e-paper madani

Page 1


DAFTAR ISI - Laporan Khusus Mau Kemana Bantuan Hukum?

Salam Redaksi Semoga Allah Swt senantiasa memberikan keberhakan kepada kita semua, shalawat dan salam semoga terurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Pembaca yang terhormat Edisi ke-2 ini, redaksi memaksimalkan lagi isi dan kualitas layoutnya. Hal itu disebabkan banyaknya masukan dari pembaca yang memberikan perhatian atas terbitnya e-paper MADANI ini. Sejumlah informasi dan pemberitaan menjadi warna dalam penerbitan yang ke-2 ini, sebut saja liputan khusus tentang bantuan hukum dari pelbagai media massa yang kami rangkum menjadi ulasan jurnalistik. Terbitnya PP Nomor 94 Tahun 2012, menjadi sorotan tersendiri bagi kami karena para Hakim Indonesia kerap menunggu kedatangannya, bagaimana kata mereka? Citizen Journalist dari Aceh berhasil mengirimkan liputannya tentang kehidupan hakim di tanah rencong, juga menjadi perhatian redaksi. Akhirnya, perubahan harus dimulai dengan niat dan keikhlasan hati yang paling dalam. Semoga pembaca berkenan melanjutkan lembaran demi lembaran dalam elektronik paper ini. Terima kasih! REDAKSI

- FOKUS Misteri PP No.94/2012

- Ramuan Jurnalistik Kepemimpinan Jokowi dan Obama

- Gagasan Prof. Yusril Ihza Mahendra

- Resonansi Sosok Dirjen Badilag yang Ideal

- Jajak Pendapat - Daerah

Penerbit : MADANI. Dewan Pakar: Dr. H. Andi Syamsu Alam, SH, MH, Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH. S.Ip. M.Hum, Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH, MCL, Prof. Dr. H. Hasballah Thaib, MA, Prof. Dr. H. Ahmad Hamid Sarong, SH, MH, Dr. Iman Jauhari, SH. M.Hum, Dr. Iwan Kesumajaya, SH, M.Hum. Dewan Redaksi : Drs. H. Wahyu Widiana, MA, Drs. H. Purwosusilo, SH, MH, Drs. H. Sayed Usman, SH, MH, Drs. H. Hidayatullah, SH. MH, Drs. H. Farid Ismail, Drs. H. Soufyan M. Saleh, SH, Tukiran, SH, Dra. Hj. Rosmawardani, SH, Drs. H. Muhsin Halim, SH, MH, Drs. Muslim, SH, MA, Drs. Ifdal, SH, Drs. Malkan, SH, MA. Pemimpin Redaksi: Alimuddin, SHI. Redaktur Pelaksana: Drs. Muhammad Amin, SH, MH, H. Edi Hudiata, Lc, Dr. H. Faisal Saleh, Lc, MA. Hermansyah, SHI. Redaktur: Andri Irawan, SHI, Hermanto, SHI, M. Yunadi, S.Ag. Citizen Journalist: Romi Maulana, SHI (Tarempa), M. Lukman Hakim, S.Ag (Mempawah), Maswari, SHI (Gunung Sugih), Nurhadi, SHI (Aceh), Achmad Fikri Oslami, SHI, MHI (Sigli Aceh), Saipul Anwar, SH (Idi), Deni Irawan, SHI, M.Ag (Sulawesi), Sulyadi, SHI (Yogyakarta), Barliansyah (Palembang). Korespondensi: aldimonbusho@yahoo.co.id atau aldimonbusho@gmail.com


Laporan Khusus

Mau Kemana Bantuan Hukum?

B

elum lama diundangkan, UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sudah dipersoalkan sejumlah warga negara lewat pengujian formil undangundang ke MK. Mereka adalah Dominggus Maurits Luitnan, Suhardi Somomoelyono, Abdurahman Tardjo, Paulus Pase, Carlo Lesiasel, Malkam Bouw, A Yetty Lentari, Mansjur Abu Bakar, Umar Tuasikal, Metiawati, dan Shinta Marghiyana. Semuanya mengaku berprofesi sebagai advokat. Mereka menilai proses pembentukan UU Bantuan Hukum tidak mencerminkan kejelasan tujuan, rumusan, materi muatan, asas pengayoman, kesamaan kedudukan dalam hukum, ketertiban dan kepastian hukum, asas keterbukaan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat terutama organisasi advokat. Syarat-syarat ini

sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 huruf f jo Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. “UU Bantuan Hukum mengadung ketidakjelasan tujuan siapa yang memberikan bantuan hukum cuma-cuma, rumusan frasa ‘bantuan hukum’ dan kata ‘advokat’. Hal ini menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya,” kata salah satu pemohon, Dominggus Maurits Luitnan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Ahmad Fadlil Sumadi di Gedung MK, sebagaimana dilangsir detik.com. Dominggus menilai frasa bantuan hukum atau jasa hukum sama dengan penasihat hukum yang digunakan sejak berlakunya Pasal 56 ayat (2) KUHAP. Lalu istilah penasihat hukum ditambah


konsultan hukum, dilebur menjadi istilah advokat seperti termuat dalam Pasal 32 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Jadi istilah bantuan hukum sama saja dengan advokat,” kata Dominggus. Secara spesifik, para pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 9 huruf a jo Pasal 1 ayat (3) UU Bantuan. Aturan itu menyebut pemberi bantuan hukum yang dapat dilakukan lembaga bantuan hukum atau organisasi masyarakat (LSM) berhak melakukan rekrutmen advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. “Ini berpotensi terjadi benturan kepentingan dengan mengambil alih/intervensi terhadap hak-hak konstitusional para pemohon karena standar bantuan hukum seharusnya ditetapkan organisasi profesi advokat, dalam hal ini Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang merupakan induk/wadah delapan organisasi advokat,” katanya. Menurutnya, materi muatan Pasal 9 huruf a UU Bantuan Hukum itu tidak adil dan tidak ada kepastian hukum karena dapat terjadi benturan kepentingan dengan para pemohon. Sebab, pemberi jasa bantuan hukum adalah advokat sesuai Pasal 38 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merupakan aparat penegak hukum. Dosen, mahasiswa fakultas hukum, LSM, Ormas bukan penegak hukum yang keduanya seharusnya hanya diperbolehkan magang di kantor advokat sebelum menjadi advokat. “Tetapi, justru mereka diberi kesempatan mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara dalam persidangan seperti diamanatkan Pasal 7 UU Bantuan Hukum. Hal ini jelas menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional para pemohon sebagai advokat dengan mengambil alih peranan advokat yang melanggar Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.” Selain itu, adanya keterlibatan advokat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bantuan hukum yang diselenggarakan lembaga bantuan hukum dan organisasi masyarakat/LSM. Hal ini diatur dalam Pasal 10 huruf c UU Bantuan Hukum. “Ini sangat

2

kontradiktif dengan organisasi profesi advokat yanga menyelenggarakan pendidikan khusus advokat seperti diamanatkan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat,” jelasnya. Karena itu, para pemohon meminta MK menyatakan proses pembentukan UU Bantuan Hukum tidak memenuhi syarat pembentukan undang-undang dan bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan UU Bantuan Hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tuntutnya. Menanggapi permohonan, Fadlil mengingatkan bahwa pengujian formil UU Bantuan Hukum ini sudah lewat waktu yaitu 45 hari sejak undang-undang terkait diundangkan dalam lembaran negara. “Ini bisa Saudara lihat dalam Putusan MK No. 27/PUU-VII/2009. Jadi terserah Saudara mau meneruskan permohonan ini atau tidak,” kata Fadlil. Anggota panel, Anwar Usman menyarankan agar dalam petitum mencantumkan permintaan ex aquo et bono (mohon putusan yang seadil-adilnya). “Ini agar dicantumkan dalam petitum permohonan,” sarannya. Atas saran itu, Dominggus mengatakan akan mengubah jenis permohonan dari pengujian formil ke pengujian materiil. “Kemungkinan permohonan akan kita ubah dari permohonan pengujian formil ke pengujian materil,” ujarnya. Fenomena Bantuan Hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menunda pelaksanaan program bantuan hukum gratis karena pada akhir 2011 lalu terbit UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Soalnya undangundang itu telah mengatur secara jelas tentang lembaga yang berhak memberikan bantuan hukum. Undang-undang tersebut antara lain mengatur bahwa lembaga yang berhak memberikan bantuan hukum adalah lembaga yang sudah diverifikasi, terakreditasi dan berbadan hukum. Bukan pemerintah daerah. Demikian Kepala Biro Hukum dan HAM Pemprov Sumsel, Ardani kepada wartawan di Palembang sebagaimana dilangsir detik.com.


