Studi kelangsungan hidup kupu kupu langka sayap burung (troides helena hephaestus)

Page 1

STUDI KELANGSUNGAN HIDUP KUPU-KUPU LANGKA SAYAP BURUNG

Troides helena hephaestus DI KAWASAN HUTAN WISATA BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS

DI SUSUN OLEH Dedy Asriady

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 1999 i


STUDI KELANGSUNGAN HIDUP KUPU-KUPU LANGKA SAYAP BURUNG Troides helena Hephaestus DI KAWASAN HUTAN WISATA BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS DISETUJUI OLEH

PEMBIMBING UTAMA

(DRS.H. A. AZIS MATTIMU, M.S) Nip. 130 530 846

PEMBIMBING PERTAMA

PEMBIMBING KEDUA

(DRS. MUNIF HASSAN, M.S) Nip. 131 414 339

(SYAHRIBULAN, S. Si) Nip. 132 158 485

ii


KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Tiada kata yang lebih afdal penulis ucapkan kecuali puji dan syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga penyusunan skiripsi ini dapat selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Skripsi ini terwujud atas bantuan moril maupun materil dari berbagi pihak, untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ayahanda Abd Rachman Sunar dan Ibunda H. Nuryati Rewa yang telah membesarkan, mengasuh dan mendidik penulis dengan segala kasih sayang dan doa restu yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sampai selesainya penyusunan tugas akhir ini. 2. Bapak Drs. H. A. Azis Mattimu, MS, Bapak Drs. Munif Hassan, MS dan Ibu Syahribulan, S,Si atas segala keikhlassannya membimbing dan meberi tambahan ilmu hingga penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Drs. A. Ilham Latunra, M.Si dan Bapak Drs. Muhtadin atas segala keikhlasan serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Keluarga besar Haji. B. Dg Rewa atas segala bantuan yang telah diberkan sampai selesainya tugas ini, Om Uping tercinta atas segalanya dan Kak Karlina serta adikku Rudy Ashady, Tante-tanteku (Kasma, Sukma dan Murni) yang telah memberikan dorongan semangat kepada penulis.

iii


5. Rekan-rekanku ; Accha, Adi, Joko, Mumun, Phingky, Maya, Aco dan adikku Dining, Ijal, Basri, Indra (korpala UH), Nanni, Wiwin, Novi, Nana, Acchus serta rekan-rekan yang lain yang tak sempat kami sebut namanya satu persatu. Mengingat keterbatasan kami dalam pembuatan tugas akhir ini sehingga mungkin terdapat kekeliruan dan kekurangan, maka penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun sehingga tercipta suatu karya yang berbobot. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya dan utamanya bagi penulis sendiri dan semoga Allah SWT masih terus melimpahkan segala Rahmat dan MagfirahNya kepada kita semua.

Bantimurung, Juni 1999

Penulis

iv


DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………….

iii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

v

DAFTAR TABEL .........................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………………………………………

viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................

ix

ABSTRAK ...................................................................................................................

x

ABSTRACT ……………………………………………………………………………………………………………

xi

I.

II.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………….

1

B. Maksud dan Tujuan Penelitian ………………………………………………………………..

2

C. Tempat dan Waktu ………………………………………………………………………...........

2

D. Manfaat ………………………………………………………………………………………………….

3

TINJAUAN PUSTAKA A. Sistematika ……………………………………………………………………………………………..

4

B. Deskripsi Umum ……………………………………………………………………………………..

5

C. Morfologi ………………………………………………………………………………………………..

5

D. Habitat ……………………………………………………………………………………………………

6

E. Pakan ………………………………………………………………………………………………………

7

F. Penyebaran …………………………………………………………………………………………….

7

G. Siklus Hidup ……………………………………………………………………………………………..

8

H. Perilaku Hidup ………………………………………………………………………………………..

8

I. Ekologi ………………………………………………………………………………………..............

9

J. Konservasi ………………………………………………………………………………………………

10

v


III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas ……………………………………………………………………………………….

11

B. Topografi ……………………………………………………………………………………………….

11

C. Iklim ………………………………………………………………………………………………………

12

D. Vegetasi …………………………………………………………………………………………………

12

E. Satwa ………………………………………………………………………………………………………

12

IV. METODE PENELITIAN

V.

A. Alat dan Bahan ………………………………………………………………………………………

13

B. Metode Penelitian …………………………………………………………………………………

13

C. Analisis Data ………………………………………………………………………………………….

15

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Telur ………………………………………………………………………………….

16

B. Penanganan Larva …………………………………………………………………………………

18

C. Penanganan Prepupa …………………………………………………………………………….

21

D. Penanganan Pupa ………………………………………………………………………………….

23

E. Penanganan Imago ………………………………………………………………………………..

24

F. Kurva Kelangsungan Hidup ……………………………………………………………………

27

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………….

30

B. Saran …………………………………………………………………………………………………….

31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………..

32

LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………………………

34

vi


DAFTAR TABEL Tabel 1. Lama Waktu Penetasan dan Penyebab Kegagalan Menetas Telur Kupu-Kupu Toides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ………………………………………………………………………………… 2. Lama Hidup dan Penyebab Larva Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ………………. 3. Lama Hidup dan Penyebab Kematian prepupa Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan … 4. Lama Hidup dan Penyebab Kegagalan Menetas Pupa Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ………………………………………………………………………………………………. 5. Lama Hidup dan Jenis Kelamin Imago Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ……………………………………….. 6. Persentase Keberhasilan Telur Menjadi Imago Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan …………….

vii

Halaman 16 19 21 23 25 28


DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Histogram Lama Waktu Penetasan Telur Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ……………………………………………………………………………….. Histogram Lama Hidup Larva Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan …… Histogram Lama Hidup Prepupa Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ……………………… Histogram Umur Hidup Pupa Menjadi Imago Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan …… Histogram Umur Hidup Imago Kupu-Kupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan …… Histogram Persentase Keberhasilan Setiap Stadium Siklus KupuKupu Troides helena hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan …………………………………………………………….. Data Curah Hujan Tahunan Lokasi Penelitian ……………………………

viii

Halaman 34 35 36 37 38 39 40


DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Kelangsungan Hidup Kupu-Kupu Troides Helena Hephaestus pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan ……………..

ix

Halaman 40


ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang kelangsungan hidup kupu-kupu langka Sayap Burung Troides helena hepaestus di Kawasan Hutan Wisata Bantimurung Kabupaten Maros. Tujuan penelitian utnuk mengetahui tingkat keberhasilan pemeliharaan pola alami dan pola buatan di dalam suatu penangkaran pada masing-masing stadia perkembangan kupu-kupu Troides helena hepaestus dengan menggunakan metode observasi deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase keberhasilan imago dari sejumlah telur yang ditangkar adalah 28 % pada pemeliharan secara buatan dalam ruangan. Persentase keberhasilan hidup pada setiap stadium dari telur, larva, prepupa dan pupa adalah masing-masing 76%; 52,6%; 80% dan 87,5% pada pemeliharaan pola alami dalam penangkaran dan masing-masing 40%; 90%; 88,9% dan 100% pada pemeliharaan cara buatan dalam ruangan. Siklus hidup rata-rata dari keseluruhan stadium adalah 74,35 hari pada pemeliharaan pola alami dalam penangkaran dan 73,425 hari pada pemeliharaan pola buatan dalam ruangan.

x


ABSTARCT There has been research regard to the Sustainibility of exfind birdwing butterflies Troides helena hepaestus at the area of Bantimurung tourism forest, of Maros Region. The object of this research was to know the succeeding level of butterfly breeding by using the natural pattern in a breeding nest for each stadium of butterfly metamorph with descriptive observation method. Results show that succeeding level percentage at imago stadium of an amount bred eggs is 28% in natural pattern and 32% in artificial pattern. The percentage of surviving individuals at each stadium from are : eggs (76%), larves (52,6%), prepupa (80%), pupa (87,5%) by natural pattern and by artificial pattern are : eggs (40%), larves (90%), prepupa (88,9%) and pupa (100%). The average life cycles each stadium are : 74,35 days by natural pattern and 73,425 days by articial pattern.

