjadi ahli! Serpihan Tanya 12092011 “Janji Ber a p i � Oleh: 53-X

Ku songsong hari dengan mentari Penuh semangat seiring janji Janji yang berapi di tanah bumi pertiwi Tekatkan hati untuk menjunjung tinggi negri ini

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

51


C

e r p e n

S

DUA BATU Oleh: Khuliyatul Hidayah

eorang gadis menatap langit malam dengan putus asa. Hatinya sedang hampa menyaksikan kekosongan permadani angkasa. Dia sungguh berharap kan melihat sesosok bintang agar dapat diajaknya berbagi kesedihan. Tapi kelamnya malam justru menghanyutkannya dalam buaian. Sedang di sudut kamar yang lain seorang pria melakukan hal yang sama, memandangi langit dari balik jendela kaca seperti yang sering dilakukan kekasih hatinya. Keduanya menatap langit seakan mengiba bantuan pada rembulan yang kesepian, yang sinarnya mengiring mereka kembali pada suatu tempat dan kejadian di masa silam. Di depan ruangan kelas yang mulai kosong, dalam lingkup gedung putih sebuah Madrasah Aliyah. Diatas sebuah bangku kayu panjang bercat hijau tua, duduklah mereka b e r d u a Naya dan Andika tanpa saling bertatap muka. “ K u mohon... katakanlah sesuatu...”

52

Naya mengiba. Tapi Andika masih saja membisu, dan kebisuannya tentu saja membuat Naya semakin putus asa. Hingga akhirnya dia mengulurkan secarik kertas yang sebenarnya tak ingin dia berikan. “Baiklah, kalau kamu tetep aja diem, setidaknya baca ini” “Apaan ne? Bilang aja langsung ma aku” dengan suara yang begitu datar seakan tak mengetahui kegalauan hati sang gadis yang dicintai. “Baca aja, jangan paksa aku mengucapkannya. Aku nggak sanggup...” dengan ketegaran seorang gadis perkasa dia meletakkan kertas itu ketangan kekasihnya. Masih dengan ekspresi wajah yang sama Andika membaca tulisan diatas kertas itu dengan tangan yang bergetar meski tak disaksikan oleh Naya. “Kamu tau bagaimana perasaanku...” sejenak Andika berhenti membaca dalam hati. Matanya memerah namun Naya masih jua tak mengetahui. “Tapi mengapa engkau masih seperti ini. Sungguh aku tak ingin semuanya berakhir. Tapi mengapa kau masih saja membisu. Apa aku telah melakukan kesalahan yang begitu besar hingga kamu menghukumku seperti ini. Aku mungkin masih bisa bertahan dalam

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

kebisuan ini. Tapi untuk apa jika hanya saling menyakiti. Aku tak pernah ingin melepasmu, tapi kebisuanmu mengikis hatiku. Membuatku semakin rapuh. Kumohon... katakanlah sesuatu agar aku mampu bertahan, atau... ” Isi kertas itu memang berhenti sampai disitu saja karena Naya tak mungkin sanggup melanjutkan kalimatnya. Setelah membacanya Andika masih terdiam, mencoba membangun lagi benteng tuk menguatkan hatinya. Setelah menghela nafas panjang Andika mengembalikan kertas itu pada Naya. “Ngomong dong... ayo bicaralah” rengek Naya untuk kesekian kalinya. Rupanya rengekan Naya merobohkan kembali benteng yang telah coba dibangun oleh Andika. Beberapa kali Andika mulai tak tahan, hendak mengucapkan sebuah kalimat “Naya, jangan lepaskan aku”, meski bibirnya terbuka tapi suara tak jua keluar dari tenggorokannya hingga diputuskannya untuk kembali membangun benteng itu lagi dalam kebisuannya. “A...” entah apa kelanjutan dari huruf “a” itu yang secara bersamaan keluar dari mulut keduanya. “Kamu duluan” ucap Naya. “Enggak, kamu aja yang duluan” pinta Andika. “Okey...,” ucap Naya dengan putus asa “Sebenarnya, kamu anggap apa aku ini? Siapa sih aku buat kamu? Aku sungguh bingung...” kemudian menundukkan kepala. Sebenarnya mereka bahkan tak saling bertatap muka karena kedunya takut menghadapi kenyataan yang akan segera menyapa. “Bagaimana kalau kita akhiri saja semua ini” kata-kata yang sungguh tak ingin diucapkannya dan sangat tak diharapkan oleh Naya. “Apa... apa maksudmu?” mencoba tak ingin tau apa arti dari kata-kata Andika. “Iya... kita akhiri aja semua ini. Lagian apa si untungnya pacaran ma aku?” ucap Andika tanpa pikir panjang. “Apa? lalu apa untungnya bagi kamu ngediemin aku selama ini?” balas Naya. Keduanya kembali terdiam. Dalam