“Pemberian bantuan hukum bagi rakyat miskin salah satu dari tanggung jawab negara..�

Jadi bila melihat aturan tersebut maka seluruh pemerintah provinsi di Indonesia belum memenuhi syarat, sehingga untuk sementara ini bantuan hukum gratis kepada masyarakat kurang mampu ditunda pelaksanaannya. Dengan adanya aturan itu, maka Pemerintah Provinsi Sumsel meminta petunjuk kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, bila diikuti maka persyaratannya harus diusulkan instansi/lembaga mana, katanya. Selain itu, lanjut Ardani, supaya program tersebut tetap berlanjut pihaknya membuat Peraturan Daerah yang saat ini sedang dibahas DPRD Provinsi Sumsel, dan diharapkan dalam waktu dekat sudah rampung. "Yang jelas terus berusaha supaya bantuan hukum gratis dapat dilanjutkan kembali pada 2013," kata dia. Menurut Ardani, pihaknya optimistis bantuan hukum gratis bisa berlanjut, karena Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM juga siap membantu mencarikan jalan terbaik. Lebih lanjut Ardani mengatakan, pertimbangan dilanjutkannya kembali program bantuan hukum gratis karena masih banyak warga yang kurang mampu bermasalah terhadap hukum. Terpisah, pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain mengatakan pemberian bantuan hukum bagi warga miskin merupakan salah satu tanggung

jawab negara. "Ini Undang-Undang Bantuan Hukum merupakan wujud tanggung jawab negara, kita apresiasi dulu," kata Bahrain. Menurut Bahrain, keberadaan UU Bantuan Hukum justru memudahkan proses pemberian bantuan hukum kepada warga miskin yang membutuhkan. "Soal optimisme itu ya optimis, tapi tentu perlu sosialisasi lebih lanjut soal ini. Kan memudahkan bagi masyarakat kalau Kemkumham mau menyalurkan daftar lembaga yang bisa memberikan bantuan hukum kepada mereka," ujar dia. Bentuk lain tanggung jawab negara atas pemenuhan hak bantuan hukum adalah dengan penyediaan anggaran bantuan hukum. Menurut Bahrain, anggaran yang disiapkan untuk bantuan hukum bagi rakyat miskin senilai Rp200 miliar hingga Rp300 miliar untuk seluruh Indonesia dengan alokasi Rp6 juta untuk setiap warga miskin yang mengajukan. Namun begitu, Bahrain meminta agar anggaran bantuan hukum tak dipukul rata. Soalnya, akan ada biaya tambahan yang dikeluarkan bila ada kasus di daerah pelosok yang belum ada lembaga yang memberikan bantuan hukum. Sampai berita ini diturunkan, mekanisme pelaksanaan bantuan hukum masih dalam pembahasan di Kemenkumham dan Dirjen Anggaran Kemenkeu RI. Mau kemana bantuan hukum?

3


Analisis

Misteri Bantuan Hukum

H

ak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingankepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat. Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum�. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara

4

memadai, sehingga dibentuknya U n d a n g U n d a n g Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan Undang-Undang Bantuan Hukum ini. Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin. Beberapa pokok materi yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum antara lain mengenai: pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan


ketentuan pidana. Salah satu hal yang baru dari UU Bantuan Hukum adalah pemusatan pengelolaan bantuan hukum di Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian inilah yang akan mengelola dana bantuan hukum, termasuk yang berada di Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia. Pasal 22 Undang-Undang Bantuan Hukum menyebutkan penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum di lembaga-lembaga yang disebut terakhir dan instansi lain tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. Untuk tahun berikutnya, Pasal 6 ayat (2) menegaskan pemberian bantuan hukum kepada penerima diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM. Dalam hal pemberian bantuan hukum di lembaga lain belum berakhir pada tahun anggaran, maka pelaksanaannya harus menyesuaikan dengan mekanisme Undang-Undang Bantuan Hukum. Tentu saja, yang diatur adalah bantuan hukum dengan menggunakan dana APBN/APBD. Ironisnya, Undang-Undang ini tak menjelaskan secara rinci bagaimana bantuan hukum yang diselenggarakan atas bantuan luar negeri secara langsung kepada LPBH. Pemusatan penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum memperkuat posisi Kementerian Hukum dan HAM. Mau tidak mau di tangan Kementerian pula regulasi tentang verifikasi dan akreditasi. Beberapa hal yang harus dipastikan melalui akreditasi adalah badan hukum, akreditasi kelembagaan dan personel, kantor dan sekretariat, pengurus, serta program-program pemberian bantuan hukum. Penyalahgunaan dana bantuan hukum sangat mungkin terjadi. Bukan hanya itu, sangat mungkin terjadi pungutan terhadap kelompok masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan hukum. Apalagi ukuran kemiskinan yang dipakai sebagai tolok ukur menurut Undang-Undang ini belum jelas. Apakah hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, atau termasuk pula yang berada pada garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik. Jika mengikuti ukuran itu, kata Yuwono Priyanto, tak kurang dari 60 juta penduduk Indonesia yang berhak mendapatkan bantuan hukum probono. Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta itu mengatakan bantuan hukum harus tepat sasaran. Jangan sampai penyatuan atap penyelenggaraan dan anggaran bantuan hukum semakin membuat masyarakat miskin kesulitan mengakses bantuan hukum probono. Undang-Undang Bantuan hukum mencoba mengantisipasi penyalahgunaan hakikat bantuan hukum probono. Pasal 21 mengancam pidana satu tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp50 juta setiap pemberi bantuan hukum yang menerima sesuatu apapun dari Penerima Bantuan Hukum. Frasa “sesuatu apapun� tak diperjelas. Bagaimana kalau pemberi bantuan hukum menerima sesisir pisang dari penerima bantuan hukum, apakah itu termasuk tindak pidana? Ketidakjelasan kalimat atau frasa dalam Undang-Undang Bantuan Hukum menjadi tantangan tersendiri, agar para pemberi bantuan hukum bisa menjalankan tugasnya dengan tenang. Jangan sampai terjadi ancaman seperti yang dulu tercantum pada Pasal 31 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Meskipun ada tantangan, sekaligus peluang, yang paling penting adalah memanfaatkan bantuan hukum untuk kepentingan membela rakyat miskin. Bahkan Yuwono Priyanto yakin bantuan hukum bisa dimanfaatkan untuk mengantisipasi konflik-konflik sosial di masyarakat. Jumlah pemberi bantuan banyak adalah sesuatu yang penting. Tetapi lebih penting lagi bagaimana agar bantuan hukum benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Seperti yang ditulis Todung Mulya Lubis, advokat senior, dalam jurnal Third World Legal Studied terbitan Valparasio University Ontario, pada 1985 silam.(Red)

5


FOKUS

Misteri PP Nomor 94 Tahun 2012

D

i tengah mencuatnya hakim terlibat narkoba dan vonis bebas hukuman mati bagi gembong narkoba, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengejutkan. Gaji hakim dinaikkan dan bahkan hingga Rp 40,2 juta. Hal ini menyusul dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Dalam PP tersebut berisi hak-hak konstitusional hakim sebagai pejabat negara, seperti sistem penggajian yang diatur khusus, berbeda dengan sistem penggajian PNS. ’’Diharapkan dengan PP tersebut, kinerja para hakim di empat lingkungan peradilan dapat lebih ditingkatkan agar