xi


I. A.

PENDAHULUAN

Latar belakang Indonesia saat ini sedang menggalakan usaha peningkatan devisa Negara yang berasal dari

komoditi non migas, khususnya pemanfaatan sumber daya alam hayati baik berupa tumbuh-tumbuhan maupun jenis satwa liar. Salah satu jenis satwa liar yang akhir-akhir ini semakin banyak permintaannya baik untuk koleksi maupun sebagai obyek penelitian adalah serangga, khususnya kupu-kupu. Industri perdagangan kupu-kupu terus berkembang di beberapa tempat seperti di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Gejala ini kelihatannya akan mengancam kelestarian keanekaragaman jenis satwa liar di Indonesia. Salah satu usaha untuk melindungi satwa dari ancaman bahaya punah adalah menetapkan jenisjenis satwa tertentu sebagai binatang yang dilindungi berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam hayati dan Ekosistemnya. Satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang tersebut di antaranya terdapat 20 jenis kupu-kupu. Tujuan dari perlindungan dan pelestarian alam tidak hanya untuk menyelamatkan jenis tumbuhan dan satwa dari ancaman bahaya kepunahan akan tetapi juga diusahakan menjamin keanekaragaman ekologi dan keseimbangan ekosistem yang terganggu atau rusak akibat aktifitas kegiatan manusia yang merambah ke kawasan hutan alami (Anonim, 1992 b). Dalam rangka menjaga dan mengawasi keseimbangan jenis hayati, telah diupayakan perlindungan terhadap jenis tumbuh-tumbuhan dan satwa langka, disamping peningkatan populasi di dalam habitatnya. Dalam pengendalian dan pemanfaatan diarahkan melalui upaya penangkaran jenis langka dan pemanenan jenis-jenis yang populasinya melimpah (Anonim, 1991). Pelestarian terhadap kelangsungan hidup kupu-kupu telah dimulai sejak tahun 1919 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menetapkan Bantimurung sebagai kawasan cagar alam. Saat ini untuk melestarikan kupu-kupu yang hampir punah itu, Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Maros bekerja sama dengan Departemen Kehutanan telah membangun tempat penangkaran kupu-kupu di 1


Taman Wisata Bantimurung dan di kawasan Hutan Wisata Alam Gua Pattunuang. Disamping itu, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan telah mengadakan pula penyuluhan dan pendekatan kepada para penangkap kupu-kupu dengan anjuran untuk menanam tanaman pakan larva seperti Aristolochia tagala (sirih hutan), Citrus sp (jeruk) dan tanaman penghasil nectar seperti kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) dan tanaman berbunga lainnya sebagai pakan imago. Untuk lebih meningkatkan usaha pelestarian terhadap kelansungan hidup kupu-kupu tersebut, maka selain usaha-usaha yang telah dilakukan Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan, perlu pula dilakukan penelitian yang berhubungan dengan usaha penangkaran atau budidaya kupukupu, khususnya jenis Troides helena hepaestus yang termasuk jenis komersial yang jumlah populasinya di alam diperkirakan semakin berkurang atau langka.

A.

Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mempelajari siklus hidup kupu Troides helena hephaestus

dan factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangannya dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan hidupnya di dalam penangkaran. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemeliharaan pola alami dan buatan di dalam suatu penengkaran dan menemukan teknik penangkaran optimum pada masing-masing stadia perkembangan kupu Troides helena hephaestus tersebut.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada tempat penangkaran kupu-kupu di Kawasan Hutan Wisata

Bantimurung, Kecamatan bantimurung, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian berlangsung dari bulan Oktober 1998 samapi Maret 1999.

2


C.

Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu meningkatkan usaha pelestarian dan

penangkaran kupu-kupu di Kawasan Hutan Wisata bantimurung, serta dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam usaha pembudidayaan kupu-kupu, khususnya jenis Troides helena hephaestus yang merupakan kupu-kupu yang memiliki nilai komersial yang tinggi.

3


II.

A.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistematika Menurut D’Abrera (1971) dalam Mattimu dkk. (1977), sistematika kup sayap burung Troides

helena hephaestus adalah sebagai berikut : Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Bangsa

: Lepidoptera

Suku

: Papilionidae

Marga

: Troides

Jenis

: Troides helena

Sub Jenis

: Troides helena Hephaestus

Dalam sistematika kupu-kupu, struktur sayap merupakan dasar klasifikasi (Mattimu dkk. 1997). Menurut Smart (1976), kupu-kupu yang berasal dari suku Papilionidae terbagi atas 3 kelompok yaitu : 1. Jenis-Jenis yang memiliki tornus (true-swallow tails) yang meliputi jenis Papilio dan Ornithoptera. 2. Jenis-Jenis yang bentuk sayapnya sempit dan menyerupai bentuk laying-layang (kite swallow tails) yang meliputi jenis Eurytides dan Graphium. 3. Jenis-jenis pemakan tanaman merambat yang mengandung racun (poison eaters) yang meliputi jenis Parides dan Troides.

4


B. Deskripsi Umum Kupu-kupu yang memiliki 2 pasang sayap, seluruh tubuh dan kakinya ditutupi oleh sisik. Imagonya memiliki belalai yang disebut probosis yang digunakan untuk mengisap cairan nektar dari bunga tanaman. Bagian mulut yang digunakan untuk mengunyah, bentunya tidak sempurna atau tidak ada sama sekali (Hoi Seng, 1983). Antena adalah organ penginderaan yang berfungsi sebagai alat keseimbangan atau penciuman. Sedangkan mata kupu-kupu berbentuk belahan menyolok yang mengembang pada bagian atas kepala yang disebut mata majemuk karena masing-masing mata tersusun dari sejumlah besar unit optis atau ommatidis. Kupu-kupu juga dapat mendeteksi jumlah warna secara otomatis dan jumlah warna secara terbatas dengan membedakan antara cahaya dari jarak gelombang yang berbeda. Visi warna memungkinkan jenis kupu-kupu tertentu berada pada bunga yang memiliki warna khusus seperti halnya Papilionidae secara teratur mengunjungi warna merah (Smart, 1976).

C. Morfologi Menurut Haugun dan Low (1982), kupu Troides helena mempunyai ciri – ciri morfologi sebagai berikut : 1. Larva Larva berwarna coklat kehitaman dan bermotif garis-garis coklat pad atubuhnya, bercak berwarna putih seperti sadel pada pada segmen ke- 7. Memiliki duri-duri pendek pada seluruh permukaan tubuhnya berwarna coklat kehitaman dan pada bagian ujung berwarna merah muda, serta osmetorium yang berwarna merah kekuningan. 2. Imago betina Kepala, dada, kaki dan antena berwana hitam, mata berwarna coklat, abdomen bagian atas berwarna coklat dan kuning pada bagian samping kiri dan kanan. Diameter abdomen 0,3 cm – 0,4 cm. sayap dengan berwarna coklat, sayap belakang berwarna coklat pada bagian dekat dada dan bagian luar 5


sayap. Antara vena nomor 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 bercorak kuning menyala dan terdapat bintik hitam pada bagian sayap ke-4 sampai ke-7. Vena bagian akhir dari sayap belakang memiliki bulu-bulu halus berwarna coklat. 3. Imago Jantan Kepala, dada, kaki dan antenna berwarna hitam, mata berwarna coklat, sayap bagian depan berwarna hitam. Sayap belakang kuning dengan warna hitam di sekelilingnya. Sayap belakang bagian bawah tepatnya pada vena bagian akhir dekat abdomen terdapat bulu-bulu halus berwarna putih abu-abu. Abdomen bermotif indah dengan warna abu-abu dan pada setiap bagian abdomen terdapat bercak hitam disamping kiri dan kanan. Diameter 0,2 cm – 0,3 cm.

