
5 minute read
DI BALIK LEMBARAN KATA: KETEGANGAN SOMASI DI DUNIA
Tulis Menulis
Berekspresi adalah hak yang dimiliki setiap individu sebagai manusia dan tidak bisa dihindarkan lagi kehadirannya dalam hidup bermasyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “ekspresi” memiliki arti sebagai sebuah proses mengungkapkan suatu maksud, gagasan, maupun tujuan. Di mana secara umum, ekspresi dituangkan dengan sarana berupa wajah dari seseorang. Dalam perkembangannya sebagai sebuah makna yang luas, berekspresi dapat diwujudkan dalam berbagai hal, karya seni misalnya. Adanya jenis karya lukis karikatur, pementasan teater, novel-novel dan puisi-puisi yang tak jarang diselipkan beberapa selentingan tertentu. Karya seni tersebut menjadi media berekspresi seniman pembuatnya. Kemudahan berekspresi juga didukung dengan perkembangan teknologi yang dapat menyebarkan suatu hal dengan mudah, hanya bermodal gawai dan jejaring internet saja. Sebut saja Twitter, pengguna aplikasi tersebut berekspresi dengan cara membuat cuitan-cuitan berupa tweet yang kemudian dapat tersebar dengan fitur retweet diantara penggunanya. Twitter juga menyediakan adanya fitur untuk membuat thread sehingga penggunanya dapat menuliskan opini dengan gamblang tanpa adanya batasan yang jelas. Kemudahan untuk menuliskan apapun di dalam Twitter serta tidak adanya batasan-batasan yang menjadi patokan bagi pengguna aplikasi tersebut dapat berubah menjadi bumerang yang dapat menyerang balik dan justru menjatuhkan si pengguna tersebut. Ancaman somasi hingga jeratan UU ITE menjadi hantu di balik bayang-bayang kebebasan tulisan seseorang.
Advertisement
Berekspresi dan beropini adalah hak yang melekat oleh tiap-tiap warga negara, diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Adanya pasal yang mengatur seseorang dalam berekspresi dan menyatakan opini semakin memberikan kesan mudah dan bebas sebuah opini menyebar di masyarakat. Persebaran opini ini bukan tidak mungkin berubah menjadi bola liar yang dapat menjebloskan pemiliknya ke dalam jeruji besi. Dalam kasus yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial Twitter misalnya. Akun dengan username @Rafilsafat yang dikelola oleh seorang remaja bernama Rafi Azzamy sedang hangathangatnya diperbincangkan khalayak aplikasi berlogo burung biru tersebut. Hal itu tak lain sebab Rafi dengan gamblang menuliskan opininya terkait permasalahan yang ada di sebuah lembaga perguruan tinggi tempatnya menimba ilmu. Cuitan Rafi yang kemudian berkembang menjadi thread ini mendapat atensi yang besar, bahkan tayangan pada tweetnya tersebut mencapai 24 juta tayangan dalam waktu 5 hari saja. Tweet tersebut juga mendapat like sebanyak sebelas ribu, dan retweet mencapai sepuluh ribu. Atensi yang begitu besar pada cuitan milik Rafi tersebut mendapatkan pro dan kontra sebab beberapa orang menilai bahwa tweet yang dituliskan Rafi sudah melampaui batas seseorang untuk berekspresi dan justru cenderung mengarah pada penghinaan dan pencemaran nama baik. Akan tetapi, beberapa orang menilai bahwa apa yang dituliskan oleh Rafi semata-mata hanyalah bentuk ekspresi atas kekecewaannya terhadap lembaga pendidikan tinggi tersebut. Puncak adanya pro dan kontra dari cuitan Rafi adalah saat dirinya mendapatkan somasi dari lembaga pendidikan tinggi tersebut pertanggal 26 Juni 2023. Melihat fenomena tersebut, sebagai mahasiswa saya cukup merasa miris. Sebab, bukankah ketajaman intelektual dan kemampuan