6

tidak ada pelanggaran yang dilakukan para hakim lagi,’’ ungkap Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Ahmad Kamil kepada wartawan, sebagaimana dilangsir situs www.indopos.com. Dalam lampiran PP itu disebutkan, tunjangan Ketua Pengadilan Tingkat Banding sebesar Rp 40,2 juta dan hakim pemula (masa kerja 0 tahun) untuk pengadilan Kelas II sebesar Rp8,5 juta. Lalu, hakim pemula (pratama) untuk pengadilan Kelas IA sebesar Rp11,8 juta. Sedangkan gaji pokok hakim golongan IIIa sebesar Rp2,064 juta, sehingga take home pay gaji pemula sekitar Rp 10,5 juta. Dengan PP tersebut pihaknya meminta semua jajaran di lingkungan


pengadilan tetap memperkuat sistem pengawasan terhadap hakim empat lingkungan peradilan. ’’Setelah kenaikan gaji, pimpinan MA sepakat untuk memperkuat pengawasan di seluruh jajaran empat lingkungan pengadilan,’’ katanya. Menurutnya, kenaikan gaji dan tunjangan hakim tersebut harus bisa menjadi garis batas untuk menghapus perilaku buruk yang dilakukan oknum hakim. Karena itu, pihaknya berharap tidak ada lagi hakim menyimpang. ’’Ke depan, jika masih ada hakim yang melanggar atau menyimpang, tidak akan kami beri toleransi lagi,’’ tegasnya. Ia mengatakan, pihaknya akan memperkuat pengawasan dalam bentuk pengawasan atasan terhadap bawahannya secara ketat (pengawasan melekat). Misalnya, jika hakim terkena sanksi karena melanggar, atasannya akan dipertimbangkan untuk dikenai sanksi pula. ’’Pengawasan yang efektif adanya built in control dari dalam, jika ada bawahannya yang berbuat, atasannya akan dipertimbangkan untuk dikenai sanksi juga,’’ tuturnya. Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar mengatakan, KY menyambut baik keluarnya PP yang mengatur tentang kesejahteraan dan kedudukan hakim sebagai pejabat negara itu. Namun begitu, ia juga berharap kenaikan gaji itu diimbangi performance yang baik dari para hakim. ’’Kenaikan ini harus diimbangi performance (kinerja) dari aspek peningkatan kualitas dan integritas yang ditunjukkan dari perilaku dan putusan-putusannya,’’ katanya. Apalagi, lanjut Asep, dalam PP itu juga memberikan tunjangan lain untuk para pendekar hukum tersebut, seperti fasilitas tempat tinggal (perumahan), transportasi dan jaminan keamanan. ’’Diharapkan lulusan fakultas hukum terbaik semakin tertarik untuk mendaftar sebagai hakim di masa mendatang. Tentunya, hal ini harus dibarengi pula dengan pembenahan sistem manajemen SDM yang baik mulai rekrutmen, pembinaan, pengawasan hakim,’’ tambahnya. Senada dengan KY, Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengungkapkan, pihaknya

mendukung kenaikan gaji hakim tersebut, agar bisa mencegah praktik korupsi. "Bicara soal kenaikan gaji, secara otomatis juga untuk pencegahan praktik korupsi di lingkungan pengadilan. Dengan kata lain, kenaikan gaji ini bisa mencegah korupsi yang disebabkan karena kebutuhan,’’ ujarnya. Namun ia berharap, dengan semakin sejahtera para hakim jangan sampai juga menaikkan standar suap yang hingga saat ini ditengarai masih marak terjadi. ’’Harapannya, jika memang praktik korupsi di pengadilan diduga lantaran kebutuhan semoga sudah tidak terjadi lagi. Tapi, kalau korupsi karena rakus ya tidak akan bisa (diminimalisir), meskipun gajinya sudah mencapai Rp 10 juta,’’ tuturnya. Karena itu, ia meminta MA untuk tidak memberikan kesempatan kepada para hakim yang melakukan tindakan tidak terpuji dengan korupsi atau menerima suap dengan memperkuat fungsi pengawasan. (ris) Lima Hal Penting di PP Nomor 94 Tahun 2012 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung telah ditetapkan oleh Presiden RI pada 29 Oktober 2012 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada 30 Oktober 2012. Di Pasal 14 disebutkan, PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. PP ini hanya mengatur hak keuangan dan fasilitas hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan. Hak keuangan dan fasilitas hakim agung MA tidak diatur di PP ini. Hak keuangan dan fasilitas hakim terdiri dari 10 macam yang meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun dan tunjangan lain. Laporan tim redaksi e-paper MADANI Hermansyah, ada lima hal penting yang patut dicermati dari PP yang

7


waktu penandatangannya bersamaan dengan Tunjangan Kemahalan pelaksanaan Rakernas MA tersebut. Selain menerima tunjangan jabatan, hakim juga berhak Gaji Pokok memperoleh tunjangan keluarga, Ketentuan dan besaran gaji pokok hakim sama tunjangan beras dan tunjangan dengan ketentuan dan besaran gaji pokok PNS. kemahalan. Perubahan sangat Dalam hal besaran gaji pokok hakim lebih tinggi dari signifikan terjadi pada besaran besaran gaji pokok PNS, besaran gaji hakim tidak tunjangan kemahalan. Besarnya tunjangan kemahalan dinaikkan sampai setara dengan besaran gaji pokok dibedakan berdasarkan zona PNS. Gaji pokok terendah diberikan kepada hakim penempatan tugas, yaitu Zona 1, Zona golongan III/a dengan masa kerja nol tahun, yaitu Rp 2, Zona 3 Dan Zona 3 Khusus. Tunjangan kemahalan 2.064.100. Sedangkan terendah diberikan gaji pokok tertinggi untuk zona 2, yaitu diperoleh hakim sebesar Rp 1.350.000. golongan IV/e dengan sedangkan tunjangan masa kerja 32 tahun, kemahalan tertinggi yaitu Rp 4.978.000 diberikan untuk zona 3 khusus, yaitu Tunjangan Jabatan s e b e s a r R p 10.000.000. T u n j a n g a n jabatan hakim diberikan untuk menggantikan tunjangan khusus T u n j a n g a n P e r u m a h a n d a n kinerja (remunerasi). Tunjangan ini diberikan tiap Transportasi bulan berdasarkan jenjang karir, wilayah Pada dasarnya hakim diberi hak penempatan tugas, dan kelas pengadilan. Klasifikasi pengadilan terdiri atas pengadilan kelas IA khusus, menempati rumah negara dan pengadilan kelas IA, pengadilan kelas IB dan menggunakan fasilitas transportasi selama menjalankan tugasnya. Nah, pengadilan kelas II. Tunjangan jabatan terendah diberikan kepada apabila rumah negara dan/atau hakim pratama di pengadilan kelas II, yaitu Rp sarana transportasi belum tersedia, 8.500.000. Sedangkan tunjangan jabatan tertinggi hakim dapat diberi tunjangan diperoleh ketua pengadilan tingkat banding, yaitu Rp perumahan dan transportasi. Besaran tunjangan itu disesuaikan dengan 40.200.000. Sementara itu, berdasarkan Perpres 19/2008 kemampuan keuangan negara. dan SK KMA 70/2008 mengenai tunjangan khusus kinerja, tunjangan terbesar diberikan kepada Ketua Hak Pensiun MA yaitu sebesar Rp 31.100.000 dan tunjangan Meski berstatus pejabat negara, terendah diberikan kepada hakim pengadilan kelas II yaitu sebesar Rp 4.200.000. Sebelum ini, tunjangan aturan mengenai hak pensiun hakim untuk ketua pengadilan tingkat banding hanya Rp disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di 13.000.000. Hingga kini, remunerasi untuk seluruh hakim bidang pensiun PNS. Dalam hal ini, di diberikan 70 persen. Dengan berlakunya PP antara aturan yang berlaku adalah UU 94/2012, maka besaran tunjangan hakim 11/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Janda/Duda Pegawai. mengalami peningkatan yang signifikan.