D. Habitat Smart dalam Ackery dan Vane-Wright ( 1984), mengemukakan bahwa suatu habitat kupu-kupu dapat hidup dalam beberapa jenis, ada dalam jumlah populasi yang besar dan ada yang kecil. Semua individu-individu jenis dalam habitat tersebut membentuk suatu populasi untuk mempertahankan hidupnya. Umumnya kupu-kupu dapat ditemukan hamper di setiap habitat. Perbedaan habitat menyebabkan perbedaan jenis kupu-kupu. Kupu-kupu mudah didapatkan di kebun, sepanjang jalan terbuka, aliran-aliran sungai di hutan, pegunungan, dan puncak bukit (Hoi Seng, 1989). Komponen habitat yang penting bagi kehidupan kupu-kupu adalah tersedianya vegetasi sebagai sumber pakan dan cover. Jika tidak ada vegetasi sebagai sumebr pakan atau kurang dari jumlah yang dibutuhkan, maka akan terjadi pergerakan kupu-kupu tersebut untuk mencari daerah baru dimana banyak terdapat vegetasi sebagai sumber pakan. Demikian pula halnya dengan vegetasi yang digunakan sebagai tempat berlindung dari serangan predator atau gangguan lainnya dan tempat untuk berkembang biak (Clark dalam Tangim, 1989). 6


Tsukada dan Nishiyama (1982) mengemukakan bahwa kupu-kupu sayap burung hidup di hutan dataran rendah, lereng di daerah pantai dan daerah semak belukar serta banyak ditemukan di daerah pinggiran aliran sungai, tempat beristirahatnya di bawah daun yang lebar atau pohon yang memiliki tajuk lebar pada waktu tengah hari atau saat hujan. Kupu-kupu ini sering ditemukan terbang pada ketinggian antara 15 m sampai 20 m dari atas permukaan laut dan akan turun bila betinanya akan bertelur.

E. Pakan Bumantoro (1982) menemukan bahwa kupu-kupu sayap burung Troides memakan sejenis tanaman (Aristolochia tagala)yang mempunyai cirri sebagai berikut ; merupakan tanaman merambat, panjangnya sekitar 20 m dan memanjat tumbuhan inangnya sekiar 2 m, panjang daun 6 cm samapi 20 cm, tumbuh dari ruas sepanjang batang. Tangkai daun bulat panjang sekitar 5 cm, tangkai bunga bercabang-cabang dengan serbuk bulat berwarna hijau dengan biji berbentuk pipih. Umumnya larva kupu-kupu akan memakan satu jenis tanaman. Kupu-kupu sayap burung sangat menyenangi Aristolochia sp. Kupu-kupu dewasa pada umumnya menyukai tumbuhan penghasil nectar yang berwarna menarik seperti kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis)dan Lantana camara.

F. Penyebaran Smart (1976) mengemukakan bahwa kelompok Papilionidae yang biasa disebut swallowTails umumnya ditemukan di daerah tropis, dan khususnya untuk kupu-kupu sayap burung (bird-wings) sebagian besar ditemukan di daerah berhutan, bukit-bukit dan dataran rendah. Tsukada dan Nishiyama (1982) menambahkan bahwa jenis ini dapat hidup sampai pada ketinggian 500 m dari atas permukaan laut.

7


Penyebaran kupu sayap burung Troideas Helena Hephaestus meliputi daerah-daerah yang vegetasinya banyak ditumbuhi tanaman pakan. Umunya jenis tanaman tersebut dijumpai di Pulau Talaud, Sangir, Manado, Toli-Toli, Palu, Palopo, Ujungpandang dan Bantimurung, Pulau Buton, Pulau Tukang Besi dan Selayar (Haugum dan Low, 1982). G.

Siklus Hidup

Kupu-kupu merupakan salah satu serangga yang bersifat endopterigota atau mempunyai tipe perkembangan metamorphosis sempurna yaitu dari telur-larva-pupa-iamgo (Gremizek, 1975). Smart (1976) menambhakan bahwa fase larva sangat berbeda dengan serangga dewasa baik bentuk maupun kebiasaannya, sedangkan fase pupa merupakan fase yang non aktif dan tidak makan yang memberikan pertumbuhan ke arah dewasa, dan pada fase ini badan imago dibentuk. H.

Perilaku Hidup

Perilaku dan kelangsungan hidup kupu-kupu sangat dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain makanan, imigrasi, penyamaran, kawin, musim, suhu, kelembaban, musuh alami dan lain-lain (Borror, Triplehorn and Jhonson, 1992), adalah : 1.

Perilaku Kawin Betina menghasilkan wangi-wangian (feromon) untuk memikat jantannya. Kelenjarnya terletak

di ujung abdomen. Feromon ini disebarkan melalui udara dengan mengembangkan perutnya. Feromon tersebut sangat efektif memikat jantannya dan seekor betina dapat memikat jantan yang ada di sekitarnya dalam suatu luasan tertentu. Apabila kedua jenis telah terangsang oleh masing-masing aroma, dengan demikian pasangan tersebut telah siap kawin setelah percumbuan (Alcock, 1983). 2.

Perilaku Bertelur Kupu-kupu betina Troides helena Hephaestus selalu meletakkan telurnya pada atau dekat

sumber pakan larva kelak. Kupu-kupu yang akan meletakkan telur memilih tempat secara hati-hati. Bila sesuai, betina hinggap di permukaan dan membelokkan abdomennya yang penuh telur di bawah daun 8


sambil melepaskan telurnya. Telur-telur tersebut diletakkan di bawah daun untuk menghindari hujan, sinar matahari dan serangan predator (Smart, 1976). 3.

Perilaku Larva Cara makan larva adalah menggigit dan mengunyah. Larva dapat makan dari berbagai makanan

berasal dari daun tanaman berbunga dan pohon-pohon. Seekor larva mengenal makanannya melalui aroma yang ada pada tanaman inangnya. Larva agak kurang aktif dan mempunyai pelindung luar yang lemah sehingga mudah diserang oleh predator. Oleh karena itu untuk melindungi dirinya, larva tersebut menyamarkan diri dengan daun yang ditempatinya atau berlindung di balik daun, sehingga tidak terlihat oleh predatornya (Smart, 1976). 4.

Perilaku Pupa Grezimek (1975) mengemukakan bahwa pada umur yang telah cukup, larva akan berubah jadi

pupa. Pada saat menjelang pupa, larva tersebut akan berjalan mencari tempat yang tenag dan pada malam hari mulai menganyam tali yang akan digunakan sebagai penyangga pupa. Pupa tidak makan dan mampu menyamarkan dirinya terhadap predator dengan warna yang mirip tempat berganting. 5.

Perilaku Imago Smart (1976) mengemukakan bahwa setelah menetas dari pupa, tubuh imago masih basah dan

sayapnya masih kisut. Untuk menegringkannya dibutuhkan waktu beberapa jam. Bila hujan dibutuhkan waktu seharian untuk penegringan degan cara bergantung sambil berjemur. Bila menetas pada pagi hari, maka waktu siang imago tersebut sudah dapat terbang untuk mencari nectar. I.

Ekologi Andrewartha dan Birch (1974) mengemukakan bahwa factor lingkungan berpengaruh terhadap

serangga untuk hidup dan berkembang antara lain : makanan, iklim dan habitat serangga itu hidup. Fachruddin (1980) menambahkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan serangga pada umumnya

9


ditentukan oleh interaksi antara factor intrinsik (genetic) serangga dan adanya factor lingkunagn yang efektif. Faktor-faktor iklim yang mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan serangga antara lain : Suhu udara, kelembaban nisbi, curah hujan, dan cahaya matahari (Sunjaya, 1970). Suhu yang dibutuhkan dalam aktifitas serangga bervariasi menurut jenis, tetapi suhu optimum yang dibutuhkan kebanyakan serangga adalah 26 oC (Fachruddin, 1980). Habitat kupu-kupu adalah hutan dan kebun bunga. Hal ini dimungkinkan karena hutan merupakan ekosistemnya atau persekutuan hidup tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pohonpohon dan membentuk satu unit dengan alam lingkungannya yang terdiri dari alam hayati (flora dan fauna) dan alam non-hayati (Soutwood, 1977 dalam Tangim, 1986). J.