kritis mahasiswa sangat diperlukan dan bahkan harus terus dikembangkan. Kritik dalam hal berekspresi muncul sebagai imbas dari ketidaksesuaian keadaan, dan kehadirannya pun dimaksudkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan ketidaksesuaian tersebut. Adanya kritik harusnya dibalas dengan aksi nyata untuk membenahi hal yang dirasa kurang, dan bukannya dengan somasi. Apabila setiap ekspresi, opini, dan kritikannya yang diberikan oleh mahasiswa dibalas dengan “hadiah” berupa somasi, lantas bukankah itu justru menciderai UUD 1945 Pasal 28 E Ayat (3) yang mengatur tentang kebebasan berpendapat. Imbasnya adalah menulis bukan lagi sebuah kegiatan menyenangkan yang dilakukan untuk menyampaikan gagasan, keresahan, dan sebagai media berekspresi. Dunia pena, dengan tulis-menulis di dalamnya menjadi wahana yang mengerikan, sebab jeratan UU ITE dan ancaman somasi dapat mengenai siapa saja. Menulis seharusnya menjadi hal yang menyenangkan. Bukankah sejak kecil kita telah mengenal tulisan sebagai media berekspresi? Sebut saja diary atau buku harian. Disadari atau tidak, buku harian juga merupakan sebuah kegiatan berekspresi. Menulis menjadi kegiatan paling mudah dan murah yang dapat kita lakukan untuk menyalurkan gagasan, ide, pemikiran, serta pendapat terkait hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut lagi. Solusi dari hal-hal seperti jeratan UU ITE atau ancaman somasi yang dapat kita hindari adalah dengan tetap memperhatikan batasan-batasan dalam menulis. Kritik bukanlah hal yang dilarang atau buruk, tetapi dalam mengkritik suatu hal kita juga harus memperhatikan etika dalam penulisannya. Kita tetap dapat menyelipkan satu atau dua selentingan kecil sebagai bumbu penyedap dari tulisan yang kita buat, tetapi batasan-batasan yang ada tetap tidak boleh kita lupakan. Apabila kita dapat menerapkan etika dan memahami batasan-batasan dalam mengkritik, bukan hanya kultur menulis sebagai media berekspresi yang dapat kita kembangkan, kita sekaligus dapat menumbuhkan kemampuan kritis yang sangat diperlukan seorang mahasiswa untuk meningkatkan ketajaman intelektual.


• Nanda Amala Riski. Mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas B angkatan 2021.
Tarissa Noviyanti Az Zahra atau yang biasa dipanggil
Tarissa merupakan mahasiswa aktif PBSI UNY semester tiga.

Tarissa tengah menekuni berbagai aktivitas menarik seperti bermacam-macam perlombaan, pelatihan online, serta bootcamp short class yang membuatnya menorehkan prestasi baik dibidang akademik maupun nonakademik. Pada kesempatan kali ini, kami telah mewawancarai Tarissa untuk mengetahui pengalaman-pengalaman yang bisa dibagikan kepada mahasiswa lain supaya semakin termotivasi dalam mengejar prestasi mereka.
Bagi seorang Tarissa, menjadi mahasiswa itu adalah sebuah privilege yang luar biasa. Menurutnya, menjadi mahasiswa yang aktif dan berprestasi itu sangat penting untuk menyusun masa depan yang lebih baik sehingga Tarissa memiliki motivasi yang besar untuk selalu aktif dan berprestasi. Berprestasi itu tidak selalu dilihat dari sebuah hasil, tetapi tentang bagaimana proses kita dalam berusaha mencetak suatu prestasi. Dengan demikian, Tarissa juga mengambil pembelajaran dari sebuah proses dan hasil dari sebuah prestasi yang sudah dia raih. Selain itu, keaktifan dan prestasi juga dapat membangun sebuah branding diri. Tentunya hal tersebut diharapkan dapat memperluas kesempatan untuk mendapatkan karir yang diinginkan.