8


Ramuan Jurnalistik

Melihat Gaya Kepemimpinan

OBAMA dan JOKOWI

P

engamat Politik Universitas Diponegoro Semarang, Teguh Yuwana, menilai kemenangan pasangan Jokowi-Ahok berdasarkan hitung cepat dalam Pilgub DKI 2012 sebagai gebrakan perubahan pemimpin Bangsa ke depan. Menurutnya, Jokowi merupakan sosok pemimpin yang dinilai membawa semangat perubahan bagi masyarakat Jakarta. Bahkan menurut Teguh, gaya pemimpin Jokowi yang sangat fenomenal, hampir mirip dengan gaya ”Barrack Obama” saat pemilu Presiden AS. Jokowi mampu membangkitkan semangat masyarakat Jakarta dengan kesederhanaan dan tidak hanya dengan politik pencitraan. Teguh menegaskan, bahwa masyarakat DKI yang mayoritas urban dengan kompleksitas masalah yang beragam, mampu diimanifestasikankan Jokowi dengan programprogram yang riil. ”Semangat kesederhanaan, keterbukaan dan komitmen tehadap rakyar

bawah dan mau turun langung ke lapangan adalah faktor nyata kepercayaan publik” tegas Teguh. Sehingga dalam pilkada DKI tersebut, Teguh menegaskan bahwa ”menjadi pemimpin tidak perlu pintar” tetapi bagaimana ”pemimpin mau mendengarkan” dan mampu berkomunikasi dengan semua elemenelemen masyarakat. ”dan Jokowi sudah membuktikan diri di Solo dan Jakarta” terangnya. Ditanya kemungkinan peluang kemenangan dalam putaran kedua, menurut Teguh, pasangan Jokowi-Ahok sangat terbuka lebar memenangi pilkada DKI. ”Meski Foke sebagai incumbent, tetap dapat diiris dengan semangat komitmen kerakyatan yang dilakukan Jokowi-Ahok” tegas Teguh. Teknologi telah menciptakan perubahan di setiap lini kehidupan,

9


termasuk dalam aktivitas organisasi. Perubahan ini terutama dapat dilihat dan dirasakan dalam berkomunikasi. Ya, teknologi—terutama internet—telah menggiring dunia memasuki era sosial, yang salah satunya ditandai dengan lahirnya beragam media sosial. Kepemimpinan via Jejaring Sosial Kelahiran media sosial memberikan lebih banyak sarana bagi orang untuk berkomunikasi. Sebut saja Twitter dan Facebook sebagai contoh yang paling populer saat ini. Banyak pemimpin dunia telah memanfaatkan Twitter dan Facebook untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada banyak orang. Menurut studi BursonMarsteller, sebuah perusahaan humas dan komunikasi yang berbasis di New York, AS, setidaknya sebanyak 264 pemimpin dari 125 negara telah memiliki akun Twitter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 kepala negara mengelola sendiri akun mereka. Menurut studi yang dilansir pada bulan Juli 2012 tersebut, Presiden Barack Obama adalah pemimpin yang paling populer di Twitter. Akun @BarackObama memiliki sekitar 18 juta follower. Akun tersebut juga di-follow oleh 76 pemimpin negara dan pemerintahan dari negara-negara sahabat AS. Selain Obama, beberapa pemimpin dunia lainnya yang memanfaatkan Twitter adalah Presiden Prancis Francois Hollande (@Fhollande), Presiden Brasil Dilma Rousseff (@DilmaBR), Perdana Menteri Inggris David Cameron (@Number10gov), PM Malaysia Najib Razak (@NajibRazak), dan PM Singapura Lee Hsien Loong (@leehsienloong). Barack Obama merupakan pemimpin dunia pertama yang mendaftarkan dirinya ke Twitter, yakni pada 5 Maret 2007. Pemimpin dunia kedua yang melakukan hal tersebut adalah Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, lewat akun @EPN. Nieto membuat akun Twitter pada bulan yang sama dengan Obama. Di Indonesia, beberapa pemimpin daerah sudah mulai memanfaatkan Twitter. Di antaranya adalah gubernur terpilih DKI Jakarta Joko Widodo (@jokowi_do2) dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (@basuki_btp), dan mantan walikota Yogyakarta Herry Zudianto (@herry_zudianto). Kendati demikian, era sosial bukan

10

semata soal media sosial. Era sosial tidak hanya ditandai dengan lahirnya media sosial dan pemanfaatannya. Era sosial juga ditandai dengan kebangkitan komunitas. Di era industri, seseorang bisa disebut sebagai pemimpin jika dia memiliki jabatan atau posisi yang memberinya kekuasaan. Tetapi di era sosial, kepemimpinan seseorang tak lagi hanya diukur dari posisi dan jabatannya. Ide, komunitas, dan tujuanlah yang akan memberikan kekuasaan bagi pemimpin di era sosial. Hal ini dipaparkan oleh Nilofer Merchant, pendiri dan CEO perusahaan Rubicon, dalam bukunya yang berjudul 11 Rules for Creating Value in the Social Era. Merchant juga merupakan dosen di Universitas Standford. Menurut Merchant, di era sosial, organisasi harus memiliki tujuan untuk menciptakan value bagi banyak orang. Karena itu, yang dituntut dari seorang pemimpin di era sosial bukan hanya harus memiliki tujuan dan ide yang cerdas, tetapi juga harus fokus dengan tujuannya. Ia dituntut untuk mampu menyelaraskan seluruh elemen dalam organisasinya. Hal utama yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi untuk bertahan di era sosial adalah kemampuan untuk beradaptasi. Dalam bukunya, Merchant memaparkan 11 aturan dalam era sosial yang perlu diterapkan agar organisasi dan sumber daya manusianya dapat berkembang. Beberapa di antaranya berhubungan dengan networking, komunitas, dan kolaborasi. Networking. Jika era industri identik dengan membangun sesuatu, maka era sosial identik dengan menghubungkan berbagai hal, orang, dan ide. Era sosial terkait erat dengan networking, cara bagaimana menghubungkan banyak orang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama. Pemimpin perlu memikirkan agar organisasi mampu memberikan value bagi banyak orang, menghubungkan banyak pihak, hingga akhirnya mereka bersatu untuk mendukung dan memberikan kontribusi bagi organisasi.


Komunitas. Dulu, kekuatan dimiliki oleh institusi yang besar. Namun di era sosial, hal itu belum tentu berlaku. Kekuatan di era sosial dipegang oleh setiap individual yang tergabung dalam komunitas. Kekuatan bisa diperoleh seseorang lewat caranya bekerja dengan tim atau orang lain. Untuk sukses, pemimpin harus mampu melakukan pendekatan kepada komunitas atau bahkan menciptakan komunitas yang sejalan dengan tujuannya.

Kolaborasi. Kontrol dalam organisasi di era sosial tak lagi terpusat pada pemimpin struktural. Kesuksesan organisasi ditentukan oleh kolaborasi dan kontribusi dari orang-orang yang ada di dalamnya. Pengambilan keputusan dalam organisasi sejatinya juga tak dilakukan oleh pemimpin seorang diri, tetapi melibatkan masukan-masukan dari orang-orang di sekitarnya. Dengan begitu, setiap individu dalam organisasi akan merasa ikut memiliki dan berperan serta demi kemajuan organisasi.