Konservasi Menurut Sila (1993) beberapa cara konservasi dan perlindungan kupu-kupu belum mendapat

perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : 1.

Partisipasi instansi terkait belum dilaksanakan sepenuhnya. Partisipasi ini sebaiknya didukung

oleh penentu kebijakan, peraturan dan perundang-undangan serta pembiayaan. 2.

Kurangnya pengetahuan tentang cara membangun pusat-pusat penangkaran kupu-kupu.

3.

Terbatasnya pengawasan perburuan kupu-kupu yang illegal dan terbatasnya petugas undang-

undang. 4.

Kupu-kupu Bantimurung (khususnya) sekarang diserobot oleh penduduk lokal untuk

diperdagangkan. Konsep nasional tentang teknik konservasi dan perlindungan kupu-kupu Indonesia meliputi 3 hal yaitu : konservasi habitat secara ekologi, pengembangan studi untuk menyediakan tenaga ahli dan mendidik masyarakat untuk mengambil manfaat dari kupu-kupu (Anonym, 1980). 10


III.

A.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Luas Kawasan Hutan Wisata Alam Bantimurung terletak 43 km sebelah utara dari kota Ujungpandang

dengan luas 18 ha ditetapkan sebagai Taman Wisata berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian no. 237/kpts/um/3/1981. Secara geografisterletak pada garis perpotongan 12,35 Bujur Timur dan garis 4,55 Lintang Selatan. Secara administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan bantimurung, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan pengelolaan Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA), termasuk dalam wilayah kerja Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan. Mempunyai batas alam dan batas buatan sebagai berikut : 

Sebelah Utara

: Berbatasan dengan Cagar Alam Bulusaraung

Sebelah Selatan

: Berbatasan dengan Cagar alam Karenta dan sawah-sawah milik penduduk

Sebelah Barat

: Berbatasan dengan sawah-sawah milik penduduk

Sebelah Timur

: Berbatasan dengan Cagar alam Pattunuang

B.

Toporafi Secara umum topografi Taman Wisata Bantimurung adalah berbukit dengan areal yang datar

sampai bergelombang seperti di areal pusat rekreasi yakni sekitar air terjun ke arah hilir, dan dibatasi oleh tebing-tebing batu yang menjulang tinggi. Selain itu juga terdapat air terjun yang bertingkat dengan volume air yang besar dan tidak pernah kering walaupun musim kemarau (Anonim, 1980).

11


C.

Iklim Taman Wisata Bantimurung menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson mempunyai tipe

klasifikasi iklim C dengan kelembaban antara 33,3 % - 60 %. Bulan-bulan kering terjadi antara bulan Agustus sampai bulan Oktober dan bulan basah antara Desember sampai dengan bulan Mei, sedangkan diantaranya merupakan bulan-bulan peralihan. Suhu di lokasi penelitian berkisar antara 23 0C – 33 oC dengan kelembaban udara 40 % - 65 %. D.

Vegetasi Hasil survey Sub Direktorat Suaka Alam tahun 1980 menemukan sebanyak 56 jenis vegetasi

meliputi 21 famili (yang baru diketahui). Jenis-jenis pohon yang dominan antara lain Nyatoh (Palaqium batanense), Sugimanai (Anthocephalus cadamba), Pao lanceng (Mangifera sp), Anyurung (Eugenia spp), Anruling (Pinsenia exelsa), dan Bilalang bassi (Upandra celebica). Jenis-jenis tumbuhan bawah didominasi oleh berjenis-jenis tumbuhan paku (Cycadaceae), riang-riang dan jenis-jenis tumbuhan liana, sirih-sirihan dan akar kuning (Anonim, 1980). E.

Satwa

Jenis fauna yang paling banyak ditemukan dank has adalah kera hitam yang merupakan kera endemik Sulawesi dan kupu-kupu. Jenis satwa lain yang ditemukan antara lain kadal, babi hutan, burung raja, burung tekukur, burung gagak, burung elang, burung wallet, burung pengisap madu, biawak, kalong, ular dan kura-kura air (Anonim, 1980).

12


IV.

A.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.

Jaring serangga

2.

Stoples tempat memelihara larva

3.

Termometer dan Hygrometer

4.

Cawan petri, pinset, loupe dan label

5.

Ranting kayu untuk tempat bergantung pupa

6.

Kamera

7.

Alat tulis menulis Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas :

1.

Kupu-kupu sayap burung Troides helena hephaestus dari seluruh stadium

2.

Tanaman pakan ulat Aristolochia tagala

3.

Hibiscus rosa-sinensis dan tanaman penghasil nectar lainnya sebagai pakan imago.

B.

Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi-deskriptif

dengan teknik studi kasus dimana sebagai kasusnya adalah siklus hidup dari Troides helena hephaestus pada pola pemeliharaan alami dan pola pemeliharaan buatan di penangkaran kupu-kupu Taman Wisata Bantimurung.

13


Adapun teknik operasional dari penelitian ini sebagai berikut : 1.

Ruang penangkaran kupu-kupu dibersihkan dan selanjutnya disediakan bahan yang diperlukan

untuk kepentingan pemeliharaan, antara lain tumbuhan pakan, tumbuhan naungan, sumber air dan sebagainya. 2.

Ruang laboratorium di bersihkan dan di lengkapi dengan bahan dan alat kerja seperti stoples

tempat pemeliharaan larva, cawan petri, pinset, label, kaca pembesar, alat pengukur suhu dan kelembaban udara, alat tulis menulis dan lain-lain. 3.

Jumlah telur,lama waktu dan persentase penetasan telur yang dipelihara secara buatan dalam

ruangan dicatat. Telur-telur diamati untuk melihat keadaannya dan memperhatikan faktor-faktor luar yang menyebabkan kegagalan telur menetas menjadi larva. Persentase tetas : Jumlah telur yang menetas menjadi larva X 100% Jumlah telur mula-mula 4.

Pencatatan dilakukan juga terhadap umur stadium larva, kuantitas makanan larva, persentase

keberhasilan larva memasuki stadium pre-pupa serta mengidentifikasi jenis-jenis musuh alami dan penyebab kematian lainnya dengan perlakuan pemeliharaan secara alami dalam penangkaran, dan pemeliharaan secara buatan dalam ruangan. Persentase Pre-pupa : Jumlah larva yang berhasil menjadi pre-pupa X 100% Jumlah larva mula-mula 5.

Mencatat umur dan persentase hidup pre-pupa serta penyebab kegagalannya menjadi pupa pada

pola alami dalam penangkaran dan pola buatan dalam ruangan. Persentase Pupa Jumlah pre-pupa yang berhasil menjadi pupa X 100% Jumlah pre-pupa mula-mula

14


6. Mencatat perilaku imago sesaat setelah menetas, rasio jantan dan betina, lama hidup dan persentase hidup imago pada pemeliharaan secara pola alami dalam penangkaran dan pada pola buatan dalam ruangan. Persenates Imago : Jumlah pupa yang berhasil menjadi Imago X 100% Jumlah pupa mula-mula 7. Kurva Kelangsungan Hidup 50 butir telur kupu-kupu, masing-masing 25 butir untuk setiap perlakuan dipelihara secara intensif sampai pada tahap dewasa. Persentase keberhasilan setiap stadia memasuki stadium berikutnya pada kedua cara pemeliharaan dicatat dan penyebab kematian setiap stadium diidentifikasi apakah termasuk pathogen, hama, parasit, makanan atau factor fisik lainnya. C.