Namun, Tarissa juga beranggapan bahwa mahasiswa yang aktif dan berprestasi bukanlah satu-satunya tolak ukur kesuksesan. Setiap individu memiliki jalan yang berbeda dalam mencapai tujuan dan menemukan apa yang menjadi passion mereka. Hal terpenting yaitu menempuh perjalanan pendidikan dengan penuh semangat, bahagia, dan tak lupa selalu berpikiran terbuka sehingga mampu mengambil manfaat dari setiap kesempatan yang tersedia.
Dalam menemukan sebuah skill, maka yang dibutuhkan adalah waktu. Tarissa memanfaatkan berbagai cara untuk menemukan keterampilan yang dia miliki sekarang, contohnya seperti aktif mengikuti berita serta trend tentang apa saja hal baru yang ada di sekitar.
Media sosial juga dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan cara-cara yang positif. Melalui media sosial, Tarissa berhasil menemukan informasi mengenai keterampilan apa saja yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Selain itu Tarissa juga aktif berdiskusi mengenai keterampilan dengan banyak orang. Tidak hanya sekedar berdiskusi, tetapi juga mencatat dan mengimplementasikan apa saja keterampilan yang sesuai dengan passion diri sendiri. Tarissa kerap mencari tantangan bagi diri sendiri agar selalu termotivasi untuk menemukan bakat atau keterampilan lain.
Selain itu, adanya niat, kemauan, dan motivasi adalah aspek yang mendorong diri Tarissa untuk terus mengembangkan skill. Tidak hanya mendorong untuk mengembangkan skill yang dimiliki, tetapi juga mencari dan menambah skill yang berguna menunjang masa depan. Tarissa meyakini bahwa skill itu luas sehingga terbagi dalam istilah soft skill dan hard skill. Menyikapi hal itu, Tarissa terus mengembangkan bakat yang dimiliki sekaligus terus mempelajari skill baru demi kebutuhan masa depan. Skill-skill tersebut diharapkan dapat membentuk seseorang sebagai pribadi yang memiliki pemikiran kreatif, inovatif, dan solutif.

Sejak berada di bangku Sekolah Menengah Atas, Tarissa telah mengikuti dan menjuarai berbagai lomba olimpiade tingkat nasional. Prestasi yang Tarissa cetak antara lain adalah meraih medali emas Olimpiade Bahasa Indonesia tingkat nasional dan meraih medali perak Olimpiade Bahasa Indonesia tingkat provinsi DIY. Tarissa juga menjadi juara 2 lomba Olimpiade Sosiologi tingkat provinsi DI Yogyakarta. Ketiga lomba tersebut diselenggarakan oleh platform edukasi pelajar
UNIVERSITY.ID yang terdaftar di Kementerian dan merupakan prestasi yang menjadi salah satu faktor kelulusan Tarissa pada SNMPTN 2022 di Universitas Negeri Yogyakarta.
Saat menjalani pendidikan di tingkat perguruan tinggi, Tarissa tetap giat mengikuti berbagai perlombaan, di antaranya yaitu menjadi juara 2 Olimpiade Sains Siswa Nasional Bahasa Indonesia tingkat nasional (OSSAN), juara 2 Olimpiade Sains Seluruh Indonesia Bahasa Indonesia tingkat nasional (OSSI), dan juara 2 Indonesian
Olympiad of Science Bahasa Indonesia tingkat nasional (IOS). Lomba-lomba tersebut diselenggarakan oleh Presmanesia sebagai lembaga resmi yang terdaftar di Kementerian. Selain itu Tarissa juga mendapatkan juara 1 lomba Cipta Puisi tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Internasional Batam. Prestasi terbaru Tarissa saat ini yaitu menyabet gelar juara favorit atau apresiasi baca puisi yang diselenggarakan oleh Duta Inspirasi Library.
•Angela Merici T.N.A. Mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia kelas C angkatan 2022.