Resonansi

Mencari Sosok Ideal Dirjen Badilag

Alimuddin Hakim PA Pandan

S

iapakah yang cocok menggantikan pak Wahyu Widiana? Saya sering mendengar dan membaca komentar itu, baik dari teman-teman sejawat maupun dari petinggi peradilan agama sendiri. Beragam persyaratan datang dari mereka, ada yang bermunculan via SMS dan tidak sedikit tertulis di dalam inbox jejaring sosial facebook. Isinya macam-macam, Dirjen Badilag harus sehat dan beriman, rajin berwudhu ketika akan melakukan shalat, memahami arah kiblat dan matematika. Saya juga pernah membaca sebuah komentar dari rekan hakim di kepulauan Riau, menurut dia calon Dirjen Badilag harus memahami bahwa asing (Arab

dan Inggris), bisa mengoperasikan komputer, berpenampilan menarik, tidak buta warna, tidak sombong, komunikatif, dan tidak pelit. Bagi saudara saya yang bertugas di Aceh lain lagi ceritanya, dia memaparkan seribu masalah yang akan dihadapi Peradilan Agama mendatang, mulai dari persoalan SDM, pengelolaan anggaran, sistem manajemen perkara dan umum, pola bindalmin yang belum sempurna, teknis yustisial yang masih carut marut, hingga persoalan mutasi dan promosi hakim dan tenaga teknis lainnya. Walhasil, semuanya baik dan bagus-bagus. Komentar yang membangun kepribadian dan karakter bangsa, paling tidak saya melihatnya sebagai upaya untuk menyampaikan aspirasi yang selama ini tertunda. Dari beberapa catatan para ahli kepemimpinan dunia dan Islam, paling tidak sosok yang pas untuk seorang Dirjen Badilag adalah memiliki sifat sincere yang berarti baik, jujur, benar. Ini sesuai dengan sifat-sifat Rasulullah yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Kalau seorang pemimpin memiliki sifat siddiq dan amanah, ia tidak akan melakukan penyelewengan apa saja. Sebaliknya, sebaik atau sepintar apapun kalau tidak amanah akan jadi masalah. Yang sering diabaikan adalah sifat tabligh. Seorang pemimpin mesti seorang “informer� sekaligus “well informed�. Informer itu berarti suka berbagi informasi. Kalau pimpinan tidak mau berbagi, diam saja, sudah pasti insititusi yang

11


dipimpinnya tidak akan maju. Dalam memberikan informasi, termasuk memberikan instruksi kepada bawahan, seorang pemimpin juga perlu memakai kata-kata yang santun, tanpa harus kehilangan ketegasan. Bukan zamannya lagi menjadikan suasana kantor dan lingkungan kerja seperti kebun binatang, salah sedikit bawahan semua jenis binatang disebut-sebut. Suasana lingkungan kerja yang menyerupai 'kebun binatang' itu menunjukkan sang pemimpin kurang santun. Sementara itu, “well informed” berarti gemar mencari informasi, baik dengan cara membaca, mendengarkan, maupun dengan cara-cara lain. Sosok ideal Dirjen Badilag, sudah barang tentu harus menerima masukan dan saran dari bawahan, baik di dalam maupun di daerah-daerah. Selain berkarakteristik “informer” dan “well informed”, seorang pemimpin juga harus pintar dan cekatan. Ini sesuai sifat fathonah yang dimiliki Rasulullah. Untuk menjadi pintar itu harus belajar. Dan kalau sudah pintar, tidak boleh pintar sendiri. Kepintaran itu harus dishare. Seorang pemimpin, mesti memiliki dua kemampuan: technical ability dan managerial ability. Makin tinggi seseorang jadi pimpinan, managerial ability-nya harus makin tinggi. Begitupun sebaliknya. Meski seorang pemimpin dituntut lebih mahir dalam hal menajerial ketimbang dalam hal yang sifatnya teknis, bukan berarti seorang pemimpin tidak boleh mengerjakan hal-hal kecil. Jadi, untuk menjadi seorang pimpinan yang sukses, seseorang tidak harus mengerti teori-teori yang muluk mengenai leadership. Mengetahui dan mengaplikasikan sifat-sifat Rasulullah SAW saja sudah bagus.

Pesan : email: aldimonbusho@yahoo.co.id

aldimonbusho@gmail.com

Sistem Book on Demand (BoD) 12


Gagasan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc

Praktik Ketatanegaraan Kita ke Depan

K

emanakah Arah Praktik Bernegara Kita? Topik ini mengingatkan saya ke masa awal reformasi ketika saya mengemukakan gagasan “Tidak Ada Reformasi Tanpa Amandemen Konstitusi�. Pergantian sebuah rezim tanpa perubahan sistem, sesungguhnya takkan banyak menghasilkan sesuatu yang ideal sebagaimana kita harapkan. Rezim baru yang penuh idealisme, lama kelamaan akan mengulangi pola-pola rezim sebelumnya dalam menjalankan kekuasaan negara. Kekuasaan itu menggoda. Ada kecenderungan umum dalam sejarah politik, sebuah rezim akan terus berupaya dengan berbagai cara—baik sah maupun tidak sah—untuk mempertahankan kekuasaannya. Dalam rangka itulah, maka penyelenggaraan kekuasaan negara harus diatur oleh normanorma hukum, yang akan membentuk sistem bernegara itu. Sistem itu harus memberi jaminan agar semua pihak yang terlibat di dalam negara, baik lembaga-lembaga negara, maupun kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat, dapat melakukan kontrol atas jalannya sistem penyelenggaraan negara itu. Kontrol yang kuat, dan memberikan keseimbangan itu, kita harapkan akan memberi jaminan bahwa sistem akan berjalan sebagaimana kita inginkan. Uraian singkat di atas itu menggambarkan kepada kita betapa pentingnya konstitusi bagi sebuah negara. Konstitusi itulah yang memberikan kerangka bernegara yang dianggap ideal bagi sebuah bangsa. Konstitusi itu meletakkan dasar-dasar sistem bernegara dan sekaligus mengatur mekanisme penyelenggaraannya. Tentu saja, konstitusi tidak mungkin akan mengatur

segala-galanya. Rincian dari dasar-dasar itu dapat diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih rendah seperti undangundang atau konvensi ketatenegaraan yang tumbuh, diterima dan dipelahara dalam praktek penyelenggaraan negara. Konstitusi sebuah negara pada hakikatnya memuat gagasan-gagasan pokok bernegara bagi sebuah bangsa, yang di dalamnya dirumuskan sistem dan m e k a n i s m e penyelenggaraan negaranya. Sehari setelah kita menyatakan kemerdekaan, kita telah mengesahkan sebuah konstitusi, yang kemudian kita namakan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Filosofi bernegaranya telah dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar itu. Pemikiran filosofis itu kemudian dituangkanke dalam pasal-pasal konstitusi yang merumuskan sistem bernegara dan mekanisme penyelenggaraannya. Namun seperti telah kita maklumi, konstitusi itu hanya bersifat sementara, yang dimaksudkan hanya berlaku untuk setahun saja, sampai dirumuskannya konstitusi yang bersifat permanen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum. Namun, karena pemilihan umum tidak dapat dilaksanakan, konstitusi itu berlaku dengan berbagai konvensinya, dan kemudian diganti dengan konstitusi yang lain, sampai dinyatakan berlaku kembali melalui dekrit Presiden pada tahun 1959. Ketika Pemerintah–dalam hal ini Perdana Menteri Djuanda

13


Kartawinata—mengusulkan kepada Konstituante agar kembali ke UUD 1945, telah timbul suara-suara yang mengkhawatirkan konstitusi itu akan menciptakan kediktatoran di negeri ini, karena kekuasaan Presiden yang begitu besar. Buya Hamka misalnya mengatakan di Konstituante bahwa kembali ke UUD 1945 itu bukanlah “shirat al-mustaqim” atau “jalan yang lurus” seperti dikatakan para pendukungnya, melainkan “shirat al-jahim”, yakni “jalan menuju ke neraka” karena akan membuka peluang kepada Presiden untuk menjadi diktator terselubung. Setelah UUD 1945 diberlakukan kembali, keadaan berkembang ke arah seperti dibayangkan oleh Buya Hamka itu. Walaupun UUD 1945 menyebutkan kedaulatan rakyat, namun tak sepatah katapun UUD 1945 itu menyebutkan adanya pemilihan umum. Professor Muhammad Yamin mengatakan bahwa pemilihan umum itu hanya alat saja untuk menegakkan demokrasi. Karena itu pemilihan umum bisa diselenggarakan bisa tidak, asal yang penting demokrasi bisa berjalan. Namun bagaimana demokrasi bisa berjalan, kalau seluruh anggota badanbadan perwakilan ditunjuk saja oleh Presiden? Setelah Pemerintahan Presiden Soekarno digantikan oleh Pejabat dan kemudian Presiden Soeharto, rezim baru ini bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara “murni dan konsekuen”. Orde Baru yang diciptakannya bertekad untuk melakukan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama. Namun seperti saya katakan di awal tulisan ini, rezim baru yang penuh idealisme lama kelamaan cenderung akan mengulangi prilaku rezim lama yang digantikannya. Tentu banyak perubahan yang terjadi selama Orde Baru terutama pada pembangunan sosial dan ekonomi, namun satu hal nampak berkesinambungan, yakni kecenderungan rezim untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan, dengan menggunakan pola-pola yang hampir sama. Media massa diberangus, tokoh-tokoh oposisi ditangkapi tanpa proses hukum dan