Analisa Data Data pengamatan yang diperoleh ditabulasi lalu dihitung nilai rata-ratanya. Berhubung

penelitian ini tidak menggunakan control, maka nilai rata-rata akan merupakan dasar utama pembahasan dengan berpola pada metode deskriptif.

15


V. A.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan Telur

Telur kupu-kupu Toides helena hephaestus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : berwarna putih, diselimuti oleh cairan orange dan berukuran kecil dan bilat seperti lada. Kupu-kupu ini meletakkan telurnya di balik permukaan daun Aristolochia tagala. Table 1. Lama waktu penetasan dan penyebab kegagalan meneteas telur kupu-kupu Troides helena hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan. No

Lama waktu penetasan (hari)

Penyebab kegagalan menetas

Pola alami

Pola buatan

Pola alami

Pola alami

Pola buatan

1.

*

6

Telur mengerut

Telur mengerut

-

2.

6

*

-

-

Telur mengerut

3.

14

*

-

-

Telur mengerut

4.

*

6

Semut

Semut

-

5.

12

12

-

-

-

6.

*

12

Belalang

Belalang

-

7.

7

7

-

-

-

8.

11

*

-

-

Telur kosong

9.

*

*

Semut

Semut

Telur kosong

10.

13

*

-

-

Telur kosong

11.

9

9

-

-

-

12.

10

*

-

-

Telur kosong

13.

8

8

-

-

-

14

8

*

-

-

Telur mengerut

16


15.

*

*

Semut

Semut

Telur mengerut

16.

7

7

-

-

-

17.

9

*

-

-

Jamur Putih

18.

9

*

-

-

Jamur Putih

19.

9

*

-

-

Telur mengerut

20.

8

*

-

-

Telur mengerut

21.

9

*

-

-

Jamur Putih

22.

8

*

-

-

Jamur Putih

23.

*

7

Semut

Semut

-

24.

7

8

-

-

-

25.

14

*

-

-

Telur mengerut

Z

178

87

X

9.4

8.2

R

6 sampai 14

6 sampai 12

Sumber : Data Primer, 1999 Keterangan : *: Telur tidak menetas - : Data kosong

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan pemeliharaan telur secara alami dalam penangkaran hasilnya jauh lebih baik dibandingkan secara buatan. Dari 25 butir telur yang dipelihara secara buatan, hanya 10 butir saja atau 40 % yang berhasil menetas menjadi larva. Hal ini disebabkan karena telur-telur yang melekat di daun Aristolochia tagala yang kemudian dipindahkan tersebut mengalami gangguan yang menyebabkan terjadinya kerusakan seperti telur mengerut, tumbuhnya hifa

17


jamur berwarna putih pada kulit telur dan telur menjadi kosong. Sedangkan pemeliharaan telur secara alami dalam penangkaran tidak mengalami gangguan seperti di atas karena telur tersebut tetap melekat pada A. tagala yang dilekatkan dengan cairan berwarna orange yang terdapat pada kulit telur. Pada pemeliharaan secara alami dalam penangkaran diperoleh hasil 76% telur berhasil menjadi larva (19 butir). Hal ini disebabkan Karena telur tersebut tidak mengalami gangguan guncangan pada saat dipindahkan dan juga tidak banyak ditemukan musuh-musuh alami dalam penangkaran kecuali semut dan belalang sembah yang dapat melubangi telur. Lama hidup stadium telur dari kedua cara pemeliharaan tersebut tidak jauh berbeda yaitu 6 sampai 14 hari atau rata-rata 9,4 hari pada pemeliharaan pola alami dan 6 sampai 12 hari atau rata-rata 8,2 hari pada pemeliharaan dalam ruangan. Lama waktu penetasan telur pada kedua cara pemeliharaan tersebut dapat dilihat dalam bentuk histogram pada lampiran gambar 1. B.

Penanganan Larva Larva kupu-kupu T.h.hephaestus sangat khas dalam pemiliha makanan. Larva ini hanya

memakan tanaman Aristolochia tagala yang juga berfungsi sebagi tempat imago meletakkan telur. Di hutan wisata Bantimurung, tanaman ini dapat ditemukan di lereng-lereng gunung dekat pinggiran sunagi atau daerah terbuka yang ditumbuhi oleh semak sebagai tempat memanjat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan tanaman ini di hutan sudah semakin berkurang sehingga menyebabkan pula berkurangnya kupu-kupu jenis Troides. Untuk menjamin ketersediaan makanan dalam usaha penangkaran kupu-kupu ini maka perlu dilakukan pula usaha perbanyakan tanaman A.tagala tersebut. Larva kupu-kupu T.h.hephaestus yang baru menetas dari telur berbentuk ulat kecil berwarna coklat kemerahan dengan tubuh dipenuhi oleh bulu-bulu halus bercabang. Sebelum memakan daun

18


A.tagala, larva yang baru menetas ini terlebih dahulu memakan kulit telurnya. Dalam masa hidupnya larva mengalami beberapa kali tahapan eksidis atau pengelupasan dan penggantian kulit yang disebut instar. Instar pertama yaitu pada saat telur menetas, instar kedua pada saat umur 3 atau 4 hari, instar ketiga pada saat larva berumur lebih dari seminggu, instar keempat pada umur lebih dari 2 minggu, instar kelima pada umur sekitar 3 minggu atau lebih, dan instar keenam (instar terakhir) terjadi pada saat larva mencapai pertumbuhan maksimum dan sudah dalam keadaan pre-pupa yaitu persiapan untuk memasuki stadium pupa. Ciri larva yang akan mengalami eksidis pada setiap instar adalah kulit berubah menjadi hitam dan agak keriput serta berhenti makan 1 atau 2 hari sebelum berganti kulit. Pada instar kedua sampai instar kelima bentuk bulu-bulu di tubuh sudah tidak bercabang tetapi sudah berdaging. Tabel 2. Lama hidup dan penyebab kematian larva kupu-kupu Troides helena hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

Lama waktu penetasan (hari) Pola alami Pola buatan * 29 24 * 24 * * 25 + 28 * 26 30 28 + * * * 27 * 27 28 + * + 28 + * * * 26 27 + * 26 * + * 28 * + *

Pola alami Telur mengerut Semut Burung Belalang Semut Semut Burung Ular daun Semut Semut Semut Semut Semut 19

Penyebab kematian Pola alami Telur mengerut Semut Semut Belalang Semut Semut Semut Ular daun Semut Semut Semut Semut Semut

Pola buatan Telur mengerut Telur mengerut Telur kosong Telur kosong Telur kosong Telur Kosong Telur mengerut Telur mengerut Jamur putih Jamur putih Telur mengerut Telur mengerut Jamur putih


22. 30 23. * 24. + 25. 29 Z 248 X 27,1 R 24-30 Sumber : Data Primer, 1999

Semut Semut 271 27,1 24-29

Semut Semut -

Semut Semut -

Jamur putih Jamur putih Telur mengerut

Keterangan : *: mati pada stadia telur - : Data kosong +: Matia pada stadia larva Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur hidup stadium larva baik pada pemeliharaan secara alami maupun secara buatan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu 24 – 30 hari atau rata-rata 27,1 hari pada pemeliharaan pola alami dalam penangkaran dan 24 – 29 hari atau rata-rata 27,1 hari pada pemeliharaan dalam ruangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bentuk histogram yang disajikan pada Lampiran Gambar 2. Dari kedua cara pemeliharaan larva tersebut diperoleh hasil : 52,6 % larva menjadi prepupa pada pemeliharaan secara alami (dari 19 ekor larva yang dipelihara terdapat 10 ekor yang berhasil menjadi prepupa). Sedangkan pada pemeliharan secara buatan dalam ruangan diperoleh persentase hidup larva lebih tinggi daripada pemeliharaan secara alami yaitu 90 % (dari 10 ekor larva yang dipelihara terdapat 9 ekor yang berhasil menjadi prepupa). Pemeliharaan larva secara alami dengan cara membiarkan larva tetap berada pada daun A. tagala persentase hidupnya lebih rendah dibandingkan dengan pemeliharaan larva dalam stoples pada ruangan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kematian larva yang disebabkan terutama oleh predator-predator di dalam penangkaran seperti semut, belalang sembah dan ular daun yang memangsa baik pada larva yang baru menetas maupun larva yang sudah dewasa, dan hanya larva yang tersembunyi yang berhasil memasuki stadium prepupa. Sebaiknya larva 20


yang dipelihara dalam stoples bebas dari gangguan serangan predator, tetapi kematian akibat serangan pathogen seperti tumbuhnya rambut-rambut jamur berwarna putih, tidak dapat dihindari, namun serangannya tidaklah seberapa dibandingkan dengan predator. C.