C kebisuan itu sebenarnya ingin sekali rasanya Naya menggenggam tangan Andika dan mengiba agar mereka tidak harus berpisah. Sedang disisinya ingin sekali Andika melihat wajah kekasihnya berbalut air mata karena tak ingin berpisah darinya. Tapi semua itu hanya dalam kalbu mereka saja. Sedang satu dan lainnya masih membatu menunggu salah satu untuk menyerah. Tapi mungkin karena hati mereka sama baja hingga tak satupun ada yang mengalah. Diujung penantian batinnya yang mulai lelah Naya berkata “Udah, cuman gini aja?!” sebenarnya itu adalah pertanyaan namun tersampaikan sebagai suatu pernyataan. “He’em!” masih saja dengan kekeras kepalaannya, mengundi nasib untuk yang terakhir kalinya. “Selesai, sampai disini?!” kembali kalimat tanya Naya sampaikan laksana pernyataan. Tanpa berkata lagi dengan titik akhir robohnya mimpi Andika mengangguk menghancurkan tembok karang masing-masing sekaligus meremukkan sisa-sisa harapan yang menyerpih dihati keduanya. Air mata rasanya tak dapat dibendung lagi oleh Andika sehingga dengan segera ia berdiri hendak meninggalkan Naya yang masih terpatri diatas bangku. Meski nyatanya Naya lebih tegar dibanding Andika, merasa tak ingin lagi ditinggalkan oleh Andika diakhir hubungan mereka dia segera bergegas melangkah mendahului seorang pria yang masih sangat disayanginya. Sikap Naya tersebut membuat Andika menghentikan langkahnya membiarkan Naya berlalu dengan kehancuran hatinya. Setelah sosok Naya tak teraba lagi olehnya air mata yang sedari tadi dibendungnya mengalir dengan begitu derasnya membasahi pipi seorang pria dengan kepingan harapan dalam sanubarinya. Disudut mata yang lain memang tak dijumpai luapan kesedihan hati, namun mata itu sedetikpun tak dapat terpejam untuk singgah kedunia mimpi. Sedari siang itu hingga malam yang hampa kini. Seminggu telah berlalu semenjak kejadian itu. Keduanya seakan menjelma menjadi sosok yang begitu berbeda dari diri mereka sebenarnya. Mereka masih