14

partai politik yang berseberangan dipaksa membubarkan diri, dilakukan baik oleh Orde Lama maupun Orde Baru. Pancasila dan UUD 1945 yang ingin dilaksanakan secara murni dan konsekuen, dalam kenyataannya ialah Pancasila dan UUD 1945 yang ditafsirkan menurut pandangan rezim yang memerintah. Di masa Orde Lama, tafsiran itu disosialisasikan melalui “indoktrinasi” dan masuk kurikulum pendidikan. Di zaman Orde Baru, sejak tahun 1978, tafsiran itu disosialisasikan melalui penataranpenataran dan masuk pula ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Baik indoktrinasi maupun penataran hakikatnya tetap sama: Rezim yang memerintah ingin agar rakyat memahami hakikat bernegara, sistem dan mekanismenya seperti yang mereka anut. Mereka yang menolak tafsiran itu bisa dianggap sebagai musuh bangsa dan negara. Di sini kembali lagi nampak adanya kesinambungan di tengah perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedua rezim sama-sama memanfaatkan kelemahankelemahan UUD 1945 yang sejak awal dimaksudkan hanya sebagai konstitusi sementara itu. Kelemahan itu sengaja disembunyikan, namun ditutupi dengan berbagai cara, mulai dari konsep pseudoakademis sampai ke hal-hal yang berbau mistik. Presiden Soekarno menyebut Pancasila dan UUD 1945 “Azimat Revolusi”. Presiden Soeharto menyebut Pancasila itu “sakti”. UUD 1945 adalah warisan luhur bangsa yang “dikeramatkan”. Berkaca dari pengalaman sejarah seperti secara singkat saya uraikan di atas itulah, maka seperti telah saya katakan, di awal reformasi saya menegaskan pendirian “tidak ada reformasi tanpa amandemen konstitusi itu”. Di zaman Orde Baru, saya telah lama melontarkan gagasan amandemen konstitusi itu, baik dalam kuliah maupun dalam berbagai tulisan yang saya buat. Pendapat saya ketika itu dianggap sebagai pendapat “ekstrim kanan”. Saya menolak Eka Prasetya Pancakarsa dan tidak pernah mau mengikuti penataran P4 sampai kegiatan


itu dihentikan oleh Presiden BJ Habibie. Kalau hanya rezim berganti, sementara konstitusi tidak diperbaiki dan disempurnakan, maka rezim baru yang dihasilkan oleh gerakan reformasi itu akan kembali mengulangi pola-pola yang dilakukan oleh rezim lama. Untuk merubah pandangan rakyat yang sudah cukup lama ditatar bahwa UUD 1945 tidak dapat dirubah kecuali melalui referendum, bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana. Namun akhirnya kesadaran muncul juga. Beberapa partai politik dalam Pemilu 1999 tegastegas menyuarakan perlunya amandemen konstitusi. Akhirnya perubahan konstitusi terjadi juga dalam empat tahapan perubahan, yang disebut dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat. Dengan empat tahapan amandemen konstitusi itu, niat yang sesungguhnya dari para penggagas adalah untuk memperbaiki dan sekaligus menyempurnakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan negara kita, dengan bercermin pada pengalamanpengalaman pelaksanaannya di masa yang lalu. Hal yang paling inti mengenai pembatasan masa jabatan Presiden, yakni selama lima tahun, namun hanya untuk dua periode saja, telah dilakukan. Hal ini mencegah diangkatnya Presiden seumur hidup seperti di masa Orde Lama, atau Presiden yang dipilih setiap lima tahun tanpa batasan periode seperti di zaman Orde Baru. Amandemen terhadap pasal tentang masa jabatan Presiden ini patut kita hargai. Di masa depan, kita harapkan tidak akan ada lagi Presiden seumur hidup atau dipilih berkali-kali tanpa batasan periode. Sistem ini akan mencegah terulangnya kekuasaan Presiden yang cenderung menyalahgunakan kekuasaannya karena memerintah terlalu lama. Kita menyaksikan pula amandemen terhadap beberapa pasal yang membatasi

kewenangan Presiden yang dinilai terlalu besar di dalam UUD 1945. Ketentuan yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dibalik menjadi kewenangan DPR. Namun Presiden tetap berhak mengajukan rancangan undangundang untuk mendapat persetujuan DPR. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan penguatan kepada DPR, walau tidak mengubah hakikat bahwa badan legislatif tidaklah hanya monopoli DPR. Badan ini memang memegang kekuasaan legislasi, n a m u n t i d a k menyebabkan DPR menjadi badan legislatif, karena sebagian kewenangan legislasi tetap berada di tangan Presiden. Presiden tetap memegang kekuasaan legislatif bersama-sama dengan DPR dan untuk beberapa hal sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 bersama-sama juga dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Keberadaan DPD memang baru samasekali di dalam UUD 1945. Saya termasuk salah seorang penggagas keberadaan lembaga ini, untuk menengahi polemik tentang negara kesatuan dan negara federal di masa awal reformasi. Saya tetap berpendirian bahwa negara kita adalah negara kesatuan, namun dapat mengadopsi keberadaan Dewan Perwakilan Daerah, sebagaimana pernah dibahas di Majelis Konstituante. Keberadaan DPD atau senat pada umumnya hanya ada di negara federal atau quasi-federal. Negara kesatuan yang memiliki lembaga seperti ini, pada umumnya mempertimbangkan kepentingan daerah yang multi etnik dan juga problema alamiah, yakni ketidakseimbangan penduduk yang mendiami berbagai daerah.

15


Kolom Hakim Agung

3 HAKIM IDEAL VERSI HAKIM AGUNG Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, S.Ip, M.Hum

H

akim Agung Prof. H. Abdul Manan menegaskan tugas dan peranan hakim ada 3 (tiga) yaitu (1). Hakim sebagai penegak keadilan. (2). Hakim sebagai penegak hukum. (3). Hakim sebagai pencipta hukum. Dijabarkan beliau lebih lanjut, bahwa hakim sebagai penegak keadilan harus menguasai peraturan perundang-undangan dan menerapkannya dalam pemeriksaan perkara, baik dalam proses perkara maupun dalam membuat putusan.

16

Dan, dalam proses pemeriksaan serta menjatuhkan putusan disamping berdasarkan pada hukum yang berlaku, juga berdasarkan atas keyakinan yang seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya dan harus memakai hati nurani. Dengan demikian putusan hakim tersebut akan bermanfaat dan berkeadilan, kata Prof. Abdul Manan. Sedangkan tentang hakim sebagai penegak hukum, Prof. Abdul Manan menjelaskan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan tidak boleh terikat pada bunyi Undang-Undang semata, tetapi harus mempu menciptakan hukum melalui putusan-putusannya. Disamping itu katanya lebih lanjut, hakim tidak saja menjaga ketertiban, melainkan juga berfungsi sebagai pengawas Undang-Undang dan juga berfungsi sebagai paedagogis terhadap pihakpihak yang bersengketa, termasuk masyarakatnya itu sendiri. Adapun hakim sebagai pencipta hukum Prof. Abdul Manan menjelaskan, hakim menjamin peraturan perundang-undangan diterapkan dengan benar dan adil. Selain itu, hakim sebagai dinamisator peraturan perundang-undangan dengan cara menggunakan metode penafsiran dan kontruksi dan berbagai pertimbangan sosio kultural berkewajiban menghidupkan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan nyata masyarakat. Hakim juga melakukan koreksi terhadap kemungkinan kekeliruan atau kekosongan hukum, hakim wajib menemukan hukum dan menciptakan hukum untuk mengisi hukum tersebut serta hakim melakukan penghalusan terhadap peraturan perundang-undangan, kata Prof. Abdul Manan. Ketika Prof. Abdul Manan menanyakan kepada peserta setentang pengertian fakta, Hakim Tinggi Asri Damsy yang berasal dari Mahkamah Syar’iyah Aceh dapat menjelaskannya dengan baik, yaitu peristiwa atau kejadian yang sudah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi yang