Penanganan Prepupa Setelah larva mencapai pertumbuhan maksimal, larva siap memasuki stadium prepupa

dimana keadaan ini dicirikan oleh adanya perubahan pada kulit larva yaitu kulit menjadi kusam dan berhenti makan selama 1 atau 2 hari dan mengeluarkan cairan berwarna hijau tua yang berbau seperti makanan yang dimakannya dan mencari tempat atau ranting yang terlindung dari gangguan untuk bergantung dengan membuat kremaster yang berfungsi sebagai penyangga tubuh bila menjadi pupa. Kegagalan prepupa membuat kremaster dapat mengakibatkan secara langsung atau tidak langsung terhadap pupa. Kematian secara tidak langsung adalah keadaan dimana prepupa masih berhasil menjadi pupa akan tetapi bentuk pupa ini menjadi cacat dan hanya dapat bertahan hidup selama beberapa hari saja. Tabel 3. Lama hidup dan penyebab kematian prepupa kupu-kupu Troides helena hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Lama waktu penetasan (hari) Pola alami Pola buatan * 2 2 * 2 * * 2 + 2 * 2 = 3 + * * * 3 * 3 2 + * + 2 + * 21

Penyebab Kematian Pola alami Pola buatan Telur mengerut Telur mengerut Telur mengerut Semut Semut Belalang Hujan Semut Telur kosong Semut Telur kosong Telur kosong Semut Telur kosong Ular daun Semut Telur mengerut


15. * 16. 2 17. + 18. 2 19. + 20. = 21. + 22. 2 23. * 24 + 25. 2 Z 18 X 2,25 R 2 samapi 3 Sumber : Data Primer , 1999

* 2 * * * * * * + = * 17 2,125 2 sampai 3

Semut Semut Semut Angin Semut Semut Semut -

Telur mengerut Jamur putih Jamur putih Telur mengerut Telur mengerut Jamur putih Jamur putih Jamur putih -

Keterangan : *: Mati pada stadia telur + : Mati pada stadia larva = : Mati pada stadia prepupa -: Data kosong Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur prepupa baik pada pemeliharaan pola alami maupun pada pemeliharaan dan ruangan adalah 2 -3 hari atau rata-rata 2,25 hari pada pola alami dan 2,125 hari pada pola buatan (lihat histogram lampiran 3). Persentase hidup prepupa pada pemeliharaan pola alami lebih rendah dibandingkan dengan pemeliharaan dalam ruangan. Dari 10 ekor prepupa yang dipelihara secara pola alami 8 ekor diantaranya atau 80 % berhasil menjadi pupa.

Sedangkan

pemeliharaan dalam ruangan di peroleh persentase hidup prepupa 88,9 % (dari 9 ekor prepua yang dipelihara hanya terdapat 1 ekor yang gagal menjadi pupa). Persentase hidup prepupa pada pemeliharaan dalam suhu kamar hasilnya lebih tinggi 8,9 % dari pemeliharaan pola alami. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan pada suhu kamar prepupa tidak mengalami gangguan yang dapat menyebabkan putusnya kremaster yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan prepupa menjadi pupa. Meskipun demikian kematian prepupa akibat serangan pathogen seperti jamur tidak dapat dihindari namun serangannya tidaklah seberapa dibandingkan gangguan pada pemeliharaan pola alami 22


seperti hembusan angin yang kencang, guyuran air hujan yang deras serta adanya serangan predator yang lain. D.

Penanganan Pupa Setelah melalui masa prepupa, larva siap untuk memasuki stadium pupa. Proses menjadi pupa

ini didahului oleh adanya eksidis pad instar terkhir, dimana pada stadia pupa ini bentuknya sangat berbeda dengan bentuk larva. Kulit pupa yang bergantung ini masih basah dan lunak serta berwarna coklat tua, setelah kurang lebih 2 jam kulit pupa akan mengeras. Tabel 4. Lama hidup dan penyebab kegagalan menetas pupa kupu-kupu Troides helena hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20. 21. 22. 23. 24. 25. Z

Lama waktu penetasan (hari) Pola alami Pola buatan * 24 = * 20 * * 25 + 25 * 25 = 21 + * * * 29 * 26 27 + * + 29 + * * * 26 30 + * 27 * + * = * + * 26 * * + + = 24 177 206

Penyebab kegagalan menetas Pola alami Pola alami Pola buatan Telur mengerut Semut Telur mengerut Telur mengerut Semut Semut Belalang Hujan Semut Telur kosong Semut Telur kosong Telur kosong Semut Telur kosong Ular daun Semut Telur mengerut Semut Telur mengerut Semut Jamur putih Jamur putih Semut Telur mengerut Angin Telur mengerut Semut Jamur putih Jamur putih Semut Jamur putih Semut -

23


X 25,3 R 20 - 29 Sumber : data Primer, 1999

25,75 21 - 30

Keterangan : *: Mati pada stadia telur +: Mati pada stadia larva =: Mati pada stadia prepupa

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur pupa baik pada pemeliharaan pola alami maupun pola buatan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu 20 – 29 hari atau rata-rata 25,3 hari pada pemeliharaan pola alami dan 21 – 31 hari atau rata-rata 25,75 hari pada pemeliharaan dalam ruangan (lihat histogram pada lampiran gambar 4). Persentase hidup pupa adalah 87,5 % pada pemeliharaan pola alami dan 100 % pada pemeliharaan secara buatan. Persentase hidup yang tinggi pada stadia pupa ini disebabkan karena kurangnya musuh alami yang dapat memangsa pupa kecuali semut yang dapat melubangi kulit pupa. Juga disebabkan karena pupa dapat menyamarkan dirinya dimana warna kulit pupa hamper sama dengan ranting tempat bergantungnya sehingga dapat terhindar dari serangan predator. E.

Penanganan Imago Setelah stadium pupa lahirlah imago yang memiliki sayap yang masih kisut dan terlipat

karena basah serta abdomen yang kembung. Sebelum menetas menjadi imago pupa ini terlebih dahulu memperlihatkan adanya perubahan warna pad atabung pupa yaitu warna berubah menjadi warna hitam terutama pada bagian atas selubung kepala dan bagian samping berwarna hitam kekuningan yang merupakan bakal sayap imago. Setelah 1-2 hari, warna pupa siap untuk menetas. Pupa kebanyakan menetas pada pagi hari dari pukul 06.00 – 10.00. Pada pemeliharaan dalam ruangan, imago yang baru menetas harus segera dipindahkan k edalam penangkaran agar dapat terbang mengisap nektar. Imago 24


ini tidak dapat langsung terbang tetapi terlebih dahulu mengempeskan abdomennya yang kembung dengan cara menyemprotkan cairan bening melalui anusnya beberapa kali sampai perutnya terasa ringan untuk dapat terbang. Bersamaan dengan proses pengempesan ini, imago mengeringkan sayapnya dengan cara menutup dan membuka sayapnya (lama waktu pengeringan sayap berlangsung dalam waktu rata-rata lebih dari 3 jam). Lama waktu pengeringan sayap tergantung pada keadaan cuaca dimana pada saat hujan turun pengeringannya lebih lama dibandingkan pada saat cuaca panas atau tidak turun hujan. Setelah abdomen sudah terasa ringan dan sayap sudah kering maka imago terbang mencari makanan berupa nektar. Imago aktif mengisap nektar pada saat matahari mulai tertib. Pada saat cuaca cerah atau tidak turun hujan, imago lebih banyak menggunakan waktunya untuk terbang mengisap nektar daripada beristirahat, sedangkan pada saat hujan turun imago beristirahat di bawah daun yang lebar. Imago ini dapat bertahan hidup tanpa makan selama 3 sampai 4 hari. Umur hidup imago pada hasil pengamatan disajikan pada histogram pada lampiran tabel 5.