saling berpuasa untuk sekedar menyapa satu sama lainnya. Beberapa kali Andika coba mengawali percakapan dan menjelaskan maksud yang sebenarnya dari kata-katanya kemarin. Tapi selalu saja urung untuk dia lakukan sehingga justru nampak sengaja menghindari Naya. Disisi lain Naya sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Ingin rasanya dia berteriak, memaki dan memukul Andika seraya mengungkapkan rasa cinta yang masih menggebu dihatinya. Hati yang masih terisi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa semua ini harus terjadi. Hari-hari cepat sekali berlalu, sedang hubungan mereka masih tanda tanya. Tahun telah berganti dan tak ada satupun yang mau mencoba mengalah, karena nyatanya mereka memang dua batu yang tak pernah mau kalah. Kini tahun telah berganti kembali, setahun tak bertemu membuat mereka saling merindu. Menyadari begitu besar serpihan cinta yang masih tersimpan dihati masing-masing. Hingga pada suatu hari mereka dipertemukan kembali oleh takdir di sebuah warung kopi. Berawal dengan basa-basi yang kaku, kemudian mereka duduk dalam satu meja. Sadar bahwa setelah hari ini mereka mungkin tak akan bertemu kembali Naya memberanikan diri mengawali percakapan. “Masih ingat peristiwa dua tahun lalu?” kalimat sederhana yang akhirnya membuka kembali memori masing-masing saat bersama hingga akhirnya berpisah. “Tentu saja” langsung mengerti arah pembicaraan yang diinginkan Naya. Kali ini tanpa menunggu Naya untuk bertanya Andika menjelaskan semuanya. Menjelaskan betapa sesunguhnya dia masih begitu mencintai Naya saat itu bahkan hingga sekarang ini. Mengatakan kalimat yang dahulu tak jadi diucapkannya, serta mengutarakan alasan hingga akibat dari kejadian disiang itu. “... setamat sekolah dulu, 73 hari setelah kita berpisah aku sekeluarga pindah meninggalkan kota ini. Awalnya aku bermaksud menguji cintamu, seberapa dalam perasaanmu agar ketika nantinya aku harus pergi aku masih memilikimu sebagai kekasih. Aku nggak mau pisah ama kamu. Maafin aku... seharusnya saat itu aku menjelaskan-

e r p e n

nya bukannya mengakhiri hubungan denganmu. Maafin aku... Aku sungguh masih mencintaimu. Dan kini dapatkah penyesalanku mengubah sesuatu” ucap Andika dengan penuh penyesalan. “Aku tidak tau, ku rasa mungkin aku juga salah. Maksudku... aku emang salah, tapi seandainya kamu nggak diem aja waktu itu” “Dan seandainya kamu nggak ninggalin aku gitu aja...” kemudian mereka tertawa, menertawai kebodohan mereka. Untuk apa menyalahkan seandainya, sekarang mereka harus menghadapi keadaan yang sebenarnya dimana kata seandainya takkan merubah apapun yang telah terjadi. “Kalau boleh jujur... dulu… aku emang masih menyimpan rasa ama kamu, tapi...” “Tapi apa, Nay?” “Tapi sekarang semuanya telah berbeda. Aku menunggumu, aku telah menunggumu selama setahun semenjak kejadian itu berharap kamu akan menghampiriku dan memintaku untuk kembali tapi nyatanya semua itu hanya harap kosong. Aku bahkan tak tau kamu pergi keluar kota. Dan sekarang telah ada seseorang...” “Aku mengerti. Maafkan aku karena... ya... kau tau lah... aku memang pengecut, aku memang bodoh, aku memang keras kepala, aku tidak mau mengalah, aku...” “Cukup! Sudah... jangan terus mene­ rus kamu salahin diri kamu seperti itu, aku juga turut andil dalam kebodohan dan kekeraskepalaan itu. Aku juga salah. Tapi untuk apa? Untuk apa kita terus menyalahkan masa lalu. Yang lalu biarlah, kenyataan sekarang jalanilah, dan masa depan datanglah. Sekarang ini kita harus menghadapi kenyataan. Hidup akan terus berjalan dan roda takdir masih terus berputar, kali ini kita dipertemukan dan nanti kita akan berpisah kembali menuju kehidupan masing-masing” “Naya..., tapi bisakah kita bertemu kembali?” “Dika, kamu percaya takdir? Jika memang berjodoh kita pasti akan bertemu kembali meski tanpa janji”. *) Penulis adalah Mahasiswa FKIP, UMK

Pena Kampus Edisi XVIII/September 2011

53


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.