berstruktur dan terikat dengan ruang dan waktu. Atas penjelasan Hakim Tinggi kita ini, Prof. Abdul Manan membenarkannya dan menyatakan bahwa Asri Damsy adalah mantan Panitera di Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu sewaktu Prof. Abdul Manan menjadi Ketuanya. Menurut Prof. Abdul Manan, hakim harus mencari fakta sebanyak-banyaknya dalam persidangan, oleh karena itu hakim harus dengan sopan dan santun memperlakukan para pihak dan jangan ada hakim yang marah-marah maupun mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Hakim harus seimbang kepada para pihak. “Apabila hakim senyum kepada Penggugat selama 1 (satu) menit, maka ia harus senyum juga 1 (satu) menit kepada Tergugat�, kara Prof. Abdul Manan mencontohkannya. Menurut penjelasan moderator Drs. H. Mardiana Muzhaffar, SH. MH, bahwa setelah Prof. Abdul Manan selesai memberikan materi, maka pada siang harinya akan dilanjutkan dengan bedah berkas. Hal ini dimaksudkan agar peserta dapat mengaplikasikan materi yang telah disampaikan dan untuk mengasah ketajaman analisa peserta dalam memeriksa berkas. Diharapkan dari bedah berkas tersebut, peserta dapat menemukan kesalahankesalahan dan mengemukakan pendapat bagaimana seharusnya pemeriksaan perkara tersebut maupun dalam membuat putusan yang baik dan benar.

Akta Nikah Retak? Jangan Khawatir, ada Pengadilan Agama Tempat Mengadu!!! 17


Galeri Pendapat

Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim

APA KATA MEREKA? Sejenak kita cukupkan euforia telah ditandatanganinya PP No. 94 Tahun 2012. Kalau kita memperbandingankan antara PP No. 94 Tahun 2012 (tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah MA) dengan RPP (tentang Kedudukan Hakim sebagai Pejabat Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasilan dan UUD 1945), ada klausul yang tidak termuat dalam PP tersebut yaitu tentang Kedudukan Hakim sebagai Pejabat Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka ..... Saya lihat dalam RPP tsb termuat dalam pertimbangannya, sementara dalam PP a quo tidak menyebutkan sama sekali Hakim sebagai Pejabat Negara, pertanyaannya saya : 1. Apakah PP No. 94 Tahun 2012 merupakan bentuk pemenuhan hak2 Hakim sebagai Pejabat Negara? Andri Irawan, SHI 2. dan apakah Pemerintah telah mendudukkan kedudukan Hakim PA Gunung Sitoli Hakim sebagai Pejabat Negara atau PNS/Hakim? Terima kasih. Teori legal drafting menentukan, memang bgt pak.. Kecuali jika ada pasal2 tertentu yg memerlukan instrumen peraturan lainnya maka akan diterbitkan instrumen tsb.. So, kecuali ketentuan2 yg memerlukan instrumen lain maka ketentuan2 dlm sebuah Peraturan Perundang2an harus dilaksanakan sejak diundangkan.. Badrul Jamal, SH, MH Hakim PA Tanjung Pandan

Berbahagialah kita Hakim-hakim Indonesia...terimakasih atas Perjuangan kawan-kawan...dan Stick holder yg telah maksimal dalam merealisasikan impian Hakim-hakim Indonesia..... Samsul Hadi, S.Ag Hakim PA Sawahlunto

18


Galeri Pendapat nah justru itu pertnyaan yg sama dalam benak gw bro ..., bayangin bro lagi seneng melayang ke udara berangkat ke dunia khayalan(euforia), disuruh mikirin status hakim yg masih sumir dan sarat dgn politik sbgai bentuk "yah inilah pengakuan Negara thd hakimnya", tp kesejahterahan terkabul dan akan meningkat sec signifikan, kayak kejatuhan duren tanpa kulitnya :), hehehe smntara ini gw gk berani berpendapat apa2 gw takut Tuhan marah lagi, dikatagorikan sbgai hambanya yg tdk bersyukur...., tp Allah seneng dgn hamba2nya yg kritis koq.... Romi Maulana, SHI Hakim PA Tarempa

tambahan menurut saya, selain hak yang berkaitan dengan jaminan kesehatan dan pensiun disetarakan dengan PNS, maka kemudahan cuti dan/atau izin sebagai pejabat negara juga dipersamakan dengan PNS... Yunizar Hidayati, SHI Hakim PA Rantauprapat

sumber : LOUNGE HAKIM PA INDONESIA

19


Liputan Daerah

Lebih Dekat dengan

Hakim di Tanah Rencong Laporan Achmad Fikri Oslami, SHI, MHI Hakim MSy Sigli Tulisan ini saya tulis sebenarnya sebagai coretan pribadi bagi saya ketika menginjakkan kaki pertama kali di bumi Nanggroe Aceh Darussalam atau yang lebih dikenal dengan negeri serambi mekah. Tak terasa telah 3 tahun saya jalani sebagai calon hakim di Pengadilan Agama Baturaja, dan pada bulan Juni 2010 SK Hakim saya keluar, dan saya mendapat penempatan di Mahkamah Syar’iyah Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh, dan dari 8 (delapan) orang calon hakim dari wilayah Pengadilan Tinggi Agama Palembang, saya satu-satunya yang ditempatkan di bumi serambi mekkah. Ini merupakan tantangan pertama saya dan sekaligus amanah bagi saya untuk mengabdi kepada Negara ini dibidang peradilan agama, apalagi Mahkamah Syar’iyah merupakan salah satu pengadilan khusus di lingkungan peradilan agama yang mempunyai kompetensi lebih dari pengadilan agama yang berada diluar provinsi aceh. Mahkamah syar’iyah harus menanganai perkara jinayat (pidana islam) yaitu Khamr (minuman keras), Khalwat (mesum) dan maysir (judi). Calon Hakim Angkatan III yang ditempatkan di Mahkamah Syar’iyah Sigli selain saya dari Palembang, Arif Irhami dari Jambi dan Zulkifli Firdaus dari padang. Informasi yang saya dapatkan tentang kota Sigli hanya dari fasilitas mesin pencari di internet “Google” yang menjelaskan bahwa kota sigli dahulu merupakan tempat bengkel kereta api terbesar di Aceh. Sesampainya di aceh kami bertiga dengan embel-embel sebagai “Pejabat Negara” harus berjuang sendiri untuk mendapatkan rumah kontrak untuk ditempati, karena memang tidak ada fasilitas yang disediakan oleh Negara untuk para hakim, dan nasib kamipun tidak jauh berbeda dengan para