Tabel 5. Lama hidup dan jenis kelamin imago Troides Helena Hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan. Lama waktu penetesan (hari) Jenis kelamin Pola alami Pola buatan No Pola alami Pola buatan J B J B 1. * 6 J 2. * * 3. 10 * B 4 * 11 B 5. + 10 B 6. * 14 J 7. # 10 B 8. + * 9. * * 10. 5 * B 11. 20 17 B B 12 + * 13. + 7 B 14. + * 15. * * 16. 10 9 J J 25


17. + 18. 10 19. + 20. = 21. + 22. 8 23. * 24. + 25. 9 Z 72 X 10,3 R 5 sampai 20 Sumber : Data Primer, 1999 Keterangan : *: Mati pada stadium telur +: Mati pada stadium larva -: Data kosong

* * * * * * + = * 82 10,25 5 sampai 17

-

B B B

-

-

# : Mati pada stadium pupa = : Mati pada stadium prepupa J : Jantan B : Betina

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lama hidup imago yang pupanya dipelihara dalam penangkaran adalah 5 sampai 20 hari atau rata-rata 10,3 hari pada imago yang pupanya dalam pola alami dan 6 sampai 17 hari atau rata-rata 10,25 hari pada imago yang pupanya dipelihara dalam ruangan. Hal ini menunjukkan bahwa hidup imago tidak dipengaruhi oleh cara pemeliharaan pupa. Ratio antara jantan dan betina adalah 1 : 3 pada pemeliharaan pola alami dalam penangkaran dan 1 : 8 pada pemeliharaan dalam ruangan. Sehari setelah menetas, imago dapat melakukan kopulasi. Seekor imago betina hanya dapat dikawini oleh seekor imago jantan. Imago betina yang akan bertelur mencari daun A.tagala untuk tempat meletakkan telur atau pada tempat lain yang berdekatan dengan A.tagala (daun atau tangkai daun tumbuhan lain). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina tidak tetap, tergantung pada keadaan atau kondisi fisik imago betina. Apabila kondisinya cukup baik maka dapat menghasilkan telur kurang lebih 50 butir.

26


F.

Kurva Kelangsungan Hidup Data jumlah populasi yang diperoleh dari keberhasilan setiap stadium ke stadium berikutnya

ke-2 macam teknik pemeliharaan hasilnya adalah : 1.

Pola alami dalam penangkaran; telur = 25, larva = 19, prepupa = 10, pupa = 8 dan imago = 7.

2.

Pola buatan dalam ruangan; telur = 25, larva = 10, prepupa = 9, pupa = 8 dan imago = 8. Dari data tersebut diatas dapat diperoleh bentuk kurva kelansungan hidup kupu-kupu Troides

helena hephaestus pada kedua cara pemeliharaan yang dilakukan seperti terlihat pada gambar 7. Gambar 7. Kurva Kelangsungan Hidup Kupu-Kupu Troides Helena hephasetus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan. 30 25

jumlah Populasi

20 15

Pola alami Pola buatan

10 5 0 0

1

2

3

4

5

Stadia Pertumbuhan

27

6


Tabel 6. Persentase keberhasilan telur menjadi imago Troides helene hephaestus pada pemeliharaan pola alami dan pola buatan . No

Stadium

1 2 3 4 5

Telur Larva Prepupa Pupa Telur-Imago

Persentase Keberhasilan (%) Pola Alami Pola Buatan 76 40 52,6 90 80 88,9 87,5 100 28 32

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase keberhasilan telur menajdi imago pada pemeliharaan pola alami hasilnya lebih rendah yaitu hanya sebesar 28 % dibandingkan dengan pemeliharaan pola buatan dalam ruangan yang hasilny amencapai 32 %. Persentase keberhasilan telur menjadi imago pada kedua cara pemeliharaan ini masing-masing dipengaruhi oleh beberapa faktor luar seperti adanya serangan musuh alami berupa predator dan adanya serangan patogen yang dapat menyebabkan kematian pada setiap stadium. Pada histogram yang disajikan pad alampiran gambar 6, dapat dilihat bahwa pada pemeliharaan pola alami, persentase keberhasilan telur menjadi larva menunjukkan hasil yang lebih tingggi yaitu 76 % dibandingkan pada pemeliharaan dalam ruangan yang hasilnya hanya 40 % saja. Sedangkan untuk pemeliharaan larva, prepupa dan pupa hasilnya lebih tinggi pada pemeliharaan dalam ruangan yaitu masing-masing 90 %, 88,9 % dan 100 % dibandingkan dengan pemeliharaan dalam penangkaran yang hasilnya masing-masing 52,6%, 80% dan 87,5%. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya serangan musuh alami berupa predator yang sulit dihindari pada pola alami dalam penangkaran. Siklus hidup rata-rata yang diperoleh dari setiap stadium adalah : 1.

Pola alami dalam penangkaran : telur = 9,4 hari; larva = 27,1 hari; prepupa = 2,25 hari;

pupa = 25,3 hari dan imago = 10,3 hari.

28


2.

Secara buatan dalam ruangan : telur = 8,2 hari; larva =27,1 hari; prepupa = 2,125 hari; pupa

= 25,75 hari dan imago = 10,25 hari. Siklus hidup rata-rata pada keseluruhan stadia adalah 74,35 hari pada pemeliharaan pola alami dan 73,425 hari pada pemeliharaan dalam ruangan.

29


VI.

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor luar yang mempengaruhi bentuk kurva kelangsungan hidup (survival curve) dari kupu-kupu Troides helena hephaestus adalah jumlah makanan yang tersedia, cara pemeliharaan dan tingkat serangan musuh alami. 2. Faktor-faktor luar yang menyebabkan kematian pada setiap stadium perkembangan kupu-kupu T.h.hephestus berbeda-beda pada setiap stadium tergantung pada teknik pemeliharaan. Pada pemeliharaan pola alami dalam penangkaran, kematian pada setiap stadium kebanyakan disebabkan oleh adanya serangan predator seperti semut, belalang dan ular daun, juga disebabkan oleh gangguan alam seperti guyuran air hujan yang deras dan humbusan angin yang kencang. Sedangkan pada pemeliharaan secara buatan dalam ruangan, kematian setiap stadium disebabkan oleh serangan pathogen seperti jamur putih. 3. Persentase keberhasilan imago dari sejumlah telur yang ditangkar adalah 28 % pada pemeliharaan alami dalam penangkaran dan 32 % pada pemeliharaan secara buatan dalam ruangan. Persentase keberhasilan hidup pada stadium dari telur, larva, prepupa dan pupa adalah masingmasing 76%; 52,6%; 80 % dan 87,5 % pada pemeliharaan pola alami dalam penagkaran dan masingmasing 40 %; 90 %; 88,9 % dan 100 % pada pemeliharaan cara buatan dalam ruangan. Siklus hidup rata-rata dari keseluruhan stadium adalah 74,35 hari pada

pemeliharaan pola bauatn dalam

ruangan. 4. Hasil penangkaran yang optimum adalah kombiansi antara pola alami dan pola buatan yaitu pemeliharaan telur dan imago secara alami dalam penangkaran sedangkan larva, prepupa dan pupa dilakukan dengan cara buatan dalam ruangan.