20


hakim senior yang sudah terlebih dahulu bertugas di Sigli. Akhirnya saya dan Arif Irhami teman seangkatan dari Jambi mendapatkan rumah kontrakan yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh (BRR) sebagai bantuan kepada masyarakat yang terkena tsunami di tahun 2004 yang lalu, rumah tersebut terletak ditengah kota, dan sengaja kami memilih rumah kontrakan di tengah-tengah kota karena kami belum mengetahui secara persis bagaimana kondisi keamanan Aceh pasca konflik, apalagi informasi yang kami terima bahwa kota Sigli, Kabupaten Pidie merupakan salah satu daerah basis pergerakan aceh merdeka pada masa konflik, apalagi salah satu pemimpin besar gerakan tersebut berasal dari daerah Pidie. Sedangkan teman kami Zulkifli Firdaus telah mendapatkan rumah di dekat Kantor Mahkamah Syara’iyah Sigli. Sambutan sekaligus tantangan pertama kali kami dapatkan setelah sebulan bertugas, kami harus menghadapi masyarakat yang tidak puas terhadap putusan majelis hakim terhadap perkara kewarisan, yang mana pihak Tergugat tidak dapat menerima kekalahan, sehingga mengancam akan membunuh para pegawai dan hakim yang menangani perkara tersebut, waktu itu tepatnya seminggu sebelum Idul Adha di tahun 2010, dan dengan saran pimpinan beserta pegawai-pegawai lainnya kami terpaksa harus meninggalkan pakaian dinas dan cakra hakim kami ketika pergi ke kantor, untuk menutupi identitas kami sebagai hakim sampai dengan kondisi sudah cukup memungkinkan lagi, karena kondisi yang sangat riskan apabila pihak tersebut mengetahui kalau kami adalah hakim, walaupun tidak menangani perkara tersebut, karena kondisi pihak yang lagi emosi sehingga tidak dapat berpikir jernih, walaupun telah ada jaminan keamanan di Undang-Undang terhadap para hakim, tapi sampai saat ini kami belum pernah merasakan bagaimana realisasi dari bentuk jaminan keamanan tersebut. Selama hampir 5 (bulan) kami bertugas di Sigli kami benar-benar harus memulai kehidupan dari awal, belum lagi biaya pindah yang belum diberikan, sehingga kami harus menghemat antara biaya kontrak rumah, ongkos pulang pergi ke kantor hingga makan, karena tidak ada fasilitas kendaraan dinas yang diberikan kepada para hakim, jadi hampir 5 (lima) bulan itu kami menyewa RBT (sebutan becak motor di Aceh) untuk fasilitas kami pulang pergi ke kantor, terkadang dihati kecil kami bertanya dan tersenyum sendiri bagaimana seorang pejabat Negara dengan pakaian dinas yang rapi, terpasang cakra hakim di dada sebelah kiri harus pergi ke kantor naik becak motor. Peristiwa yang cukup membuat kami cukup khawatir ketika terjadi beberapa penembakan sebelum pemilihan gubernur aceh di akhir tahun 2011 hingga awal tahun 2012 yang lalu, banyak penembakan terjadi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan ditujukan kepada para pendatang di Aceh ini, dan daerah sasaran penembakan ini pun cukup dekat dengan kota Sigli, yaitu Banda aceh, Aceh Besar, Bireun, Lhoksumawe yang merupakan satu jalur dengan kota Sigli, sehingga kamipun harus meningkatkan kewaspadaan kami terhadap hal-hal yang bisa saja terjadi, apalagi dengan status kami disini juga sebagai pendatang, hampir 2 (dua) bulan lamanya rutinitas pada saat maraknya peristiwa penembakan tersebut hanya kantor-rumah saja, biasanya di malam hari kami bisa keluar rumah untuk sekedar berbelanja dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya, namun karena situsai yang kurang aman tersebut, kami harus mengoptimalkan kegiatan pada siang hari. Singkat cerita tidak terasa kami sudah memasuki tahun ketiga tugas di bumi Serambi Mekkah ini, banyak suka dan duka telah kami jalani bersama disini dan teman-teman kami para wakil tuhan yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Kami yakin dengan adanya perjuangan yang telah dilakukan teman-teman hakim diseluruh Indonesia, dapat membuka mata hati para pejabat eksekutif dan legislative di Indonesia ini bagaimana realita kehidupan para pejabat yudikatif di Negara Republik Indonesia.

21


Profil

PA di Pantai Barat

T

apanuli Tengah adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Ibu kotanya adalah Pandan. Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Daerah Otonom dipertegas oleh Pemerintah dengan Undang-undang Nomor 7 Drt 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Nomor 19 Tahun 2007 maka ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tanggal 24 Agustus 1945. Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pesisir Pantai Barat Pulau Sumatera dengan panjang garis pantai 200 km dan wilayahnya sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian lainnya di pulau-pulau kecil dengan luas wilayah 6.194,98 km². Perbatasan wilayah adalah sebelah Utara Kabupaten Aceh Singkil (Provinsi Aceh), Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan, Barat Kota Sibolga dan

22

Samudera Indonesia, dan Timur Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Pakpak Bharat. Penduduk Tapanuli Tengah tahun 2006 berjumlah 297.846 jiwa dengan kepadatan penduduk 136 jiwa per km². Laju pertumbuhan penduduk periode tahun 2000-2005 sebesar 1,86% per tahun. Komposisi penduduk di Tapanuli Tengah yaitu 50,20% laki-laki dan 49,80% perempuan. Topografi Kabupaten Tapanuli Tengah sebagian besar berbukit - bukit dengan ketinggian 0 – 1.266 meter di atas permukaan laut. Dari seluruh wilayah Tapanuli Tengah, 43,90% berbukit dan bergelombang. Sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan lautan sehingga berpengaruh pada suhu udara yang tergolong beriklim tropis. Rata-rata suhu udara di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2005 adalah 26,09 °C. Dalam periode bulan Januari – Desember 2006, suhu udara maksimum dapat mencapai 31,53 °C dan suhu minimum mencapai 21,72 °C. Pada tahun 2006, curah hujan rata-rata 4.925,9 mm, hari hujan


226,0 hari, kecepatan angin rata-rata 6,7 knot dan penguapan rata-rata 4,6 mm. Kelembaban udara rata-rata 84,58%. Pembangunan Kabupaten Tapanuli Tengah dilaksanakan dengan konsep pembangunan Tapanuli Growth yaitu sinergi kabupaten/kota lingkup Kawasan Barat Sumatera Utara, Aceh Singkil dan Simeulue (Provinsi Aceh) untuk menciptakan pola pertumbuhan kawasan yang kompetitif dengan Kawasan Industri Terpadu Labuan Angin. Kabupaten Tapanuli Tengah kini menjadi pusat koleksi (hub) komoditas unggulan daerah. Persoalan mendasar masyarakat Tapanuli Tengah, seperti halnya daerah lain di Kawasan Barat Sumatera Utara secara ekonomi selama ini adalah kemiskinan dan pengangguran. Adapun keterbatasan yang melingkupi persoalan tersebut adalah topografi wilayah Tapanuli Tengah yang berbukit (Bukit Barisan), sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam, infrastruktur, akses informasi dan arus modal. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut dengan percepatan pembangunan dan menaikkan pertumbuhan ekonomi daerah terutama melalui investasi, baik investasi pemerintah maupun swasta dengan konsep pembangunan Tapanuli Growth. Pada bulan Mei 2007, secara administratif Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah terdiri atas 20 kecamatan, 24 kelurahan dan 154 desa. Kecamatan: Andam Dewi Badiri Barus Barus Utara Kolang Lumut Manduamas Sibabangun Pandan Pasaribu Tobing Pinangsori Sarudik Sirandorung Sitahuis Sorkam Sorkam Barat

Sosorgadong Suka Bangun Tapian Nauli Tukka Pengadilan Agama Pandan berdiri pada tahun 1997, awalnya berkantor di rumah kontrakan penduduk yang terletak di Jl. Sudirman Desa Sibuluan I, Kecamatan Pandan. Dan pada tahun 2001 Kantor Pengadilan Agama PAndan dibangun diatas tanah seluas 986 M2 dengan luas banunan 240 M yang terletak di Jl. D.I.Panjaitan/Al Muslimin no. 4 Pandan. Pada awal bulan Januari sampai bulan Mei 2006 Pengadilan Agama PAndan mendapat bantuan rehab berta dari Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD dan Nias sehingga pada saat sekarang ini kantor Pengadilan Agama Pandan dalam kondisi kondusif dalam melayani masyarakat pencari keadilan di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai wilayah kompetensinya. Sejak berdiri sampai dengan sekarang Pengadilan Agama Pandan secara berturut-turut dipimpin oleh : Drs. Noor Salim, SH, tahun 1997 s.d1999 Drs. H. Mansyur Muda NAsution, SH, tahun 1999 s.d 2004 Drs.H.Panusunan Pulungan, SH tahun 2004 s.d 2005 Drs. H. Abd. Halim Ibrahim, MH , tahun 2005 s.d 2010 Drs. Miranda M. Noer, tahun 2010 s.d 2012. Drs. Ifdal, SH, tahun 2012 s.d sekarang.

23



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.