30


B. Saran 1. Untuk mempertinggi persentase keberhasilan hidup dari setiap stadium pada penangkaran kupu-kupu sayap burung Troides helena hephaestus maka perlu diusahakan upaya penanggulangan musuh-musuh alami. 2. Untuk menjamin

adanya ketersediaan makanan bagi larva kupu-kupu Troides helena

hephaestus maka perlu diusahakan perbanyakan tanaman pakan larva Aristolochia tagala disekitar kawasan hutan wisata Bantimurung.

31


DAFTAR PUSTAKA Alcock, Jhon, 1983. Animal Behaviour : An Evaluationaty Approach. Sinaeur Associates, Inc.Publisher. Sunderland Massachusetts. Anonim, 1980. Laporan Survey Evaluasi/Reevaluasi Cagar Alam Bantimurung dan Survey Detil Perluasan Areal Cagar Alam Bantimurung di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Direkturorat PHPA Departemen Kehutanan. Bogor. Anonim, 1991. Pemasyarakatan Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Direktorat Jenderal PHPA. Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonim, 1992a. Bantimurung dan Zone-Zone di Sekitarnya. Study Ekskursi. Mahasiswa Penyayang Flora dan Fauna. Senat Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Anonim, 1992b. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia , Jakarta. Borror, D.J., C.A. Tripelhorn, N.F. Jhonson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Gajah Mada University Press, Jogjakarta. Bumantoro, Y., 1992. Pengamatan Siklus Hidup Kupu-kupu Sayap Burung Ornithoptera ornithoptera priamus Poseidon Doleday di Pegunungan Arfak Manokwari. Skripsi Sarjana Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih, Manokwari. (tiadk diterbitkan). Sunjaya, P.I., 1970. Dasar-dasar Ekologi Serangga. Bahagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tangim, M.N., 1986. Beberapa Aspek Ekologi Jenis Kupu-kupu Famili Papilionidae dan Potensinya di Taman Wisata Bantimurung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor. Grzimek, H.C.B., 1975. Animal Life Encylopedia Vol.2 Insects. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Haugum, J. and A.M. Low., 192. A. Monograph of The Bird-wing Butterflies: Trogonoptera and Ripponia. Vol 2. Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg. Denmark. Mattimu, A.A., H. Sugondo, dan H. Pabittei, 1977. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Kupu-kupu di Daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Myala, H.F., A. Suanji, A. Sanda, H. Surjadi dan I. Julianto, 1993a. Kupu-kupu Indonesia Kemana Engkau Pergi. Harian Kompas Edisi Oktober. Gramedia Press. Jakarta. , 1993b. Bantimurung, Surga dan Neraka Kupu-kupu. Harian Kompas Edisi Oktober. Gramedia Press. Jakarta. Neville, D., 1992. Sayap-sayap Cantik di Atas Irian; Peternakan Kupu-kupu di Arfak. Conservation Indonesia Vol. 8 No.3 WWF for Nature Program Indonesia. Edisi Oktober – Desember. Jakarta. Sila, Mappatoba. 1993. Konservasi Biodiversity Suatu Alternatif Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Pedoman Rakyat Thn. XI No. 86. 26 Juni 1993. 32


Andrewarta, H.G. and Birch, L.G., 1974. The Distribution and Abudance of Animal. The University of Chicago Press., London pp. 26 – 31. Fahruddin, 1980. Bionomi Nepothettix Veresces Distant. Hemoptera: Cicedelloides, Euscilidae. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Disertasi ). Hal 4 – 5. Hoi Seng, Yong., 1989. Malaysian Butterflies. Tropical Press SDN. BHD. KualaLumpur, Malaysia. Smart, P., 1976. The Illustrated Encylopedia of The Butterfly World In Color. Paul Smart Press. New York. Tsukada, E. and Y. Nishiyama, 1982. Butterflies of The South East Asian Island. Part I. Papilionidae. Plapac Co. Ltd. Japan.

33


Lampiran Gambar 1. Histogram Lama Waktu Penetasan Telur Kupu-Kupu Troides helena hephaestus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Alami

Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Buatan

16

Lama Waktu Penetasan (Hari)

14 12 10 8 6 4 2 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Jumlah Telur

34

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25


Lampiran Gambar 2. Histogram Lama Hidup Larva Kupu-Kupu Troides helena hephaestus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Alami

Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Buatan

35

30

Lama Hidup (hari)

25

20

15

10

5

0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Jumlah Larva

35

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25


Lampiran Gambar 3. Histogram Lama Hidup Prepupa Troides helena hephaestus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Alami

Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Buatan

3,5

Umur Hidup Prepupa

3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Jumlah Prepupa

36

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25


Lampiran Gambar 4. Histogram Umur Hidup Pupa menjadi Imago Troides helena hephaestus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Alami

Lama Waktu Penetasan (hari) Pola Buatan

35

Lama Hidup Pupa (hari)

30

25

20

15

10

5

0 1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Jumlah Pupa 37


Lampiran Gambar 5. Histogram Umur Hidup Imago Troides helena hephaestus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan

25

Lama Waktu Penetasan (hari)Pola Alami Lama Waktu Penetasan Pola Buatan

Lama Hidup Imago (Hari)

20

15

10

5

0 1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Jumlah Imago

38


Lampiran Gambar 6. Histogram Persentase Keberhasilan Setiap Stadium Siklus Kupu-kupu Troides helena hepasetus Pada Pemeliharaan Pola Alami dan Pola Buatan 120 Pola Alami

Pola Buatan

Persentase Keberhasilan (%)

100

80

60

40

20

0 Telur

Larva

Prepupa

Stadium

39

Pupa

Imago


Lampiran Tabel 7. Data Curah Hujan Tahunan Lokasi Penelitian No. Stasiun 428/39/BS/PMA Nama Stasiun Batu Bassi

Cabang Dinas

: Pengairan

Ketinggian Âą 16.245 M

Tahun

: 1998

Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total 1 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Total II Total I+II Jml hr hjn Hjn max

Jan 2 3 26 34 15 9 39 81 87 60 1 357 6 11 13 44 118 107 38 26 17 6 2 3 391 748 23 118

Feb 1 27 1 18 29 36 12 27 11 58 44 264 5 17 13 17 6 15 27 26 155 60 X X X 341 605 21 155

Mar 10 125 7 19 15 47 6 18 34 26 307 4 6 9 10 46 14 20 3 112 419 18 125

Apr 32 130 40 55 85 8 1 2 12 365 29 3 18 X 50 415 12 130

Mei 29 1 3 2 8 72 90 205 0 17 35 16 68 273 10 90

Jun 2 3 9 7 16 12 6 5 10 9 12 91 1 3 2 X 6 97 14 16 40

Jul 9 2 3 12 73 99 0 99 5 73

Aug 0 2 2 2 1 2

Sep 6 12 18 31 31 49 3 31

Okt 41 26 81 19 167 7 1 6 14 181 7 81

Nov 1 10 23 18 7 26 46 3 49 183 26 2 101 14 63 52 X 258 441 15 101

Des 76 41 12 21 63 96 47 24 13 80 24 36 533 40 36 21 22 41 24 1 2 3 1 61 5 257 790 24 96


Lampiran Tabel 7 (Lanjutan) No. Stasiun 428/39/BS/PMA Nama Stasiun Batu Bassi

Cabang Dinas

: Pengairan

Ketinggian Âą 16.245 M

Tahun

: 1999

Tgl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total 1 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Total II Total I+II Jml hr hjn Hjn max

Jan 130 5 10 63 13 4 33 14 272 9 38 83 55 49 22 39 85 41 20 13 65 519 791 20 130

Feb 101 75 112 7 6 153 51 76 1 582 46 165 45 13 83 43 17 34 X X 446 928 17 165

Mar 10 13 10 33 12 5 10 10 16 30 149 20 2 11 17 70 3 75 1 199 348 18 75

Apr

Mei

Jun

41

Jul

Aug

Sep

Okt

Nov

Des


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.